Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

(1)

FUNGSI DAN PERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE

DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA

MEDAN

钟阿飞博物馆对棉兰华人文化发展的作用

(Tjong A Fei Bo Wu Guan Dui

Mian Lan Hua Ren Fa Zhan De Zuo Yong)

SKRIPSI

Oleh:

SHOFIA MASTHURA

090710005

PROGRAM STUDI SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRACT

The title of this paper is “Fungsi Dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkenbangan Budaya Cina Di Kota Medan ”. In this paper, the writer hope to reveal the function and role o f Tjong A Fie Memorial Institute to development of Chinese culture in Medan. The concept of the paper is talking about memorial institute and Chinese people. The methodology used in analyzing function and role of Tjong A Fie Memorial Institute is descriptive method. The theory used in this paper is uses anf functions by Alan P.Merriam, to see how the function of Tjong A Fie Memorial Institute is place to everybody who want to know about “ Peranakan” and the role of Tjong A Fie Memorial Institute is to deelop Peranakan culture in Medan by some organization of Chinese culture in Medan.

Key Words : Chinese cultute, Memorial Institute : Function and role to development of Chinese culture.


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT kerena berkat dan karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya. Penulis merasa bahwa skripsi yang berjudul “Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan” ini masih belum lengkap, baik dari segi isi, susunan, maupun tutur kata bahasanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan daya serap penulis. Untuk itu penulis masih tetap terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dapat memperbaiki dan melegkapi isi dari skripsi ini dengan segala kerendahan hati. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan mulai dari perencanaan sampai penyelesaiannya. Tetapi berkat ketekunan serta dorongan bagi berbagai pihak baik moril maupun materil, skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Dr. H. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. T. Thyrhayana Zein, M.A., selaku ketua Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si., selaku sekretaris Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Drs. Fadlin, M.A., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan dukungan, masukan dan motivasi dalam peyelesaian skripsi ini serta kesabaran membimbing penulis.

5. Laoshi Shen Mi, M.A. dan laoshi Julina. BA. MTCSOL, selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktunya bagi penulis untuk membimbing penyusunan skripsi dalam bahasa Cina, yang berkenan dengan objek penelitian dan telah banyak memberi masukan serta saran-saran mulai dari penyusunan proposal sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak dan ibu staf pengajar Program Studi Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan. 7. Bapak Fon Prawira selaku pengurus Tjong A Fie Memorial Institute,

Ibu Drg. Insan Mulyardewi dan bapak Lu Jun sebagai informan, yang telah banyak memberikan arahan dan informasi kepada penulis tentang Tjong A Fie Memorial Institute dan perkembanga budaya Cina.

8. Orangtua yang sangat saya sayangi Ibunda Nesi Novelita dan Ayahanda Muhammad Hafiz yang selalu memberikan arahan dan do’a kepada penulis serta dukungan dan semangat saat penulis mengalami kesulitan dalam penulisan dan pengerjaan skripsi ini.

9. Keluarga serta saudara-saudara saya H. fadillah, H.Nurhayani, Umrah S.pd., Cahya Rizky dan saudara lainnya yang tidak mungkin penulis


(5)

10.tuliskan satu persatu yang tidak pernah luput memberikan semangat dan nasehat agar tidak pernah menyerah dalam penyusunan skripsi ini. 11.Teman-teman dan adik-adik mahasiawa Program Studi Sastra Cina

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara khususnya Tri Utari Ismayuni, Rahmi Pratiwi irela, Rahma Safitri, Ditha Nutami Anjayani, Febby Yoana Siregar dan Hendri Kurniawan, terimakasih atas dukungannya.

12.Terimakasih penulis ucapkan atas dukungan moril, semangat, do’a dan waktu yang telah diberikan kepada penulis saat pengerjaan skripsi ini kepada Jefviza Sanjaya dan Enggar J.

13.Keluarga besar Teater ‘O’ USU, keluarga Besar HMI FIB USU, CiKaKom Family, Farhan Sanjaya dan Dimas Reza yang memberikan penulis begitu banyak pengalaman dan selalu memberikan semangat sebagai ikatan kekeluargaan.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna.Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, April 2014 Penulis


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tjong A Fie

Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie Gambar 1.3 Halaman Depan

Gambar 1.4 Sudut Ruangan Yang Berbeda Gambar 1.5 Altar


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Batasan Masalah ... 4

1.3Rumusan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 5

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 6

1.5.2 Manfaat Praktis ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 Konsep... 7

2.1.1 Kebudayaan ... 7

2.1.2 Masyarakat Tionghoa ... 9

2.1.3 Memorial Institute ... 12

2.2 Landasan Teori ... 12

2.2.1 Uses and functions ... 13

2.3 Tinjauan Pustaka ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Metode Penelitian... 16

3.1.1 Teknik pengumpulan Data ... 17

3.1.1.1 Observasi ... 18

3.1.1.2 Wawancara ... 18

3.1.1.3 Studi Kepustakaan ... 20

3.1.2 Teknik Analisis Data ... 20


(8)

BAB IV GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE ... 22

4.1 Tjong A Fie... 22

4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie ... 22

4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute ... 27

BAB V FUNGSI DAN PERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN ... 32

5.1 Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ... 32

5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis ... 33

5.1.2 Fungsi Komunikasi ... 33

5.1.3 Fungsi Perlambangan (symbolic representation) ... 34

5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan ... 34

5.1.4.1 Budaya Peranakan ... 35

5.1.5 Fungsi Pengintegrasian Sosial ... 41

5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1 Simpulan... 44

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 47

LAMPIRAN ... 49


(9)

ABSTRACT

The title of this paper is “Fungsi Dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkenbangan Budaya Cina Di Kota Medan ”. In this paper, the writer hope to reveal the function and role o f Tjong A Fie Memorial Institute to development of Chinese culture in Medan. The concept of the paper is talking about memorial institute and Chinese people. The methodology used in analyzing function and role of Tjong A Fie Memorial Institute is descriptive method. The theory used in this paper is uses anf functions by Alan P.Merriam, to see how the function of Tjong A Fie Memorial Institute is place to everybody who want to know about “ Peranakan” and the role of Tjong A Fie Memorial Institute is to deelop Peranakan culture in Medan by some organization of Chinese culture in Medan.

Key Words : Chinese cultute, Memorial Institute : Function and role to development of Chinese culture.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Cina merupakan salah satu Negara yang memiliki beragam budaya yang dihasilkan sendiri maupun yang lahir karena bercampur dengan budaya dari negara lain yang masuk ke Negara mereka. Cina juga merupakan salah satu negara yang memiliki peninggalan-peninggalan yang bernilai historis sangat tinggi sehingga menarik perhatian mata dunia.

Cina seperti yang kita ketahui merupakan negara yang banyak penduduknya.Persebaran penduduknya hampir meluas dibelahan bumi manapun.Indonesia merupakan salah satu Negara yang sebagian penduduknya masyarakat Cina atau dikenal juga dengan masyarakat Tionghoa.Tak menutup kemungkinan kebudayaan masyarakat Cina bisa melebur pada kebudayaan Indonesia.

Di Medan tepatnya di jalan Jend.Ahmad Yani (Kesawan) No. 105, berdiri sebuah bangunan tua yang disebut Tjong A Fie Memorial Institute atau dikenal juga dengan sebutan Tjong A Fie Mansion. Rumah Tjong A Fie merupakan satu diantara ratusan bangunan di jalan Jend. Ahmad Yani yang menyimpan sejarah penting kota Medan. Sebelum menjadi Tjong A Fie Mansion dulunya bangunan tersebut merupakan tempat tinggal Tjong A Fie, tokoh yang sempat melegenda


(11)

abad lalu.Ketokohanya inilah yang membuat segala hal yang pernah terekam bersamanya menjadi berarti.Apalagi kediamannya. Mungkin jika Tjong A Fie


(12)

bukan seorang tokoh, Tjong A Fie Mansion tak akan pernah menjadi warisan budaya. Artinya pemerintah tidak perlu repot untuk mengurusi Tjong A Fie Memorial Institute, apalagi melestarikan budaya Tionghoa.

Rumah fantastis Tjong A Fie telah mengundang banyak investor yang bermaksud membelinya.Tak sedikit yang mengajukan penawaran untuk menjadikan bangunan tersebut sebagai tempat komersial.Misalnya, ada yang ingin mengubahnya menjadi rumah makan, ada juga yang berminat menjadikan hotel atau penginapan, mengingat rumah tersebut mempunyai banyak kamar. Jika rumah tersebut jatuh ke tangan investor maka bangunan itu akan berubah fungsi dan kehilangan jati dirinya maka sejarahnya pun akan hilang.

“ ….Tjong A Fie Mansion sudah menjadi tanggung jawab semua pihak, apalagi pemerintahan kota Medan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan. Tjong A Fie Mansion juga merupakan bagian dari Heritage Sumatera Utara, tentu harus ada upaya yang baik dalam melestarikannya “ ungkap Busral Manan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Medan, (Surat Kabar Analisa, 1 September 2013)

Terlepas dari sosok Tjong A Fie yang melegenda di Medan, rumah tinggal pengusaha yang sering membantu Pemerintah Kota Medan tempo dulu itu memang masih megah dan terawat dengan baik.Bangunan itu merupakan perpaduan tiga budaya, yakni Tiongkok, Melayu, dan Eropa.Jika dilihat dari bentuk dan desain rumah tersebut, mungkin orang akan bertanya-tanya apa alasan Tjong A Fie memadukan tiga budaya yang berbeda menjadi satu.

