RESPON BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK KARKAS KELINCI JANTAN LOKAL (Lepus nigricollis) YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH WINE ANGGUR.

(1)

TESIS

RESPON BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KELINCI JANTAN LOKAL (Lepus nigricollis) YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH

WINE

ANGGUR

I GEDE MAHARDHIKA ATMAJA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

i

TESIS

RESPON BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KELINCI JANTAN LOKAL (Lepus nigricollis) YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH

WINE

ANGGUR

I GEDE MAHARDHIKA ATMAJA NIM 1491361001

SAMPUL DALAM

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

RESPON BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK KARKAS

KELINCI JANTAN LOKAL (Lepus nigricollis) YANG

DIBERI RANSUM MENGANDUNG LIMBAH

WINE

ANGGUR

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Peternakan

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GEDE MAHARDHIKA ATMAJA NIM 1491361001

PERSYARATAN GELAR

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL, 24 Juni 2016

LEMBAR PERSETUJUAN

Pembimbing I,

Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS NIP.19620220198702 1 001

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS NIP.19581204 198503 1 002

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Peternakan Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS NIP.19620220198702 1 001

Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215198510 2 001


(5)

iv

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal,

24 Juni 2016

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. 2849/UN14.4/HK/2016

Tanggal 17 Juni 2016

Ketua: Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS

Anggota:

1. Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS 2. Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, MS 3. Dr. Ir. I Nyoman Tirta Aryana, MS 4. Dr. Ir. Ni Putu Mariani, MSi


(6)

v

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara nugraha-nya/karunia-nya, tesis yang berjudul “Respon Biologi Dan Karakteristik Karkas Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) Yang Diberi Ransum Mengandung Limbah Wine Anggur’ dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS selaku pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS selaku pembimbing kedua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditunjukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditunjukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Udayana yang dijabat Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada Dr. Ir Ida Bagus Gaga Partama, MS, selaku Dekan Fakultas


(7)

vi

Peternakan Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister. Ucapan terimaksih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, MS, Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS dan Dr. Ir. Ni Putu Mariani, MSi selaku pembahas, penulis juga ucapkan terimakasih atas bantuan dan masukannya selama ujian berlangsung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Akhirnya penulis juga ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, ayah Gede Kadiarsa S.Pd dan ibu Ni Ketut Suardiasih yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logika dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Serta kepada adik, I Made Mahadiva Adnyana dan I Nyoman Mahabudi Sujana yang tercinta penulis juga ucapkan terimakasih atas pengertian, kesabaran, dan doa restunya. Kepada seluruh teman-teman angkatan 2014 program Magister Ilmu Peternakan, Program Pasca sarjana Universitas Uadayana terimakasih penulis ucapkan atas segala bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan.

Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Mei 2016


(8)

vii

ABSTRAK

Respon Biologi dan Karakteristik Karkas Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) yang Diberi Ransum Mengandung Limbah Wine Anggur

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ransum mengandung limbah wine anggur terhadap pertumbuhan kelinci lokal. Penelitian mengenai pengaruh penambahan limbah wine anggur dalam ransum kelinci jantan lokal dilakukan di Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan lima perlakuan ransum dan empat kelompok berat badan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Kelinci-kelinci dialokasikan secara acak kedalam lima perlakuan, yaitu kelinci-kelinci yang mendapat Perlakuan P0: Ransum tidak

mengandung limbah wine anggur terfermentasi dan non fermentasi (Ransum Kontrol), P1: mengandung limbah wine anggur terfermentasi 5%, P2:

mengandung limbah wine anggur terfermentasi 10%, P3: mengandung limbah wine anggur non fermentasi 5% dan P4 : mengandung limbah wine anggur non

fermentasi 10%. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati performa, keseimbangan energi dan protein dalam tubuh ternak, respon hematologi dan karakteristik karkas.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kelinci yang diberikan ransum mengandung limbah wine anggur non fermentasi sampai level 10% (P4)

paling efisien sehingga, bobot badan akhir dan bobot potong nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan P0, P1, P2 danP3. Dari kelima perlakuan ransum

tidak menunjukan perbedaan nyata (P>0,05) dari variabel performa, kecernaan nutrien, neraca protein dan energi, respon hematologi dan karkas. Perlakuan ransum P4 menghasilkan retensi energi (61,57 K.kal/hari) dan retensi protein(0,92

K.kal/hari).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot badan akhir dan bobot potong perlakuan P4 yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol

dan perlakuan dengan tambahan limbah wine terfermentasi yang secara statistik berbeda nyata. Penggunaan limbah wine anggur non fermentasi sampai level 10% (P4) dalam ransum kelinci dapat meningkatkan performa, retensi energi dan

protein serta respon hematologi.


(9)

viii

ABSTRACT

Biological Response and Carcass Characteristics Local Male Rabbits (Lepus nigricollis) Offered Diet Grape Waste

This research purpose to determine the potential diet containing of waste grape to the against of local rabbit. Research on the effect of waste grape in the diet of local male rabbits do in Tejakula village, Buleleng Regency, Bali. The design used in this research is a randomized block design (RBD ), with five treatments diets and four weight groups so that there are 20 experimental units. The rabbits were allocated randomly into five treatment, the rabbits received treatment P0 : Diet are not containing the waste grape fermented and non- fermented (Diet Control), P1 : containing waste grapes fermented 5 %, P2 : containing waste grapes fermented 10 %, P3 : containing waste non fermented grapes 5% and P4 : containing waste non fermented grape 10 %. Diets and water utilization ad libitum. Variables observed performance, the balance energy and protein retention , hematologic response and carcass characteristics.

The results of research that the rabbits diets containing with non- fermented grape waste to a level of 10 % (P4) that most efficient so, final body weight and slaughter weight was significantly higher (P<0,05 ) compared to treatment P0, P1, P2 and P3. Five of diet treatments showed no significant differences (P>0,05) from variable performance, nutrient digestibility , protein and energy balance , hematologic response and carcass .Treatment retention ration P4 produce energy (61,57 kcal/day ) and retention of protein (0,92 kcal/day).

The research concluded that the final body weight and slaughter weight of treatment P4 the highest compared with the control and treatment with the addition of grape waste fermented that are statistically different significantly.The use of non-fermented grape waste to a level of 10% (P4) in the diet of rabbits can improve the performance, retention of energy and protein and hematological response.


(10)

ix

RINGKASAN

I Gede Mahardhika Atmaja. Respon Biologi Dan Karakteristik Karkas Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) yang Diberi Ransum Mengandung Limbah Wine Anggur, (di bawah bimbingan Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS sebagai pembimbing Pertama dan Prof. Dr. Ir. Komang Budaarsa, MS sebagai pembimbing Kedua).

Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan oleh karena itu kelinci perlu dikembangkan. Ternak kelinci memiliki kemampuan memamfaatkan limbah sebagai sumber pakan, sehingga dalam budidaya kelinci dapat memanfaatkan sumberdaya lokal. Salah satu limbah yang potensial dan belum dimanfaatkan sebagai pakan konsentrat adalah limbah industri pembuatan wine berbahan anggur yang memiliki kandungan nutrien yang cukup bagi ternak, harganya murah dan tersedia secara kontinyu. Melalui proses fermentasi dengan EM-4 kandungan protein limbah wine dari anggur dapat ditingkatkan dari 17,79% menjadi 27,05%, serta kandungan zat-zat penghambat pencernaan dapat ditekan.

Penelitian mengenai pengaruh ransum mengandung limbah wine anggur terhadap kelinci jantan lokal dilakukan di Desa Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan lima perlakuan ransum dan empat kelompok berat badan sebagai ulangan sehingga terdapat 20 unit percobaan. Kelinci-kelinci dialokasikan secara acak kedalam lima perlakuan, yaitu kelinci-kelinci yang mendapat Perlakuan P0: Ransum tidak menggandung limbah wine anggur


(11)

x

terfermentasi dan non fermentasi (Ransum Kontrol), Ransum P1: menggandung

limbah wine anggur terfermentasi 5%, Ransum P2: menggandung limbah wine

anggur terfermentasi 10%, Ransum P3: menggandung limbah wine anggur non

fermentasi 5% dan Ransum P4 : menggandung limbah wine anggur non

fermentasi 10%. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati performa, keseimbangan energi dan protein dalam tubuh ternak, respon hematologi dan karakteristik karkas.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kelinci yang diberikan ransum dengan tambahan limbah wine anggur non fermentasi sampai level 10% (P4) paling efisien sehingga, bobot badan akhir (1.750,0 g) dan bobot potong

(1.747,5 g) nyata lebih tinggi (P<0,05). Hasil kecernaan nutrien perlakuan ransum P4 menghasilkan koefisien cerna bahan kering 61,3% dan koefisien cerna protein

60,9% yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol. Perlakuan ransum P4

menghasilkan retensi energi (61,57 K.kal/hari) dan retensi protein (0,92 K.kal/hari) angka ini lebih tinggi dari perlakuan yang lain P0, P1, P2 dan P3.

Penambahan limbah wine anggur non fermentasi sampai level 10% juga menghasilkan FCR (2,66) yang paling rendah, hal ini menunjukan bahwa perlakuan ransum P4 paling efisien dalam penggunaan ransum untuk menaikkan

bobot badan. Respon hematologi kelinci jantan lokal yang diberikan ransum mengandung limbah wine anggur menghasilkan haemoglobin, eritrosit, leukosit dan hematokrit yang masih dalam kisaran normal, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat cekaman pada ternak kelinci yang diberikan ransum dengan tambahan limbah wine anggur terfermentasi dan non fermentasi sampai 10%.


(12)

xi

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Pengunaan limbah wine

non fermentasi sampai level 10% (Ransum P4) terhadap variabel peformans,

potongan komersial karkas, kecernaan dan respon hematologi lebih tinggi dari perlakuan kontrol, namun berbeda tidak nyata. Bobot badan akhir dan bobot potong kelinci yang mendapat ransum P4 yang tertinggi dibandingkan dengan

perlakuan kontrol dan perlakuan dengan tambahan limbah wine terfermentasi yang secara statistik berbeda nyata. Kelinci yang diberikan perlakuan ransum yang mengandung tambahan limbah wine anggur non fermentasi menghasilkan retensi energi 61,57 K.kal/hari dan retensi protein 0,92 g/hari yang lebih tinggi dari perlakuan lain.


(13)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERSYARATAN GELAR ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMAKASIH ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

RINGKASAN ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

2.1 Kelinci ... Error! Bookmark not defined.

2.2 Potensi Ternak Kelinci ... Error! Bookmark not defined.

2.3 Pakan Kelinci ... Error! Bookmark not defined.


(14)

xiii

2.5 Pemamfaatan Limbah Wine ... Error! Bookmark not defined.

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESISError! Bookmark not defined.

3.1 Kerangka Berpikir ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.

3.3 Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.

BAB IV METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1 Rancangan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.3 Penentuan Sumber Data ... Error! Bookmark not defined.

4.4 Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.4.1 Pertambahan bobot badan ... Error! Bookmark not defined.

4.4.2 Konsumsi bahan kering dan nutrien ransumError! Bookmark not defined.

4.4.3 Konsumsi air minum ... Error! Bookmark not defined.

4.4.4 Konversi ransum ... Error! Bookmark not defined.

4.4.5 Laju alir ransum ... Error! Bookmark not defined.

4.4.6 Kecernaan bahan kering dan nutrien ... Error! Bookmark not defined.

4.4.7 Keseimbangan energi ... Error! Bookmark not defined.

4.4.8 Keseimbangan protein ... Error! Bookmark not defined.

4.4.9 Respons hematologi ... Error! Bookmark not defined.

4.4.10 Variabel karakteristik karkas ... Error! Bookmark not defined.

4.5 Bahan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.5.1 Ternak penelitian ... Error! Bookmark not defined.


(15)

xiv

4.5.3 Kandang penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.5.4 Zat anti beku darah ... Error! Bookmark not defined.

4.6 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.6.1 Timbangan digital ... Error! Bookmark not defined.

4.6.2 Gelas ukur ... Error! Bookmark not defined.

4.7 Prosedur Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.7.1 Pemeliharaan ... Error! Bookmark not defined.

4.7.2 Pemberian ransum dan air minum ... Error! Bookmark not defined.

4.7.3 Periode koleksi total (Balance Trial) ... Error! Bookmark not defined.

4.7.4 Prosedur pengukuran Bahan Kering (BK) dan nutrisi ransum ... Error! Bookmark not defined.

4.7.4.1 Penentuan BK ransum ... Error! Bookmark not defined.

4.7.4.2 Penentuan Protein Kasar (PK) ... Error! Bookmark not defined.

4.7.4.3 Penentuan Kadar Serat Kasar (SK) Error! Bookmark not defined.

4.7.4.4 Penentuan Energi Bruto (Gross Energi/GE)Error! Bookmark not defined.

4.7.5 Prosedur pemotongan dan karkas kelinciError! Bookmark not defined.

4.8 Analisa Data ... Error! Bookmark not defined.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

5.1 Performa ... Error! Bookmark not defined.

5.2 Kecernaan Nutrien dan Laju Alir Ransum ... Error! Bookmark not defined.

5.3 Neraca Energi ... Error! Bookmark not defined.


(16)

xv

5.5 Respon Hematologi ... Error! Bookmark not defined.

5.6 Karkas ... Error! Bookmark not defined.

5.6.1 Berat dan persentase karkas ... Error! Bookmark not defined.

5.6.2 Potongan komersial karkas ... Error! Bookmark not defined.

4.6.3 Komposisi fisik karkas ... Error! Bookmark not defined.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.

6.1 Simpulan ... Error! Bookmark not defined.

6.2 Saran ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Kandungan nutrisi berbagai jenis daging ... Error! Bookmark not defined.

