GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM Nurmawati
GENDER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Nurmawati
[email protected]
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro
Abstrak
Dikursus tentang gender dalam pendidikan Islam tidak pernah sepi dari perbincangan baik
dikalangan masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Pada perkembangan modern ini banyak
perbincangan gender yang telah melibatkan pemikiran Islam untuk menggali kembali pemikiran
Islam dalam suatu gender pendidikan. Kondisi ini tidak terlepas dengan adanya kelompok yang
menyebutkan bahwa ajaran Islam tidak sensitif gender, bahkan cenderung mendeskriminasikan
perempuan, terutama saat segelincir orang
berbicara tentang keberadaan perempuan yang
terkekang oleh adanya pembatasan gerak perempuan untuk mendapatkan akses dalam pendidikan
Islam. Tulisan ini akan menampilkan realitas sesungguhnya tentang pandangan Islam terkait dengan
persoalan gender terutama keberadaan perempuan yang sangat dihargai sebagaimana yang terdapat
dalam Al-qur’an dan Hadist Nabi Muhammad Saw. Islam tidak memeberikan ruang terhadap
tumbuhnya diskriminasi terhadap perempuan karena Islam memandang derajat laki-laki dan
perempuan sama dalam setiap aktifitas kehidupan sehari-hari.
Kata kunci : Gender, Pendidikan, dan Islam.
Abstract
Discourses about gender in Islamic education is never devoid of good conversation among
the comCmunity in everyday life. In this modern development of many conversations gender has
been involved with Islamic thinking to explore the Islamic thought in a gender education. This
condition can not be separated with the group that says that Islam is not gender sensitive, and even
tend to discriminate against women, especially when segelincir people talk about the presence of
women is constrained by the restrictions on movement of women to have access to Islamic
education. This paper will show the true reality of the Islamic stance related to gender issues,
especially where women are greatly appreciated, as contained in the Qur'an and the Hadith of the
Prophet Muhammad. Islam is not giving out space to the growing discrimination against women
because Islam regards the degree of men and women are equal in every activity of daily life.
Keywords: Gender, Education and Islam.
A. Pendahuluan
Perbincangan tentang gender atau persamaan antara laki-laki dan perempuan menjadi salah
satu bagian penting yang di bahas dalam pendidikan Islam. Aturan hukum tentang perlakuan yang
sama terhadap laki-laki dan perempuan telah di tetapkan secara sempurna dalam Islam, sehingga
tidak ada alasan untuk mendeskrminasikan atau membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya
1
hanya persoalan beda jenis kelamin. Kedatangan Islam di tengah krisis akhlak dan peradapan,
menjadikan Islam sebagai agama yang memberikan begitu banyak keadilan dan jalan keluar bagi
permasalahan yang dihadapi masyarakat jahiliyah pada waktu itu, khususnya perlakuan yang
semena-mena terhadap seorang perempuan, kaum laki-laki selalu menjadikan perempuan budak dan
apabila seorang ibu melahirkan seorang bayi perempuan maka bayi tersebut akan dibunuh. Oleh
sebab itu, diperlukan adanya pendidikan Islam karena pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan
atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan seseorang kepada orang lain agar
meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat, bisa menghargai satu sama lain dan tidak
mendeskriminasikan antara masyarakat satu dengan lainnya.(Dewi)
Islam datang untuk mengangkat derajat kaum perempuan dari kenistaan menuju kemuliaan,
dari makhluk hina dina menjadi makhluk mulia yang memiliki derajat sama denganaki-laki.
Sebelum kedatangan Islam ke jazirah Arab, perlakuan buruk terhadap kaum peremuan menjadi
tradisi yang telah tertanam sejak nenek moyang mereka yang di praktekkan secara turun
temurun.Penindasan dan penghinaan kepada perempuan sebagi makhluk yang rendah dan hina
mendapat persetujuan dari berbagai kalangan baik bangsawan maupun masyarakat jelata. Ironisnya
bukan hanya dikalangan masyarakat jahiliyah saja tetapi pada peradapan lain pun menganggap
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki seperti peradapanYunani, Romawi, dan India.
Masyarakat Yunani kelas atas menganggap perempuan itu hanya sebagai pemuas nafsu birahi lakilaki, sedangkan perempuan dikelas bawah hanya diperjual belikan seperti budak dan perempuan itu
dianggap tidak ada nilainnya sama sekali. Dalam peradapan Romawi, perempuan dianggap tidak
sempurna dan tidak memiliki hak apapun, bahkan jika telah berumah tangga suaminya berhak untuk
menjualnya, menyiksa, mengusir serta membunuh istrinya.(Dewi)
Ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai persamaan dan kesetaran antara laki-laki dan
perempuan menjadi solusi terbaik menempatkan perempuan pada posisi sebagai hamba Allah
Swt.yang sama baik dihadapan Allah Swt.ataupun dihadapan manusia.Satu-satunya perbedaan lakilaki dan perempuan dihadapan Allah Swt.adalah ketaqwaannya bukan dari jenis kelamin atau dari
apapun. tehadap perempuan yang biasanya ditemui pada masyarakat Arab. Secara perlahan namun
pasti kehadiran Islam telah meminimalisasi deskrinasi kekerasan terhadap perempuan yang
senantiasa ditemui dalam masyarakat Arab. Ajaran Islam secara rinci telah memberikan aturan
tentang perlakuan masyarakat, orang tua, suami terhadap perempuan. Semua aturan hukum tentang
kesetaraan laki-laki dan perempuan telah tercantum jelas dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Muhammad Saw.yang akan memjadi rujukan bagi umat Islam. Al-qur’an dan Hadist memberikan
jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan tentang kedudukan perempuan perlakuan berbasis
keadilan yang harus diberikan kepada perempuan sebagaimana terhadap kaum laki-laki.
Berdasarkan perjelasan yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist, maka tidak ada alasan
untuk mengatakan bahwa agama Islam tidak berpihak kepada perempuan(Dewi).
2
Dengan demikian diperlukan adanya pendidikan Islam yang sesuai dengan kesetaraan
gender agar praktek kependidikan Islam tidak lepas dari paradigma, kosep, filosofi, hingga
metodologi yang digunakan dalam mengkonstruksi pendidikan Islam. Oleh karennya,
pengembangan pemikiran pendidikan Islam yang sangat diperlukan untuk merancang sistem
pendidikan Islam yang tidak menyimpang dari gender yang digunakan untuk mendukung konsep
pendidikan Islam berbasis kesetaraan gender. Dengan adanya pendidikan Islam manusia bisa saling
menghargai dan tidak semena-mena terutama kepada kaum perempuan dan menjunjung tinggi
harkat martabat kaum perempuan.