Cita rasa Tiongkok tampak pada ukiran kayu dan lukisan dari langit-langit rumahnya, mengartikan bahwa Tjong A Fie merupakan seorang berkebudayaan Cina asli yang tidak ingin melupakan budaya leluhurnya walaupun beliau tinggal


(13)

di lingkungan pribumi. Nuansa Melayu terlihat dari warna kuning yang menyala dominan dan ukiran-ukiran pada deretan jendelanya, dikarenakan Tjong A Fie menikahi seorang gadis keturunan Melayu asal Kota Binjai Timbangan yang bernama Ny. Lim Koei Yap. Ny Lim Koei yap dalam kesehariannya tidak pernah meninggalkan kebiasaan budayanya, beliau selalu menggunakan kebaya Melayu dan juga ruangan tersebut sering menjadi ruang khusus jika tamu kerajaan Melayu datang berkunjung. Sedangkan Aroma Eropa begitu terasa dari besi-besi kolom yang kukuh dan besar, khas bangunan Belanda, diartikan karena pada masa itu pemerintah kolonial Belanda sedang menduduki Negara Republik Indonesia. Bentuk dan desain museum Tjong A Fie menggambarkan bagaimana kehidupan penghuninya. Seperti yang penulis ketahui Tjong A Fie merupakan seorang berkebudayaan Cina sedangkan istrinya Ny. Lim Koei Yap merupakan seorang keturunan Melayu. Pernikahan antara Tjong A Fie dan Ny. Lim Koei Yap akan menghasilkan budaya Cina campuran. Di Indonesia dan beberapa Negara lain di Asia seperti Malaysia dan Singapura menyebut budaya Cina campuran tersebut dengan budaya Peranakan. Di Singapura budaya Peranakan sangat berkembang karena Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan yang membuat Tionghoa Peranakan merasa lebih percaya diri sehingga generasi nya tidak berhenti berkembang.Keberadaan museum Peranakan tersebut juga merupakan simbol keberadaan mereka. Di Indonesia sendiri khususnya di kota Medan keberadaan peranakan Tionghoa memang dianggap ada, namun usaha untuk pengembangannya belum terlihat. Sayang jika budaya tersebut tidak dikembangkan karena jika budaya tersebut dapat menambah warna bagi


(14)

Indonesia.generasi muda Cina Peranakan di Medan sendiri terlihat sedikit acuh terhadap perkembangan budaya mereka sendiri. Mungkin mereka masih merasa takut atau canggung mengingat di masa orde lama pemerintah sangat anti terhadap orang

Cina. Namun sekarang zamannya sudah berbeda, kita berada di zaman demokrasi yang setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, artinya generasi muda Peranakan tidak perlu takut lagi untuk mengembangkan budaya mereka. Mungkin juga dikarenakan adanya pengaruh globalisasi dan pengaruh budaya kebarat-baratan yang diakibatkan perkembangan tekhnologi sehingga mereka merasa malu jika tidak mengikuti perkembangan tersebut dan akhirnya lupa dengan budaya mereka sendiri.Padahal budaya Peranakan merupakan dampak perkembangan budaya Cina yang unik, dapat dilihat dari pakaian, makanan, prosesi pernikahan dan banyak lagi.

Rumah Tjong A Fie yang sekarang dirawat oleh Fon Prawira yang merupakan ahli waris Tjong A Fie sendiri yang dijadikan Memorial institute bukan hanya dijadikan tujuan pariwisata saja, tetapi Fon selalu terbuka kepada setiap pengunjung tentang sejarah budaya Peranakan . Disini penulis berpendapat bahwa sebenarnya sudah terlihat ada itikad dari keturunan Tjong A Fie dalam usaha pengembangan budaya Peranakan di Medan melalui Tjong A Fie Memorial Institue, namun masih butuh banyak bantuan dari pihak lainnya. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti Tjong A Fie Memorial Institute agar mengetahui fungsinya bagi perkembangan budaya Cina.


(15)

1.2 Batasan Masalah

Menghindari masalah yang terlalu luas, maka penulis mencoba membatasi ruang ligkup penelitian “ Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan “ dengan hanya membahas mengenai bagaimana fungsi dan peran dari museum Tjong A Fie dalam perkembangan budaya Cina di Medan agar tidak mengaburkan penelitian dan dapat fokus.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan penulis diatas, adapun rumusan penelitiannya ialah sebagai berikut :

1. Bagaimana fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan?

2. Bagaimana peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mendeskripsikan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan.

2. Untuk mengetahui peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam


(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah, perumusan masalah dan tujuan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yag diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan adalah :

1. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai fungsi dan peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan.

2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan, dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa telah memberikan kepada kita pemahaman budaya yang harus tetap dilestarikan. 3. Menjadi salah satu rujukan bagi peneliti lain yang sejenis untuk penelitian

kebudayaan lainnya, fokusnya pada objek yang sama.

1.5.2 Manfaat Praktis

Secara praktis manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian fungsi dan peran Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di kota Medan adalah


(17)

untuk menambah wawasan dan pemahaman tentang museum Tjong A Fie serta kebudayaan Cina Peranakan bagi peneliti maupun pemba

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variable-variabel mana yang kita inginkan, untuk menentukan hubungan empiris. Sehubungan dengan hal tersebut, konsep yang akan dijelaskan dalam skripsi ini adalah :

2.1.1 Kebudayaan

Kebudayaan, culture dalam bahasa inggris, berasal dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya tersebut dapat disimpulkan arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengubah alam”.

Koentjaraningrat juga mengemukakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yaitu bahasa, kesenian, sistem religi, sistem teknologi, sistem mata pencaharian,


(18)

organisasi sosial, dan sistem ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1979: 203-204). Ketujuh unsur kebudayaan ini disebut Koentjaraningrat sebagai unsur kebudayaan universal karena selalu ada pada setiap masyarakat. Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut dapat diperinci lagi menjadi sub unsur hingga beberapa kali menjadi lebih kecil.

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa ketujuh unsur tersebut sudah pasti menjelma dalam tiga wujud kebudayaan. Sebagai contoh Koentjaraningrat menjelaskan bahwa sistem religi dapat dibagi menjadi tiga wujud kebudayaan. Dalam wujud kebudayaan yang pertama atau ide atau gagasan, sistem religi memiliki gagasan tentang Tuhan, dewa-dewi, roh-roh halus, surga dan neraka, reingkarnasi, dan sebagainya. Lalu sebagai wujud kebudayaan yang kedua atau sistem sosial, sistem religi juga mempunyai pola-pola aktifitas atau tindakan seperti upacara atau ritual baik yang diadakan musiman atau setiap hari. Kemudian sistem religi juga mempunyai benda-benda yang dianggap suci, sakral, atau religius sebagai bentuk wujud kebudayaan ketiga yaitu kebudayaan fisik atau artefak.

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanksekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Sementara itu Taylor mengatakan dari sebuah situs Internet “Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat” .


(19)

Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukkan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.1.2Masyarakat Tionghoa

Kedatangan imigran Cina ke Sumatera telah menjadi perhatian sebagai suatu keajaiban yang menarik. Bangsa yang ulet ini datang ke Sumatera sebagai kuli, tetapi 40 tahun yang lalu mereka telah mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sejak mulai abad ke- 20, mereka telah berhasil dalam memonopoli jumlah ekonomi. Prusahaan-perusahaan yang baru berdiri di wilayah Sumatera mempekerjakan orang-orang Cina untuk menanam tembakau. Ditahun 1872 jumlah orang Cina di Medan melebihi 4000 orang. Ada juga kuli Cina yang dipakai untuk mengangkut peralatan militer, dan banyaklah diantara mereka yang


(20)

tewas ketika terjadi pertempuran. Setiap tahun sejak tahun 1870-1880an ribuan kuli Cina dibawa dari Malaysia untuk menunjang perluasan ekonomi yang begitu hebat di Asia Tenggara ini, perusahaan perusahaan di Sumatera memperoleh kuli Cina mereka melalui sistem kongsi . Kepala kongsi diberikan setapak tanah hutan dengan sejumlah bibit sebagai bayaran. Ada juga cara singkat juga menguntungkan pihak pengusaha di Sumatera, mereka memperoleh kuli dengan cara datang langsung ke Negara Cina dan mencari sendiri kuli-kuli. Perkembangan usaha perkebunan di Medan sangat pesat sehingga banyak membutuhkan kuli, sedangkan pada saat itu keadaan ekonomi di Cina sangat memperihatinkan .

Pada april 1915 – Maret 1916 total kuli kontrak Cina diperkebunan tembakau ialah 37.608 orang dan tahun 1917 jumlah penduduk Cina di Sumatera mencapai 99.236 orang, dan laki-laki berjumah 92.646. Kebanyakan wanita Cina adalah istri tandil atau kepala tandil. Banyak sekali kuli-kuli di Cina yang begitu miskin sampai menjual anak-anak perempuan mereka kepada bangsawan melayu. Berakhirnya abad 19 beberapa orang Cina dijadikan asisten langsung Indonesia. Salah satu yang terkenal yakni Tjong A Fie, sebagai wakil masyarakat Cina. Semenjak adanya perantara antara Cina dan pemerintahan Sumatera, kehidupan para kuli Cina di Sumatera mulai membaik. Mereka mulai mendirikan sekolah Cina yang pertama di Medan pada abad ke 19. Sekolah tersebut bernama “The Medan Boarding School”. Dan waktu itu belum ada sekolah yang didirikan oleh pemerintahan Indonesia. Sekolah tersebut menggunakan bahasa Cina dan Inggris dengan mendatangkan guru-guru Cina dari Malaysia. Semakin lama kehidupan


(21)

orang Cina di Sumatera semakin membaik, bahkan banyak yang menetap di Sumatera menjadi pedagang yang berhasil turun temurun hingga saat ini.

