BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Dalam kajian teori ini berisi tentang penilaian atau asesmen dan menggali implementasi kurikulum 2013 dalam membuat penilaian sikap peserta didik.

2.1.1 Penilaian dalam Pembelajaran

  Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan diarahkan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik yang dapat mencapai tujuan tersebut dianggap sebagai peserta didik yang berhasil. Sedangkan, apa bila peserta didik tidak mencapai tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran dan sekurang- kurangnya 60% dari seluruh tujuan harus dicapai, menurut Wardani (2012: 23).

  Maka untuk mendapatkan hasil dari pembelajaran, apakah tujuan dari pembelajaran sudah tercapai atau belum serta untuk mengetahui sebarapa besar pencapaian dan keberhasilan dalam pembelajaran harus diadakan penilaian atau asesmen. Karena penilaian atau asesmen merupakan proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mencapai hasil belajar peserta didik, menurut Wardani (2012: 1). Karena penilaian merupakan salah satu proses pembelajaran yang memiliki peran penting. Karena dengan penilaian juga dapat mengetahui kesulitan belajar peserta didik, sehingga dengan penilaian atau asemen dapat mengatasi permasalahan-permasalahan pembelajaran.

  Herman dan Knuth (1991) dalam Wardani (2012:57), menjelaskan asesmen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, misalnya yang ingin dicapai adalah tingkat pemahaman, maka pengukurannya adalah tingkat pemahaman bukan tingkat analisa, dan pengukuran bila dilakukan oleh siapa saja hasilnya tetap. Maka ketiga pakar tersebut mensyaratkan tujuh hal yang penting agar asesmen pembelajaran dapat mendukung pembaharuan pendidikan. Yakni; a.

  Peserta didik dilibatkan dalam menetapkan tujuan dan kriteria asesmen b.

  Menuntut peserta didik menggunakan kinerjanya, menciptakan, menghasilkan dan berbuat sesuatau c.

  Menuntut peserta didik menggunakan keterampilan berpikirnya pada tingkat yang tinggi dan atau keterampilan pemecahan masalah d. Mengukur produk intelektual dan mengukur keahlian atau keterampilan kerjasama serta intrapersonal e.

  Mengukur kegiatan belajar peserta didik yang berarti f. Harus kontekstual dan dapat diterapkan dalam dunia konkrit g.

  Jawaban peserta didik diberi skor sesuai kriteria yang spesifik Pendapat ini juga didukung oleh pendapat Slameto (1986) dalam Wardani

  (2012: 57) yang menyebutkan delapan syarat dalam pembelajaran asesmen, yanki: a.

  Sahih Menilai apa yang seharusnya dinilai dan alat penilaian yang digunakan cocok untuk menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

  b.

  Terandalkan (reliable) Merupakan penilaian yang menjamin konsistensi dan keterpercayaan c.

  Objektif Proses penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subjektif dari guru.

  d.

  Seimbang Keseimbangan antara bahan, kesukaran dan keseimbangan tujuan serta keseimbangan dalam berbagai ranah kognitif baik pengetahuan, pemahaman, aplikasi analisis, evaluasi dan kreatif harus disusun dalam proporsi yang seimbang.

  e.

  Membedakan Asesmen harus dapat membedakan prestasi individual diantara sekelompok peserta didik. Juga harus dapat membedakan peserta didik yang sangat berhasil, cukup berhasil, kurang berdahil gagal dan sebagainya.

  f.

  Norma Asesmen yang baik harus mudah untuk ditafsirkan, menyangkut tentang adanya norma tertentu untuk menafsirkan hasil asesmen dari setiap peserta didik g. Fair

  Asesmen yang fair harus mengemukakan persoalan- persoalan dengan wajar, tidak bersifat jebakan, dan tidak mengandung kata-kata yang bersifat menjebak serta terdapat keadilan untuk setiap peserta didik yang di ases.

  h.

  Praktis Dari segi pembiayan maupun dari segi pelaksanaannya, asesmen harus efisien dan mudah dilaksanakan.

  Wardani (2012: 140) menjelaskan untuk menilai kemampuan individual melalui tagihan tugas tertentu, menentukan kebutuhan pembelajaran, membantu dan mendorong peserta didik, membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik, menentukan strategi pembelajaran, akuntabilitas lembaga, dan bahkan lebih luas lagi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam penilaian berbasis kelas, tujuan penyusunan instrument dalam bentuk tes adalah untuk memberikan: a.

  Informasi tentang kemajuan hasil belajar peserta didik secara individual dalam mencapai tujuan pembelajaran b.

  Informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan belajar lebih lanjut c.

