Peningkatan kedisiplinan dan prestasi belajar perkalian dan pembagian pecahan siswa kelas V SDK Kintelan Yogyakarta menggunakan pendekatan PMRI

(1)

PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PRESTASI BELAJAR

PERKALIAN DAN PEMBAGIAN PECAHAN SISWA KELAS V SDK

KINTELAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Nofi Maharani

NIM: 091134008

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

YOGYAKARTA

2013


(2)

i

PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PRESTASI BELAJAR

PERKALIAN DAN PEMBAGIAN PECAHAN SISWA KELAS V SDK

KINTELAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN PENDEKATAN PMRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Nofi Maharani

NIM: 091134008

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

MOTTO

Sebuh tantangan akan selalu menjadi beban

Jika itu hanya dipikirkan

Sebuah cita-cita juga adalah beban

Jika itu hanya angan-angan

Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk

merancang (William J. Siegel).

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang

tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan

saat mereka menyerah (Thomas Alfa Edison).

Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal,

tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh (Confusius).


(6)

v

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya kecil ini, untuk cahaya hidup, yang

senantiasa ada saat suka maupun duka, selalu setia

mendampingi, saat kulemah tak berdaya (Ayah dan Ibu

tercinta) yang selalu memanjatkan doa kepada putri

satu-satunya tercinta dalam setiap sujudnya. Untuk ibu dan ayah

yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami

kasih sayang, selalu menasihatiku menjadi lebih baik.


(7)

(8)

(9)

viii

ABSTRAK

Maharani, Nofi. (2013).

Peningkatan Kedisiplinan Dan Prestasi Belajar

Perkalian Dan Pembagian Pecahan Siswa Kelas V SDK Kintelan

Yogyakarta Menggunakan Pendekatan PMRI. Skripsi. Yogyakarta:

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan

PMRI dapat meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar siswa kelas V

semester 2 SDK Kintelan tahun ajaran 2012/2013 dalam pelajaran Matematika

materi perkalian dan pembagian pecahan.

Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus masing-masing siklus 3 pertemuan

dengan tahapan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian

dilakukan di SD Kanisius Kintelan Yogyakarta dengan subyek siswa kelas V yang

berjumlah 30 siswa. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara, observasi,

kuesioner, dan dokumentasi berupa tes. Analisis data dilakukan secara deskriptif

untuk mengetahui kualitas proses dan hasil belajar siswa yang meliputi tingkat

kedisiplinan siswa dalam proses pembelajaran matematika yang berlangsung,

tingkat interaksi siswa dalam diskusi kelas, dan tingkat daya serap siswa pada

materi perkalian dan pembagian pecahan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pendekatan PMRI dapat

mencapai indikator keberhasilan tindakan yang telah ditentukan dengan

menambah alat peraga yang berkaitan dengan materi perkalian dan pembagian

pecahan dan peningkatan peran guru dalam melibatkan siswa secara lebih aktif.

Kata kunci: Perkalian dan Pembagian Pecahan, Pendekatan PMRI, Proses belajar,

Hasil belajar, Matematika


(10)

ix

ABSTRACT

Maharani, Nofi. (2013).

Improving the Students’ Discipline and Achievement of

the Rational Number Multiplication and Division Using PMRI Approach

for the 5

th

Grade Students of SDK Kintelan Yogyakarta. Thesis.

Yogyakarta: Teacher Education Program Elementary School.

The objectives of this research were to describe the implementation of

PMRI approach to

improve the students’ discipline and achievement for the 5

th

grade students in second semester of SDK Kintelan in the academic year

2012/2013 in Mathematics with rational number multiplication and division

material.

This research was done in two cycles, which each cycle consisted of three

meetings with the phase such as planning, acting observing, and reflecting. This

research was done in SD Kanisius Kintelan Yogyakarta and the research subjects

were 30 students of the 5

th

grade students. The data were collected by interviews,

observations, questionnaires, and documentation in the form of test. The data

analysis was done by descriptive to know the process quality and the students’

study results enclosed students’ discipline in the Mathematics teaching and

l

earning process, students’ interaction level in the discussion, and the students’

reserve potency of the rational number multiplication and division material.

The result of this research showed that the implementation of PMRI

approach could reach action success indicator which had been determined by

adding display items related to the rational number multiplication and division

material and improvement of the teacher role in involving the students more

actively.

Key words: Rational Number Multiplication and Division, PMRI Approach,

Learning Process, Study Result, Mathematics


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

hidayah-Nya yang telah memberikan petunjuk sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul

PENINGKATAN KEDISIPLINAN DAN PRESTASI

BELAJAR PERKALIAN DAN PEMBAGIAN PECAHAN SISWA KELAS

V SDK KINTELAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN PENDEKATAN

PMRI

”.

Selesainya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1.

Rohandi, Ph. D, selaku dekan FKIP USD yang telah bersedia mengesahkan

skripsi ini.

2.

Gregorius Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Sekolah Dasar yang selalu mendorong mahasiswa PGSD untuk

menyelesaikan skripsi.

3.

Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. selaku dosen pembimbing I dan Andri

Anugrahana S.Pd, M.Pd. selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar

memberikan bimbingan dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan skripsi.

4.

E Desiana M S.Psi. M.A yang telah bersedia membantu saya dalam

menyusun kuesioner kedisiplinan guna keperluan dalam penelitian.

5.

Marciana Sarwi S.Pd selaku kepala sekolah SD Kanisius Kintelan yang telah

memberi izin kepada saya untuk melakukan penelitian.

6.

Veronika Veri S.Si selaku guru kelas V SD Kanisius Kintelan yang telah

membantu saya dalam penelitian.

7.

Guru SD Kanisius Kintelan dan seluruh siswa kelas V SD Kanisius Kintelan

yang telah menerima kehadiran saya sehingga proses penelitian berjalan

dengan lancar.

8.

Ibunda saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya untuk semangat

menyelesaikan skripsi.

9.

Prima Yunita yang sudah membantu saya mendokumentasikan kegiatan

selama penelitian.


(12)

xi

10.

Teman-teman PGSD yang selalu memotivasi saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Peneliti menyadari kekurangan dan keterbatasan penulisan laporan ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan adanya saran

atau masukan yang membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata,

semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Batasan Masalah ... 8

C.

Rumusan Masalah ... 8

D.

Tujuan Penelitian ... 8

E.

Manfaat Penelitian ... 9

F.

Definisi Operasional ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 11


(14)

xiii

1.

Kedisiplinan ... 11

a.

Pengertian Kedisiplinan ... 11

b.

Indikator Kedisiplinan ... 13

2.

Belajar ... 14

a.

Pengertian Belajar ... 14

3.

Prestasi Belajar ... 15

a.

Pengertian Prestasi Belajar ... 15

b.

Tes Sebagai Pengukur Prestasi... 16

c.

Prinsip Tes Prestasi ... 17

4.

PMRI ... 17

a.

Sejarah PMRI ... 17

b.

Pengertian PMRI ... 19

1)

Konsepsi PMRI Tentang Siswa ... 21

2)

Konsepsi PMRI Tentang Peran Guru ... 22

3)

Konsepsi PMRI Tentang Pengajaran ... 22

c.

Karakteristik PMRI ... 23

d.

Teori yang Terkait dengan PMRI ... 27

5.

Pecahan... 29

a.

Pengertian Pecahan ... 29

b.

Perkalian Pecahan ... 30

c.

Pembagian Pecahan ... 30

B.

Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C.

Kerangka Berpikir ... 33

D.

Hipotesis Tindakan ... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35


(15)

xiv

B.

Setting Penelitian ... 37

1.

Tempat Penelitian ... 37

2.

Subjek Penelitian ... 37

3.

Objek Penelitian ... 37

4.

Jadwal Penelitian ... 38

C.

Rencana Penelitian ... 38

1.

Perencanaan ... 39

2.

Tindakan ... 40

3.

Observasi ... 41

4.

Refleksi... 41

D.

Teknik Pengumpulan Data ... 42

1.

Wawancara ... 42

2.

Observasi Non Partisipatif ... 42

3.

Kuesioner ... 43

4.

Dokumentasi... 43

E.

Instrumen Penelitian ... 44

1.

Tes ... 44

2.

Non Tes ... 46

3.

Tabel Instrumen Pengumpulan Data ... 48

4.

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 49

F.

Teknik Analisis Data... 55

a)

Analisis Kedisiplinan Siswa ... 56

b)

Analisis Prestasi Belajar ... 57

G.

Kriteria Keberhasilan ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61


(16)

xv

1.

Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 61

2.

Hasil Penelitian ... 77

B.

Deskripsi Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Siklus II... 82

1.

Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 82

2.

Hasil Penelitian ... 93

C.

Pembahasan... 97

BAB V PENUTUP ... 108

A.

Kesimpulan ... 108

B.

Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 112


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Penelitian... 38

Tabel 2. Kisi-kisi Penyusunan Soal Evaluasi ... 45

Tabel 3. Kisi-kisi Kuesioner ... 46

Tabel 4. Pedoman Penskoring Kuesioner Siswa ... 47

Tabel 5. Kriteria Interpretasi Skor PAP ... 47

Tabel 6. Variabel Penelitian dan Instrumen Pengumpulan Data ... 48

Tabel 7. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 50

Tabel 8. Kriteria Tingkat Kualitas Produk ... 50

Tabel 9. Hasil Validasi dan Kriteria ... 51

Tabel 10. Hasil Uji Validitas Soal Instrumen I ... 53

Tabel 11. Hasil Uji Validitas Soal Instrumen II ... 53

Tabel 12. Hasil Validasi Kuesioner ... 54

Tabel 13. Koefisien Reliabilitas ... 55

Tabel 14. Kriteria Skor PAP ... 56

Tabel 15. Kriteria Keberhasilan ... 59

Tabel 16. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator I Siklus I ... 78

Tabel 17. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator II Siklus I ... 79

Tabel 18. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator III Siklus I ... 80

Tabel 19. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator I Siklus II ... 94

Tabel 20. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator II Siklus II ... 95

Tabel 21. Perhitungan PAP Kedisiplinan Siswa Indikator III Siklus II ... 96


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas ... 36

Gambar 2. Siswa Menyelesaikan Masalah Dengan Alat Peraga ... 69

Gambar 3. Siswa Diskusi Mengerjakan Soal Latihan ... 70

Gambar 4. Guru Membimbing Siswa Yang Bertanya ... 70

Gambar 5. Siswa Mengerjakan Soal Kontekstual ... 72

Gambar 6. Siswa Berdisikusi Mengerjakan LKS ... 73

Gambar 7. Siswa Terlihat Tidak Saling Berdisikusi ... 76

Gambar 8. Siswa Mencoba Memotong Pita ... 88

Gambar 9. Siswa Berdiskusi Mengerjakan Soal Latihan ... 89

Gambar 10. Siswa Mengganggu Teman Lain Pada Saat Mengerjakan LKS ... 92

Gambar 11. Grafik Peningkatan Kedisiplinan Siswa ... 103

Gambar 12. Grafik Peningkatan Siswa mencapai KKM ... 105


(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 115

Lampiran 2. Perangkat Pembelajaran ... 117

Lampiran 3.Validasi Perangkat Pembelajaran ... 187

Lampiran 4. Hasil Kualitas Proses Pembelajaran ... 207

Lampiran 5. Hasil Kualitas Pembelajaran ... 219

Lampiran 6. Foto-foto Penelitian ... 227

Lampiran 7. Data Awal Kedisiplinan Belajar ... 229

Lampiran 8. Data Awal Prestasi Belajar Siswa ... 233

Lampiran 9. Pedoman Wawancara Pra Penelitian ... 235

Lampiran 10. Pedoman Wawancara Sesudah Tindakan ... 237


(20)

1

.

Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses sadar dan terencana dari setiap

individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dan

mengembangkan potensi yang ada dalam diri upaya mewujudkan cita-cita

dan tujuan yang diharapkan (Triyanto, 2012). Pendidikan dan proses

pembelajaran merupakan suatu sistem dan proses yang dinamis dan juga

kompleks. Sisi dinamis pendidikan dan pembelajaran menuntut kita untuk

senantiasa terbuka dan siap dengan segala perubahan.

Menurut (Wijaya, 2012) matematika merupakan suatu sistem yang

kompleks yang terdiri dari banyak domain yang saling berkaitan namun

memiliki karakter yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak ada suatu

metode, pendekatan, model atau pun strategi pembelajaran yang paling baik

untuk pembelajaran matematika. Suatu pendekatan ataupun metode

bermanfaat untuk pembelajaran suatu konsep tertentu pada level yang

tertentu juga. Oleh karena itu, kita harus senantiasa siap dan aktif untuk

melakukan inovasi dalam pembelajaran matematika. Banyak siswa yang

menganggap bahwa pelajaran matematika itu sulit (Saepudin, dkk, 2009).

Pernyataan ini dibuktikan oleh peneliti dengan wawancara dengan guru

kelas V.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas diperoleh informasi

bahwa guru telah berupaya untuk dapat melibatkan siswa dalam proses


(21)

pembelajarannya, tetapi masih banyak siswa yang mengalami kesulitan

dalam pelajaran matematika. Usaha yang dilakukan oleh guru supaya siswa

terlibat dalam proses pembelajaran adalah melakukan tanya jawab tentang

materi yang dianggap sulit oleh siswa. Tetapi usaha yang sudah dilakukan

oleh guru tidak mendapat respon yang baik dari siswa. Di samping itu usaha

yang sudah dilakukan oleh guru adalah di setiap awal pembelajaran guru

mengajak siswanya untuk bernyanyi dengan tujuan menarik perhatian siswa.

Usaha ini berhasil menarik perhatian siswa tetapi, perhatian siswa berkurang

pada saat pembelajaran inti. Hal ini diperkuat dengan pernyataan wawancara

dengan siswa mereka mengatakan bahwa

merasa senang mengikuti

pelajaran bersama dengan guru kelasnya, karena setiap hari selalu

bernyanyi terlebih dahulu sebelum memulai pembelajaran

. Untuk

membuktikan hasil wawancara maka peneliti mengadakan observasi didalam

kelas.

Berdasarkan observasi peneliti dalam beberapa kali kegiatan

pembelajaran di kelas, setiap kali tatap muka di kelas ada sekitar satu sampai

tiga siswa (3%-10%) mengajukan pertanyaan atau ide kepada guru dan

sisanya 27 siswa (81%-90%) hanya diam. Siswa kemudian dibagi dalam

kelompok untuk mendiskusikan tugas yang diberikan oleh guru. Kegiatan

diskusi kelompok juga kurang berjalan optimal. Dari enam kelompok ada

dua kelompok yang terlihat interaktif, artinya ada usaha dalam kelompok

saling membantu dalam menyelesaikan tugas. Sisanya cenderung belajar

sendiri-sendiri dalam kelompok, bahkan ada yang sama sekali tidak ikut


(22)

mengerjakan tugas. Dari 30 siswa yang mengerjakan tugas, 45% sisanya

tidak mengerjakan dengan alasan tidak tahu cara mengerjakannya.

Ketika guru memberi pertanyaan, siswa cenderung diam saja. Ketika

guru memberi kesempatan untuk bertanya, siswa tidak bertanya walaupun

mereka sudah memahami atau belum materi yang telah diajarkan. Siswa

yang tidak mau bertanya padahal dia belum memahami materi dapat menjadi

salah satu penyebab mengapa prestasi belajar matematika siswa masih

rendah. Siswa tidak mau bertanya karena siswa merasa dirinya sudah bisa

dan mampu memahami materinya, sehingga mereka lebih senang mengobrol

dengan teman di kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. Selain

itu, beberapa siswa tidak tertib mengikuti pelajaran dengan tidak membawa

buku paket atau tidak mengerjakan pekerjaan rumah dengan alasan lupa. Hal

ini berarti siswa tidak disiplin dalam melakukan kegiatan pembelajaran di

kelas. Pernyataan ini di perkuat dari hasil wawancara dengan dua siswa,

kedua siswa tersebut menyatakan bahwa mereka tidak menaati tata tertib

yang sudah di buat bersama, mengerjakan tugas tidak tepat waktu, dan tidak

bertanggung jawab terhadap keberlangsungan belajar mengajar. Jadi terlihat

dari paparan di atas bahwa tingkat kedisiplinan siswa dalam proses

pembelajaran masih kurang. Dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah

sekumpulan teknik dan strategi yang diterapkan oleh guru untuk

memberikan ketertiban dalam kelas (Lewis, 2004: 198).

Tingkat kedisiplinan yang masih kurang tersebut juga diungkapkan

oleh guru kelas V, guru mengatakan bahwa siswa memiliki kedisiplinan

rendah. Hal ini dibuktikan oleh peneliti dengan mengadakan observasi ke


(23)

kelas pada pelajaran matematika. Peneliti mengobservasi di kelas tanggal 12

Februari 2013, terlihat siswa yang melaksanakan tata tertib dengan baik ada

13 siswa, sedangkan sisanya terkadang melanggar tata tertib yang sudah

ditetapkan di kelas. Ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, ada

tujuh siswa yang tidak membawa buku paket. Dengan terpaksa guru

menyuruh siswa yang tidak membawa buku paket untuk bergabung dengan

teman yang membawa buku paket. Hal tersebut menjadikan proses

pembelajaran kurang efektif. Ada 10 dari 30 siswa taat terhadap kebijakan

dan kebijaksanaan yang berlaku, misalnya siswa tenang dalam mengikuti

pembelajaran di kelas. Hal ini terlihat ketika guru sedang menjelaskan

materi ada 15 siswa mengganggu teman yang sedang memperhatikan guru,

dan mengikuti pelajaran dengan malas-malasan, misalnya: melamun, kepala

disenderkan di atas meja, mengobrol dengan teman, bahkan ada beberapa

siswa yang tidak mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru. Kemudian

ada 12 dari 30 siswa memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap

keberlangsungan belajar mengajar, sisanya tidak memiliki tanggung jawab

terhadap keberlangsungan belajar mengajar misalnya siswa mengotori kelas

dengan sampah, maka ruang kelas menjadi tidak nyaman untuk belajar.

