SAATNYA DWI BAHASA PARIWISATA DALAM TREN
SAATNYA DWI BAHASA PARIWISATA DALAM TREND CAFTA
oleh
Made Handijaya Dewantara
Perjanjian dagang yang melibatkan dua kontinen besar baru saja dijalankan awal tahun
ini dengan tajuk CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement). Meskipun dispesifikasikan
hanya mencakup pada kegiatan perdagangan, CAFTA memiliki tugas mengokohkan eksistensi
bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Cina di mata dunia.
1. Pariwisata Indonesia dalam Trend CAFTA
Kegiatan perdagangan yang dimudahkan melalui CAFTA juga akan menyerap
keuntungan bisnis di beberapa industri, salah satunya pariwisata. Sama halnya dengan
perdagangan, industri pariwisata pun akan terkena limpahan keuntungan dari perjanjian ini,
sekaligus mengemban tugas yang sama, mengeksistensikan bangsa Asia Tenggara dan Cina di
mata internasional. Pariwisata memang tidak digambarkan spesifik dalam perjanjian CAFTA.
Namun potensi bisnis pariwisata dari CAFTA tetap besar sebab didukung oleh penduduk dengan
jumlah 2 miliar orang dan melibatkan setidaknya 10 persen dari total jumlah penduduk kedua
kontinen tersebut.
United Nation World Tourism Organization memprediksi tren perjalanan wisata dunia
tahun 2020 akan mencapai 1,6 miliar orang. Di antaranya 438 juta orang akan berkunjung ke
kawasan Asia-Pasifik dan 100 juta orang ke China. Pada tahun 2002 pengeluaran wisatawan
internasional di seluruh dunia mencapai 474 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, 94,7 miliar dolar
AS di antaranya diterima oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Trend pariwisata
1
Indonesia sendiri berada dalam angka yang menggairahkan. Angka wisatawan meningkat secara
signifikan, diikuti dengan angka investasi dan potensi bisnis yang terus meningkat.
Sebagai insan bangsa, kita pantas ternganga melihat peluang di balik CAFTA dan
pariwisata. Kita juga pantas berdecak kagum melihat cerahnya peluang bisnis pariwisata ke
depannya. Indonesia saat ini mencapai kemajuan tertinggi pada sektor pariwisatanya. Kemajuan
ini ditandai oleh berbagai data, baik secara statistik (angka tertinggi kunjungan wisatawan luar
negeri) maupun kesuksesan Indonesia menjadi tuan rumah acara berskala internasional.
Kemajuan ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang siap menyongsong CAFTA.
Sayangnya, keberhasilan pariwisata Indonesia sekaligus kesiapan bangsa ini menuju
pariwisata berbasis CAFTA ternyata melupakan sebuah hakekat pariwisata. Salah satu hakekat
pariwisata adalah menunjukan ciri khas suatu bangsa. Hal yang tidak dilakukan Indonesia dalam
industri pariwisatanya adalah tidak menunjukkan salah satu ciri bangsa ini. Sebuah ciri bangsa
yang sebenarnya telah diperjuangkan sejak 28 Oktober 1928. Sebuah ciri bangsa yang berperan
dalam persatuan bangsa. Sebuah ciri bangsa yang diperlukan tatkala Indonesia mengalami
persoalan konflik internal. Ya, Indonesia telah melupakan bahasa Indonesia tatkala terlena dalam
kesuksesan dan masa depan cerah pariwisatanya sendiri !
2. Nasionalisme Bangsa dalam Pariwisata CAFTA
Fakta menunjukkan bahwa untuk kesiapan CAFTA industri pariwisata Indonesia hampir
segala-galanya mendewakan bahasa asing utamanya bahasa Inggris. Seluruh istilah-istilah baik
yang terdapat di industri perhotelan, maskapai penerbangan, biro perjalanan, hingga pertokoan
menggunakan bahasa asing. Padahal istilah-istilah tersebut memiliki padanan kata dalam bahasa
2
Indonesia. Lebih parahnya lagi, berdasarkan observasi penulis, pelaku pariwisata saat ini
berpendapat bahwa bangsa ini sudah tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia.
Artikel ini bermaksud untuk menyandingkan masa depan cerah pariwisata Indonesia
dalam menyambut CAFTA dengan upaya menunjukkan rasa nasionalisme bangsa kita. Artikel ini
berupaya mengajukan sebuah upaya konkret yang bertujuan utama untuk menumbuhkan kembali
semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Sebuah upaya yang terinspirasi dari nasionalisme kuat
negara-negara maju seperti Jepang, Perancis, Jerman, Spanyol, dan Italia. Sebuah upaya yang
juga mendatangkan keuntungan bukan hanya berupa persatuan dan kesatuan bangsa namun juga
berdampak besar kepada sektor ekonomi, politik, budaya, dan sosial. Sebuah upaya
mendwibahasakan bahasa pengantar pariwisata. Melakukan penggunaan dua bahasa yaitu bahasa
Indonesia ditambah bahasa asing lainnya. Sebuah upaya yang akan membawa kita menjadi
Indonesia. Sebuah upaya yang dapat mengukuhkan eksistensi bangsa-bangsa Asia Tenggara yang
mayoritas penduduknya berbahasa Indonesia dalam program CAFTA.
Tatkala ide ini ditanyakan oleh penulis kepada responden yang merupakan pelaku
pariwisata, respon kebanyakan dari mereka justru mengarah kepada nada pesimistis. Menurut
responden, oleh karena wisatawan adalah tamu yang harus disambut dengan ramah, maka sangat
mutlak harus menggunakan bahasa asing. Akan tetapi, jika kita menoleh pada industri pariwisata
di negara dengan pariwisata terbaik di dunia yaitu Perancis, mereka bahkan terlihat ‘memaksa’
wisatawan yang berkunjung ke negeri itu untuk belajar bahasa mereka terlebih dahulu. Mengapa
ketika mereka bisa melakukannya, kita tidak? Sesungguhnya, nasionalisme bangsa masih tetap
bisa kita pertahankan dalam dunia pariwisata sekalipun. Muncul dua buah pertanyaan utama
yang selanjutnya menjadi pembahasan dalam artikel ini. Pertama, keuntungan apa saja yang akan
diperoleh jika menjalankan dwi bahasa itu ketika bangsa ini menghadapi CAFTA ? Kedua, upaya
3
dan mekanisme seperti apa yang dilakukan dalam menjalankan dwi bahasa di industri pariwisata
yang melibatkan program CAFTA ?
