BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Konsep Dasar Puskesmas - Pengaruh Beban Kerja dan Komitmen Petugas terhadap Kepuasan Pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Konsep Dasar Puskesmas

  Pengertian Puskesmas menurut Depkes (2004) adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

  1. Unit Pelaksana Teknis Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

  2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

  3. Penanggungjawab Penyelenggaraan Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan

  12 kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

  Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

2.1.2. Visi dan Misi

  Visi pembangunan kesehatan yang di selenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.

  Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:

  1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya.

  2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat

  3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

  4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya.

  Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. Fungsi puskesmas adalah :

  1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

  Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

  2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

  Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

  Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: a.

  Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

  b.

  Pelayanan kesehatan masyarakat.

  Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.1.3 Upaya dan Azas Penyelenggaraan

  Visi pembangunan kesehatan dapat tercapai melalui puskesmas, yakni terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni:

1. Upaya Kesehatan Wajib

  Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia.

  Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:

  a. Upaya Promosi Kesehatan

  b. Upaya Kesehatan Lingkungan

  c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana

  d. Upaya Perbaikan Gizi

  e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

  f. Upaya Pengobatan 2. Upaya Kesehatan Pengembangan

  Upaya kesehatan pengembangan puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan kemampuan puskesmas.

  Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yakni: a.

  Upaya Kesehatan Sekolah b. Upaya Kesehatan Olah Raga c. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat d. Upaya Kesehatan Kerja e. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut f. Upaya Kesehatan Jiwa g.

  Upaya Kesehatan Mata h. Upaya Kesehatan Usia Lanjut i. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional

  Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan.

2.1.4 Rawat Jalan

  Rawat Jalan dalam Trimurthy (2008) adalah salah satu unit kerja di puskesmas yang melayani pasien yang berobat jalan dan tidak lebih dari 24 jam pelayanan, termasuk seluruh prosedur diagnostik dan terapeutik. Pelayanan rawat jalan merupakan salah satu dari 6 (enam) program pokok di Puskesmas. Hampir seluruh institusi kesehatan (Rumah Sakit Pusat, Rumah Sakit Daerah dan Puskesmas) berusaha untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap pasien.

  Tenaga pelayanan pada unit rawat jalan adalah tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien. Adapun tenaga yang langsung berhubungan dengan pasien yaitu : 1) Tenaga administrasi (non medis) yang memberikan pelayanan penerimaan pendaftaran dan pembayaran, 2) Tenaga keperawatan (paramedis) sebagai mitra dokter dalam memberikan pelayanan pemeriksaan/pengobatan, 3) Tenaga dokter (medis) pada masing-masing poliklinik (Donabedian, 1988).

  Pelayanan rawat jalan yang bermutu merupakan hal yang penting karena persepsi tentang kualitas pelayanan suatu institusi kesehatan terbentuk saat kunjungan pasien. Persepsi pasien yang buruk terhadap pelayanan akan sangat mempengaruhi keputusan dalam kunjungan berikutnya. Memberikan pelayanan yang baik/bermutu pada pelayanan rawat jalan akan meningkatkan jumlah kunjungan yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah pendapatan puskesmas.

2.2 Kepuasan Pasien

2.2.1 Pemasaran, Jasa dan Pelanggan

  Pemasaran menurut Majaro dalam Supriyanto dan Ernawati (2010) adalah sebagai satu fungsi manajemen yang bertanggung jawab untuk identifikasi, antisipasi untuk memuaskan kebutuhan pelanggan. Tujuan pemasaran adalah menawarkan produk/jasa, agar konsumen lebih mengenal, sehingga menjadi tertarik dan membeli produk/jasa tersebut dan esensi pemasaran yaitu tukar menukar yang saling memuaskan.

  Jasa menurut Kotler (2005), sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang (produk fisik). Kotler (2005), menyatakan bahwa ada empat karakteristik pokok jasa yang membedakannya dengan barang, yaitu : 1.

  Tidak berwujud (Intangibility), yaitu jasa yang bersifat intangible artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar ataupun dicium sebelum dibeli. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum membeli jasa tersebut terlebih dahulu. pelanggan akan melihat dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol dan harganya untuk mencari bukti dari kualitas jasa yang diinginkan tersebut.

  Tugas penyedia jasa adalah memberikan bukti-bukti fisik untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak.

  2. Tidak terpisahkan (Inseparability), umumnya jasa dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan dimana penyedia jasa juga merupakan bagian dari jasa tersebut, baik penyedia maupun pelanggan akan mempengaruhi hasil dari jasa tersebut.

3. Bervariasi (Variability), yaitu jasa bersifat sangat variabel karena merupakan

  

nonstandardized output yang berarti bahwa terdiri dari banyak variasi bentuk,

  kualitas dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Pembeli jasa seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.

