Motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua

(1)

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Progam Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014


(2)

i

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Progam Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Anthonius Wahyu Kristianto NIM : 089114038

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN

ùûng õ˘ˇûh˘, Ak˘ Tidûk Tûh˘ Apû-ûpû

(Filˆ˘f - Sokrûˇeˆffi

Skripsi ini Kupersembahkan Kepada

Ibuku dan Mas Tunjung yang Ada di SURGA,

Bapakku yang telah mendidikku sampai sekaraing ini


(6)

(7)

vi

MOTIVASI UNTUK MELANJUTKAN JENJANG PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA SMA DI BLORA DITINJAU DARI PERSEPSI TINGKAT PENDAPATAN ORANG TUA

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui seberapa besar motivasi untuk melanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X dan XI SMA Negeri 2 Blora yang berjumlah 400 siswa. Peneliti berhipotesis bahwa. 1) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan 2) adanya hubungan positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Data penelitian ini diungkap menggunakan Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua, serta Skala motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang telah disusun dengan menggunakan teknik Likert. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua memiliki reliabilitas 0,528; Skala motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi memiliki reliabilitas 0,915 dan Skala motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi memiliki reliabilitas 0,836. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi

Spearman’rho. Hasil penelitian menunjukan 1) korelasi persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi sebesar -0.047 dengan p = 0.185 (p>0,01), yang berarti bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan variabel motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. 2) korelasi antara variabel persepsi tingkat pendapatan pendapatan orang tua dengan variabel motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah -0.133 dengan p = 0.005(p > 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.


(8)

vii

SENIOR HIGH SCHOOL STUDENT’S MOTIVATION IN BLORA TO CONTINUE EDUCATION TOWARDS

UNIVERSITY RELATED WITH PARENTS INCOME LEVEL PERCEPTION

Anthonius Wahyu Kristianto

ABSTRACT

This study aims to find out how much motivation to continue college education to senior high school students of Blora in terms of the student’s perception of parental income level. The subjects of this study are 400 students of class X and XI of SMAN 2 Blora. The researcher of this thesis hypothesizes that 1) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent income level with their intrinsic motivation to continue their education to the college level and 2) there is an existence of a positive and significant relationship between the student’s perception of parent income level with their extrinsic motivation to continue their education to the college level. The data of this study is revealed by parent income scale in the form of salary and perceptions of parents' income, as well as the scale of student’s intrinsic motivation and extrinsic motivation to continue education to college that has been prepared using the Likert technique. Perception scale of parent income has a reliability 0.528; the reliability of scale of student’s intrinsic motivation to continue their education to the college level is 0.915 and the reliability scale of student’s extrinsic motivation to continue their education to the college level is 0,836. Data analysis was performed using Spearman'rho correlation. The results shows that 1) the perception of parent income correlation with student’s intrinsic motivation variable to continue their education to the college level is -0047 with p = 0.185 (p> 0.01), while the parent’s salary with intrinsic motivation has a correlation coefficient of 0.052 with p = 0.159 (p> 0.01), which means there is no significant relationship between the student’s perception at parents’ income level variable with student’s intrinsic motivation variable to continue their education to the college. 2) the correlation between student’s perceptions of parent income level variable with extrinsic motivation variable to continue their education to the college level is -0133 with p = 0.005 (p> 0.01), which means there is a negative and significant relationship between student’s perception of parent income level with student’s extrinsic motivation to continue their education to the college.


(9)

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Oke Yang Berkuasa Atasku, karena penyertaan, bimbingan dan pertolonganNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun memerlukan tenaga dan cucuran air mata yang lebih. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) yang tentunya penulis dambakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang dapat menyempurnakan karya ini. Penelitian ini juga dapat terlaksana atas bantuan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Akan tetapi, semoga ucapan terimakasih ini dapat mewakili rasa terimakasih penulis pada seluruh pihak yang telah turut membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapakku tercinta Drs. Widi Juliatmo atas bimbingan, pengorbanan, dukungan dan pelajaran hidup yang beliau ajarkan dari kecil sampai sekarang hingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

2. (Almh) Ibuku Seravina Sriendah A, dan (Alm) kakakku tercinta Euthimius Tunjung CN., S.H. yang ada disurga disisi Tuhan Yang Maha Esa, karena merakalah penulis ada dan bertahan selama ini.


(11)

x

3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma serta Dosen pembimbing Skripsi yang selalu sabar dalam membimbing, mengarahkan dan mendukung penulis selama menyusun skripsi ini.

4. Ibu (Almh) Dr. Christina Siwi Handayani, M.Si. selaku Dosen pembimbing Akademik.

5. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si., selaku Kepala Progam Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

6. Mas Gandung dan Mbak Nanik atas kesabaran, keramahan dan bantuan kesekretariatan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

7. Pak Gie, Mas Doni dan Mas Muji (Om Sera) atas bantuan, keramahan, keakraban dan canda gurau selama penulis belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

8. Mas Supri, dan Mas Antok atas bantuan multimedia selama penulis ikut kepanitiaan dan belajar di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. 9. Mbak KOPMA atas kopi, jajanan dan rokoknya serta keramahannya dalam

berjualan di kantin.

10. Mas Herry dan Mbak Antik atas perhatian, kesabaran dan bimbingannya sebagai keluarga kedua di Yogyakarta

11. Mas Pasifikus Wijaya S.Psi., dosen pembimbing kedua setelah bapak Priyo, terimakasih atas pertemanan dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.


(12)

xi

12. Mas Abu, Mas Bayu, Mas Yoko, Mas Agung (Ubek), Mas Broti, Aang, Sutaman, Ferry dan Yoyo selaku kakak kedua di Jogja serta pertemanannya selama di kos “Mbak Gati” dan kontrakan “SDMI”.

13. Keluarga besar PAT (Psychology Adventure Team) atas pengalaman berorganisasi, naik gunung, pemantaian dan lain-lain. “Alam Masih Luas Belum Lelah Kaki ini Melangkah”

14. Teman-teman sekaligus rekan kerja di dunia Outbound dan Training Yogyakarta atas pengalaman serta dinamika yang selama ini rasakan. 15. Keluarga besar LEDOK SAMBI, Pak Suharyoko, Bos Idung, Bro Operator

dkk dan para Fasilitator Ledok Sambi terimakasih atas arisan, canda gurauan dan kekeluargaannya sehingga menumbuhkan rasa semangat dalam penulisan skripsi ini.

16. Teman-temanku Kak Pras dan Mbak Emi atas persahabatan serta semangatnya “tunggu aku di Jakartamu”

17. Keluarga besar WAGU (Wadah Alumni seminari GarUm) atas kekeluargaanya selama ini.

18. Teman-temanku, Janu, Aska, Wawan, Bayu (kunem), Adi (sumbawek), Ari (ipink) dan Gallus atas taruhannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebelum jatuh tempo taruhan.

19. Keluarga besar St. Michael dimanapun engkau berada atas kekeluargaan yang erat ini.

20. Keluarga besar Angkata 2008 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas pertemanan dan kekeluargaannya.


(13)

xii

21. Seseorang yang selalu mengingatkan dan telah mengajarkan penulis arti dari hidup, cinta serta kesabaran.

22. Temanku Jojo dan Yudi, karna mereka laptop penulis selalu terjaga peformanya sehingga dapat membatu penyelesaian penulisan skprisi. 23. Teman-teman serumah, Albertus Guntur Prabawanto S.Psi., dan Timotius

Lodo Ratu S.Psi., Yohanes Babtista S.Psi., Louis Prastowo S.Kom., terimakasih rumah, gojekannya dan “ejek-ejekanya” sehingga menambah semangat dalam penulisan skripsi ini. “aku wes lulus bro sak durunge jatuh tempo”

24. Teman-temanku Albertus Harimurti S.Psi., Petrus Andi S.Psi., Wawan Setiawan S.Psi., Prieska Wijaya S.Psi., Engger, Bayu Mahendra, Arga Yudha Pratama, Abraham Iskandarm, Nikolas Yudha, Indra Hermawan, Paulus Galih Pambudi dan Wahyu Setya Jati (pak dhe) karna persahabatan, kekeluargaan, canda-gurau dan dinamikan mereka, penulis selalu bersemangat menapaki hidup ini.

Akhirnya, rasa syukur kuhaturkan pada alam semesta dan segenap isinya, serta malaikat pelindungku St. Anthonius. Terima kasih atas perlindungan, penyertaan dan bimbingannya selama ini.

