PERSPEKTIF HUKUM DALAM HAK ASASI MANUSIA (1)

PERSPEKTIF HUKUM DALAM HAK ASASI MANUSIA DI
INDONESIA
Rahayu kusuma Ningrum
Rahayukusuma@students.unne.ac.id
DATA BUKU :
Judul Buku
: Hukum Hak Asasi Manusia
Penulis
: Prof.Dr.Rahayu, S.H., M.Hum
Penerbit
: Universitas Negeri Semarang
Tahun Terbit
: 2015
Kota Penerbit
: Semarang
Bahasa Buku
: Indonesia
Jumlah Halaman : 402 Halaman
ISBN Buku
: 978-979-70490-6-5
DISKUSI ATAU PEMBAHASAN REVIEW

Hak Asasi Manusia didalam Pncasila mengandung pemikiran bahwa
manusia diciptakan oleh tuhan YME dengan menyandang dua aspek yaitu
aspek Pernyataan Hak Asasi Manusia yaitu aspek individualitas (pribadi)
dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap
orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Ini berarti, bahwa setiap orang
mengemban kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tatanan manapun,
terutama negara dan pemerintah khususnya di Negara Indonesia. Di
mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat banyak kasus
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan,
dimana pelakunya bebas berkeliaran dan bahkan tak terjangkau oleh
hukum atau dengan kata lain perkataan membiarkan tanpa penghukuman
oleh negara terhadap pelakunya impunity. Impunitas yaitu membiarkan
para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus
pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti, kejahatan genosida,
kejahatan manusia, dan kejahatan perang tidak diadili merupakan
fenomena hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad yang lalu
hingga hari ini. Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak
di sahkannya Pancasila sebagai dasar pedoman negara Indonesia,
meskipun secara tersirat. Baik yang menyangkut mengenai hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan manusia
dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai yang terkandung
dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila. Dalam Undang- Undang No.
39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak
Asasi Manusia ditentukan dengan berpedoman pada deklarasi Hak Asasi
Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita,
konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai
instrumen internasional lain yang mengatur mengenai Hak Asasi Manusia.
Negara
Indonesia, pengadilan mengenai masalah berkaitan dengan
pelanggaran, pelecehan, dan kejahatan Hak Asasi Manusia telah ada dan
di atur namun hukum yang mengatur tentang pelanggaran ataupun
kejahatan Hak Asasi Manusia masih bersifat umum yaitu terdapat dalam
Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia. Namun dalam

pelaksanaannya peraturan hukum yang mengatur tentang itu belum
mampu mengakomodir segala permasalahan-permasalahan Hak Asasi
Manusia yang kian hari kian berkembang dengan seiring era globalisasi
dan manusia di dunia ini. Undang-Undang Dasar 1945 yang telah
diamandemen perihal tentang pengadilan yaitu termasuk dalam

kekuasaan kehakiman yang mana kekuasaan itu merdeka terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah, harus ada jaminan Undang-undang
tentang kedudukan para hakim. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang membahas tentang pengadilan Hak Asasi
Manusia di Indonesia terdapat dalam pasal 104 yang berbunyi: Untuk
mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk
pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan pengadilan umum.
Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan
Undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.
Sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di adili oleh pengadilan yang
berwenang. Secara konseptual bahwa Hak Asasi Manusia memiliki dua
dimensi , yaitu dimensi mora dan dimensi hukum . dimensi moral yang
berawal dari HAM adalah hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut
(non-derogable rights) karena hak tersebut merupakan hak manusia
karena ia adalah manusia, dalam hal ini HAM adalah hak-hak yang
dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia dan
manusia memlikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat
atau berdasarkan huum positif, melainkan semata-mta berdasarkan