3.1. Hasil analisis proksimat limbah wine anggur. Error! Bookmark not defined.

4.1. Bobot badan awal kelinci jantan lokal ... Error! Bookmark not defined.

4.2. Komposisi bahan penyusun ransum penelitianError! Bookmark not defined.

4.3. Kandungan nutrien ransum penelitian2) ... Error! Bookmark not defined.

5.1. Performa kelinci jantan lokal yang diberikan ransum mengandung limbah

wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.2. Kecernaan nutrien dan lama laju alir ransum kelinci jantan lokal yang

diberikan ransum mengandung limbah wine anggurError! Bookmark not defined.

5.3. Neraca energi kelinci jantan lokal yang diberikan ransum mengandung limbah wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.4. Neraca protein kelinci jantan lokal yang diberikan ransum mengandung limbah wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.5. Respon hematologi kelinci jantan lokal yang diberikan ransum

mengandung limbah wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.6. Karkas kelinci jantan lokal yang diberikan ransum mengandung limbah


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Diagram alir proses produksi wine (Miller dan Litsky, 1976).Error! Bookmark not defined.

2.2. Sruktur kimia resveratrol ... Error! Bookmark not defined.

3.1. Kerangka berpikir... Error! Bookmark not defined.

4.1. Penimbangan kelinci ... Error! Bookmark not defined.

4.2. Pengambilan sampel darah ... Error! Bookmark not defined.

4.3. Kandang kelinci untuk penelitian... Error! Bookmark not defined.

4.4. Kandang pada saat koleksi total ... Error! Bookmark not defined.

5.1. Konsumsi ransum kelinci jantan lokal yang diberikan ransum

mengandung limbah wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.2. Pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal yang diberikan ransum

mengandung limbah wine anggur ... Error! Bookmark not defined.

5.3. Denah kandang penelitian kelinci jantan lokal yang diberikan ransum


(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis ragam bobot badan awal (g) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

2. Analisis ragam konsumsi ransum (g/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

3. Analisis ragam bobot badan akhir (g) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

4. Analisis ragam pertambahan bobot badan (g/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not de

5. Analisis ragam konversi ransum kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

6. Analisis ragam konsumsi air minum (ml/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not define

7. Analisis ragam koefisien cerna bahan kering (KCBK) (%) kelinci jantan lokal ... Error! Bookmark not defined.

8. Analisis ragam koefisien cerna protein kasar (KCPK) (%) kelinci jantan lokal ... Error! Bookmark not defined.

9. Analisis ragam koefisien cerna serat kasar (KCSK) (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark n

10. Analisis ragam laju alir ransum (jam) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

11. Analisis ragam konsumsi energi (K.kal/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined

12. Analisis ragam energi feses (K.kal/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

13. Analisis ragam energi tercerna (K.kal/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined

14. Analisis ragam energi termetabolis (K.kal/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defin

15. Analisis ragam retensi energi (K.kal/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

16. Analisis ragam konsumsi protein (g/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

17. Analisis ragam protein feses (g/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.


(20)

xix

19. Analisis ragam rentensi protein (g/hari) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

20. Analisis ragam kadar haemoglobin (g/100 ml) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defin

21. Analisis ragam kadar eritrosit (106/ml) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

22. Analisis ragam kadar leukosit (103/ml) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

23. Analisis ragam kadar hematokrit (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

24. Analisis ragam bobot potong (g) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

25. Analisis ragam bobot karkas (g) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

26. Analisis ragam persentase karkas (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

27. Analisis ragam persentase kaki depan (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

28. Analisis ragam persentase kaki belakang (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not define

29. Analisis ragam persentase pinggang dan punggung (%) kelinci jantan

lokal ... Error! Bookmark not defined.

30. Analisis ragam persentase dada (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

31. Analisis ragam persentase daging (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

32. Analisis ragam persentase lemak (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.

33. Analisis ragam persentase tulang (%) kelinci jantan lokalError! Bookmark not defined.


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelinci sebagai salah satu komoditas ternak mudah berkembangbiak, tidak banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai hewan kesayangan sehingga kelinci perlu dikembangkan. Pengembangan ternak ruminansia di Bali kendala utama adalah lahan, dimana lahan semakin sempit dan tingkat reproduksinya lambat, sedangkan ternak unggas dan babi membutuhkan pakan yang mahal dan berkompetitif dengan manusia (Suradi. 2005).

Selain itu kelinci menghasilkan daging berprotein tinggi dan sedikit lemak sehingga daging kelinci aman dari resiko kolestrol. Komposisi kimia daging kelinci mempunyai kualitas yang baik, kandungan protein daging cukup tinggi yaitu 20% dan setara dengan daging ayam bahkan proteinnya bisa mencapai 25%, sedangkan kandungan lemak, kolesterol dan energinya lebih rendah dibandingkan daging dari ternak lain (Dwiyanto et al., 1985; Nugroho, 1982; Ensminger et al.,

1990).

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak. Pemberian pakan harus mengacu kepada kebutuhan nutrien yang diperlukan oleh kelinci. Hasil penelitian Lebas, 1980; Cheeke et al., 1987; Ensminger et al., 1990 menunjukan bahwa kebutuhan protein kelinci berkisar antara 12−18%, tertinggi pada fase menyusui (18%) dan terendah pada dewasa (12%). Kebutuhan serat kasar pada induk menyusui, bunting dan muda berkisar 10−12%, kebutuhan serat kasar untuk kelinci dewasa sebesar 14%, sedangkan kebutuhan lemak pada setiap periode pemeliharaan yaitu 2%.


(22)

2

Kenyataan dilapangan peternak saat ini pemberian pakan kelinci belum memperhitungkan kebutuhan nutrien minimal dan status fisiologi ternak. Peternak hanya memberikan pakan berupa hijauan, limbah sayur, limbah pertanian dan sedikit peternak yang memberikan tambahan dedak dalam pakannya sehingga sering ditemukan kelinci kanibal akibat kekurangan nutrien. Sitorus et al. (1982) melaporkan hijauan merupakan bahan pakan utama yang diberikan oleh peternak kelinci di Jawa dengan jumlah pemberian mencapai 80–90% dari total ransum. Pemberian pakan lengkap (feed complete) untuk ternak kelinci akan memberikan tambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan pakan hijauan. Dilain pihak Raharjo (2005) melaporkan bahwa kelinci Rex yang diberi rumput lapang

ad libitum (100%) pertambahan bobot badannya hanya sebesar 610 g/ekor dalam 12 minggu dan bila diberikan rumputlapang+ 60 g konsentratpertambahan bobot badannya sebesar 1.191 g/ekor. Sitorus et al. (1982) melaporkan kelinci dapat dipelihara dengan memberikan pakan hijauan yang dikombinasikan dengan limbah pertanian dan limbah hasil industri pertanian yang disusun sesuai dengan kebutuhan kelinci setiap fase pertumbuhannya.

