KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM GEMPA JOGJA Sebagai Monumen Peringatan DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT

MUSEUM GEMPA JOGJA Sebagai Monumen Peringatan DENGAN MENGANGKAT SEMANGAT JIWA TEMPAT TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : ADE YUNIAR IRAWAN

I.0206025

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

Museum Gempa Jogja, sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat

Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini adalah:

Bangunan (sebuah fasilitas gedung) yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal ‐hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan mengangkat aspek‐aspek jiwa tempat dalam perancangan arsitektur.

LATAR BELAKANG

1. Sebagai Kebangkitan Perekonomian Jogja

2. Membumikan Sejarah Gempa Jogja

3. Museum Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan yang dapat Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa

4. Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja

Assalamualaikum Wr.Wb. Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segalanya, kesempatan,

dan kemudahan sehingga penulis dapat melaksanakan studio Tugas Akhir dan dapat menyusun Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir dengan judul Museum

Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa

Tempat.

Konsep perencanaan dan perancangan ini diajukan sebagai syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Teknik, Program Studi Arsitektur, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan didasarkan pada hasil ide pemikiran yang didukung oleh data dan informasi dari lapangan sejak masa perkuliahan Studio Perancangan Arsitektur 7, Seminar, hingga Studio Tugas Akhir penulis.

Penulisan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT. , selaku Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS yang selalu memberi semangat dalam segala kondisi.

2. Kahar Sunoko, ST. MT. , selaku Ketua Prodi Arsitektur Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik UNS.

3. Ir. Marsudi, MT., selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir, terima kasih atas bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis.

4. Ir. Hari Yuliarso, MT., selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir, terima kasih atas bimbingan, dukungan, masukan, kritik, dan saran terhadap desain penulis.

5. Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas dukungan, doa, restu, serta segala sesuatu yang turut mengupayakan kemudahan bagi penulis.

6. Keluarga penilis, Andar Setiawan, Sulistiowati, Naholin, serta Dedy Kurniawan, terima kasih atas bantuannya, masukan, kritik dan saran dalam pengerjaan Tugas Akir ini.

7. Teman‐teman Arsitektur Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

8. Rekan‐rekan studio tugas akhir periode 122.

9. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penyusunan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini.

Dalam penulisan konsep perencanaan dan perancangan Tugas Akhir ini, masih

Akhir ini. Semoga Konsep Perencanaan dan Perancangan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Akhir kata, atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Penulis, Ade Yuniar Irawan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 JUDUL Museum Gempa Jogja, sebagai Monumen Peringatan dengan Mengangkat Semangat Jiwa Tempat

1.2 PENGERTIAN JUDUL

1.2.1 Pengertian Judul Dari Terminologi Kata

Museum: Arti museum, seperti halnya arti kata, dapat dipahami oleh fungsinya dan kegiatan-

kegiatannya. Dari masa ke masa, fungsi museum telah mengalami berbagai macam perubahan. Akan tetapi hakikat pengertian museum tidak berubah. Landasan ilmiah dan kesenian tetap menjiwai arti museum, sekalipun fungsi museum dari konferensi ahli permuseuman dunia dalam ICOM (International Council of Museum, organisasi permuseuman internasional dibawah Unesco) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan pengembangannya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan-tujuan studi,

pendidikan dan kesenangan, barang-barang pembuktian manusia dan lingkungannya. 1 Gempa: Getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi . Gempa bumi disebabkan oleh

pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan. 2

Jogja :

1 Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud 1 Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek Pembinaan Permuseuman Jakarta, Jakarta : Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud

yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah. 3

Monumen: Monumen adalah salah satu upaya manusia untuk mengabadikan bukti adanya peristiwa

sejarah dibuat ada yang dengan kesengajaan untuk sebuah peninggalan, agar generasi yang akan datang tetap mengenang suatu peristiwa sejarah, namun ada juga monumen yang

dibangun dengan begitu saja tidak punya maksud untuk dikenang. 4

Semangat Jiwa Tempat: Pendeskripsisian aspek-aspek jiwa tempat dalam rancangan arsitektur dari potensi2 setempat

yang akan diangkat kedalam rancangan yang merupakan pengistilahan dalam bahasa Indonesia dari Spirit of Place, implikasi dalam konteks dunia arsitektur modern dari Genius Loci, sebuah istilah/konsep mitologi kuno jaman Romasi bahwa sesuatu punya jiwa/ruh yang

melindungi, dahulu digambarkan sbagai ular. 5

1.2.2 Definisi Operasional Judul

Definisi dari operasional judul dalam konsep perencanaan dan perancangan ini adalah: Bangunan (sebuah fasilitas gedung) yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal

yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan arsitektur.

1.3 LATAR BELAKANG

3 www.jogja.com 4 http://adabydarban.blogspot.com/2009/09/belajar-dari-monumen-menelusuri-jejak.html

5 Christian Norberg‐Schulz. Genius Loci : Towards a Pnenomenology of Architecture, London : Academy Editions London, 1980

Gempa bumi 27 Mei 2006 membawa dampak sangat signifikan terhadap perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Data statistik makro ekonomi tahun 2006 menggambarkan dampak akibat bencana alam tersebut. Badan Pusat Statistik menyajikan bahwa indikator ekonomi makro pertumbuhan Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) DIY menurun sejak tahun 2004 akibat tekanan kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan diperparah akibat gempa bumi pada 27 Mei 2006. Grafik 1 menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB tahun 2006 tercatat sebesar 3,71% lebih rendah dari tahun 2005 yaitu sebesar 4,64% dan semakin jauh dari rata-rata pertumbuhan PDB nasional yang tercatat sebesar 5,5% pada tahun 2006.

6 Robby Kusumaharta & Ade B Kurniawan, Refleksi 1 Tahun Peristiwa Gempa Bumi dan Upaya

Rekonstruksi Kegiatan Ekonomi DIY

Indikator ekonomi makro lainnya yaitu ketenagakerjaan menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di DIY pada tahun 2006 meningkat sebesar 2,62% lebih tinggi dibandingkan tahun 2005 atau ekuivalen dengan 95.148 orang. Secara umum tingkat pengangguran terbuka juga mengalami peningkatan dari 5,24% pada tahun 2005 menjadi 5,32% pada tahun 2006. Besarnya nilai kerusakan yang dialami oleh sektor industri akibat gempa bumi memaksa sejumlah besar unit usaha terpaksa berkurang kapasitas produksinya dan bahkan ada yang hams berhenti berproduksi karena mengalami kerusakan alat produksi. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengurangan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam unit usaha tersebut.

