TINDAKAN KORUPSI DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang
memiliki

kewenangan, kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau

kedudukan guna memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan negara atau perekonomian Negara. Korupsi telah memasuki

berbagai bidang dalam pemerintahan birokrasi, swasta, hukum, politik dan
berbagai bidang yang memungkinkan terjadinya tindak pidana korupsi. Korupsi
saat ini seperti penyakit tumor yang ganas yang telah menggerogoti tubuh
manusia, sehingga, korupsi menjadi ancaman eksistensi dari negara Indonesia.
Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang memiliki porsi anggaran
yang cukup besar dari APBN dan APBD yaitu 20% sebagai amanat dari UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sehingga pendidikan menjadi salah satu
bidang yang rawan dalam tindakan korupsi. Oleh karena itu, dalam bidang
pendidikan telah terjadi korupsi yang sistematik dan sistemik. Walaupun korupsi
dari tiap-tiap oknum kecil tetapi jika di akumulasi maka akan menjadi nilai yang

sangat besar yang merugikan negara.
Kerugian korupsi dalam bidang pendidikan bukan hanya tentang nominal
angagran yang dikorup tetapi berdampak langsung terhadap peserta didik karena
menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan bahkan pelanggaran HAM
karena pendidikan merupakan Hak asasi Manusia (warga negara).

1

1.2 Permasalahan
Adapun dalam karya tulis ilmiah ini permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
 Apa itu tindakan korupsi ?
 Apa saja kasus tindakan korupsi di bidang pendidikan ?
 Dampak apa saja dari tindakan korupsi di bidang Pendidikan ?
 Apa saja solusi untuk mengurangi tindakan korupsi di bidang
pendidikan ?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah memenuhi persyaratan mata
kuliah Etika dan Profesional Sarjana di Universitas Mercu Buana.
1.4 Metode

Metode yang digunakan dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah studi
kepustakaan, dimana penulis memperoleh beberapa sumber kepustakaan
dimulai dari literatur, buku-buku, artikel-artikel, juga internet.
1.5 Kegunaan
Kegunaan dari karya tulis ilmiah ini adalah menyadarkan kita sebagai generasi
bangsa dengan karakter bangsa yang terkemuka sebagai Negara korupsi
tertinggi di dunia maupun di Asia Pasifik, karena citra Negara itu sendiri
merupakan tanggung jawab dari seluruh warga negaranya. Tidak hanya sebagai
alur pemikiran penulis dalam mengemukakan analisis dari permasalahan korupsi
di dunia pendidikan.

2

1.6 Sistematika
a. Menentukan tema
b. Menentukan judul
c. Mencari dan mengumpulkan bahan dan kata
d. Menyusun kerangka
e. Mengembangkan kerangka karya tulis ilmiah
f. Membuat kesimpulan dan saran


BAB II
3

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tindakan Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio- Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah
tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna memperoleh
kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan umum.
Menurut

Kamus

Besar

Bahasa

Indonesia


(KBBI)

korupsi

adalah

penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Jadi kelompok kami menyimpulkan bahwa
korupsi

adalah

menyalahgunakan

tindakan
atau

yang


melanggar

memanfaatkan

hukum

kewenangan

dimana

orang

tersebut

atau

kedudukan

guna


memperoleh keuntungan pribadi.
2.2 Macam-macam Kasus Korupsi di Bidang Pendidikan
Tindak korupsi yang terjadi dalam bidang pendidikan dapat di anatomi menjadi
beberapa aktivtas yang rawan terjadi korupsi yaitu :
1. Pengangkatan jabatan kepala sekolah
2. Pengadaan sarana dan prasarana termasuk (seragam, buku, gedung, peralatan,
laboratorium dsb)
3. Penggunaan dana BOS,
4. Penerimaan siswa baru
5. Undangan untuk memasuki PTN melalui Undangan
6. Pengangkatan guru honorer menjadi CPNS
4

Enam kasus dari tindak pidana korupsi bidang pendidikan merupakan aktivitas yang
terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Tindak pidana ini melibatkan beberapa
oknum mulai dari oknum guru, oknum kepala sekolah, dinas pendidikan, kepala
daerah bahkan sampai tingkat pusat. Oleh karena itu kita harus memahami kasus ini
sehingga mampu mengidentifikasi tindak pidana korupsi dalam bidang pendidikan,
karena hal ini terkait langsung dengan pendidikan sebagai sebuah kebutuhan
Dalam tulisan ini akan coba dijelaskan mengenai ke-enam kasus tindak pidana