Mastika (1991) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun limbah industri pertanian. Kabupaten Buleleng merupakan sentra penghasil anggur di Bali dari total produksi buah anggur pada tahun 2013 yaitu 9,118 ton buah anggur segar, 50% diantaranya masuk ke industri pengolahan wine (BPS Buleleng 2013). Limbah industri pembuatan wine

berbahan anggur yang memiliki kandungan nutrien yang cukup bagi ternak, harganya murah dan tersedia secara kontinyu.


(23)

3

Limbah industri pembuatan wine dari anggur mempunyai potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena produksinya tinggi. Pengolahan anggur menjadi wine akan mengasilkan limbah berupa biji dan kulit sebesar 40%. Biji dan kulit anggur kaya akan komponen monomer fenolik seperti katekin, epikatekin, epikatekin- 3-O-gallat, dan proantosianidin (pada bentuk dimetrik, trimetrik, dan tetrametrik) yang memiliki efek mutagenik dan antivirus (Kim et al., 2006). Pada umumnya biji anggur mengandung 74 -78% oligometrik proantosianidin dan kurang dari 6% berat kering ekstrak biji anggur mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Voisinet et al. (1997) penggunaan ransum dengan tambahan limbah cair wine dari anggur akan menghasilkan perubahan kimia pada daging sapi menjadi lebih empuk. Berdasarkan penelitian Moote et al. (2012) penggunaan limbah wine anggur sebesar 7% dalam ransum sapi angus jantan tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari segi pertambahan bobot badan serta skor warna daging dibandingkan kontrol.

Melalui proses fermentasi dengan EM-4 kandungan protein limbah wine

dari anggur dapat ditingkatkan dari 17,79% menjadi 27,05%, serta kandungan zat-zat penghambat pencernaan dapat ditekan (Mahardhika Unpublish, 2015). Molina - Alcaide et al. (2008) menyatakan bahwa fermentasi limbah pembuatan

wine dari anggur mampu menjadi sumber protein dan serat kasar yang cocok untuk pakan ternak ruminansia. Penelitian Rokhmani (2005) menyatakan pemberian onggok terfermentasi sebagai ransum kelinci pada aras 10% dan 20% dapat meningkatkan berat badan kelinci 33% dan 29% dibandingkan dengan yang diberikan onggok tanpa terfermentasi. Menurut Bidura (2007) ransum yang


(24)

4

difermentasi kandungan protein dan energinya meningkat, sedangkan kandungan serat kasarnya menurun. Hal ini menunjukan bahwa dengan sentuhan teknologi dapat menjadikan limbah wine dari anggur sebagai bahan pakan yang lebih bermutu.

Informasi tentang pemanfaatan limbah wine dari anggur terfermentasi untuk pakan kelinci sampai saat ini belum tersedia, sehingga dilakukan penelitian untuk mengetahui respon biologi kelinci jantan lokal yang diberi ransum mengandung limbah wine anggur.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka beberapa permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1 Apakah penggunaan limbah wine anggur dalam ransum dengan aras yang berbeda pada ternak kelinci jantan lokal akan meningkatkan performa dan karkas kelinci ?

1.2.2 Sampai pada aras berapa persen limbah wine anggur dapat digunakan tanpa menurunkan performa kelinci ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1.3.1 Mengetahui potensi limbah wine anggur sebagai pakan kelinci dapat meningkatkan performa dan karkas kelinci jantan lokal.

1.3.2 Mengetahui pada aras berapa persen penggunaan limbah wine anggur tidak menurunkan performa dan karkas kelinci jantan lokal.


(25)

5

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1.4.1 Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap produktivitas ternak kelinci dengan memanfaatkan limbah wine anggur sebagai salah satu sumber pakan asal limbah.

1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula ransum dengan aras penggunaan limbah wine anggur yang terbaik.


(26)

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci

Kelinci lokal tipe pedaging merupakan kelinci yang sudah didomestikasi dari kelinci ras lain. Kelinci ini mempunyai potensi sebagai penghasil daging, bulu, feses dan urin menjadi pupuk. Selain itu kelinci sering dipakai dalam labolatorium sebagai hewan percobaan McNitt et al. (1996).

Menurut Kartadisastra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari famili Leporidae, yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah hewan liar yang hidup di Afrika hingga ke daratan Eropa. Pada perkembangannya, tahun 1912 kelinci diklasifikasikan dalam ordo

Lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis pika yang pandai bersiul) dan Leporidae (termasuk di dalamnya jenis kelinci dan terwelu). McNitt et al. (1996) menyatakan kelinci berdasarkan tujuan produksinya dapat dibedakan sebagai berikut : (1) kelinci sebagai penghasil bulu (woll) seperti angora dan rex, (2) kelinci penghasil daging seperti new zealand white dan (3) kelinci yang dipakai untuk meningkatkan mutu kelinci lokal melalui kawin silang sepeti d’argent, chinchilia, dutch, flemis giant, palamino

dan satin. Di Indonesia banyak terdapat kelinci lokal, yakni jenis Kelinci jawa (Lepus negricollis) dan kelici sumatera (Nesolagus netseherischlgel). Anon (2010) menyatakan kelinci jawa diperkirakan masih ada di hutan-hutan sekitar wilayah Jawa Barat. Warna bulunya coklat perunggu kehitaman, ekornya berwarna jingga dengan ujungnya yang hitam. Berat Kelinci jawa dewasa bisa mencapai 4 kg. Sedangkan Kelinci sumatera, merupakan satu-satunya ras kelinci


(27)

7

yang asli Indonesia. Habitatnya adalah hutan di pegunungan Pulau Sumatera dengan panjang badannya mencapai 40 cm. Warna bulunya kelabu coklat.

Menurut sistem binomial, bangsa kelinci lokal diklasifikasikan sebagai berikut Kartadisastra (2011):

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Lagomorpha

Familia : Leporidae

Sub-Familia : Leporine

Genus : Lepus

Species : Lepus nigricollis 2.2 Potensi Ternak Kelinci

Pengembangan budidaya kelinci di masyarakat sudah lama dilakukan, namun jumlah peternak dan populasinya masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena kelinci oleh masyarakat umum dikenal sebagai binatang kesayangan, sehingga adanya tekanan psikologi masyarakat dalam memanfaatkan kelinci sebagai daging. Populasi kelinci di Bali pada tahun 2012 sampai 2014 berturut-turut: 5.907 ekor, 6.915 ekor dan 8.553 ekor, dimana populasi terbanyak di Kabupaten Tabanan 4.942 ekor (Cacah Jiwa Ternak Propinsi Bali, 2014). Pemeliharaan kelinci pada saat ini hanya sebatas untuk pakan reptil dan hewan kesayangan, padahal dilihat dari potensinya kelinci sangat potensial untuk


(28)

8

dikembangkan baik sebagai alternatif penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan gizi peternak maupun sebagai sumber pendapatan.