Secara lebih spesifik, berdasarkan survei yang dilakukan oleh UNDP (2007) menemukan bahwa secara total diperkirakan tingkat pengurangan karyawan yang dilakukan oleh sektor usaha mencapai 14%. Ditinjau dari skala usahanya, maka sektor yang paling banyak melakukan pengurangan jumlah tenaga kerja adalah sektor usaha skala menengah dan besar, yaitu mencapai 51% dari responden skala menengah dan besar. Adapun skala kecil dan mikro masing-masing menunjukkan 24% dan 40%.

Gambar

1.1 Grafik Pertumbuhan PDRB 2006

Sumber :

Sektor Industri Pengolahan tumbuh negatif 1,23% pada tahun 2006 sehingga nilai tambahnya hanya tercatat sebesar Rp 2.433 miliar, lebih lambat dari laju pertumbuhan tahun 2005 sebesar 2,60%. Secara lebih jauh, gambaran ekspor dari DIY pada tahun 2006 pun menunjukkan bahwa nilai ekspor DIY tumbuh negatif sebesar-3,48%.

Tingkat inflasi kota Yogyakarta tahun 2006 mencapai angka 10,41% jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 6,60%. Hal ini dipicu karena kelangkaan sejumlah komoditi terkait dengan kegiatan konstruksi yang sedang dilakukan di DIY. Di sisi yang lain peran sektor pertanian sebagai penyedia lapangan kerja dan pendapatan yang cukup signifikan bagi sebagian besar masyarakat DIY kini sumbangannya mulai berkurang. Kedua hal ini pada akhirnya mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi berkurang.

Dari berbagai indikator makro di atas dapat disimpulkan bahwa dampak gempa bumi 27 Mei 2006 tersebut membawa akibat yang sangat serius tidak saja untuk jangka pendek akan tetapi juga membawa potensi masalah dalam jangka panjang apabila tidak disikapi dengan sebuah pendekatan yang tepat.

Karena besarnya dampak dan kompleksitas permasalahan pasca gempa, maka sejak dua hari pasca gempa, muncul pemikiran di kalangan beberapa tokoh cendekiawan, pemerintah, DPR, dunia usaha, masyarakat, LSM, dan lain-lain, untuk duduk bersama memikirkan langkah- langkah yang seharusnya diambil. Ada kesepahaman di antara mereka bahwa penanganan pasca bencana perlu dilakukan secara sistematis dan terpadu, serta melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat korban. Lebih dari itu mereka juga sepakat bahwa penanganan pasca gempa, mulai dari tahapan tanggap darurat hingga tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi, yang perlu diselenggarakan berdasar pada prinsip-prinsip good governance.

Mkro

KecH Menengah & Besar

Total

1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan percepatan penanganan rehab dan rekon yang meliputi : prioritasi pelaksanaan program/pelayanan publik yang dapat memenuhi dan menjamin hak-hak korban bencana, mendorong para pihak yang menjalankan program penanganan bencana secara lebih efektif, mendayagunakan birokrasi resmi yang berjalan normal pada semua tingkatan, serta melipatgandakan energi dan modal sosial yang dimiliki masyarakat korban bencana.

2. Mengoptimalkan pelaksanaan SK Gubernur nomor 23/TIM/2006 tentang Forum Jogja Bangkit dan kebijakan yang terkait dengan penguatan support system.

3. Meningkatkan koordinasi antar lembaga donor untuk meminimalisasi kemungkinan tumpang tindih aksi dan tidak meratanya bantuan bagi para korban.

4. Membuat langkah-langkah terobosan dalam mengoptimalkan sistem penganggaran dalam program pemulihan.

1.3.2 Membumikan Sejarah Gempa Jogja

Manusia adalah mahluk sejarah, selalu ingin mengenang peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan kehidupan. Dengan mengenang, akan memberikan sebuah ingatan dan pembelajaran pada sebuah peristiwa dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik, misalnya melalui situs, museum dan bentuk lainnya untuk membangun kesadaran warga dan masyarakat dunia tentang gerak alam yang sesekali mengancam. Kealpaan kita terhadap gempa selama berabad-abad telah memberi dampak buruk pada tata ruang, sehingga tata ruang kita selama ini discordant terhadap alam.

1.3.3 Museum Gempa Jogja sebagai Monumen Peringatan yang dapat Memperkuat Potensi Wisata Jogja Pascagempa

Jogja kaya akan tempat-tempat wisata, baik dari wisata alam, wisata candi, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata belanja, wisata religious, wisata dan lain sebagainya. Pasca gempa Jogja ini, banyak objek wisata yang mengalami penyusutan pengunjung wisata. Banyak objek wisata yang rusak akibat gempa Jogja silam. Dibutuhkan sarana untuk menampung segala dokumen-dokumen tentang gempa Jogja yang sekaligus dapat menunjang aspek wisata di Jogja kaya akan tempat-tempat wisata, baik dari wisata alam, wisata candi, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata belanja, wisata religious, wisata dan lain sebagainya. Pasca gempa Jogja ini, banyak objek wisata yang mengalami penyusutan pengunjung wisata. Banyak objek wisata yang rusak akibat gempa Jogja silam. Dibutuhkan sarana untuk menampung segala dokumen-dokumen tentang gempa Jogja yang sekaligus dapat menunjang aspek wisata di

1.3.4 Sebagai Upaya dalam Pemulihan Mental (Mental Recovery) Masyarakat Jogja 7 Para korban yang selamat banyak yang mengalami gangguan psikologis yang berdampak

pada kondisi psikis maupun spiritual mereka. Banyak analisis telah memaparkan berbagai hal tentang realitas bencana yang terjadi hingga rencana ke depan dalam membangun kembali daerah gempa dari keterpurukan. Untuk rehabilitasi tersebut tentunya tak lepas dari pemahaman yang kongkrit mengenai kondisi wilayah dan masyarakat yang meliputi kondisi pra-bencana dan pasca-bencana. Dalam hal ini, tentunya penting pula diperhatikan bagaimana kondisi psikis dan spiritual masyarakat Yogyakarta, terutama mereka yang secara langsung menjadi korban bencana.

Dalam banyak kejadian, rehabilitasi fisik relatif lebih kelihatan dan jelas pola penanganannya, walaupun juga tidak mudah karena memerlukan mobilitas dana dan prasarana yang tidak sedikit. Namun berbeda halnya dengan rehabilitasi psikis. Kondisi katastropik tersebut telah meninggalkan luka psikis yang mendalam dalam bentuk gejala-gejaka psikologis yang biasa disebut sebagai gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).

