RE-EVALUASI KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN HILAL DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL.

(1)

RE-EVALUASI KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN HILAL

DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Jurusan Pendidikan Fisika Program Studi Fisika

Oleh:

TIKSNA BAYU RAMADHAN 0804141

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

RE-EVALUASI KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN HILAL

DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL

Oleh:

TIKSNA BAYU RAMADHAN

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Pendidikan Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam

 Tiksna Bayu Ramadhan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Februari 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

(4)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

RE-EVALUASI KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN HILAL

DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL

Nama : Tiksna Bayu Ramadhan

NIM : 0804141

Pembimbing : 1. Prof. Thomas Djamaluddin : 2. Judhistira Aria Utama, M.Si. Program Studi : S-1 Fisika FPMIPA UPI

ABSTRAK

Penentuan awal Bulan kalender Hijriah di Indonesia umumnya menggunakan metode hisab dan rukyat. Namun dengan menggunakan kedua metode tersebut, terjadi perbedaan dalam penentuan awal Bulan Tahun Hijriah di Indonesia. Dari sanalah di dapat beberapa masalah, yaitu bagaimana perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia dengan menggunakan data pengamatan hilal dari Keputusan Menteri Agama RI, Rukyatul Hilal Indonesia dan data Internasional oleh Mohammad Sh. Odeh. Selain itu bagaimana tinjauan teoritis terkait aspek kontras hilal dan cahaya syafak serta bagaimana kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global. Metode pelitian yang digunakan untuk menyelesaikan kajian ilmiah ini yaitu deskriftif analitik dengan menggunakan data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005). Data tersebut di seleksi dengan dua tahap sesuai dengan prosedur Djamaluddin (2001) dan diperketat dengan mengeliminasi data hilal yang memiliki jarak <3 antara hilal dan planet terdekat. Selanjutnya data tersebut diplot ke grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV–Arc of Vision) terhadap elongasi (ARCL–Arc of Light), grafik umur Bulan terhadap elongasi (ARCLArc of Light) dan grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCVArc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ–Delta Azimuth) untuk menghasilkan usulan kriteria baru visibilitas hilal di Indonesia. Kriteria baru yang diusulkan adalah ARCV minimum 3,0, ARCL minimum 5,4 dan umur Bulan 9,4 jam pascakonjungsi. Kata Kunci: Hilal, Hisab, Kriteria Visibilitas Hilal Indonesia, Rukyat.


(5)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

RE-EVALUATION OF HILAAL VISIBILITY CRITERION IN INDONESIA BY USING INDONESIA AND INTERNATIONAL OBSERVATIONAL DATA

Name : Tiksna Bayu Ramadhan

NIM : 0804141

Promotor : 1. Prof. Thomas Djamaluddin : 2. Judhistira Aria Utama, M.Si. Major : S-1 Fisika FPMIPA UPI

ABSTRACT

Generally, the determination of the month beginning of Hijriah in Indonesia uses hisab and rukyat method. However, the usage of both generates dissimilarity in the determination of the month beginning of Hijriyah in Indonesia. This fact causes some problems of how the comparison of statistics nature of hilal in Indonesia using the hilal observation issued by the decree of the minister of religion affairs, Republic of Indonesia and the international data by Mohammad SH. Odeh. The other problem is related to the literature review about hilal contrast aspect and syafak light as well as the hilal visibility criterion that is applied globally. This study using the data from the observation of hilaal compiled by the Ministry of Religion Affairs Republic of Indonesia during 1962-2011 period, the observation data of Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) during

2007-2009 period, and the Odeh’s international observations data (2005) during 1859

-2005 period. Those data were selected by applying two-layer selection of Djamaluddin’s procedure (2001) and tightened by eliminating the hilal data whose range <3° between the hilaal and closest planet. Next, the data were plotted to the graphic of Moon altitude (ARCV - Arc of Vision) and Moon angular distance (ARCL - Arc of Light), graphic of moon age and Sun-Moon angular distance (ARCL - Arc of Light) and graphic of Sun-Sun-Moon Altitude (ARCV - Arc of Vision) and Sun-Moon angular distance (DAz - Delta Azimuth) to propose the suggestion of the new hilaal visibility criterion in Indonesia. The new criterion proposed are ARCV greater than 3,0°, ARCL greater than 5.4°, and Moon is as old as 9.4 hours after conjuction


(6)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I ... Error! Bookmark not defined. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1. Latar Belakang Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.2. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3. Batasan Masalah... Error! Bookmark not defined. 1.4. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II ... Error! Bookmark not defined. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1. Bulan ... Error! Bookmark not defined. 2.2. Fase-Fase Bulan ... Error! Bookmark not defined. 2.3. Perkembangan Penelitian Visibilitas Hilal .. Error! Bookmark not defined. 2.4. Cahaya Syafak ... Error! Bookmark not defined. 2.5. Hilal ... Error! Bookmark not defined. 2.6. Kriteria Visibilitas Hilal ... Error! Bookmark not defined. 2.6.1. Kriteria Visibilitas MABIMS ... Error! Bookmark not defined. 2.6.2. Kriteria Visibilitas Hilal LAPAN (2000)Error! Bookmark not

defined.