Orang Cina yang ada di Sumatera terbagi dari atas beberapa suku yakni : 1. Suku Kanton

Suku Katon berasal dari propinsi Guandong.Dulunya mereka mengambil profesi sebagai pedagang emas, kayu, tukang jahit dan pedagang kain.Kebanyakan pelacur-pelacur Cina pada abad 19 berasal dari suku ini. 2. Suku Hakka atau Khe

Mereka berbeda dari orang-orang Cina yang lainnya disebabkan kerena diantara mereka wanitanya tidak diikat kakinya.Hal seperti ini berlaku biasanya pada orang hakka dari Guandong. Di Medan pada masa itu mereka berprofesi sebagai tukang sepatu, pedagang rotan

3. Suku Hokklo 4. Suku Hailam

5. Suku Amoy atau Hokkian.

Namun perlahan beberapa suku menghilang, hanya tinggal beberapa suku saja. Setiap suku tentunya mempunyai kebudayaan yang berbeda, tetapi karena suku-suku tersebut sudah bercampur dan bergaul dengan suku-suku-suku-suku yang ada di Medan, tentunya kebudayaan memudar. (T.Luckman Sinar, 2010).

Seiring berjalanya waktu, nama Cina pun dirubah menjadi Tionghoa atau Tionghwa. Istilah tersebut dibuat sendiri oleh keturunan Cina di Indonesia. Istilah


(22)

Tionghoa tersebut sudah sangat nyaman bagi suku Cina, tanpa ada terasa nada, persepsi, dan stigma mencina-cinakan.

2.1.3 Memorial Institute

Memorial merupakan sebuah tempat, peninggalan, atau tugu Biasanya didirikan karena memiliki cerita sejarah yang layak untuk diketahui dan memiliki peran dalam perkembangan budaya atau daerah di mana memorial itu didirikan. Institute merupakan lembaga pendidikan atau tempat di mana orang-orang mendapat ilmu pengetahuan.

Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan yang didirikan karena memiliki cerita bersejarah dan juga berisi pembelajaran atau ilmu pengetahuan. Dikatakan bersejarah karena Memorial Institute tersebut ialah kepunyaan dari seorang Cina yang berpengaruh besar terhadap kota Medan yaitu Tjong A Fie. Dikatakan Institute karena pengunjung mendapatkan pembelajaran tentang kebudayaan Peranakan yang juga merupakan perkembangan dari budaya Cina.

2.2Landasan Teori

Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja., tetapi tidak akanada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat,1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan.


(23)

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan adalah seperti teori yang diuraikan berikut

2.1.2 Uses and Functions

Untuk melihat fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam perkembangan budaya Cina di Medan penulis menggunakan teori Uses and Functions oleh Alan P. Merriam (1946 : 219-266). Teori uses and functions dalam rangkuman tulisan Merriam terdiri dari sepuluh fungsi yakni,

1. Fungsi Pengungkapan Emosional 2. Fungsi Penghayatan Estetika 3. Fungsi Hiburan

4. Fungsi Komunikasi

5. Fungsi Perlambangan (symbolic representation) 6. Fungsi Reaksi Jasmani

7. Fungsi yang Berkaitan dengan Norma-norma Sosial 8. Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama 9. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

10.Fungsi Pengintergrasian Masyarakat

Dari sepuluh fungsi yang penulis kutip dalam isi tulisan Alan P. Merriam diatas penulis hanya mengutip beberapa fungsi sesuai dengan judul “Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan”, yaitu :


(24)

2. Fungsi Komunikasi

3. Fungsi Perlambangan (symbolic representation) 4. Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

5. Fungsi Pengintergrasian Masyarakat

2.3 Tinjauan Pusaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat, sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:912)

Rebecca Hannatri Suastika (2011) pada penelitian skripsinya menulis tentang Wisata Sejarah (Studi Deskriptif Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota medan) mengungkap sejarah Tjong A Fie yaitu berupa peran dan pengaruhnya terhadap kota Medan hingga bangunan peninggalan, yang dalam hal ini difokuskan pada Tjong A Fie Mansion. Hal ini dikarenakan akan dikaitkannya sejarah Tjong A Fie Mansion sebagai objek wisata sejarah kota Medan. Serta merta membantu penulis dalam meneliti secara fokus tentang Tjong A Fie Memorial Institute.

Fransiska Utama (2011) pada penelitian skripsinya menulis tentang Rumah Tjong A Fie Sebagai Salah Satu Objek Wisata Bangunan Bersejarah Di Kota Medan mengatakan bahwa, di Medan terdapat beberapa bangunan bersejarah yang menarik minat wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal. Salah satunya rumah Tjong A Fie. Rumah Tjong A Fie memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bangunan-bangunan bersejarah lainnya yang masih dijaga keaslian bangunannya serta perabotan di dalam rumah tersebut.


(25)

Agnes Danovar (2013) pada novelnya yang berjudul “ Kisah Hidup Queeny Chang Putri Orang Terkaya Asal Medan “, menceritakan kisah tentang kehidupan Tjong A Fie dari awal kedatangannya lalu perjuangannya sebagai perantauan asing, sampai pada keberhasilannya hingga ia meninggal dunia di kota Medan, tentunya sangat membantu penulis dalam pengerjaan skripsi yang penulis kerjakan. Karena sebelum mengetahui fungsi dan peran Tjong A Fie memorial institute tersebut, tentunya penulis harus mengetahui sosok Tjong A Fie.

Dari uraiann diatas, penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya dapat membantu penulis dalam pengerjaan skripsi yang berjudul “Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan” sehingga lebih mudah mendapat informasi untuk kelengkapan isi skripsi.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian fungsi dan peran Mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada fungsi Tjong A fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina di Medan. Data dan informasi dikumpulkan selain bukan sekunder dari literatur-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke objek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskriptifkan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai


(27)

keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.

Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal ini tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang ikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat ilmiah, (Fatimah,1993:16)

Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai hakikatnya (ciri kriteria ilmiah tertentu ) secara intitutif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka pada awal penelitian dimulai). Hal ini tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian dengan bagian dengan pertimbagan ilmiah, (Fatimah, 1993:7).

Secara deskriptif peneliti dapat memberikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demkian penulis akan selalu mempertimbangkan data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya, (Fatimah, 1993 : 7).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat


(28)

mengenai fakta dari makna fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina Medan.

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

Langkah dalam teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui Studi lapangan dan Studi kepustakaan.

Adapun proses yang dilakukan adalah :

1. Melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, yaitu Tjong A Fie Memorial Institute.

2. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat untuk memudahkan

penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang peranan mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan.

3. Mengumpulkan buku-buku, artikel atau skripsi yang diharapkan dapat mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis.

3.1.1.1 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan.

Dalam penelitian ini penulis hanya mengadakan berkali-kali pengamatansecara langsung ke Tjong A Fie Memorial Institute. Pengamatan


(29)

tersebut dilakukan dengan berjalan mengelilingi museum tersebut,mengamati benda-benda peninggalan serta foto-foto yang masih terpajang.

3.1.1.2 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Soehartono (1995 : 67) yang mengatakan “…wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alah perekam (tape recorder)”

Koentjaraingrat (1981 : 139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu, “…wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Wawancara terfokus diskusi pada pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.”

Sesuai dengan pendapat Soehartono dan Koentjaraningrat mengenal kegiatan wawancara maka penulis telah mempersiapkan hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan.

Wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian yaitu :


(30)

1. Wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Tionghoa yang juga keturunan Tjong A Fie, yaitu Fon Prawira, untuk mendapatkan informasi tentang sejarah Tjong A Fie, sejarah Museum Tjong A Fie, sejarah budaya Peranakan Cina.

2. Wawancara dengan salah satu wisatawan yang juga pengamat budaya yaitu, Ibu Drg. Insan Mulyardewi. Untuk mendapat tambahan data mengingat data yang penulis dapat dari Informan pertama sudah hampir lengkap sesuai dengan yang penulis butuhkan.

3. Wawancara dengan bapak Lu Jun seorang masyarakat Tionghoa. Untuk mengetahui pendapatnya mengenai Tjong A Fie Memorial Institute.

Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan.

3.1.1.3 Studi kepustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, penulis melakukan studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian dari hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan


(31)

pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, skripsi, artikel atau berita dari surat kabar dan berita dari internet.

3.1.2 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengintepretasikansecara spesfik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan teori uses and functions dan kemudian diklasifikasikan dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk mengolah data tersebut. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan sebagai laporan dalam bentuk skripsi.

3.1.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Medan, di jalan Jend. Ahmad Yani no. 105. Tepatnya Tjong A Fie Memorial institute. Pemilihan lokasi penelitian adalah dikarenakan tempat penelitian merupakan judul yang diangkat penulis dalam skripsinya. Dan penulis dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan di sini.


(32)

BAB IV

GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE

4.1Tjong A Fie

4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie


(33)

Tjong A Fie adalah seorang keturunan suku Hakka atau Khe dari desa kecil Meixian, didaerah Guandong, bagian selatan negeri Cina. Disana Tjong A Fie dikenal dengan

nama Tjong Fung Nam atau Tjong Yao Xuan, berganti menjadi Tjong A Fie setelah pindah ke Medan sebagai pegusaha Cina tersukses ditanah Sumatera

Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya memiliki toko kelontong yang tak banyak meraih untung. Ia bersama kakaknya Tjong Yong Hian, terpaksa harus meninggalkan bangku sekolahnya demi membantu menjaga toko setiap hari. Mereka berhenti sekolah ketika sudah pandai menulis dan membaca.

Ketika sang kakak melihat Tjong A Fie sudah bisa menjaga toko sendiri, ia memutuskan untuk merantau ke tanah Sumatera. Tjong A Fie ditugaskan untuk memimpin usaha keluarga karena pada saat itu kesehatan ayahnya mulai menurun. Saat usia A Fie 17 tahun ia dinikahkan dengan seorang gadis. Pernikahanpun berlangsung sederhana. Setahun setelah ia menikah, keadaan Cina daratan tidak begitu baik karena bencana alam disertai terjadinya pemberontakan terhadap kekuasaan kaisar , membuat kehidupan semakin sulit. Ia mendengar kabar dari perantau Cina yang kembali dari Sumatera bahwa kakaknya mengalami kemajuan dan menjadi kaya di Sumatera. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak kakak nya untuk merantau dan meminta izin kepada orang tuanya. Dengan bekal sepuluh perak uang Manchu yang dijahitkan istrinya dan diikat dipinggang ia pun pergi merantau.