Berdasarkan hasil observasi dan hasil wawancara di atas peneliti

menemukan bahwa pelajaran matematika kurang dipahami oleh siswa.

Begitu pula dengan kedisiplinan siswa di dalam kelas kurang karena siswa

tidak menaati tata tertib kelas, melanggar kebijakan yang berlaku dan tidak

memiliki tanggung jawab. Peneliti mendapatkan dokumen nilai dari guru

kelas.


(24)

Hasil observasi dokumen mengatakan bahwa hasil rata-rata nilai

ulangan harian SD Kanisius Kintelan siswa kelas V tahun ajaran 2010/2011

sebagai kondisi awal adalah 52,2. Siswa yang sudah mencapai KKM ada 9

siswa dari 32 siswa (28%), sedangkan KKM nilai matematika yang sudah

ditetapkan adalah 6,5. Dari hasil rata-rata nilai ulangan harian pertama siswa

kelas V SDK Kintelan masih perlu ditingkatkan lagi agar semua nilai yang

diperoleh siswa mencapai KKM yang sudah ditetapkan. Setelah melihat

kenyataan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa ada permasalahan yang

memang perlu diatasi dalam proses pembelajaran matematika di kelas V

SDK Kintelan. Masalah tersebut adalah rendahnya prestasi belajar siswa

dalam mata pelajaran Matematika dikarenakan kurangnya kedisiplinan siswa

selama mengikuti proses pembelajaran matematika berlangsung.

Pernyataan

kurangnya kedisiplinan siswa dapat didukung dengan kuesioner yang telah

diisi oleh siswa. Dari analisis kuesioner yang didapat oleh peneliti, ada

46,67% siswa dari 30 siswa menaati tata tertib di kelas, ada 50% siswa dari

30 siswa taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku dan ada

43,33% siswa dari 30 siswa memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap

keberlangsungan belajar mengajar. Metode atau pendekatan yang digunakan

belum sesuai dengan materi pelajaran matematika sehingga kedisiplinan

siswa sangat rendah. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa maka

peneliti menemukan alternatif pendekatan yang digunakan untuk

meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar siswa.

Pendekatan yang dapat meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar

siswa adalah pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia


(25)

(PMRI)

.

PMRI merupakan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang

harus selalu menggunakan masalah sehari-hari (Wijaya, 2012: 20). Guru

memberikan permasalahan realistik yang berupa suatu masalah yang dapat

dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa. Atau bisa juga suatu cerita

rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan

sebagai masalah realistik. Peneliti memilih pendekatan PMRI sebagai salah

satu alternatif yang diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan

hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kedisiplinan siswa dalam

mengikuti pelajaran matematika. Dilihat dari siswa yang kurang disiplin

mengikuti pembelajaran di dalam kelas terutama pelajaran Matematika,

maka permasalahan tersebut dapat diatasi dengan pendekatan PMRI.

Pendekatan

PMRI

diterapkan

dalam

kegiatan

pembelajaran

Matematika, karena pendekatan ini adalah proses belajar siswa yang hanya

akan terjadi jika pengetahuan yang dipelajari bermakna bagi siswa

(Freudenthal,1991 dalam Wijaya, 2012: 20). Suatu pengetahuan akan

bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilakukan dalam suatu

konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Dalam

PMRI, permasalahan realistik digunakan sebagai fondasi dalam membangun

konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk pembelajaran

(Wijaya, 2012: 21).

Salah satu hal yang mendukung peneliti memilih menerapkan

pendekatan PMRI adalah hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Sutedjo

dan Trimo. Sutedjo dan Trimo telah melakukan penelitian tentang

peningkatan prestasi belajar matematika dalam menyelesaikan soal cerita


(26)

melalui PMRI pada siswa kelas VI SDN 1 Magelang, kecamatan Kaliwungu

Selatan, kabupaten Kendal tahun pelajaran 2009/2010. Hasil dari penelitian

tersebut adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI

mampu meningkatkan prestasi belajar matematika dalam menyelesaikan soal

cerita. Dalam penelitiannya, peneliti menerapkan perangkat pembelajaran di

beberapa sekolah dasar salah satunya di SD Kanisius Kintelan. Uji coba

penerapan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa pada mata

pelajaran matematika.

Untuk mengatasi akar permasalahan di atas, dipilih penggunaan

pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Guru

belum pernah menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran

matematika. Dalam pembelajaran berikutnya diharapkan peneliti akan

melakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI, karena

dengan pembelajaran yang lebih bervariasi dapat meningkatkan peran serta

siswa dan kedisiplinan siswa dalam pembelajaran matematika di kelas.

Pendekatan ini dipilih karena pendektan PMRI adalah suatu teori

pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep PMRI

sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di

Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan

pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar

(Daryanto & Tasrial, 2012:151). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

memilih judul

Peningkatan Kedisiplinan Dan Prestasi Belajar

Perkalian Dan Pembagian Pecahan Siswa Kelas V SDK Kintelan

Menggunakan Pendekatan PMRI.


(27)

B.

Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kedisiplinan dan prestasi belajar siswa

kelas V SDK Kintelan tentang perkalian dan pembagian pecahan. Selain itu

penelitian ini dibatasi pada standar kompetensi 5. Menggunakan pecahan

dalam pemecahan masalah dan kompetensi dasar 5.3 mengalikan dan

membagi berbagai bentuk pecahan.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti

memaparkan rumusan masalah sebagai berikut.

1.

Bagaimanakah penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI) dapat meningkatkan kedisiplinan siswa kelas V

semester 2 SDK Kintelan tahun ajaran 2012/2013 dalam pelajaran

Matematika materi perkalian dan pembagian pecahan?

2.

Bagaimanakah penerapan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

Indonesia (PMRI) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V

semester 2 SDK Kintelan tahun ajaran 2012/2013 dalam pelajaran

Matematika materi perkalian dan pembagian pecahan?

D.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1.

Untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan PMRI dapat


(28)

tahun ajaran 2012/2013 dalam pelajaran Matematika materi perkalian

dan pembagian pecahan.

2.

Untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan PMRI dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V semester 2 SDK Kintelan

tahun ajaran 2012/2013 dalam pelajaran Matematika materi perkalian

dan pembagian pecahan.

E.

Manfaat Penelitian

1.

Bagi peneliti

a.

Menambah wawasan baru bagi peneliti tentang pendekatan PMRI

yang dapat digunakan dalam pembelajaran.

b.

Merupakan pengalaman yang dapat dikembangkan dalam

pembelajaran untuk materi lain atau studi yang lain bila

memungkinkan.

2.

Bagi siswa

a.

Siswa dapat mengembangkan potensinya dengan terlibat aktif

dalam pembelajaran.

b.

Siswa memiliki pengalaman baru dalam kegiatan belajar, sehingga

diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar.

3.

Bagi guru

Pendekatan PMRI merupakan salah satu pendekatan yang dapat

dilakukan guru untuk dapat meningkatkan kedisiplinan dan prestasi

belajar siswa.


(29)

4.

Bagi sekolah

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menerapkan

pendekatan PMRI sebagai upaya dalam meningkatkan kedisiplinan dan

prestasi belajar siswa dan dapat memberi inspirasi guru untuk

melakukan pembelajaran yang inovatif.

F.

Definisi Operasional

1.

Kedisiplinan adalah sejumlah peraturan atau tata tertib yang harus

ditaati oleh siswa di dalam kelas.

2.

Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

laku atau perilaku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman.

3.

Prestasi belajar adalah suatu bukti hasil belajar yang telah dicapai dari

kemampuan seseorang siswa dalam aspek pengetahuan sesuai dengan

bobot yang dicapainya.

4.

Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia adalah

pendekatan pembelajaran matematika dengan menekankan penggunaan

masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa atau dunia

nyata dan dapat dibayangkan oleh siswa.

5.

Pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk

dengan a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol, dan

bilangan b bukan faktor dari bilangan a.


(30)

11

Pada bagian landasan teori ini dibahas beberapa kajian teori terkait

dengan penelitian. Kajian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu: kajian

pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis

tindakan.

.

Kajian pustaka berisi sejumlah pemikiran dari para ahli yang

mendasari tindakan pemecahan masalah yang akan dilakukan dan

dideskripsikan.

1.

! "

# $ % ! "

Menurut (Schaefer, 1986) disiplin mencakup setiap pengajaran,

bimbingan atau dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa. Menurut

kamus besar bahasa Indonesia (2007) disiplin adalah ketaatan (kepatuhan)

kepada peraturan (tata tertib).

Sementara itu Lewis (2004: 198)

mendeskripsikan kedisiplinan sebagai sekumpulan teknik dan strategi yang

diterapkan oleh guru untuk memberikan ketertiban dalam kelas. Masih

menurut Lewis (2004: 21) siswa yang tidak mempunyai kedisiplinan dapat

menghambat belajar siswa dalam kelas, dapat juga menghambat belajar

siswa lain dan sikap yang paling memprihatinkan guru adalah sikap yang

berbentuk rasa tidak hormat, sikap menantang atau menghina guru.