B. Pengertian Gender dan Pendidikan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gender berarti jenis kelamin atau hal-hal yang
berhubngan dengan jenis kelamin(Dewi). Secara etimologi kata gender berasal dari bahasa Inggris
yang artinya jenis kelamin. Sedangkan secara Istilah gender adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan baik dari segi fisik, sosial budaya, nilai, tingkah laku ataupun yang lainnya. Menurut
Unger & Crawford (1992) gender merupakan perbedaan antara laki-laki yang dikontruksi secara
sosial bukan berdasarkan berbedaan biologis semata. Sedangkan menurut Mores (1993) gender
adalah peran sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Perbedaan gender ini terbentuk oleh faktorfaktor idiologis, sejarah, etnis, ekonomis dan kebudayaan. Gender adalah perilaku antara laki-laki
dan perempuan bukan secara biologis melainkan terbentuk melalui proses sosial dan kultural.
Gender dapat berubah sementara jeniskelamin biologis akan tetap tidak berubah(Fitrianti).
Kusmaningtias mendefinisikan gender adalah pengertian tentang laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksikan oleh manusia, melalui berbagai proses sosial budaya. Bahwa laki-laki itu kuat tidak
boleh cengeng, bertugas mencari nafkah, harus melindungi, gagah dan sebagainya. Demikian pula
bila melihat perempuan itu lemah, lembut cengeng, bertugas mengasuh anak dan sebagainnya.
Kedua penghayatan tersebut adalah kontruksi kebudayaan (Mardliyah).
Secara umum gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibedakan
berdasarkan jenis, fisik ,pola pikir, tingkah laku maupun sosial budaya.Seperti halnya seorang lakilaki adalah kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.Begitu
sebaliknya seorang perempuan yang menjadi istri harus melayani seorang suami, mengurus anak,
memasak didapur dan yang lainnya.
Pengertian gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan
yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Sejarah perbedaan gender antaralaki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, contohnya melalui proses sosial, ajaran
keagamaan serta kebijakan negara,sehingga perbedaan tersebut seolah-olah dianggap dan dipahami
sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, perbedaan gender dapat menghsilkan bentukbentuk marginalisasi, ketidak adilan, subordinasi, pembentukan stereotipe, beban kerja ganda serta
3
bentuk-bentuk kekerasan. Kaum perempuan adalahpihakyang paling sering dirugikan dalam
praktek-praktek dalam perbedaan gender ini, maka konsep bias gender dapat diartikan pembentukan
sifat atau karakter laki-laki dan perempuan secara sosial dan kultural yang menguntungkan kaum
laki-laki dan merugikan kaum perempuan. Bias genderini terjadi pada semua bidang kehidupan,
termasuk pendidikan(Hidayat).
Dalam memeahami konsep gender, Monsour Faqih membedakannya antara gender dan seks
atau jenis kelamin. Pengertian seks lebih condong pada penafsiran atau pembagian dua jenis
kelamin manusia berdasarkan ciri biologis yang melekat, tidak berubah dan tidak dapat
dipertukarkan. Dalam hal ini sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodratsedangkan
konsep gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki atau perempuan yang dikontruksi secara
sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan
antara laki-lakian perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat yang
lainnya, maupun berbeda dari suatukelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut dengan gender.
Jadi, gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan seks adalah jenis kelamin biologis.
Maksudnya adalah dalam gender ada bebrapa peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan sebagai hasil kontruksi sosial.(Mursidah)
Meskipun kesetaraan gender datang dari masyarakat diluar Islam yang memiliki
permasalahan tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi sebelumnya Islam
telah mengajarkan kesetaraan gender meskipun yang digunakan bukan menggunakan istilah gender.
Kata gender memang tidak ditemukan oleh masyarakat Islam, tetapi kalau yang di maksud jenis
kelamin dan pemberlakuan yang sama untuk laki-laki dan perempuan tanpa diskriminasi, maka
ajaran Islam telah menjelaskan secara rinci tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an
dan Hadist senantiasa menyebutkan kata-kata laki-laki dan perempuan bersamaan. Istilah gender
sebenarnya datang dari barat dan kemudian diadopsi oleh umat Islam, karena ada anggapan dari
segelintir orang yang mengatakan bahwa masih ada deskriminasi terhadap kaum perempuan
meskipun Islam telah melarangnya. (Dewi)
Gender dalam Islam lebih menekankan pada dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan,
dan pemahaman masyarakat Islam tidak sama dengan apa yang telah dipahami oleh masyarakat
barat, yang menjelaskan bahwa gender dengan menempatkan posisi perempuan harus sama dengan
laki-laki. Bagaimanapun perempuan tidak akan pernah bisa menjadi laki-laki begitu pula sebaliknya
laki-laki tidakakanpernah mngkin menjadi perempuan karena masing-masing telah diciptakan
dengan jenis kelamin yang berbeda dan masing-masing jenis kelamin itu sendiri telah diciptakan
oleh Allah Swt. Dengan kelbihan dan kekurangannya masing-masing, serta diberikan potensi untuk
melakukan kewajibannya sebagai manusia. Seorang berkewajiban mengurus rumah tangga dan
anak-anaknya haru berperilaku sebaik mungkin. Dengan demikian kegiatan profesinya tidakboleh
menghalangi pelaksanaan tanggung jawab ini.urusan rumh tangga dan anak-anak merupakan
4
tanggung jawab utama perempuan yang sudah berkeluarga. Suami, istri dan anak-anak sama
sepenuhnya untuk mendapatkan tempat tinggal yang tenag dan indah. Didalamnya semua pihak
dapat menikmati ketenangan, ketentraman dan rasa akrab, serta menyatu dalam keluarga, disamping
itu uga harus perhatian dan kasih sayang. Bagi seorang istri, walaupun turut ambil dalam
menjalankan kegiatan bersifat profesional, rumah tetap menjadi tempat terindah bagi dirinya beserta
keluarga.(Dewi)
C. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan berasal dari kata didik, artinya memelihara, merawat dan memberi latihan agar
seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan baik dari perilaku, sopan santun, akal
budi, akhlak, dan sebagainya. Selanjutnya dengan menambahkan awala-pe hingga menjadi
pendidik, artinya orang yang mendidk. Dalam
kamus Bahasa Indonesia kata pendidik, artinya
orang yang mendidik. Secara etimologi dalam bahasa Inggris kata pendidik berasal dari kata teacher
yang artinya pengajar. Demikian pula dalam bahasa arab berasal dari kata Al-mualim(guru), murbbi
(mendidik), mudarris (pengajar) dan ustadz.(Ramli)
Menurut Ahmad Tafsir pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan potensi peserta didik, baik potensi rasa,
cipta, maupun karsa. Sedangkan Abdul Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah bapak rohani
bagi peserta didik,yang memeberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan perilakunya yang buruk. Secara umum dijelaskan pula oleh Maragustam Siregar,yakni
orang yang memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah (Ramli).