  4. Mudah lenyap (Perishabilility), yaitu jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan, bila permintaan terhadap jasa bersifat konstan sehingga bila tidak digunakan maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja.

  Menurut Rangkuti (2006), sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut :

  1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.

  2. Kemampuan perusahaan, membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut.

  3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.

  Ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, dimana sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan segitiga roboh, artinya, industri jasa tersebut gagal, dengan demikian pembahasan industri jasa harus meliputi perusahaan, karyawan serta pelanggan. Status dan peran perusahaan, karyawan serta pelanggan adalah sebagai berikut :

  

Pelanggan

External marketing Interactive marketing

Menetapkankan janji mengenai Menyampaikan produk/jasa

produk/jasa yang akan sesuai dengan yang telah

disampaikan dijanjikan

  Manajemen Karyawan

Internal marketing

Membuat agar produk/jasa yang

disampaikan sesuai dengan yang dijanjikan

Gambar 2.1 Pemasaran External, Internal dan Interactive. Pelanggan menurut konsep pemasaran dikelompokkan atas pelanggan eksternal (pasien, keluarga pasien) dan pelanggan internal (karyawan, manajemen).

  Pelanggan adalah seseorang yang membeli produk/jasa.

2.2.2 Kepuasan Pelanggan

  Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa Latin “satis” yang mempunyai arti cukup baik, memadai dan “facto” berarti melakukan atau membuat, sehingga secara sederhana kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Wardani, 2004). Kotler (2003), kepuasan adalah sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya.

  Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan menurut Donabedian (1988) adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (discofirmation) yang dirasakan antara harapan yang sebelumnya dan jasa yang dirasakan oleh pelanggan. Kepuasan konsumen adalah tingkatan perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama (Umar, 1996).

  Pasien adalah pengguna jasa perusahaan dalam industri jasa kesehatan. Berdasarkan dari defenisi diatas maka kepuasan pasien dapat diartikan bahwa keadaan yang dirasakan seseorang atas kebutuhan pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan yang diharapkan pasien dengan pelayanan yang telah diterimanya

  (Umar, 1996). Keluhan adalah salah satu indikator atau gejala dan tanda adanya ketidakpuasan layanan kepada pasien, baik itu pelayanan dokter, perawat atau pelayanan administrasi. Kepuasan pasien merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan yang diberikan dan kepuasan pasien adalah salah satu modal untuk mendapatkan pasien lebih banyak dan mendapatkan pasien yang loyal/setia.

  Menurut Supriyanto dan Ernawati (2010), memiliki pasien loyal akan meningkatkan daya jual institusi pelayanan kesehatan serta kemampuannya untuk berlaba (profitabilitas meningkat). Meningkatnya profitabilitas institusi pelayanan (puskesmas) akan menjadi subsidi silang untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan imbalan yang diberikan kepada seluruh sumber daya manusia di institusi pelayanan kesehatan akan meningkat pula. Kesejahteraan meningkat, gairah tenaga kesehatan akan meningkat pula termasuk kemauan untuk meningkatkan kepuasa pasien dan kinerja akan semakin meningkat dimana pelayanan kepada pasien menjadi lebih baik, oleh karena itu kepuasan pasien merupakan asset berharga.

  Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pasien, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Triatmojo, 2006). Penilaian pelanggan terhadap produk/jasa pelayanan kesehatan dibedakan menjadi penilaian kualitas teknis, penilaian kualitas fungsional. Kualitas teknis dalam bidang pelayanan kesehatan terkait dengan aspek pelayanan medis, keperawatan, penunjang medis dan pelayanan non medis/administrasi (Supriyanto dan Ernawati, 2010).

2.2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Pasien

  Sarana pelayanan kesehatan seharusnya mengikuti kebutuhan dan kepuasan pelanggannya. Menurut Irawan (2007), terdapat lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu : 1.

  Kualitas produk, kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance,

  durability, feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan

  menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas.

2. Kualitas pelayanan, salah satu konsep service quality adalah ServQual sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) sistem, 2) teknologi, 3) manusia.

  Berdasarkan konsep ServQual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu : reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.

  3. Faktor emosional, kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.

  4. Harga, komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.

  5. Kemudahan, komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

2.2.4 Mengukur Kepuasan Pasien

  Konsep kualitas layanan merupakan faktor peilaian yang merepleksikan persepsi konsumen terhadap lima dimensi spesifik dari kinerja layanan. Menurut Parasuraman dkk yang dikutif oleh Tjiptono, F (2004), lima dimensi yang digunakan oleh pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan adalah seagai berikut:

  1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

  2. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.