martabatnya sebagai manusia. inilah yang disebut sebagai hak alamiah (
natural rights) yang berarti hak yang melekat pada manusia terlepas dari
segala adat istiadat atau aturan tertulis.dengan begitu bisa berarti bahwa
meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit , jenis kelamin, bahasa,
budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda ia tetap memiliki hak
tersebut, disamping bersifat universal hak-hak tersebut juga tidak dapat
di cabut karena hak tersebut tetap melekat pada manusi sebagai mahluk
insani. Negara merupakan wujud kekuasaan politis yang melembagakan
hak-hak dasar yang setiap orang bersedia memberikan dua hak penting
yang mereka miliki kepada negara, yaitu diantaranya untuk menentuan
sendiri bagaimana setiap orang harus mempertahankan diri, serta hak
untuk menghukum para pelaggar hak milik orang lain. namun salah satu
tokoh ada yang berpendapat lain bahwa kekuasaan negara adalah
terbatas dan tidak mutlak, karena segala bentuk kekuasaan yang ada
pada negara berasal dari dan harus di legitimasikan oleh rakyatnya
sebagai pendiri negara tersebut. Teori universalisme menjadi kekuatan
pendorong bagi pemahaman baru tentang universalitas melahirkan dua
pandangan yang berbeda yaitu universal absolut adalah aliran yang
memandang HAM sebagai nilai universal
sebagaimana yang dapat

dirumuskan the international bill of rights, universal relatif yaitu aliran
yang melihat persoalan HAM sebagai masalah universal dan melihat
dokumen–dokumen internasional tentang hak Asasi Manusia bagai acuan
yang penting yang didasarkan tas asas-asas hukum internasional yang
diakui. Bila suatu negara sudah menyatakan komitmennya untuk terikat

dengan instrumen hukum internasional (termasuk yang mengatur tentang
HAM ), maka secara yuridis sesuai dengan prinsip pacta sunt servanda
negara yang bersangkutan wajib untuk melaksanakannya dengan itikad
baik. Sesungguhnya dijelaskan dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab menunjuk pada nilai-nilai dasar kemanusiaan yang menjadi dasar
bagi apa yang sekarang disebut dengan Hak Asasi Manusia yaitu hak yang
dimiliki karena hakikatnya sebagai manusia, sila ini sebenarnya
mencerminkan dimensi humanitarianisme dan universalitas yang sangat
kuat dengan demikian pendasaran negara yang berketuhanan sekaligus
berkemanusiaan yang adil dan beradab,sesungguhnya menghendaki
suatu pemerintahandan penyelenggara negara agar menjaga budi pekerti
kemanusiaan yang luhur serta memegang cita-cita moral rakyat yang
luhur.dalam konteks HAM yang konvensional pelanggarannya terutama
dilihat sebagai tanggung jawab negara didalam konteks kewajibannya

terhadap warga negarannya, pemahaman ini disebabkan karena pada
hakikatnya konsep HAM secara normatif bertujuan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya penyalah gunaan kekuasaan atau membatasi
penggunaan sarana kekuatan koersif negara. Salah satu unsur penting
terjadinya pelanggaran HAM adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh
pemerintah, baik yang dilakukan dengan perbuatannya sendiri maupun
karena kelalaiannya yaitu pelanggaran terhadap suatu kewajiban negara.
Bila terjadi pelanggaran hak asasi manusia maka yang bertanggung jawab
dalah negara, bukan badan hukum atau individu, karena sebenarnya yang
terjadi titik tekan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah tanggung
jawab negara. Hak Asasi Manusia bermula dari sebuah gagasan bahwa
manusia tidak boleh diberlakukan semena-mena oleh kekuasaan, karena
manusia memiliki hak alamiah yang melekat pada dirinya karena
kemanusiaannya. Perlindungan ini adalah kebebasan individu namun
individu disini tidak bersifat egoistik karena penyelenggaraan ham terjadi
dalam prasyarat-prasyarat sosial bahwa kebebasan individu selalu
dipahami dalam konteks penghormatan hak individu lain.individu sebagai
warga negara tunduk sepenuhnya kepada kewenangan negaranya, dalam
hal ini negara dapat membuat ketentuan-ketentuan demi kepentingan
warga negaranya yang meskipun ketentuan semacam ini tidak