Ketika isu gender diangkat, yang timbul dalam benak masyarakat adalah deskriminasi
perempuan dan menghilangkan hak-haknya. Gender telah diperjuangan oleh beberapa kalangan
baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan yang menganggap bahwa Islam adalah adalah
agama yang memicu kehadiran gender tersebut didunia ini. Tentunya para orientalis yang berbasis
misionarisme ini ingin mendeskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai
tulisan dan buku atau artikel-artikel yang menyudutkan dan memberikan opini secara sepihak
tentang pendidikan Islam dan gender. Dalam pendidikan Islam tidak diajarkan untuk membedabedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia. Pada pendidikan Islam kedua
anatoni yang berbeda tersebut selalu dianggap sama. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi
siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka, baik dari laki-laki maupun dari perempuan. Islam
adalah agama yang telah memebebaskan belenggu dari pemerintah yang selalu memperbudak kaum
perempuan.(Miskahuddin)
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sepanjang
hidupnya melaksanakan suatu pendidikan. Bila pendidikan bertujuan untuk membina manusia
5
secara utuh dalam semua dalam segi kemanusiaannya, maka semua segi kehidupan manusia harus
harus
bersinggungan
dengan
dimensi
spiritual,
moralitas,
sosialitas,
emosionalitas,
rasionalitas,estetis dan fisik. Pentingnya pendidikan pada manusia adalah dituntut bisa berkontribusi
mengembangkan kemampuan umum pada peserta pendidik.
Pendidikan merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena
pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan
kemampuan mereka. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk
sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk
nilai dan norma gender. Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya keadilan gender dalam
lembaga pendidikan Islam.
Di bidang pendidikan Islam, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki,.
Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan pada masyarakat yang mengutamakan dan
mendahulukan laki-laki untuk mandapatkan pendidikan dari pada perempuan. Orang tua anak-anak
perempuan usia sekolah dari keluarga miskin, menganggap anak-anak perempuan mereka tidakusah
melanjutkan sekola,lebih baik langsung dinikahkan atau didorong bekerja disektor publik sebagai
pembantu rumah tangga atau buruh informal. Kondisi demikian yang menjadikan anak-anak
perempuan usia sekolah dari kalangan keluarga miskin menjadi kelompok yang dilanggar hak
sosial-ekonomi-budayannya. Meraka tidak bisa mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang
berkualitas dan mendapatkan biaya yang cukup murah agar mereka bisa belajar seperti anak-anak
dari keluaga yang kaya.(Mursidah)
Membaca realitas diatas, dunia pendidikan dinegeri ini telah mendeskriminasikan hak-hak
anak-anak bangsa terutama pada anak-anak perempuan. Untuk itulah saat in sangat diperlukan bagi
kalangan penggiat Pendidikan Islam agar mengembangkan progam pendidikan berbasis keagamaan,
yakni : pertama perlu dirumuskannya kurikulum pendidikan Islam yang sensitif gender. Kedua,
perlu kalangan penggiat pendidikan Islam adanya plafon subsidi anggaran pendidikaan yang khusus
untuk untuk anak-anak usia sekolah dari komunitas perempuan atau dari kalangan keluarga miskin.
Ketiga, kesetaraan dalam mengaktualisasikan diri dalam proses dan kegiatan belajar-mengajar.
(Mursidah)
Sedangkan pendidikan Islam sendiri merupakan suatu pendidikan yang dilakukan
masyarakat Islam yang berkaitan dengan pelajaran agama Islam dari tingkat dasar sampai
keperguruan tinggi (Kritis). Dalam pendidikan Islam banyak kajian-kajian yang perlu dipelajari
seperti Ilmu Fiqih, akhlak, tasawuf, kalam, tauhid dan masih banyak lagi. Ilmu-ilmu tersebut
merupakan ilmu dasar yang harus dipelajari dan sebagai acuan agar manusia dapat hidup dengan
nyaman, aman, damai, saling menghargai satu sama lain. Dengan begitu, kaum perempuan bisa
terselamatkan dari ancaman-ancaman kaum laki-laki yang selalu meremehkan dan menindasnya.
D. Urgensi Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender
6
Dengan menyimak betapa telah terjadi tafsir yang melenceng terhadap ajaran Islam tentang
kesetaraan gender yang telah disalurkan secara baik malalui praktek pendidikan agama Islam yang
telah berlangsung berabad-abad, maka perlu diadakan reorientasi, bahkan dekontruksi terhadap
struktur bangunan tafsir materi pendidikan agama Islam tersebut, dengan mengacu pada ajaran AlQur’an dan praktek teladan Nabi Muhammad Saw. Untuk itu diperlukan strtegi pengarustamaan
kesetaraan gender melaluibahan ajar pendidikan agama Islam mengingat kehidupan mayoritas
muslim menunjukkan realitas aktual faktual sebagai berkut pertama, pola relasi laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat muslim di Jawa misalnya, merupakan cerminan dari sistem
pengetahuan tentang relasi laki-laki dan perempuan yang terserap dari budaya Jawa dan tafsir ajaran
agama yang disosialisasikan melalui sentral pendidikan yaitu Pesantren, Madrasah, dan Sekolah.
Kedua, beberapa penelitian menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak
diwarnai oleh gaya kepemimpinan paternalistik. Banyak pesantren yang menggunakan kitab-kitab
kuning yang menerangkan tentang hak dan kewajiban suami terhadap istrinya dan sebaliknya hak
dan kewajiban seorang istri kepada suaminya dengan porsi yang tidak imbang antara satu dengan
yang lain. Atas dasar fakta-fakta tersebut, jelas sangat dibutuhkan suatu usaha pengarustamaan
gender dalampengatahuan masyarakat Islam, dan hal ini tidak bisa dilakukan kecuali denganikhtiar
pengarustamaangender melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci utama agar terwujudnya suatu keadilan gender dalam
masyarakat, karena pendidikan disamping merupakan alat mentransformasi norma-norma
masyarakat, pengetahuan dan kemampuan mereka, juga sebagai alat untuk mengkaji dan
menyampaikan ide-ide dan nilai-nilai baru. Karena itu dalam lembaga pendidikan, sebagai tempat
untuk mentrasfer ilmu pengetahuan kepada masyarakat, sejakawalperluperlu adanya usaha untuk
mewujudkan keadilan dalam gender. Untuk mengarah pada terwujudnya hal tersebut,maka
diperlukan adanya keadilan gender dalam pendidikan dan menghilangkan perbedaan antara peserta
didik, mengupayakan keadilan-keadilan dikalangan pemimpin, meredam sebab-sebab terjadinya
kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang
dilakukan dan menentang segala ide dan pemikiran yang individual.(Muchlis Solichin) Bukan saja
pendidikan mensyaratkan otak, tetapi juga karena pendidikan memiliki tujuan mengoptimalkan
otak. Tidak saja untuk aspek rasional kognitif, tetapi juga emosi, fisik, dan spiritual (Given, Terj.
