PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MENULIS BAHASA INGGRIS DALAM MATA KULIAH WRITING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI MENULIS MAHASISWA SASTRA INGGRIS :Studi kasus di Universitas Jenradel soedirman dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

(1)

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... v

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. vii

ABSTRAK ………. ix

ABSTRACT ………... x

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….. xviii

DAFTAR BAGAN ……….... xx

DAFTAR GRAFIK ……… xxii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xxiii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

1. Pembelajaran Bahasa Inggris ………..…... 1

2. Kedudukan Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi ……... 3

3. Model Pengajaran Menulis ………. 6

a. Model Hayes dan Flower (1980) ……….. 7

b. Model Bereiter dan Scardamalia (1987) ……….. 8

c. Model Hayes (1996) ………. 13

B. Identifikasi, Perumusan Masalah, dan Rancangan Pengembangan Model Menulis Bahasa Inggris ……….. 17

1. Identifikasi Masalah ………... 17

2. Perumusan Masalah ……… 21

3. Rancangan Pengembangan Model Menulis Bahasa Inggris ... 27

C. Pertanyaan Penelitian ………...…..…. 33

D. Definisi Operasional Penelitian ……….. 34

1. Model Pembelajaran ………... 34


(2)

ii

E. Tujuan Penelitian …………..……….. 40

1. Tujuan Umum ………. 40

2. Tujuan Khusus ……… 40

F. Manfaat Penelitian ……….. 41

1. Manfaat Teoritis ………. 41

2. Manfaat Praktis ..………. 41

G. Hipotesis Penelitian ……… 42

BAB II PEMBELAJARAN MENULIS BAHASA INGGRIS ………. 44

A. Orientasi Pendidikan Transaksi ……….... 44

B. Pengajaran Menulis ……….. 47

C. Pengajaran Menulis Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing …. 52 1. Menulis Bahasa Inggris Sebagai Proses ………. 54

2. Implementasi Pengajaran Menulis Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing ……….. 58

a. Silabus Pengajaran ……… 58

b. Metode Pengajaran ……… 65

3. Penilaian dalam Pengajaran Menulis Bahasa Inggris ……. 72

a. Prinsip Penilaian Menulis Bahasa Inggris ……… 72

b. Sistem Penilaian Menulis Bahasa Inggris ………. 74

D. Teknologi dalam Pengajaran ……….…… 76

1. Teknologi Pendidikan ………. 76

2. Pemanfaatan Teknologi dalam Pengajaran Bahasa ………. 78

3. Belajar Berbasis Internet ………... 82

4. Sumber-Sumber Belajar dalam Internet ……….. 86

5. Penggunaan E-mail dalam Pembelajaran Menulis Bahasa Inggris ………. 90

E. Penelitian Menulis dalam Bahasa Asing ………... 94

1. Hasil Penelitian Menulis Bahasa Inggris untuk Mahasiswa di Indonesia ………... 94


(3)

iii

2. Hasil Penelitian Pemanfaatan Penggunaan Korespondensi

E-mail ………..……… 97

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………... 102

A. Metode Penelitian ………... 102

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ………... 106

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ………. 108

1. Observasi (Pengamatan) ………. 108

2. Studi Dokumentasi ……….. 109

3. Wawancara ………. 110

4. Kuesioner ……… 111

4.a. Kegiatan Perkuliahan Writing ……….. 113

4.b. Rencana Perkuliahan Writing ……….. 117

4.c. Permasalahan dalam Perkuliahan Writing dan Cara Mengatasinya ……… 128 4.d. Praktik Menulis ………. 130 4.e. Cara mengoreksi Writing ……….. 137 4.f. Saran Untuk Perkuliahan Writing ………. 139 5. Hasil Tes ………. 143

D. Prosedur Penelitian ………... 144

1. Studi Pendahuluan ……….. 144

1.a. Perencanaan Pembelajaran Writing ………. 146

1.b. Pelaksanaan Proses Pembelajaran ……… 151

1.c. Evaluasi Pembelajaran ………. 153

2. Rancangan Model

……….

157


(4)

iv

………..

2.b. Prosedur Pembelajaran ………. 164

2.c. Pelaksanaan Pembelajaran

………

165

2.d. Evaluasi Pembelajaran

………..

166

3. Uji Coba Model

………....

167 3.a. Tahap Uji Coba Model Terbatas ……….. 169

3.b. Tahap Uji Coba Lebih Luas

………..

171

3.c. Penyajian Uji Coba

…………...………

172 1. Uji Coba Model Pertama ……… 172

1.a Rencana Pembelajaran

……….……...

172

1.b Prosedur Pembelajaran

……….……....

173 1.c Pelaksanaan Pembelajaran ……….. 174 1.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba

Pertama Pembelajaran

……….……….

175

2. Uji Coba Model Kedua

….……….……

178

2.a Rencana Pembelajaran

……….……...

178

2.b Prosedur Pembelajaran

……….……...

179 2.c Pelaksanaan Pembelajaran

………..


(5)

v

2.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba Kedua Pembelajaran ……….………. 181 3. Uji Coba Model Ketiga .….……….… 183

3.a Rencana Pembelajaran

……….…….

183

3.b Prosedur Pembelajaran

……….…….

184 3.c Pelaksanaan Pembelajaran

………

185 3.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba

Ketiga Pembelajaran ………...…….. 186 4. Uji Coba Model Keempat .….…………..…….. 188

4.a Rencana Pembelajaran

……….…….

189

4.b Prosedur Pembelajaran

……….…….

189

4.c Pelaksanaan Pembelajaran ………

190 4.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba

Keempat Pembelajaran

………..

191 5. Uji Coba Model Kelima .….……… 193

5.a Rencana Pembelajaran

……….…….

194

5.b Prosedur Pembelajaran

……….…….

194 5.c Pelaksanaan Pembelajaran

………

195 5.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba

Kelima Pembelajaran ……….. 197 6. Uji Coba Model Keenam .….……… 199


(6)

vi

6.a Rencana Pembelajaran

……….…….

199

6.b Prosedur Pembelajaran

……….…….

200 6.c Pelaksanaan Pembelajaran

………

201 6.d Evaluasi Implementasi Draft Uji Coba

Keenam Pembelajaran ……….. 202

7. Versi Terakhir Model Pembelajaran Hasil Uji Coba .….……… 205

7.a Rencana Pembelajaran ……….……. 205 7.b Prosedur Pembelajaran ……….……. 208 7.c Pelaksanaan Pembelajaran ……… 210 8. Hasil Uji Coba Yang Lebih Luas .…………..… 211

8.a Hasil Uji Coba Lebih Luas Sub-Tahap Pertama Putaran Satu, Dua, dan Tiga …… 212 8.b Hasil Uji Coba Lebih Luas Sub-Tahap Kedua Putaran Empat, Lima dan Enam … 214 E. Pengembangan Instrumen Penelitian ……….... 216

F. Analisis Data ………. 219

1. Analisis Data Kualitatif ……….………….. 220

2. Analisis Data Kuantitatif………...………. 221

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 224

A. Temuan Penelitian ………. 224


(7)

vii

2. Ikhtisar Perkembangan Model Pembelajaran Writing dari

Draft Awal Sampai Versi Terakhir ... 229

a. Uji Coba Terbatas Putaran Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, dan Enam ... 229

b. Uji Coba Lebih Luas Sub-Tahap Pertama dan Kedua Putaran Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, dan Enam ... 237

B. Uji Validasi Model ……… 242

C. Ikhtisar Hasil Kuesioner Pada Uji Validasi Model ... 246

D. Interpretasi Hasil Penelitian ……… 256

1. Tahap Uji Coba Terbatas dan Lebih Luas .………... 256

2. Uji Beda t ………...………... 258

a. Uji Uji t ‘Karangan’, ‘Proficiency’, ‘Vocabulary’, dan, ‘Structure’ Sampel Unsoed Kelas Eksperimen dan Kontrol Menggunakan Independent Samples t Test ……… 259

b. Uji Uji t ‘Karangan’, ‘Proficiency’, ‘Vocabulary’, dan, ‘Structure’ Sampel UMP Kelas Eksperimen dan Kontrol Menggunakan Independent Samples t Test ……… 261

b. Uji Uji t ‘Karangan’, ‘Proficiency’, ‘Vocabulary’, dan, ‘Structure’ Sampel UMP Kelas Eksperimen dan Kontrol Menggunakan Independent Samples t Test ……… 261

c. Uji Uji t ‘Karangan’, ‘Proficiency’, ‘Vocabulary’, dan, ‘Structure’ Sampel Kelompok Gabungan Unsoed dan UMP Kelas Eksperimen dan Kontrol Menggunakan Independent Samples t Test……… 261

E. Pembahasan Temuan Penelitian ……….………….. 265


(8)

viii

2. Rancangan Model ………...……….... 267

3. Efektifitas dan Kelebihan Model Yang Dikembangkan ... 268

a. Efektifitas Model Yang Dikembangkan ………... 268

a.1. Karangan ...……..………... 268

a.2. Proficiency ...………. 272

a.3. Vocabulary ...………... 274

a.4. Structure ...………... 277

b. Kelebihan Model Pembelajaran Writing Yang Dikembangkan …………... 280

4. Hambatan Pelaksanaan dan Solusinya ... 282

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ………... 284

A. Simpulan ....………..………. 284

B. Implikasi ……… 291

C. Saran ……….………. 294

DAFTAR PUSTAKA ……….... 297

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………...… 310


(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Taxonomy of Language Knowledge ………..…..…………... 9

