KESADARAN KOLEKTIF DAN DINAMIKA SISTEM S

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kata sebuah pepatah, banyak orang itu lebih baik dari sedikit apatalagi satu
orang. Banyak orang mengindikasikan banyaknya tenaga, karena terhimpunya
beberapa kekuatan dari setiap orang. Terhimpunya beberapa pemikiran, solusi,
metode, alat dan energi. Dengan begitu semua kegiatan yang dikerjakan akan menjadi
ringan, efektif dan efisien. Itulah keuntungan besar dari kebersamaan.
Dalam kehidupan sosial, berkumpul dengan beberapa orang dari berbagai latar
belakang dan kultur yang berbeda sebagai akibat asimilasi dan akulturasi budaya.
Oleh karena itu, kehidupan sosial sebagai wujud kehidupan bersama harus terbangung
dari kehendak kolektif dalam bentuk kesepakatan sosial yang kemudian
dijewantahakan kedalam norma-norma sosial yang mengatur kehidupan bersama.
Regulasi moral ini sebagai aturan kolektif untuk menjaga tatanan kehidupan
kelompok masyarakat tersebut. Regulasi yang terbangun dari play stage (diri), game
stage (keluarga ) sampai pada sosial stage, sehingga integritas sosial yang terbangun

dari setiap individu menjadi lebih kuat. Ini akan berlangsung dengan baik dengan
adanya proses sosialisasi,


internalisasi, dan identifikasi yang dilakukan setiap

individu untuk memahami dan mengikatkan dirinya pada regulasi moral yang ada.
Ketaatan pada regulasi moral ini akan akan melahirkan integritas dan solidaritas sosial
yang mampu menyatukan dan menggerakan masyarakat.
1.2

Rumusan Masalah
1) Apa pengertian kesadaran kolektif dan dinamika sistem sosial budaya Indonesia?
2) Bagaimana bentuk kesadaran dan dinamika sosial budaya Indonesia dalam
pembangunan?

1.3

Tujuan Penulisan
1) Mengetahui pengertian dari kesadaran kolektif dan dinamika sistem sosial budaya
Indonesia.
2) Mengetahui bentuk kesadaran dan dinamika sosial budaya Indonesia dalam
pembangunan.


1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Kesadaran Kolektif dan Dinamika Sistem Sosial Budaya Indonesia
2.1.1

Kesadaran Kolektif
Durkheim (Abdullah & A. C., 1986) mendefinisikan kesadaran kolektif
sebagai berikut, yaitu seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang
kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang
tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan
kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama
dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadarankesadaran partikular.
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama , kesadaran
kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut
keseluruhan kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua , Durkheim memahami

kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu menciptakan fakta
sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan dari basis
material sebagaimana yang dikemukakan Marx. Ketiga , kesadaran kolektif
baru bisa terwujud melalui kesadaran-kesadaran individual. Kesadaran
kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan
bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak
tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa
masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian,
norma, dan kepercayaan bersama , lebih dari masyarakat modern.
Konsep atau elemen-elemen dasar dalam kesadaran kolektif:
a. Adanya perasaan dalam satu komunitas.
b. Adanya suatu kewajiban moral untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan.
Kedua konsep tersebut saling berkaitan, sumber moral adalah hat dan
kewajiban moral muncul karena adanya perasaan bersama, baik Weber,
Durkheim maupun Toennies sepakat bahwa didalam kesadaran kolektif,
mereka menekankan adanya perasaan bersama antar anggota atau kelompok
tersebut. Social current atau arus kelompok sewaktu mempunyai arti bahwa
kesadaran kolektif yang terdapat dalam diri seseorang hanya ada pada saat
2