Lala Herawati Darma, 2007: 29).(Wahyudi)
Laki-laki dan perempuan diharapkan dapat menjadi mitrayang sejajar dalam berbagai
aktivitas pembangunan pendidikan, sehingga sudah selayaknya apabila nilai-nilai gender yang di
sosialisasikan kepad anak saat ini adalalh nilai-nilai gender egalitarian. Nilai egatarian adalah suatu
suatu kecenderungan cara berpikir seseorang agar mendapatkan perlakuan yang sama pada dimensi
seperti agama, politik, ekonomi, sosial atau budaya. Kesadaran terhadap nilai-nilai yang
7
menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan anti diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki harus
di tumbuhkan. Nilai-nilai gender patriarki yang menciptakan dikotomi dan menempatkan laki-laki
dan perempuan dalam posisi yang tidak setara yang harus dikritisi dan didekontruksi, karena dalam
kontruksi gender yang tradisional posisi perempuan dan laki-laki ditempatkan secara tidak
seimbang dan tidak adil. Kultur laki-lakian yang mendominasi hampir segala aspek kehidupan telah
meyebabkan masyarakat begitu saja menerima, melegitiminasi, dan menerapkan kultur tersebut
dalam kehidupannya. Nilai-nilai gender tradisional telah menghegemoni pikiran dan perilaku setiap
orang, sehingga daya kritis individu dan masyarakat untuk melihat fenomena ketidak adilan dalam
nilai-nilai tersebut cenderung akan mati. Untuk memutus mata rantai perkembangan perlakuan ynag
tidak adil, perlu upaya bersungguh-sungguh dan terus-menerus untuk membangun kesadaran
tentang kesetaraan dan keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam rangka itu,
pendidikan, khususnya pendidikan Islam memiliki peran yang sangat strategis untuk menumbhkan
dan mengembangkan wawasan dan kesadaran nilai gender yang egatarian.(Wahyudi)
Kontruksi Ilmu Agama Islam yang diajarjkan disekolah-sekolah, madrasah-madrasah, dan
pesantren-pesantren tidaklepas dari logika deduktif dari para perancangnya. Misalnya, fiqih dan
tafsir yang disitu disinyalir adanya praktek-pratek yang dinilai yang bersifat subordinatif. Logika
deduktif menjadi pedoman dalam merancang bangunan batang tubh pengetahuan fiqih dan tafsir.
Sehingga ,karena hanya mendasarkan diri pada teks yang sifatnya umum dalamAL-Qur’an dan Assunnah, pemikiran deduktif ini cenderung terbatas dan terfokus pada hal-hal yang bersifat
aksidental bukan subtansial, sehingga kurang bisa dinamis mengkuti perkembangan sejarah dan
sosial masyarakat yang begitu cepat. Akibatnya,ilmu-ilmu agama seperti fiqih dan tafsir yang ada di
kurikulum pendidikan Islam kemudian disampaikan kepada peserta didik tanpa pendekatan kritis,
dapat mengakibatkan masuknya budaya-budaya patriarki dalam sistem berpkir peserta didik.
Apalagi ditambah dengan adanya latar belakang dari pendidikan yang berbudaya patriarki. Ini
seolah-olah pendidikan Islam memang kontruk untuk mewarisi budaya subordinatif melelui
pelajaraan agama yang diberikan, sekaligus ditambah lagi dengan corak pemikiran dari pendidik
yang juga mencerminkan kontruksi bias gender. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran
keagamaan atau pendidika Agama Islam berfifat historis, karena kurangnya memperhatikan realitas
reasi dankedudukan antara laki-laki dan perempuan di zaman kontemporer ini(Islam).
Kesimpulan
Gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan
jenis, fisik ,pola pikir, tingkah laku maupun sosial budaya. Seperti halnya seorang laki-laki adalah
kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.Begitu sebaliknya
seorang perempuan yang menjadi istri harus melayani seorang suami, mengurus anak, memasak
8
didapur dan yang lainnya. Pendidikan merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam
masyarakat, karena pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat,
pengetahuan dan kemampuan mereka. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan sarana
formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya
keadilan gender dalam lembaga pendidikan Islam.
REFERENSI
Dewi, Ernita. “Kesetaraan Gender dalam Islam: Sudut Pandang Al- Qur'an dan HadistErnita Dewi.”
16 (2014): 269–280. Print.
Fitrianti, Rahmi. “Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan ;” Sosiokonsepsia 17.1 (2012): 85–100.
Print.
Hidayat, Rakhmat. “Bias Gender Dalam Prestasi Akademik Siswa : Studi tentang Perbandingan
Prestasi Akademik Siswa Laki-laki dan Perempuan di SMA 12 Bekasi.” 17.2002 (2011): 472–
479. Print.
Islam, Jurnal Pendidikan. “Gender dan Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam.” III (2014):
289–306. Web.
Kritis, Tinjauan Analisis. “DAN MUHAMMAD â€TM ATHIYAH AL-ABRASYI.” XV.26 73–88.
Print.
Mardliyah. “Isu gender dalam pendidikan islam.” Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial 25.2 (2015): 98–
110. Print.
Miskahuddin. “Pengaruh Sosialisasi Gender terhadap Pembentukan Pola Pikir Perempuan Aceh
( Studi Kasus di Banda Aceh dan Aceh Besar ) Miskahuddin Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri ( UIN ) Ar-Raniry Email : [email protected] A .
Pendahuluan.” 1.2 (2014): 297–316. Print.
Muchlis Solichin, Mohammad. “Berbasisi Kesetaraan Gender.” 1.1 n. pag. Print.
Mursidah. “Pendidikan berbasis kesataraan dan keadilan gender.” 5.2 (2013): 167–175. Print.
Ramli, M. “Hakikat Pendidikan dan Peserta Didik M. Ramli.” 5.20 (2015): 61–85. Print.
Wahyudi, Dedy. “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan
Progam Prezi" (Studi di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014).” 9.1
(2013): 65–75. Print.