Dalam penangan mental recovery ini, terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan penyadaran diri (self awareness), tahapan pengenalan jati diri dan citra diri (self identification), dan tahapan

pengembangan diri (self development). 8 Pada fase penyadaran diri, para korban akan melalui proses pensucian diri dari bekasan atau hal-hal yang menutupi keadaan jiwa melalui cara penyadaran diri, penginsyafan diri, dan pertaubatan diri. Fase ini akan menguak hakikat persoalan, peristiwa, dan kejadian yang dialami oleh para korban. Pun menjelaskan hikmah atau rahasia dari setiap peristiwa tersebut.

Selanjutnya, pada fase pengenalan diri, para korban akan dibimbing kepada pengenalan hakikat diri secara praktis dan holistik dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan dan moral. Melalui fase ini, individu diajak untuk menyadari potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Setelah diidentifikasi, berbagai potensi itu perlu segera dimunculkan. Kemudian mengelola potensi diri yang menonjol tersebut agar terus berkembang dan dicoba untuk diaktualisasikan.

7 www.pikirdong.org 7 www.pikirdong.org

tidak hanya sehat fisikal, namun juga sehat mental dan spiritual. Kesehatan mental terwujud dalam bentuk keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi masalah yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Adapun kesehatan spiritual mencakup penemuan makna dan tujuan dalam hidup seseorang, mengandalkan Tuhan (The Higher Power), merasakan kedamaian, dan merasakan hubungan dengan alam semesta.

Oleh karena itu diperlukan sarana terapi dengan menghadirkan fasilitas publik dalam penanganan mental recovery masyarakat. Lewat ruang-ruang publiknya yang dapat diakses bebas/free oleh pengunjung. Dengan begitu akan membudaya kembali budaya ”mangan ora mangan kumpul” yang telah menjamur pada masyarakat Jogja. Sehingga suasana kebersamaan, keselarasan, saling berdampingan dapat lebih terasa yang lama kelamaan akan mumudarkan suasana stress masyarakat akibat bencana gempa Jogja, dan menumbuhkan keyakinan adanya kemudahan dalam setiap kesusahan dari Sang Maha Kuasa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Thalaaq [65]: 7).

1.3 PERMASALAHAN DAN PERSOALAN

1.4.1 Permasalahan

Bagaimana mewujudkan suatu museum Jogja yang desainnya mampu mewadahi fungsi sebagai museum peringatan sekaligus mengangkat jiwa tempat museum tersebut didirikan.

1.4.2 Persoalan

1.4.2.1 Makro • Bagaimana menentukan lokasi dan site yang tepat untuk Museum

Gempa Jogja

• Bagaimana menentukan pola kegiatan • Bagaimana menentukan program ruang • Bagaimana mewujudkan bentuk fisik Museum Gempa Jogja yang

sesuai dengan aspek-aspek semangat jiwa tempat • Bagaimana menentukan sistem struktur, konstruksi, material dan

utilitas yang diperlukan

1.4.2.2 Mikro

Bagaimana menentukan aktifitas kegiatan, kebutuhan ruang, organisasi ruang, pola hubungan dan besaran ruang yang:

o Mampu menampung aktifitas berkehidupan sehari-hari serta

aktifitas sosial kemasyarakatan dan ekonomi o Mampu menampung kelancaran sirkulasi dan pencapaian antara

satu jenis kegiatan lain o Mampu menciptakan kenyamanan dari pelaku kegiatan dengan

pengelompokan karakter kegiatan

1.5 TUJUAN DAN SASARAN

1.5.1 Tujuan Merancang dan merencanakan bangunan Museum Gempa Jogja (sebuah fasilitas gedung)

yang digunakan sebagai tempat pameran benda/hal-hal yang memiliki nilai dan kaitan dengan kejadian bencana gempa Jogja, menjadi media ekspresi untuk mengingat dan mengenang (makna memorial) dengan mengangkat aspek-aspek jiwa tempat dalam perancangan arsitektur.

1.5.2 Sasaran Menentukan konsep perencanaan dan perancangan yang meliputi:

a. Konsep perencanaan, meliputi: a. Konsep perencanaan, meliputi:

• Penentuan penzoningan aktivitas Konsep peruangan

• Konsep kebutuhan ruang (macam dan jenis ruang) • Konsep besaran ruang • Konsep persyaratan ruang • Konsep pola hubungan dan organisasi ruang • Konsep sirkulasi

Konsep struktur bangunan • Struktur bangunan kokoh

• Menerapkan pemilihan meterial yang sesuai Konsep utilitas bangunan

• Sistem mekanikal elektrikal • Sistem air bersih dan air kotor • Sistem keamanan bangunan (pemadam kebakaran, penangkal petir)

Konsep Semangat Jiwa Tempat • The Structure of Place (Struktur kawasan wilayah Jogja khususnya, dan Jawa

umumnya) • Representasi mental masyarakat (Mentality People’s) dan aktivitas maupun kebiasaan-kebiasaan penduduknya (keseharian maupun sesaat/temporal) • Pemberdayaan Potensi Lokal (Potesi Masyarakat) • Simbol-kiasan-kenangan (suatu tempat akan memiliki makna khusus bagi

orang-orang yang mendapatkan pengalaman dari tempat tersebut)

1.6 BATASAN DAN LINGKUP PEMBAHASAN

1.6.1 Batasan 1.6.1 Batasan

1.6.2 Lingkup Pembahasan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembahasan maka lingkup pembatasan dibatasi sebagai berikut:

• Pembahasan ditekankan pada disiplin ilmu arsitektur, hal-hal diluar disiplin ilmu

arsitekur dibatasi dan disesuaikan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul. Sedangkan untuk pembahasan di luar lingkup tersebut bersifat menunjang atau memberi kejelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.

• Pembahahasan dilakukan berdasarkan data yang telah ada yaitu data literatur dan

suvey yang berkaitan dengan museum dan semangat jiwa tempat . • Pembahasan dititikberatkan pada Museum, Semangat Jiwa Tempat dan kondisi kota

Jogja. Sedangkan kondisi perkotaan dan lingkungan secara global dan permasalahan lain yang mendukung hal ini tersebut akan dibahas secara garis besar.

1.7 METODOLOGI

Metodologi dalam pembuatan konsep perancangan ini dibagi menjadi beberapa tahap yang dapat digambarkan seperti berikut:

1. Eksplorasi Latar Belakang Tahap ini merupakan tahap pencarian inspirasi awal, dilakukan dengan mengamati fenomena yang ada di kota Jogja maupun fenomena secara global. Hasil dari eksplorasi latar belakang ini menjadi landasan perumusan ide pokok perncanaan dan perancangan.