orang itu berkumpul tapi apabila orang tersebut keluar dari kelompok itu maka
hilanglah kesadaran kolektif yang ada pada diri orang tersebut.
2.1.2 Sistem Sosial Budaya Indonesia
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sistem
sosial budaya Indonesia sebenarnya telah tercermin. Tersirat sebagaimana
terdapat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan pokok-pokok pikiran
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa “Undang-Undang
Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur
dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur”.
Pada pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, antara lain disebutkan
dalam pasal 27 ayat (2), yang menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemnusiaan. Pasal ini
memancarkan atas keadilan social dan kerakyatan. Pasal 28 menyatakan
bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 29 ayat
(1) menyatakan bahwa Negara berdasar ketuhanan yang Maha Esa. Pasal 29
ayat (2) menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk
untuk memelukan agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama

dan kepercayaan. Pasal 31 ayat (1) menetapkan bahwa setiap warga Negara
berhak mendapat pendidikan. Pasal 31 ayat (3) mewajibkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur oleh Undnag-Undang. Pasal 37
menetapkan agar pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia
ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dan
memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 memberikan rumusan tentang
kebudayaan bangsa sebagai berikut: kebudayaan yang timbul sebagai buah
usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya, termasuk kebudayaan lama dan
asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di
seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan nasional. Usaha kebudayaan
harus menuju kearah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak
3

menolak

bahan-bahan


baru

dari

kebudayaan

asing

yang

dapat

memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Pasal 34 mengatur fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Pasal 36
menetapkan bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dalam penjelasan UndangUndang dasar 1945, bahasa daerah akan tetap dihormati dan dipelihara oleh
Negara.
2.2

Perkembangan Manusia di Indonesia

Layaknya kelompok sosial lain, masyarakat Indonesia merupakan sekumpulan
entitas yang tindakan, nilai, dan kebiasaannya dibentuk oleh sebuah sistem yang
tercipta dari pengaruh historis serta berbagai kondisi sosial politik. Dalam hal itu,
sistem sosial masyarakat Indonesia memiliki dimensi horizontal dan vertikal yang
secara tidak langsung dipengaruhi oleh legasi kolonialisme sejak masa HindiaBelanda. Secara horizontal, sistem sosial tersebut ditandai oleh adanya kesatuankesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, ras, kepercayaan, adat, serta
kedaerahan

(Nasikun,

1995).

Furnivall

(dalam

Nasikun,

1995:

29)


juga

menggambarkan pluralitas masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda sebagai
kelompok yang terdiri atas elemen-elemen yang hidup secara terpisah dan tanpa
adanya pembauran teratur dalam sebuah kesatuan dengan tidak adanya kehendak
bersama (common will), di mana pihak yang berkuasa atau berpengaruh ditentukan
oleh ras. Bangsa Indonesia asli atau pribumi, justru menempati tingkatan terendah
dalam hierarki tersebut, di bawah bangsa Eropa atau barat, dan bangsa Tionghoa.
Begitu pula dengan kepercayaan di Indonesia yang dipengaruhi oleh adat setempat,
seperti “kejawen” dan sebagainya juga meningkatkan kemajemukan bangsa tersebut.
Sedangkan secara vertikal, sistem sosial Indonesia ditandai oleh kesenjangan yang
cukup tajam antara lapisan “atas” dan “bawah” dalam kehidupan ekonomi. Oleh
karena penggolongan masyarakat terjadi di atas perbedaan ras, maka pola dan
kepemilikan produksi pun terbagi atas perbedaan ras pula, seperti orang Belanda
dalam bidang perkebunan, penduduk pribumi dalam bidang pertanian, dan orang
Tionghoa sebagai pemasaran perantara di antara keduanya (Nasikun, 1995: 31).
2.3