korupsi di bidang pendidikan sebagai berikut :
1. Pengangkatan jabatan kepala sekolah
Pengangakatan kepala sekolah terutama terjadi di sekolah-sekolah negeri (publik),
tetapi tidak menurup kemungkinan di sekolah Swasta/ Yayasan. pengisian jabatan
kepala sekolah, sudah menjadi rahasia umum dan kebiasaan bahwa untuk menjadi
seorang kepala sekolah harus memberikan uang kepada dinas bahkan kepada
kepala daerah di daerah tersebut. bahkan jumlah uang disetorkan dari seorang
kepala sekolah bahkan tiap tingkatan berbeda, SD sekitar puluhan juta rupiah, SMP
dan SMA bahkan mencapai angka ratusan juta rupiah. Bahkan di salah satu
kabupaten, kepala sekolah menyetor kepada kepala daerah tiap tahunnya agar tidak
di non-jobkan.
Tindak korupsi di dunia pendidikan dengan pengisian jabatan ini pastinya akan
berdamak sistemik karena sang calon kepala sekolah yang sudah menyetor kepada
dinas dan kepala sekolah akan mencari uang pengganti modal yang ia setor dengan
mengambil dari anggaran sekolah. Karena nilai tunjangan fungsional yang ia terima
tidak akan mampu menutupi modal yang ia keluarkan. Selanjutnya, hal ini akan

5

berdampak pada kualitas sekolah karena karena tidak maksimalnya programprogram yang dilaksanakan, bahkan menjadi program fiktif. Pengadaan sarana dan

prasarana termasuk (seragam, buku, gedung, peralatan, laboratorium dsb)
Kepala sebagai pusat pengambil kebijakan disekolah harusnya bersifat otonom,
tetapi karena dampak dari setoran-setoran, suap-menyuap menjadikan kepala
sekolah tidak otonom dengan program-program yang akan dilakukan. Selain itu
kepala sekolah yang harusnya menjadi teladan bagi peserta didik yang ada
disekolah, berubah menjad monster penghisap darah yang mengorbankan
kepentingan generasi penerus untuk kepentingan pribadinya.
Tindak korupsi dalam pengisian jabatan kepala sekolah akan menghasilkan kepala
sekolah yang memiliki kebusukan jiwa, berjiwa korup dan berkualitas rendah.
Sehingga secara langsung akan berdampak pada kualitas dari proses pendidikan
yang dilaksanakan. Penulis teringat dengan sebuah hadis yang menggambarkan
keruskan bila suatu jabatan dipegang oleh orang yang tidak ahli atau tidak cakap :
“Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan:
“bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara
(amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka
tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari)
Sekolah akan menjadi tempat yang kering akan nilai-nilai religiusitas ketika jabatan
kepala sekolah diisi oleh orang-orang yang berjiwa korup. Pendidikan Anti Korupsi
akan kering dengan keteladanan ketika di sekolah sudah terjadi korupsi. Hasilnya
Pendidikan Anti Korupsi akan menjadi seperti benih yang tumbuh ditanah kering,

gersang dan tandus. Pendidikan Anti Korupsi akan kehilangan keteladanan sebagai

6

air dari Pendidikan Anti Korupsi. Pendidikan Anti Korupsi bukan hanya mengisi
anak-anak dengan kognitif tetapi juga tmbuhnya sikap kesadaran dari semua warga
sekolah tentang kesadaran sikap anti korupsi.
Tindak pidana korupsi dalam pengsian jabatan sudah digolongkan dengan
penyuapan. Semua pihak yang terlibat akan dapat dipidanakan tetapi memang tidak
akan ditangani KPK karena biasanya tindak pidana dengan nominal yang kecil
karena KPK hanya menindak tindak Pidana Korupsi diatas 1 Milyar (pasal 11 UU
No.

20

Tahun

2002

tentang


Komisi

Pemeberanntasan

Tindak

Pidana

Korupsi).Tetapi bila diakumulasi dari seluruh orang-orang yang terlibat maka akan
menghasilkan nilai yang sangat besar. Padahal angka kepercayaan terhadap
lembaga penegak hukum lainnya untuk menangani kasus korupsi sangat rendah,
sehingga korupsi dalam pengisian jabatan kepala sekolah ini jarang terungkap dan
menyeret pihak-pihak terkait, dari kepala sekolah, dinas sampai kepala daerah.
Dalam Undang-Undang Tipikor (UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi mengatur persoalan penyuapan ini (gratifikasi ) pada pasal 12 B yang
berbunyi
1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a) yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima
gratifikasi;
b) yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),pembuktian
bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