Yogyakarta, 22 Oktober 2014 Penulis,


(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

ABSTRAK ……… vi

ABSTRACT ……….. vii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………. viii

KATA PENGANTAR ………... xi

DAFTAR ISI ………. xiii

DAFTAR TABEL ………. xvii

DAFTAR LAMPIRAN ……….xviii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan penelitian ………. 8

D. Manfaat Penelitian ………... 9

1. Manfaat Teoretis ……… 9

2. Manfaat Praktis ……….. 9

a. Bagi Sekolah ……… 9


(15)

xiv

BAB II. LANDASAN TEORI ……….. 10

A. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……… 10

1. Motif, Motivasi dan Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 10

2. Jenis Motivasi ……… 12

2.1 Motivasi Intrinsik ………. 12

2.1.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Intrinsik ………….. 13

2.1.2 Faktor Motivasi Intrinsik ………. 14

2.2 Motivasi Ekstrinsik ……… 13

2.2.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Ekstrinsik ……….... 17

2.2.2 Faktor Motivasi Ekstrinsik ………. 19

B. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….. 21

1. Pengertian Persepsi ………...……….. 21

2. Faktor Persepsi ……….. .. 23

3. Aspek Persepsi Pendapatan Orang Tua .………. 25

C. Dinamika Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 27

D. Hipotesis ……….. 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 33

A. Jenis Penelitian ……….. 33

B. Variabel Penelitian ……… 33


(16)

xv

2. Variabel Tergantung ……….. 33

C. Difinisi Operational ……….. 34

1. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ………. 34

2. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi ……….. 35

D. Subjek Penelitian ……….. 38

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……… 38

1. Metode ………... 38

2. Alat Pengumpulan Data ………. 38

a. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua …………. 38

b. Skala Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi ……… 40

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ………. 43

1. Uji Validitas ……….. 43

2. Seleksi Item ………... 44

3. Uji Reliabilitas ………... 47

G. Metode dan Analisis Data ………. 48

1. Uji Asumsi ………. 48

a. Uji Normalitas ………. 48

b. Uji Linieritas ……… 49

2. Uji Hipotesis ……….. 49

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 50

A. Pelaksanaan Penelitian ……….. 50


(17)

xvi

C. Deskripsi Data ………... 52

D. Hasisl Analisis Penelitian ………. 53

1. Uji Asumsi ……… 53

a. Uji Normalitas ………. 53

b. Uji Hipotesis ……… 54

E. Pembahasan ………... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 63

A. Kesimpulan ………... 63

B. Saran ………. 64

1. Bagi Orang Tua ………. 64

2. Bagi Sekolah ……….. 64

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ……….. 64

DAFTAR PUSTAKA ……… 66


(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue-print Skala Persepsi tingkat Pendapatan Orang Tua ………….. 39

Tabel 2. Blue-print Skala Motivasi Intrinsik ………. 40

Tabel 3. Blue-print Skala Motivasi Ekstrinsik ……….. 41

Tabel 4. Alternatif Jawaban Dan Pembobotan ………. 42

Tabel 5. Daftar Item Gugur Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua .... 45

Tabel 6. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Intrinsik ………... 46

Tabel 7. Daftar Item Gugur Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 46

Tabel 8. Subjek Kelas X ……… 51

Tabel 9. Subjek Kelas XI .……… 51

Tabel 10. Jumlah Subjek Total ……….. 51

Tabel 11. Deskripsi Data Penelitian ……….. 52

Tabel 12. Uji Normalitas ………... 54

Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis ……… 54


(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Demografi ………. 69

Lampiran 2. Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua ……….... 72

Lampiran 3. Skala Motivasi Intrinsik ……… 76

Lampiran 4. Skala Motivasi Ekstrinsik ………. 80

Lampiran 5. Hasil Seleksi Item ………. 85

Lampiran 6. Reliabilitas Skala Penelitian ………. 89

Lampiran 7. Mean Empiris dan Mean Teoretis ………. 92

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas ………. 94

Lampiran 9. Hasil Uji Hipotesis ……… 96


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pentingnya pendidikan juga termaktub dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD: [pendidikan sebagai upaya] memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan. Dengan demikian, peserta didik mampu menghadapi tantangan jaman sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupan lokal, nasional, dan global. Melihat tantangan ini, maka perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (UU Sistim Pendidikan Nasional, 2003).

Bagi para peserta didik, pendidikan dapat menjadi modal sosial untuk mencipta maupun memperoleh pekerjaan sehingga dapat menyokong terciptanya kesejahteraan umum. Namun, apa yang terjadi justru sebaliknya. Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa angka pengangguran di Indonesia merangsek dari 7,24 juta jiwa pada Agustus 2012 dan 7,39 juta jiwa pada Agustus 2013. Dari 7,24 juta jiwa ini, 63,2% di antaranya adalah mereka yang menyelesaikan pendidikan dasar (SD-SMP).


(21)

Mayoritas anggota masyarakat beranggapan bahwa pendidikan tidak hanya cukup sampai pada tingkat dasar saja, melainkan juga hingga tingkat sekolah menengah (SMA, STM, SMK, atau MA). Sesuai dengan tujuan institutional, sekolah menengah, khususnya SMA, menjadi jembatan untuk melanjutkan pendidikan ke tahap berikutnya (Sardiman A.M, 1986). Hal ini menunjukan bahwa pendidikan SMA bertujuan untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke pendidikan tinggi, baik tingkat diploma maupun sarjana.

Pada kenyataannya, tidak semua lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) melanjutkan ke perguruan tinggi yang kemudian menjadi indikasi berkurangnya minat lulusan SMA untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Hal ini ternyata juga menjadi keprihatinan para guru di SMA sekitaran Blora, sebagaimana juga terjadi di SMA Negeri 2 Blora. Berdasarkan arsip sekolah yang diperoleh mengenai data lulusan siswa pada tahun 2012, hampir 65% siswa SMA Negeri 2 Blora tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Dalam wawancara terhadap salah seorang guru di SMA termaksud, tanggal 4 November 2014, beliau berkata demikian: “Siswa-siswi yang lulus kebanyakan langsung milih bekerja untuk membantu orang tua, padahal dari segi ekonomi orang tuanya mampu menyekolahkan ke Universitas.”

Di sisi lain, melihat tuntutan dunia kerja, dewasa ini pendidikan tinggi secara tidak langsung menjadi salah satu prasyarat untuk mencipta atau, secara khusus, memperoleh pekerjaan. Dari data survei harian Kompas pada baris “Karir”, mayoritas kualifikasi pekerjaan mensyaratkan pendidikan minimal


(22)

adalah lulusan perguruan tinggi (Harian Kompas, Oktober-Desember 2013). Lantas, ditinjau dari iklan ini, pendidikan tinggi kini menjadi prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan yang dianggap layak (secara finansial mencukupi).

Perguruan tinggi sendiri berperan penting untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kualitas, menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik serta profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian (Markum, 2007). Markum melanjutkan bahwa perguruan tinggi sebagai satuan institusi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi memberikan peranan dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga perubahan-perubahan global yang begitu cepat dapat direspon oleh produk pendidikan yang ada.

Tidak semata-mata penting saja, masalah mulai muncul dengan tingginya biaya untuk mengikuti jenjang pendidikan ini. Tingginya biaya melanjutkan di perguruan tinggi memicu Eko Prasetyo (2011) memunculkan satir yang menuliskan bahwa: Orang miskin dilarang sekolah! Data survei yang dilakukan oleh penulis di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta menunjukkan bahwa biaya kuliah angkatan 2013 rata-rata Rp. 3.700.000 per-semester dengan rincian rata-rata per-SKS Rp. 100.000 dan rata-rata UKT 1.500.000 per-semester. Hal tersebut menunjukkan mahalnya biaya yang keluarkan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Nasution (2010) menyatakan bahwa “Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah, akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport,


(23)

kegiatan ekstra-kurikuler dan lain-lain.” Hal tersebut menimbulkan persoalan pendidikan yang sangat kompleks, di mana orang tua siswa dihadapkan pada permasalahan yang menyangkut kondisi ekonomi yang akan digunakan untuk menopang kelangsungan pendidikan anak (Nasution, 2010). Tentu saja pemberian fasilitas dan materi terhadap pendidikan anak berbeda-beda besarannya: ada yang lebih, ada yang cukup dan ada juga yang minim − tergantung pada tingkat pendapatan masing-masing.

Di kabupaten Blora dapat digolongkan tingkatan pendapatan orang tua berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional) sebagai berikut: a) Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per-bulan. b) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 - Rp. 3.500.000,00 per-bulan. c) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata dibawah antara Rp. 1.500.000 - Rp. 2.500.000,00 per-bulan. d) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,00 per-bulan (Badan Pusat Statistik, 2013). Pengolongan tingkat pendapatan orang tua ini tidak serta-merta sama dengan apa yang diamati dan akhirnya disimpulkan oleh anak tentang pendapatan orang tua. Proses pengamatan kemudian mencipta kesimpulan sehingga terjadi proses pemahaman mengenai sesuatu yang diamati ini dalam khasanah ilmu psikologi disebut sebagai persepsi (Sunaryo, 2004).

Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkunganya, baik lewat


(24)

penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penghayatan (Walgito, 2010). Senada dengan yang dinyatakan oleh Walgito, Young (1995) mendefinisikan persepsi sebagai segala sesuatu berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran, dan pemahaman objek, baik fisik maupun sosial. Dalam proses penafsiran ini sangat mungkin untuk terjadi penerjemahan yang memunculkan persepsi positif maupun negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata (Sugihartono dkk, 2007).

Menurut Miftah Toha (2003), adanya perbedaan sudut pandang dalam pengindraan yang akhirnya berdampak pada persepsi seseorang ini dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain; (a) Faktor internal yang meliputi perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. serta (b) Faktor eksternal yang meliputi latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek. Bertolak pada pembagian ini, Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp Jurgen (2009) mengemukakan aspek-aspek persepsi meliputi ketercukupan keluarga, kesejahteraan keluarga dan perbandingan dengan kondisi keluarga lain.

Sebagaimana uraian di atas, persepsi mengenai pendapatan orang tua di kabupaten Blora merupakan salah satu kemungkinan penyebab timbulnya motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Motivasi akan memberikan suatu dorongan atau semangat untuk bertingkah laku dalam


(25)

melakukan kegiatan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Tanpa motivasi maka aktivitas hidup seseorang akan menurun, oleh karena itu motivasi berfungsi sebagai pendorong untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (Wasty Soemanto, 2003).

Motivasi akan perlahan tumbuh pada anak yang mempersepsikan pendapatan orang tuanya tinggi, anak menjadi tidak terbebani ketika menuntut lebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekolah maupun kebutuhan sehari-hari. Lain halnya dengan anak yang mempersepsikan pendapatan orang tuanya rendah, anak akan merasa terbebani ketika menuntut lebih orang tuannya untuk memenuhi kebutuhan baik sekolah maupun kebutuhan sehari-hari. Bila kebutuhan pendidikan anak tidak terpenuhi maka akan menjadi penghambat proses belajar sehingga dapat mempengaruhi motivasi anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, motivasi berpengaruh penting terhadap kehendak anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Motivasi sendiri didefinisikan sebagai perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang, ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan atau hasil yang diinginkan (Oemar Hamalik, 2010; Celikoz, 2010). Ryan dan Deci (2000) menjelaskan pembagian jenis motivasi menjadi dua bagian, yaitu motivasi intrinsik yang berkaitan dengan kesenangan melakukan sesuatu, ketertarikan akan sesuatu, dan rasa suka akan sesuatu melakukan sesuatu. Motivasi jenis pertama ini timbul dari dalam diri setiap individu dan berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena di dalam diri


(26)

setiap individu sudah terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu. Kemudian yang kedua adalah motivasi ekstrinsik, yaitu kebalikan dari motivasi intrinsik dimana motif-motif yang timbul karena adanya rangsangan dari luar diri individu, timbul karena keadaan adanya stimulus (rangsangan) dari luar lingkungannya sehingga di dalam motivasi ekstrinsik melekat aspek identified regulation, introjected regulation dan exsternal regulation. Motivasi ekstrinsik dalam dunia pendidikan misalnya datang dari pengaruh keluarga, teman sekolah, guru, maupun teman bergaul.

Merujuk pemaparan aspek-aspek motivasi intrinsik dan ekstrinsik diatas, Taufik (2007) mengemukakan bahwa pertama faktor motivasi intrinsik meliputi: (a) Kebutuhan (need) yang timbul karena adanya insting biologis seseorang untuk memenuhi kebutuhannya; (b) Harapan (expectancy) yang timbul karena adanya pengalaman pribadi sehingga dapat mengerakkan seseorang dengan sendirinya; (c) Minat yang timbul dari perasaan suka dan keinginan untuk sesuatu. Kedua faktor motivasi ekstrinsik meliputi: (a) Dorongan keluarga yang timbul karena adanya dukungan dari keluarga sepetri orang tua ataupun anggota keluarga lainnya sehingga menguatkan untuk melakukan sesuatu; (b) Lingkungan dimana seseorang tinggal dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu.; (c) Imbalan dapat memotivasi seseorang karena dengan iming-iming imbalan, seseorang akan tergerak untuk melakukan sesuatu.

Dari pemaparan persepsi dan motivasi diatas, penulis berpendapat bahwa persepsi anak mengenai pendapatan orang tua berpengaruh terhadap timbulnya


(27)

motivasi. Sebagaimana uraian diatas bahwa anak yang mempersepsikan pendapatan orang tuanya rendah, maka anak merasa bahwa ada kendala dari orang tua untuk memenuhi kebutuhan sekolah maupun kebutuhan sehari-hari yang dibutuhkan, sehingga berpengaruh pada motivasi anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Banyak penelitian mengenai motivasi yang telah dilakukan seperti Syafitri R (2011) “Hubungan Motivasi dengan Prestasi Belajar”, Salmah (2013) “Hubungan Status Sosial keluarga Dengan Motivasi Belajar Melanjutkan Ke Perguruan Tinggi Di Pontianak”, Koban (2007) “Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Prestasi Belajar dan Motivasi Belajar Dengan Minat Siswa Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi”, Seyarini, Widodo dan Kamal (2011) “Hubungan Minat Baca Dengan Motivasi Memilih Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, Dan Daerah Mahasiswa Tingkat I Universitas Negeri Malang”, Baharudin (2013) “Hubungan Motivasi dengan Gaya Belajar dan Prestasi Belajar Pada Siswa XI SMA N 1 Pejagon Kebumen”, dan lain-lain.

Namun, motivasi sendiri terbentuk dari cara pandang individu terhadap keadaannya saat ini. Dalam artian ini, individu mempersepsikan bagaimana keadaannya saat ini dan kemudian berupaya melakukan perubahan sesuai ekspektasinya. Oleh karena itu, menarik untuk diteliti mengenai kaitan antara persepsi yang terbentuk dengan motivasi yang muncul. Guna mengisi kekosongan tersebut – juga tidak lepas dari munculnya fenomena keprihatinan guru-guru akan pendidikan di Blora – maka penelitian mengenai hubungan


(28)

motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan persepsi mengenai pendapatan orang tua, menjadi urgensi tersendiri untuk diteliti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang tersebut, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: bagaimana hubungan antara motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan motivasi untuk melanjutkan jejanjang pendidikan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Psikologi pendidikan terutama berkaitan dengan motivasi dan persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan berfungsi sebagai referensi


(29)

bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian baru yang relevan dengan Psikologi Pendidikan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan berkaitan dengan keprihatinan yang muncul pada guru SMA di Blora mengenai motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dengan persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.

b. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mendampingi anak untuk mempersiapkan masa depan anak berkaitan dengan pendidikan.


(30)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motivasi Melanjutkan ke Perguruan tinggi

1. Motif, Motivasi dan Motivasi Melanjutkan ke Perguruan Tinggi Motif adalah dorongan yang menggerakan seseorang bertingkah laku dikarenakan adanya kebutuhan–kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh manusia. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan (Sardiman, 2007). Menurut Wingkel (dalam Sri Ratna, 2002) motif merupakan daya penggerak didalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktititas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Motif merupakan suatu kondisi internal (kesiapsiagaan). Pendapat lain mengenai motif diutarakan oleh Nasution (dalam Alex Sobur, 2003) mengemukakan bahwa motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dalam pengertian Nasution ini mencakup daya, baik dari dalam maupun luar individu.

Motivasi adalah usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai tujuan tertentu (Purwanto, 2002). Menurut McDonald (dalam Hamalik, 2005) mengartikan motivasi sebagai suatu perubahan energi dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan kreasi untuk mencapai tujuan. Abin


(31)

Syamsuddin Makmun (2009) menyatakan, motivasi merupakan suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy) atau Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.

Menurut Sri Ratna (2002) motif dan motivasi berbeda, perbedaannya terletak pada pengertian bahwa motif lebih merupakan keadaan di dalam mental manusia dalam bentuk kesiapsiagaan untuk melakukan sesuatu. Meskipun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Dari pemaparan diatas, motivasi dapat didefinisikan suatu energi, proses serta dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang ke arah suatu tujuan. Motivasi merupakan sarana bagi seseorang untuk menimbulkan dan menumbuhkan keinginan-keinginan agar dapat mencapai tujuan hidupnya baik disadari maupun tidak disadari.

Merujuk dari definisi motivasi tersebut, motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah suatu energy, proses serta dorongan psikologis untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi baik jenjang diploma maupun sarjana. Motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan pada kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai kegiatan belajar yang dijalaninya sehingga tujuan yang dikehendaki dalam


(32)

belajar tercapai. Tujuan belajar dalam hal ini difokuskan untuk melanjutkan keperguruan tinggi.