3. Potensi Ekonomi Dwi Bahasa Pariwisata
Dwi bahasa adalah sebuah ide yang realistis sekaligus inovatif dalam menjalankan roda
pariwisata demi tetap terjaganya nasionalisme. Pada program CAFTA, nasionalisme kesebelas
negara tetap menjadi hal yang penting dilakukan atas nama eksistensi. Namun siapa sangka
dibalik misi menjaga nasionalisme, upaya dwi bahasa juga mendatangkan berbagai macam
keuntungan? Berikut adalah keuntungan yang akan diperoleh jika dwi bahasa direalisasikan di
dunia pariwisata Indonesia, keuntungan tambahan selain keuangan CAFTA.
Ekonomi Kreatif
Siapa sangka di balik upaya dwi bahasa yang sebelumnya ditanggapi dengan pesimistis
ternyata dapat mendatangkan keuntungan ekonomi? Jika dwi bahasa dijalankan dalam
roda pariwisata Indonesia, maka hal ini akan ‘memaksa’ wisatawan asing yang datang
untuk belajar bahasa Indonesia. Dengan adanya sikap ini, akan muncul sebuah usaha baru
berlandaskan ekonomi kreatif. Dengan banyaknya wisatawan yang belajar bahasa
Indonesia, maka akan makin banyak bermunculan kursus-kursus bahasa Indonesia yang
diperuntukkan untuk wisatawan asing. Para sarjana yang selama ini belum mendapatkan
pekerjaan akan berkesempatan untuk membuka kursus bahasa Indonesia sebab untuk
mengajarkan bahasa Indonesia tingkat dasar bagi wisatawan tentunya bukanlah hal yang
rumit. Jika kita mau meniru Perancis dengan tes DELF-nya, Indonesia bisa mewajibkan
tes UKBI (Uji Kompetensi Berbahasa Indonesia) bagi orang asing yang ke Indonesia,
sesuai dengan tingkatan nilai yang diperlukan. Dengan tes UKBI seperti ini, kita dapat
4
membayangkan bahwa bangsa Indonesia yang bekerja ke luar negeri mungkin tidak
hanya sebagai TKI Pembantu Rumah Tangga (PRT) semata, namun dapat menjadi guru
bahasa Indonesia! Negara pun akan mendapatkan devisa dari penyelenggaraan tes UKBI
di luar negeri. Akan tetapi, ada baiknya, untuk tahap awal tes UKBI diperuntukkan bagi
pekerja asing yang saat ini cukup banyak menghiasi roda pariwisata Indonesia.
Perkenalan Budaya
Salah satu alasan sikap pesimis tentang dwi bahasa adalah karena hal ini dapat
menghambat adanya pertukaran budaya dari Indonesia dengan budaya asing. Akan tetapi,
dengan adanya dwi bahasa, justru budaya bangsa kita malah lebih gampang
diperkenalkan. Bukankah istilah dalam budaya kita lebih banyak menggunakan bahasa
Indonesia? Bukankah budayawan Indonesia lebih cakap berbahasa Indonesia? Yang lebih
penting dari itu, jika kita tetap menggunakan bahasa Indonesia, maka bangsa lain akan
menganggap kita mencintai budaya kita sendiri. Bangsa asing tentu akan senang
mempelajari budaya kita jika kita yang terlebih dahulu mencintai budaya kita sendiri.
Satu lagi, ingat bahwa salah satu peran bahasa Indonesia adalah mempersatukan beribu
bahasa daerah yang ada di republik ini!
Kehidupan Bersosial
Salah satu masalah yang ada di bangsa ini adalah konflik sosial yang terjadi di daerahdaerah. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa hal itu merupakan implikasi dari
keberagaman Indonesia. Pendapat ini tidak dapat disalahkan. Akan tetapi, kita telah
memiliki sebuah alat untuk mempersatukan keberagaman ini. Alat itu adalah bahasa
Indonesia. Bayangkan apa yang terjadi dengan kehidupan sosial Indonesia, jika bahasa
Indonesia punah hanya karena tekanan industri pariwisatanya?
5
Politik Luar Negeri
Pada era kepemimpinan Bung Karno, di awal pendirian republik ini, dapat kita ingat
bahwa bangsa Indonesia sangat disegani. Rahasia sang proklamator pada saat itu adalah
politik luar negerinya yang terkenal dengan nama politik mercusuar. Sebenarnya terdapat
sebuah nilai dalam politik mercusuar tersebut. Bung Karno mengajarkan Indonesia untuk
menghormati bangsanya sendiri. Bung Karno pada saat itu sangat bangga dengan
negerinya sendiri, terlebih-lebih pada bahasanya. Dengan mencintai identitas bangsa,
bangsa lain akan segan dengan kita. Lalu bagaimana dengan saat ini? Sangat terlihat kita
kurang mencintai bahasa kita sendiri. Dengan adanya dwi bahasa di pariwisata yang
melibatkan seluruh bangsa di dunia, kita akan dipandang sebagai bangsa yang teguh
dengan identitas sendiri. Rumpun yang sejenis dengan bahasa Indonesia juga digunakan
di Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan Vietnam! Dengan kata lain, dengan dwi bahasa,
kita akan mengembalikan sebuah politik mercusuar Asia Tenggara. Dengan dwi bahasa
pariwisata kita tidak hanya menanamkan nasionalisme di negeri sendiri, namun juga
mengembalikan nama besar bangsa kita sebagai macan Asia. Ini sekaligus menjadi
keuntungan politis program CAFTA melalui sektor pariwisata.