Perkembangan Sosial Budaya di Indonesia

Posisi Indonesia terletak di persimpangan dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan
dua benua (Asia dan Australia) yang sejak dahulu merupakan daerah perlintasan dan
pertemuan berbagai macam agama dan ideologi serta kebudayaan. Dalam kondisi
4

demikian, maka terdapat lima lapisan perkembangan sosial budaya Indonesia
(Ranjabar, 2006).
a. Lapisan sosial budaya lama dan asli
b. Lapisan keagamaan dan kebudayaan yang berasal dari India
c. Lapisan yang datang dengan agama Islam tersebar luas diwilayah Indonesia
d. Lapisan yang datang dari barat yang bersamaan dengan agama Kristen
e. Lapisan kebudayaan Indonesia yang di mulai timbulnya kesadaran sebagai
bangsa
2.4

Perkembagan Kebudayaan Indonesia
Unsur sejarah yang menentukan perkembangan kebudayaan Indoneia terbagi
dalam lima lapisan (Alisjahbana, 1982):
a. Kebudayaan Indonesia asli
b. Kebudayaan India

c. Kebudayaan Islam
d. Kebudayaan Modern
e. Kebuayaan Bhinneka Tunggal Ika

2.5

Nilai Sosial Budaya Indonesia
Nilai adalah gabungan dari semua unsur kebudayaan yang dianggap baik atua
buruk dalam suatu masyarakat. Beberapa nilai budaya yang cenderung memengaruhi
tingkat sosial budaya bangsa, disebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Budaya santai sebagai akibat pengaruh alam dan lingkungan tidak mendorong
terwujudnya etos kerja yang menghargai waktu, ketelitian, ketekunan, kesabaran
dalam usaha, dan ketabahan dalam mengalami kesulitan.
b. Daya serap dan persepsi warga masyarakat terhadap budaya asing yang tingkat
kemajuannya menunjukan dorongan bagi masyarakat.
c. Kecenderungan tetap mempertahankan nilai budaya feudal.
d. Nilai budya yang meninggikan orang lain atas dasar senioritas atau pangkat.

2.6


Manusia, Nilai Tradisional, dan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan
2.6.1 Norma Lama/Hukum Adat sebagai Mekanisme Kontrol
Norma lama/hukum adat terdapat di mana-mana, ini merupakan
kekayaan yang tidak dapat ternilai harganya. Norma lama/hukum adat yang
tinggi mencerminkan bahwa masyarakat kita telah berbudaya dan beradab.
Hasil budaya dan peradaban ini perlu dilestarikan sehingga akan memberikan
kemanfaatan bagi masyarakat. Ia perlu dipelihara sesuai situasi dan kondisi
5

serta perubahan keadaan yang berkembang. Oleh sebab itu, kita semua tanpa
terkecuali wajib dan harus membia, memelihara, dan mengembangkan norma
lama/hukum adat agar ia tetap hidup dan semakin maju di tengah-tengah
masyarakat.
2.6.2 Pelestarian Norma Lama/Hukum Adat
Pelestarian sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan atau yang
dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan tujuan
tertentu yang mencerminka adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat
dinamis, luwes, dan selektif (Widjaja, 1986). Kelestarian alam lingkungan
dapat dipertahankan apabila masyarakat menyadari bahwa alam lingkungan
tersebut bermanfaat baginya. Hubungan kehidupan ini tidak boleh ada
gangguan atau benturan, karena bila ada gangguan dan benturan, maka akan
merugikan hidup dan kehidupan.
2.6.3 Lingkungan Hidup
Manusia dapat menikmati segala isi alam yang ada di lingkugannya.
Kelestarian apa yang telah kita nikmati ini dapat dipertahankan apabila
manusia menyadari bahwa makhluk hidup yang lainnya bukan berdiri sendiri,
tetapi adalah unsur-unsur yang merupakan bagian dari sistem alam ini yag
diciptakan Tuhan Yang Maha Esa, satu sama lain berubungan sesuai dengan
fungsi dan peranan dalam sistem organisme.
Pemanfaatan sumber daya alam harus berlandaskan pada kesadaran
kelestarian lingkungan hidup (ekosistem). Kelestarian lingkungan hidup
berarti manusia dapat memanfaatkan amal dan lingkungan hidup haruslah
bersifat membangun, tidak merusak. Di sinilah letak pembinaan kesadaran
masyarakat melalui norma lama/hukum adat terhadap kelestarian ligkungan
hidup (Widjaja, 1986).
2.7