  Untuk dapat mengetahui tingkat kemampuan peserta didik, kemudian menentukan tingkat kesulitan dan kemudahan untuk melaksanakan kegiatan remedial, pendalaman dan penyayaan d.

  Memotivasi belajar peserta didik dengan cara memberikan informasi tentang kemajuannya dan merangsangnya untuk melakukan usaha pemantapan atau perbaikan e. Informasi semua aspek kemajuan setiap peserta didik dapat membantu pertumbuhannya secara efektif untuk menjadi anggota masyarakat dan pribadi yang utuh f. Informasi dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor dapat mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan peserta didik sehingga mereka dapat merancang strategi pembelajaran lebih lanjut g.

  Bimbingan yang tepat untuk dapat memilih sekolah atau jabatan yang sesuai dengan keterampilan, minat dan kemampuannya.

  h.

  Menjamin bahwa hasil kerja peserta didik dan pencapaian belajarnya dapat diidentifikasi Khusus dalam pembelajaran tematik, tujuan penyusunan instrument tes adalah; a.

  Mengetahui pencapaian indikator yang telah ditetapkan b.

  Memperoleh umpan balik bagi guru, untuk mengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun efektifitas pembelajaran c. Memperoleh gambaran yang jelas tentang perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta didik.

  d.

  Sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial, pengayaan, dan pemantapan). Dalam pelaksanaannya untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik harus menggunakan tes atau alat ukur, yang merupakan prosedur pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis untuk mengukur indikator/ kompetensi tertentu, dilakukan dengan prosedur administrasi dan pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama.

2.1.2 Standar Penilaian Pendidikan

  UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam pasal 3 juga menegaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangakn potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Standar Nasional Pendidikan terdiri atas delapan standar, salah satunya adalah standar penilaian yang bertujuan untuk menjamin: a.

  Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian.

  b.

  Pelaksanaan penilaian peserta didik secara professional, terbuka, edukatif, efektif, efisien dan sesuai dengan konteks sosial budaya.

  c.

  Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel dan informatif. Dalam standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik yang mencakup penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir smester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah.

  Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: a.

  Objektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas penilaian.

  b.

  Terpadu, berarti penilaian pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan c.

  Ekonomis, berarti penilaian yang efesien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporannya.

  d.

  Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak e.

  Transparan, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur dan hasilnya.

  f.

  Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru penilaian pencapaian KKM (kriteria ketuntasan minilal) merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik kompetensi dasar yang akan dicapai. Dalam kurikulum 2013 penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Penilaian sikap juga dibagi menjadi dua kompetensi sikap, yaitu sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peseta didik yang beriman dan bertakwa, misalnya menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut. Dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik, nilai sikap yang dinilai diantaranya adalah kejujuran, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong-royong, santun dan percaya diri.

  Dalam penilaian sikap pendidik dapat melakukan penilaian melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat oleh peserta didik dan jurnal. Instrument yang digunakan untuk observasi, penilaian diri dan penilaian antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik. Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian antar peserta didik. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbetuk nilai deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil pembelajaran tematik terpadu. Deskripsi sikap untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan social dilakukan oleh semua pendidik selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi kompetensi oleh guru kelas.

  Sukardi (2008: 1) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 57 ayat 1, evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya terhadap peserta didik, lembaga dan program pendidikan. Tingkah laku yang sering muncul serta menjadi perhatian guru dapat dikelompokan dalam tiga ranah,yaitu pengetahuan (cognitive), keterampilan (skill) dan yang menghasilokan tindakan sikap (attitudes).

2.1.3 Penilaian Autentik

  Di dalam materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 tahun 2014 dijelaskan bahwa penilaian autentik adalah suatu istilah yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas dan menyelesaikan masalah. Sekaligus, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui didalam dunia nyata diluar lingkungan sekolah. Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa yang ditemui didalam praktek dunia nyata.

  Dalam American Library Association, penilaian autentik didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi dan sikap-sikap peserta didik pada aktivitas yang relevan dalam pembelajaran. Dalam Newton

  Public School , penilaian autentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik.

  Wiggins juga mendefinisikan penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi dan membahas artikel, memberi analisis moral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat dan sebagainya.

  Penilaian autentik ada kalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat popular untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang memiliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius. Penilaian autentik dapat juga diterapkan dalam bidang ilmu tertentu seperti seni atau ilmu pengetahuan pada umumnya, dengan orientasi utamanya pada proses atau hasil pembelajaran.

  Penilaian autentik sering dikontradiksikan dengan penilaian yang menggunakan standar tes berbasis norma, pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau membuat jawaban singkat. Penilaian ini juga bisa digunakan dan memperoleh legitimasi secara akademik.