Tabel 1.2 Perbandingan Empat Model Pembelajaran Menulis ……….. 32

Table 1.3. Model Pembelajaran ……….………. 35

Table 2.1. Perbandingan Tipe Silabus Pengajaran Bahasa ………... 60

Tabel 2.2. Lima Kategori Belajar dalam Penggunaan Komputer ...…... 81

Tabel 2.3. Perbandingan Menulis dengan Media Kertas dan E-mail ... 92

Tabel 3.1. Kegiatan Perkuliahan Writing di Sastra Inggris Unsoed ... 114

Tabel 3.2. Kegiatan Perkuliahan Writing di Sastra Inggris UMP ... 116

Tabel 3.3. Rencana Pembelajaran Mata Kuliah Writing di Sastra Inggris Unsoed ... 118

Tabel 3.4 Rencana Pembelajaran Mata Kuliah Writing di Sastra Inggris UMP ... 123

Tabel 3.5. Permasalahan dalam Perkuliahan Writing dan Cara Mengatasinya di Sastra Inggris Unsoed ... 129

Tabel 3.6. Permasalahan dalam Perkuliahan Writing dan Cara Mengatasinya di Sastra Inggris UMP ... 129

Tabel 3.7. Praktik Writing di Sastra Inggris Unsoed ... 130

Tabel 3.8. Praktik Writing di Sastra Inggris UMP ... 134

Tabel 3.9. Cara Dosen Mengoreksi Writing di Sastra Inggris Unsoed ... 138


(10)

x

Tabel 3.11. Saran Untuk Mata Kuliah Writing di Sastra Inggris Unsoed ... 139 Tabel 3.12. Saran Untuk Mata Kuliah Writing di Sastra Inggris UMP ... 142 Tabel 3.13. Kisi-Kisi Penyusunan Instrumen Penelitian Pengembangan

Model Pembelajaran Menulis Bahasa Inggris dalam Mata Kuliah Writing ...

217

217 Tabel 3.14. Kisi-Kisi Instrumen Penilaian Kompetensi Menulis Bahasa

Inggris ... 218 Tabel 4.1. Desain Kelompok Kontrol Pre Test dan Post Test ... 241 Tabel 4.2. Latar Belakang Sosial Ekonomi Responden dai Kelas

Eksperimen Unsoed ... 245 Tabel 4.3. Latar Belakang Sosial Ekonomi Responden dai Kelas

Eksperimen UMP ... 247 Tabel 4.4. Hasil Uji Beda (Independent Samples t-Test) Sampel Unsoed ... 259 Tabel 4.5. Hasil Uji Beda (Independent Samples t-Test) Sampel UMP ... 261 Tabel 4.6. Hasil Uji Banding (Independent Samples t-Test) Sampel


(11)

xi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Model Menulis dari Hayes dan Flower (1980) ……...……... 8

Bagan 1.2. Structure of Knowledge-Transforming Model (Bereiter dan Scardamalia, 1987) ……… 12

Bagan 1.3. Proses Menulis Model Hayes (1996) …….……… 14

Bagan 1.4. Cognitive Process in Reading to Evaluate Text (Hayes, 1996) …. 16 Bagan 1.5. Model Studi Pembelajaran di Kelas ……….…………... 24

Bagan 1.6. Hubungan Antara Bidang-Bidang dalam Domain ………. 29

Bagan 1.7. Model Konvergen Untuk Komunikasi ………... 31

Bagan 2.1. Proses Penulisan ……….... 55

Bagan 2.2. Langkah Proses Penulisan ………...… 57

Bagan 2.3. Aktifitas Latihan Menulis ……….…………. 66

Bagan 3.1. Peta Operasional Pengembangan Model Pembelajaran Writing.. 158

Bagan 3.2. Langkah-Langkah Penelitian ………. 160

Bagan 3.3. Rancangan Prosedur Model Pembelajaran ……… 173

Bagan 3.4. Perbaikan Model Putaran Pertama ……… 176

Bagan 3.5. Perbaikan Model Putaran Kedua ………... 182

Bagan 3.6. Perbaikan Model Putaran Ketiga ………... 187

Bagan 3.7. Perbaikan Model Putaran Keempat ………... 192

Bagan 3.8. Perbaikan Model Putaran Kelima ………. 198


(12)

xii

Bagan 3.10 Perbaikan Model Pembelajaran Versi Terakhir ……….. 209 Bagan 4.1. Model Pembelajaran Writing Untuk Sastra Inggris Versi

Pertama ……… 230

Bagan 4.2. Model Pembelajaran Writing Untuk Sastra Inggris Versi


(13)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Kurva Uji t Kelompok Unsoed ... 261 Grafik 4.2. Kurva Uji t Kelompok UMP ... 263 Grafik 4.3. Kurva Uji t Kelompok Gabungan Unsoed dan UMP ... 265


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat-Surat Kelengkapan Penelitian ………...… 319

Lampiran 2 Hasil Perhitungan Statistik ……….. 323

Lampiran 3 Observasi Pengajaran Writing II di Sastra Inggris Unsoed dan UMP ……… 337

Lampiran 4 Hasil Rekap Jawaban Kuesioner ………... 344

Lampiran 5 Test ………..……….... 358

Lampiran 6 Petunjuk Penilaian Karangan ……….. 382

Lampiran 7 Kuesioner ………..….………. 383

Lampiran 8 Contoh Tulisan E-mail Mahasiswa ………. 389

Lampiran 9 Contoh Hasil Karangan Pre dan Post Kelas Eksperimen ……. 395


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini membahas latar belakang masalah yang meliputi pembelajaran bahasa Inggris, kedudukan bahasa Inggris di Perguruan Tinggi, dan model pengajaran menulis. Sesudah itu, pembahasan difokuskan untuk melihat identifikasi dan perumusan masalah; pertanyaan penelitian; definisi operasional penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian; dan hipotesis penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

1. Pembelajaran Bahasa Inggris

Bahasa Inggris merupakan salah satu alat komunikasi di tingkat internasional. Pada kenyataannya, tidak semua orang di dunia menguasai bahasa ini. Di Indonesia, bahasa Inggris hanya dianggap sebagai bahasa asing. Mengingat pentingnya bahasa ini maka banyak orang Indonesia yang berusaha untuk mempelajarinya baik secara formal maupun tidak formal.

Seiring dengan kebutuhan akan penguasaan bahasa Inggris, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang No: 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 Ayat 1 tahun 2003 bahwa bahasa Inggris menjadi satu-satunya bahasa asing yang wajib dipelajari siswa dari jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Perguruan Tinggi. Mata pelajaran bahasa Inggris sudah mulai diberikan kepada murid Sekolah Dasar (SD) melalui kurikulum muatan lokal.


(16)

Bahkan, sekarang ini pengajaran bahasa Inggris sudah mulai diperkenalkan pada tingkat Taman Kanak-Kanak (TK).

Pemerintah telah memberikan arahan berkenaan dengan berbagai mata pelajaran yang diajarkan untuk siswa dari TK sampai SMA. Begitu pula di tingkat Perguruan Tinggi (PT), pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional RI No: 232/U/2000 telah menetapkan bahwa kurikulum PT di Indonesia terdiri dari kurikulum inti dan institusional. Kurikulum inti program Strata 1 (S1) berkisar antara 40-80% dari jumlah keseluruhan SKS dari suatu program studi. Kurikulum inti ditetapkan secara nasional oleh Menteri Pendidikan Nasional RI; sedangkan kurikulum institusional ditentukan oleh masing-masing PT. Dalam kurikulum institusional, terdapat beberapa mata kuliah yang harus dipelajari mahasiswa. Salah satunya adalah mata kuliah bahasa Inggris yang diperlukan sebagai antisipasi menghadapi era golbalisasi.

Agar mahasiswa nantinya mampu bersaing di era globalisasi, kompetensi berbahasa Inggris secara menyeluruh harus dikuasai. Kompetensi bahasa Inggris meliputi keterampilan menulis, membaca, mendengarkan, dan berbicara yang perlu dikembangkan. Kesemua aspek kompetensi berbahasa Inggris harus dipelajari secara seksama mengingat penguasaan bahasa Inggris memerlukan proses yang memakan waktu cukup lama.

Mahasiswa merupakan sumber daya manusia potensial yang setelah lulus nantinya harus mampu bersaing di pasaran kerja. Selain mahasiswa dibekali dengan bidang ilmu yang sesuai dengan kajiannya, mereka juga perlu dibekali dengan kemampuan berbahasa Inggris yang memadai. Ketika bekerja, mereka


(17)

acapkali dituntut untuk dapat menggunakan bahasa Inggris baik secara pasif maupun aktif. Oleh karena itu, sudah sewajarnya mahasiswa di PT mempelajari bahasa Inggris untuk kebutuhan mereka.

Dewasa ini, para ahli pengajaran bahasa asing di berbagai negara telah sepakat bahwa tujuan utama pembelajaran suatu bahasa asing adalah sebagai upaya mengembangkan kompetensi komunikasi (communicative competence) (Hadley, 2001:32). Kompetensi komunikasi yang dirujuk oleh praktisi pengajaran bahasa asing adalah seperti yang disampaikan Canale dan Swain (1980:26), meliputi grammatical competence (kompetensi tata bahasa), sociolinguistic competence (kompetensi sosiolinguistik), discourse competence (kompetensi wacana), and strategic competence (kompeteni strategi). Savignon (1991:28) menegaskan bahwa dalam belajar bahasa asing, siswa perlu mempelajari dan mempraktikkan empat kemampuan berbahasa yaitu: mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).

2. Kedudukan Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi

Pengajaran bahasa Inggris di PT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: sebagai mata kuliah umum untuk mahasiswa non-bahasa Inggris dan pengajaran bahasa Inggris sebagai bidang studi. Kedua jenis pengajaran bahasa Inggris tersebut memiliki tujuan yang tidak sama. Sebagai mata kuliah umum, bahasa Inggris merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan bidang kajian yang sedang dipelajari mahasiswa. Sebagai bidang studi, bahasa Inggris menjadi pokok kajian yang dipelajari mahasiswa sehingga dituntut pemahaman yang mendalam tentang penguasaan terhadap bahasa Inggris itu sendiri.