Sesampai di tanah Sumatera ia bekerja di toko kelontong milik Tjong Sui Fo. Pada saat itu ia hanya mampu berbahasa Cina. Ia menyadari bahwa ia hidup


(34)

ditanah Sumatera yang tidak semua mengerti bahasa Cina yang ia gunakan, ia bekerja keras untuk mendalami bahasa melayu yang biasa digunakan penduduk sekitar. Karena kegigihan dan kejujurannya ia sering ditugaskan untuk mengantar bahan kebutuhan ke penjara setempat. Lama kelamaan ia menjadi kenal dengan beberapa orang yang ada dipenjara. Banyak orang Cina yang ditahan bukan karena melakukan tindakan kriminal. Tetapi karena berbagai hal, seperti membuat rusuh diperkebunan atau terlibat hutang, ada juga yang difitnah.

Karena sering berkunjung dan mendengarkan keluhan mereka lama kelamaan ia mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Masyarakat Cina meminta kepada penguasa Belanda agar Tjong A Fie menjadi kepala distrik bagi orang-orang Cina. Permintaan itu dikabulkan pemerintah Belanda. Karena pekerjaan baru tersebut Tjong A Fie mengundurkan diri dari majikannya.

Dari waktu ke waktu karena sering menjadi penengah dan perantara berbagai etnis di Medan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Plamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Pihak kerajaan puas dengan kinerjanya dan diberi gelar “Tengku” atau Bangsawan. Ia dipercaya untuk mewakili beliau dalam berbagai urusan.

Suatu ketika Tjong A Fie ditugaskan Sultan untuk mengurus tanahnya di Penang. Disana ia tak sengaja bertemu dengan seorang putri kerajaan Chew, keluarga terkemuka di Penang dan juga pengusaha pionir seperti ia. Tuan Chew pun menjodohkan Tjong A Fie dengan putrinya. Setelah mendapatkan tawaran itu Tjong A Fie menceritakan kisah hidupnya termasuk tentang istrinya yang tidak bisa ia ceraikan di Cina. Mendengarkan kejujuran itu keluarga Chew semakin


(35)

terkesan dan percaya. Pernikahanpun berlangsung. Dari pernikahan tersebut ia mempunyai tiga orang anak, satu orang lelaki dan duanya perempuan.

Istrinya meninggal dunia karena wabah demam berdarah yang melanda Asia Pasifik. Ia berduka cukup lama dengan kematian istrinya. Tak lama sepeninggal istrinya, ia mencoba bangkit dan mencoba meninjau perkebunan milik Belanda, ia berkenalan dengan seorang tandir besar yang memiliki putri cantik yang bernama Lim Koei Yap, namun terkenal galak. Ia penasaran dengan sosok putri yang terkenal dikalangan para pekerja perkebunan itu, sehingga tanpa ia sadari, kelak putri galak itu menjadi pendamping sampai akhir hayat hidunya sebagai istri. Entah bagaimana mulanya Tjong A Fie mendapat tugas dari pemerintah Hindia Belanda untuk memantau perkebunan. Sejak mendapat tugas itu ia jadi sering bertemu dengan keluarga putri seorang tandir pemilik perkebunan tersebut. Tak lama kemudian ia pun menikah dengan putri tandir tersebut yang juga berkebudayaan Tionghoa-Melayu (Budaya Peranakan). Budaya itulah yang tetap ia jaga dan teruskan kepada keturunan nya hingga saat ini.

Dari pernikahannya tersebut ia mempunyai tujuh orang anak. Ia beserta keluarganya tinggal dirumah yang terdapat di jalan Jend.Ahmad Yani yang sekarang berubah fungsi menjadi museum. Ia sempat membawa istrinya menemui orang tua beserta istri pertamanya ke Cina. Selang beberapa waktu mereka kembali ke Medan, mereka mendapat berita duka meninggalnya ayah Tjong A Fie menyusul ibunya. Tjong A Fie sempat meminta istri pertamanya untuk tinggal di Medan namun karena ketidakcocokan dengan istri ketiganya, ia memulangkan kembali istri pertamanya ke Cina daratan.


(36)

Istri pertamanya beserta anak dari istri kedua meninggal dunia karena wabah penyakit yang menyerang Cina daratan.

Kehidupan Tjong A Fie semakin suskes, ia meneruskan usaha bank yang ia dan kakaknya dirikan semenjak kakanya meninggal, bank tersebut bernama bank Deli, namun ia sempat sakit dan risau karena para kemenakannya yakni anak-anak kakaknya menggunakan uang warisan milik ayah mereka di bank Deli hanya untuk berfoya-foya dan sebagai jaminan sehingga membuat tekor dana di bank yang sedang mengalami masa sulit.

Perang dunia pertama yang semakin buruk terjadi di Eropa juga turut menambah masalah bagi usaha perkebunan Tjong A Fie karena ekspor semakin berkurang . Krisis ekonomi mulai melanda seluruh dunia, ditambah dengan banyaknya rumah judi di Medan , akhirnya tanpa sadar pula mereka tidak bisa memperbaiki diri mereka, kekacauan pun melanda setiap orang yang tidak insyaf.

Akhirnya masa-masa sulit perang dunia berhasil Tjong A Fie lewati hingga tahun 1920, bank miliknya tetap bertahan walau tidak sekuat dulu kala. Dari waktu ke waktu, ia merasa sudah tua. Ia meihat waktunya cepat atau lambat akan menyusul kakaknya, sebelum tiba saatnya ia sudah menyiapkan 12 rumah atas nama istrinya. Ia berharap kelak bisa memberikan penghasilan yang cukup untuk istrinya untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang.

Kesehatan Tjong A Fie semakin memelamah, awalnya dokter mengatakan ia hanya kelelahan karena mengurus semua usahanya. Pada 8 februari 1921 ia meninggal dunia karena pendarahan di otak setelah akhirnya dokter memeriksa lebih lanjut. Sebelum meninggal ia tidak bercerita apapun selain meminta istrinya


(37)

untuk mencarikan pakaian yang paling ia sukai yakni jubah dinas yang biasa ia pakai dalam acara kedinasan. Proses pemakamannya sangat mengharukan , tangis terdengar dimana-mana. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh seperti Jawa, Malaya dan Singapura. Sementara jalanan dipenuhi dengan masyarakat sekitar dan para pengemis yang mengharap makanan dari upacara pemakaman.(Agnes Danovar, 2013 )

4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute

Tjong A Fie Memorial Institute atau Tjong A Fie Mansion, merupakan sebuah bangunan kediaman Tjong A Fie yang didirikan Pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900, berada di jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah Tjong A Fie merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan art deco. Sebagian dari bangunan rumah terbuat dari kayu jati berkualitas baik asal Malaysia dan semen beton untuk menopang lantai kayu. Rumah mewah milik Tjong A fie tersebut yang dulu ditempati oleh Tjong A Fie beserta istri (ketiga) Lim Koei Yap dan tujuh anaknya, saat ini ditempati oleh ahi waris Tjong A Fie, yaitu cucu Tjong A Fie, Fon Prawira yang juga merupakan direktur PT.Mitra Nusantara.

Lantaran masih ditinggali ahli waris, rumah tersebut dikonsep Fon sebagai The living museum atau museum hidup. Konsep tersebut terinspirasi museum Picasso di Barcelona, Spanyol. Dengan konsep itu, museum tak sekadar memajang benda-benda peninggalan. Namun, pengunjung bisa melihat secara langsung kehidupan pemilik museum yang masih tinggal disitu. Konsep semacam itu diadopsi


(38)

museum Affandi di Yogjakarta. Selain menyimpan karya-karya sang maestro, museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.

Diantara jajaran ruko yang mendominasi jalan Kesawan, pagar Tjong A Fie Mansion pasti membuat orang memalingkan leher. Pagar tembok tinggi berwarna kuning dengan aksen kayu dan atap Cina disertai kaligrafi Cina besar yang terletak di kanan dan kiri gerbang pagar terlihat kontras. Saat ingin memasuki rumah tersebut kita menemui dua ekor singa masing-masing disisi kiri dan kanan. Mengapa patung singa, karena singa merupakan raja binatang. Dan menurut cerita pada zaman dahulu dan masih dipercayai hingga saat ini, patung singa merupakan hiasan pada kediaman pejabat tinggi, istana, kuil, pagoda dan makam kaisar. Patung singa itu terdiri atas jantan dan betina. Untuk membedakan yang mana singa jantan dan singa betina ternyata sangat mudah yakni, singa jantan kaki kanannya mencengkram bola dan singa betina kaki kirinya mencengkram anak singa. Singa jantan mencengkram bola untuk melambangkan kesatuan seluruh negeri. Sementara singa betina dengan anaknya menggambarkan kebahagiaan keluarga. Dalam budaya Cina semua hal memang selalu dibuat sepasang. Ini karena mereka menganut filosofi Yin Yang. Seperti rumah-rumah zaman dahulu,halaman depan terasa sangat kuno. Luas, dengan bagian rumput yang dibuat seperti lingkaran di tengah dan setengah lingkaran dibagian kanan dan kiri dengan jalur mobil diantara bagian rumput tersebut.


(39)

Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie

Pohon besar dan rindang mengisi bagian kanan dan kiri, serta warna-warni dibagian tengah. Dari taman sudah terlihat jelas luasnya bangunan Tjong A Fie. Bangunan ini bertingkat dua dengan bagian tengah terlihat lebih besar dibandingkan bagian kanan dan kirinya jendela dibagian tengah, pintu tengah, pintu masuk. Arsiteknya campuran antara pilar bulat tinggi gaya Eropa, jeruji khas Melayu dan ukiran-ukiran Cina.