memberikan hak substansif kepad individu yang dapat dipaksakan melalui
prosedur pengadiln, negaralah yang membela hak atau kepentingan
warga negarannya apabila mendapatkan perlakuan yang bertentangan
dengan aturan atau perlakuan semena-mena dari negara lainnya. Dalam
perdebatan HAM sebagai hak konstitusi muncul kembali saat lahirnya orde
baru yang menggulingkan rezim demokrasi terpimpin soekarno. Pada
sidang awal MPRS tahun 1968 telah di bentuk panitia Ad Hoc penyusuna
Hak Asasi Manusia yang menghasilkan rancangan keputusan MPRS
tentang piagam hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga
negara.kesadaran akan HAM muncul kembali dan berkembang dengan
pesat pada saat pergantian rezim dari jendral (purn) Soedarto ke rezim
Habibie dan seterusnya. Pada masa reformasi juga muncul kembali
perdebatan
mengenai
konstitusionalitas
perlindungan
HAM,
perdebatannya tidak mengenai soal-soal konseptual berkenaan dengan
teori-teori HAM namun lebih pada soal basis hukumnya, yang di tetapkan


dengan Tap MPR atau di rumusan dalam UUD ketetapan ini memuah
perintah lembaga-lembaga tinggi negara untuk menghormati, menegakan
dan menyebar luaskan, pemahaman mengenai HAM serta menugasi
presiden untuk meratifikasi instrumen-instrumen internasional tentang
HAM sepanjang tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.
Berupa instrumen HAM merupakan titik awal untuk memulai tentang
instrumen hukum HAM , karena instrumen-instrumen sebagaimana
tersebut diatas secara seknifikan sangat mempengaruhi berbagai
instrumen hukum HAM modern di tingkat internasional. Deklarasi
universal Hak Asasi Manusia atau universal declarasion of human right
merupakan dokumen pengakuan internasional terhadap HAM yang di
susun oleh komisi HAM PBB, mengingat dokumen ini merupakan suatu
deklarasi yang di umumkan sebagai suatu standar pencapaian yang
berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara, maka secara
normatif tidak memiliki kekuatan hukum mengingan sebagaimana
instrumen hukum perjanjian internasional lain atau peraturan
perundangan pada suatu negara. Deklarasi yang mengindikasikan
pendapat internasional ini diterima sebagai dokumen yangmengikat
secara moral sebagai landasar dasar kemanusiaan. Deklarasi yang
mengatur tentang mekanisme atau perintah penegaan HAM oleh

masyarakat internasional, penegakan hak-hak negatif dalam konvenan
HAM sipil dan politik itu di rumuskan dengan bahasa freedom ftom
sedangkan hak-hak dari kategori positif dalam konvonen tersebut ekosob
dirumuskan dengan bahasa “rights to” ( hak atas). Kedua kategori ini
menuntut tanggung jawab negara yang berbeda. Pemenuhan hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya menuntut tanggung jawab negara meminjam
istilah yang digunakan komisi hukum internasional dalam bentuk
obligations of result, sedangkan pemenuhan hak-hak sipil dan politik
menuntut tanggung jawab negara dalam bentuk obligations of conduct.
Komite hak ekonomi, sosial dan budaya dapat membantu penerapan
kovenan melalui perspektif internasional, tetapi efektivitas utama
instrumen ini tergantung pada upaya-upaya yang di ambil pemerintah
untuk mengaktifkan secara nyata kewajiban hukum internasional mereka.
Dalam hal ini komite telah mengakui betapa pentingnya bagi negara
untuk menetapkan upaya-upaya legislatif yang tepat dan ketentuan
mengenai penyelesian melalui pengadilan yang menunjukkan sifat hukum
hak ekonomi,sosial budaya. Dari penjelasan smua itu dapat disimpulkan
bahwa pemaknaan atas kerangka hukum ekosob yang tercantum dalam
kovenan, dalam prinsip limburg dan dalam prinsip maastricht sudah
sangat jelas bahwa kewajiban untuk menegaskan bahwa jaminan hukum