9
Nurmawati
[email protected]
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro
Abstrak
Dikursus tentang gender dalam pendidikan Islam tidak pernah sepi dari perbincangan baik
dikalangan masyarakat pada kehidupan sehari-hari. Pada perkembangan modern ini banyak
perbincangan gender yang telah melibatkan pemikiran Islam untuk menggali kembali pemikiran
Islam dalam suatu gender pendidikan. Kondisi ini tidak terlepas dengan adanya kelompok yang
menyebutkan bahwa ajaran Islam tidak sensitif gender, bahkan cenderung mendeskriminasikan
perempuan, terutama saat segelincir orang
berbicara tentang keberadaan perempuan yang
terkekang oleh adanya pembatasan gerak perempuan untuk mendapatkan akses dalam pendidikan
Islam. Tulisan ini akan menampilkan realitas sesungguhnya tentang pandangan Islam terkait dengan
persoalan gender terutama keberadaan perempuan yang sangat dihargai sebagaimana yang terdapat
dalam Al-qur’an dan Hadist Nabi Muhammad Saw. Islam tidak memeberikan ruang terhadap
tumbuhnya diskriminasi terhadap perempuan karena Islam memandang derajat laki-laki dan
perempuan sama dalam setiap aktifitas kehidupan sehari-hari.
Kata kunci : Gender, Pendidikan, dan Islam.
Abstract
Discourses about gender in Islamic education is never devoid of good conversation among
the comCmunity in everyday life. In this modern development of many conversations gender has
been involved with Islamic thinking to explore the Islamic thought in a gender education. This
condition can not be separated with the group that says that Islam is not gender sensitive, and even
tend to discriminate against women, especially when segelincir people talk about the presence of
women is constrained by the restrictions on movement of women to have access to Islamic
education. This paper will show the true reality of the Islamic stance related to gender issues,
especially where women are greatly appreciated, as contained in the Qur'an and the Hadith of the
Prophet Muhammad. Islam is not giving out space to the growing discrimination against women
because Islam regards the degree of men and women are equal in every activity of daily life.
Keywords: Gender, Education and Islam.
A. Pendahuluan
Perbincangan tentang gender atau persamaan antara laki-laki dan perempuan menjadi salah
satu bagian penting yang di bahas dalam pendidikan Islam. Aturan hukum tentang perlakuan yang
sama terhadap laki-laki dan perempuan telah di tetapkan secara sempurna dalam Islam, sehingga
tidak ada alasan untuk mendeskrminasikan atau membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya
1
hanya persoalan beda jenis kelamin. Kedatangan Islam di tengah krisis akhlak dan peradapan,
menjadikan Islam sebagai agama yang memberikan begitu banyak keadilan dan jalan keluar bagi
permasalahan yang dihadapi masyarakat jahiliyah pada waktu itu, khususnya perlakuan yang
semena-mena terhadap seorang perempuan, kaum laki-laki selalu menjadikan perempuan budak dan
apabila seorang ibu melahirkan seorang bayi perempuan maka bayi tersebut akan dibunuh. Oleh
sebab itu, diperlukan adanya pendidikan Islam karena pendidikan Islam merupakan suatu kegiatan
atau proses yang berhubungan dengan pembinaan yang dilakukan seseorang kepada orang lain agar
meningkatkan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat, bisa menghargai satu sama lain dan tidak
mendeskriminasikan antara masyarakat satu dengan lainnya.(Dewi)
Islam datang untuk mengangkat derajat kaum perempuan dari kenistaan menuju kemuliaan,
dari makhluk hina dina menjadi makhluk mulia yang memiliki derajat sama denganaki-laki.
Sebelum kedatangan Islam ke jazirah Arab, perlakuan buruk terhadap kaum peremuan menjadi
tradisi yang telah tertanam sejak nenek moyang mereka yang di praktekkan secara turun
temurun.Penindasan dan penghinaan kepada perempuan sebagi makhluk yang rendah dan hina
mendapat persetujuan dari berbagai kalangan baik bangsawan maupun masyarakat jelata. Ironisnya
bukan hanya dikalangan masyarakat jahiliyah saja tetapi pada peradapan lain pun menganggap
perempuan lebih rendah dari pada laki-laki seperti peradapanYunani, Romawi, dan India.
Masyarakat Yunani kelas atas menganggap perempuan itu hanya sebagai pemuas nafsu birahi lakilaki, sedangkan perempuan dikelas bawah hanya diperjual belikan seperti budak dan perempuan itu
dianggap tidak ada nilainnya sama sekali. Dalam peradapan Romawi, perempuan dianggap tidak
sempurna dan tidak memiliki hak apapun, bahkan jika telah berumah tangga suaminya berhak untuk
menjualnya, menyiksa, mengusir serta membunuh istrinya.(Dewi)
Ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai persamaan dan kesetaran antara laki-laki dan
perempuan menjadi solusi terbaik menempatkan perempuan pada posisi sebagai hamba Allah
Swt.yang sama baik dihadapan Allah Swt.ataupun dihadapan manusia.Satu-satunya perbedaan lakilaki dan perempuan dihadapan Allah Swt.adalah ketaqwaannya bukan dari jenis kelamin atau dari
apapun. tehadap perempuan yang biasanya ditemui pada masyarakat Arab. Secara perlahan namun
pasti kehadiran Islam telah meminimalisasi deskrinasi kekerasan terhadap perempuan yang
senantiasa ditemui dalam masyarakat Arab. Ajaran Islam secara rinci telah memberikan aturan
tentang perlakuan masyarakat, orang tua, suami terhadap perempuan. Semua aturan hukum tentang
kesetaraan laki-laki dan perempuan telah tercantum jelas dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Muhammad Saw.yang akan memjadi rujukan bagi umat Islam. Al-qur’an dan Hadist memberikan
jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan tentang kedudukan perempuan perlakuan berbasis
keadilan yang harus diberikan kepada perempuan sebagaimana terhadap kaum laki-laki.
Berdasarkan perjelasan yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadist, maka tidak ada alasan
untuk mengatakan bahwa agama Islam tidak berpihak kepada perempuan(Dewi).
2
Dengan demikian diperlukan adanya pendidikan Islam yang sesuai dengan kesetaraan
gender agar praktek kependidikan Islam tidak lepas dari paradigma, kosep, filosofi, hingga
metodologi yang digunakan dalam mengkonstruksi pendidikan Islam. Oleh karennya,
pengembangan pemikiran pendidikan Islam yang sangat diperlukan untuk merancang sistem
pendidikan Islam yang tidak menyimpang dari gender yang digunakan untuk mendukung konsep
pendidikan Islam berbasis kesetaraan gender. Dengan adanya pendidikan Islam manusia bisa saling
menghargai dan tidak semena-mena terutama kepada kaum perempuan dan menjunjung tinggi
harkat martabat kaum perempuan.