Keuntungan yang akan diperoleh bangsa ini jika menerapkan dwi bahasa sudah
diuraikan. Ternyata keuntungan tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata semata. Banyak
hal yang akan diperoleh bukan hanya semangat nasionalisme yang makin tumbuh, mulai dari
ekonomi kreatif hingga politik luar negeri juga akan mendapat efek yang positif. Akan tetapi,
upaya-upaya serta mekanisme sistem dwi bahasa telah ditunggu untuk merealisasikan program
dwi bahasa ini. Oleh karena beberapa negara maju telah menerapkan dwi bahasa dalam industri
pariwisatanya, ada baiknya kita juga mengadopsi mekanisme yang sama dari negara-negara
6
tersebut. Berikut adalah upaya yang harus dilakukan sekaligus bagaimana saja mekanisme proses
dwi bahasa di industri pariwisata Indonesia dalam menjalankan program CAFTA.
8 Perubahan Paradigma
Paradigma pelaku pariwisata saat ini masih sangat mengagung-agungkan bahasa asing.
Hal ini tidak boleh dibiarkan sebab pelaku pariwisata mengemban misi memperkenalkan
identitas bangsa pada tamu yang datang. Maka dari itu, langkah utama dalam dwi bahasa
ini adalah membangun paradigma. Sebuah paradigma bahwa bahasa Indonesia masih
berperan dalam industri pariwisata Indonesia. Paradigma ini dibuat bukan hanya oleh
pemerintah, namun juga harus dibantu oleh perusahaan layanan wisata serta serikat
pekerja itu sendiri. Upaya yang utama dilakukan dalam membangun paradigma itu
sendiri adalah mewajibkan calon karyawan pariwisata untuk juga menguasai bahasa
Indonesia selain bahasa asing. Dengan demikian akan muncul dengan sendirinya sebuah
paradigma dalam diri pelaku pariwisata, bahwa mencintai bahasa Indonesia sama atau
jauh lebih penting daripada menguasai banyak bahasa asing. Paradigma yang harus
dibangun juga adalah bahwa angka wisatawan tidak akan turun meskipun kita tetap
berdwibahasa kepada mereka.
8 Kewajiban Tes UKBI
Perancis adalah negara terbaik untuk urusan pariwisata di dunia. Namun bahasa Perancis
masih tetap eksis bahkan menjadi salah satu bahasa utama di dunia. Mengapa hal ini bisa
terjadi dengan beriringan? Alasan utamanya adalah karena Perancis ‘memaksa’ penduduk
dunia yang datang ke negaranya untuk belajar bahasa Perancis terlebih dahulu.
Bayangkan, hanya untuk berwisata saja kita diharuskan lolos tes DELF level A1. Upaya
ini dapat dilakukan di Indonesia jika ingin menjalankan dwi bahasa di sektor pariwisata.
7
Akan tetapi tentu sebagai tahap awal kita cukup memperlakukan tes UKBI (Uji
Kompetensi bahasa Indonesia) kepada pekerja asing yang akan ke Indonesia.
8 Dwi Bahasa Istilah Sarana Umum
Proses dwi bahasa secara mekanisme dapat kita awali dari sarana-sarana umum yang
menjadi “penyambut” wisatawan asing ketika datang ke Indonesia. Ada baiknya jika kita
menulis kata “Bandar Udara” di bawah kata “Airport”, “Toko” di bawah kata “Plaza atau
Mal”, “Taksi” di bawah kata “Taxi”, dan bahkan “Tempat Parkir” di bawah “Parking
Area”. Beberapa kata di atas hanyalah contoh semata sebab masih banyak kata-kata asing
yang sebenarnya memiliki padanan kata bahasa Indonesia terpampang pada sarana-sarana
umum. Tampaknya kita pun dapat meniru dwi bahasa yang sudah dilakukan oleh
Thailand. Di Thailand sendiri setiap istilah pariwisata menggunakan dwi bahasa. Hal ini
membuat paradigma orang asing di Thailand bahwa nasionalisme Thailand sangat kuat.
Hasilnya, malah angka wisatawan asing di Thailand masih di atas Indonesia!
8 Dwi Bahasa Salam Kedatangan
Salam kedatangan adalah kalimat ajaib bagi seorang tamu dan dikatakan dapat mengubah
segala pikiran tamu di kunjungannya. Ada baiknya dwi bahasa salam kedatangan tidak
hanya dilakukan di plang kedatangan. Selain meletakkan selamat datang (bahkan dengan
salam daerah) di atas kata welcome, yang jauh lebih penting adalah mengucapkannya
secara verbal. Pengucapan verbal tentu cukup dengan salam nasional (ditambah dengan
salam daerah bila perlu). Jika kita sangsi dengan hal ini, tengok saja sapaan orang Jepang
kepada wisatawannya.
8 Dwi Bahasa Brosur Pariwisata
8
Selama ini brosur pariwisata selalu dibuat dengan bahasa asing sekalipun isinya
menceritakan tentang bangsa kita sendiri. Sudah saatnya kita membuat terobosan dengan
dwi bahasa di brosur pariwisata itu sendiri. Untuk tahap awal kita boleh pesimis sebab
sang calon penyumbang devisa akan bingung dengan brosur kita. Akan tetapi, dengan
teknik pencantuman secara proporsional, akan muncul rasa ingin tahu secara naluriah dari
wisatawan tersebut. Tidak ada salahnya untuk mencoba terobosan ini demi eksistensi
bangsa kita, bukan?