(31)

Berdasarkan beberapa pengertian kedisiplinan peneliti dapat menyimpulkan

bahwa pengertian kedisiplinan adalah sejumlah peraturan atau tata tertib

yang harus ditaati oleh siswa di dalam kelas.

Tujuan jangka pendek dari disiplin ialah membuat anak-anak terlatih

dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku

yang pantas dan yang tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka.

Tujuan jangka panjang dari disiplin ialah untuk perkembangan pengendalian

diri sendiri dan pengarahan diri sendiri (

s

&

l

f control and self direction

) yaitu

dalam hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh

dan pengendalian dari luar. Pengendalian diri berarti menguasai tingkah

laku diri sendiri dengan berpedoman norma-norma yang jelas. Karena itu,

orang tua haruslah secara aktif dan terus menerus berusaha, untuk

memainkan peranan yang makin kecil dari pekerjaan pendisiplinan itu,

dengan secara bertahap mengembangkan pengendalian pengarahan diri

sendiri itu pada anak (Schaefer, 1986). Cara yang efektif untuk

mendisiplinkan anak adalah dengan penggunaan pendekatan yang positif,

dengan contoh dorongan dan pujian dibandingkan dengan cara negatif,

seperti hukuman dan omelan, maka cara yang positif inilah yang lebih

efektif (Lewis, 2004).

Menurut Wuryani (2002: 303) ada beberapa langkah untuk membantu

mengembangkan disiplin yang baik di kelas.

Pertama

adalah perencanaan.

Ini meliputi membuat aturan dan prosedur, dan menentukan konsekuen

untuk aturan yang dilanggar.

Kedua

adalah mengajar siswa bagaimana

mengikuti aturan. Langkah

ketiga

adalah merespon secara tepat dan


(32)

konstruktif ketika masalah timbul (seperti yang selalu guru lakukan).

Contoh, apa yang akan kita lakukan ketika siswa menentang kita secara

terbuka di muka kelas; ketika seorang siswa menanyakan kita bagaimana

menyelesaikan masalah yang sulit.

'

.

( ) * + , -./012* + 3+ 4 5+)-)

Menurut Mulyasa (2011: 27-28) ada tiga indikator kedisiplinan yaitu:

1)

Melaksanakan tata tertib dengan baik.

2)

Taat terhadap kebijakan dan kebijaksanaan yang berlaku

3)

Memiliki rasa tanggung jawab (sense of responsibility) yang tinggi

terhadap keberlangsungan belajar mengajar.

Menurut Lewis (2004: 22) ada berbagai faktor yang diasosiasikan

dengan sikap dalam kelas, yang pertama berhubungan dengan sikap guru

yang dapat merangsang siswa untuk bersikap tidak disiplin. Yang kedua

sikap menyerah guru, dan yang ketika efek media terhadap sikap siswa dan

guru. Oleh karena itu guru harus memikirkan cara menangani sikap siswa

kurang disiplin.

Fungsi kedisiplinan ada dua yaitu yang pertama kedisiplinan sebagai

penciptaan dan pelestarian keadaan yang penting terhadap kemajuan kerja

teratur yang berada di sekolah, fungsi kedua dari kedisiplinan adalah

persiapan siswa terhadap keikutsertaan aktif dalam lingkungan orang dewasa

yang terorganisasi, dimana kebebasan diseimbangkan dengan tanggung

jawab yang berhubungan dengannya (Lewis, 2004: 198).


(33)

67 89:;<; =

; 7 >9? @9 =AB;?89:;<; =

Menurut Suprijono (2009: 2) ada beberapa pakar pendidikan yang

mendefinisikan belajar. Menurut Gagne, belajar adalah perubahan disposisi

atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Menurut Travers,

belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku. Kemudian

pakar pendidikan yang terakhir yaitu Morgan mendefinisikan belajar adalah

perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke

perkembangan pribadi seutuhnya. Kegiatan belajar selalu dikaitkan dengan

tugas-tugas sekolah. Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di

sekolah adalah usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan.

Menurut Suprijono (2009) belajar merupakan proses. Belajar terjadi

karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah

proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan

bentuk pengalaman. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Belajar merupakan suatu usaha sadar

individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri melalui latihan-latihan dan

pengulangan-pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena

peristiwa kebetulan (Mulyati, 2005: 5). Berdasarkan beberapa pengertian

belajar tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa pengertian belajar


(34)

adalah suatu proses untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku atau

perilaku secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman.

CD EF GH IJH KLGM JNJF

JD EGO P G FIK JOEFGHI JHKLGMJN JF

Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar diperlukan adanya

evaluasi yang nantinya akan dijadikan sebagai tolak ukur maksimal yang

telah dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar selama waktu yang

telah ditentukan. Apabila pemberian materi dirasa cukup, guru dapat

melakukan tes yang hasilnya akan digunakan sebagai ukuran dari prestasi

belajar yang bukan hanya terdiri dari nilai mata pelajaran saja tetapi juga

mencakup nilai tingkah laku siswa selama berlangsungnya proses belajar

mengajar.

Prestasi belajar berasal dari Belanda yaitu

prestatie

, kemudian dalam

bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha . Istilah

prestasi (achievement) berbeda dengan hasil belajar (learning outcome).

Prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan

sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak peserta didik

(Arifin, 2009). Prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau

kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai

dengan bobot yang dicapainya (Winkel dalam Sunarto: 2009).

Menurut

KBBI (2007: 895) prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang

dilakukan, dikerjakan, tsb). Peneliti dapat menyimpulkan dari pengertian

prestasi belajar tersebut adalah suatu bukti hasil belajar yang telah dicapai


(35)

dari kemampuan seseorang siswa dalam aspek pengetahuan sesuai dengan

bobot yang dicapainya.

Peneliti membatasi penilaian dalam penelitian yang dilakukan. Peneliti

hanya menggunakan penilaian kognitif (competence) dalam penelitian,

karena menurut peneliti penilaian afektif dan psikomotorik dapat dilakukan

setiap waktu dan kapan saja.

Pengalaman dan proses belajar siswa pada prinsipnya pengungkapan

hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis. Namun demikian,

pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah

kognitif, rasa murid sangat sulit. Oleh karena itu yang dapat dilakukan guru

dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku

yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang

terjadi sebagai hasil belajar siswa , baik yang berdimensi cipta dan rasa,

maupun yang berdimensi karsa (Syah, 2003: 216).

Q

.

RSTT S Q UVUWXS Y VZ [Z\X\ ST ]UTW

Tes prestasi bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang akan

dicapai oleh siswa dalam belajar. Fungsi utama tes prestasi di kelas adalah

mengukur prestasi belajar siswa, kata Ebel (1979) dalam Saifuddin (1987:

12). Suatu kesalah pahaman bila menganggap bahwa apa yang dapat

dilakukan oleh tes

prestasi semata-mata memberikan angka untuk

dimasukkan dalam laporan kemajuan siswa belajar atau dalam rapor.

Walaupun nilai tes merupakan cerminan apa yang telah dicapai oleh

siswa dalam belajar, akan tetapi adalah tanggung jawab pihak pengajarlah

untuk selalu menekankan agar siswa tidak belajar semata-mata karena untuk


(36)

mendapat nilai tinggi dalam tes. Menanamkan kesadaran pada diri siswa

bahwa apa yang diharapkan dari mereka adalah penguasaan pelajaran dan

pemahaman yang berarti. Nilai-nilai tes itu mereka anggap satu-satunya

indikator yang mempunyai arti terpenting, maka nilai tes itu pulalah yang

menjadi target usaha mereka dalam belajar (Azwar, 1987: 12).

^

.

_`a b ca defc_`f cghca

Menurut Norman (1977) dalam Azwar (1987), dalam bukunya

mengenai penyusunan tes prestasi merumuskan ada enam prinsip dasar

dalam pengukuran prestasi antara lain, (1) tes prestasi harus mengukur hasil

belajar yang telah dibatasi secara jelas sesuai dengan tujuan insrtuksional;

(2) tes prestasi harus mengukur suatu sampel yang representatif dari hasil

belajar dan dari materi yang dicakup oleh program instruksi atau pengajaran;

(3) teori prestasi harus berisi item-item dengan tipe yang paling cocok guna

mengukur hasil belajar yang diinginkan; (4) tes prestasi harus dirancang agar

cocok dengan tujuan penggunaan hasilnya; (5) tes prestasi harus dibuat

sereliabel mungkin dan kemudian harus ditafsirkan hasilnya dengan hati-hati

dan; (6) tes prestasi harus digunakan untuk meningkatkan belajar para siswa.

ij _f b kaka l hbmhgf nhga l hofhpa c ga lq b k rbf ca h

hj s fth` hu_ mo q

Pendidikan Matematika Realistik dikembangkan di Belanda sejak

tahun 1970an dengan berlandaskan pada filosofi matematika sebagai

aktivitas manusia (mathematics as human activity) yang dicetuskan oleh

Hans Freudenthal (Wijaya, 2012). Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal

mengembangkan

suatu

pendekatan

teoritis

terhadap

pembelajaran


(37)

matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education).

RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana

siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai

penerima pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan harus

mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan

untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak

soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan

bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul

dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang terkait

dengan konteks, siswa secara perlahan mengembangkan alat dan

pemahaman matematik ketingkat yang lebih formal. Model-model yang

muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi

di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi

(Daryanto & Tasrial, 2012: 150).

Pendidikan Matematika Realistik sudah mulai diterapkan di Indonesia

dengan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) sejak

tahun 2001. PMRI dikembangkan oleh Institut Pengembangan PMRI (IP

PMRI), yang diketuai oleh Prof. Dr. R.K. Sembiring, dengan melibatkan

empat universitas di Indonesia, yaitu Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, dan Universitas Negeri Surabaya (Wijaya, 2012).


(38)

v

.

wxy zx {|} ~yw€

Menurut Wijaya (2012: 20) pengertian PMRI adalah suatu pendekatan

pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan masalah

sehari-hari. Penggunaan kata realistik sebenarnya berasal dari bahasa Belanda

zich realiseren

yang berarti untuk dibayangkan . Menurut Van den

Heuvel-Punhuizen, penggunaan kata

realistic

tersebut tidak sekadar

menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata (real-world) tetapi

lebih mengacu pada fokus PMR dalam menempatkan penekanan

penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) oleh siawa.

Berdasarkan beberapa pengertian pendekatan PMRI tersebut peneliti dapat

menyimpulkan bahwa pendekatan PMRI adalah suatu pendekatan

pembelajaran matematika dengan menekankan penggunaan masalah yang

berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa atau dunia nyata dan dan dapat

dibayangkan oleh siswa.

Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan yang

dipelajari bermakna bagi siswa (Freudenthal,1991 dalam Wijaya, 2012: 20).

Suatu pengetahuan akan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran

dilakukan dalam suatu konteks

atau pembelajaran menggunakan

permasalahann realistik. Suatu masalah disebut realistik jika masalah

tersebut dapat dibayangkan atau nyata dalam pikiran siswa. Suatu cerita

rekaan, permainan atau bahkan bentuk formal matematika bisa digunakan

sebagai masalah realistik. Dalam PMR, permasalahan realistik digunakan

sebagai fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga

sebagai sumber untuk pembelajaran (Wijaya, 2012: 21).


(39)

Pengetahuan awal (pre knowladge) yang dimiliki siswa menjadi hal

yang paling mendasar dalam mengembangkan permasalahan yang realistik.

Pengetahuan informal siswa dapat berkembang menjadi suatu pengetahuan

formal (matematika) melalui proses pemodelan. Secara umum, dalam PMRI

dikenal dua macam model, yaitu

model of

dan

model for

. Menurut

Wijaya (2012: 21)

Model of

yaitu model yang serupa atau mirip dengan

masalah nyatanya. Sedangkan

model for

merupakan model yang

mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal. Ketika

bekerja dalam permasalahan realistik, siswa akan mengembangkan alat

matematis dan pemahaman matematika (mathematical tools and

understanding). Pertama siswa akan mengembangkan alat matematis

(mathematical tools) yang masih memiliki keterkaitan dengan konteks

masalah. Alat matematis tersebut bisa berupa strategi atau prosedur

penyelesaian. Pemahaman matematis (mathematical understanding)

terbentuk ketika suatu strategi bersifat general dan tidak terkait pada

konteks situasi masalah realistik (Wijaya, 2012: 21).

Implementasi

model of

dan

model for

dalam pembelajaran

matematika. Implementasi

model of

dalam pembelajaran matematika terjadi

ketika siswa menerima masalah kontekstual dari guru, secara mandiri atau

kelompok para siswa mencoba menjawab atau memecahkan masalah

dengan caranya sendiri. Apabila siswa tetap tidak menemukan pemecahan

masalah, maka siswa dapat bertanya seperlunya kepada guru atau teman

dengan ijin dari guru. Hasil kerja siswa baik secara individual atau

kelompok ditampilkan kepada semua anggota kelas, untuk mendapat


(40)

tanggapan atau kritik dari anggota kelas. Jadi siswa sangat aktif dalam

mengerjakan masalah kontekstual.

Implementasi

model for

dalam

pembelajaran matematika terjadi ketika siswa menerima permasalahan

abstrak dan mengerjakan permasalahan tersebut dengan cara matematika

yang lebih luas atau matematika formal.

Teori PMRI sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini,

seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (CTL). Namun, baik

pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara

umum, PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus

untuk matematika. Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk

memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh

persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika

dan mengembangkan daya nalar (Daryanto & Tasrial, 2012: 151).

Menurut Daryanto & Tasrial (2012: 151-152), dalam PMRI juga

terdapat beberapa konsepsi tentang peserta didik, guru dan pengajaran.

1)

Konsepsi PMRI tentang siswa

PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa yang diantaranya adalah

siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika

yang mempengaruhi belajar selanjutnya; siswa memperoleh pengetahuan

baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;

pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan

penolakan; pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya

sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman; dan setiap siswa tanpa


(41)

memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan

mengerjakan matematik.

2)

Konsepsi PMRI tentang peran guru

PMRI mempunyai konsepsi tentang peran guru diantaranya adalah

guru hanya sebagai fasilitator belajar; guru harus mampu membangun

pengajaran yang interaktif; guru harus memberi kesempatan kepada siswa

untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya dan secara aktif

membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan guru tidak

terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif

mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.

3)

Konsepsi PMRI tentang pengajaran

Pengajaran matematika dengan pendekatan PMRI meliputi

aspek-aspek berikut (De Lange, 1995 dalam Daryanto & Tasrial 2012: 151-152),

yang pertama adalah memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal)

yang

riil

bagi siswa sesuai dengan pengalaman daan tingkat

pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara

bermakna; permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran berikut; siswa mengembangkan

atau menciptakan model-model simbolik secara infomal terhadap persoalan

masalah yang diajukan; dan yang terakhir pengajaran berlangsung secara

interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang

diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap

jawaban temannya, menyatakan ketidak setujuan, mencari alternatif


(42)

penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang

ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

‚

.

ƒ„…„† ‡ˆ…‰Š‡‰ †‹ˆŒ ‰‰ †„ŒŽ „‡ˆ„‡‰ † „ˆ „‘ ‰Š‡‰†’ Œ  “Œ ˆŠ ‰ „

Menurut Suryadi

(2007:

177-178) RME mencerminkan suatu

pandangan tentang matematika sebagai sebuah

subject matter,

bagaimana

anak belajar matematika, dan bagaimana matematika seharusnya diajarkan.

Pandangan ini terurai dalam enam karakteristik RME yang akan diuraikan

berikut ini.

1)

Prinsip Aktivitas.

Menurut Freudental, karena ide proses matematisasi

berkaitan erat dengan pandangan bahwa matematika merupakan

aktivitas manusia, maka cara terbaik untuk mempelajari matematika

adalah dengan mengerjakan masalah-masalah yang didesain secara

khusus. Anak tidak dipandang sebagai individu yang hanya siap

menerima konsep-konsep matematika siap-pakai secara pasif,

melainkan harus

diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam

keseluruhan

proses

pendidikan

sehingga

mereka

mampu

mengembangkan sejumlah

mathematical tools

yang kedalaman

berliku-likunya betul-betul dihayati.

2)

Prinsip Realitas.

Tujuan utama RME adalah agar siswa mampu

mengaplikasikan matematika. Dengan demikian tujuan pengajaran

matematika yang paling utama adalah agar siswa mampu menggunakan

matematika yang mereka pahami untuk menyelesaikan masalah yang

dihadapi. Prinsip realitas ini tidak hanya dikembangkan pada tahap akhir


(43)

dari suatu proses pembelajaran melainkan dipandang sebagai suatu

sumber untuk belajar matematika.

3)

Prinsip tahap pemahaman.

Proses belajar matematika mencakup

berbagai tahapan pemahaman mulai dari pengembangan kemampuan

menemukan solusi informal yang berkaitan dengan konteks,

menemukan rumus dan skema, sampai menemukan prinsip-prinsip

keterkaitan. Persyaratan untuk mencapai pada tahap pemahaman

berikutnya menuntut adanya kemampuan untuk merefleksi aktivitas

pengerjaan tugas-tugas matematika yang telah dilakukan. Aspek refleksi

ini dapat terungkap melalui kegiatan yang melibatkan proses interaksi.

Model-model yang dikembangkan oleh siswa pada proses selanjutnya

akan menjadi modal utama sebagai jembatan antara tahap informal

konteks matematika yang berkaitan dan tahap matematika formal.

4)

Prinsip interwinement.

Salah satu karakteristik dari RME dalam

kaitannya dengan matematika sebagai bahan ajar, adalah bahwa

matematika tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang

terpisah-pisah. Dengan demikian, menyelesaikan suatu masalah matematika

siswa memiliki kesempatan untuk menerapkan berbagai konsep, rumus,

prinsip, serta pemahaman secara terpadu dan saling berkaitan.

5)

Prinsip interaksi.

Proses pembelajaran matematika dipandang sebagai

suatu aktivitas sosial. Dengan kata lain siswa diberi kesempatan untuk

melakukan tukar pengalaman, strategi penyelesaian, serta temuan

lainnya di antara mereka. Dengan interaksi dimungkinkan siswa untuk


(44)

melakukan refleksi yang pada akhirnya akan mendorong mereka pada

perolehan pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.