(7)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

2.6.4. Kriteria Visibilitas Hilal Odeh... Error! Bookmark not defined.

BAB III ... Error! Bookmark not defined. METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 3.1. Metode Penelitian... Error! Bookmark not defined. 3.2. Perangkat yang Digunakan ... Error! Bookmark not defined. 3.2.1. Perangkat lunak MoonCalc versi 6.0Error! Bookmark not

defined.

3.2.2. Perangkat lunak CyberSky versi 5.0.Error! Bookmark not defined.

3.3. Alur Proses Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.4. Metode Pengolahan Data ... Error! Bookmark not defined. 3.4.1. Seleksi Utama ... Error! Bookmark not defined. 3.4.2. Seleksi Tambahan ... Error! Bookmark not defined. 3.4.3. Menentukan Jarak Bulan dengan Planet Terdekat ... Error!

Bookmark not defined.

3.4.4. Penentuan Kriteria Visibilitas Hilal Error! Bookmark not defined. BAB IV ... Error! Bookmark not defined. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.1.1. Data Kementerian Agama Republik IndonesiaError! Bookmark

not defined.

4.1.2. Data Rukyatul Hilal Indonesia ... Error! Bookmark not defined. 4.1.3. Data Tropis Internasional ... Error! Bookmark not defined. 4.1.3.1. Menggunakan Mata Telanjang .. Error! Bookmark not defined. 4.1.3.2. Menggunakan Binokuler ... Error! Bookmark not defined. 4.1.3.3. Menggunakan Teleskop ... Error! Bookmark not defined. 4.1.4. Data Subtropis Internasional ... Error! Bookmark not defined. 4.1.4.1. Menggunakan Mata Telanjang .. Error! Bookmark not defined. 4.1.4.2. Menggunakan Binokuler ... Error! Bookmark not defined.


(8)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

4.1.4.3. Menggunakan Teleskop ... Error! Bookmark not defined. 4.2. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. 4.2.1. Grafik Beda Tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) Terhadap Elongasi (ARCL – Arc of Light)Error! Bookmark not defined.

4.2.2. Grafik Umur Bulan Terhadap Elongasi (ARCL – Arc of Light) ... Error! Bookmark not defined. 4.2.3. Grafik Beda Tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) Terhadap Beda Azimuth (DAZ – Delta Azimut)Error! Bookmark not defined.

4.2.4. Perbandingan Data Indonesia dan InternasionalError! Bookmark not defined.

4.2.5. Tinjauan Pengaruh Aspek Cahaya Syafak Terhadap Cahaya Hilal ... Error! Bookmark not defined. 4.2.6. Kriteria Visibilitas Hilal Global ... Error! Bookmark not defined. BAB V ... Error! Bookmark not defined. PENUTUP ... Error! Bookmark not defined. 5.1. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. 5.2. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(9)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu astronomi di Indonesia sudah terasa manfaatnya. Objek kajian yang diamatinya pun semakin berkembang, tidak hanya terbatas pada Matahari, planet, asteroid ataupun benda langit lainnya. Di sadari atau tidak, para ahli astronomi Internasional ternyata sudah lama mengkaji dan menganalisis tentang hilal. Organisasi massa (Ormas) Islam di Indonesia memanfaatkan perkembangan ilmu astronomi untuk penentuan awal Bulan tahun Hijriah.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar, ormas Islam terus mengkaji tentang hilal. Namun terdapat perbedaan dalam penentuan awal Bulan di tahun Hijriah di kalangan ormas Islam. Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk) dengan prinsip wilayatul hukmi (wujud hilal di sebagian wilayah di berlakukan untuk seluruh wilayah hukum di seluruh Indonesia). Semula ormas Persatuan Islam (Persis) menggunakan hisab hakiki dengan kriteria ijtima qobla ghurub (ijtima terjadi sebelum maghrib), namun saat ini Persis cenderung menggunakan kriteria Hisab-Rukyat Indonesia (LAPAN yang disempurnakan, 2010) dalam menentukan awal Bulan di tahun Hijriah. Nahdlatul Ulama (NU) merupakan ormas Islam yang menerapkan metode imkanur rukyat (visibilitas pengamatan).