dan jaminan komplain atas pemenuhan dan perlindungan hak ekosob oleh
negara pihak yang bersifat segera. Hal ini berarti
bahwa hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya tidak lagi dapat dilecehkan sebagai bukan
merupakan hak yang sebenarnya alias sekedar statemen politik. Sama
seperti hak-hak sipil dan politik ia juga merupakan hak yang sebenarnya
yang juga dapat dituntut pemenuhannya melalui pengadilan, konvensi
hak anak adalah instrumen internasional yang paling komperehensif yang
berlaku berdasarkan renzim HAM. Konvensi ini diterima secara universal
oleh banyak negara dalam waktu yang sangat singkat. Semua negara

bersepakatbahwa anak adalah sekelompok masyarakat yang paling
rentan menjadi korban pelanggaran HAM, anak tidak dapat hidup sendiri
tanpa menggantungkan diri kepada orang lain yang khususnya orangtua
dan dalam hal ini negara wajib memberikan perlindungan yang cukup
kepada anak agar mereka tidak menjadi korban pelanggaran HAM. Dalam
hal negara akan membuat kebijakan yang berimplikasi bagi anak maka
sudah seharusnya bila negara mau mendengar pendapat anak agar
kebijakan tersebut dapat diterima dengan baik. Namun disisi lain negara
juga berkewajiban untuk mengarahkan agar anak dapat berkembang

secara baik dan wajar karena tidak semua keinginan anak tidak dapat
berkembang secara baik dan wajar karena tidak semua keinginan anak
dapat terpenuhi, ada batas-batas norma yang diakui masyarakat maupun
norma resmi negara yang harus ditanamkan kepada anak. Selain
beberapa hak normatif tersebut, konvensi ini juga membebankan
kewajiban kepada negara untuk memastikan bahwa anak dapat
berkembang dengan baik dan negara memberikan sarana yang
menunjang kedewasaan anak. Konvensi hak-hak orang penyandang
disabilitas meletakan perubahan yang signifikan terkait dengan
pengertian orang dengan disaiblitas dari konsep bahwa orang dengan
disabilitas adalah obyek amal, pengobatan dan perlindungan sosial
menjadi pandangan bahwa mereka ada penyandang hak yang mampu
memperjuangkan hak-haknya dan mampu membuat keputusan atas
hidupnya berdasarkan kebebasannya sendiri sebagai anggota masyarakat
aktif. Sebagai mana ditegaskan dalam pasal 1, bahwa maksud konvensi ini
adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin pemenuhan secara
menyeluruh dan seimbang semua HAM dan kebebasan fundamental
semua
penyandang
dan
disabilitas
dan
untuk
meningkatkan
penghormatan bagi martabat yang melekat pada mereka
Dalam pengembangan dan pelaksanaan legislasi dan kebijakan
untuk menerapkan konvensi ini, dan dalam proses pengambilan
keputusan lainnya menyangut masalah-masalah yang terkait dengan
penyandang disabilitas, pihak-pihak negara wajib berkonsultasi dan aktif
terlibat dengan para penyandang disabilitas, termasuk anak-anak dengan
disabilitas, melalui organisasi-organisasi yang mewakili mereka. Tidak ada
hal apapun dalam konvensi ini yang boleh memengaruhi setiap ketentuan
yang lebih kondusif terhadap perwujudan hak-hak para penyandang
disabilitas yang mungkin ada dalam ketentuan hukum negara pihak atau
hukum internasional yang dilakukan untuk negara pihak. Tidah boleh ada
pembebasan atau pengurangan apapun atas setiap hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental yang diakui atau ada disetiap negara pihak
terhadap konvensi ini yang selaras dengan ketentuan hukuk, konvensikonvensi iniyang selaras dengan ketentuan hukum, konvensi-konvensi,
peraturan atau kebiasaan dengan dalih bahwa konvensi ini tidak
mengakui hak-hak atau kebebasan tersebut atau konvensi ini hanya
mengakuinya dalam tingkatan yang lebih rendah. Hak Asasi Manusia
internasional ditetapkan dan dikembangkan melalui kerja sama
multilateral di PBB dan organisasi internasional lainnya yang dibentuk
melalui berbagai perjanjian internasional tentang HAM, termasuk melalui
organisasi-organisasi internasional regional. Masing-masing kesepakatan