  3. Assurance (jaminan), yaitu berkaitan dengan kemampuan pengetahuan, keterampilan staf dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan.

  4. Emphaty (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat pribadi yang diberikan kepada pelanggan dengan berupaya membina hubungan, perhatian, dan memahami keinginan konsumen.

5. Tangible (bukti langsung), yaitu berkenaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal.

  Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya yang dapat langsung dirasakan oleh konsumen.

  Kepuasan dirasakan oleh seseorang yang telah mengalami suatu hasil (out

  

come ) yang sesuai dengan harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari tingkat

  harapan yang dirasakan dari hasil kegiatan. Apabila suatu hasil kegiatan melebihi harapan seseorang, orang tersebut akan dikatakan mengalami tingkat kepuasan yang tinggi (fully satisfied). Apabila hasil kerja tersebut sama dengan yang diharapkan, seseorang dikatakan puas (satisfied). Apabila hasil tersebut jauh di bawah harapan, seseorang akan merasa tidak puas (dissatisfied).

  Layanan kesehatan yang bermutu, tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan akan pentingnya menjaga kepuasan pasien, termasuk dalam menangani keluhan yang disampaikan oleh pasien. Kepuasan adalah sebuah suasana batin yang seharusnya direbut oleh layanan kesehatan untuk memenangkan persaingan dalam konteks pelayanan kepada masyarakat. Bagi pelayanan kesehatan secara khusus Puskesmas, penurunan kepuasan akan dapat diikuti oleh penurunan loyalitas dan merupakan sebuah peringatan (warning) bagi organisasi layanan tersebut (Irawan, 2007).

2.3 Kinerja

  Menurut Ilyas (2002), kinerja adalah penampilan karya personal baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personal. Pendapat Gomes tentang defienisi kinerja karyawan adalah ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan dengan produktivitas.

  Kinerja organisasi dibagi atas dua sektor yaitu sektor publik dan privat. Pengukuran dan defenisi kinerja organisasi di sektor publik bukanlah hal yang mudah. Kesulitan dalam pengukuran kinerja organisasi publik lebih disebabkan karena konstituen dari organisasi sektor publik yang bermacam-macam, dan masing- masing konstituen memiliki serta menuntut penekanan atau prioritas kinerja yang berbeda-beda (Komalasari dkk, 2009).

  Roger, sebagaimana dikutip oleh Mwita (2000) mendefenisikan kinerja sebagai hasil (outcome) dari sebuah pekerjaan karena mereka memberikan dukungan/kontribusi yang kuat/besar terhadap tujuan strategis organisasi, kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomis. Popovich dalam Kim (2005), mendefenisikan kinerja organisasi sebagai kelompok karyawan yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan pada tingkat kualitas yang lebih tinggi dengan sumber daya yang sama atau lebih sedikit.

  Kim (2005), membedakan kinerja organisasi sektor publik ke dalam 2 (dua) dimensi, yaitu dimensi internal dan dimensi eksternal. Masing-masing dimensi tersebut dispesifikasikan mengikuti nilai-nilai yang terkait dengan kinerja, yaitu efisiensi, keefektivan dan kewajaran. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja organisasional, diantaranya adalah faktor personal (seperti motivasi dan komitmen), leadership (kepemimpinan), kualitas dan dukungan yang diberikan oleh kelompok (rekan kerja), sistem kerja dan fasilitas dan faktor-faktor kontekstual (situasional).

  Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja personel menurut Gibson (1996) ada tiga kelompok variabel yaitu : variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja personel yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran dalam organisasi. Secara skematis dapat dilihat pada gambar 2.2.

  Variabel Individu Variabel Organisasi

  

KINERJA

Kemampuan dan

  • keterampilan (mental

  Kepemimpinan

  • dan fisik)

  Imbalan

  Prosedur kerja

  • Latar belakang
  • Struktur - (keluarga, tingkat
  • Variabel Psikologis

  Sumber daya

  social, pengalaman) Supervise

  • Persepsi - Demografis -

  kontrol Sikap

  • (umur,etnis, jenis Kepribadian - kelamin) Motivasi -

Gambar 2.2 Diagram Skematis Teori Kinerja

2.4 Beban Kerja

  Menurut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (2008), pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja adalah keseluruhan waktu yang digunakan oleh pegawai dalam melakukan aktivitas atau kegiatan selama jam kerja (Gronewegen dan Hutten, 1991). Beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu ( Moekijat, 1999). Beban kerja dapat dilihat dari aktivitas atau kegiatan yang dilakukan staf pada waktu kerja baik kegiatan langsung maupun kegitan tidak langsung, dan kegiatan lain seperti kegiatan pribadi dan kegiatan yang tidak produktif (Ilyas, 2004).