6)

Prinsip bimbingan.

Salah satu prinsip kunci yang diajukan Freudenthal

dalam pembelajaran matematika adalah perlunya bimbingan agar siswa

menemukan kembali matematika. Implikasi dari pandangan ini adalah

bahwa baik guru maupun program pendidikan memegang peran yang

sangat vital dalam proses bagaimana siswa memperoleh pengetahuan.

Sementara itu

menurut Treffers dalam Wijaya

(2012:21-23)

merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik yaitu:

1)

Penggunaan konteks. Konteks atau permasalahan realistik digunakan

sebagai titik awal pembelajaran matematika. Melalui penggunaan

konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk melakukan kegiatan

eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi siswa tidak hanya bertujuan

untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang diberikan,

tetapi tidak juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi

penyelesaian masalah yang bisa digunakan. Manfaat penggunaan

konteks di awal pembelajaran adalah untuk meningkatkan motivasi dan

keterkaitan siswa dalam belajar matematika.

2)

Penggunaan model untuk matematisasi progresif. Penggunaan model

berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika

tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. Model

merupakan suatu alat vertikal dalam matematika yang tidak bisa

dilepaskan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi horizontal dan


(45)

matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi

level informal menuju level matematika formal.

3)

Pemanfaatan hasil konstruksi siswa. Siswa memiliki kebebasan untuk

mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan

diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja konstruksi siswa

selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep

matematika. Karakteristik yang ketiga ini tidak hanya bermanfaat dalam

membantu siswa memahami konsep matematika, tetapi juga sekaligus

mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.

4)

Interaktivitas. Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses

individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses

sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih bermakna ketika siswa

saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka.

Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat

dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara

simultan.

5)

Keterkaitan. Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat persial,

namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh

karena itu, konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa

secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. PMRI menempatkan

keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika sebagai hal yang

harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan,

satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan


(46)

membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau

ada konsep yang dominan).

”

.

•–—˜™š›œ ž–˜Ÿ ›™ž” –œ ›œ ¡¢£

Teori belajar yang berkaitan dengan pembelajaran menggunakan

pendekatan PMRI adalah teori belajar menurut Vygotsky.

Menurut Vygotsky proses peningkatan pemahaman pada diri siswa

terjadi sebagai akibat adanya pembelajaran. Selain itu terdapat juga

kemungkinan bagi sebagian siswa untuk menampilkan argumentasi mereka

sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh kesempatan untuk mencoba

menangkap pola siswa lainnya. Hal ini diyakini akan dapat meningkatkan

pengetahuan serta pemahaman tentang obyek yang dipelajari dari tahap

sebelumnya ke tahapan yang lebih tinggi. Proses yang mampu menjembatani

siswa pada tahapan belajar yang lebih tinggi seperti ini menurut Vygotsky

disebut

sebagai zone of proximal development

(ZPD) (Suryadi, 2007: 164).

Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar

sendiri

actual development, sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai

akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai

kemampuan lebih tinggi disebut

potential development.

Zone of proximal

development

selanjutnya diartikan sebagai jarak antara

actual development

dan

potential development

(Suryadi, 2007: 165).

Actual development

ditentukan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan

orang dewasa atau guru. Sedangkan potensial development membedakan

apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah di


(47)

bawah petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya

(Aniqiah, 2012).

Menurut Aniqiah (2012) ada 3 konsep perkembangan anak menurut

Vygotsky sebagai berikut.

1.

Konsep Zona Perkembangan Proksimal (ZPD)

Zona Perkembangan Proksimal adalah istilah Vygotsky untuk

rangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak seorang diri tetapi dapat

dipelajari dengan bantuan dan bimbingan orang dewasa atau anak-anak

yang terlatih. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal

merupakan celah antara

actual development

dan

potensial development,

dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan

orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan

arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.

2.

Konsep

Scaffolding

Scaffolding

ialah perubahan tingkat dukungan.

Scaffolding

adalah

istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk

mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, dimana

orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan

anak. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis,

acak, dan spontan. Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat

dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis dan rasional.

3.

Bahasa dan Pemikiran

Menurut Vygotsky, anak menggunakan pembicaraan bukan saja untuk

komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka menyelesaikan tugas.


(48)

Lebih jauh Vygotsky yakin bahwa anak pada usia dini menggunakan bahasa

untuk merencanakan, membimbing, dan memonitor perilaku mereka.

Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran pada awalnya berkembang

terpisah dan kemudian menyatu.

Vygotsky selanjutnya menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada

dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain,

dan tahap berikutnya dilakukan secara individual yang didalamnya terjadi

proses internalisasi (Suryadi, 2007: 165). Berdasarkan teori Vygotsky,

diperoleh tiga hal utama yang diberkaitan dengan pembelajaran yakni: (1)

pembelajaran efektif mengarah pada perkembangan, (2) pembelajaran efektif

akan berhasil dikembangkan melalui setting pemecahan masalah, dan (3)

pembelajaran efektif berfokus pada upaya membantu siswa untuk mencapai

potential development

mereka.

Teori Vygotsky ini sejalan dengan salah satu karakteristik PMRI yaitu

karakteristik yang menekankan pentingnya interaksi terus menerus antar

siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Setiap siswa akan mendapat

manfaat dengan adanya interaksi tersebut. Selain itu dalam PMRI, bantuan

yang diberikan oleh guru hanya berupa bimbingan yang sangat terbatas jika

siswa benar-benar belum mengerti dan memahami masalah yang diberikan.

¤¥ ¦§ ¨©ª ©«

© ¥ ¦§« ¬ §­®¯©«¦§¨©ª ©«

Pecahan merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis

dalam bentuk

dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama

dengan nol (Sukayati, 2003: 1). Pecahan adalah bagian dari sesuatu yang


(49)

utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang

diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang

dinamakan pembilang. Adapan bagian yang utuh adalah bagian yang

dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut (Heruman, 2007: 43).

Berdasarkan beberapa

pengertian pecahan tersebut peneliti dapat

menyimpulkan pecahan adalah bilangan rasional yang dapat ditulis dalam

bentuk

dengan a dan b merupakan bilangan bulat, b tidak sama dengan nol,

dan bilangan b bukan faktor dari bilangan a.

°

.

±² ³´ µ¶ ·µ¸¹ ²ºµ »µ¸

Perkalian pecahan terdiri atas tiga kategori, yaitu perkalian pecahan

dengan bilangan bulat, bilangan bulat dengan pecahan, dan pecahan dengan

pecahan. Adanya pembelajaran dengan menggunakan alat peraga akan

memudahkan siswa dalam menyerap konsep ini (Heruman, 2007: 75).

Pola umum perkalian pecahan:

×

=

×

×

º

.

±² ¼°µ ½·µ¸¹ ² ºµ »µ¸

Pembagian merupakan pengurangan secara berulang sampai habis.

Konsep pengurangan secara berulang tersebut akan digunakan dalam

mengenalkan pembagian pecahan (Heruman, 2007: 82-84).

Pola umum pembagian pecahan:


(50)

¾

.

¿ÀÁ ÂÃÄ ÅÆ ÅÃ ÂÇÂÀÆÈÀÆÉÊÅÃÅË ÀÆ

Terdapat tiga penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian

yang pertama dilakukan oleh Rismawati, (2008) meneliti tentang

peningkatan prestasi belajar menggunakan PMRI dalam menyelesaikan soal

cerita pada peserta didik kelas V SD Kanisius Kalasan tahun pelajaran

2010/2011. Berdasarkan hasil yang dicapai dalam penelitian, pendekatan

PMRI dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik kelas V SDK

Kalasan tahun pelajaran 2010/2011. Nilai rata-rata sebelum dilakukan

penelitian adalah 58 atau 56% (dibawah KKM). Namun setelah diadakan

pembelajaran dengan pendekatan PMRI mengalami peningkatan yaitu 71,74

atau 58,82% pada siklus I dan mencapai 81,41 atau 79,42 pada siklus II.

Penelitian yang kedua adalah Sutedjo, A & Trimo (2007) melakukan

penelitian tentang peningkatan prestasi belajar

matematika dalam

menyelesaikan soal cerita melalui PMRI pada siswa kelas VI SDN 1

Magelang, kecamatan Kaliwungu Selatan, kabupaten Kendal tahun

pelajaran 2009/2010. Peneliti menyimpulkan pembelajaran dengan

pendekatan PMRI mampu meningkatkan prestasi belajar matematika dalam

menyelesaikan soal cerita pada siswa kelas VI SDN 1 Magelang. Nilai

rata-rata prestasi belajar pada siklus I sebesar 6,67 dan siklus II sebesar 7,6.

Sedangkan untuk ketuntasan belajar siklus I sebesar 70% dan siklus II

sebesar 87,5%. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PMRI siswa

menjadi

senang,

termotivasi

belajar,

dan

memiliki

kemampuan

mengemukakan gagasan terkait dengan fenomena yang dikembangkan guru

khususnya penerapan dalam kehidupan sehari-hari.