Pemerintah mencoba memberikan solusi dari perbedaan kriteria penentuan awal Bulan di tahun Hijriah yaitu dengan menggunakan kriteria MABIMS. Kriteria ini dihasilkan dari pertemuan para menteri agama dari Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada pelaksanaannya, kriteria MABIMS tidak mengikat semua ormas Islam di Indonesia. Hal ini dikarenakan


(10)

2

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

tidak adanya sanksi bagi ormas Islam di Indonesia apabila tidak ikut serta menerapkan kriteria MABIMS pada saat penentuan awal Bulan di tahun Hijriah. Menurut kriteria MABIMS, pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2. Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3. Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Para ilmuwan, khususnya para astronom Indonesia pun terus mengkaji tentang visibilitas hilal untuk diusulkan sebagai solusi bersama dalam penentuan awal Bulan di tahun Hijriah Usulan tersebut dianalisis dengan menggunakan data pengamatan dan metode pengolahan data yang berbeda.. Dari beberapa usulan kriteria visibilitas hilal para astronom Indonesia tersebut didapatkan usulan batas minimum ARCV, ARCL, dan umur hilal. Nilai ARCV > 4, nilai ARCL > 5,6 dan nilai umur hilal > 8 jam setelah konjungsi.

Pengamatan hilal yang biasanya dilakukan oleh ahli rukyat sering mengabaikan faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi pengamatan. Selain faktor geometri, kecerahan langit senja pun berpengaruh dalam mengamati hilal. Matahari yang terbenam di ufuk barat pada sore hari akan memberikan cahaya syafak pada langit di sekitar horizon. Cahaya syafak tersebut akan berpengaruh pada pengamatan hilal. Apabila ketinggian hilal relatif rendah, hilal akan sulit untuk terlihat. Persoalan pengamatan hilal rendah adalah persoalan kontras antara cahaya hilal dan cahaya syafak. Fisik hilal muda yang tipis dan redup, akan terganggu oleh cahaya syafak. Oleh karena itu, saat menentukan kriteria visibilitas hilal perlu juga dicari batas minimum hilal terhadap cahaya syafak agar hilal yang tipis dapat mengalahkan cahaya syafak.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merasa termotivasi untuk melakukan penelitian serupa guna mengetahui perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia dan Internasional, mengetahui tinjauan teoritis terkait dengan aspek


(11)

3

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

kontras hilal dan cahaya syafak, dan memperoleh kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global di wilayah Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh belum adanya kriteria visibilitas hilal yang menggunakan data Indonesia dan Internasional dan mempunyai landasan ilmiah yang kokoh sebagai bahan acuan untuk usulan kriteria visibilitas hilal yang digunakan di Indonesia. Dengan demikian, penulis merumuskan judul “Re-Evaluasi Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Menggunakan Data Pengamatan Hilal di Indonesia dan Internasional”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang dapat diidentifikasi dalam tugas akhir ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia menurut data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005)?

2. Bagaimana tinjauan teoritis terkait dengan aspek kontras hilal dan cahaya syafak?

3. Bagaimana kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global?


(12)

4

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Dalam penelitian ini penulis menerapkan batasan dalam pengerjaan dan pembahasan penelitian, yaitu lintang geografis sumber data berada pada  ± 60 dengan memanfaatkan data pengamatan hilal yang berasal dari:

1. Data pengamatan hilal di Indonesia yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia tahun 1962-2011;

2. Data pengamatan hilal di Indonesia oleh Rukyatul Hilal Indonesia tahun 2007-2009:

3. Data pengamatan hilal Internasional menurut Catatan Pengamatan Hilal oleh Mohammad SH. Odeh (2005) tahun 1859-2005.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi perbandingan sifat statistik hilal di Indonesia dan Internasional;

2. Mengidentifikasi tinjauan teoritis terkait dengan aspek kontras hilal dan cahaya syafak;

3. Memperoleh kriteria visibilitas hilal yang berlaku secara global.

1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh manfaat penelitian yaitu memperoleh hasil kajian ulang usulan kriteria visibilitas hilal di


(13)

5

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Indonesia dengan kumpulan data yang berasal dari Indonesia dan Internasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan kriteria visibilitas hilal yang telah diusulkan sebelumnya.


(14)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu mengumpulkan dan menganalisis data yang bersifat memaparkan analisis masalah, tidak melakukan akuisisi data secara langsung dan ditunjang dengan beberapa literatur/kajian ilmiah berdasarkan hasil studi pustaka. Penelitian ini menggunakan data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005).

Dilakukan dua tahap seleksi data kesaksian pengamatan hilal tersebut sesuai dengan prosedur Djamaluddin (2001), yaitu:

a) Kriteria utama: berkaitan dengan konfigurasi geometri. Jika ketinggian Matahari-Bulan kurang dari 4°, pengamatan harus dilakukan oleh tiga kelompok atau lebih di tempat yang berbeda.

b) Kriteria tambahan: mengeliminasi data karena bias yang terlihat karena kehadiran objek pengecoh, seperti Venus dan Merkurius yang dekat dengan posisi Bulan.

Pada kriteria tambahan, digunakan batasan antara jarak Bulan dengan planet pengecoh yaitu sebesar 3. Hal ini mengacu pada kriteria MABIMS, yaitu:


(15)

24

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

a) Pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2.

b) Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3.

c) Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Saat hilal memiliki elongasi minimal sebesar 3 dengan planet pengecoh, diasumsikan pengamat tidak akan salah dalam mengamati hilal yang nampak. Apabila hilal memiliki elongasi kurang dari 3 terhadap planet pengecoh, ini akan berpengaruh pula kepada data astronomi hilal saat pengamatan dilakukan.

3.2. Perangkat yang Digunakan

Perangkat yang digunakan dalam membantu penelitian ini adalah perangkat lunak MoonCalc versi 6.0., dan perangkat lunak CyberSky versi 5.0.

3.2.1.Perangkat lunak MoonCalc versi 6.0

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia dan data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) menggunakan data kesaksian hilal saat Matahari tepat tenggelam di ufuk barat. Namun data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) data kesaksian hilal yang digunakan pada saat best time. Perbedaan ini akan berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Oleh karena itu, seluruh data tersebut disamakan pada saat Matahari tepat tenggelam di ufuk barat. Perangkat lunak MoonCalc digunakan untuk mengetahui data astronomi hilal pada saat pengamatan. Dengan memasukkan lokasi dan waktu pengamatan serta


(16)

25

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

mengaktifkan refraktor dan pengaturan toposentrik, akan didapatkan hasil berupa ARCV, ARCL, umur Bulan dan DAz pada saat pengamatan.


(17)

26

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.2.2.Perangkat lunak CyberSky versi 5.0.

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) yang di olah menggunakan perangkat lunak MoonCalc, selanjutnya di olah dengan menggunakan perangkat lunak CyberSky. Perangkat lunak ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya planet di sekitar hilal dan untuk mengetahui jarak antara hilal dengan planet terdekat tersebut. Dengan memasukkan lokasi dan waktu pengamatan serta mengaktifkan refraktor dan pengaturan toposentrik, akan didapatkan hasil berupa tampilan Gambaran langit pada saat pengamatan dan jarak antara hilal dengan planet terdekat pada saat dilakukan pengamatan.


(18)

27

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.3. Alur Proses Penelitian

Alur proses penelitian dapat dilihat secara singkat pada Gambar 3.1.

Tidak Tidak

Ya Ya

Data Hilal Indonesia berdasarkan Keputusan Kementerian Agama RI tahun 1962-2011.

Data Hilal Indonesia berdasarkan Rukyatul Hilal Indonesia.

Data Hilal Internasional berdasarkan catatan pengamatan hilal oleh Mohammad SH. Odeh

Grafik beda tinggi – elongasi Grafik umur hilal – elongasi Grafik beda tinggi – beda azimut

Analisis Kriteria Utama: menggunakan MoonCalc 60

Data Hasil analisis Hilal yang memenuhi Kriteria Utama

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui Kriteria Utama

Analisis Kriteria Tambahan: menggunakan

Cybersky

Data Hasil analisis hilal yang Tidak Memenuhui KriteriaTambahan dan Memiliki Jarak Hilal-Planet 3,0

Data Hasil analisis hilal yang Memenuhui Kriteria Utama dan Tambahan dan Memiliki

Jarak Hilal-Planet 3,0

Eliminasi Data Hilal Indonesia dan Internasional untuk di analisis


(19)

28

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan


(20)

29

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4. Metode Pengolahan Data 3.4.1. Seleksi Utama

Data kesaksian pengamatan hilal yang berasal dari data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia, data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005) diseleksi berdasarkan seleksi utama (Djamaluddin, 2001).

Data yang memiliki beda tinggi Bulan-Matahari <4° akan dieliminasi. Namun apabila data tersebut dilaporkan oleh tiga kelompok pengamat independen dari tiga lokasi berbeda, maka data tersebut akan tetap digunakan. Apabila terdapat data yang tidak memiliki nilai beda–tinggi Bulan–Matahari, maka digunakan bantuan perangkat lunak MoonCalc versi 6.0 dengan pengaturan toposentrik (pengamat berada di permukaan Bumi) dan mengaktifkan refraktor (memperhitungkan faktor atmosfer) saat Matahari terbenam untuk mengetahui nilai tersebut.

3.4.2. Seleksi Tambahan

Data yang lolos seleksi utama tersebut selanjutnya diseleksi kembali menggunakan seleksi tambahan (Djamaluddin, 2001). Seleksi tambahan tersebut digunakan untuk meminimalisasi kesalahan pengamat pada saat dilakukan pengamatan akibat adanya objek lain di sekitar Bulan sehingga pengamat dapat terkecoh. Apabila terdapat planet Venus atau Merkurius berada dekat dengan posisi Bulan pada saat pengamatan, maka data tersebut akan di eliminasi.


(21)

30

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

3.4.3. Menentukan Jarak Bulan dengan Planet Terdekat

Untuk menganalisis secara lebih detail mengenai pengaruh kesalahan pengamat pada saat pengamatan, dilakukan seleksi kembali terhadap data yang sudah lolos kriteria utama dan kriteria tambahan. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. Dengan menggunakan perangkat lunak Cybersky versi 5.0. dapat diketahui jarak antara Bulan dengan planet terdekat. Apabila Bulan dengan planet terdekat tersebut mempunyai jarak <3, maka data tersebut akan di eliminasi. Hal ini mengacu pada kriteria MABIMS, yaitu:

a) Pada saat Matahari terbenam, ketinggian Bulan di atas horizon tidak kurang dari 2.

b) Jarak sudut (elongasi) Bulan-Matahari tidak kurang dari 3.

c) Pada saat Bulan terbenam, umur Bulan tidak kurang dari 8 jam setelah konjungsi.

Saat hilal memiliki elongasi minimal sebesar 3 dengan planet pengecoh, diasumsikan pengamat tidak akan salah dalam mengamati hilal yang nampak. Apabila hilal memiliki elongasi kurang dari 3 terhadap planet pengecoh, ini akan berpengaruh pula kepada data astronomi hilal saat pengamatan dilakukan.

3.4.4. Penentuan Kriteria Visibilitas Hilal

Penentuan kriteria visibilitas hilal didapatkan berdasarkan hasil plot data yang memenuhi seleksi Djamaluddin (2001) dan mempunyai jarak hilal-Matahari 3. Grafik-grafik tersebut, yaitu (1) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap elongasi (ARCL Arc of Light), (2) grafik umur Bulan


(22)

31

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

terhadap elongasi (ARCL – Arc of Light) dan (3) grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ Delta Azimut).


(23)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan data pengamatan hilal yang berasal data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005). Data tersebut di seleksi dengan dua tahap sesuai dengan prosedur Djamaluddin (2001) dan diperketat dengan mengeliminasi data hilal yang memiliki jarak <3 antara hilal dan planet terdekat. Data Kemenag RI yang lolos seleksi berjumlah 75, data RHI yang lolos seleksi berjumlah 20, dan data Internasional Odeh (2005) yang lolos seleksi berjumlah 491. Selanjutnya data tersebut diplot ke grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap elongasi (ARCL Arc of Light), grafik umur Bulan terhadap elongasi (ARCL – Arc of Light) dan grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ Delta Azimut).

Dari hasil analisis dalam penelitian ini disimpulkan 3 (tiga) hal berikut: 1. Perbandingan data Indonesia dan Internasional.

a. Untuk wilayah Indonesia, memiliki ARCV antara 0,07-14,94, ARCL antara 4,46-17,7, dan umur hilal antara 4,29 jam-31,38 jam. b. Untuk wilayah tropis Internasional, memiliki ARCV antara 7,85

-12,09, ARCL antara 8,43-14,65, dan umur hilal antara 15,61 jam-26,5 jam.


(24)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

c. Untuk wilayah subtropis Internasional, memiliki ARCV antara 3,5 -14,51, ARCL antara 7,43-23,91, dan umur hilal antara 11,66 jam-22,61 jam.

2. Saat Bulan atau hilal memiliki beda tinggi (ARCV) yang relatif rendah, pengamatan Bulan atau hilal akan sulit untuk terlihat. Hal ini dikarenakan cahaya hilal akan terkalahkan oleh cahaya syafak yang dihasilkan oleh Matahari. Hasil laporan pengamatan hilal yang melaporkan tentang kesaksian hilal yang memiliki ARCV hampir mendekati horizon pun diragukan kebenarannya. Walaupun secara hisab hilal sudah di atas ufuk, namun karena memiliki ARCV yang relatif rendah dan terkalahkan oleh cahaya syafak, maka hilal sulit untuk dapat teramati.

3. Hasil re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di Indonesia dengan menggunakan data pengamatan di Indonesia dan Internasional menghasilkan sebuah usulan kriteria visibilitas hilal berupa:

a. ARCV minimum sekitar 3,0 b. ARCL minimum sekitar 5,4

c. Umur Bulan minimum sekitar 9,4 jam setelah konjungsi.

5.2. Saran

Perkembangan ilmu astronomi di Indonesia sudah terasa manfaatnya. Perkembangan astronomi di Indonesia, khususnya di bidang penentuan hilal harus terus dikaji dan diteliti untuk memberikan solusi bagi permasalahan di masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim. Semakin banyaknya penelitian mengenai hilal, diharapkan dapat menemukan suatu solusi bersama untuk membentuk suatu kalender tahun Hijriah yang mempersatukan umat Islam, khususnya dalam perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.


(25)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Untuk selanjutnya hasil penelitian ini dapat diusulkan sebagai kriteria visibilitas hilal yang berlaku di Indonesia. Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal Indonesia di atas bersifat dinamis, artinya masih dapat berubah disesuaikan dengan jumlah data pengamatan yang tersedia dan valid secara keilmuan.


(26)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafizh, M. (2013). Evening Twilight dalam Astronomi. [Online]. Tersedia:

http://www.referensimakalah.com/2013/03.evening-twilight-dalam-astronomi.html?m=1 [22 November 2012]

Anugraha, Rinto. (2012) Mekanika Benda Langit. Universitas Gadjah Mada Arkanuddin, M. (2007). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan Sabit

Muda). [Online]. Tersedia:

http://dc396.4shared.com/doc/JPcaiNZN/preview.html [22 Juli 2013]

Bosscha Observatory. (2012). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan

Sabit Muda). [Online]. Tersedia:

http://bosscha.itb.ac.id/en/component/46.html?task=view) [10 Oktober 2013]

Caldwell, JAR and Laney, CD. (2001). “First Visibility of the Lunar Crescent”, African Skies, No. 5, p. 15-25.

Cucu, L. (2010). “Penentuan Awal Fajar Astronomi dan Akhir Senja Astronomi Menggunakan Pengukuran Fotometri.” Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Djamaluddin, T. (2001). Re-evaluation of Hilaal Visibility in Indonesia. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL.

Djamaluddin, T. (2003). Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Mathla’ (kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla’


(27)

30

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Wilayatul Hukmi). [Online]. Tersedia:

http://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2012/01/tarjih-muhammadiyah-2003-makalah.pdf [22 Oktober 2012]

Djamaluddin, T. (2011). Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL.

Djamaluddin, T. (2011). Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan

Dzulhijjah. [Online]. Tersedia:

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara- astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/ [22 Oktober 2012].

Hadi, S. (2008). Wasiat Setelah Ujian. [Online]. Tersedia: http://syofyanhadi.blogspot.com/2008/07/wasiat-setelah-ujian.html?m=1 [22 November 2012]

Ilyas, M. (1998). “Limiting Altitude Separation in the New Moon’s First Visibility Criterion”, Astron. Astrophys. Vol. 206, p. 133-135.

Lihan, F. (2012). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan Sabit Muda). [Online]. Tersedia: http://pakarinfo.blogspot.com/2012/07/pengertian-hilal-hisab-dan-rukyat.html?m=1) [10 Oktober 2013]

Odeh, M. (2005). “New Criterion For Lunar Crescent Visibility” Experimental Astronomy (2004) 18: 39–64

Raharto, M. (1994). Catatan Perhitungan Posisi dan Pengamatan Hilal dalam Penentuan Penampakan Hilal. Seminar Ilmu Falak di Planetarium dan Observatorium Jakarta.


(28)

31

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Ramadhan, T.B. (2013). Re-Evaluasi Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Menggunakan Data Pengamatan Hilal pada Tahun 1998 M-2011 M. Laporan Program Latihan Akademik pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Sudibyo, MM, Arkanuddin, M, dan Riyadi, ARS. (2009). “Observasi

Hilal1427-1430 H (2007-2009 M) dan Implikasinya untuk Kriteria Visibilitas di Indonesia”. Makalah pada Seminar Nasional: Mencari Solusi Kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan Kalender Islam dalam Perspektif Sains dan Syariah, Observatorium Bosccha, 19 Desember 2009.

Utama, .J.A.,. (2013). “Konsep “Best Time” dalam Observasi Hilal Menurut Model Visibilitas Kastner”. Makalah pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013.

Utama, .J.A., dan Hilmansyah. (2013). “Penentuan Parameter Fisis Hilal sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis”. Makalah pada Seminar Nasional Fisika 2013 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 2013.

Utama, .J.A.,. (2013). “Ketinggian Minimum Hilal dengan Model Kastner: Sebuah Justifikasi Ilmiah”. Makalah pada temu kerja tim hisab rukyat Kemenag RI di Kota Batam Kepulauan Riau 19-21 Juni 2013.

Utama, .J.A., dan Siregar, S. (komunikasi pribadi). Usulan Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Model Kastner. Artikel: tidak diterbitkan.


(1)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan data pengamatan hilal yang berasal data pengamatan hilal yang dikompilasi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), data pengamatan hilal dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI), dan data pengamatan hilal Internasional Odeh (2005). Data tersebut di seleksi dengan dua tahap sesuai dengan prosedur Djamaluddin (2001) dan diperketat dengan mengeliminasi data hilal yang memiliki jarak <3 antara hilal dan planet terdekat. Data Kemenag RI yang lolos seleksi berjumlah 75, data RHI yang lolos seleksi berjumlah 20, dan data Internasional Odeh (2005) yang lolos seleksi berjumlah 491. Selanjutnya data tersebut diplot ke grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap elongasi (ARCL Arc of Light), grafik umur Bulan terhadap elongasi (ARCL – Arc of Light) dan grafik beda tinggi Bulan-Matahari (ARCV – Arc of Vision) terhadap beda azimuth (DAZ Delta Azimut).

Dari hasil analisis dalam penelitian ini disimpulkan 3 (tiga) hal berikut:

1. Perbandingan data Indonesia dan Internasional.

a. Untuk wilayah Indonesia, memiliki ARCV antara 0,07-14,94, ARCL antara 4,46-17,7, dan umur hilal antara 4,29 jam-31,38 jam. b. Untuk wilayah tropis Internasional, memiliki ARCV antara 7,85

-12,09, ARCL antara 8,43-14,65, dan umur hilal antara 15,61 jam-26,5 jam.


(2)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

c. Untuk wilayah subtropis Internasional, memiliki ARCV antara 3,5 -14,51, ARCL antara 7,43-23,91, dan umur hilal antara 11,66 jam-22,61 jam.

2. Saat Bulan atau hilal memiliki beda tinggi (ARCV) yang relatif rendah, pengamatan Bulan atau hilal akan sulit untuk terlihat. Hal ini dikarenakan cahaya hilal akan terkalahkan oleh cahaya syafak yang dihasilkan oleh Matahari. Hasil laporan pengamatan hilal yang melaporkan tentang kesaksian hilal yang memiliki ARCV hampir mendekati horizon pun diragukan kebenarannya. Walaupun secara hisab hilal sudah di atas ufuk, namun karena memiliki ARCV yang relatif rendah dan terkalahkan oleh cahaya syafak, maka hilal sulit untuk dapat teramati.

3. Hasil re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di Indonesia dengan menggunakan data pengamatan di Indonesia dan Internasional menghasilkan sebuah usulan kriteria visibilitas hilal berupa:

a. ARCV minimum sekitar 3,0 b. ARCL minimum sekitar 5,4

c. Umur Bulan minimum sekitar 9,4 jam setelah konjungsi.

5.2. Saran

Perkembangan ilmu astronomi di Indonesia sudah terasa manfaatnya. Perkembangan astronomi di Indonesia, khususnya di bidang penentuan hilal harus terus dikaji dan diteliti untuk memberikan solusi bagi permasalahan di masyarakat, khususnya bagi masyarakat muslim. Semakin banyaknya penelitian mengenai hilal, diharapkan dapat menemukan suatu solusi bersama untuk membentuk suatu kalender tahun Hijriah yang mempersatukan umat Islam, khususnya dalam perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.


(3)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Untuk selanjutnya hasil penelitian ini dapat diusulkan sebagai kriteria visibilitas hilal yang berlaku di Indonesia. Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal Indonesia di atas bersifat dinamis, artinya masih dapat berubah disesuaikan dengan jumlah data pengamatan yang tersedia dan valid secara keilmuan.


(4)

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hafizh, M. (2013). Evening Twilight dalam Astronomi. [Online]. Tersedia:

http://www.referensimakalah.com/2013/03.evening-twilight-dalam-astronomi.html?m=1 [22 November 2012]

Anugraha, Rinto. (2012) Mekanika Benda Langit. Universitas Gadjah Mada

Arkanuddin, M. (2007). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan Sabit Muda). [Online]. Tersedia:

http://dc396.4shared.com/doc/JPcaiNZN/preview.html [22 Juli 2013]

Bosscha Observatory. (2012). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan

Sabit Muda). [Online]. Tersedia:

http://bosscha.itb.ac.id/en/component/46.html?task=view) [10 Oktober 2013]

Caldwell, JAR and Laney, CD. (2001). “First Visibility of the Lunar Crescent”, African Skies, No. 5, p. 15-25.

Cucu, L. (2010). “Penentuan Awal Fajar Astronomi dan Akhir Senja Astronomi Menggunakan Pengukuran Fotometri.” Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Djamaluddin, T. (2001). Re-evaluation of Hilaal Visibility in Indonesia. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL.

Djamaluddin, T. (2003). Pengertian dan Perbandingan Madzhab tentang Hisab Rukyat dan Mathla’ (kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathla’


(5)

30

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Wilayatul Hukmi). [Online]. Tersedia:

http://tdjamaluddin.files.wordpress.com/2012/01/tarjih-muhammadiyah-2003-makalah.pdf [22 Oktober 2012]

Djamaluddin, T. (2011). Astronomi Memberi Solusi Penyatuan Ummat. LEMBAGA PENERBANGAN ANTARIKSA NASIONAL.

Djamaluddin, T. (2011). Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan

Dzulhijjah. [Online]. Tersedia:

http://tdjamaluddin.wordpress.com/2011/07/28/hisab-dan-rukyat-setara- astronomi-menguak-isyarat-lengkap-dalam-al-quran-tentang-penentuan-awal-ramadhan-syawal-dan-dzulhijjah/ [22 Oktober 2012].

Hadi, S. (2008). Wasiat Setelah Ujian. [Online]. Tersedia: http://syofyanhadi.blogspot.com/2008/07/wasiat-setelah-ujian.html?m=1 [22 November 2012]

Ilyas, M. (1998). “Limiting Altitude Separation in the New Moon’s First Visibility Criterion”, Astron. Astrophys. Vol. 206, p. 133-135.

Lihan, F. (2012). Modul Pelatihan Rukyatul Hilal (Observasi Bulan Sabit Muda). [Online]. Tersedia: http://pakarinfo.blogspot.com/2012/07/pengertian-hilal-hisab-dan-rukyat.html?m=1) [10 Oktober 2013]

Odeh, M. (2005). “New Criterion For Lunar Crescent Visibility” Experimental Astronomy (2004) 18: 39–64

Raharto, M. (1994). Catatan Perhitungan Posisi dan Pengamatan Hilal dalam Penentuan Penampakan Hilal. Seminar Ilmu Falak di Planetarium dan Observatorium Jakarta.


(6)

31

Tiksna Bayu Ramadhan, 2014

Re-evaluasi kriteria visibilitas hilal di indonesia Dengan menggunakan data pengamatan hilal Di indonesia dan internasional

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan

Ramadhan, T.B. (2013). Re-Evaluasi Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Menggunakan Data Pengamatan Hilal pada Tahun 1998 M-2011 M. Laporan Program Latihan Akademik pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Sudibyo, MM, Arkanuddin, M, dan Riyadi, ARS. (2009). “Observasi

Hilal1427-1430 H (2007-2009 M) dan Implikasinya untuk Kriteria Visibilitas di Indonesia”. Makalah pada Seminar Nasional: Mencari Solusi Kriteria Visibilitas Hilal dan Penyatuan Kalender Islam dalam Perspektif Sains dan Syariah, Observatorium Bosccha, 19 Desember 2009.

Utama, .J.A.,. (2013). “Konsep “Best Time” dalam Observasi Hilal Menurut Model Visibilitas Kastner”. Makalah pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013.

Utama, .J.A., dan Hilmansyah. (2013). “Penentuan Parameter Fisis Hilal sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis”. Makalah pada Seminar Nasional Fisika 2013 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 2013.

Utama, .J.A.,. (2013). “Ketinggian Minimum Hilal dengan Model Kastner: Sebuah Justifikasi Ilmiah”. Makalah pada temu kerja tim hisab rukyat Kemenag RI di Kota Batam Kepulauan Riau 19-21 Juni 2013.

Utama, .J.A., dan Siregar, S. (komunikasi pribadi). Usulan Kriteria Visibilitas Hilal di Indonesia dengan Model Kastner. Artikel: tidak diterbitkan.