  Penilaian autentik dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama dengan peserta didik. Dalam penilaian autentik, seringkali pelibatan siswa sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilaia. Peserta didik diminta untuk merefleksikan dan mengevaluasikan kinerja mereka sendiri dalam rangka meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembeajaran serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada nilai autentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi pengetahuan, kajian keilmuan dan pengalaman yang diperoleh dari luar sekolah.

  Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan belajar. Karena penilaian itu merupakan bagian dari proses pembelajaran, guru dan peserta didik berbagi pemahaman tentang kriteria kinerja. Dalam beberapa khasus, peserta didik bahkan berkontribusi untuk mendefinisikan harapan dan tugas-tugas yang harus mereka lakukan.

  Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar dan sebagainya. Maka guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

  Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan ditempat kerja. Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang ada.

  Penilaian autentik akan bermakna bagi guru untuk menentukan cara-cara terbaik agar semua siswa dapat mencapai hasil akhir, meski dengan satuan waktu berbeda. Konstruksi sikap, keterampilan dan pengetahuan dicapai melalui penyelesaian tugas dimana peserta didik telah memainkan peran aktif dan kreatif. Keterlibatan peserta didik dalam melaksanakan tugas sangat bermakna bagi perkembangan pribadi mereka.

  Dalam pembelajaran autentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahami aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengkaitkan apa yang dipelajari dengan dunia nyata yang luar biasa. Guru dan peserta didik memiliki tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didikpun tahu apa yang mereka ingin pelajari, memiliki parameter waktu yang fleksibel, bertanggung jawab untuk tetap pada tugas. Penilaan autentik mendorong peserta didik mengonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis, mentasintesis, menafsirkan, menjelaskan dan mengevaluasi informasi untuk kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.

  Penilaian autentik memandang penilaian dan pembelajaran adalam merupakan dua hal yang saling berkaitan. Penilaian autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata. Menggunakan berbagai cara dan kriteria holistik (kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan dan sikap). Maka dari itu untuk menjadi guru yang autentik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.

  Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didikserta desain pembelajaran b.

  Mengetahui bagaimana cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pernyataan dan menyediakan sumber daya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan.

  c.

  Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik.

  d.

  Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah. Dalam melaksanakan penilaian autentik yang baik guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu guru harus mempertimbangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang akan dinilai, fokus penilaian akan dilakukan, tingkat pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori atau proses.

  Penilaian sikap bukan merupakan penilaian yang terpisah dan berdiri sendiri, namun merupakan penilaian yang pelaksanaannya terintegrasi dengan penilaian pengetahuan dan keterampilan, sehingga bersifat autentik. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menilai sikap, diantaranya adalah observasi, penilaian diri, penilaian antar teman dan jurnal catatan guru.

  Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan format observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati, terkait dengan kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Observasi dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas.

  Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk melakukan refleksi diri/ perenungan dan mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrument yang digunakan berupa lembar penilaian diri.

  Penilaian antar teman merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan sikap dan perilaku seseharian peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Instrument penilaian yang dibuat berupa lembar penilaian antar teman.

  Jurnal catatan guru merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku. Jurnal bisa dikaitkan sebagai catatan yang berkesinambungan dari hasil observasi.

2.1.4 Pengertian Sikap

  Allen, Guy dan Edgley (1980) dalam Azwar (2003: 4) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Sedangkan menurut Secord dan Backman (1964) dalam Azwar (2003: 4) juga mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya.

  Soesilo (2014: 135) menyebutkan bahwa instrument yang sering digunakan untuk mengukur sikap biasanya juga disebut skala sikap. Dan juga menjelaskan bahwa skala sikap merupakan gambaran tentang kecenderungan perilaku atau reaksi seseorang terhadap objek atau stimulus yang datang padanya. Sikap dapat diartikan juga sebagai bentuk perasaan mendukung (favourable) dan perasaan tidak mendukung (unfavourable) pada suatu objek.

  Soesilo (2014: 137) menjelaskan tentang macam-macam skala sikap, yaitu skala numerik, skala deskriptif dan skala grafis. Skala numerik, menggunakan angka-angka untuk menunjukan gradasi-gradasi disertai penjelasan singkat pada masing-masing angka. Skala deskriptif menggunakan serangkaian frasa untuk menunjukan ciri-ciri yang dinilai. Frasa disusun dari atas kebawah, sedangkan responden diminta membubuhkan tanda centang pada frasa yang terdekat dengan ciri-ciri yang dimaksud. Sedangkan skala grafis, menggunakan suatu garis berkesinambungan. Gradsi-gradasi ditunjukan pada garis itu dengan menyajikan deskripsi singkat dibawah garis. Pada skala grafis, penilai cukup membubuhkan tanda cek pada titik yang tepat diatas garis horizontal yang menghubungkan dua ujung ekstrim tingkah laku yang sedang dipermasalahkan.