(51)

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Windayana, (2007) melakukan

penelitian tentang pembelajaran matematika realistik dalam meningkatkan

kemampuan berpikir logis, kreatif dan kritis serta komunikasi matematik

siswa sekolah dasar. Pendekatan PMRI dapat meningkaatkan kemampuan

berpikir logis hal ini dapat dilihat dari siswa yang cukup baik dalam

menyelesaikan permasalahan. Pendekatan PMRI juga dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi matematik siswa, diantaranya siswa mampu

berargumentasi secara matematik tentang menjumlah bersusun ke bawah dua

bilangan ratusan ribu menurut tempatnya, siswa mampu berargumentasi

secara lisan terhadap penyelesaian problem konteks atas pertanyaan

mengapa. Penggunaan pendekatan PMRI juga dapat

meningkatkan

kemampuan berpikir siswa dilihat dari indikator menganalisis permasalahan,

memecahkan permasalahan dan membandingkan.

Penelitian ini relevan dengan penelitian yang peneliti ambil karena

dalam penelitian ini dibahas tentang prestasi belajar siswa dengan

menggunakan pendekatan PMRI. Berdasarkan ketiga penelitian yang

relevan tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan PMRI mampu

meningkatkan prestasi belajar siswa. Begitu juga dengan penggunaan

pendekatan PMRI akan berpengaruh pada kedisiplinan siswa dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa.


(52)

Ì

.

ÍÎ ÏÐÑ ÒÓ ÐÔÎÏÕ Ö Ó ÖÏ

Guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran karena

sebagai fasilitator bagi siswa. Guru lebih dominan menggunakan metode

pembelajaran ceramah. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi pasif

dan prestasi belajar matematika rendah. Ketika guru memberi tugas pada

siswa untuk didiskusikan dengan kelompok, siswa cenderung mengobrol

sendiri dengan teman. Hal tersebut juga dapat menyebabkan kedisiplinan

siswa rendah karena tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. Dalam

kegiatan pembelajaran siswa hanya dituntut untuk menghafal materi tanpa

melakukan atau bekerja. Dengan begitu proses pembelajaran menjadi tidak

bermakna bagi siswa.

Cara yang mampu membuat pembelajaran matematika menjadi

bermakna adalah dengan berangkat dari permasalahan konteks yang dekat

dengan dunia anak. Oleh karena itu, menerapkan pendekatan PMRI dengan

memberikan permasalahan yang ada di sekitar siswa atau yang berhubungan

dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dengan menggunakan pembelajaran

realistik akan memberikan kemudahan kepada siswa dalam memahami

materi yang disampaikan oleh guru karena dikaitkan dengan kehidupan

nyata siswa.

Melalui pembelajaran realistik tersebut siswa diharapkan lebih aktif

dalam mengikuti pembelajaran matematika. Selain itu, siswa akan mampu

disiplin dalam proses pembelajaran matematika yang sedang berlangsung

karena pembelajaran realistik juga menghadirkan proses belajar berdasarkan

pengalaman. Dengan demikian, melalui penerapan pendekatan PMRI


(53)

diharapkan mampu meningkatkan kedisiplinan siswa, dan juga diharapkan

mampu meningkatkan prestasi belajar siswa

pada mata pelajaran

matematika.

×

.

ØÙ Ú ÛÜÝÞ ÙÞßÙ àá âãâà

Berdasarkan latar belakang permasalahan serta landasan teori peneliti

merumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut.

1.

Penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat

meningkatkan kedisiplinan siswa kelas V SDK Kintelan pada materi

perkalian dan pembagian pecahan.

2.

Penerapan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika dapat

meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SDK Kintelan pada materi

perkalian dan pembagian pecahan.


(54)

æç æè èè

éêë ìíêîê ïêð èë èç ï

ñòó ôõò öò÷ òø ùó ùú ÷ û òüýöúþú ÷ ÿúü ú ùø û ùú ý ÷óýþ ûò÷õú öúóþú÷ õ úó ú õò÷ú ÷ óý ýú÷õú ÷þòý ÷úú ÷ ó òüóò÷ó ýý ùô÷ô

y

äñòó ôõò öò÷ òøùóùú ÷ ù ÷ù õù ý ÷ú þú÷ ôø ò öò÷ òø ùó ù òúú ù ö òõôûú ÷ ý ÷ó ý þ ûò÷ò÷ó ý þú÷ ÿ úüú úóúý öü ôòõýü õúø úû û ò÷

y

òøòú ùþú ÷ ûú úø ú

y

ú ÷ õ ùóòø ùó ù

C

úüú úóúý öüô òõýü ú÷ õùý ÷úþú ÷ öò÷òøùó ù õùöú öúü þú÷ õúøúû ò÷ù öò÷òø ùó ùú÷ òó ó ù ÷ öò÷òø ùó ùú ÷ ü ò÷ÿú÷ú ö ò÷òøùóùú ÷ óòþ÷ùþ öò÷ ý ûöýøú ÷ õúó ú ù÷óüýûò÷ öò÷òø ùó ùú ÷ó òþ÷ù þú ÷úøù ùõúóú þü ùóòüùúþò òü ú ùøú÷

ç

n

is

î

e

n

e

liti

ò÷òøùóùú ÷

ù ÷ù ûò÷ý ÷ú þú ÷ ûôõòø öò÷òø ùóùú÷ óù÷õú þú ÷ þòø ú ò÷ òøùóùú ÷óù÷õú þú ÷þòø ú û òüý öú þú÷öò÷òø ùó ù ú ÷ ú÷ òü ù!úó üò!ø òþóù!"òùúó ú÷ öò÷òø ùó ùú ÷ òü ú ÷ þúó õú üù öòüû úúøú ú ÷ üùùø ú÷ õù ú õúöù ôø ò ýüý õúøúû öü ô ò òø ú úü û ò÷ ú úü þòû ý õùú ÷ õùüò!ø òþ ùþú ÷ úøóòü ÷úó ù! ö òûòÿú ú ÷ ûú úøú ÷ú õú ÷ õùó ù ÷õúþø ú ÷ýóù õò÷ú ÷ óù÷õú þú ÷#ó ù ÷õúþú ÷

÷úóúú÷ óòü ò÷ÿ ú ÷úõú÷óòüý þ ýü $úø

öò÷ó ù ÷ õúøúû % " ú õúøú óù÷õú þú ÷÷úó ú ú÷õùøú þý þú ÷ý üý õú÷ òü úûúöù ú þø ú ù ÷ ý ÷ó ý þ û òûòÿú þú ÷ ûú úøú ú÷ õù ú õú öù õúø ú û öü ôò òø úúü ûò÷úúü ý&ú ÷õù

ò÷òøùóùú ÷ óù÷õú þú ÷ þòø ú ù ÷ù õùø ú þý þú ÷ ôøò öò÷òø ùó ù òþòü ú úûú õò÷ú ÷ ýüý þòø ú '

D

"ú÷ù ùý "ù ÷ó òø ú÷ ñò÷ýüýó

A

ü ù!ù÷ ( þôø ú ôüú ù úóúý þòü ú ú û ú ú ÷ úó ö ò÷ó ù ÷ õùøú þý þú ÷ õúøúû ûòø ú þú ÷úþ ú÷


(55)

) *+ , -, . /012 .

y

y

32405 426 ,. 7 0

y

12 .62 8.,9-,9 :;

y

<2 3,=>=,9 1 2 < 846 2 .?2 .:

; , 3, < 12

+> .@ A2

w

09 BCD

w

<29 --,< 4, .=,9

y

, 9- <2< 429 @>

y

12 .29 E,9, ,9 B F .2G32=6 0BH IJK ILM

NO

m

POQ

e

l

n

e

liti tin

k

e

l

*,5,1R@,5

y

60= 3>6 42 .0=> @9,

y

42 ./,6 ,.=,95 ,6

y

y

6 >, @> 12923 0@ 0,9

y

, 9 -/05 , /,1 06

.8325 5,603

y

, 9- 32 405 4, 0= /,9 <,9 @,1 6 2.@,

y

0=, /04, 9 /09 -=,9 / 29-,9 ) *+

y

, 9- /03,

;, 3 , <) *+= 83,48., @0G 09 0-> .> 42.12 .,9 6 2 4

y

<42 3, 7, ., 9 /,9 1 2923 0@ 0 42.1 2 .,9 6 24,-, 0

292 30 @0,9 09 0S 1292 30 @0 <29 -->9,= ,9 < 8/23

w

D TTU:V2 9> .> @ +> .@ A2

w

09 /, 3 ,< W> X,9

,9 1292 30 @ 0,9 @09 /,=,9 =2 3,6 62 4, -,0 6 2.,9

y

>= 61 0 .,3 :W2 @0,1 3,9 -=,5 <2< 03 0= 0 2 <1,@

y

FK YZZ[Z \US @09 /,=,9 BYLM [Z \U S 1 29-, < , @,9 B

M[ Z \U :

m

Q] ^ _`a

e

l

aOb OQcdOe

n

liti

e

tin

aOfOe

k

e

l

Ob B W> <42 .gW> X,9 /0SCDTT ghDU

5 ,1 /0, @,6S , 9-

y

<2 < 429 @>= i 60= 3>6 S /,1,

y

, /29-,9 .29 E,9, S@09 /,=,9 S129-,<, @,9 S /,9 6 0 3

y

, 9-/ 0 E,1, 01, /,60= 3>662 42 3><9,:

y

j> <3,5 9 @09 /,=, 9 42 . -,9 @>9- 1 , /, ,1,=,5 12 .<,6 ,

y

6 > /,5/,1 , @/012 E,5= ,9, @,>42 3> <:

k l

tin

g

m n

vin

se

r

g

o

e

fle

l

tin

g

p

l

qr

n

in

g

y

, <,9 G,, @

y

,

y

,=>=,9 6 2 E,.,

4,-, 08.,9-

y

,9-129-, <, @ , @ ,>

3 12923 0@ 0,9 /, .0

w

w

9 /0S BCDTTghDU

9-=, 0,9 3,9-= ,5

y

@ @,5,1 S

y

, 0@>

B tuv IH w[ Z \U S /,9

m

e

l

n

e

liti tin

k

e

l

y

, @ /0 3,9 7> @=,9 =2

y

9 .2G 32=6 0 > 3, 9

y

y

,56 0= 3>6 /, 3,< ,3,5,9 1292 30 @0 ,9

y


(1)