7

2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Harus ada terobosan dalam penegakan hukum gratifikasi untuk pengisian jabaatan
kepala sekolah sebagai wujud dari semangat jiwa anti korupsi dalam bidang
pendidikan. Harapannya dengan terungkapnya tindak korupsi dalam pengisian
jabatan tersebut maka dapat menjadi terobosan terbaru bahwa tindak pindana
korupsi sekecil apapun dapat di pidana kan sesuai dengan hukum yang
berlaku. Oleh karena itu, efektifitas dari penegak hukum selain KPK yaitu Polisi dan
Jaksa sangat dipertanyakan oleh publik untuk mengungkapkan. Ataupun Kurangnya
laporan dari masyarakat terhadap tindak korupsi dalam pengisian jabatan kepala
sekolah ini.
Penulis yakin ketika ada satu saja tindak pidana koruspi dalam pengisian jabatan ini
di tindak sesua dengan hukum yang berlaku pasti akan menggerat baik biirokrasi
bahkan kepala daerah. Oleh karena itu, sangat diharapkan keberanian dan
pembuktian diri dari aparat penegak hukum selain KPK yaitu Polisi dan Jaksa serta
peran serta masyarakat dalam melaporkan tindak pindana kourupsi dalam pengisian
jabatan Kepala Sekolah. LSM (sebagai wujud dari masyarakat yang aktif) harus
menjadi LSM yang terus bergerak dan tidak menjai LSM yang gampang disuap
untuk tutup mulut.

2. Penggunaan dana BOS, Anggaran sekolah dan sejenisnya

8

Penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Anggaran Sekolah dan
Sejenisnya merupakan salah satu dampak dari praktik korupi dalam pengisian
jabatan kepala sekolah, sebagaimana poin pertama. Dana BOS, Anggaran Sekolah,
bantium dam sejenisnya, menjadi lahan basah untuk suburnya tindak pidana
korupsi. Sehingga dengan berbagai cara dan upaya agar anggaran bisa masuk
kedalam kantong pribadi sang pemegang jabatan.
Penyalahgunaan

ini dapat berupa

pembuatan

program-program fiktif atau

pembuatan program haya sekedar formalistik untuk menghabiskan anggaran tanpa
dilandasi atas kebutuhan nyata untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah
tersebut. walaupun, nominalnya tidak besar tetapi seharunys ada upaya penindakan
yang tegas dan pengungkapan dari penyalahgunaan anggaran dalam bidanng
pendidikan. Dalam melakukan hal ini pasti melibatkan sistem yang ada disekolah,
mulai dari tata usaha, komite, dan kepala sekolah sendiri bahkan ada sepertiuang
tutup mulut bagi LSM dan Wartawan, belum lagi jatah dari atasan kepala sekolah
dari tingkat KCD sampai kepala dinas serta kepala daerah.
Kasus yang baru saja terjadi adalah korupsi proyek pengadaan alat bantu
laboratorium di sejumlah Pergutuan Tinggi Negeri (PTN) dimana melakukan
penggelembungan (mark up) proyek yang didanai APBN. Pengusutan kasus korupsi
di lingkungan Kementerian Pendidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan tersangka Angelina Sondakh (Angie) membuat 16 rektor pada puluhan
perguruan tinggi negeri di Indonesia tersangkut kasus ini. Pasalnya, satu per satu
pendidik yang bergelar profesor doktor itu kini dipanggil KPK menjadi saksi. Diduga
kuat anggaran pengadaan sarana dan prasarana yang berasal dari APBN Tahun

9

2010 lalu pada 16 kampus senilai Rp 600 miliar menjadi bancakan politisi di DPR
serta para pimpinan universitas.
KPK menemukan 16 aliran dana mencurigakan ke Angelina Sondakh yang nilainya
miliaran rupiah. Nilai total proyek pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di
sejumlah universitas negeri yang diduga dikorupsi Angie mencapai Rp 600 miliar.
Total nilai tersebut diperoleh KPK dari proyek pengadaan sarana dan prasarana
pendidikan di 16 universitas negeri yang tersebar di seluruh Indonesia tahun
anggaran 2010.
Data yang diperoleh Jaya Pos menyebutkan, ke-16 universitas negeri yang ternoda
korupsi dalam pembahasan anggaran pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
tahun 2010 :

No.

PERGURUAN TINGGI

JUMLAH ANGGARAN SARANA DAN PRASARANA
YANG DIDUGATERKENA KASUS KORUPSI

1.

Universitas Sumatra Utara

Rp. 30 milyar

2.

Universitas Brawijaya

Rp. 30 milyar

3.

Universitas Udayana

Rp. 30 milyar

4.

Universitas Jambi

Rp. 30 milyar

5.

Universitas Negeri Jakarta

Rp. 45 milyar

6.

Institut Teknologi Sepuluh November

Rp. 45 milyar

7.

Universitas Jendral Soedirman

Rp. 30 milyar

8.

Universitas Sriwijaya

Rp. 75 milyar

9.

Universitas Tadulako

Rp. 30 milyar

10.

Universitas Nusa Cendana

Rp. 20 milyar

11.

Universitas Pattimura

Rp. 35 milyar

10

12.

Universitas Negri Papua

Rp. 30 milyar

13.

Universitas Sebelas Maret

Rp. 40 milyar

14.

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Rp. 50 milyar

15.

Universitas Negeri Malang

Rp.40 milyar

16.