2.1.5 Struktur Sikap

  Azwar (2011: 23) menjelaskan bahwa struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu kognisi, afeksi dan konasi. 1)

  Komponen Kognisi Komponen kognisi merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognisi berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

  2) Komponen Afeksi

  Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. 3)

  Komponen Konasi Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berprilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen konatif menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berprilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

  Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

  Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras, dengan kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek.

2.1.6 Kelebihan dan Kelemahan Skala Sikap

  Soesilo (2014: 142) juga menjelaskan kelebihan dan kelemahan skala sikap, yaitu sebagai berikut: 1)

  Kelebihan skala sikap a.

  Responden dapat diklasifikasikan menurut urutan kelas berdasarkan skor yang diperoleh.

  b.

  Penyusunan skala sikap terdapat kebebasan dalam memasukan pertanyaan-pertanyaan, asalkan sesuai dengan konteks permasalahan.

  c.

  Dalam skala sikap dapat mengukur validitas dan reliabilitas instrument d.

  Lebih mudah menganalisa setelah skore setiap item dari para responden didapatkan. 2)

  Kekurangan skala sikap a.

  Penyususnan skala sikap cukup rumit dibanding instrument lainnya.

  b.

  Skala sikap hanya menghitung satu variabel meskipun dengan menggunakan banyak item pertanyaan dan pernyataan yang harus diisi oleh responden.

  c.

  Terkadang skor yang diberikan individu tidak memberikan arti. Banyak pola respons terhadap beberapa item akan memberikan skor sama. Hal ini bisa di katakan eror dari respons yang terjadi.

2.1.7 Skala Likert

  Skala likert pertama kali dikembangkan oleh Rensis Linkert pada tahun 1932 dalam mengukur sikap masyarakat. Skala ini menggunakan ukuran ordinal sehingga dapat membuat ranking walaupun tidak diketahui berapa kali responden yang satu lebih baik atau lebih buruk dari responden lainnya. Wardani (2012: 210) menjelaskan pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Namun dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada kategori tiga, untuk menghindari hal tersebut skala Likert dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat kelas, yaitu dengan mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran. Jawaban setiap item insttrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: sangat penting (SP), Penting (P), Tidak Penting (TP), Sangat Tidak Penting (STP) atau (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak seetuju, (4) sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat dibalik mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju.

  Sedangkan dalam Wardani (2012: 208) menyebutkan langkah-langkah dalam menyusun skala Likert antara lain:

  1. Memilih variabel sikap yang akan diukur 2.

  Membuat beberapa pernyataan tentang variabel sikap yang dimaksud 3. Mengklarifikasikan pernyataan positif atau negatif 4. Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan

  5. Menyusun pernyataan dan pilihan jawaban menjadi sebuah penilaian 6.

  Melakukan uji coba 7. Membuang butir-butir pernyataan yang kurang baik

8. Melaksanakan penilaian

2.1.7.1 Menyusun Pernyataan Objek Sikap

  Objek sikap merupakan orang, benda, peristiwa, lembaga, idea, norma, nilai, budaya dan lainnya. Azwar (2011: 108) menyatakan bahwa perancangan skala sikap terdapat dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu penentuan dan pembatasan sikap, serta penentuan dan pembatasan objek sikap yang hendak diukur.

  Yang pertama akan dibahas mengenai penentuan dan pembatasan konsep sikap. Batasa konsep sikap yang akan digunakan dapat dikembalikan acuannya kepada teori yang membicarakan mengenai struktur atau perkembangan sikap beserta aspek-aspeknya. Dalam teori skema triadik tentang sikap disebutkan bahwa sikap mengandung aspek-aspek perasaan (afektif), fikiran (kognitif) dan kecenderungan bertindak (konatif). Hal yang perlu diperhatikan adalah operasionalisasi komponen sikap itu dalam bentuk indikator sikap. Bentuk pernyataan harus memudahkan penulisan, kejelasan bentuk pernyataan dan memungkinkan ketercapaian tujuan yang diinginkan. Dan dalam pernyataan sikap juga harus mengandung pernyataan positif dan negatif dari responden individu setelah dikenai skala sikap.

  Edwards (1957) dalam Azwar (2011: 114) juga menjelaskan beberapa kriteria untuk menulis pernyataan. Kriteria tersebut antara lain sebagai berikut: a.