8 Dwi Bahasa pada Konferensi Dunia
Ketika duta bangsa berpidato pada konferensi-konferensi dunia, mereka selalu
menggunakan bahasa asing, seakan-akan kita tidak memiliki identitas sendiri. Beberapa
pemimpin dunia negara lain malah tidak mau menggunakan bahasa asing dalam
berpidato. Kita tentu tidak bersikap sekaku itu, bukan? Maka dari itu, ada baiknya kita
mengajak mereka yang berpidato tadi untuk melakukan dwi bahasa dalam pidatonya.Kita
bisa mulai dalam konferensi yang berkaitan dengan CAFTA. Teknik dwi bahasa dalam
dunia konferensi tingkat internasional saat ini sudah dibantu dengan beragam alat
canggih. Sayang, banyak duta bangsa kita yang memilih untuk tidak menggunakannya.
8 Optimalisasi Grup Musik sebagai Promotor Pariwisata
Dalam proses dwi bahasa, jangan sekali-kali kita melupakan jasa grup musik Indonesia
yang setia berbahasa Indonesia dalam lantunan lagu ke tingkat dunia. Grup musik
Indonesia saat ini sudah merambah negara-negara lain alam pemasaran album-album
mereka. Grup musik seperti itu selama ini berperan memperkenalkan bahasa Indonesia
kepada penggemarnya di seluruh dunia. Akan lebih elok kiranya jika departemen
pariwisata menggunakan jasa grup musik sebagai pelopor dwi bahasa sekaligus
9
memperkenalkan bahasa Indonesia, tidak hanya di seputar bangsa-bangsa peserta
CAFTA, namun sekaligus seluruh dunia.
Keuntungan dari segi ekonomi hingga politik luar negeri serta nasionalisme bangsa dapat
kita peroleh lewat langkah-langkah dalam mendwibahasakan bahasa pariwisata Indonesia.
Mendwibahasakan bahasa pengantar pariwisata sekali lagi merupakan alternatif paling adil untuk
menyelamatkan bahasa Indonesia di tengah kesuksesan industri pariwisata kita. Langkah
mendwibahasakan bahasa pariwisata tidak hanya untuk menunjukkan identitas bangsa, tapi
sekaligus tidak mengesampingkan kelancaran perhubungan dengan orang-orang asing yang
akrab dengan bahasa internasional. Langkah ini sangat ideal untuk melestarikan bahasa
Indonesia sekaligus mengeksistensikan bangsa-bangsa Asia Tenggara di era globalisasi. Tidak
etis kiranya kita egois menyingkirkan bahasa-bahasa lain. Kita harus ingat bahwa penggunaan
bahasa bertujuan agar maksud yang kita sampaikan diterima oleh lawan bicara kita. Oleh karena
itu, dwi bahasa pariwisata harus dibarengi dengan sebuah etika komunikasi yang tepat.
Tentunya ide dwi bahasa pariwisata ini tidak akan berhasil tanpa bantuan pihak-pihak
terkait. Kepada para pelaku pariwisata sudah waktunya bagi mereka untuk membuang jauh-jauh
pandangan bahwa bahasa Indonesia adalah penyebab kemunduran pariwisata Indonesia. Sebab
sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan turunnya citra pariwisata suatu bangsa hanya
karena akibat penggunaan bahasa resmi suatu negara. Kepada pemerintah tentunya kita berharap
agar kesuksesan di industri pariwisata tidak diikuti dengan mengesampingkan rasa nasionalisme
kita. Dwi bahasa adalah sarana ampuh untuk membangun nasionalisme kita dalam kemajuan
sebuah industri pariwisata pada era CAFTA yang dimulai tahun ini. Sudah waktunya kita
melakukan dwibahasa pariwisata dalam trend CAFTA.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Wisatawan mancanegara. dalam www.indonesia.go.id.
Anonim. 2009. Pariwisata. dalam Wikipedia, id.wikipedia.org.
Hanafi, Hilaluddin. 2008. Peran Bahasa Indonesia dan Daerah. Jakarta : Laman Pusat Bahasa.
Rahardi, R. Kunjana. 2008. Tipisnya Nasionalisme Bahasa Indonesia. Radio Nederland
Wereldomroep edisi 20 Agustus 2008.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2006. Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya. Jakarta : Himpunan
Psikologi IndonesiaWilayah DKI Jakarta Raya.
ABSTRAK
Artikel ini bermaksud untuk menyandingkan kesuksesan pariwisata di Indonesia dalam
menyongsong CAFTA dengan upaya menunjukkan rasa nasionalisme bangsa kita dengan
langkah dwi bahasa. Sebuah upaya yang terinspirasi dari nasionalisme kuat negara-negara
pariwisata maju seperti Perancis, Jerman, dan Italia. Sebuah upaya yang juga mendatangkan
keuntungan bukan hanya berupa persatuan dan kesatuan bangsa namun juga berdampak besar
kepada sektor ekonomi, politik, budaya, dan sosial baik bagi bangsa ini sekaligus bangsa-bangsa
Asia Tenggara. Dwibahasa bahasa pengantar pariwisata dilakukan dengan menggunakan dua
bahasa yaitu bahasa Indonesia ditambah bahasa asing lainnya. Sebuah upaya yang akan
membawa kita menjadi Indonesia. Keuntungan yang akan diperoleh jika dwi bahasa
direalisasikan di dunia pariwisata indonesia antara lain : ekonomi kreatif, perkenalan budaya,
kehidupan bersosial, dan politik luar negeri. Melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka,
maka upaya yang harus dilakukan sekaligus mekanisme proses dwi bahasa di industri pariwisata
Indonesia antara lain : perubahan paradigma, kewajiban tes UKBI, dwi bahasa istilah sarana
umum, dwi bahasa salam kedatangan, dwi bahasa brosur pariwisata, dwi bahasa pada konferensi
dunia, dan optimalisasi grup musik sebagai promtor pariwisata. Sudah saatnya dalam
menyongsong CAFTA, Indonesia menunjukkan eksistensi bangsa dengan dwi bahasa.