2. Perumusan Ide Pokok Perumusan ide pokok berfungsi untuk menemukan ide-ide pokok yang tersarikan dari hasil eksplorais latar belakang. Berdasarkan ide-ide pokok ini kemudian muncul kutu- 2. Perumusan Ide Pokok Perumusan ide pokok berfungsi untuk menemukan ide-ide pokok yang tersarikan dari hasil eksplorais latar belakang. Berdasarkan ide-ide pokok ini kemudian muncul kutu-

3. Penentuan Judul Judul ditentukan berdasarkan kutub-kutub ide yang diangkat dalam perencanaan dan perancangan ini.

4. Eksplorasi Kutub-Kutub Data yang digunakan dalam eksplorasi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Oleh karena itu, secara garis besar pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik survey primer dan sekunder.

Teknik Pengumpulan Data Primer

a. Observasi Pengamatan Merupakan metoda pengamatan langsung dan mendokumentasikan berbagai

peristiwa dan kondisi, serta data di lapangnan. Pengumpulan data lapangan adalah kegiatan yang dilakukan secara maksimal untuk memperoleh data mengenai kondisi sebenarnya di lapangan.

b. Wawancara Kepada pihak informan yang terkait, maka dilakukan tanya jawab langsung dengan

pihak terkait dalam mendapatkan data yang diperlukan.

c. Dokumentasi dan Studi Pustaka Metoda ini digunakan untuk memperoleh data yang telah terdokumentasi melalui

pengumpulan berbagai sumber referensi yang ada. Teknik Pengumpulan Data Sekunder Selain data primer, juga dibutuhkan data sekunder yang mendukung. Pengumpulan

data sekunder ini dilakukan dengan studi literature yang berkaitan dengan studi, yaitu mencari buku-buku atau sumber informasi lain yang relevan, guna memperkuat landasan teoritis. Pengumpulan data ini dilakukan dengan survey instansional yang terkait dengan data-data yang dibutuhkan.

perancangan ini adalah dengan cara mensintesakan hasil dari eksplorasi kutub-kutub ide menjadi suatu guidelines yang mendasari setiap analisa dalam perencanaan dan perancangan arsitektur ini. Analisa arsitektur yang dilakukan meliputi: analisa pemilihan site, analisa penataan site, analisa peruangan, analisa tata massa dan tampilan, analisa struktur dan utilitas.

6. Analisa Pendekatan Desain Merupakan tahapan proses untuk mentransformasikan hasil analisa pendekatan konsep menjadi gambar Pre-design yang pada tahapan selanjutnya akan dikembangkan menjadi gambar final-design. Analisa pendekatan desain meliputi: pemilihan lokasi site, penataan site, penataan peruangan, penataan penampilan, perencanaan struktur dan utilitas.

1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN

Mengemukakan pemahaman judul, latar belang, permasalahan dan persoalan, tujuan dan sasaran, batasan dan lingkuip pembahasan, metoda penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Mengemukakan tinjauan teoritik mengenai Disiplin Ilmu Museum dan Preseden yang digunakan dalam perancangan.

BAB III TINJAUAN KOTA JOGJA BAB III TINJAUAN KOTA JOGJA

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN DAN PERANCANGAN

Memaparkan Museum Gempa Jogja yang direncanakan meliputi; Tujuan Pendirian Museum Gempa Jogja, Lingkup dan Status Kelembagaan Museum Gempa Jogja, Peran museum Gempa Jogja, Ide Pengembangan Museum Gempa Jogja, analisis perencanaan, meliputi; Analisis Kegiatan, Analisis Pengelompokan Jenis Kegiatan dan Kebutuhan Ruang, Analisis Peruangan, Analisis Pemilihan Lokasi Kota dan Site Pendirian Museum Gempa Jogja, serta analisis perancangan meliputi; Analisis Pengolahan Site, Analisis Ungkapan Ruang Pamer, Analisis Semangat Jiwa Tempat dalam Rancangan Arsitektur, Analisis Sistem Konstruksi, serta Analisis Sistem Utilitas Bangunan.

BAB V PENDEKATAN PROGRAM DAN PERENCANAAN

Mengemukakan konsep pendekatan program dan perencanaan Museum Gempa Jogja yang meliputi: Konsep Perencanaan, Konsep Perancangan, Konsep Ungkapan Ruang Pamer, Konsep Semangat Jiwa Tempat dalam Rancangan Arsitektur, Konsep Sistem Konstruksi, serta Konsep Sistem Utilitas Bangunan.

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN TEORITIK DAN PRESEDEN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori dan preseden yang mendukung/berkaitan dengan perumusan konsep perencanaan dan perancangan Museum Gempa Jogja. Pada bagian awal akan diuraikan mengenai tinjauan permuseuman, dari sejarah museum sampai hal-hal yang berkaitan dengan penyelengaraan museum. Berikutnya diuraikan mengenai bahasa ungkapan dan penghayatan gatra-ruang arsitektur, kemudian diuraikan preseden-preseden sebagai referensi sebagai konsep of dalam merumuskan konsep perencanaan dan perancangan. Tinjauan ini meliputi karya arsitektural berupa museum, juga rancangan arsitektural yang dibangun sebagai monumen peringatan.

2.1. TINJAUAN TEORITIK

2.1.1 Museum 9 Tinjauan mengenai permuseuman (apa dan bagaimana) dalam konsep perencanaan dan perancangan

ini digunakan untuk memperoleh perumusan konseptual dan programatik peruangan, yang diperoleh dari unsur-unsur yang terlibat, peran museum, pokok-pokok penyelenggaraan dan pengelolaan. Tinjauan ini mengarah pada persoalan wadah kegiatan (fungsi) / pemograman fungsional.

2.1.1.1. Arti dan Fungsi Museum Arti museum, seperti halnya arti kata, hanya dapat dipahami oleh fungsinya dan kegiatan- kegiatannya. Dari masa ke masa, ternyata fungsi museum itu telah mengalami perubahan-

9 Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek 9 Moh. Amir Sutarga, 1990, Pedoman Penyelengaraan dan Pengelolaan Museum dalam Proyek

Melengkapi pengertian museum, ICOM juga menyatakan definisi museum sebagai berikut:

1. Lembaga-lembaga konservasi dan ruang-ruang pameran yang secara langsung diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.

2. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologis dan etnografis, peninggalan dan tempat-tempat bersejarah mempunyai corak museum, karena kegiatan-kegiatannya dalam hal pengadaan, perawatan dan komunikasi dengan masyarakat.

3. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup, seperti kebun-kebun tanaman dan binatang, akuarium dan sebagainya.

4. Suaka alam

5. Planetarium dan pusat-pusat pengetahuan Menurut definisi tersebut, pengertian museum sangatlah luas. Museum, baik yang bergerak di bidang ilmu-ilmu pengetahuan sosial, maupun yang bergerak di bidang ilmu-ilmu pengetahuan alam dan teknologi merupakan unit-unit pelaksanaan teknis dalam kerangka administrasi perlindungan dan pengawetan peninggalan sejarah dan alam. Ini tidak berarti bahwa dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan perlindungan dan pengawetan itu kemudian profesi permuseuman diarahkan untuk bersikap konservatif. Justru pemahaman dan penghayatan akan lebih, bahwa :

1. Sejarah berarti kesinambungan

2. Museum bukan saja pencatat sejarah dengan merawat bahan-bahan pembuktiannya, tetapi profesi museum juga akan memahami makna yang paling manusiawi: setiap orang pada hakikatnya juga membuat sejarah

3. seorang profesional di bidang permuseuman akan peka terhadap falsafah, prediktif, dan futuristik

Hakikat dari definisi menurut ICOM tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Musuem merupakan badan yang tetap, tidak mencari keuntungan dan harus terbuka untuk umum.

dinikmati oleh kerabat dan sahabat sang pemilik koleksi itu saja. Dengan demikian museum itu harus merupakan lembaga atau suatu badan hukum.

2. Museum merupakan lembaga yang melayani masyarakat untuk kepentingan perkembangannya. Dalam hal ini museum merupakan sarana sosial-budaya.

3. Museum memperoleh atau menghimpun barang-barang pembuktian tentang manusia dan lingkungannya. Arti kata ’manusia dan lingkungannya’ sangatlah luas, hingga museum tidak sekedar tempat barang antik, tetapi juga dapat menjadi tempat menyimpan dan memamerkan sesuatu yang baru dan mempunyai arti penting.

4. Museum memelihata dan mengawetkan koleksinya untuk digunakan sebagai sarana komunikasi dengan pengunjung. Preservasi dan presentasi (pemeliharaan dan penyajian) adalah dua kata yang menggambarkan dua pokok kegaitan yang khas bagi setiap museum. Untuk kedua macam kegiatan ini telah dikembangkan spesialisasi pengetahuan dan keterampilan metodologis dan teknis tersendiri.

5. Kegiatan-kegiatan di belakang layar dan kegiatan yang kelihatan oleh umum, seperti hasil penerbitan, pameran, ceramah dan peragaan, kesemuanya itu untuk pendidikan dan kesenangan (education and enjoyment).

Museum memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya (konservasi dan preservasi)

2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah

3. Penyebaran (penyaluran) ilmu untuk umum

4. Pengenalan dan penghayatan kesenian

5. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan antar bangsa

6. Cermin sejarah manusia, alam dan kebudayaan (pertumbuhan peradaban umat manusia)

7. Suaka alam dan suaka budaya (visualisasi warisan alam dan budaya)

8. Objek wisata (sarana kesenian dan hiburan)

9. Pembangkit rasa/sarana untuk bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

2.1.1.2. Disiplin Ilmu Museum 2.1.1.2. Disiplin Ilmu Museum

Ditinjau dari uraian tersebut tentang museum didapatkan gambaran hubungan antara museum dengan koleksinya. Maka museolgi sebagai ilmu, mempunyai objek penelitian. Objek dan hubungan itu adalah:

1 Musuem sebagai bangunan/gedung Diselidiki secara khusus oleh arsitektur museum.

2 Koleksi museum Diselidiki oleh bermacam ilmu pengetahuan yang menyangkutnya, seperti koleksi

ilmu alam oleh ilmu alam, koleksi sejarah oleh ilmu sejarah, koleksi ethonografi oleh antropologi-budaya dan lain sebagainya.

3 Hubungan koleksi dengan publik Hubungan ini menjadi penelitian bagi teknik perawatan dan pameran (Preservation

techniques, display and labelling) serta dalam penyaluran ilmu pengetahuan kepada umum menjadi penelitian dalam bidang edukasi (museum dan education).

Lebih jelas lagi dapat diuraikan bahwa museologi dalam kenyataannya terbagi dalam bagian- bagian ilmu seperti berikut:

1. Museum-Management (Manajemen Museum) Memusatkan perhatiannya terhadap hal-hal organisasi dan penyelenggaraan

museum.

2. Museum-Administration (Administrasi Museum)

3. Museum-Techniques (Teknik Museum) Memusatkan perhatiannya terhadap aspek-aspek teknis pada museum mulai dari hal

arsitektur, teknik pameran dan teknik perawatan objek-objek museum.

4. Museum and Education (Museum dan Pendidikan) Memusatkan perhatiannya kepada penelitian ilmiah dan penyaluran ilmu

pengetahuan kepada public.

2.1.1.3. Pokok-Pokok Penyelenggaraan Museum Penyelengggaraan museum dapat berupa badan pemerintahan, dapat pula badan swasta baik dalam bentuk perkumpulan maupun yayasan yang diatur kedudukan, tugas dan kewajibannya oleh undang-undang. Penyelenggaraan museum dan museum itu sendiri yang dikelola oleh kepala atau badan pengurus museum haruslah berstatus badan hukum.

Menyelenggarakan museum relatif mahal, mengingat fungsi-fungsi museum yang luas, bukan hanya sebagai tempat pameran, dasar pengelolaan museum itu sendiri bersifat ilmiah untuk tujuan sdukatif-kultural. Mendirikan museum juga tidak mudah, misalnya badan hukum atau panitia pendiri harus tahu benar keperluan-keperluan umum sebuah museum, seperti :

1. Letak musuem di bagian kota yang tepat

2. Gedung museum yang dapat menjamin keamanan koleksi, penataan koleksi, sirkulasi koleksi, personil dan pengunjung

3. Pembagian ruangan yang sesuai dengan fungsi-fungsi museum

4. Perencanaan pengadaan koleksi

5. Perencanaan pengadaan sarana dan fasilitas untuk koleksi, perkantoran dan personil serta pengunjung museum.

6. Perencanaan pengadaan dan jabatan personil yang sesuai dengan fungsi-fungsi umum

Museum-museum negeri (pemerintah) dibiayai oleh pemerintah. Untuk semua keperluannya disediakan anggaran belanja tahunan di departemen atau pemerintah lokal yang menyelenggarakannya. Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa penyelenggaraan dan pembinaan museum itu dititikberatkan kepada bagaimana daranya menyusun kebijakan dalam hal merumuskan program-program kegiatan untuk museum yang diselenggarakan, mengenai hal pembinaan program-program kegiatan operasionalnya, sesuai dengan tugas dan fungsi- Museum-museum negeri (pemerintah) dibiayai oleh pemerintah. Untuk semua keperluannya disediakan anggaran belanja tahunan di departemen atau pemerintah lokal yang menyelenggarakannya. Secara singkat dapat dikemukakan, bahwa penyelenggaraan dan pembinaan museum itu dititikberatkan kepada bagaimana daranya menyusun kebijakan dalam hal merumuskan program-program kegiatan untuk museum yang diselenggarakan, mengenai hal pembinaan program-program kegiatan operasionalnya, sesuai dengan tugas dan fungsi-