  Beban kerja berpengaruh terhadap kinerja individu dalam melaksanakan pekerjaan yang dilakukan. Beban kerja tidak hanya dilihat dari beban fisik semata akan tetapi beban kerja juga bisa berupa beban mental. Pekerja yang mempunyai beban kerja yang berlebihan akan menurunkan produktifitas dan kualitas hasil kerja, dan ada kemungkinan dalam pelaksanaan pekerjaaan tidak tepat waktu, kurang memuaskan dan mengakibatkan kekecewaan dengan hasil yang diharapkan.

2.4.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Beban Kerja

  Menurut Pahlevi (2012), terdapat empat faktor yang mempengaruhi beban kerja tenaga kesehatan di puskesmas yaitu: 1) tugas pokok tenaga kesehatan, 2) tugas tambahan, 3) waktu kerja dan 4) jumlah kunjungan pasien.

  Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan (Depkes, 1983) : 1.

  Dokter Tugas Pokok : - Mengusahakan agar fungsi puskesmas dapat diselenggarakan dengan baik.

  Fungsi : - Memberikan pengobatan medis. Kegiatan pokok : - Melakukan pemeriksaan dan pengobatan, menerima konsultasi dan merujuk pasien.

  • Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat.
  • Mengkoordinir pengembangan PKM.

  Kegiatan lain : Menerima konsultasi dari semua kegiatan puskesmas.

  2. Dokter Gigi Tugas Pokok : - Mengusahakan agar pelayanan kesehatan di Puskesmas dapat berjalan dengan baik.

  Fungsi : - Mengawasi agar pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Melakukan pemeriksaan dan pengobatan, menerima konsultasi dan merujuk pasien.

  • Mengkoordinir kegiatan penyuluhan kesehatan gigi.

  Kegiatan lain : - Memberikan penyuluhan kesehatan gigi pada penderita dan masyarakat di wilayah kerja puskesmas.

  • Melaksanakan kegiatan-kegiatan fungsi manajemen.

  3. Perawat Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan pengobatan.

  Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Memeriksa dan mengobati penderita serta mengadakan rujukan bila perlu.

  Kegiatan lain : - Memeriksa dan mengobati penderita penyakit menular pasif.

  • Mengadakan surveilans penyakit menular.
  • Melakukan imunisasi pada bayi, anak sekolah.
  • Penyuluhan kesehatan pada penderita.
  • Mengadakan kunjungan rumah pada keluarga penderita yang dipandang perlu.
  • Melakukan pencatatan dan pelaporan.
  • Mengunjungi sebagian dari sekolah yang ada di wilayah kerjanya.
  • Pengobatan sementara penderita jiwa dan penyuluhan kesehatan jiwa.
  • Membantu melatih kader.
  • Membantu Kepala Puskesmas melaksanakan kegiatan fungsi manajemen puskesmas dalam bidang pengobatan.

4. Perawat Gigi Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan kesehatan gigi.

  Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Memeriksa gigi geligi.

  • Mengobati gigi yang sakit.
  • Menambal gigi yang berlubang.
  • Membersihkan karang gigi.

  • Penyuluhan kesehatan gigi.

  Kegiatan lain : - Memeriksa gigi ibu hamil dan anak-anak.

  • Melaksanakan usaha kesehatan gigi sekolah.
  • Melaksanakan rujukan bila dianggap perlu.
  • Melakukan pencatatan dan pelaporan.
  • Mengunjungi sebagian dari sekolah yang ada di wilayah kerjanya.
  • Membantu Kepala Puskesmas melaksanakan kegiatan fungsi manajemen puskesmas dalam bidang pengobatan.

5. Bidan Tugas Pokok : - Melaksanakan pelayanan KIA dan KB.

  Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Melaksanakan pemeriksaan berkala kepada ibu hamil, ibu menyusui bayi dan anak-anak serta memberi pelayanan kontrasepsi pada akseptor KB.

  • Penyuluhan tentang KIA/KB.
  • Melakukan imunisasi pada ibu hamil dan bayi.

  Kegiatan lain : - Memberikan pengobatan ringan.

  • Membantu surveilans penyakit menular.
  • Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
  • Kunjung kerumah penderita yang dianggap perlu mendapatkan perawatan kesehatan keluarga.

  • Pengamatan perkembangan mental anak dan bayi.
  • Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen puskesmas.
  • Melakukan rujukan bila perlu.

6. Sanitarian

  Tugas Pokok : - Merubah, mengendalikan atau menghilangkan semua unsur fisik dan lingkungan yang memberi pengaruh buruk terhadap kesehatan masyarakat. Fungsi : - Membantu dokter dalam melaksanakan kegiatan di puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Penyuluhan kepada masyarakat tentang penggunaan air bersih, jamban keluarga, rumah sehat, kebersihan lingkungan serta penanaman pekarangan.