Penulis adalah mahasiswa semester 7
Program Studi Administrasi Perhotelan
Jurusan Manajemen Perhotelan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali
11
oleh
Made Handijaya Dewantara
Perjanjian dagang yang melibatkan dua kontinen besar baru saja dijalankan awal tahun
ini dengan tajuk CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement). Meskipun dispesifikasikan
hanya mencakup pada kegiatan perdagangan, CAFTA memiliki tugas mengokohkan eksistensi
bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Cina di mata dunia.
1. Pariwisata Indonesia dalam Trend CAFTA
Kegiatan perdagangan yang dimudahkan melalui CAFTA juga akan menyerap
keuntungan bisnis di beberapa industri, salah satunya pariwisata. Sama halnya dengan
perdagangan, industri pariwisata pun akan terkena limpahan keuntungan dari perjanjian ini,
sekaligus mengemban tugas yang sama, mengeksistensikan bangsa Asia Tenggara dan Cina di
mata internasional. Pariwisata memang tidak digambarkan spesifik dalam perjanjian CAFTA.
Namun potensi bisnis pariwisata dari CAFTA tetap besar sebab didukung oleh penduduk dengan
jumlah 2 miliar orang dan melibatkan setidaknya 10 persen dari total jumlah penduduk kedua
kontinen tersebut.
United Nation World Tourism Organization memprediksi tren perjalanan wisata dunia
tahun 2020 akan mencapai 1,6 miliar orang. Di antaranya 438 juta orang akan berkunjung ke
kawasan Asia-Pasifik dan 100 juta orang ke China. Pada tahun 2002 pengeluaran wisatawan
internasional di seluruh dunia mencapai 474 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, 94,7 miliar dolar
AS di antaranya diterima oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Trend pariwisata
1
Indonesia sendiri berada dalam angka yang menggairahkan. Angka wisatawan meningkat secara
signifikan, diikuti dengan angka investasi dan potensi bisnis yang terus meningkat.
Sebagai insan bangsa, kita pantas ternganga melihat peluang di balik CAFTA dan
pariwisata. Kita juga pantas berdecak kagum melihat cerahnya peluang bisnis pariwisata ke
depannya. Indonesia saat ini mencapai kemajuan tertinggi pada sektor pariwisatanya. Kemajuan
ini ditandai oleh berbagai data, baik secara statistik (angka tertinggi kunjungan wisatawan luar
negeri) maupun kesuksesan Indonesia menjadi tuan rumah acara berskala internasional.
Kemajuan ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang siap menyongsong CAFTA.
Sayangnya, keberhasilan pariwisata Indonesia sekaligus kesiapan bangsa ini menuju
pariwisata berbasis CAFTA ternyata melupakan sebuah hakekat pariwisata. Salah satu hakekat
pariwisata adalah menunjukan ciri khas suatu bangsa. Hal yang tidak dilakukan Indonesia dalam
industri pariwisatanya adalah tidak menunjukkan salah satu ciri bangsa ini. Sebuah ciri bangsa
yang sebenarnya telah diperjuangkan sejak 28 Oktober 1928. Sebuah ciri bangsa yang berperan
dalam persatuan bangsa. Sebuah ciri bangsa yang diperlukan tatkala Indonesia mengalami
persoalan konflik internal. Ya, Indonesia telah melupakan bahasa Indonesia tatkala terlena dalam
kesuksesan dan masa depan cerah pariwisatanya sendiri !
2. Nasionalisme Bangsa dalam Pariwisata CAFTA
Fakta menunjukkan bahwa untuk kesiapan CAFTA industri pariwisata Indonesia hampir
segala-galanya mendewakan bahasa asing utamanya bahasa Inggris. Seluruh istilah-istilah baik
yang terdapat di industri perhotelan, maskapai penerbangan, biro perjalanan, hingga pertokoan
menggunakan bahasa asing. Padahal istilah-istilah tersebut memiliki padanan kata dalam bahasa
2
Indonesia. Lebih parahnya lagi, berdasarkan observasi penulis, pelaku pariwisata saat ini
berpendapat bahwa bangsa ini sudah tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia.
Artikel ini bermaksud untuk menyandingkan masa depan cerah pariwisata Indonesia
dalam menyambut CAFTA dengan upaya menunjukkan rasa nasionalisme bangsa kita. Artikel ini
berupaya mengajukan sebuah upaya konkret yang bertujuan utama untuk menumbuhkan kembali
semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Sebuah upaya yang terinspirasi dari nasionalisme kuat
negara-negara maju seperti Jepang, Perancis, Jerman, Spanyol, dan Italia. Sebuah upaya yang
juga mendatangkan keuntungan bukan hanya berupa persatuan dan kesatuan bangsa namun juga
berdampak besar kepada sektor ekonomi, politik, budaya, dan sosial. Sebuah upaya
mendwibahasakan bahasa pengantar pariwisata. Melakukan penggunaan dua bahasa yaitu bahasa
Indonesia ditambah bahasa asing lainnya. Sebuah upaya yang akan membawa kita menjadi
Indonesia. Sebuah upaya yang dapat mengukuhkan eksistensi bangsa-bangsa Asia Tenggara yang
mayoritas penduduknya berbahasa Indonesia dalam program CAFTA.
Tatkala ide ini ditanyakan oleh penulis kepada responden yang merupakan pelaku
pariwisata, respon kebanyakan dari mereka justru mengarah kepada nada pesimistis. Menurut
responden, oleh karena wisatawan adalah tamu yang harus disambut dengan ramah, maka sangat
mutlak harus menggunakan bahasa asing. Akan tetapi, jika kita menoleh pada industri pariwisata
di negara dengan pariwisata terbaik di dunia yaitu Perancis, mereka bahkan terlihat ‘memaksa’
wisatawan yang berkunjung ke negeri itu untuk belajar bahasa mereka terlebih dahulu. Mengapa
ketika mereka bisa melakukannya, kita tidak? Sesungguhnya, nasionalisme bangsa masih tetap
bisa kita pertahankan dalam dunia pariwisata sekalipun. Muncul dua buah pertanyaan utama
yang selanjutnya menjadi pembahasan dalam artikel ini. Pertama, keuntungan apa saja yang akan
diperoleh jika menjalankan dwi bahasa itu ketika bangsa ini menghadapi CAFTA ? Kedua, upaya
3
dan mekanisme seperti apa yang dilakukan dalam menjalankan dwi bahasa di industri pariwisata
yang melibatkan program CAFTA ?
3. Potensi Ekonomi Dwi Bahasa Pariwisata
Dwi bahasa adalah sebuah ide yang realistis sekaligus inovatif dalam menjalankan roda
pariwisata demi tetap terjaganya nasionalisme. Pada program CAFTA, nasionalisme kesebelas
negara tetap menjadi hal yang penting dilakukan atas nama eksistensi. Namun siapa sangka
dibalik misi menjaga nasionalisme, upaya dwi bahasa juga mendatangkan berbagai macam
keuntungan? Berikut adalah keuntungan yang akan diperoleh jika dwi bahasa direalisasikan di
dunia pariwisata Indonesia, keuntungan tambahan selain keuangan CAFTA.
Ekonomi Kreatif
Siapa sangka di balik upaya dwi bahasa yang sebelumnya ditanggapi dengan pesimistis
ternyata dapat mendatangkan keuntungan ekonomi? Jika dwi bahasa dijalankan dalam
roda pariwisata Indonesia, maka hal ini akan ‘memaksa’ wisatawan asing yang datang
untuk belajar bahasa Indonesia. Dengan adanya sikap ini, akan muncul sebuah usaha baru
berlandaskan ekonomi kreatif. Dengan banyaknya wisatawan yang belajar bahasa
Indonesia, maka akan makin banyak bermunculan kursus-kursus bahasa Indonesia yang
diperuntukkan untuk wisatawan asing. Para sarjana yang selama ini belum mendapatkan
pekerjaan akan berkesempatan untuk membuka kursus bahasa Indonesia sebab untuk
mengajarkan bahasa Indonesia tingkat dasar bagi wisatawan tentunya bukanlah hal yang
rumit. Jika kita mau meniru Perancis dengan tes DELF-nya, Indonesia bisa mewajibkan
tes UKBI (Uji Kompetensi Berbahasa Indonesia) bagi orang asing yang ke Indonesia,
sesuai dengan tingkatan nilai yang diperlukan. Dengan tes UKBI seperti ini, kita dapat
4
membayangkan bahwa bangsa Indonesia yang bekerja ke luar negeri mungkin tidak
hanya sebagai TKI Pembantu Rumah Tangga (PRT) semata, namun dapat menjadi guru
bahasa Indonesia! Negara pun akan mendapatkan devisa dari penyelenggaraan tes UKBI
di luar negeri. Akan tetapi, ada baiknya, untuk tahap awal tes UKBI diperuntukkan bagi
pekerja asing yang saat ini cukup banyak menghiasi roda pariwisata Indonesia.
Perkenalan Budaya
Salah satu alasan sikap pesimis tentang dwi bahasa adalah karena hal ini dapat
menghambat adanya pertukaran budaya dari Indonesia dengan budaya asing. Akan tetapi,
dengan adanya dwi bahasa, justru budaya bangsa kita malah lebih gampang
diperkenalkan. Bukankah istilah dalam budaya kita lebih banyak menggunakan bahasa
Indonesia? Bukankah budayawan Indonesia lebih cakap berbahasa Indonesia? Yang lebih
penting dari itu, jika kita tetap menggunakan bahasa Indonesia, maka bangsa lain akan
menganggap kita mencintai budaya kita sendiri. Bangsa asing tentu akan senang
mempelajari budaya kita jika kita yang terlebih dahulu mencintai budaya kita sendiri.
Satu lagi, ingat bahwa salah satu peran bahasa Indonesia adalah mempersatukan beribu
bahasa daerah yang ada di republik ini!
Kehidupan Bersosial
Salah satu masalah yang ada di bangsa ini adalah konflik sosial yang terjadi di daerahdaerah. Beberapa pendapat menyebutkan bahwa hal itu merupakan implikasi dari
keberagaman Indonesia. Pendapat ini tidak dapat disalahkan. Akan tetapi, kita telah
memiliki sebuah alat untuk mempersatukan keberagaman ini. Alat itu adalah bahasa
Indonesia. Bayangkan apa yang terjadi dengan kehidupan sosial Indonesia, jika bahasa
Indonesia punah hanya karena tekanan industri pariwisatanya?
5
Politik Luar Negeri
Pada era kepemimpinan Bung Karno, di awal pendirian republik ini, dapat kita ingat
bahwa bangsa Indonesia sangat disegani. Rahasia sang proklamator pada saat itu adalah
politik luar negerinya yang terkenal dengan nama politik mercusuar. Sebenarnya terdapat
sebuah nilai dalam politik mercusuar tersebut. Bung Karno mengajarkan Indonesia untuk
menghormati bangsanya sendiri. Bung Karno pada saat itu sangat bangga dengan
negerinya sendiri, terlebih-lebih pada bahasanya. Dengan mencintai identitas bangsa,
bangsa lain akan segan dengan kita. Lalu bagaimana dengan saat ini? Sangat terlihat kita
kurang mencintai bahasa kita sendiri. Dengan adanya dwi bahasa di pariwisata yang
melibatkan seluruh bangsa di dunia, kita akan dipandang sebagai bangsa yang teguh
dengan identitas sendiri. Rumpun yang sejenis dengan bahasa Indonesia juga digunakan
di Malaysia, Singapura, Brunei, bahkan Vietnam! Dengan kata lain, dengan dwi bahasa,
kita akan mengembalikan sebuah politik mercusuar Asia Tenggara. Dengan dwi bahasa
pariwisata kita tidak hanya menanamkan nasionalisme di negeri sendiri, namun juga
mengembalikan nama besar bangsa kita sebagai macan Asia. Ini sekaligus menjadi
keuntungan politis program CAFTA melalui sektor pariwisata.