(18)

Rochman (2003:21) menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa mata kuliah umum bahasa Inggris dalam satu kelas biasanya terdiri dari 100-an sehingga dikategorikan sebagai kelas yang besar. Sementara itu, waktu perkuliahannya hanya satu atau dua semester saja. Pengajaran mata kuliah umum bahasa Inggris di PT bertujuan membantu mahasiswa dalam menghadapi sumber-sumber belajar berbahasa Inggris. Oleh karena itu, penekanan dilakukan lebih pada penguasaan keterampilan membaca daripada keterampilan-keterampilan berbahasa Inggris lainnya (Nababan, 1984:3).

Kedudukan bahasa Inggris sebagai mata kuliah umum berfungsi sebagai pendukung proses pembelajaran mata kuliah bidang studi pokok. Acapkali, mahasiswa harus membaca berbagai materi dalam mempelajari mata kuliah bidang studi mereka; sedangkan referensi terkini banyak diterbitkan dalam bahasa Inggris. Pada kenyataanya, bahasa Inggris dipergunakan sebagai media untuk penyampaian ilmu pengetahuan di tingkat internasional. Oleh karena itu, insan akademis di PT perlu menguasai bahasa Inggris agar dapat memperoleh informasi terbaru dalam bidang kajiannya.

Di sisi lain, mahasiswa Sastra Inggris mempelajari bahasa Inggris sebagai bidang ilmu sehingga mereka harus menguasainya secara mendalam untuk mempelajari mata kuliah lain yang terkait dengan bahasa Inggris seperti Kesusasteraan Inggris (Rochman, 2002:130). Mahasiswa Sastra Inggris pada tahun pertama dan kedua, mempelajari keterampilan dasar bahasa Inggris yang bisanya berlangsung selama kurang lebih 4 semester yaitu: mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).


(19)

Mata kuliah speaking dan listening pada umumnya diselenggarakan dalam kelas kecil yang berkisar antara 20-25 mahasiswa. Sedangkan mata kuliah reading dan writing biasanya diselenggarakan dalam kelas besar (lebih dari 50 mahasiswa). Padahal idealnya, jumlah siswa dalam satu kelas untuk pembelajaran bahasa asing adalah kurang lebih 20 (Harmer, 2001:235).

Jumlah mahasiswa untuk mata kuliah speaking dibagi dalam kelas kecil mengingat masing-masing mahasiswa perlu praktik bercakap-cakap. Untuk mata kuliah listening, jumlah mahasiswa dalam satu kelas juga kecil mengingat pada umumnya perkuliahan diselenggarakan di laboratorium bahasa dengan jumlah kursi berkisar antara 20-30 buah.

Untuk mata kuliah reading dan writing, jumlah siswa termasuk besar oleh karena beberapa alasan yang antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, seringnya muncul anggapan bahwa mata kuliah ini lebih sedikit membutuhkan interaksi langsung antar dosen dan mahasiswa selama proses kegiatan di kelas. Kedua, sudah menjadi tradisi pengajaran mata kuliah reading dan writing dalam kelas besar. Ketiga, keterbatasan fasilitas, ruang kelas, dosen, serta dana apabila mata kuliah ini juga dibagi ke dalam kelas-kelas yang lebih kecil.

Jumlah mahasiswa dalam satu kelas untuk mata kuliah reading dan writing sering menjadi salah satu penyebab kekurang-efektifan pengajaran. Pada prinsipnya, idealnya jumlah mahasiswa harus dapat dikontrol dosen selama berlangsungnya proses belajar-mengajar di kelas. Jumlah mahasiswa yang cukup banyak untuk mata kuliah reading menyebabkan semakin berkurangnya perhatian dosen terhadap persoalan yang dihadapi individu mahasiswa di kelas. Begitu pula


(20)

halnya dengan dengan mata kuliah writing. Walaupun mata kuliah writing kelihatannya bersifat ‘pasif’, setiap individu perlu memperoleh penanganan sendiri-sendiri. Kecepatan menulis sebuah karangan berbahasa Inggris dan permasalahan yang dihadapi tiap individu harus ditangani dengan cermat.

Namun, pengurangan jumlah mahasiswa dalam tiap kelas bukan merupakan satu-satunya pemecahan masalah. Jumlah jam tatap muka yang terbatas juga menjadi kendala besar karena praktik menulis membutuhkan waktu yang tak terbatas, baik di dalam maupun di luar kelas.

3. Model Pengajaran Menulis

Hedge (2001:6) melihat belum adanya suatu model menulis yang dapat disetujui banyak praktisi, sehingga model pengajaran menulis dalam dunia pengajaran bahasa masih bervariasi. Pengajar bahasa masih berbeda pandangan tentang metode menulis, aspek-aspek dalam menulis, serta peran pengajar dan peserta didik dalam pengembangan aktivitas belajar-mengajar menulis.

Dari berbagai proses menulis yang dikemukan beberapa ahli, Weigle (2002) mencatat 3 model proses menulis yang banyak mempengaruhi pengkembangan proses pembelajaran menulis dengan mengacu kepada kegiatan menulis sebagai aktifitas kognitif. Model pertama adalah yang dikembangkan Hayes dan Flower (1980). Model kedua adalah dari Bereiter dan Scardamalia (1987). Model ketiga adalah dari Hayes (1996). Ketiga model tersebut banyak disatir oleh ahli lain ketika membahas pengembangan keterampilan menulis. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.


(21)

a. Model Hayes dan Flower (1980)

Hayes dan Flower (1980) (Dikutip dalam Weigle, 2002:23) menjabarkan modelnya sebagai proses menulis dalam arti lingkungan penulisan (task environment) yang terdiri dari tugas dan hasil tulisan yang dibuat. Memori jangka panjang penulis akan mempengaruhi proses penulisan. Dalam hal ini, aspek memori jangka panjang penulis terdiri dari pengetahuan tentang topik, target pembaca, dan rencana penulisan yang tersimpan. Sejumlah aktivitas kognitif akan berlangsung dalam perencanaan, penerjemahan pikiran melalui teks, dan melakukan pengulangan kembali. Perencanaan meliputi perolehan ide, penyusunan karangan, dan latar tujuan penulisan. Perencanaan akan diterjemahkan ke dalam suatu penulisan. Sesudah itu, dilakukan penyuntingan atas tulisan tersebut. Penulis akan memonitor jalannya proses perencanaan, penerjemahan, dan pengulangan kembali dalam proses penyusunan tulisan.

Aspek penting dari model ini adalah bahwa menulis merupakan proses yang berulang-ulang. Oleh karena itu, proses menulis merupakan suatu proses yang bersiklus. Ketika menulis, seseorang akan bercermin pada apa yang telah dikerjakannya dan kembali lagi pada langkah sebelumnya untuk memperjelas hal-hal yang belum tersurat. Dengan demikian, pemberian instruksi yang jelas dalam proses menulis akan lebih efektif dari pada pemberian sebuah model karangan kepada peserta didik, kemudian mereka diminta mengikuti model tersebut.

Adapun model penulisan yang dijabarkan oleh Hayes dan Flower (1980) polanya dapat dilihat pada bagan di bawah.


(22)

Bagan 1.1. Model Menulis dari Hayes dan Flower (1980)

Sumber Weigle (2002), hal: 24.

b. Model Bereiter dan Scardamalia (1987)

Model menulis yang disampaikan Bereiter dan Scardamalia (1987) (Dikutip dalam Weigle, 2002:29) memberikan deskripsi tentang paradoks dalam proses menulis. Di satu sisi, seseorang yang mampu baca tulis akan bisa menulis dengan lancar dalam bahasa pertamanya. Di sisi lain, tidak semua orang mampu menjadi penulis yang baik walaupun ia menguasai bahasa tersebut. Hal ini karena seseorang membutuhkan keahlian khusus untuk menguasai keterampilan menulis.

Bereiter dan Scardamalia (1987) mengajukan daftar taksonomi pengetahuan bahasa pada seseorang yang meliputi pengetahuan linguistik,

THE WRITER’S LONG TERM MEMORY Knowledge of Topic Knowledge of Audience

Stored Writing Plans

TASK ENVIRONMENT Topic WRITING ASSIGNMENT Audience Motivating Cues TEXT PRODUCED SO FAR PLANNING T R A N S L A T IN G REVIEWING G E N E R A T IN G ORGANIZING GOAL SETTING READING EDITING MONITOR


(23)

wacana, dan sosiolinguistik. Adapun taksonomi tersebut diuraikan secara terperinci sebagai berikut.

Tabel 1.1. Taxonomy of Language Knowledge

I. Linguistic Knowledge

A. Knowledge of the written code a. Orthography b. Spelling c. Punctuation

d. Formatting conventions (margins, paragraphing, spacing, etc.) B. Knowledge of phonology and morphology

1. Sound/letter correspondences 2. Syllables (onset, rhyme/rhythm, coda) 3. Morpheme structure (word-part knowledge) C. Vocabulary

1. Interpersonal words and phrases

2. Academic and pedagogical words and phrases 3. Formal and technical words and phrases 4. Topic-specific words and phrases D. Syntactic/structural knowledge

1. Basic syntactic patterns

2. Preferred formal writing structures (appropriate styles) 3. Tropes and figures of expression

4. Metaphors/similes

E. Awareness of differences across languages

F. Awareness of relative proficiency in different languages and registers II. Discourse Knowledge

A. Knowledge of intrasentential and intersentential marking devices (cohesion, syntactic parallelism)

B. Knowledge of informational structuring (topic/comment, given/new, theme/theme, adjacency pairs)

C. Knowledge of semantic relations across clauses D. Knowledge of recognizing main topics

E. Knowledge of genre structure and genre constraint

F. Knowledge of organizing schemes (top-level discourse structure) G. Knowledge of inferencing (bridging, elaborating)

H. Knowledge of differences in features of discourse structuring across languages and cultures


(24)

III. Sociolinguistic knowledge

A. Functional uses of written language. B. Application and interpretable violation C. Register and situational parameters

1. Age of writer

2. Language used by writer (L1, L2, …) 3. Proficiency in language used 4. Audience considerations

5. Relative status of interactants (power/politeness) 6. Degree of formality (deference/solidarity) 7. Degree of distance (detachment/involvement) 8. Topic of interaction

9. Means of writing (pen/pencil, computer, dictation, shorthand) 10. Means of transmission (single page/book/read aloud/printed) D. Awareness of sociolinguistics differences across languages and cultures E. Self-awareness of roles of register and situational parameters

Sumber Weigle (2002) hal: 30-31.

Untuk menjadi penulis yang baik, seseorang perlu mempelajari beberapa aspek penulisan. Pada umumnya, proses penguasaan keterampilan menulis akan memakan waktu yang cukup panjang dan latihan secara intensif. Dengan demikian, seseorang yang lancar menulisnya belum tentu bisa menghasilkan tulisan yang baik.

Bereiter dan Scardamalia mengingatkan bahwa hanya sebagian orang saja yang menguasai keterampilan menulis. Terdapat perbedaan antara pengetahuan untuk menceritakan (knowledge telling) dan pengetahuan untuk mentransformasi (knowledge transforming) dalam keterampilan menulis.

Pengetahuan menceritakan (knowledge telling) dalam keterampilan menulis hampir sama dengan ketika berbicara, sehingga hanya sedikit membutuhkan suatu perencanaan dan melakukan revisi. Jenis menulis ini bersifat ‘alamiah’ karena dapat dilakukan seseorang yang menguasai bahasanya. Keterampilan menulis termasuk yang tidak mengandung elemen yang bersifat interaktif seperti halnya dalam percakapan. Oleh karena itu, aspek interaksi ini


(25)

harus diisi dengan memperoleh tiga input yaitu: topik, skemata wacana dari penulis, dan teks yang ditulisnya.

Penulis mempergunakan proses mental ketika menyelesaikan tulisannya untuk mengingat kembali pengetahuan isi tentang apa yang diketahuinya tentang topik; dan skema untuk jenis wacana yang diperlukan, misalnya esai untuk mengemukakan pendapat atau esai untuk proses deskripsi. Isi dan wacana dalam penulisan disebut topik dan penentu genre. Keduanya dipergunakan untuk menemukan memori ketika mencari bagian isi yang relevan. Bagian-bagian isi atau ide ditentukan berdasarkan ketepatan, dan jika isi tersebut telah sesuai maka dapat diteruskan untuk ditulis.

Jika isi belum sesuai maka proses tidak dapat dilanjutkan. Dengan demikian, proses akan kembali dari awal. Siklus berlangsung berulang-ulang, tetapi bukan hanya menggunakan proses mental saja, melainkan berdasarkan tulisan yang telah dihasilkan. Proses penulisan berakhir jika memori telah cukup memperoleh isi yang sesuai.

Sebaliknya, pengetahuan mentransformasi dalam keterampilan menulis membutuhkan latihan yang cukup. Pada knowledge transforming, seseorang tidak hanya menuliskan gagasannya di atas kertas saja, tetapi ia juga menciptakan pengetahuan baru. Pembelajaran menulis dapat dilakukan baik secara knowledge telling maupun knowledge transforming, karena bergantung pada tujuannya.

Berikut ini akan ditampilkan bagan tentang pengetahuan untuk mentransformasi (knowledge transforming) dalam keterampilan menulis yang menguraikan proses tersebut. Adapun penjelasannya diberikan di bawahnya.


(26)

Bagan 1.2. Structure of Knowledge-Transforming Model (Bereiter & Scardamalia, 1987)

Sumber Weigle (2002) hal: 34.

Langkah awal proses transformasi pengetahuan dalam keterampilan menulis berasal dari perwujudan mental dalam penyelesaian suatu tulisan. Selanjutnya, dilakukan analisis permasalahan dan latar tujuan yang membawa kepada aktivitas pemecahan masalah. Terdapat dua ranah yang disebut ruang permasalahan isi dan ruang permasalahan retorika. Dalam permasalahan isi, persoalan yang dicakup meliputi kebiasaan dan pengetahuan; sedangkan dalam permasalahan retorika, penulis berkutat pada bagaimana cara terbaik mencapai tujuan dalam penulisan.

Suatu upaya untuk mencari pemecahan bagi permasalahan isi akan membawa penulis pada persoalan retorika. Terdapat dua arah interaksi antara pengetahuan yang berkembang secara terus menerus dengan teks yang berkembang secara terus menerus pula. Dengan kata lain, pada satu sisi muncul

CONTENT PROBLEM SPACE

PROBLEM ANALYSIS AND GOAL SETTING

MENTAL REPRESENTATION OF ASSIGNMENT

RHETORICAL PROBLEM SPACE PROBLEM TRANSACTION

PROBLEM TRANSLATION

KNOWLEDGE TELLING PROCESS CONTENT

KNOWLEDGE

DISCOURSE KNOWLEDGE


(27)

transaksi permasalahan dan penerjemahan permasalahan. Ranah permasalahan isi dan permasalahan retorika memunculkan proses pengetahuan menceritakan (knowledge telling process) yang mempengaruhi analisis permasalahan dan latar tujuan suatu penulisan.

c. Model Hayes (1996)

Model ketiga yang dikemukakan Weigle (2002:26) adalah Hayes (1996) yang mengkaji proses penulisan dan mencakup dua bagian yaitu: tugas berdasarkan lingkungan dan tugas berdasarkan individu. Tugas berdasarkan lingkungan terbagi ke dalam lingkungan sosial dan lingkungan fisik.

Lingkungan sosial meliputi pembaca, baik nyata maupun imajiner, serta pihak yang ikut bekerjasama dalam proses penulisan. Lingkungan fisik terdiri dari teks yang mempengaruhi dan upaya lebih lanjut penyusunan teks ketika menulis, serta media untuk penyusunan tulisan, misalnya melalui tulisan tangan atau diketik komputer.

Model proses menulis dari Hayes ini melihat peran penting motivasi dalam menulis yang akan berpengaruh terhadap hasil akhir dari penulisan. Proses kognitif mencakup interperstasi teks, refleksi, dan produksi teks. Membaca juga dianggap sebagai bagian dari proses penting dalam menulis.

Proses kognitif dalam model Hayes meliputi interprestasi, refleksi, dan penulisan teks. Interprestasi teks merupakan rangkaian proses representasi internal yang tercipta berdasarkan input linguistik dan grafis. Refleksi adalah proses dimana representasi internal yang baru tercipta tersebut mengacu kepada representansi internal yang telah ada sebelumnya.


(28)

Akhirnya, dalam penulisan teks, output grafis atau linguistik yang muncul tersebut dapat dihasilkan berdasarkan representasi internal. Ketiga proses tersebut bukan hanya meliputi pembuatan rancangan dalam suatu karangan saja, tetapi juga dalam penyusunan revisi karangan tersebut.

Model Hayes ditampilkan seperti pada bagan berikut. Penjelasannya dapat dibaca pada bagian bawah dari bagan ini.

Bagan 1.3. Proses Menulis Model Hayes (1996) THE TASK ENVIRONMENT

THE INDIVIDUAL

Sumber Weigle (2002), hal: 26.

Hayes menekankan pentingnya membaca dalam menulis. Menurutnya, membaca dilakukan untuk mengevaluasi (reading to evaluate). Penulis membaca

The Social Environment The Physical Environment The Audience

Collaborators

The text The composing medium

MOTIVATION/AFFECT COGNITIVE PROCESS

WORKING MEMORY

LONG-TERM MEMORY Goals

Predispositions Beliefs and Attitudes Cost/Benefit Estimates

Text Interpretation Reflection Text Production Phonological memory

Visual/Spatial Sketchpad Semantic memory

Task Schemas

Topic Knowledge Audience Knowledge Linguistic Knowledge


(29)

teksnya secara kritis untuk menemukan permasalahan yang mungkin muncul dan mencoba mencari pemecahan masalah atas persoalan tersebut.

Proses kognitif dalam membaca meliputi upaya untuk menguraikan kata-kata, menerapkan pengetahuan tata bahasa, menerapkan pengetahuan semantik, membuat kesimpulan faktual seketika itu juga, menggunakan skemata dari pengetahuan tentang dunia, menerapkan konvensi tentang genre, mengenali pokok permasalahan, menyimpulkan maksud dan cara pandang penulis, dan mempertimbangkan kebutuhan pembaca. Kesemua aspek tersebut merupakan perwujudan dari makna tulisan dan respon pembaca terhadap keseluruhan karangan. Oleh karena itu, diperlukan beberapa pemecahan masalah yang mungkin dilakukan dalam membaca untuk mengevaluasi.

Penulis yang kurang berpengalaman cenderung merevisi kesalahan-kesalahan lokal, tetapi bukan kesalahan-kesalahan global. Contoh dari kesalahan-kesalahan tingkat lokal adalah kesalahan pada level kalimat. Untuk kesalahan global, misalnya adalah kesalahan tentang isi dan susunan.

Terdapat tiga alasan kegagalan dalam merevisi secara global. Pertama adalah lemahnya keterampilan menulis. Kedua adalah tidak cukupnya memori untuk melakukan revisi bersamaan secara lokal dan global. Ketiga adalah masih kurangnya pengembangan skemata untuk merevisi, dengan kata lain belum memiliki kemampuan melihat kesalahan global.


(30)

Bagan 1.4. Cognitive Processes in Reading to Evaluate Text (Hayes, 1996)

Sumber Weigle (2002) hal: 27.

Pada bagan di atas, Hayes menggambarkan pola membaca untuk mengevaluasi yang memperlihatkan proses kognitif. Alur pemikiran yang dijabarkan menempatkan adanya kesesuaian antara kemungkinan diskoveri dalam membaca serta kemungkinan permasalahan yang bisa diperkirakan.

Dua jenis membaca yang lain adalah membaca teks-teks sumber bacaan (reading for source texts) dan membaca instruksi (reading instructions). Menulis seringkali menggunakan teks-teks sumber bacaan sebagai acuan. Oleh karena itu,

READ TO EVALUATE COMPREHEND AND CRITIZE

Decode Words Apply Grammar

Knowledge Apply Semantic

Knowledge Make Instantiations and

Factual Inferences

Apply Genre Conventions Use Schemas and World Knowledge

Consider Audience Needs Identify Gist Infer Writer’s Intentions

and Point of View

Representation of Text Meaning and Reader’s Response

POSSIBLE DISCOVERY POSSIBLE PROBLEM

DETECTION new diction

alternative construction puns and alternative

interpretations

new evidence and examples analogies and

elaborations ideas for alternative

text structures ideas for transactions

and connectives

alternative plans new voice or alternative content

spelling fault

grammar fault

ambiguities and reference problems

faulty logic and inconsistency errors of fact and schema violations faulty text structure

incoherence

disorganization inappropriate tone or


(31)

terdapat hubungan yang jelas antara kemampuan memahami teks dan kemampuan menggunakan informasi dari teks dalam tulisan seseorang. Begitu pula halnya jika seseorang menulis sesuatu yang dibuat tidak sesuai harapan karena ia membaca instruksi dengan tidak tepat. Dengan demikian, membaca instruksi merupakan aspek yang berpengaruh dalam menulis.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Secara umum, keterampilan menulis bahasa Inggris mahasiswa di Indonesia masih rendah (Alisjahbana, 1990:315; Alwasilah, 2005b). Demikian pula halnya dengan sebagian mahasiswa Sastra Inggris yang telah belajar menulis bahasa Inggris secara intensif. Contohnya, pada penulisan makalah dan proposal penelitian, tulisan bahasa Inggris mahasiswa masih harus banyak diperbaiki.

Kemampuan menulis melibatkan beberapa penguasaan aspek yang harus dikuasai seperti, pemilihan kosa kata, tata bahasa, serta koherensi antara kalimat dan paragraf (Hedge, 2001:2). Ketika menulis, seseorang harus cakap mengekspresikan ide-idenya ke dalam bentuk tulisan yang tentunya memiliki tatanan yang berbeda dengan ketika mengungkapkan ke dalam bentuk lisan.

Sayangnya, siswa di Indonesia masih belum terbiasa mengekspresikan pendapatnya dalam bahasa tulis. Terlebih lagi kebiasaan siswa dalam menulis karya ilmiah. Semenjak siswa mulai belajar di sekolah, latihan mengungkapkan ide secara tertulis jarang dilakukan. Di Indonesia, terdapat pandangan bahwa siswa yang baik adalah yang patuh dan mendengarkan guru di kelas dan mencatat


(32)

apa yang diajarkan guru sehingga siswa terbiasa bersikap pasif selama proses pembelajaran (Supono, 1991).

Tidak mengherankan apabila di PT, mahasiswa masih menemui kesulitan ketika dituntut menuliskan gagasannya secara akademis dalam bahasa Indonesia. Padahal, ragam tulisan ilmiah merupakan salah satu bentuk karangan yang harus dikuasai mahasiswa. Banyak tugas yang mensyaratkan penggunaan bahasa tulis ilmiah di perguruan tinggi seperti penulisan skripsi, makalah, atau laporan. Seharusnya, mahasiswa di PT sudah dapat menulis ilmiah bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan mereka (Alwasilah, 2005a).

Mahasiswa harus berlatih keras agar mampu menguasai aspek komunikasi secara tertulis. Pembelajaran menulis dalam kurikulum untuk SD sampai PT selama ini belum mampu menjawab tuntutan kebutuhan untuk menulis akademis (Alwasilah, 2005b). Kurangnya latihan menulis dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama, tentunya berdampak pada penguasaan keterampilan menulis dalam bahasa Inggris. Ditambah lagi, sebagian besar mahasiswa Indonesia dapat dikatakan belum siap menulis akademik bahasa Inggris karena penguasaan bahasanya (Alwasilah, 2005a).

Permasalahan menulis dalam bahasa Inggris bagi mahasiswa kelihatannya lebih rumit. Mahasiswa selain harus berpikir mengungkapkan gagasannya ke dalam bahasa tulis, juga dituntut untuk memindahkan gagasan tersebut ke dalam bahasa Inggris yang memiliki tatanan dan kaidah berbeda dari bahasa Indonesia. Akibatnya, banyak mahasiswa yang menganggap menulis dalam bahasa Inggris merupakan keterampilan yang paling sulit dikuasai (Weigle, 2002:12).


(33)

Kondisi di atas diperparah oleh keterbatasan-keterbatasan untuk pengembangan latihan keterampilan menulis bahasa Inggris di PT oleh karena beberapa alasan (Rochman, 2003:22). Pertama adalah jumlah mahasiswa terlalu banyak dalam satu kelas sehingga mempengaruhi dosen untuk memberikan bimbingan penulisan secara efektif. Akibatnya, dosen lebih banyak mengoreksi tulisan mahasiswa secara sepintas. Kedua adalah terbatasnya waktu pengajaran menulis bahasa Inggris; sedangkan pengembangan keterampilan menulis memerlukan banyak latihan dan bimbingan. Ketiga adalah masih terfokusnya pengajaran keterampilan menulis yang bersifat ‘pasif’, yaitu dari mahasiswa dibaca dosen atau temannya. Padahal, menulis merupakan bentuk komunikasi yang memerlukan umpan balik dari pihak yang membaca (Chaudron, 1984:8).

Motivasi belajar merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kesuksesan belajar peserta didik (Ellis, 2003:27). Mahasiswa Sastra Inggris seharusnya memiliki motivasi belajar tinggi karena mereka sendiri yang menentukan pilihan untuk belajar di program tersebut. Apalagi, untuk diterima di Sastra Inggris (khususnya di PT negeri), mahasiswa harus bersaing cukup ketat mengingat jumlah peminat biasanya lebih besar daripada daya tampung. Dengan demikian, minat mahasiswa terhadap bahasa Inggris seharusnya bukan merupakan suatu permasalahan.

Pada umumnya, mahasiswa yang memilih belajar di Sastra Inggris memiliki bekal persiapan pengetahuan bahasa Inggris yang memadai. Beberapa mahasiswa yang masih belum memiliki kemampuan bahasa Inggris yang cukup, biasanya berusaha mengejar ketertinggalannya. Oleh karena itu, minat dan


(34)

kemampuan bahasa Inggris mahasiswa Sastra Inggris seharusnya dapat mempermudah proses pembelajaran mereka.

Berbagai aspek mempengaruhi proses penulisan. Banyak peneliti mencoba membuat beberapa model pembelajaran menulis. Weigle (2002:6) menyatakan bahwa model-model yang dijabarkan para ahli tersebut belum ada yang sempurna karena proses penulisan menyangkut aktifitas kognitif yang sangat komplek. Menulis merupakan suatu aktifitas sosial dan budaya sehingga proses penulisan harus dipandang berdasarkan konteks sosial dan budayanya.

Beberapa peneliti dalam bidang menulis bahasa asing seperti Witbeck (1976), Cardelle dan Corno (1981), Zamel (1985), Goldstein dan Conrad (1990), serta Ferris (1995) telah melakukan studi tentang metode pengajaran keterampilan menulis bahasa asing. Pada umumnya, prosedur yang dipergunakan memiliki banyak kesamaan. Secara garis besar, langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menugaskan mahasiswa menulis karangan dalam bahasa Inggris. Kemudian, karangan tersebut dikumpulkan untuk dibaca dosen serta dikoreksi atau diberi komentar. Biasanya, karangan yang telah dibaca dosen akan dikembalikan kepada mahasiswa. Terkadang, dosen juga meminta mahasiswa untuk menulis ulang karangannya berdasarkan koreksian dari dosen dan dikumpulkan kembali untuk dikoreksi ulang. Biasanya, dosen membahas di depan kelas beberapa kesalahan yang seringkali dibuat oleh kebanyakan mahasiswa ketika menulis karangan. Metode seperti inilah yang sering diterapkan untuk pengajaran menulis di Sastra Inggris.


(35)

Metode pengajaran yang selama ini digunakan, nampaknya belum membuahkan hasil yang maksimal. Mahasiswa belum dapat dirangsang untuk bersikap aktif dalam mengembangkan keterampilan menulisnya. Sebagian besar inisiatif masih berpusat pada dosen. Idealnya, mahasiswa harus memiliki motivasi dan kreatifitas sendiri untuk berusaha mengembangkan keterampilan menulis bahasa Inggrisnya di luar kelas. Oleh karena itu, perlu dipikirkan alternatif pembelajaran keterampilan menulis bahasa Inggris yang lebih menguntungkan.

2. Perumusan Masalah

Kondisi pembelajaran mata kuliah Writing di PT seperti telah dijabarkan di atas mengimplikasikan adanya beberapa persoalan. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut adalah: (1). Mahasiswa belum menguasai keterampilan menulis dalam bahasa Inggris kendati mereka telah belajar selama beberapa semester; (2). Jumlah mahasiswa dalam satu kelas perkuliahan Writing masih besar sehingga menyulitkan dosen untuk memberikan perhatian kepada mahasiswa secara individu; (3). Terbatasnya waktu untuk praktik menulis secara individu di kelas; (4). Banyaknya jumlah koreksian yang harus dihadapi dosen karena mahasiswa banyak mengantungkan pengembangan keterampilan menulisnya melalui kegiatan di kelas; (5). Latihan menulis biasanya dilakukan mahasiswa sebagai penulis kepada dosen sebagai pembaca, sehingga mahasiswa tidak mempunyai kesempatan untuk menulis dan menerima respon dari pihak-pihak lain agar mereka bisa mengurangi ketergantungannya kepada dosen.