  • Pengawasan hygene industri rumah tangga dan tempat- tempat umum.

  Kegiatan lain : - Pengamatan kesehatan lingkungan di sekolah

  • Membantu dokter dalam surveilans penyakit menular.
  • Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
  • Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen puskesmas.

  7. Laboratorium Tugas Pokok : - Melakukan pemeriksaan di laboratorium puskesmas.

  Fungsi : - Membantu menegakkan diagnose penyakit, khusunya penyakit malaria, TB.

  Kegiatan pokok : - Melaksanakan pemeriksaan specimen penderita dan ibu hamil untuk pemeriksaan urine dan pemeriksaan sediaan malaria dan dahak untuk basil tahan asam.

  • Pemeriksaan golongan darah.

  Kegiatan lain : - Membantu penyuluhan kesehatan pada penderita dan keluarga.

  • Membantu kunjungan rumah dalam rangka perawatan kesehatan penderita atau keluarga.
  • Pencatatan dan pelaporan kegiatan.
  • Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen puskesmas.

  8. Farmasi Tugas Pokok : - Mengelola obat-obatan di puskesmas.

  • Meracik obat dan membungkusnya

  Fungsi : - Membantu dokter untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan puskesmas.

  Kegiatan pokok : - Mempersiaapkan pengadaan obat di puskesmas.

  • Mengatur penyimpanan obat dan alat kesehatan

  Mengatur administrasi obat di puskesmas.

  • Meracik obat dan membungkus obat dalam kemasan sesuai
  • untuk diberikan kepada penderita sesuai perintah dokter.

  Mengatur distribusi obat untuk pustu dan poskeskel

  • Menyediakan obat sederhana untuk P3K, UKS dan
  • Puskesmas Keliling.

  Kegiatan lain : - Penyuluhan kesehatan terutama dalam bidang penggunaan obat keras dan bahaya narkotika.

  Pencatatan dan pelaporan kegiatan.

  • Membantu dokter melaksanakan fungsi manajemen
  • puskesmas.

  Waktu Kerja

  Waktu kerja adalah lamanya seseorang bekerja dalam seharinya. Setiap tenaga kesehatan mempunyai waktu kerja normal tiap minggunya 37,5 - 40 jam, sehingga jumlah jam kerja rata-ratanya dalam satu hari adalah 6,25 – 6,67. Waktu kerja dalam satu bulan jumlah jam kerja adalah 150 – 160 jam (24 hari kerja). Waktu kerja efektif adalah waktu yang sungguh-sungguh digunakan untuk bekerja secara efektif oleh tenaga kesehatan yaitu 80% dari waktu kerja sebulan (150 jam) atau sama dengan 0,8 x 150 jam =120 jam perbulan.

  Jumlah Kunjungan Pasien

  Jumlah kunjungan adalah banyaknya kunjungan pasien yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan. Kunjungan pasien setiap harinya di waktu kerja akan mempengaruhi beban kerja dari tenaga kesehatan. Sebaiknya terdapat kesesuaian antara jumlah tenaga kesehatan dan pasien atau klien yang dilayani di unit pelayanan kesehatan.

2.4.2 Pengukuran Beban Kerja

  Pengukuran beban kerja dilakukan untuk mengetahui beban suatu pekerjaan dari personil. Pengukuran beban kerja adalah penerapan teknik yang dirancang untuk menetapkan bagi seseorang pekerja yang memenuhi syarat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Terdapat tiga cara dalam menghitung beban kerja staf, yaitu (Ilyas, 2004): 1.

  Work Sampling

  Work sampling merupakan kegiatan pengukuran beban kerja melalui

  pengamatan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan. Work sampling adalah metode yang dapat digunakan untuk mengukur waktu, kegiatan langsung, waktu perjalanan, waktu yang sia-sia yang berhubungan dengan operasi perusahaan, work sampling merupakan metode analisis kerja dengan melakukan pengamatan dalam jumlah besar, dimana waktu pengamatan ditetapkan secara acak. Pengamatan yang dilakukan adalah kegiatan yang dilakukan oleh staf selama waktu kerja bukan siapa staf tersebut. Staf yang diamati tidaklah penting, tetapi apa yang dikerjakan staf yang penting menjadi pengamatan, sehingga dapat diketahui : a.

  Aktivitas apa saja yang dilakukan staf pada waktu jam kerja b.

  Apakah aktivitas staf berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja c.

  Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif dan tidak produktif d.