Keuntungan yang akan diperoleh bangsa ini jika menerapkan dwi bahasa sudah
diuraikan. Ternyata keuntungan tidak hanya berdampak pada sektor pariwisata semata. Banyak
hal yang akan diperoleh bukan hanya semangat nasionalisme yang makin tumbuh, mulai dari
ekonomi kreatif hingga politik luar negeri juga akan mendapat efek yang positif. Akan tetapi,
upaya-upaya serta mekanisme sistem dwi bahasa telah ditunggu untuk merealisasikan program
dwi bahasa ini. Oleh karena beberapa negara maju telah menerapkan dwi bahasa dalam industri
pariwisatanya, ada baiknya kita juga mengadopsi mekanisme yang sama dari negara-negara
6
tersebut. Berikut adalah upaya yang harus dilakukan sekaligus bagaimana saja mekanisme proses
dwi bahasa di industri pariwisata Indonesia dalam menjalankan program CAFTA.
8 Perubahan Paradigma
Paradigma pelaku pariwisata saat ini masih sangat mengagung-agungkan bahasa asing.
Hal ini tidak boleh dibiarkan sebab pelaku pariwisata mengemban misi memperkenalkan
identitas bangsa pada tamu yang datang. Maka dari itu, langkah utama dalam dwi bahasa
ini adalah membangun paradigma. Sebuah paradigma bahwa bahasa Indonesia masih
berperan dalam industri pariwisata Indonesia. Paradigma ini dibuat bukan hanya oleh
pemerintah, namun juga harus dibantu oleh perusahaan layanan wisata serta serikat
pekerja itu sendiri. Upaya yang utama dilakukan dalam membangun paradigma itu
sendiri adalah mewajibkan calon karyawan pariwisata untuk juga menguasai bahasa
Indonesia selain bahasa asing. Dengan demikian akan muncul dengan sendirinya sebuah
paradigma dalam diri pelaku pariwisata, bahwa mencintai bahasa Indonesia sama atau
jauh lebih penting daripada menguasai banyak bahasa asing. Paradigma yang harus
dibangun juga adalah bahwa angka wisatawan tidak akan turun meskipun kita tetap
berdwibahasa kepada mereka.
8 Kewajiban Tes UKBI
Perancis adalah negara terbaik untuk urusan pariwisata di dunia. Namun bahasa Perancis
masih tetap eksis bahkan menjadi salah satu bahasa utama di dunia. Mengapa hal ini bisa
terjadi dengan beriringan? Alasan utamanya adalah karena Perancis ‘memaksa’ penduduk
dunia yang datang ke negaranya untuk belajar bahasa Perancis terlebih dahulu.
Bayangkan, hanya untuk berwisata saja kita diharuskan lolos tes DELF level A1. Upaya
ini dapat dilakukan di Indonesia jika ingin menjalankan dwi bahasa di sektor pariwisata.
7
Akan tetapi tentu sebagai tahap awal kita cukup memperlakukan tes UKBI (Uji
Kompetensi bahasa Indonesia) kepada pekerja asing yang akan ke Indonesia.
8 Dwi Bahasa Istilah Sarana Umum
Proses dwi bahasa secara mekanisme dapat kita awali dari sarana-sarana umum yang
menjadi “penyambut” wisatawan asing ketika datang ke Indonesia. Ada baiknya jika kita
menulis kata “Bandar Udara” di bawah kata “Airport”, “Toko” di bawah kata “Plaza atau
Mal”, “Taksi” di bawah kata “Taxi”, dan bahkan “Tempat Parkir” di bawah “Parking
Area”. Beberapa kata di atas hanyalah contoh semata sebab masih banyak kata-kata asing
yang sebenarnya memiliki padanan kata bahasa Indonesia terpampang pada sarana-sarana
umum. Tampaknya kita pun dapat meniru dwi bahasa yang sudah dilakukan oleh
Thailand. Di Thailand sendiri setiap istilah pariwisata menggunakan dwi bahasa. Hal ini
membuat paradigma orang asing di Thailand bahwa nasionalisme Thailand sangat kuat.
Hasilnya, malah angka wisatawan asing di Thailand masih di atas Indonesia!
8 Dwi Bahasa Salam Kedatangan
Salam kedatangan adalah kalimat ajaib bagi seorang tamu dan dikatakan dapat mengubah
segala pikiran tamu di kunjungannya. Ada baiknya dwi bahasa salam kedatangan tidak
hanya dilakukan di plang kedatangan. Selain meletakkan selamat datang (bahkan dengan
salam daerah) di atas kata welcome, yang jauh lebih penting adalah mengucapkannya
secara verbal. Pengucapan verbal tentu cukup dengan salam nasional (ditambah dengan
salam daerah bila perlu). Jika kita sangsi dengan hal ini, tengok saja sapaan orang Jepang
kepada wisatawannya.
8 Dwi Bahasa Brosur Pariwisata
8
Selama ini brosur pariwisata selalu dibuat dengan bahasa asing sekalipun isinya
menceritakan tentang bangsa kita sendiri. Sudah saatnya kita membuat terobosan dengan
dwi bahasa di brosur pariwisata itu sendiri. Untuk tahap awal kita boleh pesimis sebab
sang calon penyumbang devisa akan bingung dengan brosur kita. Akan tetapi, dengan
teknik pencantuman secara proporsional, akan muncul rasa ingin tahu secara naluriah dari
wisatawan tersebut. Tidak ada salahnya untuk mencoba terobosan ini demi eksistensi
bangsa kita, bukan?