2.1.1.4. Struktur Organisasi Museum Pengelolaan museum merupakan tugas pokok seorang kepala museum. Akan tetapi dalam melaksanakan penyelenggaraan dan pengelolaannya berbeda-beda tergantung dari jenis dan ukuran museum. Perbedaan dalam hal ruangan lingkup dan jaringan komunikasinya, baik komunikasi di dalam organisasinya maupun komunikasi dengan pihak yang ada di luar.

Skema 2.1 Struktur Organisasi Museum

Sumber : Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum, Dirjen Depdikbud

Kepala Museum

Tata usaha dan pKepustakaa n

Edukator Instruktur

Konservator Laboratorium

Bagian administrasi

Bagian Registrasi

Perpustakaan

Bagian Keuangan

Inforamsi Publikasi

Registrasi Dokumen

Katalogisasi

Perencanaan

Materi

Tugas- tugas yang dijalankan masing-masing personil dalam pengelolaan museum adalah sebagai berikut:

1. Mepala Museum (Pimpinan Museum) Kepala museum memimpin segala kegiatan yang ada dalam museum, baik tata usaha, pekerjaan ilmiah, dan pekerjaan pengelolaan yang bersifat teknis, seperti pameran dan perawatan.

2. Tata Usaha Tugasnya antara lain:

• Melakukan pekerjaan administrasi • Berkenaan dengan urusan registrasi dan katalogisasi serta dokumentasi koleksi • Pengadaan dana

3. Kurator Bagian yang bersifat alamiah sehingga memerlukan ilmuwan yang ahli di bidangnya, untuk pengkajian tentang benda-benda koleksi museum, yakni : identifikasi, katalogisasi, klasifikasi, riset, penerbitan dan metode kelengkapan bagi penyajian serta mengawasi dan mengkoordinir benda koleksi.

4. Konservator Merupakan petugas yang secara langsung menyelenggarakan konservasi koleksi dengan kegiatan meliputi:

• Meneliti, merawat dan menjaga benda koleksi agar tidak mengalami kerusakan

(pemelikaraan) • Bersama staff lain memberikan pengarahan dalam desain pameran

5. Bagian Bimbingan Edukatif/Instruktur Merupakan penggabungan staff ilmiah museum dengan pengunjung museum. Bagian ini adalah bagian yang memberikan bimbingan penerangan yang bersifat mendidik kepada publik secara luas. Tugasnya :

• Menyelenggarakan ceramah, demonstrasi objek-objek museum, pemutaran film

dan sebagainya • Menemukan bahan-bahan penerangan (informasi)

6. Preparator Bagian yang membutuhkan fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan keterampilan teknis 6. Preparator Bagian yang membutuhkan fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan keterampilan teknis

• Melaksanakan tata fisik pameran • Memperbaiki kerusakan

7. Ahli Kepustakaan Mempunyai tugas :

• Menyeleksi buku-buku yang berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan museum • Mengumpulkan, mencatat, memelihara, serta mengawetkan buku-buku koleksi • Menyelenggarakan perpustakaan bagi kepentingan intern (pengelola) dan

ekstern (pengunjung)

2.1.1.5. Klasifikasi Museum Museum dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek penggolongan, antara lain:

1. Klasifikasi museum berdasarkan status hukumnya dibagi menjadi: • Museum resmi (status negeri/pemerintah) • Museum swasta

2. Klasifikasi museum berdasarkan jenis koleksinya: • Museum Umum Museum yang mempunyai koleksi penunjang cabang-cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi dan ilmu pengetahuan sosial.

• Museum khusus Museum yang mempunyai koleksi penunjang satu cabang ilmu saja, misalnya museum ilmu alam, museum ilmu teknologi, museum antropologi, museum seni rupa dan lain sebagainya.

3. Klasifikasi museum berdasarkan lingkup wilayah tugasnya, status hukum dan tujuan penyelenggaraannya: • Museum nasional Merupakan museum yang menjadi urusan pemerintah yang menggambarkan harta warisan sejarah dan kebudayaan nasional

• Museum lokal Museum yang dapat dibagi lagi menjadi museum dengan ruang lingkup tugas

• Museum terbuka • Museum tertutup • Museum kombinasi

2.1.1.6. Tata Usaha Museum Setiap organisasi memerlukan suatu bagian yang menjadi tuang punggung yang mendukung organisasi termasuk museum , bagian ini biasa disebut bagian tata usaha. Bagian ini menangani kegiatan-kegiatan surat menyurat, kearsipan, keuangan, kepegawaian, perlengkapan, protokol, kebersihan, dan keamanan. Namun yang paling menonjul di bidang ketatausahaan setiap museum ialah unit-unit yang menangani registrasi koleksi dan pengamanan. Beberapa uraian yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan registrasi museum dan pengamanan museum, yaitu:

1. Registrasi koleksi Yang bertugas mengelola koleksi ialah kurator, yang memiliki tugas:

• Mencatat keluar masuknya benda-benda koleksi • Mencatat dalam buku induk registrasi semua koleksi • Turut melakukan pengawasan terhadap

2. Pengamanan museum Pengamanan museum (museum secutiry) merupakan bagian yang terpadu dari pengelolaan museum. Dalam hal pengamanan museum, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dikaitkan dalam sistem pengamanan adalah :

• Sistem dan teknik pengamanan yang mantap • Personil yang menguasai sistem, teknik dan prosedur pengamanan • Priosedur pengamanan yang mengatur sistem, teknik dan personil unit

pengamanan atau satuan pengamanan museum

2.1.1.7. Pengadaan Dan Pengelolaan Koleksi Museum

1. Pengertian Koleksi Koleksi museum, mulai dari pengadaan, pencatatan, pengkajian dan 1. Pengertian Koleksi Koleksi museum, mulai dari pengadaan, pencatatan, pengkajian dan

Jenis benda materi koleksi museum meliputi : benda asli, benda reproduksi dan benda penunjang.