  Pola beban kerja staf yang dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja Pengamatan dilakukan dengan interval 2 hingga 15 menit tergantung kebutuhan peneliti. Semakin kecil intervalnya, maka semakin besar sampel yang diamati sehingga akurasi penelitian menjadi lebih akurat. Pengamatan ini dilakukan pada jam kerja selama satu atau dua minggu. Parameter yang digunakan untuk menilai beban kerja personel yaitu jika waktu kerja produktif yang optimum berkisar 80%. Seorang personel telah bekerja diatas 80% maka dapat dikatakan bahwa beban kerja staf tersebut tinggi.

  2. Time and Motion Study

Time and Motion Study , ialah penelaah gerakan dan waktu yang diperlukan

  dalam rangka pekerjaan terkait dengan efesiensi tenaga. Pengukuran kerja dalam metode ini dilakukan melalui observasi dan membuat catatan mengenai tiap tahap pekerjaan, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tiap tahap pekerjaan tersebut dan kecepatan kerja.

  Penentuan sampel pada metode time and motion study, harus ditentukan dari personel yang diklasifikasikan sebagai tenaga mahir, untuk mengetahui kompetensi atau kualitas kerja dari seorang personel di bagian tertentu, misalnya di ruang ICU, kemudian membuat formulir daftar kegiatan personel yang diklasifikasikan sebagai kegitan profesional dan non profesional mahir serta waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan tersebut.

  Pelaksanaan pengamatan untuk pengambilan data ini haruslah seseorang yang mengetahui secara benar tentang kompetensi dan fungsi personel mahir. Pada prinsipnya yang diamati adalah jenis kegiatan, waktu yang dibutuhkan dan kualitas kegiatannya.

3. Daily Log

  

Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana dari

work sampling , daily log pencatatan dilakukan oleh staf yang bersangkutan.

  Penggunaan metode ini sangat bergantung pada kejujuran dan kerjasama dari staf yang menjadi sampel penelitian. Pencatatan dengan daily log dilakukan menggunakan formulir isian yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami dan diisi oleh staf tersebut. Metode daily log digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai jenis kegiatan, waktu dan lamanya kegiatan dilakukan oleh staf selama waktu bekerja. Manfaat metode ini adalah dapat melihat pola beban kerja, seperti kapan beban kerja tinggi, apa jenis kegiatan yang membutuhkan waktu banyak, lama waktu mengerjakan setiap jenis pekerjaan adalah hal penting, karena untuk melihat beban kerja perlu waktu dan jumlah produksi dibagi dengan waktu.

2.5 Komitmen

  Pengertian komitmen merujuk pada kesetiaan dan loyalitas. Komitmen diartikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan keterlibatan individu kepada organisasi tertentu. Komitmen menurut J.P.Meyer,N.J.Allen and C.A. Smith (1993) dalam Robbins (2011) adalah sebagai suatu penegasan sikap seorang karyawan untuk mewujudkan tujuan dan menjadi bagian dari organisasi. Mathis dan Jackson dalam Sopiah (2008), mendefenisikan komitmen sebagai derajat dimana pegawai percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya.

  Argyris dalam Sukarno dan Prasetyohadi (2004), membagi komitmen menjadi dua, yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal. Komitmen internal merupakan komitmen yang berasal dari diri pegawai untuk menyelesaikan berbagai tugas, tanggungjawab dan wewenang berdasarkan pada alasan dan motivasi yang dimiliki. Komitmen eksternal dibentuk oleh lingkungan kerja, yang muncul karena adanya tuntutan terhadap penyelesian tugas dan tanggungjawab yang harus diselesaikan oleh para pegawai.

  Esensi komitmen adalah menjadikan sasaran pegawai dan sasaran organisasi menjadi satu dan sama. Keterikatan yang kuat dengan sasaran kelompok apabila sasaran-sasaran itu sangat selaras dengan sasaran pegawai. Pegawai yang menghargai dan berpegang teguh kepada misi organisasi bersedia untuk tidak hanya berusaha sepenuh hati atas nama organisasi, tetapi juga berkorban bilamana itu diperlukan. Pegawai yang terinspirasi oleh sasaran bersama seringkali tingkat komitmennya lebih tinggi dibanding komitmen yang datang karena insentif finansial (Goleman, 1999).

2.5.1 Komponen Komitmen

  Menurut Allen dan Meyer dalam Robbins (2011), ada tiga komponen yang mempengaruhi komitmen, sehingga pegawai memilih tetap atau meninggalkan organisasi berdasarkan norma yang dimilikinya. Tiga komponen tersebut adalah : 1.

   Komitmen afektif, yang berkaitan dengan adanya keinginan karyawan untuk

  menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri.

  (want to).

  2. Komitmen berkelanjutan, adalah suatu komitmen yang didasarkan akan

  kebutuhan rasional. Komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. (need to).