Institut Pertanian Bogor

Rp. 40 milyar

Salah satu kesulitan mengungkapkan Tipikor di bidang pendidikan ialah kecilnya
nominal dan kondisi penegak hukum yang kra bekerja efektif dalam mengungkap
tipikor di sekolah. Mengani hal ini sebenarya sudah diatur dalam UU Tipikor bagi
penyalahgunaan anggaran dalam Pasal 8 (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) yang berbunyi :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya,
diambil atau

atau

digelapkan

membiarkan
oleh

uang

orang

atau

lain,

surat
atau

berharga
membantu

tersebut
dalam

melakukan perbuatan tersebut.
Sekali lagi

permasalahan, karakter dari pemberian amanah penganggaran,

pengawasan dari penggunaan anggaran. Wala korupsi dalam sekolah tidak sebesar
di pusat, tetap saja perbatan melanggar hukum dan harus ditindak sesuai dengan
hukum yang berlaku di Indonesia.
3. Penerimaan siswa baru

11

Penerimaan siswa baru mjuga merupakan lahan basah dari tindak korupsi dalam
bidang pendidikan. Walau nominalnya kecil, tetapi tetap tindak pidana korupsi
karena akan sangat merugikan masyarakat umum. Memasuki Sekolah Negeri
merupakan hak seluruh warga negara muda, selain mendapatkan subsidu yang
besar dari pemerintah, kualitas sekolah cukup terjaga. Minat yang tinggi ini menjadi
lahan basah terjadinya tindak pidana korupsi di sekolah (bidang pendidikan).
Jabatan publik yang dimiliki kepala sekolah, Wakil kepala sekolah dan guru dan
disalahgunakan dalam penerimaan siswa baru ini. Oleh karena itu harus dibangun
sistem dan pengawasan untuk dapat mengecilkan tindak pidana korupsi dalam
penerimaan siswa. Bisa saja terjadi orang tua calon siswa baru memberikan
gratifikasi untuk mempengaruhi keputusan dalam penerimaan siswa baru. Pasal 5
8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang berbunyi :
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengankewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau
berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau
tidak dilakukan dalam jabatannya.

12

4. Undangan untuk memasuki PTN
Sama seperti penerimaan siswa baru, undangan untuk memasuki PTN dapat
menjadi kesempatan penyalahgunaan jabatan publik dari Kepala Sekolah, wakil
kepala sekolah dan guru. Dengan menyembunyikan atau memberikan informasi
secara tidak luas kepada seluruh siswa untuk mendapatkan hak yang sama
bersaing dalam jalur undangan dari PTN.
Orang tua guru dapat saja memberikan gratifikasi untuk mempengaruhi keputusan
sekolah tentang siswa yang akan menjadi peserta dalam jalur undangan ini. Sekali
dengan nominal yang kecil seakan perbuatan ini menjadi perbuatan biasa saja.
Padahal sebagai pejabat publik tidakboleh menerima gratifikasi dari masyarakat
terutama terkait degan jabatannya menetukan sesuatu hal.
Perbuatan seperti ini sebenarya menimbulkan lingkungan yang tidak sehat bagi
berkembangnya sikap atni korupsi dari peserta didik. Karena dari proses ini ada
indikasi teladan yang buruk dari proses ini. Walau hal yang kecil tapi sangat
berdampak terhadap budaya sekolah. Apalagi ketika saat ini sekolah ingin menjadi
sekolah yang anti kourpsi.
5. Pengangkatan guru menjadi CPNS
Pengangkatan guru menjadi CPNS merupakan rahasia umum, hal ini terjadi dari
seleksi umum CPNS dan Seleksi dari honorer menjadi CPNS. Kedua-duanya

13

memiliki peluang yang sama untuk menjadi lahan yang subur terjadinya tindak
pindana korupsi dengan menyelahgunakan jabatan publik yang mereka pegang.
Dalam pengangkatan CPNS dari jalur umum, sudah menjadi rahasia umum bahwa
ada

oknum-oknum

pegawai

negeri

di

pemerintahan

daerah,

BKD

yang

memanfaatkan jabatan mereka untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan
berjanji bisa memberikan kelulusan bagi seorang peserta seleksi asalkan
menyiapkan uang dengan nominal bahkan sampai ratusan juta. Hal ini
bagaimanapun merupakan bentuk penyalahgunaan jabatan publik yang ada pada
dirinya. Selain itu, dapat menjadi tindak pdaiana penyuapan dan kedua belah pihak
akan kena hukuman baik yang meyuap dan yang disuap.
Selain itu ada pula, penyalahgunaan jabatan publik dengan menipu peserta seleksi
CPNS, seperti broker, jadi sang pejabat bermain untung-untungan walau
sebenarnya dia tidak memiliki akses untuk meluluskan peserta tersebut. Jadi pejabat
korup tersebut menerima dari peserta tes CPNS sejumlah uang dengan janji dapat
meluluskan peserta tersebut.
Permasalahannya lagi adalah terkadang tersangka penyuap dan yang disuap slit
diungkap karena terjadi rahasia diantara mereka berdua, dan ketika keduanya
berbicara maka kedua belahpihak dapat dipidana. Penulis dapat menyimpulkan
sebab sulitnya mengungkap praktik suap dalam pengangkatan CPNS ini, karena
para pelaku tidak ingin dirnya bermasalah dengan hukum.
6. Pungutan Liar
Di sekolah yang korup akan menjadikan pungutan liar ini menjadi salah satu sumber
mendapatkan anggaran untuk dapat diselewengkan. Banyak dalih dalam pungutan
14

liar ini, mulai dari pengambilan ijazah, raport, pembuatan surat, sumbangan ke
sekolah dan sebagainya perbuatan-perbuatan yang terus berkembang untuk
mendapatkan uang.
Pungutan liar ini bisa saja salah satu efek dari pengengkatan kepala sekolah dengan
tarif sebagaimana poin pertama, sehingga kepala sekolah beserta jajaranya
mengada-ada soal kebuthan dana, padahal sudah ada anggaran dari pemerintah
untuk operasional.
2.3 Dampak dari Tindakan Korupsi di Bidang Pendidikan
Korupsi sepertinya sudah membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia,
perbuatan-perbuatan yang kita anggap biasa seperti memberikan sesuatu kepada
orang yang kita hormati dapat digolongkan tindak korupsi. Ketika telah menjadi
budaya maka pemberantasan korupsi juga harus terstruktur dalam pendidikan,
karena pendidikan merupakan saluran dari proses pembudayaan warga negara.
tetapi ketika bidang pendidikan terjadi tindakan-tindakan korup maka proses
pembudayaan masyarakat anti korupsi seperti menanam benih di padang pasir yang
tandus.
Perbuatan korupsi di bidang pendidikan akan berdampak langsung pada peserta
didik sebagai orang yang pertama mendapatkan dampak dari perbuatan korup ini.
Karena tindak korupsi di bidang pendidikan dapat saja melanggar Hak Asasi
Manusia para peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
1. Kualitas Pendidikan

15

Kualitas pendidikan menjadi hal pertama yang diserang oleh tindak kourpsi dalam
bidang pendidikan. Merosotnya kualitas penddidikan ditandai dengan tidak adanya
atau rendahnya perlengkapan yang berkaualitas, adanya ukuran-ukuran mutu yang
rendah dan adanya kandidat yang berkualifikasi dan/atau bermotivasi rendah yang
terpilih (atau membeli posisi) untuk guru dan jabatan laiinya (Kesuma. Et. al
2009:33). Hal ini jelas berdampak, pengisian jabatan baik guru dan kepala sekolah
yang dilakukan dengan proses korup akan menempatkan para koruptor baru dalam
jabatan guru dan kepala sekolah.
Ketika jabatan guru dan kepala sekolah sudah disisi dengan orang-orang berjiwa
korup maka kualitas pendidikan akan jauh panggang dari api, karena orientasi
mereka bukan lagi meningkatkan kualitas pendidikan tapi bagaiman dengan
berbagai cara mengumpulkan materi utuk pribadi mereka. Sehingga mereka akan
mengadakan program-program fiktif dan/ atau program-program tidak mendasar
atau mengada-ada yang tidak berdampak sama sekali untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Akan muncul para pembuat proyek fiktif, pungutan liar dan sebagainya
yang penting dapat mengembalikan modal dan mendapatkan keuntungan yang
terlah mereka tanam ketika mereka membeli jabatan tersebut. Kualitas pendidikan
akan semakin rapuh ketika dalam bidang pendidikan tumbuh subur tindak pidana
korupsi.
2. Kerugian Finansial
Kerugian finansial jelas menjadi salah satu dampak dari prilaku korup para
pemegang jabatan publik dalam dunia pendidikan. Walau jika dilihat secara oknum
nominalnya tidak besar sehingga tidak dapat di tindak dengan KPK tetapi jika
diakumulasikan maka akan muncul jumlah yang sangat besar. Hal ini harusnya
16

mendapat perhatian khusu dari aparat penegak hukum dalam tipikor selain KPK
yaitu Polisi dan Jaksa untuk mampu menyeret para koruptor dalam bdaing
pendidikan.
Dengan Anggaran 20% dari APBN dan APBD dan dana yang besar itu dipecah
menjadi bagian-bagian kecil lalu bagian-bagian kecil itu ternayata dikorupsi maka
kerugian finansia akan langsung terasa kepada negara.
Selain itu kerugian finansial akan juga berdampak kepada masyarakat umum
dengan pungutan-pungutan liar yang terjadi disekolah. Walau dari tiap orang tua
nominalnya kecil tetapi bila dijumlahkan maka akan menjadi nominal yang cukup
besar. Sebagai contoh 1 orang siswa dipungli Rp.10.000 dikali jumlah seluruh siswa
yang ada disekolah tersebut contoh 1000 siswa maka 10.0000 x 1000 maka
terkumpul dana Rp 10.000.000 dan dikalikan semua sekolah yang ada di Indonesia
maka akan terakumulasi jumlah dana yang sangat besar.
3. Ketidakadilan sosial
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan sila ke-lima dari Pancasila.
melalui perilaku pengisian jabatan guru dan kepala seklah selannjutnya perilaku
korups dalam penerimaan siswa baru dan undangan dari PTN akan menciderai rasa
keadilan dari seluruh warga negara Indonesia. Semua warga negara Indonsia
berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Ketika terjadi tindak pidana korupsi dalam bidang pendidikan akan mematikan
potensi dari warga negara muda karen mereka akan kehilangan pendidikan yang
berkualitas, dan kesempatan untuk mengabdi kepada negara.