Menilik berbagai persoalan yang muncul dalam pembelajaran mata kuliah Writing, suatu benang merah dapat ditarik sebagai pokok permasalahan, yaitu


(36)

pembelajaran mata kuliah Writing bagi mahasiswa Sastra Inggris belum memperlihatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, suatu model pembelajaran mata kuliah Writing yang bisa menjawab tantangan-tantangan yang ada selama ini, perlu dikembangkan agar hasilnya menjadi lebih baik.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran mata kuliah Writing. Faktor-faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran diungkapkan oleh beberapa pakar. Salah satunya adalah Sukmadinata (2003) yang melihat bahwa dalam suatu proses pembelajaran terdapat kesinambungan antara input, proses, dan output. Aspek input yang pertama adalah masukan mentah (raw input) berupa siswa sebagai pelaku dalam proses pembelajaran. Beberapa faktor dapat mempengaruhi siswa dalam proses belajar seperti kecerdasan, bakat, minat, sikap, motivasi, kebiasaan belajar, kondisi fisik, kesehatan, prestasi belajar, dan pendidikan sebelumnya.

Aspek input yang kedua adalah masukan instrumental yang terdiri dari kebijakan pendidikan, program pendidikan, serta rancangan kurikulum. Selain itu, faktor lain juga merupakan masukan instrumental yaitu personalia pendidikan terdiri dari unsur pimpinan, guru dan staf administrasi, sarana dan prasarana pendidikan, media pendidikan, media dan sumber belajar serta biaya pendidikan.

Aspek input yang ketiga adalah masukan lingkungan berupa lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. Selain itu, masukan lain berupa lembaga-lembaga sosial, unit-unit kerja serta masyarakat secara luas.

‘Proses’ dalam suatu pembelajaran mencakup pengertian tentang berbagai komponen pendidikan seperti pembelajaran teori, pembelajaran praktik,


(37)

pengelolaan kelas. Di samping itu, proses meliputi pemberian tugas dan latihan kepada siswa, bimbingan kepada siswa, evaluasi, serta manajemen pembelajaran.

‘Output’ terkait dengan perubahan-perubahan yang positif terhadap perkembangan siswa atas keterampilan, pengetahuan, kepribadian, atau perilakunya. Perubahan tersebut merupakan hasil dari serangkaian proses pembelajaran yang telah dijalani siswa.

Lebih lanjut Dunkin dan Biddle (1983) menjabarkan empat komponen fundamental sebagai variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses pembelajaran. Model pembelajaran yang dikemukakan di atas dapat dipergunakan sebagai pijakan dalam kerangka penelitian ini agar dapat memperlancar proses pembelajaran yang telah direncanakan. Adapun keempat variabel tersebut terdiri dari variabel pendahuluan (presage variable), variabel konteks (contexts variables), variabel proses (process variables), dan variabel hasil (product variables).

Variabel bawaan (presage variables) meliputi kondisi guru terkait dengan latar belakang yang mencakup aspek sosial, usia, serta jenis kelamin. Di samping itu, pengalaman pelatihan guru seperti pendidikan di PT, program pelatihan yang diikuti, dan pengalaman praktik mengajar, juga mempengaruhi proses pembelajaran. Selain itu, aspek lain seperti kemampuan guru yang meliputi keterampilan mengajar, intelegensia, motivasi, dan kepribadian, berperan penting selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.


(38)

Bagan 1.5. Model Studi Pembelajaran di Kelas

Adapatasi dari Dunkin dan Biddle, 1974.

Variabel konteks (context variables) mengharuskan guru mengakomodasi berbagai kondisi siswa selama proses pembelajaran, seperti latar belakang siswa secara sosial, tingkat usia dan jenis kelamin. Kondisi lain meliputi keadaan siswa seperti kemampuan, pengetahuan, dan sikap mereka. Variabel konteks juga dipengaruhi suasana sekolah, budaya masyarakat setempat, serta besar kecilnya suatu sekolah. Di samping itu, ukuran kelas serta sumber bahan belajar yang tersedia mempengaruhi proses pembelajaran.

V

VAARRIIAABBEELLBBAAWWAAAANN

Latar Belakang Guru:

• Kelas sosial • Umur • Jenis kelamin

Pengalaman Pelatihan Guru

Pendidikan Perguruan Tinggi Program Pelatihan

Pengalaman Praktik Mengajar

Kemampuan Guru Keterampilan mengajar Intelegensia Motivasi Kepribadian VARIABEL KONTEKS Latar Belakang Siswa:

• Kelas sosial • Umur • Jenis kelamin

Keadaan Siswa

Kemampuan Pengetahuan Sikap Keterampilan

Konteks Sekolah dan Komunitas

Iklim (suasana) Budaya

Banyaknya siswa

Konteks Kelas

Ukuran ruang kelas

Sumber bahan belajar yang tersedia

VARIABEL PROSES

Perilaku Guru dalam kelas Perlaku Siswa dalam kelas Perilaku Siswa yang dapat diobservasi

VARIABEL HASIL

Pertumbuhan Siswa Jangka Pendek Belajar Mata Pelajaran Sikap terhadap Mata Pelajaran Pertumbuhan Siswa Jangka Panjang

Pertumbuhan Keterampilan Lain Kepribadian Dewasa


(39)

Variabel proses (process variables) merupakan kegiatan pembelajaran yang sesungguhnya terjadi di kelas. Guru dan siswa melakukan interaksi untuk mencapai target pembelajaran. Aktifitas di kelas diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kompetensinya melalui prosedur atau langkah-langkah pembelajaran yang telah terencana. Perilaku siswa selama proses harus dapat diamati untuk mengetahui perubahan yang terjadi.

Variabel hasil (product variables) memperlihatkan perubahan perilaku yang diperoleh melalui interaksi selama proses pembelajaran. Hasil belajar siswa dapat diketahui dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pertumbuhan jangka pendek tercermin dari hasil belajar serta sikap terhadap mata pelajaran. Sedangkan jangka panjang, hasilnya terkait dengan pertumbuhan keterampilan lain, kepribadian, serta profesionalisme dalam pekerjaan.

Dari uraian di atas, penelitian ini menempatkan variabel-variabel seperti yang dikemukakan oleh Dunkin dan Biddle (1983) dan Sukmadinata (2003) untuk mengembangkan model pembelajaran mata kuliah Writing bagi mahasiswa Sastra Inggris. Dengan menggunakan konsep pendekatan sistem, proses pembelajaran berlangsung melalui interaksi antara komponen yang menghubungkan masukan, proses, dan hasil.

Dalam pengembangan keterampilan menulis, prinsip bahwa menulis merupakan suatu bentuk komunikasi antara penulis dan pembacanya, harus senantiasa diterapkan. Ketika menulis, komunikasi akan merangsang keluarnya gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan yang pada akhirnya dapat membantu mewujudkan ide-ide agar dapat dipahami oleh pembaca (Hedge, 1989:6).


(40)

Untuk melakukan komunikasi, diperlukan adanya kesamaan pemahaman pesan antara penulis dan pembacanya (Rogers, 1986:45). Jika pembaca tidak dapat mengerti tulisan yang dibacanya, maka telah terjadi persoalan dalam penyampaian isi pesan. Komunikasi dalam bentuk bahasa tulis lebih komplek dibandingkan dengan komunikasi dalam bentuk lisan.

Dijelaskan Harmer (2001:31) bahwa ketika seorang berbicara secara langsung dengan lawan bicaranya, maka selain bahasa yang digunakannya, ia juga didukung oleh bahasa non-verbal seperti ekspresi atau bahasa isyarat lainnya. Ketika terjadi persoalan dalam komunikasi lisan, pihak yang terlibat dapat terbantu oleh aspek-aspek non-verbal untuk menjelas-ulangkan isi pesan. Sedangkan komunikasi bahasa tulis, pihak yang terlibat hanya melihat bentuk bahasa yang ada dihadapannya. Oleh karena itu, komunikasi dalam bahasa tulis harus dilakukan secara jelas dan sistematis agar tidak terjadi kesalah-pahaman makna yang ingin disampaikan.

Proses komunikasi dapat membantu mahasiswa mengungkapkan gagasannya secara jelas (Leki, 1991:209). Kejelasan makna dalam belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing harus diartikan sebagai kejelasan makna untuk pembaca secara universal. Seseorang yang memiliki bahasa pertama sama dengan penulis, terkadang menghadapi kesulitan menganalisis kesalahan karena ia memiliki pola pikir yang sama (Tomalin dan Stempleski, 2001:4).

Tidak jarang, pembaca dengan bahasa pertama sama dengan penulis, mampu memahami bentuk tulisan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah bahasa sasaran (Inggris). Akibatnya, tulisan yang dianggap benar pembaca yang


(41)

bahasa pertamanya sama dengan penulis, ternyata masih tidak dapat dipahami oleh pembaca yang bahasa pertamanya bahasa Inggris atau bahasa lainnya. Oleh karena itu, komunikasi dalam bahasa tulis untuk latihan pengembangan keterampilan menulis bahasa Inggris, sebaiknya dilakukan dengan pembaca yang tidak memiliki bahasa pertama sama.

Dari penjabaran yang telah dikemukakan di atas, masalah pokok dalam penelitian yang hendak dikaji lebih jauh adalah: ‘Bagaimanakah model

pembelajaran menulis bahasa Inggris dalam mata kuliah Writing bagi

mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) dan

Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk meningkatkan

kompetensi menulis mereka?’ Model pembelajaran yang dikembangkan

bertolak dari kondisi lapangan yang ada serta mendayagunakan potensi sumber-sumber belajar lain yang tersedia untuk membantu perkembangan kemampuan menulis mahasiswa.

3. Rancangan Pengembangan Model Menulis Bahasa Inggris

Pembelajaran Writing di Sastra Inggris Unsoed dan UMP membutuhkan latihan yang kontinyu, serta memperoleh umpan balik pembaca. Selama ini, umpan balik biasanya berasal dari dosen saja. Mahasiswa perlu memperoleh kesempatan praktik menulis di luar kelas sehingga dosen tidak terbebani dengan koreksian. Kenyataanya, dosen tidak memiliki cukup waktu mengoreksi setiap tulisan apabila mahasiswa bergantung pada dosen ketika latihan menulis.

Konsep pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini menganut paham transkasi. Miller dan Seller (1996) menjelaskan bahwa pada pendidikan


(42)

berorientasi transkasi, siswa memiliki kecerdasan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial sehingga guru perlu mendorong perkembangan siswa melalui rasa keingin-tahuan mereka. Aktifitas pembelajaran harus mampu merangsang terjadinya penelitian dan penyelidikan. Guru dan siswa bekerja sama untuk melakukan proses penyelidikan tersebut.

Schubert (1986) menyitir pandangan Piaget tentang the constructive nature of the learning process sebagai pijakan dalam pengembangan model pembelajaran Writing ini. Beliau menegaskan bahwa sekolah merupakan institusi yang menyederhanakan aspek kehidupan untuk menyeimbangkan pengalaman-pengalaman. Sekolah adalah komunitas kecil untuk mengembangkan tujuan bersama serta memecahkan masalah secara bersama pula. Pendidikan berfungsi memperlancar pertumbuhan untuk merekonstruksi pengalaman dan pengetahuan serta menyeleksi pengalaman yang akan datang.

Lebih jauh, Schubert (1986) menambahkan bahwa tujuan pembelajaran adalah memperoleh hasil pengalaman dari aktifitas tersebut. Pengalaman bersifat pendidikan jika diberikan peningkatan kapasitas untuk tumbuh. Tujuan harus berorientasi pada pemberian pengalaman serta penyediaan kesempatan bagi siswa untuk berkembang. Selain itu, tujuan pembelajaran bersifat ekspresif untuk mengembangkan apresiasi, perasaan, tanggapan terhadap materi yang diajarkan. Untuk mengembangkan rancangan pembelajaran maka diajukan empat pertanyaan. Pertama, ‘Apakah tujuan pendidikan yang harus dicari untuk dicapai?’ Kedua, ‘Apakah pengalaman pendidikan yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan tersebut?’ Ketiga, ‘Bagaimana pengalaman pendidikan ini secara


(43)

efektif dapat diorganisasikan? Keempat, ‘Bagaimana mengetahui jika tujuan-tujuan tersebut telah dicapai?’

Model pembelajaran Writing pada penelitian ini menggunakan gagasan Seels dan Ritchey sebagai acuan. Seel dan Ritchey (1994) menjelaskan bahwa terdapat 5 domain terpisah berkenaan dengan teknologi pembelajaran yang memayungi teori dan praktik dalam teknologi pembelajaran. Adapun ke-5 domain tersebut adalah: rancangan, pengembangan, kegunaan, manajemen, dan evaluasi. Hubungan antara ke lima domain tidak linier, melainkan saling melengkapi. Sebuah penelitian dapat terfokus pada satu domain tetapi pembahasannya akan terkait dengan domain lain. Hubungan antar domain tersebut bersifat sinergis.

Bagan 1.6. Hubungan Antara Bidang-Bidang dalam Domain

Adaptasi: Barbara B. Seels dan Rita C. Richey (1994) ‘Instructional Technology: The Definition

and Domain of the Field’ hal: 27.

Salah satu domain adalah ‘Rancangan’ (Design) yang menjadi fokus pada penelitian ini. Rancangan merupakan proses yang memerinci kondisi-kondisi belajar. Rancangan bertujuan menciptakan startegi dan hasil yang dicapai pada

PENGEMBANGAN

TEORI DAN PRAKTIK

RANCANGAN KEGUNAAN


(44)

tingkat makro, seperti program atau kurikulum; dan tingkat mikro, seperti satuan pengajaran dan modul. Rancangan Sistem Pembelajaran (Instructional System Design) merupakan prosedur tersusun yang mencakup langkah-langkah analitis, perancangan, pengembangan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Rancangan Pesan (Message Design) meliputi rencana untuk memanipulasi bentuk-bentuk pesan yang nyata sehingga pengirim dan penerima dapat menerima pesan seperti yang diinginkan. Strategi Pembelajaran (Instructional Strategies) merupakan rincian untuk menyeleksi dan memilah kejadian dan aktifitas dalam sebuah satuan pengajaran. Karakteristik Siswa (Learner Characteristics) merupakan latar belakang siswa yang dapat mempengaruhi efektifitas proses belajar mengajar.

Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, temuan-temuan baru mempengaruhi domain rancangan pesan. Proses pertukaran informasi antara pengirim dan penerima dapat dilakukan lebih efektif dan cepat. Kemajuan teknologi mampu menghubungkan antar informasi satu dengan lainnya sehingga menimbulkan rancangan interaktif. Belajar dapat dilakukan menggunakan media lain selain yang biasanya dilakukan secara formal di kelas. Contoh dari penggunaan kemajuan teknologi ini adalah internet.

Writing dalam penelitian ini dipandang sebagai bentuk komunikasi tertulis. Untuk itu, perlu dijelaskan makna komunikasi yang dijadikan dasar dalam pengembangan model pembelajaran ini. Komunikasi didefiniskan oleh Rogers (1986) sebagai suatu proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi antara satu dengan lainnya agar tercapai suatu saling kesepahaman. Model


(45)

komunikasi akan sempurna jika terjadi pemahaman antar dua belah pihak terhadap pesan yang disampaikan.

Menilik dari jabaran yang disampaikan Rogers di atas, komunikasi tertulis dalam bahasa Inggris harus mampu dipahami oleh pembaca lain yang memiliki latar belakang budaya berbeda karena biasanya latar belakang budaya akan mempengaruhi pola pikir seseorang. Jika pesan hanya dipahami oleh mereka yang mempunyai kultur yang sama maka pesan tersebut belum mencapai sasaran. Dengan kata lain, komunikasi tertulis belum dapat tercipta. Oleh karena itu, diperlukan latihan menulis dengan pembaca yang mempunyai pola pikir berbeda dengan penulis agar informasi yang dituangkan dapat jelas maknanya.

Bagan 1.7. Model Konvergen Untuk Komunikasi

A Pemanahaman Partisipan Pemahaman Partisipan B

Adaptasi: Everett M. Rogers (1986) ‘Communication Technology’ hal. 200.

Hedge (2001) mengingatkan sebelumnya bahwa belum ada kesepakatan antar praktisi untuk suatu model pembelajaran menulis yang baku. Meskipun begitu, terdapat 3 model pembelajaran Writing yang banyak dijadikan landasan dalam penelitian maupun implementasi di kelas. Pertama adalah model Hayes dan Flower (1980); kedua adalah model Bereiter dan Scardamalia (1987); dan ketiga adalah model Hayes (1996). Konsep model tersebut perlu dikombinasi dengan teori lain guna memperoleh penyempurnaan.

B

A Saling

Memahami A dan B


(46)

Model yang dikembangkan dalam pembelajaran Writing di Sastra Inggris bersumber pada ketiga model yang telah disebutkan di atas. Model pembelajaran tersebut diharapkan dapat mengakomodasi kondisi perkuliahan Writing di lapangan. Tabel 1.2. memberikan gambaran perbandingan antara ketiga model yang dikemukakan oleh Hedge dengan model pembelajaran yang dikembangkan. Penjabarannya mengacu kepada gagasan Seel dan Ritchey (1994) untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.

Tabel 1.2. Perbandingan Empat Model Pembelajaran Menulis Rancangan

(Design)

Hayes & Flower Bereiter &

Scardamalia

Hayes Draft Model

Pengembangan

Sistem Pembelajaran

(Instructional System Design)

Pengaruh memori jangka panjang se-perti topik, target pembaca, rencana penulisan.

Perbedaan pengeta-huan menceritakan (knowledge telling) dan pengetahuan mentransformasi (knowledge trans-forming).

Pembela-jaran secara

know-ledge telling

mau-pun knowledge transforming, ter-gantung tujuannya.

Proses penulisan mencakup dua aspek berdasarkan lingkungan, yakni sosial dan fisik, dan berdasarkan individu.

Pembiasaan latihan menulis secara man-diri di luar kelas memperlancar kefa-sihan (fluency); sedang latihan di kelas dengan input dosen akan menam-bah keakuratan (accuracy) bahasa tulis.

Pesan

(Message Design)

Berasal dari proses kognitif pada pe-rencanaan, penerje-mahan pikiran me-lalui teks & peng-ulangan termonitor.

Berupa topik & penentu genre untuk menemukan bagian isi yang relevan.

Diperoleh melalui membaca untuk mengevaluasi secara kritis.

Pemahaman pesan dalam bahasa Ing-gris oleh pembaca dari berbagai latar belakang budaya. Strategi

Pembelajaran

(Instructional Strategies)

Menulis merupakan proses berulang & bersiklus.

Menulis merupakan proses mental untuk mengingat kembali pengetahuan tentang topik, skema, jenis wacana.

Menulis meliputi proses nterprestasi, refleksi, dan penulisan teks.

Penguatan atas input dosen, koreksian dosen di kelas, serta latihan menulis melalui e-mail Karakteristik Siswa

(Learner’s Characteristics)

Pemberian model karangan, kemudian siswa diminta mengikuti model tersebut

Knowledge trans-forming,

membutuh-kan latihan yang cukup untuk siswa.

Siswa mampu me-mahami teks & menggunakan in-formasi dalam teks.

Lebih banyak waktu untuk mengekspre-sikan idenya melalui menulis bahasa Ing-gris.