(2)

ÀÁÂ

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

ÆÇÈ

p

É

r

ÇÊËÌÍÎÏ

o

ÈÇÊÐ ÇÑÇÊ ÒÇÓÇÍ

r

ÇÍÎ

n

e

liti

ÇÊ

Wa

Ô

anca

Õ

a

Ö ×ÖÔ

a S

Ø ÙÙ

in

Ú

elan

Û

ama

Ü

Ù

ela

ÖÜ

ÝÞ ßà

ft

à

r

á

er

t

à

n

y

à à

n

â à ã àä à

n

å æ ç

a

èé

pelaja

ê

an apa yang dianggap

ëì

li

èíç

engapa

í

îæ çé èéï ðñéòé êéóéïéôéó õöé÷ì

ëì öéøí

ùæ ú ðñéòéê éóéïéôéóõèøûéöû ø ë ì öéøí

çð óõéïéí

üæ ýéê éþ ðñéòé êëð ï ðê èøéïéôéóõ

ëðêø óõû øñéöì öéóÿñð õ ìêìûéñé÷

ï ð÷þ ðñéòéêéóû øöð ñéëí

æ ïéöé öé÷ì÷ð ÷é é÷ ø

ï ðñéòé êéóôéóõû øò ð ñéë öéóÿñ ð

õìêìû ð ó õéó÷ðóõ õ ì óéöéó

÷ðè ÿû ðèðêëð þìèí ø öéøôé

òðñéëöéó

æ ýéê éþ ðñéòé êôéóõëð ï ðê èøéïéôéó õ

öé÷ìë ì öéøí

æ ïéöðëéóïð ÷þðñéòéê éóôéóõ

ûøñéöìöéóÿñ ð õ ìêìí

æ ïéöé û øêì ÷é ëðêøóõþðñéòéêí

çé èéï ðñéòé êéóéïéôéóõëðêøóõ


(4)

t

r

w

n

e

n

g

u

u

r

isiu

s

in

te

l

ama g

Ve

y

la

V

!" #$

ft

$

r

%

er

t

$

n

y

$ $

n

& $' $ ( $

n

) * +

e

,

apa j

-

mlah m

- ,

id yang ada

di kela

.

V

/

0 * 12 34 5 67 38 3.339:5 6; 3<3,/

= * > ?4 3373@7383 ::3 932 58 3<3, 36

32 3/A39 5,?32 3/

B* 12 32 56C5D3D:5 6; 38 3 :?

4 5 67 38 3?9 - />? 4 337 3@<58 3. 4 36E

F* G54 6? 432 3C36;7 ? ; - 63 4 36

7383:2 ,H. 5.2 5 :D58 3<3, 36/

I* 12 3 4 3J. ? .K36C3369 -.?3.. 3 3 9

:56 ;?4 - 9?2 58 3<3,3 6/

L * AH758D58 3<3, 3632 3C36 ;

7 ?;-634 367383:2 ,H. 5.

2 5:D58 3<3,3 6/

M * G54 6? 42 5 6?83?3632 3C3 6 ;

7 ?;-634 36/

N* + 3; 3?:363- . 3J3C36;.-73J

7 ? 8 34- 4 3 6- 69 -4:5 6; 3 93 .?

4 5 67 38 3?9 - /

)O* 12 3 4 3J2 56C5D3 ,3 6.?.K36C3

:5, 39 3/

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

STU

p

V

r

TWXYZ[\]

o

UTW^ T_TW `TaTb

e

te

l

Tcd

in

d

Te T

n

f Tg

t

Ta[ \

r

t

TWh TTW^ T

w

TW `TaTbT

isw

b

e

te

l

Tcd

in

d

T

k

TW

ij k lm

ft

m

r

nm

t

er

n

y

m m

n

o m

w

m pm

n

q r

agaimana pe

s

a

t

aan kam

u

ke

v

ika

mengik

uvw

pembelaja

s

an ma

vxs

i

pecahan mengg

u

nakan pendeka

vy

n

P

z

R

{|

} ~ yty € yx t u‚w vyƒ„yƒ …y†uvx†uw

x v wy†xƒ …wuv wx†‡x‚ y €ysyƒ†yvx s w

x ˆy‰yƒ†xƒ … …uƒ yy ƒxƒŠ xyvyƒ

‹zŒ{|

 ~ yy‰y†uŠ w tw ‚wƒtx‚y†y

†xƒ …wuvwx†‡x‚ y € ysyƒ†yvxsw

x ˆy‰yƒ†xƒ … …uƒ yy ƒxƒŠ xyvyƒ

‹zŒ{|

Ž

~ yy‰y†u†uŠy‰†x†y‰y†w

xƒ €x‚ytyƒusux vwy†xƒ …y€ ysyƒ

†yvxs wxˆy‰yƒ†xƒ……uƒy yƒ

xƒŠ xyvy ƒ‹zŒ{|

 ~ yy‰y†u†xƒ …y ‚y†wxt u‚w vyƒ

ty yv†xƒ …x s€ y y ƒt‘y‚vxƒvyƒ …†yvx s w


(6)

’“”

•–—

p

˜

r

–™šš›œž

o

—–™Ÿ   ¡ 

r

¢–¡˜

œž

o

—–™Ÿ  ¡

r

¢–¡˜£¤–—–œ™ ¤˜

t

˜ –™ ¥¦

Poin

§¨

ng

©ª ¨

ma

« ª ©¬­

k

®

ip

­

i

¯ ° ±¬

di

­

iplinan

²

da beb

®

apa

­

i

­ ³

a yang melak

­

anakan

« ¨«¨«¬® « ª´

dengan

baik

µ

mi

­

alnya

¶­

i

­ ³

a da

Ǭ

ng ke

­

ekolah

«¬

pa

«³

ak

«·µ

ma

­·

k

kedalam kela

­­

e

«¬

lah bel be

®

b

·

nyi

µ

dll

Si

­³

a

Ǭ

a

«« ¬®

hadap kebijakan dan kebijak

­

anaan yang

be

®

lak

·µ

mi

­

alnya

¶­

i

­³

a meng

·

mp

·

lkan

«·

ga

­« ¬

pa

«³

ak

«·µ

mempe

®

ha

ǻ

kan g

·®·­

aa

«

menjela

­

kan ma

« ¬®

i dll

Si

­³

a memiliki

®

a

­

a

« ¨

ngg

·

ng ja

³

ab

¸ ­

en

­

e of

®

e

­

pon

­

ibili

«

y

¹

yang

« ª

nggi

« ¬®

hadap kebe

®

lang

­·

ngan belaja

®

mengaja

®µ

mi

­

alnya

­

i

­ ³

a melak

­

anakn pike

«­

e

­·

ai jad

³

al

µ

memb

·

ang

­

ampah pada

« ¬

mpa

Ǽ

ya

µ

menjaga

®·

ang kela

­

dengan baik dll

°

» ° ±¨®

ak

«¬®

i

­ « ª

k P

¼

R

½

Si

­³

a

«¬®

liba

«

dalam menyele

­

aikan ma

­

alah dengan

­

aling

be

®

in

« ¬®

ak

­

i an

«¨®« ¬

man

­

a

«·

kelompok

Si

­³

a memahami pe

®

ma

­

alahan yang dibe

®

ikan oleh g

·®·

yang be

®

a

­

al da

®

i d

·

nia nya

Ǭ

Si

­³

a mamp

·

menyele

­

aikan ma

­

alah dengan

mengg

·

nakan ala

«

pe

®

aga yang

­·

dah di

­

iapkan oleh g

·®· ¾

ebe

®

apa

­

i

­ ³

a mendemon

­«®

a

­

ikan ha

­

il di

­

k

·­

inya di

depan kela

­

Si

­³

a menyele

­

aikan ma

­

alah yang be

®

kai

Ǭ

n dengan

pecahan dengan menem

·

kan langkah

¿

langkah

­

eca

®

a

mandi

®

i

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI