KEHIDUPAN PESANTREN DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY ( KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA )

KEHIDUPAN PESANTREN DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY ( KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA )

Disusun oleh:

Ana Fitria Vivi S.

X 1206023

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

commit to user

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 4 Juli 2011

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Suyitno, M. Pd. Dr. Nugraheni Eko W. S.S,.M.Hum

NIP 19520122198003 1 001 NIP 1970716200212 2 001

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari

Tim Penguji Skripsi Nama Terang

Tanda Tangan

1. Ketua

: Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd

_____________

2. Sekretaris : Sri Hastuti, S.S, M. Pd. _____________

3. Anggota I : Drs. Suyitno, M. Pd. _____________

4. Anggota II : Dr. Nugraheni Eko W. S.S,.M.Hum _____________

Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 198702 1 001

commit to user

ABSTRAK

Ana Fitria Vivi Suhartina. X1206023. KEHIDUPAN PESANTREN DALAM NOVEL GENI JORA KARYA ABIDAH EL KHALIEQY (KAJIAN

SOSIOLOGI SASTRA). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Aspek sosial budaya pesantren dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy; (2) Tanggapan pembaca terhadap novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.

Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari novel Geni Jora karya Abidah El Khaliqy, wawancara dengan Dosen bahasa dan sastra indonesia serta pembaca yaitu mahasiswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara atau percakapan. Data objektif diperoleh dari novel novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy, data afektif diperoleh dari hasil wawancara dengan pembaca tentang novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy. Validitas data diperoleh melalui trianggulasi sumber data dan trianggulasi metode. Trianggulasi sumber data dengan mengumpulkan data yang sama dengan tujuan untuk memberikan kebenaran dan memperoleh kepercayaan terhadap data yang diperoleh dari sumber yang berbeda, serta trianggulasi metode digunakan untuk mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan berbagai metode yang berbeda yaitu melalui wawancara. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis Interaktif yang meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Aspek sosial budaya pesantren dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy yaitu: (a) Kedudukan Pondok Pesantren dalam Novel Geni Jora , (b) Kedudukan Kyai sebagai Pembawa Nilai Sosial Budaya dalam Novel Geni Jora , (c) Masjid dan Masyarakat Pesantren dalam Novel Geni Jora , (d) Santri, Kyai, dan Pondok Pesantren dalam Novel Geni Jora (2) Tanggapan pembaca terhadap novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy adalah selain menceritakan tentang feminisme, novel ini juga banyak mengandung nilai- nilai agama khususnya agama islam karena dalam novel ini settingnya ada di Pesantren.

commit to user

Ana Fitria Vivi Suhartina. X1206023. PESANTREN LIFE IN THE NOVEL GENI JORA BY ABIDAH EL KHALIEQY (A LITERARY SOCIOLOGICAL

STUDY). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Surakarta Sebelas Maret University, July 2011.

This research aims to describe: (1) social cultural aspect of pesantren in the novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy; (2) readers’ respond to novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy.

This study belongs to a descriptive qualitative, using literary sociological approach. The data obtained by the writer derived from the novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy, interview with the Indonesian language and letter lecturer as well as the reader namely the students. The sampling technique used was purposive sampling technique. The data collecting in this research was done using interview or conversation technique. The objective data was obtained from the novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy, affective data was obtained from the result interview with the readers about the novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy. The data validation was done using data source and method triangulations. The data source triangulation was done by collecting the same data in the objective of providing truth and to obtain trust in the data obtained from the different source, as well as method triangulation was done to collect the similar data using various different method, through interview. Technique of analyzing data used was interactive analysis one including: data reduction, data display, and conclusion drawing.

The conclusions of research are: (1) Social cultural aspect of pesantren in the novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy includes: (a) the position of Pondok Pesantren in novel Geni Jora, (b) the position of Kyai as the bearer of social cultural values in the novel Geni Jora, (c) Mosque and Pesantren Community in novel Geni Jora, (d) Santri, Kyai, and Pondok Pesantren in novel Geni Jora. (2) the readers’ respond to the novel novel Geni Jora By Abidah El Khalieqy is that in addition to telling about feminism, this novel also contains much religious values particularly Islam religion because the setting of novel is in Pesantren.

commit to user

Kemenangan kita bukan karena tidak pernah jatuh, namun kita berani bangkit setiap kita jatuh (oliver Goldmith) Mungkin kita dapat belajar senyum dari bunga, belajar kuat dari elang, kesetiaan

dari merpati, ketertiban dan kekompakan dari lebah, dan kerja keras dari semut. Jika kamu tidak mengajari dirimu sendiri untuk mencari setiap kesempatan melakukan kebaikan, maka setidaknya jangan sampai melepaskan kesempatan itu jika kamu melihatnya. Kesabaran adalah sebuah anugrah yang tak ternilai harganya dari sang Maha Kuasa, dan kesabaran seseorang bukan diukur dari seberapa lama orang itu menunggu, melainkan seberapa gentar usahanya untuk menghadapi rintangan meraih kesuksesan, dengan kesabaran pula kita bisa belajar banyak hal tentang romantika kehidupan.

commit to user

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Ibu-Bapak terkasih di rumah, anugerah terbesar yang dihadiahkan Allah SWT