2. Jenis Motivasi

Deci dan Ryan (2000) menbedakan jenis motivasi ke dalam dua kategori yaitu, ekstrinsik dan intrinsik. Kedua jenis motivasi tersebut dibedakan berdasarkan sumber mereka berasal, motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang berasal dari luar individu, sedangkan motivasi intrinsik merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri individu. 2.1. Motivasi Instrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu, yang berarti seseorang melakukan suatu tindakan tidak berdasarkan dari dorongan-dorongan atau faktor-faktor lain yang berasal dari luar diri, contohnya: self actualization need (keinginan untuk mengaktualisasikan diri) (Maslow, 1965). Menurut Vallerand dkk (1992), terbentuknya motivasi intrinsik karena adanya keinginan dalam diri manusia untuk mencari tantangan dan mencari kepuasan tanpa adanya pengaruh eksternal, reward, dan batasan dari luar. Saat termotivasi secara intrinsik manusia akan menjalankan suatu aktivitas dengan pilihan dan komitmen yang muncul dari dalam diri sendiri.

Menurut Ryan & Deci (2000), seorang anak yang termotivasi secara intrinsik akan belajar karena adanya rasa kesenangan, ketertarikan dalam mencari kepuasan serta rasa suka dalam belajar. Mereka tidak membutuhkan segala jenis reward, punishment dan


(33)

faktor eksternal lain untuk menyelesaikan tugas yang sedang mereka jalankan.

Motivasi intrinsik ini penting bagi anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena setiap anak yang termotivasi secara intrinsik akan menekankan pada determinasi diri, mereka percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan diri mereka sendiri bukan karena adanya pamor atau imbalan eksternal lainnya (Rainey, 1965).

Anak yang memiliki motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan cenderung belajar lebih keras dan memiliki disiplin yang tinggi untuk mencapai tujuan belajar mereka semaksimal mungkin, dalam hal ini melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi (Ryan & Deci, 2000).

Dari pemaparan diatas, motivasi intrinsik penelitian ini adalah dorongan yang timbul dari dalam diri karena adanya kesenangan, ketertarikan dan rasa suka terhadap melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang timbulnya tanpa intervensi dari luar baik berupa reward maupun Punishment.

2.1.1. Dimensi dan Aspek Motivasi Intrinsik

Menurut Ryan dan Deci (2000) dimensi intrinsik terbentuk dari aspek yaitu motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik dalam pembentukannya mengandung tiga indikator penyebab terbentuknya aspek motivasi intrinsik. Ketiga


(34)

indikator tersebut meliputi kesenangan, ketertarikan pada sesuatu dan rasa suka akan suatu hal.

Dari peaparan diatas, anak yang memiliki yang memiliki motivasi intrinsik dalam melakukan suatu aktivitas dikarenakan aktifitas terbut menyenangkan untuk dilakukan. Selain itu, dalam melakukan aktifitas tersebut anak merasakan ketertarikan mencoba lebih serta ada rasa suka akan aktifitas tersebut. Dalam konteks penelitian ini aktifitas yang dimaksut adalah melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dimensi intrinsik terdiri dari motivasi intrinsik sebagai aspek dari dimensi intrinsik. Aspek tersebut meiliki tiga indikator yaitu rasa senang untuk melakukan sesuatu, adanya ketertarikan melakukan sesuatu, dan adanya rasa suka untuk melakukan sesuatu

2.1.2. Faktor Motivasi Intrinsik

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :

a. Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena mereka butuh untuk ilmu yang lebih untuk bekerja.


(35)

b. Harapan (Expectancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan, misalnya: anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena mendapat ilmu yang banyak sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang layak. c. Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh, misalnya anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi tanpa ada pengaruh dari orang lain tetapi karena adanya minat ingin mempelajari hal-hal baru yang tidak terdapat di SMA.

Menurut pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari motivasi intrisik adalah adanaya kebutuhan, harapan dan minat akan suatu hal. Dalam konteks penelitian ini adanya kebutuhan, harapan dan minat tersebut merujuk pada motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.


(36)

2.2. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang, karena adanya pengaruh faktor-faktor lain dari luar itulah yang menyebabkan rangsangan dari luar menjadi motivasi ekstrinsik bagi individu. Dengan kata lain motivasi ekstrinsik ini membuat seseorang melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkannya bagi dirinya sendiri. Menurut klasifikasi orientasi sebab-akibat, Vellerand (1997) mengggolongkan prilaku yang motivasi ekstrinsik sebagi bentuk dari orientasi yang terkontrol, dimana melibatkan suatu kontrol seseorang harus bersikap, kontrol tersebut dapat berupa reward, punishment atau faktor-faktor adri luar yang berpengaruh pada seseorang.

Disisi lain, Bandura (1986) berpendapat bahwa perilaku yang termotivasi secara ekstrinsik hanya akan bertahan secara berkelanjutan selama faktor pendorong (baik berupa reward, punishment atau faktor-faktor adri luar yang berpengaruh pada seseorang) tetap dipertahankan, dan prilaku seseorang cenderung berubah jika faktor pendorongnya diganti atau dihilangkan. Contohnya: anak yang memutuskan melanjutkan ke perguruan tinggi karena diiming-imingi hadiah dari orang tuanya. Anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi bukan karena merasa mereka butuh belajar lebih untuk masa depannya melainkan adanya iming-iming berupa hadiah.


(37)

Merujuk dari penjelasan dan contoh diatas, anak yang terdorong secara ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh orang tua untuk mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari orang tua. Motivasi ekstrinsik untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi mendorong minat para anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena ada faktor prndorong dari luar baik berupa reward, punishment atau faktor-faktor dari luar yang berpengaruh pada seseorang, sehingga tidak jarang motivasi ekstrinsik menjadikan belajar anak tidak maksimal. Anak hanya mengincar reward yang mereka akan dapatkan tanpa memikirkan tanggung jawab dari hasil belajar mereka. Selain itu jika faktor pendorongnya diubah, anak akan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik dalam penelitian ini adalah dorongan dari luar baik berupa reward, punishment atau faktor-faktor dari luar yang berpengaruh pada seseorang untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

2.2.1 Dimensi dan Aspek Motivasi Ekstrinsik

Ryan dan Deci (2000) menjelaskan bahwa dimensi ekstrinsik lebih menekankan pada tuntutan baik dari dalam maupun dari luar diri. Dimensi ekstrinsik dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu: Identified Regulation, Introjected Regulation, External Regulation.


(38)

Anak yang termotivasi Identified Regulation dalam melakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan merasa penting untuk melaksanakan tugas tersebut. Tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi memungkinkan peserta didik untuk mencapai tujuan dianggap penting. Peserta didik menemukan segala tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi penting bagi keberhasilan yang akan mendatang.

Anak yang termotivasi Introjected Regulation dalam melakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan merasa gagal jika tidak melakukan suatu tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Peserta didik akan merasa bersalah jika tidak melakukan tugas-tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Peserta didik tidak merasa gagal jika ia tidak melakukantugas tersebut.

Anak yang termotivasi External Regulation dalam melakukan tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi merasa tugas tersebut menuntutnya dalam mengerjakan tugas tersebut. Peserta didik merasa sekolah mewajibkan untuk melakukan suatu tugas-tugas yang berhubungan dengan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.


(39)

Peserta didik akan melakukan suatu tugas karena mendapat imbalan dalam pengerjaannya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa dimensi ekstrinsik terdiri dari aspek Identified Regulation, Introjected Regulation, External Regulation. Aspek Identified Regulation memiliki indikator melakukan sesuatu karena cita-cita serta orientasi masa depan, Aspek Introjected Regulation memiliki indikator melakukan sesuatu karena menghindari perasaan gagal, perasaan bersalah serta kewajiban yang harus dilakukan, dan aspek External Regulation memiliki indikator melakukan sesuatu karena tuntutan lingkungan sekitar, tuntutan keluarga serta iming-iming imbalan.

2.2.2 Faktor Motivasi Ekstrinsik

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah :

a. Dorongan keluarga

Anak yang melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi bukan kehendak sendiri tetapi melainkan dorongan dari keluarga seperti orang tua, keluarga, dan teman. Misalnya: anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena adanya dorongan (dukungan) dari orang tua. Dukungan dan dorongan tersebut semakin


(40)

menguatkan motivasi anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat dimana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa keharmonisan yang tinggi. Dalam konteks melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, maka orang-orang di sekitar lingkungan anak akan mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada anak tentang manfaat dan segala informasi tentang perguruan tinggi, sehingga dapat menimbulkan motivasi.

c. Imbalan

Seseorang dapat termotivasi karenaadanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu, misalnya anak melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi karena anak mendapatkan mendapatkan iming-iming berupa imbalan seperti mendapatkan motor. Imbalan yang positif ini akan semakin memotivasi anak


(41)

untuk datang ke melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, dengan harapan bahwa anaknya akan lebih mudah dalam mobilitas kedepannya.