  Jangan penulis pernyataan yang membicarakan mengenai kejadian yang telah lewat kecuali kalau objek sikapnya berkaitan dengan masa lalu.

  b.

  Jangan menulis pernyataan yang berupa fakta atau ditafsirkan sebagai fakta.

  c.

  Jangan menulis pernyataan yang dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran.

  d.

  Jangan menulis pernyataan yang tidak relevan dengan objek psikologisnya. e.

  Jangan menulis pernyataan yang sangat besar kemungkinannya akan disetujui oleh hampir semua orang atau bahkan hampir tidak seorang pun yang akan menyetujuinya.

  f.

  Pilihlah pernyataan-pernyataan yang diperkirakan akan mencangkup keseluruhan liputan skala afektif yang diinginkan.

  g.

  Usahakan agar setiap pernyataan ditulis dalam bahasa yang sederhana, jelas dan langsung. Jangan menuliskan pernyataan dengan menggunakan kalimat-kalimat yang rumit.

  h.

  Setiap pernyataan hendaknya ditulis ringkas dengan menghindari kata-kata yang tidak diperlukan dan yang tidak akan memperjelas isi pernyataan. i.

  Setiap pernyataan harus berisi hanya satu ide (gagasan) yang lengkap. j.

  Pernyataan berisi unsur universal seperti “tidak pernah:, “semuanya”, “tak seorang pun”, dan semacamnya, seringkali menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan karenanya sedapat mungkin hendaklah menghindari. k.

  Kata-kata seperti “hanya”, “sekedar”, “semata”, dan semacamnya harus digunakan seperlunya saja dan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahan penafsiran isi pernyataan. l.

  Jangan menggunakan kata atau istilah yang mungkin tidak dapat dimengerti oleh para responden. m.

  Hindari pernyataan yang berisi kata negatif ganda. Batasan komponen objek sikap. Pada rancangan skala sikap, kita mengetahui persis akan tujuan pengukuran yang dilakukan dan mempunyai gambaran yang jelas mengenai objek sikap. Suatu skala hendaknya mencakup aspek objek sikap yang luas dan relevan. Cakupan ini menyertakan semua aspek yang penting bagi objek sikap dan meningglkan aspek-aspek yang tidak begitu berarti. Untuk mengintegrasikan batasan komponen perilaku dan komponen objek sikap, biasanya digunakan semacam tabel spesifikasi atau blue-print. Suatu tabel spesifikasi umumnya berupa tabel dua jalan, yaitu berisikan komponen objek sikap dan komponen sikap seperti tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Rancangan Skala Sikap Komponen Komponen sikap Total

  objek sikap Afeksi Kognisi Konatif (%)

  I

  10

  10

  5 II

  10

  10

  5 III

  10

  10

  5 IV

  10

  10

  5 Total (%)

  40

  40 20 100% Angka-angka dalam setiap kotak atau sel menunjukan persentase banyaknya pernyataan sikap yang perlu dibuat agar skala itu nanti setelah selesai ditulis akan mencakup keseluruhan aspek-aspek objek sikap secara proporsional sesuai dengan bobot relevansi setiap aspek dalam komponen objek sikap yang telah ditentukan. Bobot relevansi ini dapat ditentukan berdasarkan judgment perancangan sendiri atau hasil diskusi dengan pihak ahli atau mungkin dari temuan penelitian yang pernah ada. Apabila tidak ada dasar yang jelas untuk membedakan bobot relevansi tersebut kita dapat menyamakan saja semua bobot untuk semua aspek.

  Sedangkan langkah untuk menyusun pernyataan skala sikap adalah sebagai berikut: a.

  Memberikan batasan dan tujuan yang berkaitan dengan obyek sikap b.

  Menyusun kisi-kisi komponen/ indikator variabel objek sikap c.

  Merumuskan pernyataan sikap sesuai dengan kisi-kisi yang telah disusun d.

  Menandai pernyaataan favorable (+) dan unfavorable (-).

  Upayakan jumlah seimbang

2.1.7.2 Menentukan Skor Untuk Masing-Masing Pernyataan Azwar (2011: 138) juga menjelaskan tentang metode rating yang dijumlahkan.

  Metode rating yang dijumlahkan sering dimanakan penskalaan model Likert. Metode ini merupakan penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentu nilai skalanya. Dalam pendekatan ini tidak perlu adanya kelompok panel penilai, dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditent ukan oleh derajat favorabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok uji coba.

  Kelompok uji coba hendak memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik individu yang hendak diungkapkan sikapnya oleh skala yang sedang disusun. Disamping itu, agar hasil analisis dalam penskalaannya lebih cermat dan stabil responden yang digunakan sebagai kelompok uji coba harus berjumlah banyak sehingga distribusi skor mereka lebih bervariasi. Menurut Gable (1986) dalam Azwar (2011: 139) banyak responden dalam uji coba adalah sekitar 6 sampai 10 kali lipat banyaknya pernyataan yang akan dianalisis.

  Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu: a.

  Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk pernyataan yang favorable atau pernyataan yang takfavorabel.

  b.

  Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi dari pada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

  Untuk melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan dan didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Responden diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidak setujuannya terhadap isi pernyataan dalam lima macam kategori jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), tidak dapat menentukan atau entahlah (E), setuju (S) dan sangat setuju (SS).

  Dalam prosedur ini kita tidak lagi bermaksud meletakkan stimulus (pernyataan) pada suatu kontinum psikologis akan tetapi kita akan menentukan letak masing-masing kelima kategori respons pada kontinumnya, misalnya bergerak antara angka 0 sampai dengan angka 4. Dalam kedua asumsi dasar yang disebutkan diatas tidak dikatakan adanya anggapan bahwa jarak antara masing- masing kategori respon dalam unit yang berskala interval.

  Jarak angka 0 sampai 4 pada kontinum adalah sama, yaitu 4-3 = 3-2 = 2-1 = 1-0, akan tetapi jarak antara masing-masing kategori respons belum tentu sama. Kita tidak berasumsi bahwa jarak antara setiap kategori respons adalah sama dan karenanya letak respons masing-masing akan ditentukan oleh distribusi jawaban para responden terhadap masing-masing pernyataan. Dari distribusi jawaban masing-masing pernyataan, dengan komputasi deviasi normal, dapat ditentukan jarak antara kategori-kategori respons pada kontinum yang berskala interval. Bila jarak antar kategori respons yang terendah pada titik 0 atau titik 1 dan letak kesemua titik bagi kategori respons yang lain akan diketahui.

  Ada dua cara untuk menentukan skala menurut Azwar (2011: 141), yaitu dengan cara menentukan skala deviasi normal dan menentukan nilai skala dengan cara sederhana. 1)

  Menentukan Skala dengan Deviasi Normal Azwar (2011: 141) menjelaskan tentang cara menentukan skala dengan deviasi normal. Tujuan penentuan nilai skala dengan deviasi normal adalah untuk member bobot tertinggi bagi kategori jawaban yang paling favorable dan memberikan bobot rendah bagi kategori jawaban yang tidak favorabel. Jawaban favorabel adalah respons setuju terhadap pernyataan yang favorabel dan respon tidak setuju terhadap pernyataan yang tak-favorabel. Jawaban tidak favorabel adalah respons tidak setuju terhadap pernyataan yang tak-favorabel.

  Dari jawaban responden terhadap setiap pernyataan akan diperoleh distribusi frekuensi responden bagi setiap kategori, yang kemudian secara komulatif akan dilihat deviasinya menurut deviasi normal. Dari sinilah nilai skala dapat ditentukan. Nilai skala ini kemudian akan menjadi skor terhadap jawaban individual responden yang diukur sikapnya.

  Berikut proses penentuan nilai skala bagi responden terhadap contoh pernyataan nomor 1 pada tabel 1.1 . dalam tabel, tanda (+) menandakan bahwa pernyataan ini adalah pernyataan favorabel. Harus diperhatikan bahwa apabila pernyataan yang akan dianalisis merupakan pernyataan yang favorabel maka kategori jawaban STS kita letakan paling kiri dan kategori jawaban SS kita letakan paling kanan, seperti pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.2 Perhitungan Nilai Skala Kategori Jawaban untuk Contoh Pernyataan Favorabel (N = 200)

  Nomor Kategori respons Pernyataan STS TS E S SS 1 (+)

  F

  4

  36

  59

  87

  14 P = f/N .020 .180 .295 .435 .070 Pk .020 .200 .495 .930 1.000

  Pk-tengah .010 .110 .348 .713 .965 Z -2.326 -1.227 -.391 .562 1.812

  Z+ 2.326 1.099 1.935 2.888 4.138 Nilai skala

  1

  2

  3

  4 Lajur pertama pada tabel 1.1 memuat frekuensi jawaban untuk setiap kategori respons. Keseluruhan frekuensi itu kalau dijumlahkan akan sama banyak dengan jumlah individu penjawab yang dalam contoh ini adalah 200 orang.

  Untuk memperoleh proporsi (P), kita hanya perlu membagi setiap frekuensi (f) dengan banyaknya responden (N). Dalam contoh ini, proporsi jawaban STS adalah 4/200 = 0,020.