  3. Komitmen normatif, adalah komitmen yang didasarkan pada nilai-nilai yang

  ada dalam diri karyawan. Karyawan bertahan pada organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan. (ought to). Menurut Komalasari dkk (2009), ketiga komponen komitmen tersebut tidak bersifat mutually exclusive. Arti mutually exclusive adalah bahwa seseorang bisa memiliki komitmen afektif, komitmen berkelanjutan maupun komitmen normatif secara simultan atau dalam waktu yang bersamaan dengan tingkat intensitas yang berbeda-beda.

2.5.2 Faktor yang Memengaruhi Komitmen

  Komitmen karyawan pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers dalam Sopiah (2008), menyatakan 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan, yaitu : 1.

  Ciri pribadi karyawan, termasuk masa jabatannya dalam organisasi dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.

  2. Ciri pekerjaan, seperti identifitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan kerja.

  3. Pengalaman kerja Menurut Porter dan steer dalam Temaluru (2001), mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi adalah : masa kerja (tenure), karakteristik pribadi dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bateman dan Stresser dalam Armstrong (1999), menemukan kenyataan bahwa individu yang memilki komitmen organisasi tinggi akan memiliki kondisi :

  1. Individu-individu tersebut lebih mampu beradaptasi 2.

  Jumlah pegawai yang keluar masuk (turnover) lebih sedikit 3. Keterlambatan datang dalam bekerja lebih sedikit dijumpai

  4. Kepuasan kerja lebih tinggi Komitmen dari karyawan cendrung rendah, maka menurut Schermerhorn dalam Putri (2011), akan terjadi kondisi sebagai berikut:

  1. Tingkat absensi karyawan tinggi dan meningkatnya turnover. Pada banyak penelitian, individu yang berkomitmen terhadap organisasinya cendrung kurang melakukan usaha mencari pekerjaan baru.

  2. Ketidak inginan untuk berbagi dan berkorban untuk kepentingan organisasi.

  Individu-individu yang memiliki motivasi kerja yang rendah, dan sebisa mungkin bekerja dengan kondisi minimal yang diharapkan organisasi.

  Martin dan Nocholas dalam Amstrong (1999), mengatakan ada tiga pilar besar dalam menciptakan komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu meliputi:

  1. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi, agar rasa memiliki tersebut tercapai, maka salah satu pihak dalam manajemen harus mampu membuat karyawan: mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi, merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya (pekerjaannya) adalah berharga bagi organisasi, merasa nyaman dalam organisasi tersebut dan merasa dapat dukungan penuh dari organisasi.

  2. Adanya ketertarikan atau gairah terhadap pekerjaan, perasaan seperti biasanya dimunculkan dengan cara: mengenali fator-faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain pekerjaan, kualitas kepemimpinan dan kemauan manajemen untuk memberikan perhatian terus menerus, pendelegasian wewenang serta memberikan kesempatan bagi pegawai untuk menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal.

3. Pentingnya rasa memiliki, rasa ini bisa muncul jika karyawan merasa benar- benar diterima menjadi bagian dari organisasi.

  Komitmen karyawan terhadap organisasinya adalah sebagai rasa percaya terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi, keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi dan memiliki derajat loyalitas yang tinggi terhadap organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi. Komitmen tidak hanya menggambarkan loyalitas pasif yang dimiliki oleh anggota organisasi melainkan juga tindakan aktif anggota organisasi untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dan keberlangsungan organisasi tetap dapat dipertahankan. Keberadaan komitmen organisasi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi (Komalasari dkk, 2009).

  Melaksanakan komitmen pada dasarnya sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggungjawab dan janji yang membatasi kebebasan seorang pegawai dalam melakukan sesuatu. Apabila seorang karyawan sudah punya komitmen maka dia akan mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya dari pada mendahulukan kepentingan pribadinya. Semakin tinggi rasa komitmen yang dimiliki oleh karyawan maka semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Rendahnya komitmen mencerminkan kurangnya tanggungjawab jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya (Azmi, 2012).

2.6 Landasan Teori Pasien adalah pengguna jasa perusahaan dalam industri jasa kesehatan.

  Kepuasan pasien dapat dicapai bila layanan yang diharapkan telah sesuai dengan pelaksanaan atau kinerja pelayanan yang telah dilakukan oleh penyedia jasa pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus senantiasa memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan apa yang diinginkan dan dibutuhkan pasien dengan memperhatikan berbagai atribut-atribut jasa yang dianggap penting oleh pelanggan dan senantiasa melakukan perbaikan pelayanan agar mereka puas dan terus menggunakan jasa pelayanan di puskesmas.