Gambar 1.3 Halaman depan

Jangankan oven, kompor saja tidak ada. Yang ada hanya tungku panjang terbuat dari batu dengan empat tempat api yang harus diisi kayu bakar. Luas dapurnya


(40)

saja sekitar 20 m². maklum saja, selain karena memiliki 10 anak, Tjong A Fie yang sempat ditunjuk sebagai wakil pemerintahan Cina di Medan, sering menerima tamu dirumahnya.

Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda

Walau terlihat kuno, tapi tidak semua barang diruang makan keluarga asli peninggalan Tjong A Fie. Dalam perjalanannya, beberapa barang dalam rumah ini terpaksa dijual untuk membiayai beban operasional rumah besar ini.

Seperti umumnya rumah pada zaman Cina kuno, dalam bangunan dengan 40 ruangan ini hanya ada 2 kamar mandi. Jadi aktivitas mandi, harus dilakukan dikamar dengan menggunakan bak mandi kuno tadi. Selain itu di setiap kamar ditempatkan sebuah pispot. Baju-baju asli mendiang Ny. Tjong A Fie juga masih tersisa. Hanya saja, baju-baju ini sudah berusia ratusan tahun, jadi jika disentuh sedikit benangnya saja nanti bisa robek.


(41)

Dari kamar, kita menuju taman tengah. Jadi kita memulai perjalanan dari samping menuju belakang lalu maju kedepan bangunan. Disekitar taman, terdapat tempat sembahyang, tempat abu leluhur keluarga Tjong A Fie. Beberapa pengunjung lain yang beragama Buddha diperkenankan sembahyang disana.

Gambar 1.5 Altar

Bangunan ini memiliki beberapa ruang tamu yang didekorasi dan digunakan sesuai tamunya. Ada ruang Cina, Pribumi, dan Belanda. Seperti juga di ruang makan keluarga, beberapa barang asli sudah terjual, bahkan ruang tamu ini terlihat agak kosong. Ruang dansa yang dikelilingi jendela besar dan tinggi. Sebagian menghadap kejalan Kesawan. Disayap kanan dari bangunan tersebut juga masih tertutup untuk umum.

Dirumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan, perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Melayu-Tionghoa. Tepatnya pada 18 Juni 2009 rumah tersebut resmi dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute. Adapun gagasan tersebut tercetus karena keluarga Fon menyadari bahwa masyarakat kota Medan


(42)

kota Medan pada zamannya tersebut. Apalagi banyak peninggalan Tjong A Fie yang tersimpan dengan baik di dalam rumah tersebut. “Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Apalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah cukup tua, lebih dari seabad,” tutur Fon (Wawancara, 13 September 2013).

BAB V

FUNGSI DANPERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN

5.1Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (1998:192), fungsi berarti kegunaan sesuatu hal pekerjaan yang dilakukan. Kata fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidupnya, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi secara kualitatif. Fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi, atau asosiasi tertentu. Fungsi juga menuju pada proses yang sedang atau akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut. Sehingga bisa dikatakan “berfungsi” atau “tidak berfungsi”. Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya fungsi komputer, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, fungsi mobil dan lain sebagainya. Secara kualitatif, fungsi dapat meningkatkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.


(43)

Pada bab ini membahas tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan. Adapun analisis Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan akan dianalisis berdasarkan teori uses and functions Alan P. Merriam.

5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis

Mungkin fungsi ini dianggap kurang layak untuk dimasukan dalam daftar ini. Fungsi penghayatan estetis mengacu kepada keindahan sesuatu yang dipandang oleh mata. Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan tua yang masih terjaga keasrian bangunannya. Mempertontonkan tampilannya yang indah dengan desain yang unik serta perabotan yang antik. Desain yang unik serta perabotan yang antik tersebut memiliki sejarah, secara tidak langung telah menghantarkan pengunjung kepada sejarah awal tentang budaya Cina peranakan sampai perkembangan budaya Cina peranakan.tersebut.

5.1.2 Fungsi Komunikasi

Walaupun hanya sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute dapat menceritakan sebagian besar tentang sejarah budaya peranakan dan kota Medan. Sebagai contoh komunikasi dapat dilihat dari susunan dan arsitektur ruang makan, yakni ada yang bergaya Melayu. Ruangan tersebut mengkomunikasikan kepada pengunjung bahwa dulu setiap tamu dari kerajaan datang berkunjung, mereka ditempatkan di ruangan tersebut. Begitu juga dengan ruangan yang lainnya, memiliki cerita tersendiri untuk dapat dikomunikasikan kepada pengunjung dan kepada keturunan Tionghoa.


(44)

5.1.3 Fungsi Perlambangan (symbolic representation)

Pada sebagian masyarakat Tionghoa peranakan yang sudah mengetahui sejarah Tjong A Fie Memorial Institute, menganggap Tjong A Fie Memorial Institute merupakan perlambangan dari diri mereka sendiri, karena bangunan tersebut dapat menggambarkan kepada masyarakat lain sedikit banyaknya tentang awal keberadaan leluhur mereka sampai kepada keberadaan mereka sendiri.

5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

Didalam fungsi ini akan dibahas lebih mendalam tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam Perkembangan Budaya Cina Di kota Medan. Karena fungsi kesinambungan kebudayaan adalah teori yang paling kuat dan cocok dalam pembahasan judul yang penulis angkat.

Sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan wahana pengajaran adat, bangunan ini menjamin kesinambungan dan stabilitas kebudayaan sampai generasi penerus. Keturunan Tjong A Fie sendiri, yaitu Fon Prawira hingga saat ini masih mempertahankan bangunan Tjong A Fie Memorial Institute agar tidak jatuh ke tangan para investor bahkan Pemerintah Kota Medan agar beliau dapat tetap menjaga kesinambungan dan kestabiitasan kebudayaan Cina Peranakan seperti yang beliau anut dan beliau akan terus berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Cina Peranakan agar tidak hilang seiring perkembangan zaman.


(45)

Semakin hari zaman semakin maju dan canggih. Kemajuan dan kecanggihan zaman mempengaruhi perkembangan teknologi, sehingga lewat teknologi pengaruh kebudayaan asing dapat melunturkan keaslian budaya lokal. Budaya Cina merupakan salah satu budaya yang hidup dan berkembang di kota Medan. Budaya Cina masuk di Medan karena adanya imigran Cina yang datang ke Medan, seperti yang penulis paparkan pada bab ke-2. Tentunya imigran yang datang ke Medan banyak mempersunting wanita pribumi. Keterkaitan antara Tjong A Fie Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan yakni, seperti yang kita ketahui Tjong A Fie yang merupakan pemilik Tjong A Fie Memorial Institute adalah seorang yang berkebangsaan Cina asli asal Meixian Guandong, Cina, juga seorang imigran yang awalnya hanya datang dengan niat untuk berdagang dan akhirnya menetap di kota Medan. Beliau mempersunting seorang gadis berdarah Melayu asal kota Binjai Timbangan, Sumatera Utara. Pernikahan beliau dengan Ny. Liam Koei Yap merupakan pernikahan dengan dua budaya yang berbeda, tentunya pernikahan tersebut akan menghasilkan keturunan dengan budaya yang tidak asli lagi atau dapat juga dikatakan sebagai budaya Cina yang berkembang. Budaya yang dihasilkan akibat pernikahan tersebut dikenal dengan budaya Peranakan.

5.1.4.1Budaya Peranakan

Budaya Peranakan adalah percampuran antara dua budaya yang dihasilkan melalui perkawinan. Budaya Peranakan merupakan istilah bagi masyarakat Tionghoa yang menikah dengan budaya yang berbeda di Negara lain.


(46)

Di Medan budaya Peranakan terlahir awalnya pada abad ke 15-16, karena pada saat itu banyak imigran Cina yang datang ke Medan untuk berdagang dan sebagian lagi bekerja sebagai kuli kontrak. Banyak dari mereka yang menikahi wanita pribumi khususnya etnis Melayu.

Istilah “Peranakan” paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa ini dikenal sebagai “Tionghoa Selat”.

Pernikahan tersebut tak hanya menyatukan dua manusia berbeda bangsa saja, tapi juga menggabungkan ragam sosial budaya dan kuliner kedua bangsa. Kebudayaan yang lahir sebagai hasil perkawinan antar budaya inilah yang dikenal dengan kebudayaan Indo-Cina atau Peranakan. Budaya peranakan ini disebut-sebut sebagai percampuran budaya yang paling kaya di Asia. Karena ternyata budaya Peranakan merupakan asimilasi atau campuran budaya antara imigran dari Cina dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu, dan Portugis.

Selain di Indonesia, budaya Peranakan juga banyak tersebar di Negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Karena sebagian besar masyarakatnya kaum Tionghoa, budaya Peranakan sangat dijunjung tinggi di dua Negara tersebut. Bahkan Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan dengan dokumentasi produk budaya yang mampu membawa kita lebih mengenal budaya Peranakan di Singapura. Yang cukup mengejutkan, sejarah menunjukkan banyak benda dan kain Peranakan yang berasal dari Indonesia.

Malaysia menyebut diri mereka sebagai “Baba-Nyonya”. “Baba” adalah istilah sebutan untuk laki-lakinya dan “Nyonya” istilah untuk wanitanya. Bahasa yang


(47)

digunakan orang Peranakan, yaitu bahasa Kreol Melayu (atau bahasa Melayu Baba), adalah dialek Kreol dari bahasa Melayu, yang berisi banyak kata dialek Hokkian. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. Bahasa Indonesia, Melayu, Inggris, kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan dikalangan generasi muda.

Di Indonesia, orang peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol. Meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah kehilangan banyak bahasa Tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.