17

4. Pengurangan tingkat partisipasi
Partisipasi warga negara dalam pendidikan merupakan usaha agar mewujudkan
warga negara yng terdidik. Semakin banyak partisipasi maka semakin banyak pula
warga negara yang terdidik dan hal ini merupakan modal utama negara dalam
pembangunan. Tetapi ketika sarana dan prasanara tidak tersedia yang diakibatkan
dari tindak korupsi, maka akan menurunkan jumlah partispasi warga negara dalam
pendidikan dan ini jelas menguarangi potensi warga neagra terdidik.
5. Hilangnya akhlak mulia
Pendidikan Indonesia bukan merupakan pendidikan yang sekuler, yang memisahkan
agama dalam mebentuk warga negara yang baik. Tindak Pidana korupsi dalam
bidang

pendidikan

menjadikan

peserta

didik

kehilangan

teladan

bahkan

kepercayaan terhdap sekolah dalam mebentuk mereka. Sehingga muncul generasi
yang memiliki akhlak yag sejalan dengan pejabat dibidang pendidikan.
Benar juga pepatah yang mengatakan “guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”ketika jiwa korup sudah meuncul dari pejabat-pejabat dalam bidang
pendidikan bahkan termasuk kepala sekolah dan guru. Maka siswa juga akan
muncul jiwa korup karena mendapatkan teladan langusng dari kepala sekolah dan
guru.
Pendidikan Anti Kourpsi harus didasari keimanan terhadap Tuhan YME, warga
negara yang cerdas, beriman dan bertakwa merupakan modal utama dari jiwa anti
korupsi. Oleh karena itu, sekolah harus menjadi lingkungan yang anti korupsi
sehingga tidak terjadi pendekatan formaslistik dalam pendidikan Anti korupsi tetapi
pendekatan pembudayaan anti korupsi.
18

2.4 Solusi untuk Tindakan Korupsi di Dunia Pendidikan

 meningkatkan kualitas SDM pengelola pendidikan.
Kualitas SDM diyakini berpengaruh langsung terhadap kualitas kinerjanya.
Oleh karena itu, sistem perekrutan pekerja pendidikan harus dibenahi.
Selama ini, ada sinyalemen bahwa sistem rekrutmen pekerja dunia
pendidikan tidak berlansung dengan jujur, objektif, adil, dan transparan.
Berbagai kecurangan mewarnai setiap perekrutan, seperti penggunaan uang
pelicin, permainan kerabat pejabat, dan bahkan manipulasi hasil tes.
Akibatnya, calon pegawai yang cerdas tersingkir, karena tidak mampu
membayar lebih atau melobi para pejabat. Celakanya, calon pegawai dengan
kualitas rendah baik dari intelektualitas maupun mentalitas melenggang
dengan mulus. Kondisi ini merupakan awal yang buruk untuk meningkatkan
kinerja pekerja pendidikan. Bahkan, sangat mudah terpengaruh tindakan
melawan aturan, seperti korupsi. Oleh karena itu, pembenahan sistem
rekrutmen pekerja pendidikan adalah keniscayaan.

 Meningkatkan kesejehateraan para pekerja pendidikan.
Karena

mereka

adalah

implementator

di

lapangan.

Sebaik

apapun

perencanaan, jika pelaksananya bobrok, hasilnya dipastikan hancur. Apalagi
mereka berhadapan dengan dana besar dan cakupan wilayah yang sangat
luas, sehingga rawan penyelewengan. Dengan meningkatkan kesejahteraan,
diyakini dapat meningkatkan kinerja dan tanggung jawab mereka sebagai
pelayan sektor pendidikan. Mereka bekerja murni untuk kepentingan dunia
pendidikan tanpa ada pemikiran memperoleh pendapatan tambahan lain,
19

apalagi yang tidak halal. Akibatnya, korupsi sektor pendidikan dapat
direduksi.
Dalam hal ini, dimulai dari sistem penerimaan mahasiswa calon pendidik,
kurikulum lembaga pencetak tenaga pendidik yang link dan match dengan
kebutuhan, sistem penerimaan calon guru, pembinaan dan pengawasan
kinerja pendidik, sistem reward dan punishmet untuk pendidik. Semua harus
dilakukan dengan aturan dan mekanisme jelas serta dipayungi hukum yang
pasti.

 pendidikan antikorupsi untuk semua.
Pendidikan ini tak hanya untuk peserta didik di semua jenjang pendidikan,
tetapi juga pejabat dan politisi yang memiliki otoritas atas kebijakan dan
anggaran pendidikan serta rekanan pemerintah pusat dan daerah.