tersebut sekaligus menetapkan mekanisme pemantauan bagi para negara
pihak/ negara
peserta
dalam mengimplentasikan kesepakatankesepakatan itu.Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan atau
yang biasa disebut sebagai komnas peremouan adalah sebuah institusi
HAM yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu hak-hak peremuan
sebagai Ham , karena juga butuh haknya untuk mengutarakan sesuatu hal
yang ingin di laksanakan dang di ungkapkan, karena pejuang
perempuanlah yang dari R.A kartini yang menjadi pejuang seorang wanita
untuk memenuhi hak-haknya, ecara spesifik, komnas perempuan
memaknai kekerasan terhadap perempuan merupakam perwujudan
adanya ketimpangan historis dalam relasi kuasa antara laki-laki dan
perempuan. Berdasarkan keterkaitan antara kekerasan terhadap
perempuan dengan diskriminasi berbasis gender inilah yang melandasi
kerja komnas perempuan untuk menyikapi isu kekerasan terhadap
perempuan secara komprehensif. hal ini berarti bahwa isu tersebut tidak
ditangani scara ekslusif dan berdiri sendiri tetapi juga sebab-sebab
kekerasan serta konsekuensinya. Komnas perempuan bukan merupakan
lembaga yang menerima dan menangani langsung korban kekerasan
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh organisasi-organisasi pendamping
korban, komnas perempuan memantau bagaimana kasus tersebut
ditangani untuk memastikan lembaga penyedia layanan di pemerintah
dan di masyarakat memenuhi hak-hak korban. Komnas perempuan
membangun mekanisme sistem rujukan kasus dan membentuk unit
rujukan untuk membantu korban yang mencari informasi secara langsung
ke komnas perempuan atau dengan melalui surat . unit ini akan merujuk
korban kepada lembaga penyedia layanan sesuai dengan kebutuhan
korban. Yang yakni berbeda dengan Komnas HAM yang komnas
perempuan tidak memiliki mandat untuk melakukan penyelidikan yang
bersifat pro justicia dalam sekala yang massive dan potensi kekerasan
yang serius di suatu wilayah, komnas perempuan mengembangkan
perangkat pendokumentasian kasus dan membentuk mekanisme pelopor
khusus yang ini merupakan seseorang yang diberi mandat untuk
mengembangkan mekanisme dan program yang komprehensif untuk
menggali data dan informasi serta mendokumentasikan pengalaman
pengalaman perempuan sehubungan dengan adanya kekerasan dan
diskriminasi.
KPAI merupakan lembaga independet yang dibentuk berdasarkan
UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, lembaga ini
dibentuk
untuk
merespon
berbagai
laporan
adanya
kekerasan,penelantaran dan belum terpenuhi hak-hak dasar anak
indonesia, keputusan politik untuk membentuk KPAI tidak terlepas dari
dorongan masyarakat internasional yang menyatakan keprihatinannya
atas kondisi anak di indonesia dan banyak kasus anak yaitu diantaranya
ksus pekerja anak , anak-anak dalam area konflik, perlibatan anak dalam
konflik senjata seperti yang terjadi di aceh tingginya angka anak putus
sekolah, bususng lapar, perkawinan dibawah umur, traffickeng, dan
sebagainya telah mendorong masyarakat internasional untuk menekan
pemerintah indonesia agar membentuk lembaga khusus yang bertugas
memantau kondisi perlindungan anak di indonesia.