B. Pengertian Gender dan Pendidikan Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata gender berarti jenis kelamin atau hal-hal yang
berhubngan dengan jenis kelamin(Dewi). Secara etimologi kata gender berasal dari bahasa Inggris
yang artinya jenis kelamin. Sedangkan secara Istilah gender adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan baik dari segi fisik, sosial budaya, nilai, tingkah laku ataupun yang lainnya. Menurut
Unger & Crawford (1992) gender merupakan perbedaan antara laki-laki yang dikontruksi secara
sosial bukan berdasarkan berbedaan biologis semata. Sedangkan menurut Mores (1993) gender
adalah peran sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Perbedaan gender ini terbentuk oleh faktorfaktor idiologis, sejarah, etnis, ekonomis dan kebudayaan. Gender adalah perilaku antara laki-laki
dan perempuan bukan secara biologis melainkan terbentuk melalui proses sosial dan kultural.
Gender dapat berubah sementara jeniskelamin biologis akan tetap tidak berubah(Fitrianti).
Kusmaningtias mendefinisikan gender adalah pengertian tentang laki-laki dan perempuan yang
dikonstruksikan oleh manusia, melalui berbagai proses sosial budaya. Bahwa laki-laki itu kuat tidak
boleh cengeng, bertugas mencari nafkah, harus melindungi, gagah dan sebagainya. Demikian pula
bila melihat perempuan itu lemah, lembut cengeng, bertugas mengasuh anak dan sebagainnya.
Kedua penghayatan tersebut adalah kontruksi kebudayaan (Mardliyah).
Secara umum gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibedakan
berdasarkan jenis, fisik ,pola pikir, tingkah laku maupun sosial budaya.Seperti halnya seorang lakilaki adalah kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.Begitu
sebaliknya seorang perempuan yang menjadi istri harus melayani seorang suami, mengurus anak,
memasak didapur dan yang lainnya.
Pengertian gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan
yang dikontruksi secara sosial maupun kultural. Sejarah perbedaan gender antaralaki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang, contohnya melalui proses sosial, ajaran
keagamaan serta kebijakan negara,sehingga perbedaan tersebut seolah-olah dianggap dan dipahami
sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, perbedaan gender dapat menghsilkan bentukbentuk marginalisasi, ketidak adilan, subordinasi, pembentukan stereotipe, beban kerja ganda serta
3
bentuk-bentuk kekerasan. Kaum perempuan adalahpihakyang paling sering dirugikan dalam
praktek-praktek dalam perbedaan gender ini, maka konsep bias gender dapat diartikan pembentukan
sifat atau karakter laki-laki dan perempuan secara sosial dan kultural yang menguntungkan kaum
laki-laki dan merugikan kaum perempuan. Bias genderini terjadi pada semua bidang kehidupan,
termasuk pendidikan(Hidayat).
Dalam memeahami konsep gender, Monsour Faqih membedakannya antara gender dan seks
atau jenis kelamin. Pengertian seks lebih condong pada penafsiran atau pembagian dua jenis
kelamin manusia berdasarkan ciri biologis yang melekat, tidak berubah dan tidak dapat
dipertukarkan. Dalam hal ini sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodratsedangkan
konsep gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki atau perempuan yang dikontruksi secara
sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan. Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan
antara laki-lakian perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat yang
lainnya, maupun berbeda dari suatukelas ke kelas yang lain, itulah yang disebut dengan gender.
Jadi, gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial, sedangkan seks adalah jenis kelamin biologis.
Maksudnya adalah dalam gender ada bebrapa peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan sebagai hasil kontruksi sosial.(Mursidah)
Meskipun kesetaraan gender datang dari masyarakat diluar Islam yang memiliki
permasalahan tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi sebelumnya Islam
telah mengajarkan kesetaraan gender meskipun yang digunakan bukan menggunakan istilah gender.
Kata gender memang tidak ditemukan oleh masyarakat Islam, tetapi kalau yang di maksud jenis
kelamin dan pemberlakuan yang sama untuk laki-laki dan perempuan tanpa diskriminasi, maka
ajaran Islam telah menjelaskan secara rinci tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan. Al-Qur’an
dan Hadist senantiasa menyebutkan kata-kata laki-laki dan perempuan bersamaan. Istilah gender
sebenarnya datang dari barat dan kemudian diadopsi oleh umat Islam, karena ada anggapan dari
segelintir orang yang mengatakan bahwa masih ada deskriminasi terhadap kaum perempuan
meskipun Islam telah melarangnya. (Dewi)
Gender dalam Islam lebih menekankan pada dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan,
dan pemahaman masyarakat Islam tidak sama dengan apa yang telah dipahami oleh masyarakat
barat, yang menjelaskan bahwa gender dengan menempatkan posisi perempuan harus sama dengan
laki-laki. Bagaimanapun perempuan tidak akan pernah bisa menjadi laki-laki begitu pula sebaliknya
laki-laki tidakakanpernah mngkin menjadi perempuan karena masing-masing telah diciptakan
dengan jenis kelamin yang berbeda dan masing-masing jenis kelamin itu sendiri telah diciptakan
oleh Allah Swt. Dengan kelbihan dan kekurangannya masing-masing, serta diberikan potensi untuk
melakukan kewajibannya sebagai manusia. Seorang berkewajiban mengurus rumah tangga dan
anak-anaknya haru berperilaku sebaik mungkin. Dengan demikian kegiatan profesinya tidakboleh
menghalangi pelaksanaan tanggung jawab ini.urusan rumh tangga dan anak-anak merupakan
4
tanggung jawab utama perempuan yang sudah berkeluarga. Suami, istri dan anak-anak sama
sepenuhnya untuk mendapatkan tempat tinggal yang tenag dan indah. Didalamnya semua pihak
dapat menikmati ketenangan, ketentraman dan rasa akrab, serta menyatu dalam keluarga, disamping
itu uga harus perhatian dan kasih sayang. Bagi seorang istri, walaupun turut ambil dalam
menjalankan kegiatan bersifat profesional, rumah tetap menjadi tempat terindah bagi dirinya beserta
keluarga.(Dewi)
C. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan berasal dari kata didik, artinya memelihara, merawat dan memberi latihan agar
seseorang memiliki ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan baik dari perilaku, sopan santun, akal
budi, akhlak, dan sebagainya. Selanjutnya dengan menambahkan awala-pe hingga menjadi
pendidik, artinya orang yang mendidk. Dalam
kamus Bahasa Indonesia kata pendidik, artinya
orang yang mendidik. Secara etimologi dalam bahasa Inggris kata pendidik berasal dari kata teacher
yang artinya pengajar. Demikian pula dalam bahasa arab berasal dari kata Al-mualim(guru), murbbi
(mendidik), mudarris (pengajar) dan ustadz.(Ramli)
Menurut Ahmad Tafsir pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan potensi peserta didik, baik potensi rasa,
cipta, maupun karsa. Sedangkan Abdul Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah bapak rohani
bagi peserta didik,yang memeberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan perilakunya yang buruk. Secara umum dijelaskan pula oleh Maragustam Siregar,yakni
orang yang memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik di
lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah (Ramli).