Keunggulan ternak kelinci adalah tumbuh dan berkembangbiak dengan cepat, dapat dikawinkan kembali 3 – 4 minggu sesudah melahirkan. Murtisari (2005) melaporkan bahwa seekor kelinci mampu melahirkan rata-rata 6-7 kali per tahun dengan rata-rata jumlah anak per kelahiran 5-6 ekor, mencapai berat hidup 2,0-2,2 kg pada umur 4 bulan untuk kelinci pedaging. Dalam satu tahun seekor induk kelinci mampu menghasilkan paling tidak 40 kg bobot hidup, bila dibandingkan dengan seekor induk sapi yang menghasilkan seekor anak dengan bobot 200 kg, atau seekor domba 75 kg bobot hidup anak per tahun (Rafzunnella, 2009). Artinya dalam menghasilkan daging, lima ekor induk kelinci setara dengan satu ekor induk sapi atau dua ekor induk kelinci setara dengan satu ekor induk domba atau kambing.

Rokhmani (2005) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai serat yang halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat digolongkan kedalam golongan daging berwarna putih. Daging kelinci mengandung protein 20,8%, lemak 10,2%, dan energi 7,3 MJ/Kg. Kandungan asam lemak linoleat 22,5% dan kandungan kolesterol 0,1%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daging kelinci sangat baik untuk kesehatan karena kandungan proteinnya tinggi tetapi kolesterol dan sodium rendah sehingga dapat meningkatkan kecerdasan pada anak-anak dan mencegah penyakit penyumbatan pembuluh darah (arterosklerosis). USDA (2009) melaporkan daging kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan daging sapi, domba atau kambing, seperti tersaji pada Tabel 2.1.


(29)

9

Tabel 2.1.

Kandungan nutrisi berbagai jenis daging Jenis

Ternak

Kalori Air Protein Lemak Ca P K Na Fe Kholesterol* (Kkal) (g/Kg) (g/Kg) (g/Kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/100g)

Sapi 195 66,5 20 12 12 195 350 65 3 70 Domba/

kambing

210 66 18 14 10 165 350 75 1,5 70

Babi* 260 61 17 21 10 195 350 70 2,5 70 Ayam* 200 67 19,5 12 10 240 300 70 1,5 50 Kelinci 160 70 21 8 20 350 300 40 1,5 35 Sumber :USDA, (2009). * Beynen (1984)

Struktur daging kelinci lebih halus dengan warna dan bentuk fisik yang menyerupai daging ayam. Ditinjau dari segi rasa dan warna, daging kelinci sulit dibedakan dari daging ayam sehingga merupakan peluang bagi daging kelinci untuk mengisi sebagian pasar daging ayam, apalagi dengan merebaknya isu flu burung yang menyebabkan permintaan daging ayam akan menurun (Nuriyasa, 2012).

Selain sebagai penghasil daging dan sumber protein hewani yang baik bagian-bagian tubuh kelinci meliputi kulit, bulu, kotoran, dan urin juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keuntungan lain dari pemeliharaan kelinci adalah dapat digunakan sebagai hewan percobaan dalam jangka waktu singkat pada berbagai skala pemeliharaan sehingga cocok dikembangkan di daerah yang padat penduduk (McNitt et al., 1996) .

2.3 Pakan Kelinci

Dalam menyusun ransum kelinci hal yang paling diperhatikan adalah kandungan energi dan protein, karena kelebihan atau kekurangan energi dan


(30)

10

protein dalam ransum akan menurunkan produktivitas ternak (Nuriyasa, 2012). Lebih lanjut dilaporkan bahwa kelinci jantan lokal memerlukan kandungan energi termetabolis (2.939,93 kkal/kg) dan protein kasar ransum (16,48%). NRC 2001 menyarankan pada kondisi nyaman didataran rendah tropis kelinci jantan lokal kandungan energi dalam ransum sebesar 2500 kkal DE/kg dan kandungan protein kasar (PK) 16%, serat kasar (SK) berkisar antara 10-12 %, Calsium (Ca) 0,4% dan Fosfor (P) 0,22% untuk kelinci potong. Sinaga (2009) menyarankan kelinci jantan lokal memerlukan protein kasar 16%, sedangkan induk menyusui memerlukan protein kasar 15 – 16%. Kandungan serat kasar pada ransum kelinci jantan lokal adalah 10 – 27% dan induk menyusui adalah 15 – 20%, hal ini menunjukan bahwa kinerja pertumbuhan kelinci tidak lepas dari unsur-unsur

pakan yang utama yaitu kandungan energi, protein dan serat kasar. Menurut Lick dan Hung (2008) kelinci mempunyai efisiensi penggunaan ransum

lebih tinggi dari ruminansia seperti sapi dan kelinci dapat memanfaatkan pakan hijauan.

Kelinci termasuk ternak monogastrik herbivora yang dapat mencerna serat kasar cukup baik. Sistem pencernaan kelinci mempunyai sekum dan kolon yang besar tempat terjadinya fermentasi makanan. Pemberian pakan pada kelinci sebaiknya disesuaikan dengan status fisiologis (Widodo, 2005). Menurut Lestari

et al. (2005) pemberian ampas tahu sebagai konsentrat tunggal menghasilkan pertambahan berat badan harian sebesar 31,93 g/ekor/hari dengan konversi pakan 5,17% lebih tinggi dari yang diberikan ampas tahu yang dikombinasikan dengan bekatul, yaitu 30,53 g/ekor/hari. Lebih lanjut Hamidy (1996) melaporkan kelinci


(31)

11

pertambahan berat badan hariannya 13 g lebih tinggi daripada yang diberikan 10% dan 30% eceng gondok masing-masing 11,84 g dan 9,12 g. Lestari et al.

(1997) melaporkan penambahan azolla mycrophylla dalam ransum kelinci lokal meningkatkan persentase karkas kelinci dari 44,95% menjadi 48,33%.

Menurut Lestari (1997) ternak kelinci sebagai ternak monogastrik mempunyai keunikan dalam hal kapasitas, sifat, dan faali dari saluran pencernaanya, yaitu kemampuan kelinci untuk melakukan coprophagy. Kelinci termasuk kedalam autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses dari saluran pencernaanya dalam 2 bentuk, feses kering dan keras serta feses lembek berlendir dikeluarkan pada malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini dilakukan untuk memanfaatkan protein, serat kasar, vitamin yang terkandung dalam feses. Anon (2011) menyatakan Feses yang lembek dan berlendir mengandung banyak vitamin, dan nutrien seperti riboflavin, sianokobalamin (vitamin B 12), asam pantotenat dan niasin. Dengan memakan kembali fesesnya kelinci tidak akan kekurangan vitamin dan nutrien karena isi saluran pencernaan berdaur ulang kembali.

McNitt et al. (1996) menyatakan nutrien ternak kelinci terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi bagi ternak kelinci. Karbohidrat terpenting dari ternak kelinci adalah pati dan selulosa. Selulosa mampu dicerna oleh kelinci karena memiliki mikroorganisme dalam sekum dan kolon sebagai fermentor serat kasar. Lebih lanjut kelinci membutuhkan serat kasar dalam ransum dalam jumlah yang tinggi (minimal 12%) yang bersumber dari hijauan. Kelinci dapat mencerna serat kasar


(32)

12

terutama selulosa dari bahan nabati dengan bantuan bakteri yang hidup dalam sekum dan kolon untuk dirubah menjadi energi, protein dan asam amino.

Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak walaupun hanya diberikan hijauan dan limbah pertanian sebagai pakan utamanya. Pemeliharaan ternak kelinci secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian berbagai jenis leguminosa dan rumput-rumputan. Disamping itu dengan memanfaatkan sisa – sisa dari sayuran dan pemberian pakan tambahan berupa dedak padi, ampas tahu, pollard mampu meningkatkan produktivitas kelinci. Pemeliharaan secara intensif dapat dilakukan dengan menggunakan ransum komplit yang merupakan campuran dari bahan seperti jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dedak padi, pollard, vitamin – mineral, kapur dan garam (Lestari et al., 2005). Dengan menggunakan ransum komplit (protein kasar 16% dan energi termetabolis 2500 K.kal/kg) konsumsi pakan per ekor per hari untuk kelinci lokal bunting, dewasa dan sedang tumbuh (1,5 – 6 bulan) masing-masing 200 – 250 g, 110 – 125 g dan 80 g serta memerlukan air minum setiap hari terutama pada induk yang sedang menyusui dan pada pemberian pakan konsentrat (Raharjo, 2005). Dalam penelitian Rokhmani (2005) menyatakan pemberian onggok terfermentasi pada ransum kelinci pada aras 10% dan 20% dapat meningkatkan berat badan kelinci 33% dan 29% dibandingkan dengan yang diberikan onggok tanpa terfermentasi.

2.4 Limbah Wine Anggur

Anggur (vitis vinifera) merupakan tanaman buah yang banyak diolah menjadi jus, selai, pasta buah, dan wine. Buah anggur yang telah dihancurkan disebut musts, yang terdiri dari 85-95% sari buah, 5-12% kulit dan 0-4% biji. Glukosa dan fruktosa merupakan karbohidrat utama dalam musts. Rasio kedua


(33)

13

jenis gula ini adalah musts dari buah yang matang penuh biasanya adalah 1 : 1. Tetapi beberapa peneliti mengemukakan bahwa rasio glukosa/fruktosa bervariasi tergantung pada varitas, yaitu antara 0,17 – 1,45 atau 0,85-1,04 untuk buah matang dan antara 0,53 – 0,76 untuk buah ranum. Selama proses pematangan buah anggur, rasio glukosa/fruktosa mengalami penurunan.

Pada produksi white wine bagian anggur yang digunakan hanya daging buah untuk diambil sari buahnya, sedangkan biji dan kulit anggur tidak digunakan. Pada pembuatan red wine biji diikut sertakan dalam proses fermentasi (Miller dan Listky, 1976) seperti tersaji pada Gambar 2.1. Biji maupun kulit anggur yang dihasilkan dari pengolahan anggur dapat digunakan sebagai antioksidan karena biji anggur kaya akan komponen monomer fenolik seperti

katekin, epikatekin, epikatekin-3-O-gallat, dan proantosianidin (Kim et al., 2006).

Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan 20% lebih besar dari vitamin E dan 50% lebih besar dari vitamin C. Ekstrak biji anggur merupakan salah satu dari beberapa antioksidan yang mampu melewati pembuluh darah diseluruh tubuh yang bersifat selektif permeabel dan mencegah zat-zat berbahaya masuk dalam tubuh (Monagas et al., 2003).

Menurut (Xia et al., 2010) senyawa fenol yang terbesar terdapat pada kulit, stem, daun dan biji dari anggur. Senyawa ini dipercaya dapat digunakan untuk membunuh bakteri (bakterisidal). Senyawa fenol mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan manfaat antioksidan pada buah dan sayuran.

Polifenol merupakan komponen fitokimia yang terkandung dalam anggur karena mempunyai aktivitas biologi dan bermanfaat untuk kesehatan.


(34)

14

Buah anggur merah (Vitis vinifera L.) mengandung vitamin C, B6, K, B1,

mineral dan polifenol, termasuk flavonoid, resveratrol, proantosianidin dan

prosianidin (Adisakwattana et al., 2010; Weber et al., 2007). Komponen polifenol diantaranya antosianin, flavonoid, tannin, resveratrol dan asam fenolat (Xia et al., 2010).

Flavonoid merupakan komponen terbesar dalam senyawa fenol yang mempunyai struktur kimia C6-C3-C6. Flavonoid terdapat dalam semua bagian anggur diantaranya kulit, daging, daun dan bijinya. Flavonoid pada prinsipnya mempunyai kandungan catechin (+), epicatechin (-) dan polimer procyanidin

(Petrussa et al., 2013). Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel mikrosom dan lisosom dari bakteri. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk merusak protein ekstraseluler dan protein yang larut serta merusak dinding sel bakteri (Setyohadi et al., 2010).


(35)

15

Gambar 2.1.

Diagram alir proses produksi wine (Miller dan Litsky, 1976).

Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Menurut Durst and Wrolstad (2005) bahwa antosianin jumlahnya sekitar 90 – 96 % dari total senyawa fenol. Pigmen iniberperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah, dan daun seperti anggur. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aceton,

dan air.

Tannin adalah komponen yang banyak terdapat pada anggur, teh,

cranberry dan delima. Menurut Molina-Alcaide et al. (2008) limbah dari pengolahan red wine akan menghasilkan condensed tannins (CT) 98,3 g/kg DM. CT merupakan polimer dari flavonoid yang telah lama dianggap antinutrisi karena dapat menyebabkan penurunan berat badan melalui kemampuan untuk berikatan

Pemetikan buah anggur

Penghancuran

Penambahan SO

2

Penyaringan bertekanan Fermentasi

Pembotolan Red Wine

Pemeraman Penyaringan bertekanan

Fermentasi

Pembotolan White Wine

Pemeraman

Limbah


(36)

16

dengan protein termasuk pektin, selulosa dan hemiselulosa, serta mineral, yang membentuk protein komplek berupa condensed tannins (CT). Lebih lanjut dilaporkan fermentasi limbah wine dari anggur mampu manjadi sumber protein kasar dan serat yang cocok untuk pakan ternak ruminansia. Jika dikelola dengan tepat, CT yang terkandung dalam pakan dapat memberikan keuntungan berupa peningkatan berat badan dan produksi susu akibat ketersedian dan penyerapan asam amino dalam pakan akan lebih optimal (McSweeney et al., 2001). Tannin berfungsi mencegah oksidasi, kolestrol, dan LDL dalam darah sehingga dapat mengurangi resiko hipertensi serta mempunyai sifat antimikroba. Tannin juga dapat merusak membran sel bakteri yang ditandai dengan kebocoran sel dan lisis sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Setyohadi et al., 2010).

