Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Terapi Antiretroviral (ARV) pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

  Immune Deficiency Syndrome)

  2.1.1. Definisi HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus

  RNA, yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai molekul pembawa genetik. Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki enzim reverse

  transcriptase, yaitu enzim yang memungkinkan virus

  merubah informasi genetika yang berbeda dalam RNA ke dalam bentuk DNA. Perubahan tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetik sel limfosit yang diserang dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk menggandakan dirinya menjadi virus yang memiliki ciri-ciri HIV (Depkes, 2006).

  Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

  merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV). HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Depkes, 2006).

  2.1.2. Klaifikasi klinis Terdapat 4 stadium klinis HIV/AIDS pada orang dewasa yang diklasifikasikan oleh WHO yaitu :

Tabel 2.1. Klasifikasi Stadium Klinis HIV/AIDS Pada

  Orang Dewasa Stadium Gambaran Klinis

  1. Asimptomastik

  I

  2. Limfadenopati generalisata presisten

  1. Berat badan menurun < 10%

  2. Kelainan kulit dari mukosa yang ringan seperti dermatiis

  II

  3. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

  4. Infeksi saluran bagian atas seperti sinusitis bakterialis

  1. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

  2. Kandidiasis orofaringeal

  3. Oral hairy leukoplakia

  III

  4. TB paru dalam tahun terakhir

  5. Infeksi bakteri yang berat seperti pneumonia

  1. HIV wasting syndrome

  IV

  2. Pneumonia pneumocystis carini

  3. Toksoplasmosis otak

  4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan

  5. Kriptokokosis ekstrapulmonal

  6. Retinitis virus citomegalo

  7. Herpes simpleks mukokutan > 1 bulan

  8. Leukoenseflalopati multifocal Progresif

  9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis

  10. Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus dan paru

  11. Mikobakteriosis atipikal diseminata

  12. Septikima salmonelosis non tifoid

  13. Limfoma

  14. Sarkoma kaposi

  15. Ensefalopati HIV

  Sumber : Pedoman Nasional Pedoman Perawatan Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Dirjen Pemberatasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan R.I 2011.

  Keterangan tabel mengenai gangguan klinis lain yang diakibatkan oleh HIV adalah: a. HIV Wasting Syndrome

  Berat badan turun lebih dari 10% ditambah diare kronis lebih dari 1 bulan atau demam lebih dari 1 bulan yang tidak disebabkan oleh penyakit lain.

  b. Ensefalopati HIV Gangguan kognitif dan atau fungsi motorik yang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan bertambah buruk dalam beberapa minggu atau bulan yang tidak disertai penyakit penyerta lain

  2.2.1. Definisi Terapi ARV berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Obat ini biasanya disebut sebagai obat

  ARV karena HIV yang merupakan rotavirus. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun dapat memperlambat pertumbuhan virus (Spiritia, 2009).

  Untuk memulai terapi ARV terdapat beberapa hal yang dipertimbangkan yaitu jumlah CD4, gejala yang muncul, dan kesiapan untuk menjalani terapi. Berdasarkan pedoman nasional yang berlaku saat mulai terapi ARV pada ODHA dewasa dalam hal tidak tersedia pemeriksaan CD4 maka penentuan mulai terapi ARV adalah didasarkan pada penilaian klinis sedangkan jika tersedia pemeriksaan CD4 penentuan mulai terapi digambarkan pada tabel berikut :

Tabel 2.2. Saat Mulai Terapi Pada ODHA Dewasa

  Apapun stadium klinis

  Mulai terapi

  Berapapun jumlah sel CD4

  Apapun stadium klinis

  Mulai terapi Ibu Hamil

  Berapapun jumlah sel CD4

  Apapun stadium klinis

  Hepatitis B Kronik aktif

  Mulai terapi Pasien dengan ko- infeksi

  Berapapun jumlah sel CD4

  Mulai terapi Pasien dengan ko- infeksi TB

  Target Populasi

  Berapapun jumlah sel CD4

  Mulai terapi Stadium klinis 3 dan 4

  CD4 setiap 6- 12 bulan <350 sel/mm3

  Monitor gejala klinis dan jumlah sel

  >350 sel/mm3 Belum mulai terapi.

  Stadium klinis 1 dan 2

  Rekomendasi ODHA dewasa

  Jumlah sel CD4

  Stadium Klinis

  

Sumber : Pedoman Nasional Pedoman Perawatan Dukungan dan Pengobatan

bagi ODHA. Dirjen Pemberatasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan R.I 2011.