Ketika isu gender diangkat, yang timbul dalam benak masyarakat adalah deskriminasi
perempuan dan menghilangkan hak-haknya. Gender telah diperjuangan oleh beberapa kalangan
baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan yang menganggap bahwa Islam adalah adalah
agama yang memicu kehadiran gender tersebut didunia ini. Tentunya para orientalis yang berbasis
misionarisme ini ingin mendeskreditkan umat Islam dengan mengangkat isu ini dalam berbagai
tulisan dan buku atau artikel-artikel yang menyudutkan dan memberikan opini secara sepihak
tentang pendidikan Islam dan gender. Dalam pendidikan Islam tidak diajarkan untuk membedabedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia. Pada pendidikan Islam kedua
anatoni yang berbeda tersebut selalu dianggap sama. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi
siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka, baik dari laki-laki maupun dari perempuan. Islam
adalah agama yang telah memebebaskan belenggu dari pemerintah yang selalu memperbudak kaum
perempuan.(Miskahuddin)
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sepanjang
hidupnya melaksanakan suatu pendidikan. Bila pendidikan bertujuan untuk membina manusia
5
secara utuh dalam semua dalam segi kemanusiaannya, maka semua segi kehidupan manusia harus
harus
bersinggungan
dengan
dimensi
spiritual,
moralitas,
sosialitas,
emosionalitas,
rasionalitas,estetis dan fisik. Pentingnya pendidikan pada manusia adalah dituntut bisa berkontribusi
mengembangkan kemampuan umum pada peserta pendidik.
Pendidikan merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena
pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan dan
kemampuan mereka. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk
sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk
nilai dan norma gender. Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya keadilan gender dalam
lembaga pendidikan Islam.
Di bidang pendidikan Islam, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki,.
Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan pada masyarakat yang mengutamakan dan
mendahulukan laki-laki untuk mandapatkan pendidikan dari pada perempuan. Orang tua anak-anak
perempuan usia sekolah dari keluarga miskin, menganggap anak-anak perempuan mereka tidakusah
melanjutkan sekola,lebih baik langsung dinikahkan atau didorong bekerja disektor publik sebagai
pembantu rumah tangga atau buruh informal. Kondisi demikian yang menjadikan anak-anak
perempuan usia sekolah dari kalangan keluarga miskin menjadi kelompok yang dilanggar hak
sosial-ekonomi-budayannya. Meraka tidak bisa mendapatkan hak memperoleh pendidikan yang
berkualitas dan mendapatkan biaya yang cukup murah agar mereka bisa belajar seperti anak-anak
dari keluaga yang kaya.(Mursidah)
Membaca realitas diatas, dunia pendidikan dinegeri ini telah mendeskriminasikan hak-hak
anak-anak bangsa terutama pada anak-anak perempuan. Untuk itulah saat in sangat diperlukan bagi
kalangan penggiat Pendidikan Islam agar mengembangkan progam pendidikan berbasis keagamaan,
yakni : pertama perlu dirumuskannya kurikulum pendidikan Islam yang sensitif gender. Kedua,
perlu kalangan penggiat pendidikan Islam adanya plafon subsidi anggaran pendidikaan yang khusus
untuk untuk anak-anak usia sekolah dari komunitas perempuan atau dari kalangan keluarga miskin.
Ketiga, kesetaraan dalam mengaktualisasikan diri dalam proses dan kegiatan belajar-mengajar.
(Mursidah)
Sedangkan pendidikan Islam sendiri merupakan suatu pendidikan yang dilakukan
masyarakat Islam yang berkaitan dengan pelajaran agama Islam dari tingkat dasar sampai
keperguruan tinggi (Kritis). Dalam pendidikan Islam banyak kajian-kajian yang perlu dipelajari
seperti Ilmu Fiqih, akhlak, tasawuf, kalam, tauhid dan masih banyak lagi. Ilmu-ilmu tersebut
merupakan ilmu dasar yang harus dipelajari dan sebagai acuan agar manusia dapat hidup dengan
nyaman, aman, damai, saling menghargai satu sama lain. Dengan begitu, kaum perempuan bisa
terselamatkan dari ancaman-ancaman kaum laki-laki yang selalu meremehkan dan menindasnya.
D. Urgensi Pendidikan Agama Islam Berbasis Kesetaraan Gender
6
Dengan menyimak betapa telah terjadi tafsir yang melenceng terhadap ajaran Islam tentang
kesetaraan gender yang telah disalurkan secara baik malalui praktek pendidikan agama Islam yang
telah berlangsung berabad-abad, maka perlu diadakan reorientasi, bahkan dekontruksi terhadap
struktur bangunan tafsir materi pendidikan agama Islam tersebut, dengan mengacu pada ajaran AlQur’an dan praktek teladan Nabi Muhammad Saw. Untuk itu diperlukan strtegi pengarustamaan
kesetaraan gender melaluibahan ajar pendidikan agama Islam mengingat kehidupan mayoritas
muslim menunjukkan realitas aktual faktual sebagai berkut pertama, pola relasi laki-laki dan
perempuan dalam masyarakat muslim di Jawa misalnya, merupakan cerminan dari sistem
pengetahuan tentang relasi laki-laki dan perempuan yang terserap dari budaya Jawa dan tafsir ajaran
agama yang disosialisasikan melalui sentral pendidikan yaitu Pesantren, Madrasah, dan Sekolah.
Kedua, beberapa penelitian menunjukkan bahwa lembaga pendidikan pesantren masih banyak
diwarnai oleh gaya kepemimpinan paternalistik. Banyak pesantren yang menggunakan kitab-kitab
kuning yang menerangkan tentang hak dan kewajiban suami terhadap istrinya dan sebaliknya hak
dan kewajiban seorang istri kepada suaminya dengan porsi yang tidak imbang antara satu dengan
yang lain. Atas dasar fakta-fakta tersebut, jelas sangat dibutuhkan suatu usaha pengarustamaan
gender dalampengatahuan masyarakat Islam, dan hal ini tidak bisa dilakukan kecuali denganikhtiar
pengarustamaangender melalui pendidikan.
Pendidikan merupakan kunci utama agar terwujudnya suatu keadilan gender dalam
masyarakat, karena pendidikan disamping merupakan alat mentransformasi norma-norma
masyarakat, pengetahuan dan kemampuan mereka, juga sebagai alat untuk mengkaji dan
menyampaikan ide-ide dan nilai-nilai baru. Karena itu dalam lembaga pendidikan, sebagai tempat
untuk mentrasfer ilmu pengetahuan kepada masyarakat, sejakawalperluperlu adanya usaha untuk
mewujudkan keadilan dalam gender. Untuk mengarah pada terwujudnya hal tersebut,maka
diperlukan adanya keadilan gender dalam pendidikan dan menghilangkan perbedaan antara peserta
didik, mengupayakan keadilan-keadilan dikalangan pemimpin, meredam sebab-sebab terjadinya
kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang
dilakukan dan menentang segala ide dan pemikiran yang individual.(Muchlis Solichin) Bukan saja
pendidikan mensyaratkan otak, tetapi juga karena pendidikan memiliki tujuan mengoptimalkan
otak. Tidak saja untuk aspek rasional kognitif, tetapi juga emosi, fisik, dan spiritual (Given, Terj.