Menurut pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor dari motivasi ekstrinsik adalah adanaya dorongan keluarga, lingkungan dan adanya imbalan yang menjadi faktor motivasi. Dalam konteks penelitian ini, adanaya dorongan keluarga, lingkungan dan adanya imbalan tersebut merujuk pada motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

B. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua 1. Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang diawali dengan penginderaan. Penginderaan merupakan suatu proses ketika seseorang menerima suatu stimulus melalui alat penerima (alat indera), namun proses tersebut tidak berhenti begitu saja melainkan terus berlanjut. Stimulus yang diterima dari proses pengindraan diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan selanjutnya akan diartikan oleh otak, hasil pengartian stimulus tersebut menghasilkan persepsi (Branca, 1964; Woodworth dan Marquis, 1957).

Menurut pendapat Maskowitz dan Orgel (1969), proses persepsi melalui beberapa tahapan yang rumit dan kompleks, dikatakan rumit


(42)

karena antar pesan saling tumpang tindih dan berbenturan, sedangkan dikatakan kompleks karena pesan-pesan yang beragam dan berbaur serta berkaitan. DeVito (1997) mencoba menyederhanakan proses persepsi kedalam tiga tahapan, yaitu: terjadinya stimulasi alat indera (alat-alat indera dirangsang); kemudian stimulasi alat indera diatur (rangsangan terhadap alat indera diatur menurut beberapa prinsip, antara lain prinsip kemiripan atau proximity); dan stimulasi alat indera dievaluasi ditafsirkan (proses perseptual atau proses subyektif yang melibatkan evaluasi di pihak si penerima).

Persepsi pada hakekatnya merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkunganya, baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan, dan penghayatan (Walgito, 2010). Senada dengan yang dinyatakan oleh Walgito, Young (1995) mendefinisikan persepsi sebagai segala sesuatu berkenaan dengan aktivitas panca indera, penafsiran, dan pemahaman objek, baik fisik maupun sosial.

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Mempertegas pendapat Sunaryo, Rakhmat (2004) menjelaskan bahwa proses penyadaran terhadap stimulus yang diterima oleh alat indra dapat dimaknai bebeda-beda oleh individu, karena setiap individu mempunyai kecenderungan


(43)

dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya.

Dalam penelitian ini, tingkat pendapatan orang tua merupakan stimulus yang dipersepsikan anak dan dimaknai secara berdeda karena pengetahuan, pengalaman dan sudut pandang setiap anak berbeda satu dengan lainnya.

Menurut Christopher (dalam Sumardi, 2004) mendefinisikan pendapatan adalah uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut, Pitono (dalam Wijaksana, 1992) mendefinisikan pendapatan sebagai seluruh penerimaan baik formal maupun informal berupa uang ataupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai sejumlah atas harga yang berlaku saat ini.

Merujuk dari penjelasan tentang persepsi dan pendapatan orang tua diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi tingkat pendapatan orang tua adalah proses mengetahui dan memahami segala pendapatan orang tua baik secara uang maupun barang menggunakan alat indera.

2. Faktor Persepsi

Menurut Miftah Toha (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan


(44)

fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.

b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Sementara itu Walgito (2010), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam persepsi, antara lain: adanya objek yang diamati, alat indra, dan adanya perhatian. Faktor yang pertama, objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor. Kedua, alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang. Ketiga, untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.


(45)

Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi individu berbeda satu sama lain dan akan berpengaruh pada individu dalam mempersepsi suatu objek, stimulus, meskipun objek tersebut benar-benar sama Walgito (2010). Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Perbedaan persepsi dapat terlihat karena adanya perbedaan-perbedaan individu, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi. Pada dasarnya proses terbentuknya persepsi ini terjadi dalam diri seseorang, namun persepsi juga dipengaruhi oleh pengalaman, proses belajar, dan pengetahuannya.

Jadi, dari penjelasan tentang faktor-faktor penyebab persepsi diatas dapat disimpulkan bahwa faktor persepsi meliputi faktor internal dalam diri dan faktor eksternal yang terdiri dari adanya objek yang diamati, alat indra, dan adanya perhatian.

3. Aspek Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua

Persepsi mengenai pendapatan orang tua meliputi beberapa aspek yaitu; ketercukupan keluarga, kesejahteraan keluarga dan perbandingan dengan kondisi keluarga lain (Mayraz Guy, Wagner Gert & Schupp Jurgen, 2009).

Persepsi pendapatan orang tua terhadap ketercukupan keluarga dapat dilihat dari pendapatan orang tua dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Pedapatan orang tua dikatakan cukup apabila semua kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi bahkah terdapat kelebihan


(46)

pendapatan untuk menabung. Pendapatan orang tua dikatakan tidak mencukupi apabila dalam pemenuhan kebutuhan primer tidak mencukupi dan membutuhkan bantuan pihak lain dalam pemenuhan kebutuhan primer.

Persepsi pendapatan orang tua terhadap kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari anggapan mengenai pendapatan orang tua dalam menyejahterakan keluarga. Pendapatan orang tua dikatakan sejahtera apabila pendapatan orang tua dapat menyejahterakan keluarga sehingga kesejahteraan akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebaliknya kesejahteraan dikatakan kurang ketika pendapatan orang tua tidak memenuhi kebutuhan pokok sehingga kesejahteraan keluarga kurang terjamin, masih banyak kekurangan dan masih perlu bantuan dari orang lain.

Persepsi terhadap perndapatan orang tua dapat dilihat dari perbandingan dengan keluarga lain. Perbandingan dengan keluarga lain meliputi keluarga tetangga disekitar tempat tinggal, keluarga teman sekolah dan keluarga saudara seperti paman, bibi, dan sepupu yang masih terikat ikatan persaudaraan sedarah. Persepsi pendapatan orang tua dibandingkan keluarga lain dikatakan tinggi apabila pendapatan orang tua jauh lebih besar daripada pendapatan keluarga lain baik tetangga, teman sekolah dan saudara. Namaun sebaliknya, pendapatan orang tua dikatakan kurang apabila pendapatan orang tua lebih kecil dari keluarga lain.


(47)

Dari pemaparan tersebut persepsi pendapatan orang tua dapat disimpulkan menjadi tiga aspek yaitu: ketercukupan, kesejahteraan dan perbandinggan dengan keluarga lain. Perbandingan dengan keluarga lain meliputi keluarga tetangga, teman sekolah dan saudara.

C. Dinamika Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan ke Perguruan Tinggi Ditinjau dari Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua

Pendidikan di Indonesia tergolong mahal sampai-sampai Eko Prasetyo (2011) memuncilkan satir Orang Miskin Dilarang Sekolah. Pendidikan anak adalah tangguang jawab orang tua. Menurut Sri Ratna (2002) indikasi kongret dari peran orang tua adalah memberi dan menyediakan berbagai fasilitas dan materi untuk keperluan kebutuhan pendidikan anak. Nyatanya, sebagian besar mahasiswa psikologi di Universitas Sanata Dharma masih bergantung pada biaya orang tua (data survey dari 30 mahasiswa Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta). Dari data survey yang penulis lakukan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada angkatan 2013. Rata-rata per-semester harus mengeluarkan biaya kurang lebih Rp. 3.700.000, dengan rincian SKS Rp. 100.00 per-semester dan UKT (Uang Kuliah Tetap) sebesar Rp. 1.500.000. Hal ini akan menjadi masalah bagi para orang tua di Blora yang rata-rata pendapatanya sebesar Rp. 1.500.000 per-bulan (BPS, UMR Kab. Blora). Padahal dengan penghasilan tersebut orang tua masih memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain selain kebutuan sekolah.


(48)

Mahalnya biaya pendidikan dan penghasilan orang tua kemudian mempengaruhin keputusan baik orang tua maupun anak untuk melanjutkan pendidikan. Dalam proses mempengaruhi keputusan ini, terjadi sebuah proses penafsiran atau pemahaman mengenai seberapa mampu orang tua memenuhi kebutuhan pendidikan.

Proses penafsiran dan pemahaman inilah yang disebut dengan persepsi. Dalam diri individu menurut Taufik (2007), persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal jika persepsi individu dipengaruhi oleh sikap dan kepribadian, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Faktor eksternal jika persepsi individu dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Berkaitan dengan penelitian ini, persepsi yang dimaksud adalah persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua. Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi, pendapatan orang tua merupakan faktor eksternal dari persepsi. Disebut faktor eksternal karena persepsi ini dibentuk dari luar diri subjek yang notabene anak yang menempuh pendidikan SMA di Blora.

Sebagai proses penafsiran dan pemahaman, perspsi ini akan berpengaruh pada prilaku pengambilan keputusan anak untuk melanjutkan


(49)

jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Pengambilan keputusan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi ini akan mempengaruhi motivasi anak, apakah anak ingin melanjutkan atau tidak ingin melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, motivasi ini berkaitan erat dengan persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.

Motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah suatu energy, proses serta dorongan psikologis untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi baik jenjang diploma maupun sarjana (Wingkel dalam Sri Ratna, 2002; Nasution dalam Alex Sobur, 2003; Purwanto, 2002; Mc Donald dalam Hamalik, 2005) . Motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan pada kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai kegiatan belajar yang dijalaninya sehingga tujuan yang dikehendaki dalam belajar tercapai. Menurut Ryan & Dacy (2000) motivasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu; motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi tersebut berdiri sendiri memiliki faktor dan aspek yang berbea-beda menurut pembentukannya.

Menurut Ryan dan Deci (2000); Rainey (1965); Amabile et.al (1994) motivasi intrinsik cenderung mendorong peserta didik untuk lebih memfokuskan diri dalam pencapaian tujuan yang didasarkan pada individual differences meliputi tingkat emosi senang, kepuasan serta ketertarikan. Motivasi ekstrinsik sendiri adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar, karena adanya pengaruh


(50)

motif-motif lain dari luar tersebut menyebabkan rangsangan dari luar menjadi motivasi ekstrinsik bagi individu (Sardiman, 2008 & Ryan dan Deci, 2000).

Jika persepsi terhadap pendapatan orang tua tergolong tinggi, besar kemunginan motivasi anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi juga tinggi, dan sebaliknya jika persepsi terhadap tingkat pendapatn orang tua rendah maka besar kemungkinan motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi akan rendah (Mulyanti & Hans Ever dalam Koban, 2007)

Sebagai mana diketahui diatas bahwa pendapatan orang tua tergolong faktor eksternal dari persepsi maka motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi terbentuk dari faktor luar yakni pendapatan orang tua. Oleh karena itu motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi ini merupakan motivasi ekstrinsik. Meskipun demikian, tidak bisa ditampik bahwa ada motivasi intrinsik dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

Berdasarkan pemaparan diatas menjadi hal yang menarik untuk mengetahui bagai mana hubungan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi, baik intrinsik maupun ekstrinsik.


(51)

Gambar 1: Bagan Dinamika Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan Ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua

Tingginya Biaya

Pendidikan

Orang Tua Sebagai

Sumber Biaya

Anak Sebagai

Peserta Didik

Persepsi

Pendapatan

Orang Tua

Keputusan Anak

Untuk Melanjutkan

atau Tidaknya ke

Perguruan Tinggi

Intrinsik

Ekstrinsik

Faktor Internal

Motivasi

Melanjutkan ke

Perguruan Tinggi

Faktor

Eksternal


(52)

D. Hipotesis

1. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

2. Adanya hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tingkat pendapatan orang tua dengan motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.


(53)

34 BAB III

MOTODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2010). Jadi, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel atau faktor yang mempengaruhi atau dapat pula disebut sebagai variabel penyebab, bebas atau Independent Variabel (X). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi tingkat pendapatan orang tua.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung adalah variabel akibat atau dapat juga disebut sebagai Dependent Variabel (Y). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, meliputi:

a. Motivasi Intrinsik b. Motivasi Ekstrinsik


(54)

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan atau spesifikasi dari variabel-variabel penelitian yang secara nyata berhubungan dengan realitas yang akan diukur dan merupakan manifestasi dari hal-hal yang akan diamati. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua

Persepsi tingkat pendapatan orang tua didefinisikan sebagai proses mengetahui dan memahami segala pendapatan orang tua baik secara uang maupun barang menggunakan alat indera. Rakhmat (2004) menjelaskan bahwa proses penyadaran terhadap stimulus yang diterima oleh alat indra dapat dimaknai bebeda-beda oleh individu, karena setiap individu mempunyai kecenderungan dalam melihat benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak hal, diantaranya adalah pengetahuan, pengalaman dan sudut pandangnya.

Faktor persepsi meliputi faktor internal dalam diri dan faktor eksternal yang terdiri dari adanya objek yang diamati, alat indra, dan adanya perhatian. Faktor internal meliputi perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.


(55)

Persepsi mengenai pendapatan orang tua meliputi beberapa aspek yaitu; ketercukupan keluarga, kesejahteraan keluarga dan perbandingan dengan kondisi keluarga lain. Persepsi pendapatan orang tua terhadap ketercukupan keluarga dapat dilihat dari pendapatan orang tua dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Persepsi pendapatan orang tua terhadap kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari anggapan mengenai pendapatan orang tua dalam menyejahterakan keluarga, serta persepsi terhadap perndapatan orang tua dapat dilihat dari perbandingan dengan keluarga lain. Perbandingan dengan keluarga lain meliputi keluarga tetangga disekitar tempat tinggal, keluarga teman sekolah dan keluarga saudara seperti paman, bibi, dan sepupu yang masih terikat ikatan persaudaraan sedarah.

2. Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan Ke Perguruan Tinggi Motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi adalah suatu energy, proses serta dorongan psikologis untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi baik jenjang diploma maupun sarjana. Motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi pada anak atau siswa menekankan pada kekuatan yang mendorong serta mengarahkan anak untuk memaknai kegiatan belajar yang dijalaninya sehingga tujuan yang dikehendaki dalam belajar tercapai.

Motivasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu; motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kedua motivasi tersebut berdiri sendiri memiliki faktor dan aspek yang berbea-beda menurut pembentukannya.


(56)

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah dorongan yang timbul dari dalam diri karena adanya kesenangan, ketertarikan dan rasa suka terhadap melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang timbulnya tanpa intervensi dari luar baik berupa reward maupun Punishment.

Intrinsik terdiri dari motivasi intrinsik sebagai aspek dari dimensi intrinsik. Aspek tersebut meiliki tiga indikator yaitu rasa senang untuk melakukan sesuatu, adanya ketertarikan melakukan sesuatu, dan adanya rasa suka untuk melakukan sesuatu.

Faktor-faktor dari motivasi intrisik adalah adanaya kebutuhan, harapan dan minat akan suatu hal. Kebutuhan (need) meliputi kebutuhan baik biologis maupun psikologis. Harapan (Expectancy) meliputi keinginan untuk berhasilan, adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan. Minat meiputi rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan dari luar baik berupa reward, punishment atau faktor-faktor dari luar yang berpengaruh pada seseorang untuk melakukan sesuatu.

Motivasi ekstrinsik merukapan motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Aspek dari motif


(57)

ekstrinsik antara lain: Identified Regulation; cenderung melakukan aktifitas berdasarkan kepentingan dimasa mendatang serta melakukan suatu aktifitas untuk pengenalan jutuan akhir. Introjected Regulation; cenderung melakukan sesuatu karena kewajiban/nilai lingkungan, menghindari kecemasan kegagalan dan rasa bersalah. External Regulation; melakukan sesuatu berdasarkan hadiah serta adanya pengaruh orang lain.

Faktor motivasi ekstrinsik adalah dorongan keluarga, lingkungan dan adanya imbalan. Dorongan keluarga meliputi dorongan-dorongan dari keluarga seperti orang tua, keluarga, dan teman. Dukungan dan dorongan tersebut semakin menguatkan motivasi anak untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi. Lingkungan meiputi lingkungan mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam merubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa keharmonisan yang tinggi, serta mengajak, mengingatkan, ataupun memberikan informasi pada anak tentang manfaat dan segala informasi tentang perguruan tinggi, sehingga dapat menimbulkan motivasi. Seseorang dapat termotivasi karenaadanya suatu imbalan sehingga orang tersebut ingin melakukan sesuatu, Imbalan yang positif akan semakin memotivasi anak untuk datang ke melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, sebaliknya imbalan yang negatif akan menurunkan motivasi anak.


(58)

D. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik Accidental sampling atau convenience sampling Dalam penelitian, pengambilan sampel diperolehnya secara tidak direncanakan terlebih dahulu, atau secara kebetulan. Subjek merupakan siswa-siswi kelas X dan XI tahun ajaran 2013/2014 yang masih menempuh pendidikan formal di SMA N 2 Blora. Subjek dengan kriteria tersebut dianggap sudah berpengalaman sehingga mampu memberikan penilaian terhadap persepsi tingkat pendapatan orang tua dan mengukur motivasi melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data 1. Metode

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan dua jenis skala. Pertama skala persepsi tingkat pendapatan orang tua, sedangkan skala yang kedua digunakan untuk mengetahui motivasi melanjutkan ke perguruan tinggi.