Kebanyakan Peranakan adalah dari keturunan Hokkien, meskipun sejumlah yang cukup besar adalah dari keturunan ke-19 dan abad ke-20 pria Peranakan biasanya menikahi wanita dalam komunitas Peranakansetempat. Keluarga Peranakan kadang-kadang menikahi wanita dari Cina dan mengirim putri mereka ke Cina untuk mencari suami.Orang Peranakan banyak yang bermigrasi di antara Malaysia, Indonesia dan Singapura, yang mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan adat dan budaya di antara komunitas peranakan di Negara-negara tersebut.Alasan ekonomi atau pendidikan biasanya mendorong migrasi Peranakan di antara wilayah Nusantara (Malaysia, Indonesia dan Singapura), negara tersebut, yang membuat adaptasi mereka jauh lebih mudah.Budaya peranakan sangat berkembang di Negara Malaysia dan Singapura.Di Indonesia budaya Peranakan hampir tidak diperhatikan perkembangannya.Hal tersebut


(48)

terjadi karena pada adanya larangan terhadap kesenian dan tradisi Tionghoa selama era administrasi bapa

Di masa lalu orang Peranakan dijunjung tinggi oleh orang Pribumi Melayu. Beberapa orang Melayu di masa lalu mungkin telah mengambil kata "Baba",merujuk pada lelaki Tionghoa, dan memasukkannya ke dalam nama mereka, ketika nama ini masih digunakan Hal ini tidak diikuti oleh generasi muda Melayu, da yang sama seperti yang dimiliki orang Peranakan kala itu.

Di Malaysia dan Singapura, Peranakan mempertahankan sebagian besar etnis dan agama asal mereka (seperti pemujaan leluhur), namun berasimilasi dengan bahasa

dan kebudayaan Melayu. Busana Nyonya, yaitu

busana pribumi Melayu kesabaran: dirangkai, dimanik-manik dan dijahit ke kanvas dengan manik-manik kaca berbentuk tertentu yang kecil dari Di Indonesia, Peranakan mengembangka encim”, berasal dari nama wanita Tionghoa yang sudah menikah. Kebaya encim biasanya dipakai oleh wanita Tionghoa di Kota-kota pesisir Jawa yang mempunyai permukiman Tionghoa yang cukup besar. Seperti bordiran yang lebih kecil dan halus-nya, kain ringan dan warna yang lebih


(49)

cerah.Mereka juga mengembangkan pola batik mereka sendiri, yang menggabungkan simbol dari Cina.Kebaya encim cocok dipakai dengan kain

sepertiBaba biasanya akan mengenakan baju

muda memakai hanya bagian atasannya yang merupakan jaket sutra lengan panjang dengan kerah Tionghoa, ata

Peranakan biasanya berkeyakinan Tionghoa: sembari mengadopsi adat istiadat tanah yang mereka tinggali, dan adat istiadat Negara penjajah. Namun dalam masyarakat modern, banyak masyarakat peranakan muda telah memeluk agam Negara dengan jumlah Peranakan terbesar di dunia, di mana sebagian besar orang Tionghoa beragama Kristen. Namun terdapat pula kaum Peranakan yang memeluk agama

Dari pengaruh Melayu yang unik, "Nyonya" di Singapura dan Malaysia) telah dikembangkan dengan menggunakan rempah-rempah khas Melayu. Contohnya adala da ikan umum yang disajikan di Indonesia selama tahun baru Imlek dan begitu pula yang merupakan masakan daging katak.Nyonya Laksa adalah hidangan yang


(50)

sangat populer di Singapura dan Malaysia, begitu pula yang bertingkat, paling sering dimakan di Tahun Baru Imlek untuk melambangkan tangga kemakmuran.Sejumlah kecil restoran yang menyajikan makanan Nyonya dapat ditemukan di Singapura; da dapat dilihat dari kesenian musik contohnya lagu dondang sayang.

Pada pertengahan abad Ke-20, kebanyakan Peranakan adalah orang berpendidikan Inggris atau Belanda, akibat dari penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan Inggris di Belanda atau Inggris sebagai sarana untuk memajukan perekonomian mereka, sehingga posisi-posisi administrasi dan pelayanan sipil sering diisi oleh Tionghoa Peranakan terkemuka. Banyak masyarakat Peranakan yang kemudian memilih untuk berpindah agama ke agar membangun kedekatan dengan Belanda dan Inggris.

Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas Ras mereka, kebijakan pemerintah di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga mereka menerima instruksi formal dalam sebagai bahasa kedua (sesuai dengan "Kebijaka standarisasi semua Melayu ke dala


(51)

semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para

Baba Melayu.

Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingka mempertahankan bahasa, masakan, dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicar Peranakan tidak memakai kebaya. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya tiga komunitas Peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu: Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Cina Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah mereka semakin berkurang.

Tjong A Fie Memorial Institute dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah ada dan berkembangnya kebudayaan Cina peranakan di kota Medan, khususnya bagi masyarakat Cina Peranakan di kota Medan sendiri. Mereka wajib tahu sejarah leluhur mereka.

5.1.5 Fungsi Pengintergrasian Masyarakat

Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute membangkitkan kembali rasa solidaritas berkelompok khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Medan. Karena mereka menganggap bahwa mereka memiliki aset yang dapat mereka tunjukkan sebagai bentuk kebudayaan mereka. Tak hanya itu, masyarakat Tionghoa


(52)

Peranakan di Medan juga menganggap memiliki wadah dimana mereka dapat melaksanakan kegiatan kebudayaan mereka .

5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

Peran selama ini selalu dikaitkan dengan fungsi, bahkan penggunaan peran dan fungsi terkadang dijadikan satu kesatua . Di sini penulis mencoba untuk memisah penggunaan peran dan fungsi. Dari uraian sebelumnya mengenai Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, penulis mengartikan kata “fungsi” sebagai “kegunaan”. Sedangkan penggunaan kata “Peran” pada Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan penulis bermaksud untuk mengartikan sebagai hasil dari “kegunaan”tersebut.

Di Indonesia berdiri sebuah organisasi Cina yang bernama Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia atau disingkat dengan PMSTI. Di Medan, PMSTI berdiri pada tahun 2006. PMSTI merupakan organisasi semua etnis Cina, termasuk Cina peranakan. Keberadaan mereka selama ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa sendiri. Setiap organisasi yang berdiri tentunya memiliki visi dan misi tertentu.

PMSTI sendiri mengakui bahwa seidikit generasi muda yang perduli dengan perkembangan budayanya sendiri, bahkan ada yang tidak mau tahu sama sekali. Untuk itulah mereka membangun organisasi tersebut, agar kebudayaan mereka tidak hilang dimakan zaman dan tetap berkembang.


(53)

Sejak awal berdirinya PMSTI Medan, cita-cita untuk mengangkat eksistensi Tjong A Fie sudah ada. Hanya karena hubungan emosional PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie belum terbangun dengan baik. Niat tersebut masih belum tercapai. “ …Sekarang hubungan emosional antara PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie sudah tebangun dengan baik. Hubungan emosinal ini terlihat dengan telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang dilakukan PMSTI di rumah Tjong A Fie ” ungkap Ketua PMSTI Kota Medan, Halim Leo, SE (Surat Kabar Analisa, 1 September 2013).

Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PMSTI) Medan pernah menggelar upacara peringatan HUT ke 68 RI di museum Tjong A Fie, hal itu merupakan bentuk penghargaan bagi PMSTI. Kegiatan itu diliput oleh berbagai media elektronik, cetak dan online sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya. Berdasarkan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute yang telah dipaparkan penulis yakni sebagai pintu masuk untuk menggali lebih banyak informasi tentang sejarah budaya peranakan Cina di Medan, Tjong A Fie Memorial Institute turut berperan dalam mendongkrak eksistensi organisasi agar lebih di ketahui oleh masyarakat. Salah satunya PMSTI, tentunya semakin di kenal maka keberadaan organisasi akan lebih cepat berkembang dan lebih mudah untuk menjalankan visi dan misi mereka.

Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute sangat berperan dalam membantu PMSTI Medan dalam melaksanakan salah satu visinya yakni mengembangkan kebudayaan Cina di Medan. Bagi mereka Tjong A Fie Memorial Institute bukan


(54)

hanya sekadar bangunan cagar budaya, tapi jati diri. Karena setiap bangunan pasti memiliki cerita masa lalu.

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, Tjong A Fie Memorial Institute memang belum jatuh ke tangan Pemerintahan Kota Medan, namun keberadaannya di Medan untuk kedepannya akan diupayakan kelestariannya agar lebih menarik minat wisatawan asing maupun lokal.

Kebudayaan Cina di Medan yang semakin berkembang diakibatkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena westernisasi yang mengakibatkan kebudayaan tersebut mengarah kebarat-baratan. sehingga sebagian masyarakat Tionghoa atau kesatuan organisasi yang masih perduli dengan kelestarian kebudayaan Tionghoa sangat senang dengan disahkannya rumah Tjong A Fie menjadi Tjong A Fie Memorial Institute.

Tjong A Fie Memorial Institute bukan hanya sekadar cagar budaya bagi beberapa Masyarakat Tionghoa di Medan, karena bangunan tersebut melambangkan jati diri mereka yang masih berdiri kokoh sehingga masih dapat dilihat oleh khalayak ramai. Mengingat tidak banyak bangunan-bangunan


(55)

heritage yang masih berdiri kokoh. Sedangkan bangunan heritage sebenarnya penting bagi sebuah kota untuk kelestarian kebudayaan di kota itu sendiri. Disini penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan :

1. Merupakan bangunan warisan yang diturun temurunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya atau dapat dikatakan sebagai kesinambungan kebudayaan.

2. Merupakan alat bagi masyarakat Tionghoa khususnya Peranakan untuk mengingat sejarah leluhurnya agar dapat melestarikan kebudayaan mereka. 3. Tempat untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan Peranakan

Cina yang juga merupakan Perkembangan dari budaya Cina.

4. Sebagai pemersatu antara satu kelompok atau organisasi kebudayaan Tionghoa dengan kelompok Budaya Tionghoa lainnya yang memiliki visi dan misi yang sama.

6.2 Saran

Dari hasil penelitian mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ini, penulis meilhat ada beberapa hal yang harus diperhatikan demi kelestarian bangunan dan perkembangan budaya Cina sendiri.