Lala Herawati Darma, 2007: 29).(Wahyudi)
Laki-laki dan perempuan diharapkan dapat menjadi mitrayang sejajar dalam berbagai
aktivitas pembangunan pendidikan, sehingga sudah selayaknya apabila nilai-nilai gender yang di
sosialisasikan kepad anak saat ini adalalh nilai-nilai gender egalitarian. Nilai egatarian adalah suatu
suatu kecenderungan cara berpikir seseorang agar mendapatkan perlakuan yang sama pada dimensi
seperti agama, politik, ekonomi, sosial atau budaya. Kesadaran terhadap nilai-nilai yang
7
menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan anti diskriminasi terhadap perempuan atau laki-laki harus
di tumbuhkan. Nilai-nilai gender patriarki yang menciptakan dikotomi dan menempatkan laki-laki
dan perempuan dalam posisi yang tidak setara yang harus dikritisi dan didekontruksi, karena dalam
kontruksi gender yang tradisional posisi perempuan dan laki-laki ditempatkan secara tidak
seimbang dan tidak adil. Kultur laki-lakian yang mendominasi hampir segala aspek kehidupan telah
meyebabkan masyarakat begitu saja menerima, melegitiminasi, dan menerapkan kultur tersebut
dalam kehidupannya. Nilai-nilai gender tradisional telah menghegemoni pikiran dan perilaku setiap
orang, sehingga daya kritis individu dan masyarakat untuk melihat fenomena ketidak adilan dalam
nilai-nilai tersebut cenderung akan mati. Untuk memutus mata rantai perkembangan perlakuan ynag
tidak adil, perlu upaya bersungguh-sungguh dan terus-menerus untuk membangun kesadaran
tentang kesetaraan dan keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam rangka itu,
pendidikan, khususnya pendidikan Islam memiliki peran yang sangat strategis untuk menumbhkan
dan mengembangkan wawasan dan kesadaran nilai gender yang egatarian.(Wahyudi)
Kontruksi Ilmu Agama Islam yang diajarjkan disekolah-sekolah, madrasah-madrasah, dan
pesantren-pesantren tidaklepas dari logika deduktif dari para perancangnya. Misalnya, fiqih dan
tafsir yang disitu disinyalir adanya praktek-pratek yang dinilai yang bersifat subordinatif. Logika
deduktif menjadi pedoman dalam merancang bangunan batang tubh pengetahuan fiqih dan tafsir.
Sehingga ,karena hanya mendasarkan diri pada teks yang sifatnya umum dalamAL-Qur’an dan Assunnah, pemikiran deduktif ini cenderung terbatas dan terfokus pada hal-hal yang bersifat
aksidental bukan subtansial, sehingga kurang bisa dinamis mengkuti perkembangan sejarah dan
sosial masyarakat yang begitu cepat. Akibatnya,ilmu-ilmu agama seperti fiqih dan tafsir yang ada di
kurikulum pendidikan Islam kemudian disampaikan kepada peserta didik tanpa pendekatan kritis,
dapat mengakibatkan masuknya budaya-budaya patriarki dalam sistem berpkir peserta didik.
Apalagi ditambah dengan adanya latar belakang dari pendidikan yang berbudaya patriarki. Ini
seolah-olah pendidikan Islam memang kontruk untuk mewarisi budaya subordinatif melelui
pelajaraan agama yang diberikan, sekaligus ditambah lagi dengan corak pemikiran dari pendidik
yang juga mencerminkan kontruksi bias gender. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa mata pelajaran
keagamaan atau pendidika Agama Islam berfifat historis, karena kurangnya memperhatikan realitas
reasi dankedudukan antara laki-laki dan perempuan di zaman kontemporer ini(Islam).
Kesimpulan
Gender merupakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dibedakan berdasarkan
jenis, fisik ,pola pikir, tingkah laku maupun sosial budaya. Seperti halnya seorang laki-laki adalah
kepala rumah tangga yang harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.Begitu sebaliknya
seorang perempuan yang menjadi istri harus melayani seorang suami, mengurus anak, memasak
8
didapur dan yang lainnya. Pendidikan merupakan kunci terwujudnya keadilan gender dalam
masyarakat, karena pendidikan merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat,
pengetahuan dan kemampuan mereka. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan sarana
formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya
keadilan gender dalam lembaga pendidikan Islam.
REFERENSI
Dewi, Ernita. “Kesetaraan Gender dalam Islam: Sudut Pandang Al- Qur'an dan HadistErnita Dewi.”
16 (2014): 269–280. Print.
Fitrianti, Rahmi. “Ketidaksetaraan gender dalam pendidikan ;” Sosiokonsepsia 17.1 (2012): 85–100.
Print.
Hidayat, Rakhmat. “Bias Gender Dalam Prestasi Akademik Siswa : Studi tentang Perbandingan
Prestasi Akademik Siswa Laki-laki dan Perempuan di SMA 12 Bekasi.” 17.2002 (2011): 472–
479. Print.
Islam, Jurnal Pendidikan. “Gender dan Pengembangan Pemikiran Pendidikan Islam.” III (2014):
289–306. Web.
Kritis, Tinjauan Analisis. “DAN MUHAMMAD â€TM ATHIYAH AL-ABRASYI.” XV.26 73–88.
Print.
Mardliyah. “Isu gender dalam pendidikan islam.” Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial 25.2 (2015): 98–
110. Print.
Miskahuddin. “Pengaruh Sosialisasi Gender terhadap Pembentukan Pola Pikir Perempuan Aceh
( Studi Kasus di Banda Aceh dan Aceh Besar ) Miskahuddin Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Universitas Islam Negeri ( UIN ) Ar-Raniry Email : [email protected] A .
Pendahuluan.” 1.2 (2014): 297–316. Print.
Muchlis Solichin, Mohammad. “Berbasisi Kesetaraan Gender.” 1.1 n. pag. Print.
Mursidah. “Pendidikan berbasis kesataraan dan keadilan gender.” 5.2 (2013): 167–175. Print.
Ramli, M. “Hakikat Pendidikan dan Peserta Didik M. Ramli.” 5.20 (2015): 61–85. Print.
Wahyudi, Dedy. “Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidikan Akhlak dengan
Progam Prezi" (Studi di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran 2013-2014).” 9.1
(2013): 65–75. Print.
9