 Membangun sistem antikorupsi terutama dalam sistem perencanaan,
penganggaran, dan implementasi belanja dana pendidikan. Sistem terutama
pada pembagian kewenangan yang memadai pada berbagai institusi
pendidikan serta pengawasan atas penggunaan kewenangan tersebut.
 Tata kelola dalam sistem antikorupsi membuka informasi seluas-luasnya
kepada publik terkait pengelolaan anggaran pendidikan dan akses terhadap
bukti-bukti pertanggungjawaban. Publik dapat melakukan audit sosial guna
melihat kepatuhan pengelolaan publik atas peraturan perundang-undangan
dan melaporkan kepada pengawas internal dan eksternal pemerintah jika
menemukan ketidakpatuhan dalam pengelolaan dana tersebut.
Publik juga dapat menggunakan dokumen pertanggungjawaban sebagai bukti
tindak pidana korupsi dalam laporan kepada penegak hukum.

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Korupsi adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang
memiliki kewenangan guna memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian Negara.
 Tindak korupsi yang terjadi dalam bidang pendidikan dapat di anatomi
menjadi beberapa aktivtas yang rawan terjadi korupsi yaitu Pengangkatan
jabatan kepala sekolah, Pengadaan sarana dan prasarana termasuk
(seragam, buku, gedung, peralatan, laboratorium dsb), Penggunaan dana
BOS, Penerimaan siswa baru, Undangan untuk memasuki PTN melalui
Undangan, Pengangkatan guru honorer menjadi CPNS
 Dampak dari Tindakan Korupsi di Bidang Pendidikan diantaranya adalah
kualitas pendidikan, kerugian finansial, ketidakadilan sosial, pengurangan
tingkat partisipasi, hilangnya akhlak mulia.
 Solusi untuk Tindakan Korupsi di Dunia Pendidikan adalah meningkatkan
kualitas SDM pengelola pendidikan, Meningkatkan kesejehateraan para
pekerja pendidikan, pendidikan antikorupsi untuk semua dan Tata kelola
dalam sistem antikorupsi membuka informasi seluas-luasnya kepada publik
terkait pengelolaan anggaran pendidikan dan akses terhadap bukti-bukti
pertanggungjawaban.
3.2 Saran
Adapun saran dari kelompok kami diantaranya :
 meningkatkan kualitas SDM pengelola pendidikan.
Kualitas SDM diyakini berpengaruh langsung terhadap kualitas kinerjanya.
Oleh karena itu, sistem perekrutan pekerja pendidikan harus dibenahi.
 Meningkatkan kesejehateraan para pekerja pendidikan.
Sehingga para pekerja meningkatkan kinerja dan tanggung jawab mereka
sebagai pelayan sektor pendidikan.

 Pengawasan

juga

pengontrolan

dari

setiap

sistem

perencanaan,

penganggaran&pelaksanaan yang ketat sehingga kasus korupsi dapat
direduksi.

21

LAMPIRAN
 BERITA KE-1

10 Tahun, Korupsi di Pendidikan Tembus
Rp619M
Rabu, 28 Agustus 2013 21:02 wib

Margaret Puspitarini – Okezone
JAKARTA - Dana pendidikan masih menjadi sasaran empuk koruptor untuk

melancarkan tindak korupsi.
Mulai dari dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS),
beasiswa, pengadaan buku,
maupun pengadaan sarana
dan

prasarana

(sarpras)

tidak lepas dari berbagai
tindak

korupsi.Demikian

disampaikan

Indonesia

Corruption Watch (ICW) setelah melakukan kajian terhadap Satu Dasawarsa
Pemberantasan Korupsi Pendidikan (2003-2013). Periode ini terhitung dari
pemberlakuan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada 2003.
Berdasarkan hasil pantauan ICW terungkap, terdapat 296 kasus korupsi pendidikan
dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Indikasi kerugian atas kasus tersebut
mencapai Rp619 miliar dengan tersangka 479 orang.
ICW memaparkan, jumlah kasus korupsi yang cenderung meningkat tiap tahun
berimbas pada kerugian negara yang semakin tinggi. Rerata kasus korupsi
pendidikan sebanyak 27 kasus dengan kerugian mencapai Rp53,5 miliar. Terkait
pelaku tindak korupsi, ICW menyebut Dinas Pendidikan sebagai juara. Dalam 10
tahun terakhir, Dinas Pendidikan setidaknya telah melakukan 151 praktik korupsi
dengan kerugian negara mencapai Rp365 miliar."Perguruan tinggi juga mencatat
'prestasi' korupsi dan menyebabkan kerugian negara yang besar. Lewat 30 praktik
korupsi, perguruan tinggi menyelewengkan uang negara Rp217,1 miliar. Sekolah