Penulis berharap pada masyarakat, baik masyarakat Tionghoa maupun Pribumi agar tetap sama-sama menjaga kelestarian bangunan Tjong A Fie Memorial Institute. Dan kepada Pemerintahan Kota Medan agar dapat membantu


(56)

lebih banyak dalam proses pelestariannya. Karena walaupun bangunan tersebut tidak menunjukkan jati diri asli kebudayaan setempat tetapi Tjong A Fie Memorial Institute merupakan bukti bahwa kota Medan adalah salah satu daerah yang memiliki etnis yang beragam, serta menjadi bukti bahwa budaya Cina di Medan masih ada dan berkembang.

Khususnya bagi generasi muda etnis Tionghoa diharapkan agar lebih perduli dengan perkembangan budayanya sendiri dengan menumbuhkan rasa keingintahuan tentang leluhur mereka. Tidak perlu sering mengunjungi Tjong A Fie Memorial Institute, dengan hanya datang beberapakali dan mengetahui perkembangannya saja sudah cukup menjadi bekal untuk dapat menginformasikan kepada masyarakat Tionghoa lainnya. Karena jika kalau bukan generasi muda, siapa lagi yang akan menjadi generasi penerus.

Skripsi ini kiranya juga menjadi rujuka n bagi mahasiswa-mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang Tjong A Fie Memorial Institute dan perkembangan budaya Cina maupun budaya Peranakan yang merupakan perkembangan budaya Cina tersebut.

Akhir kata penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi ini.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdurrahmant, Fathoni. 2006. Antropologi Sosial Budaya. Jakarta: P.T. Rhineka Cipta.

Barthes, Roland. 1988. The Semiotics Challenge. New York: Hill and Wang. Budiman, Kris. 1999. Kosa Semiotika. Yogyakarta :LKIS.

Danovar, Agnes.2013.Kisah Hidup Queeny Chang Putri Orang Terkaya Asal Medan. Jakarta: PT Intibook Publisher.

Departemen Pendidikan dan kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa

Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

Ihromi, T.O 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Universitas

Indonesia(UI Press).

Luckman Sinar Basarshah SH,Tengku. 2010.Kedatangan Imigran-Imigran China ke Patai Timur Sumatera Abad Ke-19. Medan. Medan: Forkala-Sumut. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of music. Chicago, Northwestern


(58)

Soehartono, Ahmad. 1995. Metodologi Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Yusita Kusumarini. 2006. Van Zoest Art dan P. Sudjiman ) ed). 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Umu

Skripsi

Suastika, Rebecca Hannatri. 2011. Wisata Sejarah (Studi Deskriptif

Perkembangan Tjong A Fie Mansion Sebagai Objek Wisata Sejarah Kota medan)

Utama, Fransiska. 2011. Rumah Tjong A Fie Sebagai Salah Satu Objek Wisata Bangunan Bersejarah Di Kota Medan

Internet

http://www.google.com Pengertian Kebudayaan Menurut Para Ahli. http://www.google.com Rumah Tjong A Fie Medan Sumatera Utara http://www.wikipedia.com Tjong A Fie Mansion


(59)

LAMPIRAN

1. Data Diri Informan

Informan 1 :

Nama : Fon Prawira - Tjong

Alamat : Jl. Jend. Ahmad Yani no. 105

Pekerjaan : Executive Director Tjong A Fie Memorial Institue

No. Telpon : +62852 9597 9393

Informan 2 :

Nama : Drg. Insan Mulyardewi

Alamat : Jl. Ciganjur, Jakarta Selatan

Pekerjaan : Dokter Gigi.

No.Telpon : +62852 1614 4242

Informan 3 :


(60)

Alamat : Jl. Mesjid no. 89, Medan

Pekerjaan : Wiraswasta

2. Pertanyaan

1. Kapan rumah Tjong A Fie dibangun ?

2. Kapan rumah Tjong A Fie diresmikan menjadi Tjong A Fie Memorial Institute ?Mengapa ?

3. Menurut pendapat anda apakah selama ini keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute sudah banyak diketahui masyarakat ?

4. Menurut pendapat anda Tjong A Fie Memorial Institute merupakan tempat tujuan pariwisata atau tempat pembelajaran ? jelaskan !

5. Dapatkah anda menceritakan sisi dari setiap ruangan pada Tjong A Fie Memorial Institute ?

6. Ada atau tidak hubungan Tjong A Fie Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan ?

7. Apakah keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute disambut baik oleh pemerintah setempat ?

8. Status Tjong A Fie Memorial Institute merupakan milik pemerintah setempat atau masih milik pribadi ?

9. Bagaimana sosok Tjong A Fie ?

10.Dapatkah anda menceritakan semua yang anda ketahui mengenai kehidupan Tjong A Fie ?


(61)

(62)

苏 北 大 学

中文系本科生毕业论文

题 名

学生姓名

学 号

苏 菲 亚

指导教师

090710005

学 院

Julina. BA, MTCSOL

学 系

文学院

提交日期

中文系

答辩日期

2014

2

8

2014

4

24


(63)

目录

目录 ... i

摘要 ... ii

第一章引言 ... 1

1.1 研究目的…….………... 1

1.2 研究问题 ... 2 1.3 研究现状 ... 2 1.4 研究方法 ... 4

第二章棉兰华人 ... 5 2.1 棉兰华人的历史... 5 2.2棉兰华人的文化 ... 6

第三章钟阿飞的概述 ... 7 3.1钟阿飞及生平 ... 7 3.2钟阿飞博物馆历史 ... 9

第四

4.1功能钟阿飞博物馆在棉兰中国文化 ... 13

... 13


(64)

4.1.2通讯功能 ... 14

4.1.3该函数的象征意义 ... 14

4.1.4文化传承功能 ... 14

4.1.5社区整合功能 ... 16

4.2博物馆在中国文化中棉兰市的发展中的作用 ... 16

第五章结论 ... 18

5.1 结论 ... 18

5.2 建议 ... 19


(65)

摘要

本论文以”钟阿飞博物馆对棉兰文化的作用”为题进行研究。在本文中,作 者告诉博物馆如何作用于中国文化在棉兰的发展。在第二章中作者讨论了棉 兰华人,棉兰华人的历史,棉兰华人的文化。在第三章中作者讨论了钟阿飞的 概述,钟阿飞及生平,钟阿飞博物馆历史。在第 4 章的作者使用“uses and functions Alan. P. Merriam 的”分析作者告诉博物馆如何作用于中国文 化在棉兰的发展。最后一章中包含的结论和建议


(66)

第一章 引言

1.1研究目的

中国是一个多元文化的国家,具有很多历史文物。中国人遍布世界的 大多数国家,中国人也蔓延到印尼。原因可能是由于在印尼的棉兰市有一位

她的名字来棉兰。在棉兰人们称他钟阿飞。钟阿飞具有一个非常独特的 房屋,现在变成了钟阿飞博物馆。钟阿飞博物馆的地点是在棉兰Ahmad

Yani街。这套房屋把中国、欧洲和马来族的装饰艺术与建筑风格融合起来,

所以钟阿飞博物馆算是一个历史遗迹。人们可以通过博物馆里的照片和绘画 来了解中国和印尼的文化。在2009年6月18日,钟阿飞的房屋正式地作为 博物馆了。现在,博物馆的一个小部分由钟阿飞的孙子,Fon 住。博物馆

和Fon的房子只有一个木门分隔。博物馆的气氛很平静,像一个普通的住宅。


(67)

贡献。因此本篇论文选择研究钟阿飞博物馆为研究焦点,想通过博物 馆来了解它对棉兰文化的作用。

钟阿飞博物馆的外形与设计说明了它的居民如何生活。钟阿飞是中国 人而他的妻子Lim Koei Yap女士是马来民族的人。他们的婚姻产生了新鲜

的文化,就是土生印尼华人的文化 (中国文化 - 马来民族的文化) 。在中 国和马来民族的文化结合之间,钟阿飞和他的妻子的婚姻是非常有趣,因为 两种文化融合所进入他们的生活。

当我们走进钟阿飞博物馆中的任何房间,仍然可以看到中国和马来文 化的交融,是非常值得的。其实棉兰的社会应该了解棉兰土生华人的文化与 历史,而棉兰的社会不太了解中国文化。钟阿飞博物馆已经公开了,让每个 想知道土生华人文化及其诞生历史的人可以更了解。本篇论文的目的是想找 到钟阿飞博物馆的作用。

1.2问题描述


(68)

1. 钟阿飞博物馆对棉兰华人的文化有什么功能?

2. 钟阿飞博物馆对棉兰华人的文化发展中有什么作用 ?

1.3研究现状

1. Rebecca Hannatri Suastika(2011《历史之旅”对钟阿飞博物馆景点及其

进展的描述性研究:棉兰市,历史市》 揭示钟阿飞博物馆关于文物建筑的 形式在棉兰市在历史上的作用和影响。在这种手法下,资料是直接收集于钟 阿飞博物馆。

2. Fransiska Utama (2011) 《钟阿飞作为一个景点的首页:棉兰历史悠久的

建筑》叙述棉兰具有几个历史悠久的建筑,吸引了外国和本地游客,使钟阿 飞的房屋作为其中一个设有独一无二的特点。

3.Danovar Agnes (2013)《Queeny Chang的生活故事,在棉兰最富有的商人》

写出他是一位思想开放的男人,他的思想改变了中国人在棉兰的命运为更好。 他的婚姻产生了一种新鲜的文化,就是中国文和马来民族文化的结交。


(69)

4.Luckman Sinar Basarshah SH,Tengku《19世纪中国移民到苏门答腊》提出

钟阿飞被任命为副,为了给棉兰政府传达出中国人的愿望。

1.4研究方法

本篇论文的研究首先通过观察手法,然后进行进一步采访并从书籍或文 章收集一些数据。最后本人使用 Alan P.Merriam的“uses and functions”理 论对于所收集的数据进行分析。


(70)

第二章棉兰华人

2.1 棉兰华人的历史

中国移民到苏门答腊的到来已经成为一个问题,因为一个有趣的奇迹. 他们 来到苏门答腊搬运工. 20世纪开始已经在苏门答腊成功地垄断经济. 新成 立的苏门答腊地区的公司雇用中国人种植烟草. 1872年中国人在兰华超过

4000人. 也有用于运送军事装备一个中国苦力, 其中许多人在战斗中被打 死. 每年,自从1870-1880年中国成千上万的苦力从马来西亚带来支持经济 扩张是如此之大在东南亚. 公司的企业在棉兰得到的工人从一个房地产经纪 人. 经纪人得到的土地和植物种子径为支付.还有一个简短的方式也有利于 雇主在棉兰. 他们获得的工人直接来到该国,并找到自己的中国工人.种植 业务领域的发展非常迅速,很多工人需要,而当时中国的经济形势是非常惊 人的.