2. Si mbok Rah; Simbahku tersayang yang membuatku merasa menjadi cucu tersayangnya.

3. Dik Riva tersayang; semangat yang selalu menyala dan membuatku menjadi kakak yang merasa dicinta.

4. Dwi; suamiku tercinta yang selalu memberiku dukungan dan cinta kasih.

5. Rasya; putra pertamaku yang selalu memberiku semangat dan kesempurnaan hidup.

6. Afni, Yulian, Eni, Yuli, Asih, Shiro, Trimbil dan Dyas; sahabat kehidupanku.

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini;

3. Dr. Andayani, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini;

4. Drs. Suyitno, M. Pd., dan Dr. Nugraheni Eko W. S.S,.M.Hum., selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini;

5. Drs. Yant Mujiyanto, M.Pd., selaku Pembimbing Akademis yang membimbing dengan penuh kesabaran dan keikhlasan;

6. Bapak/ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan beragam ilmu yang bermanfaat bagi penulis;

7. Keluarga besarku yang memberikan keceriaan bagi hidupku;

8. Saudara-saudaraku yang jauh maupun yang dekat yang selalu memberikan doa, semangat, dan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; dan

9. Kawan-kawanku Bastind angkatan 2006.

commit to user

kebaikan semua pihak tersebut dapat imbalan dari Allah SWT. Amin.

Surakarta, 4 Juli 2011

Penulis

commit to user

A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................... 60

B. Pendekatan Penelitian ................................................................ 60

C. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 61

D. Teknik Sampling ........................................................................ 62

E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 62

F. Validitas Data ............................................................................ 63

G. Teknik Analisis Data ................................................................. 64

H. Prosedur Penelitian .................................................................... 66 BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian……………………………………….. ........... 68

B. Pembahasan…………………………………………... ........... 91 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan ................................................................................... 95

B. Implikasi ................................................................................... 99

C. Saran ......................................................................................... 101 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………….. 102

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah Pesantren, Madrasah, dan Santri di Jawa ........................................ 47

1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ............................................. 60

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Alur Kerangka berpikir ................................................................................ 59

2. Komponen- komponen Analisis Data Model Interaktif ............................... 65 3Skema Prosedur Penelitian ............................................................................. 67

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sinopsis Novel ............................................................................................ 103

2. Biografi Pengarang ...................................................................................... 104

3. Hasil Wawancara dengan Penulis ............................................................... 107

4. Hasil Wawancara dengan Sasatrawan ......................................................... 110

5. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa ........................................................ . 114

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain itu, sastra juga merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya dari pada fiksi (Wellek dan Warren, 1993:3-11). Sebuah karya sastra mencerminkan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, sesama manusia, dan dengan Tuhannya. Walaupun berupa khayalan, bukan berarti karya sastra merupakan khayalan saja, melainkan penghayatan dan perenungan yang dilakukan dengan penuh kesadaran.

Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dari segi kreativitas sebagai karya seni. Sebagai hasil imajinatif, karya sastra berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan dan berguna menambah pengalaman batin pembacanya. Membicarakan sastra yang bersifat imajinatif, berhadapan dengan tiga jenis genre sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Prosa dalam pengertian kesastraan juga disebut fiksi, teks naratif, atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini adalah cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan karena fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000:2).

Karya fiksi adalah salah satu hasil dari karya sastra. Karya fiksi sering disebut sebagai cerita rekaan. Fiksi dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran dan mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia. (Burhan Nurgiyantoro, 1994: 2)

Pengarang menciptakan karya sastra memang untuk dinikmati, dipahami, serta dimanfaatkan oleh masyarakat (pembaca) dengan mengambil nilai-nilai penting dalam karya sastra tersebut. Karya sastra merupakan ide, buah pikiran, sikap dan perasaan pengarang terhadap kehidupan yang merupakan sebuah bentuk akibat dari suatu persoalan yang muncul dalam diri pengarang ataupun dalam suatu masyarakat dimana ia berada. Disini karya sastra menyumbangkan tata nilai

commit to user

sastra dengan masyarakat. Pada kenyataannya sastra juga mampu memberikan manfaat berupa nilai-nilai moral bagi pembacanya. Sastra selalu menampilkan gambaran kisah sebuah perjalanan hidup manusia sedangkan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan tersebut akan mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang yang ada di lingkungannya, serta hubungan antarmanusia dengan peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.

Karya sastra merupakan potret dari kehidupan zaman karya sastra itu dilahirkan, yang dapat dibaca dan dapat dinikmati dalam kurun waktu yang berbeda. Di samping itu, karya sastra juga mampu mengungkapkan corak budaya dan tradisi yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri. Karya sastra tidak saja lahir dari fenomena-fenomena kehidupan lugas, tetapi juga kesadaran penulisnya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, infektif, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan dan bertendens. Sastrawan ketika menciptakan karya sastranya tidak saja didorong oleh hasrat ingin menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menciptakan pikiran-pikirannya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu (Suyitno, 1986: 3).

Unsur-unsur pembangun novel mengangkat permasalahan kehidupan yang di bangun secara kompleks. Seorang pengarang mampu mengarang sebuah karya fiksi, termasuk novel dengan baik biasanya tema-tema yang diangkat diambil dari kehidupan yang pernah ia alami baik yang ia alami sendiri atau ia lihat dan dengar, bahkan dapat pengarang angkat dari hasil imajinasi pengarang. Dengan demikian, novel memotret kehidupan manusia yang di dalamnya berkisar kesedihan, kebahagiaan, tragedi, dan bahkan komedi. Dalam konteks itulah, novel banyak menggambarkan banyak aspek kehidupan, utamanya aspek sosial kehidupan manusia.

Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Salah satu jenis prosa adalah

commit to user

manusia secara menyeluruh atau merupakan suatu terjemahan tentang perjalanan hidup yang bersentuhan dengan kehidupan manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa karya fiksi berupa novel adalah suatu potret realitas yang terwujud melalui bahasa yang estetis.

Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain – lain. Novel sebagai bagian bentuk sastra, merupakan jagad realita yang di dalamnya terjadi peristiwa dan perilaku yang dialami dan dibuat manusia/ tokoh (Siswantoro, 2005: 29).

Pengarang dalam karyanya berusaha mengungkapkan aspek sosial kemanusiaan. Oleh sebab itu ada hubungan antara sastra dengan sosiologi, namun hubungan sastra dengan sosiologi bersifat tidak langsung. Sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni, sedangkan sosiologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku sosial manusia. Meskipun berbeda, keduanya memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian.

Anggapan lain menyatakan bahwa karya sastra adalah sesuatu yang indah berasal dari hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Karya sastra dapat mencerminkan masyarakat tempat karya tersebut dilahirkan. Karya sastra yang baik mampu menjadi refleksi atau gambaran keadaan masyarakat di masa itu atau gambaran kebudayaan yang hadir di dalamnya.

Perkembangan sastra di Indonesia terjadi secara berkelanjutan dan mulai menggeliat sejak masa Balai Pustaka, sejak saat itulah mulai hadir sastrawan- sastrawan seperti STA, Armin Pane, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Mochtar Lubis, N.H Dini, Cak Nun, Joko Pinurbo, sampai Habiburachaman, dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, nama Abidah El Khalieqy merupakan satu nama yang turut serta dalam menghiasi jejak sastra di Tanah Air. Lewat karya- karya yang dihadirkannya, Abidah melukiskan kisah perempuan dengan aneka

commit to user

negeri ini. Abidah El Khalieqy menggunakan latar kebudayaan pondok pesantren dalam beberapa karyanya. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam pondok pesantren digunakan Abidah untuk menggambarkan latar karya yang diciptanya. Di luar itu, kehidupan dalam pondok pesantren merupakan kehidupan yang cenderung tertata dengan aneka ragam aturan di dalamnya. Pondok pesantren dapat juga diindentifikasikan sebagai tempat menutut ilmu agama seklaigus ilmu umum. Pondok pesantren mengatur segala tata cara yang dilakoni orang - orang yang hidup di dalamnya. Cara mereka makan, mandi, mengaji, dan bersih-bersih, atau hal-hal kecil yang lain tidak lepas dari aturan yang disorot oleh pengurus pondok pesantren. Aturan yang kadang terlalu kolot dan kuno pada beberapa pondok pesantren membuat beberapa pengarang / novelis memilih keadaan tersebut sebagai salah satu sumber ide kreatif untuk membuat karya sastra yang dapat dinikmati pembaca.

Dalam hal ini, Abidah El Khalieqy menangkap peluang itu. Peluang untuk membuat sebuah karya sastra yang layak dinikmati oleh pembaca. Dalam karya- karya yang dibuatnya, Abidah sering menggunakan latar kehidupan pondok pesantren sebagai setting novel yang dibuatnya. Latar belakang kehidupannya yang juga berasal dari kalangan pondok pesantren jugalah yang diyakini sebagai modal kuat baginya untuk menggambarkan kehidupan pondok pesantren dalam sebuah karya sastra.

Abidah pernah memperoleh penghargaan seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia juga memperoleh penghargaan Sastra Adab Award tahun 2009 atas novelnya Perempuan Berkalung Surban dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Abidah juga menerima penghargaan dari Ikapi dan Balai Bahasa Award pada tahun 1997.

Selain prestasi dan penghargaan yang diterimanya, Abidah telah diposisikan sebagai perempuan pengarang yang memiliki karakter karya khas lainnya dan agak berbeda dengan karya-karya pengarang perempuan Indonesia lainnya. Ekspresi kreatif Abidah telah menunjukkan eksistensi dan konsistensinya

commit to user

perempuan. Oleh karena itu banyak kritikus dan pengamat sastra Indonesia yang menilai bahwa karya-karyanya memiliki kekuatan tematis yang unik dan berkaitan langsung dengan upaya-upaya untuk memperjuangkan harkat, martabat, dan derajat kaum perempuan.

Beberapa karyanya merupakan karya yang mendapat predikat best seller. Kemampuan menulisnya sudah mendapat pengakuan di antara penulis sastra, terutama penulis perempuan. Dalam karya-karya yang di hasilkannya, Abidah sering mengangkat isu gender dengan latar kehidupan pondok pesantren atau pendididkan Islam yang lain. Ini jugalah yang menimbulkan kontroversi pada setiap hasil karya yang terbit atas namanya. Aneka ragam penilaian atas karya yang dihasilkan muncul ke permukaan setelah tulisannya sampai kepada penikmat sastra.

Beberapa karya Abidah El Khalieqy mampu menjuari beberapa sayembara sastra pun tidak lepas dari kontroversi semacam ini. Di luar kontroversi tersebut, karya-karya sastra Abidah dinilai telah berhasil membuka tabir tradisi dunia pesantren, kultur Jawa, dan budaya Arab. Karyanya juga menawarkan paradigma baru yang lebih substansial untuk idealitas perempuan dalam pandangan Islam. Ahmadun Yosi Herfanda bahkan menempatkan Abidah sebagai salah satu novelis terbaik di Indonesia dan novel-novelnya dapat dinilai sebagai puncak sastra Islami bukan fiksi pop Islami ( Aning Ayu, 2009 : 34)

Novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy membawa idealisme dan pemikiran pengarangnya dalam menyikapi fenomena kehidupan masyarakat. Abidah tidak hanya fokus dalam salah satu latar yang selama ini sensitif untuk diteropong, yaitu pesantren perempuan akan tetapi, juga melihat dari lingkungan sekitar dalam novel tersebut.

Abidah El Khalieqy sebagai pengarang novel Geni Jora juga ingin mengungkapkan realitas sosial dan budaya yang berlaku, serta konflik-konflik yang dihadapi oleh tokoh perempuan dalam kehidupan khususnya dalam pesantren perempuan. Geni Jora lebih halus mengungkapkan ideologinya dalam

commit to user

bagi masyarakat Indonesia. Novel Geni Jora merupakan ekspresi Abidah yang mengungkapkan suatu keinginan kuat dari seorang perempuan untuk menggugat relasi patrikal yang menelikung kehidupannya. Eksistansinya yang senantiasa diposisikan sebagai subordinat dari relasi laki-laki perempuan menumbuhkan kesadaran seorang perempuan Kejora untuk meluruskan garis yang demikian berseberangan itu menjadi sejajar.

Menguak Kejora adalah mengenali satu lagi tipikal perempuan Indonesia dengan latar berbeda. Kehidupan masa kecil yang kesepian dalam feodalisme gaya Timur Tengah dan Jawa Timur yang menjeratnya untuk menjadi subordinat dari entitas dan komunitas kaum lelaki.

Inilah yang melatar belakangi peneliti untuk mengkaji karya-karya Abidah El Khalieqy khususnya novel Geri Jora yang menuai cukup banyak kontroversi dalam penerbitannya. Penelitian ini berjudul Kehidupan Pesantren dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El Khalieqy.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai beikut :

1. Apa sajakah aspek sosial budaya pesantren dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy?

2. Bagaimanakah tanggapan pemabaca terhadap novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan :

1. Aspek sosial budaya pesantren dalam novel Geni Jora karya Abidah El Khalieqy.

commit to user

Khalieqy.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat teoretis

a. Menambah khasanah penilitian sastra Indonesia, khususnya penelitian novel Indonesia sehingga dapat bermanfaat bagi perkembangan karya

sastra Indonesia.

b. Menjadi titik tolak untuk memahami dan mendalami karya sastra pada umumnya dan novel Geni Jora pada khususnya.

2. Manfaat praktis

a. Untuk meningkatkan daya apresiasi terhadap novel.

b. Dapat menambah wawasan kepada penikmat karya sastra, khususnya informasi tentang kehidupan dan tata adat yang berlaku dalam kehidupan pesantren.

c. Mampu mengungkapkan pesan-pesan yang terdapat dalam novel, baik yang tersurat, maupun yang tersirat, disertai dengan bukti dan alasan.

commit to user

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori

1. Pengertian Novel

a. Pengertian Novel

Novel termasuk fiksi (fiction) karena novel merupakan hasil khayalan atau sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Selain novel ada pula roman dan cerita pendek (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 2). Novel berasal dari bahasa latin novellas yang kemudian diturunkan menjadi novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan di bandingkan dengan cerita pendek (short story) dan roman (Herman J. Waluyo, 2002: 36).

Burhan Nurgiyantoro (1994: 9) berpendapat bahwa istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novellet (Inggris; novellet), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun tidak terlalu pendek. Senada dengan pendapat tersebut, Abrams menyatakan bahwa sebutan novel dalam Bahasa Inggris dan yang kemudian masuk ke Indonesia berasal dari Bahasa Italia novella (yang dalam Bahasa Jerman: novella). Secara harfiah novella berarti “Sebuah barang baru yang kecil”, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek (short story) dalam bentuk prosa.

Novel muncul karena pengaruh filsafat John Locke yang menekankan pentingnya fakta dan pengalaman serta memandang berpikir terlalu fantastis adalah sesuatu yang ada bahayanya ( Herman J. Waluyo, 2002:36 ). Pembaca- pembaca dari golongan kaya, menengah dan terpelajar di Inggris tidak menyukai puisi dan drama yang kurang realistis dan lebih menyukai cerita yang berdasarkan fakta, oleh karena itu novel lebih mudah diterima sebagai cabang kesenian yang baru. Herman J. Waluyo mengungkapkan bahwa dalam novel terdapat: (a) perubahan nasib dari tokoh cerita, (b) ada beberapa episode

commit to user

mati. Dalam novel juga tidak dituntut kesatuan gagasan, impresi, emosi dan setting seperti dalam cerita pendek. Perbedaan utama dari cerita pendek tidak terletak pada panjang pendeknya namun dalam intensitas ceritanya.

Dalam novel memungkinkan adanya penyajian secara meluas “expands” tentang tempat atau ruang, sehingga tidak mengherankan jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama (Suminto A. Sayuti, 1997: 6-7). Masyarakat tentunya berkaitan dengan dimensi ruang/ tempat. Sedangkan tokoh dalam masyarakat berkembang dalam dimensi waktu. Semua itu membutuhkan deskripsi yang mendetail supaya diperoleh suatu keutuhan yang berkesinambungan. Perkembangan dan perjalanan tokoh untuk menemukan karakternya, akan membutuhkan waktu yang lama, apalagi jika penulis menceritakan tokoh dari mulai masa kanak-kanak hingga dewasa. Novel memungkinkan untuk menampung keseluruhan detail perkembangan tokoh dan pendeskripsian ruang.

Novel oleh Suminto A. Sayuti (1997:7) dikategorikan dalam bentuk karya fiksi yang bersifat formal. Bagi pembaca umum, pengkategorian ini dapat menyadarkan bahwa sebuah fiksi maupun bentuknya diciptakan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian, pembaca dalam mengapresiasi sastra akan lebih baik. Pengkategorian ini berarti juga novel yang kita anggap sulit dipahami, tidak berarti bahwa novel tersebut memang sulit. Pembaca tidak mungkin meminta penulis untuk menulis novel dengan gaya yang menurut anggapan pembaca luwes dan dapat dicerna dengan mudah. Karena setiap novel yang diciptakan dengan suatu cara tertentu mempunyai tujuan tertentu pula.

Selain itu Burhan Nurgiyantoro (1994: 4) mengatakan bahwa “ di dalam sebuah novel menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun melalui unsur instrinsik seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, dan sudut pandang yang tentu saja kesemuanya bersifat imajiner.” Dikatakan menawarkan model kehidupan yang diidealkan, karena di dalam novel terdapat suatu model kehidupan yang menampilkan aspek kehidupan manusia secara mendalam.

commit to user

bahwa novel adalah bentuk cerita prosa fiktif yang mempunyai panjang tertentu yang di dalamnya terdapat unsur-unsur instrinsik yang kesemuanya bersifat imajiner. Meskipun demikian, di dalam sebuah novel mengangkat sebuah cerita kehidupan yang diidealkan karena menampilkan kehidupan manusia secara mendalam dan kejadiannya pun luar biasa.

b. Ciri-Ciri Novel

Zaidan Hendy (1993: 225) memberikan sejumlah ciri- ciri novel sebagai berikut:

a. Sajian cerita lebih panjang dari cerita pendek dan lebih pendek dari roman. Biasanya cerita dalam novel dibagi atas beberapa bagian.

b. Bahan cerita diangkat dari keadaan yang ada dalam masyarakat dengan ramuan fiksi pengarang.

c. Penyajian cerita berlandaskan pada alur pokok atau alur utama yang menjadi batang tubuh cerita, dan dirangkai dengan beberapa alur penunjang yang bersifat otonom (mempunyai latar tersendiri).

d. Tema sebuah novel terdiri atas tema pokok (tema utama) dan tema bawahan yang berfungsi mendukung tema pokok tersebut.

e. Karakter dalam tokoh- tokoh utama dalam novel berbeda- beda. Demikian juga karakter tokoh lainnya. Selain itu dalam novel dijumpai pula tokoh statis dan tokoh dinamis. Tokoh statis adalah tokoh yang digambarkan berwatak tetap dari awal hingga akhir. Tokoh dinamis sebaliknya, bisa mempunyai beberapa karakter yang berbeda atau tidak tetap.

c. Macam-Macam Novel

Banyak novel yang diterbitkan pada tahun 80-an, sehingga menyebabkan para pengamat mengklasifikasikan novel menjadi dua jenis, yaitu novel serius dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai sastra (tinggi), sedangkan novel pop adalah novel yang nilai

commit to user

Waluyo, 2002: 38). Herman J. Waluyo (2002: 39) menambahkan, ciri-ciri novel serius dalam sastra Indonesia mutakhir adalah tidak menggarap realitas kehidupan (realisme) yang ditampilkan adalah tokoh dan cerita diluar cerita kehidupan. Selanjutya akan dibahas mengenai novel populer dan novel serius.

a) Novel Populer

Aprinus Salam (2008: 369) mengungkapkan pembagian karya sastra sebagai berikut. (1) fiksi yang tidak mengakomodasi intense populer atau yang diresmikan oleh segelintir elite terdidik; (2) fiksi populer (termasuk sinetron), yakni fiksi yang mengakomodasi intense penulis dan pembaca, meskipun dalam studi diperguruan tinggi; dan (3) fiksi yang dipisahkan, yakni karya sastra yang ditulis dalam bahasa daerah karena secara kebahasaan tidak komunikatif untuk bangsa Indonesia.