  Dalam pemberian ARV terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan diantaranya (Kemenkes R.I.,2011):

  a. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam dosis terapeutik.

  Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat.

  b. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses pelayanan ARV c. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen logistik yang baik

  2.2.2. Klasifikasi obat Antiretroviral ARV tidak dapat membunuh HIV, tetapi setiap golongan obat ini dapat menghambat penggandaan virus dengan cara tertentu. Beberapa golongan ARV diantaranya adalah (Spiritia, 2009) :

  1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI) Golongan obat ini menghalangi penciptaan DNA virus dari RNA dengan membuat sel tiruan yang mengganggu proses ini. Berikut beberapa nama generik dari obat ARV jenis NRTI:

   Zidovudine (AZT, ZDV)

   Didanosine (ddl)  Zalcitabine (ddC)  Stavudine (d4T)  Lamivudine (3TC)

  2. Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

  (NNRTI)

  Jenis ARV ini memiliki peran yang sama dengan NRTI namun dengan cara mengikat pada enzim reverse

  transcriptase dan menghalangi kegiatannya. Bebeapa

  nama obat dari golongan NNRTI diantaranya:  Nevirapine (NVP)  Delavirdine (DLV)  Efavirenz (EFV)  Etravirine (ETV)

  3. Protease Inhibitors (PI) Golongan ARV ini menghalangi kegiatan protease, sebuah enzim yang memotong rantai protein HIV menjadi protein tertentu yang diperlukan untuk merakit tiruan virus yang baru. Beberapa nama obat golongan

  protease inhibitors:

   Saquinavir (SQV)  Ritonavir (RTV)  Indinavir (IDV)

   Nelfinavir (NFV)  Amprenavir (APV) Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah (Kemenkes R.I.,2011) :

  2.2.3. Mekanisme kerja ARV Sebagian besar obat-obatan ARV yang beredar saat ini bekerja berdasarkan siklus replikasi HIV dimana setiap jenis ARV memiliki target yang berbeda pada siklus replikasi HIV yaitu :  Entry (saat masuk)

  HIV masuk ke dalam sel T untuk dapat memulai kerjanya yang merusak. Mula-mula HIV mendekatkan diri pada sel, kemudian menyatukan membran luarnya dengan membran luar sel. Enzim

  reversetrascriptasedapat dihalangi oleh obat

  Zidovidine (AZT,ZDV), Zalcitabine(ddC), Lamivudine(3TC), dan Stavudine (D4T).  Early replication

  Sifat dari HIV adalah mengambil alih mesin genetik sel T. Setelah bergabung dengan sebuah sel, HIV

  2 NRTI + 1 NNRTI menaburkan bahan-bahan genetikanya ke dalam sel. Namun kode genetika tersebut tertulis dalam bentuk RNA sehingga dengan adanya enzim

  reversetrascriptase, kode genetika dalam RNA dapat

  disalin ke dalam DNA. Obat Nucleose RT inhibitors

  (Nukes) menyebabkan terbentuknya enzim reversetrascriptaseyang cacat. Golongan non- nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk

  mengikat enzim reversetrascriptasesehingga membuat enzim tersebut menjadi tidak berfungsi.  Late replication

  HIV menggunting sel DNA untuk kemudian memasukan DNA-nya sendiri ke dalam guntingan tersebut untuk menyambung kembali helaian DNA tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim integrase, maka obat integraseinhibitors diperlukan untuk menghalangi penyambungan ini.  Assembly (perakitan/penyatuan). Begitu HIV mengambil alih bahan-bahan genetik sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai potongan sebagai bahan yang membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong dalam ukuran yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada fase ini, obat jenis Protease Inhibitors diperlukan untuk menghalangi terjadinya penyambungan ini (Nursalam, 2011).

  2.3. Penatalaksanaan HIV Reaktif

  Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam penatalaksanaan HIV reaktif diantaranya sebagai berikut (Nurarif, 2013) :

  1. Memberikan pendidikan kepada keluarga dan pasien tentang bahaya penularan dan perawatan pasien

  2. Menganjurkan untuk tidak mendonorkan darah dan organ

  3. Menggunakan kondom lateks dengan pelumas yang larut dalam air dan mengandung spermisida nonoxynol-9

  4. Tidak menggunakan jarum suntik, pisau cukur, sikat gigi, atau barang-barang yang terkontaminasi darah, bersama dengan orang lain.