Pembangunan Nasional: Lingkungan Sosial dan Kebudayaan Indonesia
2.7.1 Budaya dan Rekayasa Tata Kelakuan Masyarakat
Kebudayaan pada hakikatnya ialah rekayasa warga masyarakat
pendukung budaya tersebut dalam menciptakan, menata, dan melaksanakan
tingkah laku yang disepakati bersama guna menjalankan kehidupan ini. Bagi
warga masyarakat pendukung suatu budaya tertentu cenderung makin lama
seseorang dalam budaya tersebut maka makin tak mudah meninggalkan
perilakunya yang sudah menjadi tradisi kehidupan mereka. Budaya juga bisa
6

merupakan sejumlah strategi atau cara-cara berlaku atau bertindak tertentu
dalam menghadapi lingkungan hidup suatu kelompok masyarakat. Dengan
demikian, budaya ialah peuang daulistik bagi seseorang dalam berlaku, tetapi
juga menjadi kendala dan pengikat dalam kelompk serta masyarakatnya
tampak sejalan dengan hakikat dua sisi menyatu hidup manusia, yaitu
keinginan bebas dan kehendak terikat yang tak terpisahkan itu (Garna, 1996).
Dalam rangka kesatuan nasional, maka pembangunan itu harus dilihat
sebagai rekayasa kebudayaan yang berlaku pada tahap lokal, regional, dan
nasional, rekaannya itu yaitu menumpu kepada program-program yang
direncanakan dan dilaksanakan dalam perilaku organisasi pembangunan
tersebut.
2.7.2 Pembangunan Sosial: Meningkatkan Kualitas Manusia
Pembangunan sosial dalam lingkungan pembangunan nasional
meliputi program yang langsung, seperti kependudukan, pendidikan dan
kesejahteraan sosial, sedangkan yang tidak langsung adalah dampak dari
program-program pembangunan lainnya. Pembangunan sosial dalam sistem
desentralisasi saat memiliki tanggung jawab yang berarti karena harus
memapankan pencapaian dari hasil pembangunan sebelumya dan menyiapkan
derajat kualitas manusia Indonesia tertentu yang siap melanjutkan proses
pembangunan tersebut.

7

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Pelaksanaan pembangunan nasional akan dapat dikatakan berhasil baik
apabila dilandasi terlebih dahulu oleh pembangunan di bidang sosial budaya,
termasuk penyusunan dan pembentukan sistemnya, karena dibidang inilah
ditentukan pembentukan manusia sebagai pelaksana pembangunan.Hal ini
penting karena bagaimanapun juga baiknya suatu rencana dan program
pembangunan, hasilnya akan banyak bergantung kepada kualitas manusianya.
Karena itu, diperlukan pembangunan sistem sosial budaya yang bertujuan untuk
membina mental, sikap hidup dan sikap budaya Indonesia, baik kedudukannya
sebagai individu maupun sebagai bangsa yang yakin akan kebenaran pancasila,
sehingga

mampu

dihadapkan

kepada

tuntutan

pembangunan

beserta

permasalahannya dalam lingkungan yang dinamis dan tuntutan kemajuan global
3.2

Saran
Disarankan kepada pembaca, agar mencari lebih banyak informasi
mengenai kesadaran kolektif dan dinamika sosial budaya Indonesia dalam
pembangunan dari berbagai sumber.

8

Daftar Pustaka
A. W. Widjaja. 1986. Komunikasi : Komunikasi dan hubungan Masyarakat. Jakarta: Bina
Abdullah, Taufik & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986)
Alisyahbana, S. Takdir, dkk. 1982. Proses Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya
Mengarang. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. (1995). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia: Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia
Indonesia.

9