Heryanto (http//jurnal- humaniora.ugm.ac.id, 2008) mengungkapkan empat ragam kesusasteraan Indonesia, meliputi: (1) kesusastraan yang diresmikan, diabsahkan, (2) kesusastraan yang dilarang, (3) kesusastraan yang diremehkan, dan (4) kesusastraan yang dipisahkan. Kesusastraan yang diresmikan (kanon) adalah kesusastraan yang sejauh ini banyak dipelajari di pendidikan (tinggi). Kesusastraan yang dilarang adalah karya-karya yang dianggap mengganggu status quo (kekuasaan) seperti yang sudah terjadi pada zaman Balai Pustaka yaitu karya Marco Kartodikromo. Pada zaman Orde Baru, karya –karya Pramudya Ananta Toer atau kasus cerpen karya Ki Panji Kusmin, Langit Makin Mendung, menjadi contoh yang terlarang pula. Karya sastra yang dipisahkan adalah karya sastra daerah yang ditulis dalam bahasa daerah. Dengan demikian karya sastra yang diremehkan adalah karya sastra yang dianggap populer; sastra hiburan.

Cecep Syamsul Hari (2005: 27) menyatakan bahwa novel populer memiliki ciri arbitrasi yang seragam, baik dari aspek lingkungan sosial, cultural, psikologis, maupun lingkungan kebahasaan. Atar Semi (1993:71-

72) menjelaskan bahwa novel populer mudah dinikmati karena masalah

commit to user

sebagai hiburan langsung dari ceritanya. Novel populer juga mempunyai jalan cerita yang menarik, mudah diikuti, dan mengikuti selera pembaca. Selera pembaca yang dimaksudkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kegemaran naluriah pembaca, seperti motif-motif seksual, humor, dan heroism sehingga pembaca merasa tertarik untuk selalu mengikuti kisah ceritanya.

Cecep juga menyatakan bahwa dalam perkembangan sastra barat (Eropa dan Amerika), novel telah menjadi genre karya sastra yang tersendiri. Novel berkembang kedalam berbagai jenis dalam kerangka kerjanya yang luas, seperti: novel gotik, novel fiksi ilmiah, novel otobiografi, novel sejarah, novel remaja, novel spiritual, dan novel epistolary. Jenis novel juga dirujuk melalui penandaan sejarah perkembangan kesusasteraan yang ditandai dengan pandangan dunia yang dominan pula pada masa tertentu, contohnya novel-novel romantik (masa ketika kaum romantik dan pandangan-pandangannya dominan dalam dunia sastra) dan novel realis (masa ketika kaum realis dan pandangan- pandangannya dominan dalam dunia sastra (Cecep Syamsul Hari, 2005: 27)

Burhan Nurgiantoro menjelaskan bahwa novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel jenis ini menampilkan masalah yang aktual pada saat novel itu muncul. Pada umumnya novel populer bersifat artificial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya. Sekali lagi, seiring dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya (Burhan Nurgiantoro, 2005: 18). Di sisi lain, novel populer lebih mudah dibaca dan mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita (Stanton dalam Burhan Nurgiantoro 2005: 19). Novel populer tidak mengejar efek estetis seperti yang terdapat dalam novel serius.

commit to user

Alur cerita yang mudah ditelusuri, gaya bahasa yang sangat mengena, fenomena yang diangkat terkesan sangat dekat. Semua itu memungkinkan penerimaan bagi genre yang boleh disebut relative baru dalam khazanah sastra Indonesia. Hal ini pulalah yang menjadi daya tarik bagi kalangan remaja sebagai kalangan yang paling menggemari novel populer.

b) Novel Serius

Novel serius atau sering disebut dengan novel sastra sangat berbeda dengan novel populer yang selalu mengikuti selera pasar. Novel sastra merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam sejarah sastra. Novel sastra cenderung menampilkan tema-tema yang lebih serius dibandingkan dengan novel populer. Novel sastra menuntut aktivitas pembaca secara lebih serius. Teks sastra sering mengemukakan sesuatu secara implisit sehingga hal ini bisa dianggap menyibukkan pembaca.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 18) mengungkapkan bahwa membaca novel serius, jika ingin memahaminya dengan baik diperlukan daya konsentrasi yang tinggi disertai dengan kemauan untuk itu. Novel jenis ini disamping memberikan hiburan juga terimplisit tujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca atau paling tidak mengajak pembaca untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Ciri-ciri novel serius dalam sastra Indonesia mutakhir adalah tidak menganggap realitas kehidupan ( realisme). Hal yang ditampilkan adalah tokoh dan cerita di luar realitas kehidupan. Hal ini menyebabkan munculnya tokoh-tokoh eksistensialistis (absurd) seperti karya-karya Iwan Simatupang, tokoh-tokoh sufi seperti dalam karya Danarto, tokoh-tokoh aneh dalam karya Budi Darma (Herman J. Waluyo, 2002: 39).