  Landasan teori dalam penelitian ini dilihat dari beberapa pendapat para ahli tentang kepuasan pasien, peneliti menggunakan konsep Parasuraman dkk yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien yang dikutip oleh Anas dan Abdullah (2008) dalam Jurnal “Studi mutu pelayanan berdasarkan kepuasan pasien di klinik

  

gigi dan mulut RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makasar”, dengan lima dimensi

  kualitas jasa yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien pada Puskesmas Tanah Garam Kota Solok, yaitu: a) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberi pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan terpercaya.

  b) Responsiveness (ketanggapan), yaitu suatu kemauan staf untuk membantu para pelanggan dengan memberikan pelayanan dengan tanggap dan cepat. c) Assurance (kepastian jaminan), yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dalam memberikan pelayanan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman para pelanggan, d) Empathy (empati), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan. e) Tangible (tampilan fisik), yaitu meliputi fasilitas fisik, penampilan pegawai, peralatan dan sarana komunikasi.

  Kelima dimensi pengukuran kepuasan pasien tersebut berhubungan dengan pemberi jasa pelayanan yaitu tenaga kesehatan yang ada di puskesmas. Tenaga kesehatan merupakan sumber daya manusia kesehatan yang memiliki beban kerja dalam melaksanakan tugas sesuai dengan dasar ilmu yang dimiliki tenaga kesehatan.

  Menurut Kaplan dalam Supriyadi dan Ernawati (2010), kinerja dalam konsep pemasaranan jasa kesehatan berhubungaan dengan kepuasan pelanggan internal dan pelanggan eksternal digambarkan aeperti Gambar 2.3.

  • Kebutuhan • Keinginan • Harapan pelanggan

    Pelanggan puas

    Mutu layanan

  • Retensi • Loyal • Advokasi • Kepuasan • Komitmen • Komitmen • Etos k
  • Serqual • Focus pelanggan
  • >Kondisi tempat kerja
  • Desain pekerjaan
  • System reward
  • System karier
  • pelatihan
Gambar 2.3 Rantai Hubungan Kinerja dengan Kepuasan Pelanggan Internal dan Pelanggan Eksternal

  Teori beban kerja, peneliti menggunakan teori Yaslis Ilyas yang mmengatakan bahwa beban kerja dapat dilihat dari aktivitas atau kegiatan yang dilakukan staf pada waktu kerja baik kegiatan langsung maupun kegiatan tidak langsung, dan kegiatan lain. Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : Work sampling, time and motion study dan dailylog.

  Tenaga kesehatan diharapkan mempunyai komitmen dalam melayani pasien dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan. Komitmen menurut Meyer, Allen and Smith dalam Sopiah (2008) adalah sebagai suatu penegasan sikap seorang karyawan dengan kesediaan karyawan untuk mewujudkan tujuan organisasi

  Pertumbuhan institusi pelayanan kesehatan Kemampulabaan institusi pelayanan kesehatan

  Pelanggan loyal

  Retensi karyawan Kinerja

Kepuasan karyawan

Proses pembelajaran SDM dan menjadi bagian dari organisasi, dengan tiga dimensi yaitu: a) komitmen afektif, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena merasa terikat secara emosional, b) komitmen berkelanjutan, muncul apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan- keuntungan lain, atau karena karyawan tidak menemukan pekerjaan lain,

  c) komitmen normatif, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

2.6 Kerangka Konsep

  Variabel Bebas Variabel Terikat

  Beban kerja Kinerja Kepuasan pasien

  Komitmen petugas, Komitmen afektif

  • Komitmen berkelanjutan
  • Komitmen normatif
  • Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

Pengaruh Beban Kerja dan Komitmen Petugas terhadap Kepuasan Pasien pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Tanah Garam Kota Solok

1 76 133

Pengaruh Kualitas Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Puskesmas Kota Medan

2 45 132

Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Peserta BPJs Kesehatan terhadap Pelayanan Kefarmasian di Dua Puskesmas di Kota Medan pada Bulan Agustus 2015

20 116 89

Indeks Kepuasan Masyarakat di Unit Rawat Jalan Puskesmas Kraksaan Kabupaten Probolinggo

0 3 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi - Gambaran Xerostomia Pada Pasien Hipertensi Di Puskesmas Sentosa Baru Dan Puskesmas Sering Medan

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) - Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta JKN di Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis Kabupaten Deli SerdangTahun 2015

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja - Hubungan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas KIA di Puskesmas Kota Binjai Tahun 2015

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beban Kerja Perawat 2.1.1 Definisi Beban Kerja - Pengaruh Beban Kerja Perawat Terhadap Kualitas Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSU Dr.F.L. Tobing Sibolga

0 0 18

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Sejarah Puskesmas

0 1 18