  Lajur ketiga adalah lajur pk, yaitu proporsi kumulatif. Proporsi kumulatif adalah proporsi dalam suatu kategori ditambah dengan proporsi kesemua kategori disebelah kirinya. Sebagai contoh, pk untuk kategori E dihitung dengan menjumlahkan 0,295 ditambah dengan 0,020 dan ditambah dengan 0,180. Sehingga pk = 0,295 + 0,180 + 0,020 = 0,495.

  Selanjutnya, pk-tengan adalah titik tengah proporsi kumulatif yang dirumuskan sebagai setengah proporsi dalam kategori yang bersangkutan ditambah proporsi kumulatif pada kategori di sebelah kirinya, yaitu: Pk-tengah = ½ p + pkb P = proporsi dalam kategori itu Pkb = proporsi kumulatif dalam kategori di sebelah kirinya

  Nilai deviasi z diperoleh dengan melihat harga z untuk masing-masing pk- tengah. Untuk itu dipergunakan tabel deviasi normal. Pada tabel deviasi normal, kolom tegak yang paling kiri memuat dua angka pertama harga p, yang dalam hal ini merupakan pk-tengah. Baris paling atas memuat angka ketiga harga pk-tengah. Apabila kita ingin melihat harga z untuk kategori S, misalnya, maka dari pk- tengah = 0,713 kita melihat dikolom paling kiri angka 0,71, deretan angka dikanannya adalah harga-harga z. kemudian, dapatkan angka 3 pada baris yang paling atas. Tarik garis vertical ke bawah. Pertemuan garis ini dengan angka- angka dikanan p = 0,71 merupakan harga z untuk pk-tengah 0,713. Dalam contoh ini ditemukan z = 0,562.

  Dengan mengetahui nilai z bagi setiap kategori respons sebenarnya kita memperoleh jarak antara masing-masing kategori dalam satu deviasi normal sepanjang satu kontinum yang berskala interval seperti yang kita inginkan.

  Kemudian pada baris berikutnya, kita menggeser kategori respons yang nilai skaanya paling kecil ke titik 0 yaitu menjadikan harga z untuk kategori paling kiri (kategori respon STS) pada semua harga z yang ada sehingga harga z pada kategori repon yang lain akan positif. Apabila nilai skala respon terendah ingin kita letakan pada angka 1 sehingga kontinumnya bergerak antara 1 sampai dengan

  5, maka dalam contoh ini kita perlu menambahkan angka mutlak sebesar 3,326. Angka 0 atau angka 1 semua dapat dipilih sebagai titik awal asalkan semua pernyataan dalam skala sikap yang berangkutan diperlukan sama sehingga kita memiliki sebaran nilai skala pada kontinum yang sama.

  Langkah terakhir adalah melakukan pembulatan harga z. pembulatan dilakukan dengan melihat angka dibelakang koma. Apabila angka dibelakang koma lebih kecil dari pada 0,0500 maka dapat dihilangkan saja.sedangkan bila angka tersebut sama dengan atau lebih besar dari pada 0,500 maka dibulatkan keatas. Demikianlah nilai z yang telah kita bulatkan ini dijadikan nilai skala sehingga kita memperoleh bobot untukmasing-masing kategori respons pada pernyataan nomer 1 sebagaimana disajikanpada tabel 2.2.

  Selanjutnya adalah contoh lain dengan menggunakan pernyataan tak- favorabel. Kita dapat melihat nomor dua yang diberi tanda (-) yang artinya pernyataan tersebut termasuk pernyataan tak-favorabel. Untuk tetap memberikan bobot tertinggi pada jawaban favorabel maka urutan kategori respons bagi pernyataan nomor dua kita balik. Sekarang kategori SS kita letakan paling kiri sedangkan kategori STS kita letakan paling kanan. Distribusi jawaban untuk setiap kategori, setelah urutan kategori responsnya dibalik, disajikan pada tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 Perhitungan Nilai Skala Kategori Jawaban untuk Contoh Pernyataan Tak-Favorabel (N = 200)

  Nomor Kategori respons Pernyataan SS S E TS STS 2 (-)

  F

  6

  29 42 103

  20 P = f/N .030 .145 .210 .515 .100 Pk .030 .175 .385 .900 1.000

  Pk-tengah .015 .103 .280 .643 .950

  Z -2.170 -1.265 -.583 .366 1.645 Z+ 2.326 .905 1.587 2.536 3.825

  Nilai skala

  1

  2

  3

  4 Dari kedua contoh perhitunganpada tabel 1.1 dan 1.2 jelas tampak bahwa pembulatan harga deviasi z menghasilkan deretan angka yang mempunyai interval tetap dari 0 sampai kepada angka 4. Pada pernyataan favorabel angka tertinggi diberikan kepada jawaban “sangat setuju” dan angka terendah 0 diberi kan pada jawaban “sangat tidak setuju”. Sebaliknya, pada pernyataan tak- favorabel jawaban “sangat setuju” mendapat angka terendah 0 dan jawaban “sangat tidak setuju” memperoleh angka tertinggi 4.