8 Dwi Bahasa pada Konferensi Dunia
Ketika duta bangsa berpidato pada konferensi-konferensi dunia, mereka selalu
menggunakan bahasa asing, seakan-akan kita tidak memiliki identitas sendiri. Beberapa
pemimpin dunia negara lain malah tidak mau menggunakan bahasa asing dalam
berpidato. Kita tentu tidak bersikap sekaku itu, bukan? Maka dari itu, ada baiknya kita
mengajak mereka yang berpidato tadi untuk melakukan dwi bahasa dalam pidatonya.Kita
bisa mulai dalam konferensi yang berkaitan dengan CAFTA. Teknik dwi bahasa dalam
dunia konferensi tingkat internasional saat ini sudah dibantu dengan beragam alat
canggih. Sayang, banyak duta bangsa kita yang memilih untuk tidak menggunakannya.
8 Optimalisasi Grup Musik sebagai Promotor Pariwisata
Dalam proses dwi bahasa, jangan sekali-kali kita melupakan jasa grup musik Indonesia
yang setia berbahasa Indonesia dalam lantunan lagu ke tingkat dunia. Grup musik
Indonesia saat ini sudah merambah negara-negara lain alam pemasaran album-album
mereka. Grup musik seperti itu selama ini berperan memperkenalkan bahasa Indonesia
kepada penggemarnya di seluruh dunia. Akan lebih elok kiranya jika departemen
pariwisata menggunakan jasa grup musik sebagai pelopor dwi bahasa sekaligus
9
memperkenalkan bahasa Indonesia, tidak hanya di seputar bangsa-bangsa peserta
CAFTA, namun sekaligus seluruh dunia.
Keuntungan dari segi ekonomi hingga politik luar negeri serta nasionalisme bangsa dapat
kita peroleh lewat langkah-langkah dalam mendwibahasakan bahasa pariwisata Indonesia.
Mendwibahasakan bahasa pengantar pariwisata sekali lagi merupakan alternatif paling adil untuk
menyelamatkan bahasa Indonesia di tengah kesuksesan industri pariwisata kita. Langkah
mendwibahasakan bahasa pariwisata tidak hanya untuk menunjukkan identitas bangsa, tapi
sekaligus tidak mengesampingkan kelancaran perhubungan dengan orang-orang asing yang
akrab dengan bahasa internasional. Langkah ini sangat ideal untuk melestarikan bahasa
Indonesia sekaligus mengeksistensikan bangsa-bangsa Asia Tenggara di era globalisasi. Tidak
etis kiranya kita egois menyingkirkan bahasa-bahasa lain. Kita harus ingat bahwa penggunaan
bahasa bertujuan agar maksud yang kita sampaikan diterima oleh lawan bicara kita. Oleh karena
itu, dwi bahasa pariwisata harus dibarengi dengan sebuah etika komunikasi yang tepat.
Tentunya ide dwi bahasa pariwisata ini tidak akan berhasil tanpa bantuan pihak-pihak
terkait. Kepada para pelaku pariwisata sudah waktunya bagi mereka untuk membuang jauh-jauh
pandangan bahwa bahasa Indonesia adalah penyebab kemunduran pariwisata Indonesia. Sebab
sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan turunnya citra pariwisata suatu bangsa hanya
karena akibat penggunaan bahasa resmi suatu negara. Kepada pemerintah tentunya kita berharap
agar kesuksesan di industri pariwisata tidak diikuti dengan mengesampingkan rasa nasionalisme
kita. Dwi bahasa adalah sarana ampuh untuk membangun nasionalisme kita dalam kemajuan
sebuah industri pariwisata pada era CAFTA yang dimulai tahun ini. Sudah waktunya kita
melakukan dwibahasa pariwisata dalam trend CAFTA.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Wisatawan mancanegara. dalam www.indonesia.go.id.
Anonim. 2009. Pariwisata. dalam Wikipedia, id.wikipedia.org.
Hanafi, Hilaluddin. 2008. Peran Bahasa Indonesia dan Daerah. Jakarta : Laman Pusat Bahasa.
Rahardi, R. Kunjana. 2008. Tipisnya Nasionalisme Bahasa Indonesia. Radio Nederland
Wereldomroep edisi 20 Agustus 2008.
Saifuddin, Achmad Fedyani. 2006. Nasionalisme Ditinjau dari Akarnya. Jakarta : Himpunan
Psikologi IndonesiaWilayah DKI Jakarta Raya.
ABSTRAK
Artikel ini bermaksud untuk menyandingkan kesuksesan pariwisata di Indonesia dalam
menyongsong CAFTA dengan upaya menunjukkan rasa nasionalisme bangsa kita dengan
langkah dwi bahasa. Sebuah upaya yang terinspirasi dari nasionalisme kuat negara-negara
pariwisata maju seperti Perancis, Jerman, dan Italia. Sebuah upaya yang juga mendatangkan
keuntungan bukan hanya berupa persatuan dan kesatuan bangsa namun juga berdampak besar
kepada sektor ekonomi, politik, budaya, dan sosial baik bagi bangsa ini sekaligus bangsa-bangsa
Asia Tenggara. Dwibahasa bahasa pengantar pariwisata dilakukan dengan menggunakan dua
bahasa yaitu bahasa Indonesia ditambah bahasa asing lainnya. Sebuah upaya yang akan
membawa kita menjadi Indonesia. Keuntungan yang akan diperoleh jika dwi bahasa
direalisasikan di dunia pariwisata indonesia antara lain : ekonomi kreatif, perkenalan budaya,
kehidupan bersosial, dan politik luar negeri. Melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka,
maka upaya yang harus dilakukan sekaligus mekanisme proses dwi bahasa di industri pariwisata
Indonesia antara lain : perubahan paradigma, kewajiban tes UKBI, dwi bahasa istilah sarana
umum, dwi bahasa salam kedatangan, dwi bahasa brosur pariwisata, dwi bahasa pada konferensi
dunia, dan optimalisasi grup musik sebagai promtor pariwisata. Sudah saatnya dalam
menyongsong CAFTA, Indonesia menunjukkan eksistensi bangsa dengan dwi bahasa.
Penulis adalah mahasiswa semester 7
Program Studi Administrasi Perhotelan
Jurusan Manajemen Perhotelan Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali
11