22

juga melakukan setidaknya 82 kali korupsi dengan kerugian Rp10,9 miliar," tulis
ICW, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Okezone, Rabu (28/8/2013).
Sementara itu, ICW mengungkap, aktor-aktor "unggulan" penggerogot uang
pendidikan terdiri atas kepala, serta pejabat Dinas Pendidikan dan rekanannya.
Selama satu dasawarsa terakhir, penegak hukum telah menetapkan 479 tersangka
terkait korupsi pendidikan."Sebanyak 71 orang di antaranya adalah kepala dinas
pendidikan, 179 orang adalah anak buah kepala dinas pendidikan, serta 114 adalah
rekanan mereka," ujarnya.Meski demikan, ICW mengakui jika tren penindakan
korupsi juga semakin tinggi. Hal tersebut terlihat dari jumlah kasus dan kerugian
negara yang ditimbulkan. Namun, keberhasilan penindakan belum menggembirakan
karena penanganan kasus lebih lanjut tidak diketahui sama sekali."Apakah kasus
tersebut telah di SP3 atau masuk proses persidangan di PN, PT, dan MA? Berapa
banyak koruptor dana pendidikan yang masuk penjara? Berapa jumlah kerugian
negara yang berhasil dikembalikan ke kas negara? Ini semua belum diketahui
secara jelas," tutupnya .

BERITA KE-2

Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah di
Korupsi 16 Universitas
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan tindak pidana korupsi sudah menjalar ke
institusi pendidikan. Badan Pemeriksa Keuangan dalam auditnya menemukan
penyimpangan keuangan negara di 16 universitas dan tiga Dirjen Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam dokumen yang diterima Tribunnews.com, total
pemborosan keuangan negara sebesar Rp 211.255.453.000 dengan kerugian Rp
128.988.843.520. Audit BPK itu merupakan tindak lanjut dari kasus korupsi mantan
Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Data 16 universitas yakni Universitas Sumatera Utara, Universitas Lambung
Mangkurat, Universitas Airlangga, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah

23

Mada, Universitas Mataram, Universitas Riau, Universitas Nusa Cendana,
Universitas Haluoleo, Universitas Mulawarman.
Universitas Andalas, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Indonesia, Universitas
Udayana, Institut Teknologi Bandung, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Ditjen
Pendidikan Tinggi, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Ditjen
Peningkatan Mutu Pendidikan (Kemendikbud).
Pemeriksaan BPK terhadap 16 universitas dan tiga Ditjen di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menyasar pengadaan barang dan jasa serta rekening
di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun anggaran 2008, 2009, dan 2010.
Tahapan pemeriksaan untuk pengendalian barang dan jasa dirinci lagi antara lain
tahap penganggaran terdiri dari usulan kebutuhan barang dari pengguna barang dan
jasa, analisis kebutuhan barang dan jasa, penganggaran dalam Rencana Kerja
Anggaran (RKA) maupun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Pada tahap perencanaan pengadaan barang dan jasa, terdiri penetapan kepanitiaan
pengadaan, penyusunan dokumen lelang, penetapan HPS, proses pelelangan,
penetapan penyedia barang dan jasa, penyusunan kontrak pengadaan barang dan
jasa/pekerjaan

fisik.Tahap

lainnya

terkait

pelaksanaan

pekerjaan,

tahap

pemanfaatan dan pencatatan barang jasa, dan pengelolaan rekening. Analisa Badan
Akuntabilitas Keuangan Negara DPR RI dari pemeriksaan BPK, menemukan sistem
pengendalian intern pengadaan barang dan jasa pada umumnya belum sesuai
prinsip-prinsip, rancangan, dan implementasi sistem pengendalian intern yang baik.
SUMBER : http://www.tribunnews.com/nasional/2012/08/31/negara-rugiratusan-miliar-rupiah-di-korupsi-16-universitas

24

DAFTAR PUSTAKA

 Kesuma, Dharma., Darmawan, Cecep dan Permana, Johar (2009). Korupsi
dan Pendidikan Anti Korupsi. Bandung: Pustaka Aulia Press
 http://hukum.kompasiana.com/2013/11/08/dampak-tindak-pidana-korupsi-

dalam-bidang-pendidikan-608774.html
 http://hukum.kompasiana.com/2013/11/08/korupsi-dalam-bidang-pendidikan-

608762.html
 http://www.tempo.co/topik/lembaga/124/Departemen-Pendidikan-Nasional-

korupsi
 http://www.tribunnews.com/nasional/2012/08/31/negara-rugi-ratusan-miliar-

rupiah-di-korupsi-16-universitas

25