2. Alat Pengumpulan Data

a. Skala Persepsi Terhadap Tingkat Pendapatan Orang Tua

Persepsi terhadap pendapatan orang tua diungkap menggunakan skala persepsi anak terhadap tingkat pendapatan orang tua. Skala persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua terdiri daria aspek ketercukupan keluarga, kesejahteraan keluarga dan perbandingan dengan kondisi keluarga lain. Semakin tinggi skor yang didapatkan


(59)

pada skala ini maka, Persepsi lebih tinggi dibandingkan keluarga lain dan mampu mencukupi kesejahteraan serta kebutuhan keluarga. Tabel 1

Skala Persepsi Tingkat Pendapatan Orang Tua

Indikator Acakan Pilihan Pernyataan

Kesejahteraan A D B C E

Ketercukupan D A E B C

Perbandingan dengan

Keluarga Tetangga C B E A D

Perbandingan dengan

Keluarga Saudara C E D A B

Perbandingan dengan

Keluarga Teman Sekolah B A D E C

Total Pernyataan 25

Setiap aitem memiliki 5 pilihan jawaban bobotnya bertinggkat sesuai skala likert. Pilihan jawaban akan diacak, misalkan :

A. Pendapatan keluarga kami kurang lebih sama dibandingkan dengan pendapatan tetangga disekitar.

B. Pendapatan keluarga kami jauh lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan tetangga disekitar.

C. Pendapatan keluarga kami cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan tetangga dikesitar. D. Pendapatan keluarga kami jauh lebih besar dibandingkan

dengan pendapatan tetangga disekitar.

Pendapatan keluarga kami cenderung lebih besar dibandingkan dengan pendapatan tetangga disekitar.


(60)

b. Skala Motivasi Melanjutkan Jenjang Pendidikan Ke Perguruan Tinggi Alat pengumpul data yang digunakan adalah skala motivasi intrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi dan skala motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

a) Skala Motivasi Intrinsik

Dalam penelitian ini, skala motivasi instrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi diadabtasi dari indicator kesenangan melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, kepuasan melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi serta ketertarikan melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi yang terkandung dalam dimensi motivasi intrinsik.

Tabel 2

Blue-print Skala Motivasi Instrinsik

Aspek Indikator Aitem Total

Favourable Unfavourable

Motivasi intrinsik Kesenangan melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

15, 8, 6 2, 13, 7 6 Ketertarikan

melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

16, 9, 11 17, 1, 10 6 Suka melanjutkan

pendidikan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

4, 14, 3 18, 5, 12 6


(61)

b) Skala Motivasi Ekstrinsik

Dalam penelitian ini, skala motivasi ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi diadabtasi dari aspek-aspek motivasi ekstrinsik yaitu Identified Regulation, Introjected Regulation, External Regulation.

Tabel 3

Blue-print Skala Motivasi Eksrinsik

Aspek Indikator Aitem Total

Favourable Unfavourable

Identified Regulation

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi berdasarkan cita-cita.

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi berdasarkan orientasi masa depan 11, 17 22, 12 7, 21 2, 27 4 4 Introjected Regulation

 Menghindari perasaan

gagal

 Menghindari perasaan

bersalah

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi karena kewajiban dan kepercayaan diri 16, 26 5, 18 13,20 28, 10 29, 1 31, 30 4 4 4 External Regulation

 Tuntutan dunia kerja

 Kewajiban

pendidikan dan keluarga

 Mendapat imbalan.

4, 8 19, 9 24, 15 3, 6 23, 32 25, 14 4 4 4

Jumlah 32

Setiap aitem pada skala motivasi intrinsik dan ekstrinsik melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi menggunakan skala Likert dengan empat pilihan jawaban, antaralain : Sangat


(62)

Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favourable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS).

Sedangkan untuk masing-masing aitem unfavourable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini disusun dari sejumlah pernyataan positif (favorable) dan (unfavorable). Tujuan penentuan nilai skala tersebut adalah memberikan bobot tertinggi bagi jawaban yang paling favorable. Jawaban favorable adalah respon setuju terhadap pernyataan yang favorable dan respon tidak setuju terhadap pernyataan yang tidak favorable. Jawaban tak faforable adalah respon setuju terhadap pernyataan yang favorable dan respon tidak setuju terhadap pernyataan favorable.

Tabel 4

Alternatif Jawaban dan Pembobotan

Alternatif Jawaban Favourable Unfavourable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3


(63)

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian 1. Uji Validitas

Validitas yaitu sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2007). Suatu alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila dapat menjalankan fungsi ukurnya atau dengan kata lain dapat memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud pengukurannya. Selain itu alat ukur tersebut juga hars mempunyai kecermatan tinggi yaitu kecermatan dalam mendeksi perbedaan-perbedaan kecil yang ada pada atribut yang diukurnya tersebut. Oleh sebab itu validitas merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala (Azwar, 2010).

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas isi dan validitas tampang. Validitas isi yaitu sejauh mana peryataan dalam skala mencakup keseluruhan kawasan yang hendak diukur oleh skala motivasi dan tingkat pendapatan orang tua, termasuk didalamnya validitas tampang yaitu pemeriksaan terhadap aitem-aitem tes apakah sudah bisa memberikan kesimpulan bahwa tes tersebut mengukur aspek yang relevan yang didasarkan pada akal sehat serta validitas logis yaitu apakah keseluruhan aitem telah merupakan semple yang representative bagi seluruh item yang mungkin dibuat. Validitas alat penelitian ini diketahui dengan cara melakukan professional judgement oleh dosen pembimbing skripsi.


(64)

2. Seleksi Item

Uji daya beda item atau seleksi item dilakukan sebelum melakukan pengujian terhadap reliabilitas dan validitas. Prosedur seleksi item dilakukan dengan cara menguji karakteristik masing-masing item yang menjadi bagian skala pengukuran. Item yang tidak memenuhi syarat kualitas tidak diikutkan menjadi bagian tes (Azwar,2010). Menurut Azwar, pengujian daya diskriminan item dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala itu sendiri. Hasil dari pengujian ini disebut koefisien korelasi item total (rix) (2012).

Uji coba dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 12 - 13 Juni 2014 dengan melibatkan 120 subyek, yaitu Siswa-siswi Kelas X SMA N 2 Blora. Peneliti menggunakan batasan rix0,30 sebagai kriteria untuk

memilih item yang baik dan berkualitas. Hasil pada skala Persepsi dari jumlah 5 item, terdapat 3 item yang baik dan 2 item yang tidak baik. Besarnya rix bergerak dari angka -0,140 sampai 0,243. Pada skala motivasi

intrinsik dari jumlah 18 item, terdapat 17 item yang baik dan 1 item yang tidak baik. Besarnya rix bergerak dari angka 0,091 sampai 0,696.

Sedangkan, pada skala motivasi ekstrinsik dari jumlah 32 item, terdapat 24 item yang baik dan 8 item yang tidak baik. Besarnya rix bergerak dari

angka -0,421 sampai 0,593. Berdasarkan analisis tersebut, ditemukan bahwa ada dua indikator persepsi pendapatan orang tua dan satu indicator external regulation yang tidak digunakan oleh peneliti karena memiliki


(65)

nilai diskriminan yang sangat rendah, yaitu: Kesejahteraan dengan nilai nilai rix -0,358 ; Perbandingan dengan Keluarga Tetangga dengan nilai rix

-0,140 dan Mendapat imbalan dalam indicator external regulation dengan nilai rix 0,049 ; 0,98 ; 0,165 ; 0,117 . Hal yang memungkinkan nilai tersebut

sangat rendah adalah penyusunan item yang kurang dapat dipahami oleh subyek yang memungkinkan untuk menimbulkan multi tafsir dalam mengartikan kejahteraan, perbandingan pendapatan orang tua tetangga dengan pendapatan orang tua sendiri dan dalam pemberian imbalan apabila melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Dalam hal ini, peneliti menyadari bahwa hal tersebut menjadi salah satu kekurangan yang terdapat dalam penelitian tersebut.

Tabel 5

Daftar item yang gugur

Skala Persepsi Pendapatan Orang Tua

Indikator Acakan Pilihan Pernyataan

*Kesejahteraan A D B C E

Ketercukupan D A E B C

*Perbandingan dengan

Keluarga Tetangga C B E A D

Perbandingan dengan

Keluarga Saudara C E D A B

Perbandingan dengan

Keluarga Teman Sekolah B A D E C

Total Pernyataan 25


(66)

Tabel 6

Daftar item gugur Skala Motivasi Instrinsik

Aspek Indikator Aitem Total

Favourable Unfavourable

Motivasi intrinsik Kesenangan melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi.

15, 8, 6 2, 13, 7 6 Ketertarikan

melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

16, 9, 11 17, *1, 10 6 Suka melanjutkan

pendidikan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi

4, 14, 3 18, 5, 12 6

Jumlah 18

Keterangan: * item gugur karena rix ≤ 0,30

Tabel 7

Daftar item gugur Skala Motivasi Eksrinsik

Aspek Indikator Aitem Total

Favourable Unfavourable

Identified Regulation

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi berdasarkan cita-cita.