Kecenderungan yang muncul pada novel serius memicu sedikitnya pembaca yang berminat pada novel sastra ini. Justru novel ini mampu bertahan dari waktu ke waktu misalnya, roman Romeo Juliet karya

commit to user

yang memunculkan polemik yang timbul pada dekade 30-an yang hingga saat ini masih dianggap relevan dan belum ketinggalan zaman (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 21).

d. Fungsi Novel Fungsi novel pada dasarnya yaitu untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya adalah cerita dan karenanya terkandung juga didalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wallek dan Warren (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1994: 3) membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Menurut Jakob Sumardjo (dalam Jacob Sumardjo dan Saini K.M,1986: 89) bahwa fungsi novel sebagai berikut:

a. Karya sastra (novel) memberi kesadaran para pembacanya tentang suatu kebenaran.

b. Karya sastra (novel) juga memberikan kepuasan batin, hiburan ini adalah hiburan intelektual.

c. Karya sastra (novel) dapat memberikan kita sebuah penghayatan yang mendalam tentang apa yang kita ketahui.

d. Membaca karya sastra (novel) adalah karya seni indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahan adalah kodrat manusia.

2. Pendekatan Sosiologi Sastra

Istilah sosiologi muncul pada abad ke-19 sekitar tahun 1839 dari seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis bernama Auguste Comte. Mickel Bal dkk (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003: 363) berpendapat bahwa sosiologi sebagai ilmu yang relatif muda ditandai dengan terbitnya buku yang berjudul Positive philosophy yang ditulis Auguste Comte (1798-1857). Kemudian sosiologi berkembang pesat pada setengah abad sesudahnya yang disusul dengan terbitnya buku Principles of Sociology yang ditulis oleh Herbert Spencer (1820-1903).

commit to user

logos yang berarti "ilmu". Bouman (1976: 24) menyimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan sosial antara sesama individu, antara individu dengan kelompok serta sifat dan perubahan lembaga- lembaga dan ide-ide sosial. la mengusahakan suatu sintesis dan ilmu jiwa sosial dan ilmu bentuk sosial sehingga dengan ilmu itu dapat mengerti hakikat sosial dalam hubungan kebudayaan umum.

Sosiologi diketahui sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Gambaran ini akan menjelaskan cara-cara manusia menyesuaiakan diri dengan ditentukan oleh masyarakat-masyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosialisasi, proses belajar secara kultural, yang dengannya individu-- individu dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial.

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat (Atar Semi, 1993: 73). Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan masyarakat, tetapi tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial, seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya. Sastra sebagai gambaran masyarakat berarti karya sastra tersebut menggambarkan keseluruhan warna dan rupa yang ada pada masa tertentu dengan permasalahan tertentu pula.

Karya sastra tidak mungkin jatuh begitu saja dari langit, tentunya selalu hubungannya antara sastrawan, sastra, dan masyarakat (Sapardi Djoko Darmono dalam Wiyatmi, 2006: 97). Sosiologi sastra adalah ilmu yang membicarakan hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Untuk mendekati maupun mengakrabi karya sastra perlu menggunakan suatu pendekatan sosio kultural. Pendekatan ini menyimpulkan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami

commit to user

peradaban yang telah menghasilkannya. (Wiyatmi, 2006: 102). Garbstein (dalam Wiyatmi, 2006: 17) mengungkapkan konsep tentang sosiologi sastra, yaitu: 1)

Karya sastra tidak mungkin dapat dipahami selengkapnya tanpa dihubungkan dengan kebudayaan dan peradaban yang menghasilkannya.

2) Gagasan yang terdapat dalam karya sastra sama pentingnya dalam bentuk teknik penulisannya.

3) Karya sastra bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah sebuah prestasi. 4)

Masyarakat dapat mendekati sastra dari dua arch: sebagai faktor material istimewa dan sebagai tradisi.

5) Kritik sastra seharusnya lebih dari sekadar perenungan estetis yang tanpa pamrih.

6) Kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa depan.

7) Secara epistemologis (dari sudut teori keilmuan) tidak mungkin membangun suatu sosiologi sastra general yang meliputi seluruh pendekatan.

8) Mengenai sosiologi sastra Marxis, garis besarnya sebagai berikut: pertama, manusia harus hidup dahulu sebelum dapat berpikir clan yang kedua, struktur sosial masyarakat ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan khususnya sistem produksi ekonomi, yaitu antara infrastruktur dan suprastrutur.

9) Sastra merupakan fenomena kedua yang ditentukan oleh infrastruktur, yaitu ekonomi.

Wellek dan Warren (1993: 111) menyatakan setidaknya ada tiga pendekatan dalam sosiologi sastra yaitu sosiologi sastra yang berkaitan dengan pengarang, sosiologi sastra yang berkaitan dengan karya sastra itu sendiri, dan sosiologi sastra yang berkaitan dengan pembaca. Yang perlu dicatat adalah adanya keterkaitan antara sosiologi dan sastra yang keduanya berhubungan dengan masyarakat. Tiga perspektif berkaitan dengan sosiologi sastra.

commit to user

dalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan; 2)

Perspektif yang mencerminkan situasi sosial penulisnya; dan

3) Model yang dipakai karya tersebut sebagai manifestasi dari kondisi sosial budaya atau peristiwa sejarah.

Novel merupakan salah sate di antara bentuk sastra yang paling peka terhadap cerminan masyarakat. Menurut Johnson (Faruk, 1994: 45-46) novel mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Ruang lingkup novel sangat memungkinkan untuk melukiskan situasi lewat kejadian atau peristiwa yang dijalin oleh pengarang atau melalui tokoh-tokohnya- Kenyataan dunia seakan-akan terekam dalam novel, berarti la seperti kenyataan hidup yang sebenamya. Dunia novel adalah pengalaman pengarang yang sudah melewati perenungan kreasi dan imajinasi sehingga dunia novel itu tidak harus terikat oleh dunia sebenarnya.