• Benda asli

Yakni benda-benda yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan koleksi museum yang benar-benar benda pembuktian sebenarnya dari suatu ilmu atau peristiwa (situs, peninggalan sejarah dan lain sebagainya)

• Benda reproduksi

Benda buatan baru dengan cara meniru benda asli menurut cara tertentu sehingga dapat mewakili/menggantikan yang asli. Macamnya antaralain:

¾ Replika : benda tiruan dan memiliki sifat-sifat benda yang ditiru ¾ Miniatur : benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk,

warna dan cara pembuatan yang sama dengan benda yang asli (kadang dengan ukuran yang lebih kecil)

¾ Bentuk benda berupa foto, yang dipotret dari dokumen/mikro film

yang sukar dimiliki (diperkirakan akan punah) ¾ Referensi : diperoleh dari rekaman/fotokopi suatu buku mengenai

othobiografi, sejarah dan lainnya

• Benda Penunjang

Benda yang dapat dijadikan pelengkap pameran untuk memperjelas informasi/pesan yang akan disampaikan, misalnya : lukisan, grafik, denah, peta, contoh bahan dan lainnya.

Untuk menetapkan apakah suatu benda itu patut dijadikan benda koleksi museum, ditentukan oleh suatu sistem penilaian, sistem kaidah dan aturan yang kesemuanya dituangkan dalam suatu kebijakan pengadaan koleksi. Tidak semua benda dapat dimasukan ke dalam koleksi museum, hanya benda-benda tertentu saja yang memenuhi syarat-syarat, yakni:

• Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan estetika • Harus dapat diidentifikasikan mengenai wujud, asal tipe, gaya dan

sebagainya

2. Kebijakan pengaduan koleksi Benda-benda koleksi keberadaannya dalam museum melalui berbagai cara. Ada karena sebagai kegiatan pengumpulan dalam ranka kegiatan riset lapangan, tetapi ada yang melalui pembelian, pemberian atau hibah, wasiat, sebagai barang sitaan dari pengadilan dan juga dapat sebagai pinjaman.

3. Presentasi koleksi Dokumemntasi visual (dalam bentuk gambar, film atau rekaman suara) enjadi bagian presentasi koleksi yang semakin dibentuk dewasa ini, selain hanya sebatas pencatatan verbal dari proses pengumpulan, identifikasi dan klasifikasi.

4. Katalogisasi Tugas pokok kurator museum yang menelola koleksi adalah melakukan pengkajian tentang koleksinya. Kegiatan pengkajian terdiri dari berbagai cara dan bentuk. Proses itu dimulai dari pencatatan, lalu identifikasi, klasifikasi dan katalogisasi (pencatatan ringkas invermentasi)

Tahap-tahap utama penanganan materi koleksi dapat digambarkan melalui skema berikut:

Penerimaan calon benda koleksi

(membeli hadiah sumbangan

Pendaftaran /registrasi dalam

buku inventaris

Periksaan awal

Gudang karantina

Gudang sementara

Laboratorium fungigasi, fisika, kimia, mikrobiologi, fotograpi

Workshop konservasi, reproduksi, restorasi, preservasi

Kurator (identifikasi)

Ruang penyimpanan

Ruang pameran

Skema 2.2 : Alur Penanganan Materi Koleksi

2.1.1.8. Perawatan Koleksi Museum Perawatan koleksi museum dalam prakteknya dilaksanakan oleh para konservator yang mempunyai keahlihan di bidang ilmu fisika, biologi dan ilmu pengetahuan bahan. Beberapa faktor yang dapat merybah kondisi atau yang dapat mengganggu, bahkan merusak benda- benda koleksi museum, antara lain:

1. Iklim dan lingkungan Iklim di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia adalah lembab dan bercurah hujan tinggi. Temperatur antara 25-37 ºC, dengan kadar kelembaban relatif antara 50-100 %. Iklim yang terlalu lembab dapat mengakibatkan:

• Lemahnya daya rekat • Membusuknya bahan perekat • Timbulnya bercak-bercak kotor pada kertas • Kaburnya warna dan kadar tinta • Timbulnya jamur pada kulit • Rangsangan karat pada logam • Buramnya kaca • Melengketnya tumpukan kertas • Semakin ketatnya kanvas (lukisan)

Beriklim lembab ditambah faktor naik turunnya temperatur menimbulkan suatu susana klimatologis yang menyuburkan tumbuh dan berkembangnya jamur dan bakteri, juga menciptakan keadaan yang sangat menguntungkan bagi berkembangbiaknya serangga dan kutu yang dapat mengancam koleksi museum. Iklim yang terlalu kering juga akan menimbulkan berbagai macam kerusakan pada beberapa benda koleksi tertentu. Khususnya untuk bahan-bahan organik yang menimbulkan :

• Retak atau pecah kerena kekeringan • Melorotnya kanvas (lukisan) • Retak atau pecah kerena kekeringan • Melorotnya kanvas (lukisan)

• Timbulnya bengkokan-bengkokan pada kayu • Rontok atau timbulnya serpih-serpih halus pada cat • Mengaktifkan garam-garam yang dapat dilarutkan • Bergeraknya bahan-bangunan hygroscopic

2. Cahaya Cahaya, baik yang alamiah maupun buatan seperti cahaya dari lampu listrik, dapat menimbulkan proses kerusakan pada berbagai bahan benda koleksi. Batu, logam dan keramik umumnya tidak peka terhadap cahaya. Tetapi bahan-bahan organik peka terhadap pengaruh cahaya. Alam tropis menyediakan cahaya matahari yang melimpah ruah, yang memiliki dua jenis radiasi, yang terlihat dan tidak terlihat. Radiasi ultra violet dan infra merah adalah contoh yang tidak terlihat dan membahayakan bagi benda-benda koleksi. Lampu-lampu listrik juga mengeluarkan radiasi ultra violet. Untuk digunakan sebagai alat penerangan dalam ruangan pameran atau dalam almari pameran perlu adanya modifikasi dan iluminasi untuk mengurangi radiasinya. Lampu pijar dinyatakan paling banyak mengeluarkan ultra violet. Lampu tungstem (berlapis gelas susu) lebih sedikit radiasinya. Sekarang sudah banyak terdapat lampu jenis fluorescent yang rendah radiasinya.