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi berdasarkan orientasi masa depan 11, 17 22, 12 7, 21 2, 27 4 4 Introjected Regulation

 Menghindari perasaan

gagal

 Menghindari perasaan

bersalah

 Melanjutkan jenjang

pendidikan ke perguruan tinggi karena kewajiban dan kepercayaan diri 16, 26 5, 18 *13, 20 28, 10 29, 1 *31, 30 4 4 4


(67)

External Regulation

 Tuntutan dunia kerja

 Kewajiban

pendidikan dan keluarga

 Mendapat imbalan.

4, 8 19, 9 *24, *15 3, 6 *23, *32 *25, *14 4 4 4

Jumlah 32

Keterangan: * item gugur karena rix ≤ 0,30

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang berarti mengandung kecermatan pengukuran (Aswar, 2010). Menurut Supratiknya (1998), suatu tes yang reliable atau konsisten akan menunjukan skor yang sama bila sejumlah orang: a) dites pada dua kesempatan berbeda yang menggunakan alat tes yang sama, b) dites dengan dua versi berbeda dari tes yang sama, dan c) dites dengan kelompok-kelompok item berlainan dari tes yang sama. Reliabilitas (rxx)

ditunjukan dengan angka atau koefisien korelasi yang berkisar antara 0 dan 1. Semakin tinggi koefisien korelasi (mendekati 1) berarti alat tes semakin reliabel.

Penelitian ini menggunakan uji realibilitas Alpha Cronbach (Azwar, 2007) adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah tingkat kesukaran seimbang, merupakan tes kemampuan dan dan dapat dibelah menjadi dua atau tiga dengan jumlah aitem yang sama banyak.

Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa koefisien Alpha Cronbach pada variable persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua adalah 0,528. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien realiabilitas pada variable persepsi terhadap pendapatan orang


(68)

tua adalah tinggi karena nilai mendekati angka 1,00. Pada variabel motivasi intrinsik, berdasarkan analisis data diperoleh nilai 0,915. Hal tersebut berarti bahwa varibel motivasi intrinsik memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi karena nilai yang dimiliki mendekati angka 1,00. Demikian juga dengan variable Motivasi ekstrinsik, berdasarkan analisis data diperoleh nilai 0,836. Hal tersebut berarti bahwa varibel motivasi ekstrinsik memiliki koefisien reliabilitas yang tinggi karena nilai yang dimiliki mendekati angka 1,00.

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan korelasi Product Moment. Agar hasil pengujian korelasi tidak bias, data-data dari variable tergantung dan bebsa harus memenuhi uji asumsi yaitu: uji normalitas dan linieritas. Uji asumsi ini dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran dan hubungan antar variable bersifat linier atau tidak.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk melihat data penelitian yang berasal dari sebaran dari populasi bersifat normal atau tidak. Teknik yang digunakan dalam pengujian normalitas adalah teknik Kolmogorov-Smirnov. Taraf signifikan yang digunakan untuk menguji asumsi normalitas sebaran adalah 0,05. Hasil uji normalitas dengan p˂0,05 mengindikasikan bahwa data yang dimiliki memiliki


(69)

sebaran data yang tidak normal. Sebalikanya, hasil uji normalitas dengan p˃0,05 dapat disimpulkan bahwa sebaran data yang dimiliki bersifat normal.

b. Uji Linieritas

Uji linearitas digunakan untuk melihat hubungan antar variabel bersifat linear atau tidak yang berarti apabila terjadi peningkatan atau penurunan kuantitas pada satu variabel, maka hal tersebut akan diikuti secara liniar (mengikuti garis lurus) oleh peningkatan atau penurunan kuantitas pada variabel lain (Santoso, 2010). Uji linearitas pada penelitian ini akan menggunakan test for linierity yang terdapat dalam program SPSS.

2. Uji Hipotesis

Data yang telah berasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji korelasi. Jenis uji korelasi yang digunakan adalah korelasi Spearman’s rho. Teknik korelasi Spearmen’rho digunakan untuk melihat hubungan antara kedua variabel dengan karakteristik data non parametrik. Perhitungan teknik korelasi ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for Windows versi 22.0. Hal ini didasarkan atas tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui hubungan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi terhadap tingkat pendapatan orang tua.


(70)

51 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 3-6 Juni 2014. Peneliti mengambil data Siswa dan siswi di SMA Negeri 2 Blora yang beralamat di Jl. Rembang, Km 4, Blora. Pertama, peneliti menemui kepala sekolah SMA Negeri 2 Blora untuk meminta ijin penelitian serta memastikan jumlah subjek yang akan peneliti ambil. Setelah mendapat ijin dan kepastian subjek maka, peneliti menetapkan siswa-siswi sebagian dari kelas X dan seluruh kelas XI SMA Negeri 2 Blora yang berjumlah 400 orang yang akan peneliti ambil datanya lewat skala yang telah peneliti susun. Peneliti membagikan sekala disetiap kelas pada awal jam pelajaran sekolah sebayak 400 lebar dan peneliti memberikan instruksi pengerjaan skala yang peneliti susun. Dari jumlah tersebut yang kembali dan dapat dianalisis terdapat 370 lembar skala penelitian. Kurang lengkapnya data berjumlah 30 lembar dikarenakan adanya beberapa bagian dari item tidak diisi sehingga peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan skala tersebut untuk dianalisis.

B. Deskripsi Subjek

Berdasarkan data yang peneliti peroleh di SMA Negeri 2 Blora, subjek penelitian ini terbagi dalam dua kelas yaitu kelas X dan XI dengan spesifikasi sebagai berikut:


(1)

93

Lampiran 8


(2)

Uji Normalitas Skala

PERSEPSI TOTAL SCORE INTRINSIK TOTAL SCORE EKSTRINSIK TOTAL SCORE

N 370 370 370

Normal Parametersa,b Mean 9.46 54.17 67.46

Std. Deviation 2.218 7.913 8.830

Most Extreme Differences Absolute .179 .089 .058

Positive .179 .040 .058

Negative -.144 -.089 -.029

Test Statistic .179 .089 .058


(3)

95

Lampiran 9


(4)

Uji Hipotesis Skala

PERSEPSI TOTA LSCORE INTRINSIK TOTAL SCORE EKSTRINSIK TOTAL SCORE Spearman's rho PERSEPSI TOTAL SCORE Correlation

Coefficient 1.000 -.047 -.133

**

Sig. (1-tailed) . .185 .005

N 370 370 370

INTRINSIK TOTAL SCORE

Correlation

Coefficient -.047 1.000 .564**

Sig. (1-tailed) .185 . .000

N 370 370 370

EKSTRINSIK TOTAL SCORE

Correlation

Coefficient -.133** .564** 1.000

Sig. (1-tailed) .005 .000 .


(5)

97

Lampiran 10

Surat Keterangan

Penelitian


(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN,PENDAPATAN DAN PERSEPSI ORANG TUA PADA PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP MOTIVASI MELANJUTKAN PENDIDIKAN ANAK KE PERGURUAN TINGGI PADA SISWA KELAS XII IPS SMA NEGERI 1 SIANTAR NARUMONDA TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 2 34

MINAT MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI PERSEPSI PELUANG KERJA DAN LATAR BELAKANG Minat Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Persepsi Peluang Kerja Dan Latar Belakang Kondisi Ekonomi Orang Tua Pada Siswa SMK Muhammadiyah

0 2 16

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAUDARI PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi Ditinjau dari Perhatian Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa pada Siswa Kelas XI SMK Prawira Marta Kartasu

0 2 10

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi Ditinjau dari Perhatian Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa pada Siswa Kelas XI SMK Prawira Marta Kartas

0 3 14

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI PERHATIAN ORANG TUA DAN MOTIVASI Minat Siswa Melanjutkan Studi ke Perguruan Tinggi Ditinjau dari Perhatian Orang Tua dan Motivasi Belajar Siswa Pada Siswa Kelas XI SMK Prawira Marta Kartas

0 3 14

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI PRESTASI BELAJAR, MOTIVASI BELAJAR, DAN STATUS SOSIAL Minat Siswa Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Prestasi Belajar, Motivasi Belajar, Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua

0 1 19

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN Minat Siswa Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Gir

0 1 13

MINAT SISWA MELANJUTKAN STUDI KE PERGURUAN TINGGI DITINJAU DARI STATUS SOSIAL EKONOMI ORANG TUA DAN Minat Siswa Melanjutkan Studi Ke Perguruan Tinggi Ditinjau Dari Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Prestasi Belajar Pada Siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Gir

0 0 13

Motivasi untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke Perguruan Tinggi pada siswa SMA di Blora ditinjau dari persepsi tingkat pendapatan orang tua.

0 3 119

PENGARUH PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP MINAT SISWA MELANJUTKAN PENDIDIKAN KE PERGURUAN TINGGI

0 2 16