Asam fenolat merupakan komponen terbesar kedua dalam polifenol. Asam

fenolat mampu mengurangi oksidasi kolestrol jahat dan melawan sel kanker yang disebabkan oleh komponen nitrosamin akibat mengkonsumsi makanan kaya nitrat. Asam fenolat terdiri atas ellagic acid, chlorogenic acid, para coumeric acid, asam ferullat, asam fitat, dan kurkumin (Astawan, 2010).

Resveratrol (trans-3,5,4’-trihydroxystilbene) merupakan komponen terbesar yang terdapat pada kulit anggur (McElderry, 1999). Resveratrol ini hanya didapatkan pada anggur merah dan tidak pada anggur putih.. Kulit anggur segar mempunyai kandungan resveratrol sebanyak 40 mg perliter ekstrak. Resveratrol juga banyak terdapat pada produk olahan anggur yaitu wine. Resveratrol yang terdapat pada buah anggur dapat meningkatkan aliran darah pada otak, sehingga dapat mereduksi penyakit stroke, mencegah penyakit kanker, menghambat senyawa benzopyrene, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker, serta


(37)

17

menghambat pertumbuhan sel tumor (Xia et al., 2010). Struktur kimia resveratrol

disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sruktur kimia resveratrol 2.5 Pemamfaatan Limbah Wine

Agroindustri khususnya pengolahan anggur menjadi wine di Bali cukup besar menghasilkan limbah 691,6 ton/tahun. Pengolahan anggur menjadi wine

akan menghasilkan limbah sebesar 40% yang diantranya biji dan kulit.

Mengenai penggunaannya dalam pakan ternak, beberapa hewan menunjukkan intoleransi untuk komponen tertentu seperti tanin, yang berpengaruh negatif terhadap daya cerna. Residu tidak larut dari limbah wine ini memiliki kandungan lignin mulai dari 16,8 % - 24,2 % dan kadar protein rendah (González-Centeno et al., 2014). Selulosa adalah jenis polisakarida berupa dinding sel yang dimiliki anggur, yang bervariasi dari 27 % - 37 % (González-Centeno et al., 2010). Oleh karena itu, peningkatan mamfaat limbah wine dari anggur sebagai sumber phytochemical bioaktif yang diaplikasikan dalam industri farmasi, kosmetik, dan makanan yang merupakan alternatif yang efisien, menguntungkan , dan ramah lingkungan untuk limbah (Makris et al., 2007).

Flavonoid, saponin dan polifenol merupakan kandungan antioksidan yang terkandung dalam kulit dan biji anggur. Flavonoid merupakan antioksidan


(38)

18

ampuh yang bekerja sebagai pencegah kanker dan juga memiliki efek antimikroba (Hutapea, 1994). Saponin memiliki efek menurunkan kadar gula darah. Polifenol

juga merupakan antioksidan, pada buah anggur dikenal dengan nama resveratrol

yang menghambat enzim yang dapat menstimulir pertumbuhan sel kanker dan menekan respon imun, juga mengandung ellagic acid, sejenis senyawa yang menghambat enzim yang diperlukan sel-sel kanker, yang tampak membantu memperlambat perkembangan tumor Herlanda (2008). Menurut Wijayakusuma (2000) buah dan biji anggur juga mengandung magnesium yang tinggi, dimana magnesium itu merupakan suatu elemen yang diperlukan untuk pergerakan feses yang baik. Menurut Nakamura et al. (2002) bagi masyarakat Jepang biji anggur merupakan bahan pangan yang sehat, bukan lagi sebagai bahan tambahan makanan. Biji dan kulit anggur banyak mengandung flavonoid dan phenol sebagai sumber antioksidan alami. Selain kaya antioksidan limbah wine anggur memiliki kandungan protein yang tinggi, namun tidak cocok digunakan sebagai sumber energi untuk pakan, walaupun memiliki kandungan protein yang sama dengan limbah pengolahan minyak nabati (Molina - Alcaide et al. 2008).

Penggunaan limbah wine berupa biji dan kulit anggur untuk hewan dalam penelitian Wulandari et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak biji anggur sebesar 5,4 mg/ekor/hari untuk hewan tikus putih mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan viabilitas spermatozoa sampai 88,9 % dan menurunkan ekspresi Tumor Necrosis Faktor Alpha (TNF-α) sampai 86,1 % pada organ testis. Baumgartel et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak biji anggur merupakan sumber energi yang baik untuk menunjang produksi dari ternak ruminansia. Namun penggunaan ekstrak biji anggur dari limbah wine dalam dunia


(39)

19

kesehatan akan mengurangi ketersedian untuk sumber pakan yang berasal dari limbah (Nerantzis dan Tartaridis 2006). Penggunaan limbah wine yang telah dihilangkan bijinya tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk menopang pertumbuhan serta produksi susu ternak ruminansia, apabila penggunaannya dalam bentuk pakan tunggal (Hadjipanayiotou dan Louca 1976; Baumgartel et al., 2007; Spanghero et al., 2009; Abarghuei et al., 2010). Berdasarkan penelitian Moote (2012) penggunaan limbah wine anggur cair sebesar 7% dalam ransum sapi angus jantan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari segi pertambahan bobot badan serta skor warna daging dibandingkan kontrol. Selain itu, daging dari domba yang disuplementasi ekstrak biji anggur dalam pakannya tidak menunjukkan perbedaan dari segi warna, senyawa volatil dan komposisi asam lemak dibanding kontrol (Vasta et al., 2010; Jerónimo et al., 2010; Jerónimo et al., 2012).


(1)

Buah anggur merah (Vitis vinifera L.) mengandung vitamin C, B6, K, B1, mineral dan polifenol, termasuk flavonoid, resveratrol, proantosianidin dan prosianidin (Adisakwattana et al., 2010; Weber et al., 2007). Komponen polifenol diantaranya antosianin, flavonoid, tannin, resveratrol dan asam fenolat (Xia et al., 2010).

Flavonoid merupakan komponen terbesar dalam senyawa fenol yang mempunyai struktur kimia C6-C3-C6. Flavonoid terdapat dalam semua bagian anggur diantaranya kulit, daging, daun dan bijinya. Flavonoid pada prinsipnya mempunyai kandungan catechin (+), epicatechin (-) dan polimer procyanidin (Petrussa et al., 2013). Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel mikrosom dan lisosom dari bakteri. Flavonoid mempunyai kemampuan untuk merusak protein ekstraseluler dan protein yang larut serta merusak dinding sel bakteri (Setyohadi et al., 2010).


(2)

Gambar 2.1.

Diagram alir proses produksi wine (Miller dan Litsky, 1976).

Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Menurut Durst and Wrolstad (2005) bahwa antosianin jumlahnya sekitar 90 – 96 % dari total senyawa fenol. Pigmen iniberperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah, dan daun seperti anggur. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aceton, dan air.

Tannin adalah komponen yang banyak terdapat pada anggur, teh, cranberry dan delima. Menurut Molina-Alcaide et al. (2008) limbah dari pengolahan red wine akan menghasilkan condensed tannins (CT) 98,3 g/kg DM. CT merupakan polimer dari flavonoid yang telah lama dianggap antinutrisi karena dapat menyebabkan penurunan berat badan melalui kemampuan untuk berikatan

Pemetikan buah anggur

Penghancuran

Penambahan SO 2

Penyaringan bertekanan Fermentasi

Pembotolan

Red Wine

Pemeraman Penyaringan bertekanan

Fermentasi

Pembotolan

White Wine

Pemeraman

Limbah


(3)

dengan protein termasuk pektin, selulosa dan hemiselulosa, serta mineral, yang membentuk protein komplek berupa condensed tannins (CT). Lebih lanjut dilaporkan fermentasi limbah wine dari anggur mampu manjadi sumber protein kasar dan serat yang cocok untuk pakan ternak ruminansia. Jika dikelola dengan tepat, CT yang terkandung dalam pakan dapat memberikan keuntungan berupa peningkatan berat badan dan produksi susu akibat ketersedian dan penyerapan asam amino dalam pakan akan lebih optimal (McSweeney et al., 2001). Tannin berfungsi mencegah oksidasi, kolestrol, dan LDL dalam darah sehingga dapat mengurangi resiko hipertensi serta mempunyai sifat antimikroba. Tannin juga dapat merusak membran sel bakteri yang ditandai dengan kebocoran sel dan lisis sehingga menghambat pertumbuhan bakteri (Setyohadi et al., 2010).

Asam fenolat merupakan komponen terbesar kedua dalam polifenol. Asam fenolat mampu mengurangi oksidasi kolestrol jahat dan melawan sel kanker yang disebabkan oleh komponen nitrosamin akibat mengkonsumsi makanan kaya nitrat. Asam fenolat terdiri atas ellagic acid, chlorogenic acid, para coumeric acid, asam ferullat, asam fitat, dan kurkumin (Astawan, 2010).

Resveratrol (trans-3,5,4’-trihydroxystilbene) merupakan komponen terbesar yang terdapat pada kulit anggur (McElderry, 1999). Resveratrol ini hanya didapatkan pada anggur merah dan tidak pada anggur putih.. Kulit anggur segar mempunyai kandungan resveratrol sebanyak 40 mg perliter ekstrak. Resveratrol juga banyak terdapat pada produk olahan anggur yaitu wine. Resveratrol yang terdapat pada buah anggur dapat meningkatkan aliran darah pada otak, sehingga dapat mereduksi penyakit stroke, mencegah penyakit kanker, menghambat senyawa benzopyrene, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan kanker, serta


(4)

menghambat pertumbuhan sel tumor (Xia et al., 2010). Struktur kimia resveratrol disajikan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Sruktur kimia resveratrol 2.5 Pemamfaatan Limbah Wine

Agroindustri khususnya pengolahan anggur menjadi wine di Bali cukup besar menghasilkan limbah 691,6 ton/tahun. Pengolahan anggur menjadi wine akan menghasilkan limbah sebesar 40% yang diantranya biji dan kulit.

Mengenai penggunaannya dalam pakan ternak, beberapa hewan menunjukkan intoleransi untuk komponen tertentu seperti tanin, yang berpengaruh negatif terhadap daya cerna. Residu tidak larut dari limbah wine ini memiliki kandungan lignin mulai dari 16,8 % - 24,2 % dan kadar protein rendah (González-Centeno et al., 2014). Selulosa adalah jenis polisakarida berupa dinding sel yang dimiliki anggur, yang bervariasi dari 27 % - 37 % (González-Centeno et al., 2010). Oleh karena itu, peningkatan mamfaat limbah wine dari anggur sebagai sumber phytochemical bioaktif yang diaplikasikan dalam industri farmasi, kosmetik, dan makanan yang merupakan alternatif yang efisien, menguntungkan , dan ramah lingkungan untuk limbah (Makris et al., 2007).

Flavonoid, saponin dan polifenol merupakan kandungan antioksidan yang terkandung dalam kulit dan biji anggur. Flavonoid merupakan antioksidan


(5)

ampuh yang bekerja sebagai pencegah kanker dan juga memiliki efek antimikroba (Hutapea, 1994). Saponin memiliki efek menurunkan kadar gula darah. Polifenol juga merupakan antioksidan, pada buah anggur dikenal dengan nama resveratrol yang menghambat enzim yang dapat menstimulir pertumbuhan sel kanker dan menekan respon imun, juga mengandung ellagic acid, sejenis senyawa yang menghambat enzim yang diperlukan sel-sel kanker, yang tampak membantu memperlambat perkembangan tumor Herlanda (2008). Menurut Wijayakusuma (2000) buah dan biji anggur juga mengandung magnesium yang tinggi, dimana magnesium itu merupakan suatu elemen yang diperlukan untuk pergerakan feses yang baik. Menurut Nakamura et al. (2002) bagi masyarakat Jepang biji anggur merupakan bahan pangan yang sehat, bukan lagi sebagai bahan tambahan makanan. Biji dan kulit anggur banyak mengandung flavonoid dan phenol sebagai sumber antioksidan alami. Selain kaya antioksidan limbah wine anggur memiliki kandungan protein yang tinggi, namun tidak cocok digunakan sebagai sumber energi untuk pakan, walaupun memiliki kandungan protein yang sama dengan limbah pengolahan minyak nabati (Molina - Alcaide et al. 2008).

Penggunaan limbah wine berupa biji dan kulit anggur untuk hewan dalam penelitian Wulandari et al. (2014) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak biji anggur sebesar 5,4 mg/ekor/hari untuk hewan tikus putih mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan viabilitas spermatozoa sampai 88,9 % dan menurunkan ekspresi Tumor Necrosis Faktor Alpha (TNF-α) sampai 86,1 % pada organ testis. Baumgartel et al. (2007) menyatakan bahwa ekstrak biji anggur merupakan sumber energi yang baik untuk menunjang produksi dari ternak ruminansia. Namun penggunaan ekstrak biji anggur dari limbah wine dalam dunia


(6)

kesehatan akan mengurangi ketersedian untuk sumber pakan yang berasal dari limbah (Nerantzis dan Tartaridis 2006). Penggunaan limbah wine yang telah dihilangkan bijinya tidak mampu memenuhi kebutuhan energi untuk menopang pertumbuhan serta produksi susu ternak ruminansia, apabila penggunaannya dalam bentuk pakan tunggal (Hadjipanayiotou dan Louca 1976; Baumgartel et al., 2007; Spanghero et al., 2009; Abarghuei et al., 2010). Berdasarkan penelitian Moote (2012) penggunaan limbah wine anggur cair sebesar 7% dalam ransum sapi angus jantan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dari segi pertambahan bobot badan serta skor warna daging dibandingkan kontrol. Selain itu, daging dari domba yang disuplementasi ekstrak biji anggur dalam pakannya tidak menunjukkan perbedaan dari segi warna, senyawa volatil dan komposisi asam lemak dibanding kontrol (Vasta et al., 2010; Jerónimo et al., 2010; Jerónimo et al., 2012).