  5. Menganjurkan keluarga ikut serta dalam memberikan dukungan kepada penderita dan memberikan asupan nutrisi.

  2.4. Kepatuhan

  2.4.1. Definisi Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata “patuh” yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam

  Niven (2002), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan.

  Untuk menjalani suatu terapi, kepatuhan atau

  adherence merupakan suatu keadaan dimana pasien

  mematuhi pengobatan atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya mematuhi perintah dokter. Hal tersebut penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.

  2.4.2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Niven (2002) : 1) Penderita atau Individu

  a) Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya. b) Keyakinan Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh terhadap keyakinan akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.

  2) Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat dipisahkan.

  Penderita akan merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan dari keluarganya.

  Karena dengan dukungan keluarga tersebut akan menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi dan mengelola penyakitnya dengan baik, serta penderita mau menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengolahan penyakitnya.

  3) Dukungan Petugas Kesehatan Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan.

  Dukungan mereka terutama berguna pada pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatan.

  2.4.2.1. Bentuk Dukungan Keluarga Keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan (Friedman, 2010) yaitu :

  1. Dukungan Penilaian Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.

  Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.

  2. Dukungan Instrumental Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support

  material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis.

  Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

  3. Dukungan Informasional Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, penghargaan, saran, atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyadiakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

  4. Dukungan Emosional Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

  2.4.2.2. Pelayanan Kesehatan Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Levey dan Loomba, pelayanan kesehatan merupakan bentuk upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama- sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah, menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perorangan, kelompok dan masyarakat.

  Agar pelayanan mencapai tujuan yang diinginkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi diantaranya:

  1. Tersedia dan berkesinambungan (available &

  continuous)

  Pelayanan tersebut harus tersedia di masyarakat

  (available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya semua jenis pelayanan

  kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mudah dicapai oleh masyarakat.

  2. Mudah dijangkau(affordable) Pengertian keterjangkauan di sini terutama dari sudut jarak dan biaya. Untuk mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat diupayakan pendekatan sarana pelayanan kesehatan dan biaya kesehatan diharapkan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

  3. Bermutu(quality) Mutu yang dimaksud adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

  2.4.3. Hubungan Kepatuhan ODHA dengan Keberhasilan Terapi Antiretroviral

  Dalam hubungannya dengan terapi ARV pada ODHA, kepatuhan digambarkan sebagai kondisi dimana pasien berperan lebih aktif mengikuti pengobatan dan berkomitmen untuk mengikuti pengobatan yang diberikan sebaik mungkin.

  Kepatuhan pada pasien menurut Sackett (1976) dalam (Notoatmodjo, 2005) adalah Sejauh mana perilaku individu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

  Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan.

  Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi ARV. Oleh karena itu pencapaian supresi virologis yang baik membutuhkan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi (Kemenkes R.I., 2011)

  Keberhasilan terapi dapat dilihat dari tanda-tanda klinis pasien yang membaik setelah terapi, salah satunya infeksi oppurtunistik tidak terjadi. Ukuran jumlah sel CD4+ menjadi prediktor terkuat terjadinya komplikasi HIV. Jumlah CD4+ yang menurun diasosiasikan sebagai perbaikan yang lambat dalam terapi, meski pada kenyataannya pasien yang memulai terapi pada saat CD4+ rendah, akan menunjukkan perbaikan yang lambat.

  Namun jumlah CD4+ di bawah 100 sel/mm3 menunjukkan resiko yang signifikan untuk terjadinya penyakit HIV yang progresif. Maka, kegagalan imunologik dikatakan terjadi jika jumlah CD4+ kurang dari angka tersebut.

  Pengobatan dikatakan sukses secara virulogik jika tingkat RNA plasma HIV-1 berada di bawah 400 kopi/ml atau 50 kopi/ml setelah 6 bulan terapi. Jika gagal, maka dapat dipertimbangkan untuk mengganti regimen atau masuk ke terapi lini kedua(Zubari Djoerban, 2006).

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Sraten

0 0 96

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia dengan Metode Team Games Tournament Berbantuan Media Kartu Kata

0 0 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan I

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Pengaruh antara Penerapan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Model Think Pair and Share terhadap Hasil Belajar Muatan IPA pada Siswa Kelas 4 Se

0 0 95