  Namun dalam Mardapi (2007: 212) skala Likert mengalami modifikasi. Mardapi menjelaskan, dalam pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada kategori tiga untuk skala Likert. Untuk mengatasi hal tersebut skala Likert hanya menggunakan empat pilihan, agar jelas sikap atau minat responden. Maka contoh skala Likert dengan skala empat dalam Mardapi (2007: 212) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 Contoh Skala Likert dengan Skala Empat dalam Mengukur Sikap Terhadap Pembelajaran Matematika No Pernyataan Pendapat

  4

  3

  2

  1

  1 Pelajaran matematika bermanfaat SS S TS STS

  2 Pelajaran matematika sulit SS S TS STS

  3 Tidak semua siswa harus belajar matematika SS S TS STS

  4 Pelajaran matematika harus dibuat mudah SS S TS STS

  5 Harus banyak aplikasi pada pel. Matematika SS S TS STS

  Pendapat ini juga diperkuat dalam Wardani (2012: 208) yang menyebutkan bahwa jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Penting (SP), Penting (P), Tidak Penting (TP), Sangat Tidak Penting (STP) atau (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak setuju, (4) sangat tidak setuju. Maka Wardani juga memberikan contoh tabel skala Likert sebagai berikut:

Tabel 2.5 Pengukuran Sikap Terhadap Pelajaran IPS dengan Skala Empat No Pernyataan Pendapat

  4

  3

  2

  1

  1 Pelajaran IPS bermanfaat SS S TS STS

  2 Pelajaran IPS sulit SS S TS STS

  3 Tidak semua siswa harus belajar IPS SS S TS STS

  4 Pelajaran IPS harus dibuat mudah SS S TS STS Dari kajian teori di atas, peneliti mencoba menggabungkan teori Likert menurut Azwar dengan Wardani dan Mardapi. Tujuan dari peneliti dengan menggabungka teori tersebut agar tercipta inovasi baru dalam pengukuran skala Likert. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan perhitungan skala dengan cara sederhana. Jadi, tidak akan menimbulkan suatu kesalahan dalam memberikan skor. Jika akan menggunakan skala deviasi normal dalam perhitungan skor, skala empat tidak bermasalah juga. Karena pokok perhitungan ada dalam kolom satu dan dua. 2)

  Menentukan Nilai Skala dengan Cara Sederhana Selain menentukan nilai skala dengan deviasi normal, menentukan nilai skala dapat juga dilakukan dengan cara sederhana.penentuan nilai skala dengan memberikan bobot dalam satuan deviasi normal bagi setiap kategori jawaban merupakan cara yang cermat dan akan menghasilkan interval yang tepat dalam meletakan masing-masing kategori pada suatu kontinum psikologis. Adanya fasilitas computer sangat memudahkan prosedur analisisnya. Walaupun cara itu memerlukan waktu dan tenaga yang banyak, setiap penyusunan skala sikap hendaklah berusaha melakukannya.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Hubungan Kehadiran terhadap Tingkat Prestasi Mahasiswa Menggunakan Metode Regresi dan Korelasi: Studi Kasus Kelas Praktikum ALM FTI UKSW

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Project Based Learning bagi Siswa Kelas V di SDN Tingkir Tengah 1 Semester II Tahun Pelajaran 2014 / 2015

0 0 17

23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Seting dan Karakteristik Subjek Penelitian 3.1.1 Waktu Penelitian

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Melalui Model Project Based Learning bagi Siswa Kelas V di SDN Tingkir Tengah 1 Semester II Tahun Pelajaran 2014 / 2015

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Pengaruh Penempatan Perangkat Wi-Fi terhadap Persentase Konektifitas Jaringan Indoor dengan Metode RSSI ( Receive Signal Strength Indicator): Studi Kasus FTI UKSW

0 1 25

3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP-UKSW

1 2 14

4.1 Hasil Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP-UKSW

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aplikasi Pemesanan Bus Pariwisata Menggunakan Payment Gateway Berbasis Android: Studi kasus Bluestar, Salatiga

0 1 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan Aplikasi Absensi Pegawai Berbasis Web dengan Codeigniter: Studi Kasus Kantor DPRD Kota Salatiga

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Instrumen Penilaian Ranah Sikap dengan Menggunakan Skala Likert untuk Kelas V Semester 2 Berdasarkan Kurikulum 2013

0 0 9