3. Serangga Khusus di daerah tropis banyak kita dapati berbagai jenis serangga, ini menjadi ancaman benda-benda koleksi museum yang berasal dari bahan organik. Karena itulah dalam prosedur keluar-masuknya barang-barang koleksi perlu didingat cara- cara pencegahan timbulnya gangguan serangga (penyakit endemik oleh serangga). Benda-benda koleksi yang berasal dari bahan organik sebaiknya diperiksa oleh para petugas laboratorium korservasi terlebih dahulu.

Ada dua jenis bahan kimia untuk menangani serangga, yaitu untuk mengusir dan membunuh/memusnahkan. Tetapi penggunaan bahan kimia ini ada berbagai persyaratan yang perlu ditaati dalam penggunaannya agar tidak merusak benda koleksi, antara lain :

• Tidak akan mengubah warna asli • Tidak menimbulkan efek kebalikannya dan harus menjamin kesinambungan

usia bahan benda koleksi.

4. Mikroorganisme

5. Pencemaran atmosferik

6. Penanganan koleksi Kecerobohan manusia/petugas museum adalah melakukan penanganan materi koleksi, misalnya memegang benda koleksi logam dengan tangan telanjang sehingga menyebabkan bahan logam terkena zat garam yang terkandung dalam keringat.

7. Bahaya api (kebakaran) Penyebab kebakaran yang terjadi pada bangunan museum umumnya ditimbulkan oleh : aliran listrik, bahan kimia, kelalaian pegunjung, kelalaian staaf atau kebakaran dari sekitar.

2.1.1.9. Penyajian Koleksi Museum Mata rantai kegiatan yang menyangkut penanganan koleksi museum dimulai dari pengumpulan, pencatatan, pengkajian, perawatan serta unsur yang juga penting, yaitu penyajian. Untuk memperoleh sistem dan cara penyajian yang tepat guna, maka beberapa faktor perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengunjung museum Pengunjung museum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Disebut Jenis Lama seperti para kolekror, seniman, perancang, ilmuwan, mahasiswa yang kerena latar belakangnya seakan-akan ada hubungan tertentu dengan koleksi museum dan lain sebagainya. Pada kategori ini kunjungan mereka ke museum sudah direncanakan dan mempunyai motivasi yang jelas. Tanpa bantuan dari siapapun dan penjelasan yang banyak, mereka biasanya akan secara khusus menghubungi staf museum, untuk mencari kaitan dengan kepentingan mereka.

b. Jenis yang kedua disebut Frese atau pengunjung yang baru. Sebagai kelompok, jenis ini sulit untuk dilukiskan karakteristiknya, karena tanpa tujuan tertentu. Motivasinya biasanya iseng atau spontan dalam kunjungan museum.

Motivasi yang sering melatar belakangi kaunjungan ke museum adalah :

a. Keinginan untuk melihat yang serba indah (estetis) a. Keinginan untuk melihat yang serba indah (estetis)

c. Keinganan untuk menempatkan dirinya dalam suasan yang lain, yang berbeda dari lingkungan hidupnya sendiri (romantik)

2. Kebijakan dan perencanaan Menyajikan koleksi, baik yang bersifat permanen, maupun yang bersifat temporer, bukan tindakan yang datangnya tanpa pemikiran dan perencanaan. Untuk pameran tetap biasanya akan diambil kebijakan permuseuman yang umum sifatnya. Program pengembangan permuseuman termasuk program penyelamatan warisan budaya. Koleksi museum merupakan warisan budaya bangsa, maka perlu perencanaan dan perawatan serta penyajian, yang berdasar dan bertujuan atas faktor edukatif-kultural.

Apabila secara makro kebijakan permuseuman itu sudah dipahami, maka setiap museum dapat menyelaraskan kebijakan mikro masing-masing yang dapat dijadikan dasar dan tujuan perencanaan kegiatan operasional bagi penyajian koleksi museum masing-masing. Metode penyajian dapat disesuaikan dengan motivasi masyarakat lingkungan maupun pengunjung museum yakni dengan menggunakan secara terpadu ketiga metode:

a. Metode Estetik Untuk meningkatkan penghayatan terhadap nilai-nilai artistik dari koleksi museum

b. Metode Tematik dan Intelektual Dalam rangka penyebarluasan informasi tentang guna, arti dan fungsi koleksi museum

c. Metode Romantik Untuk menggugah suasana penuh pengertian dan harmoni pengunjung mengenai suasana dan kenyataan-kenyataaan sosial-budaya di antara berbagai kondisi masyarakat (suku bangsa)

Setelah mengetahui kebijakan dan metode penyajian koleksi, rencana yang lebih nyata dapat dituangkan dalam bentuk dan teknik pameran. Rencana bentuk pameran tergantung dari faktor-faktor :

a. Persediaan lokasi dan dokumentasi foto serta data informasi mengenai koleksi yang tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan tema pameran sudah jelas, maka museum itu dapat saja meminjam koleksi a. Persediaan lokasi dan dokumentasi foto serta data informasi mengenai koleksi yang tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan tema pameran sudah jelas, maka museum itu dapat saja meminjam koleksi

c. Biaya persiapan dan pelaksanaan untuk kegiatan pameran

d. Penyebaran publitas tentang rencana kegiatan pameran tersebut dalam rangka mengumpulkan pengunjung bila pameran itu sudah dibuka untuk umum

3. Metode penyajian Penyajian koleksi museum yang paling tepat ialah dengan cara pameran. Untuk menggelar pameran, perlu menguasai teknik pameran, yaitu suatu pengetahuan yang meminta fantasi, imajinasi, daya improvisasi dan artistik tersendiri, yang harus ada pada setiap preparator (ahli teknik pameran). Preparator sebelumnya harus berkonsultasi dahulu dengan kurator tentang segala informasi dan tujuan pemeran. Jenis pameran ada tiga bentuk, yaitu :

a. Pameran tetap Pameran yang memajang/memamerkan koleksi museum secara tetap dengan skenario yang lengkap dengan tujuan waktu jangka lama (10 tahun). Pada saat sekarang, ruangan-ruangan pameran tetap sebuah museum terdiri dari 25-40 % dari jumlah koleksi yang dimiliki, karena setiap museum selalu berusaha untuk memperluas koleksinya.

b. Pameran Khusus (temporer) Disebut pameran temporer karena diselenggarakan untuk jangka waktu yang singkat, biasanya antara 1 minggu-1 bulan, atau paling lama 3 bulan. Disebut pameran khusus karena diselenggarakan secara khusus, misalnya untuk peringatan atau ada topik/tema khusus. Pameran khusus dapat mengangkat perubahan menarik dari realita sosial budaya di masyarakat, biasanya dipamerkan dalam satu paket rangkaian kegiatan.