Sketsa kehidupan yang tergambar dalam novel akan memberi pengalaman barn bagi pembacanya, karma apa yang ada dalam masyarakat tidak sama persis dengan apa yang ada dalam karya sastra. Hal ini dapat diartikan pula bahwa pengalaman yang diperoleh pembaca akan membawa dampak sosial bagi pembacanya melalui penafsiran-penafsirannya. Pembaca akan memperoleh hal-- hal yang mungkin tidak diperolehnya dalam kehidupan. Menurut Hauser (Ratna Nyoman Kutha, 2004: 63) karya seni sastra memberikan lebih banyak kemungkinan dipengaruhi oleh masyarakat, daripada mempengaruhinya. Sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat erat kaitannya dengan kedudukan pengarang sebagai anggota masyarakat. sehingga secara langsung atau tidak langsung daya khayalnya dipengaruhi oleh pengalaman manusiawinya dalam lingkungan hidupnya. Pengarang hidup dan berelasi dengan oranglain di dalam komunitas masyarakatnya, maka tidaklah heran apabila terjadi interaksi dan interelasi antara pengarang dan masyarakat.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang objek studinya berupa aktivitas sosial manusia. Sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Dengan demikian, antara karya sastra dengan sosiologi sebenarnya

commit to user

merupakan satu refleksi lingkungan budaya dan merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektika yang dikembangkan dalam karya sastra. Fananie Zaenudin (2000: 133) mengutip dari Zerafta mengemukakan bahwa bentuk dan isi karya sastra sebenarnya lebih banyak diambil dari fenomena sosial dibandingkan dengan seni yang lain, kecuali film.

Secara implisit, di dalam teks sastra terdapat proposisi-proposisi bahwa manusia tidak pernah hidup sendiri dan lebih dari itu manusia memiliki masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang atau seolah-olah merupakan sebuah oracle (sabda dewa atau gars yang pasti dilalui). Karena itu, nilai yang terdapat dalam karya sastra adalah nilai yang hidup, yang selalu berkembang dan dinamis. Ini berarti karya sastra tidak diperlakukan sebagai data jadi, melainkan merupakan data mentah yang masih hares diolah dengan fenomena lain.

Bertolak dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan untuk mengurai karya sastra yang mengupas masalah hubungan antara pengarang dengan masyarakat, hasil berupa karya sastra dengan masyarakat, dan hubungan pengaruh karya sastra terhadap pembaca. Namun, dalam kajian ini hanya dibatasi dalam kajian mengenai gambaran pengarang melalui karya sastra mengenai kondisi suatu masyarakat.

3. Resepsi Sastra

Resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Teori Resepsi Sastra pada tataran dasar secara singkat dapat disebut sebagai teori yang menjelaskan bahwa teks sastra (lisan maupun tulis) dengan bertitik tolak pada pembaca (penikmat) yang memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks tersebut.

Teori tentang resepsi sastra ini dikemukakan oleh Felix Vodicka dengan memperjelas peranan pembaca. Karya sastra bagi Vodicka diletakkan sebagai sebuah artefak yang coati, baru kemudian dihidupkan oleh pembaca melalui apa

commit to user

hubungan pembaca dengan tempat, waktu, tatar sosialnya, dan karya bersangkutan.

Pendekatan inilah yang kemudian dikenal dengan teori resepsi sastra. Teori ini kemudian dikembangkan oleh Robert Jausz yang melontarkan gagasan tentang tanggapan dan efek/rezeption and wirkung (A Teeuw, 1984: 92). Pembaca selaku pemberi makna adalah variabel menurut ruang, waktu dan golongan sosial budaya. Menurut perumusan teori ini, dalam memberikan sambutan terhadap sesuatu karya sastra, pembaca diarahkan oleh horison harapan. Horison harapan ini merupakan reaksi antara karya sastra di satu pihak dan sistem interpretasi dalam masyarakat penikmat di lain pihak.

Resepsi sastra oleh Jausz disebut sebagai estetika resepsi adalah estetika (ilmu keindahan) yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau resepsi-resepsi pembaca terhadap karya sastra. Karya sastra tidak mempunyai arti tanpa pembaca atau penikmat sastra yang menanggapinya. Karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai (Pradopo Rahmat Djoko, 1995: 206).

Estetika Resepsi atau Resepsi Sastra memberikan perhatian utama kepada pembaca karya sastra di antara jalinan segitiga pengarang, karya sastra dan masyarakat pembaca Pada penelitian ini objek analisis adalah novel yang tergolong dalam kategori karya sastra tulis. Masyarakat berusaha untuk memaknai tanda ataupun makna yang terkandung dalam sebuah cerita yang merangkum dalam novel. Kemudian muncullah istilah horizon harapan yang berpijak dari perbedaan pemahaman masing–masing pembaca. Horizon harapan merupakan interaksi antara karya sastra dan pembaca atau penikmat dan mencakup interpretasi dalam masyarakat.