1915年4月 - 1916年3月中国总的劳动合同在烟草种植园是37608人,

1917年中国在苏门答腊人口达到99236人,其中92646人.大多数中国女人 是老板娘.在很多中国苦力的那么差卖掉自己的女儿马来贵族.19世纪末, 一些中国人提出的直接助手,一个众所周知的钟阿飞.由于中国和苏门答腊的 政府之间的中介的存在,中国工人在苏门答腊岛的生活开始改善.他们开始建 立第一个中国学派在棉兰在19世纪,名字的学校是“the medan boarding


(71)

西亚带来的中国教师.时间越长,中国在苏门答腊的生活越来越好,甚至许多 谁在苏门答腊岛定居成为一个成功的商人流传到现在.

2.2 棉兰华人的文化

由于存在钟阿飞和其他一些中国人在棉兰有一种新的文化诞生,一种文化中国组合

(中国文化-马来文化)可能还有更多其他文化的混合.但真正站出来是中国文化-马来文化。

第三章钟阿飞


(72)

钟阿飞是客家人血统或溪山从梅县小村庄,在中国广东省南部的区域。他来 自一个不起眼的家庭。他的父亲有一家杂货店,仅仅赚取微薄的利润。他和 他的哥哥被迫离开学校天天帮父亲守店。他们离开学校时,是善于写作和阅 读。当他的哥哥看到钟阿飞能够独立维持店铺,他决定迁移到苏门答腊。 因为他父亲的身体健康开始下降。他17岁的时候娶了一个女孩。他听说他 哥哥的生意在苏门答腊取得进展的消息。他热衷于追随他哥哥的脚步,并请 求他父母允许他去苏门答腊。

到了苏门答腊后,他工作在一家杂货店。那个时候他只会说中文,但是 他知道在苏门答腊没有人会中文,所以他努力学习马来语。由于他很努力, 他老板经常让他送东西到当地监狱。因此,他结识了监狱的很多人。因为频 繁互访和听取他们的抱怨随着时间的推移,他获得了各方的信心。他辞了他


(73)

的工作,并得到了一份新工作是在棉兰市的各民族之间的调解人。他曾与 sultan deli, sultan mahmoed al rasyid Perkasa Plamsyah 有良好的关 系。他们让他去马来西亚工作,在马来西亚,他结识了一个公主,公主的父 亲让钟阿飞和他女儿结婚。但是没多久他的妻子死于登革热疫情。之后他回 到苏门答腊。他又娶了一个女孩,然后他让他在中国的老婆来到了苏门答腊, 但是他的老婆因为不合,所以第一个老婆就回到了中国后不久生病也死了。 在苏门答腊,钟阿飞的生活越来越成功。

1921年2月8日他因脑出血而死亡的

3.2钟阿飞博物馆历史

钟阿飞的博物馆是1989年开始建设在钟阿飞的住所,并于1900年完成.

这房子是由中国、欧洲、马来建筑风格设计的大楼以及作为一个历史悠久的 景点.在这个房子内,游客可以找出钟阿飞的生活历史通过照片,绘画,家居 摆设用于家庭和学习文化中国文化


(74)

因为 fon

(钟阿飞的孙子)知道棉兰的人必须知道进一步关于钟阿飞。而且很多钟阿飞 的遗产妥善保存在家里。

钟阿飞博物正式成为博物馆在2011年。作为土生中国人,fon是为了维 护自己的文化。钟阿飞家的存在是有助的在中国文化领域的发展和地形本身 的存在。这是由fon的孙子钟阿飞占用大楼的一小部分。他们的住所只能由 一个木制的门隔开。博物馆内的气氛不一样的气氛博物馆一般。博物馆内的 气氛很平静如常入住。


(1)

13

在这个函数将在有关中国文化在棉兰市的发展,钟阿飞博物馆的功能, 更深入的讨论。由于文化的函数的连续性是最强大的理论和适合在我写标题 的讨论。对于这个博物馆的建设是教学土著建设的一种手段,确保连续性和 文化的稳定给下一代。钟阿飞的孙子的 Fon prawira 到今天仍保持着建筑钟 阿飞博物馆以免落入投资者手中这样他就可以保持土生华人中国文化的连续 性和稳定性,因为他拥抱,他将继续努力开发和维护的土生华人中国文化以 免丢失过时间。越来越先进和复杂的时代。进步时代和复杂的影响技术的发 展,使外来文化通过技术的影响可以淡化本土文化的真实性。中国文化是生 存和成长在城市棉兰的文化之一。因为中国移民谁来到棉兰市的中国文化在 城市棉兰项。当然谁的移民来到这个城市棉兰的许多原生结婚的女性。之间 的联系钟阿飞博物馆中国文化在城市棉兰的发展, 因为我们知道它钟阿飞是 出身广东梅县中国国籍的原生也是来到棉兰贸易他娶一个马来女人来自 Binjai Timbangan 市,北苏门答腊。 他的婚姻与 Ny. Lim Koei Yap 婚姻有 两种不同的文化,婚礼肯定会产生后代的文化,不再是原来的或者也可以看 作是一个不断发展的中国文化。生成的婚姻文化的结果被称为土生华人文化。


(2)

14

存在钟阿飞博物馆重振群体团结的意识,尤其是对中国社会在棉兰的。 因为他们认为他们有资产,他们可以在他们的文化形式作出。不仅如此,土 生华人社区中国在棉兰也算有一个地方,他们可以开展文化活动。

4.2博物馆在中国文化中棉兰市的发展中的作用

在印尼矗立着一座中国的组织,称为 Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia (PMSTI)。在棉兰 PMSTI 站在2006 年. 。PMSTI 是各民族中国人, 包括中国的土生华人的组织。他们的存在,只要还有公众鲜为人知,包括中 国社会本身。每个组织都必须已经建立了一定的愿景和使命。PSMTI 自己也 承认,有点年轻一代谁关心自己的文化的发展,有的甚至不想知道的。这就

是为什么他们建立组织,使他们的文化不丢失与年龄和仍在增长。自2006

年成立 PSMTI 真的要再次提高钟阿飞存在。但是,因为 PSMTI 醒来与钟阿飞 的家人的意图之间的良好关系尚未达到。由于房子被辟为 PSMTI 和钟阿飞的 家人都很顺利之间的良好关系博物馆。这种良好的关系,被认为与 pmsti 在 博物馆进行的各种活动的执行。 博物馆不提供 PSMTI 为博物馆进行的任何 活动资金仍然在寻求对楼宇维修资助。 但往往是在棉兰,PSMTI 被称为博 物馆的活动做了这么多邀请记者报道他们的活动. 这是该组织自身的发展提 供了良好的影响. Fon 的家人与互利互惠的组织合作。

博物馆在中国文化中棉兰市的发展中的作用是推动将更多的公众知晓该组织 的存在, 并帮助实施该领域发展中的中国文化的愿景。他们说钟阿飞博物馆 不只是文物建筑,但身份。因为每一个建筑都有过去明确的一个故事.


(3)

15

第五章 ฀฀

5.1 结论

钟阿飞博物不仅仅是一个文化遗产,一些中国人在棉兰, 因为建筑象征 着那些谁仍然站在更强壮,这样它们可以被普通大众观看的身份。关于一些 结论是 :

1. 该建筑是传下来的一代到下一代或更早版本,可以说是文化的连续性

的遗产。


(4)

16 们的文化的工具。

3. 将获得的知识对中国的土生华人文化,也是中国文化的发展。

4. 作为一个团体或组织的中国文化与具有相同的愿景和使命的中国文化

其他群体之间的合一。

5.2 建议

作者希望向社会,无论中国和土著社区保持同样保留钟阿飞博物。棉兰市和 政府,以帮助更多的在保存过程。因为即使建筑物并不表示当地土著文化的 认同钟阿飞博物棉兰是证明这个城市是有种族多元化的地区之一,还有一个 证据,证明中国文化在棉兰仍然存在和成长。

尤其是对年轻一代中国人的预期将更加关注自己文化的发展,促进了好 奇他们的祖先感。


(5)

17

参考文献

[1] Danovar , Agnes. Kisah Hidup Queeny Chang Putri Orang Terkaya Asal Medan 【M】.Jakarta PT Intibook Publisher, 2013 年

[2] Rebecca , Hannatri Suastika. ”历史之旅”描述性研究进展tjong a fie博物馆景点:历史市棉兰 . Medan, 2011年

[3] Fransisca , Utama. 首页 tjong a fie作为一个景点:历史建筑在棉฀. Medan, 2011 年

[4] Luckman Sinar Basarshah SH,Tengku.《 Kedatangan Imigran-Imigran China ke Pantai Timur Sumatera Abad Ke-19. Medan》Forkala-Sumut, 2010年

[5] Merriam, Alan P..《The Anthropology of music》. Chicago, Northwestern University Press,1964 年

http://www.google.com Rumah Tjong A Fie Medan Sumatera Utara ( 2013


(6)

18

http://www.wikipedia.com Tjong A Fie Mansion ( 2013 年7月14日 , 2013年7月23日, 2013年8月1日, 2013年11月13日 )