Inti dari rancangan model pengembangan pembelajaran Writing ini adalah sebagai berikut. Terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan sebagai dasar pengembangan model pembelajaran ini, yaitu, (1). input dosen; (2). koreksian


(47)

dosen; dan (3). komunikasi tertulis melalui e-mail. Mahasiswa membutuhkan materi perkuliahan serta koreksian dosen sebagai penguatan untuk ketepatan (accuracy). Sharwood-Smith (1993), Fotos (1994), dan Ellis (2003) telah menjelaskan pada bab II bahwa fokus pada ketepatan sangat diperlukan ketika belajar bahasa asing untuk penguasaan bahasa tersebut. Komunikasi tertulis melalui e-mail dipergunakan sebagai penguatan untuk kefasihan (fluency) dalam menulis. Mahasiswa juga dapat langsung praktik menulis yang sesungguhnya dengan audien yang sebenarnya (otentik) seperti yang disarankan oleh Canale dan Swain (1980), Gray-Spencer (1984), Savignon (1991), dan Harmer (2001). Selain itu, mahasiswa dapat terpicu untuk mengungkapkan gagasannya sesuai dengan tatanan bahasa Inggris yang bisa dipahami oleh pembaca dari berbagai latar belakang budaya.

C. Pertanyaan Penelitian

Terdapat 4 pertanyaan penelitian yang diformulasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi saat ini tentang model pembelajaran menulis bahasa

Inggris, implementasi, dan evaluasi untuk mata kuliah Writing bagi mahasiswa Sastra Inggris di Unsoed dan UMP?

2. Bagaimana rancangan model pembelajaran, implementasi, dan evaluasi yang dapat dikembangkan dalam pengajaran Writing untuk mahasiswa Sastra Inggris di Unsoed dan UMP secara lebih efektif?

3. Bagaimana efektifitas model pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa Sastra Inggris di Unsoed dan UMP?


(48)

4. Apakah ada pengaruh penerapan rancangan model pembelajaran tersebut terhadap aspek-aspek lain yaitu proficiency, kosa kata, dan tata bahasa?

D. Definisi Operasional

Terdapat dua varaibel pokok yang melandasi penelitian ini, yaitu ‘Model Pembelajaran’, dan ‘Menulis dalam Bahasa Inggris (Writing)’. Persepsi tentang kedua varaibel tersebut harus dijelaskan agar muncul kesamaan konsep dalam penelitian ini.

1. Model Pembelajaran

Suatu model dapat menimbulkan bermacam pandangan, tetapi kesemuanya sebenarnya akan bermuara pada konteks dimana suatu model tersebut diterapkan. Model merupakan suatu bentuk ideal untuk penyusunan suatu system standar yang diinginkan. Model pembelajaran, seperti dikemukakan Sukmadinata (2004:209), mempunyai makna sebagai suatu rancangan yang mengembangkan proses, rincian, serta penciptaan lingkungan belajar. Melalui kondisi ini, siswa akan mempunyai kesempatan untuk berinteraksi selama kegiatan sehingga dapat menyebabkan perubahan pada diri siswa tersebut.

Sementara itu, Joyce dan Weil (2000) membuat klasifikasi model pembelajaran ke dalam 4 kategori yaitu: model pemrosesan informasi (information processing model), model personal (personal family), model sosial (social family), dan model perilaku (behavioural model). Tabel berikut akan memberikan penjelasan lebih lanjut dari model pembelajaran tersebut.


(49)

Tabel 1.3. Model Pembelajaran

The Social Family The Information

Process

The Personal Family The Behavioural

System Family

1.Partners in Learning 2.Role Playing

3.Jurisprudential Inquiry 4.Adaptations:

Personality and Learning Styles

1.Inductive Model 2.Attaining Concepts 3.Scientific Inquiry and

Inquiry Training 4.Memorization 5.Syntetics 6.Learning from

Presentations 7.The Developing

Intelect

1.Nondirective Teaching 2.Concepts of Self

1.Mastery Learning and Programmed Instruction 2.Direct Instruction 3.Learning form

Simulations

Sumber: Joyce and Weil (2000)

Pada model sosial, pengajaran disusun dengan cara membangun komunitas belajar agar tercipta suatu proses pembelajaran yang bersifat kooperatif. Model pembelajaran ini meliputi belajar kooperatif baik secara berpasangan maupun kelompok, bermain peran, studi kasus, serta adaptasi terhadap kepribadian dan cara belajar siswa.

Model proses informasi menekankan pada upaya untuk mendorong sifat dasar manusia dalam memperoleh serta menyusun serangkaian data, merasakan permasalahan, dan menemukan pemecahan, serta mengembangkan konsep dan bahasa untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Adapun model pembelajarannya adalah pencapaian konsep, inkuiri ilmiah dan pelatihan inkuiri, menghafal, sintetis, belajar dari presentasi, serta pengembangan intelektual.

Model personal memiliki pengertian bahwa proses pembelajaran merupakan sesuatu perkembangan dari diri seseorang untuk mencapai hasil secara keseluruhan. Manusia mengembangkan kepribadian yang unik karena ia akan melihat dunia dari berbagai perspektif yang berasal dari pengalaman dan


(50)

keberadaan dirinya. Model pembelajaran personal adalah pengajaran secara tidak langsung, serta peningkatan rasa konsep diri.

Model perilaku ini menekankan pada pembiasaan untuk mencapai suatu penguasaan. Adapun model pembelajarannya adalah penguasaan menyeluruh dan instruksi yang telah terprogram, instruksi langsung, serta belajar dari simulasi.

Model pembelajaran yang dapat diadopsi dalam penelitian ini selaras dengan model pembelajaran proses informasi dari Joyce dan Weil (2000). Pada penelitian ini, mahasiswa diharapkan mampu memeproleh pengalaman dalam mengembangkan keterampilan menulis melalui latihan dan menerapkannya dalam praktik yang sebenarnya.

Penjabaran model pembelajaran yang telah disampaikan di atas dapat dijadikan landasan dalam mendefiniskan pengembangan model dalam penelitian ini. Adapun model yang dimaksudkan adalah: Rancangan yang terdiri dari

kerangkan konsep serta langkah-langkah yang sistematis untuk mengelola

pengalaman belajar mahasiswa dalam mencapai target pembelajaran yang

telah ditentukan.

2. Menulis dalam Bahasa Inggris (Writing)

Menulis merupakan suatu bentuk komunikasi antar penulis dan pembacanya. Komunikasi akan merangsang keluarnya gagasan-gagasan dalam bentuk tulisan yang pada akhirnya dapat membantu mewujudkan ide-ide agar dapat dipahami oleh pembaca (Hedge, 1989:6). Untuk melakukan komunikasi, diperlukan adanya kesamaan pemahaan pesan antara penulis dan pembacanya (Rogers, 1986:45).


(51)

Proses komunikasi dapat membantu mahasiswa mengungkapkan gagasannya secara jelas (Leki, 1991:209). Kejelasan makna dalam belajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing harus diartikan sebagai kejelasan makna untuk pembaca secara universal. Pembaca sebagai penutur asli bahasa tersebut atau pembaca sebagai penutur bahasa lain yang seringkali tidak bisa memahami ekspresi yang diungkapkan dalam tulisan apabila tidak tepat (Ellis, 2003:21).

Abdulhak (2001:12) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan suatu kegiatan yang bersifat konvergen. Proses perolehan informasi dilakukan melalui tahap pemahaman, interprestasi, pengertian, dan kegiatan di antara kedua belah pihak yang berkomunikasi agar tercapai suatu kesepahaman. Implikasi dari penjabaran uraian Abdulhak terhadap latihan komunikasi tertulis dalam bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah bahwa agar tujuan komunikasi dapat tercapai maka diperlukan suatu pemahaman, interprestasi, serta pengertian terhadap pesan dari penulis kepada pihak lain sebagai pembaca.

Blanchard dan Root (1997:12) mendukung gagasan tentang perlunya latihan menulis dengan mitra yang tidak memiliki bahasa pertama yang sama. Untuk melakukan komunikasi tertulis dengan pembaca dari negara lain bukanlah hal yang sulit. Dewasa ini, terdapat media yang dapat dipergunakan untuk itu yaitu melalui electronic mail atau e-mail. Melalui internet, seseorang dapat melakukan komunikasi dengan orang lain di berbagai tempat di dunia (Geisert dan Futrell, 1995:12).

Seseorang tidak perlu memiliki fasilitas internet sendiri untuk berkomunikasi. Di Indonesia sekarang ini, telah menjamur layanan internet.


(1)

School of Asian Studies, La Trobe University dan juga di Indonesian Studies, the University of Melbourne dari tahun 1994 sampai dengan 1996. Selain itu, menjadi

instruktur tetap bahasa Indonesia di Language Centre, La Trobe University, Melbourne untuk mengajar guru-guru SD Australia di wilayah Melbourne selatan yang mengajar bahasa Indonesia, siswa-siswa Secondary Schools yang hendak menghadapi CAT (Common Assessment Test) bahasa Indonesia, peserta umum yang belajar bahasa Indonesia untuk tujuan akademis dan pariwisata. Menjadi pembicara secara berkala dalam in-service training pengajaran bahasa Indonesia untuk guru-guru SD di Toorak, Melbourne, serta secara insidental di Language Centre, the

University of Swinburne bagi instruktur Australia yang mengajar bahasa Indonesia di

berbagai institusi.

Sekembalinya ke Indonesia tahun 1997, yang bersangkutan ditunjuk sebagai Koordinator Program Bahasa Inggris pada UPT Bidang Studi Bahasa (Language

Centre) Unsoed yang menangani pelatihan dan kursus bahasa Inggris kepada

mahasiswa, dosen, maupun umum. Untuk umum, pelatihan bahasa Inggris dilakukan secara berkala kerjasama dengan Pertamina Cilacap; Semen Nusantara; Dokter dan Paramedis di Rumah Sakit Margono Soekarjo; Pemda Tk. II Banyumas; serta Adum dan Adumla Pemda Tk. II Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap.

Pada tahun tersebut, ditunjuk sebagai koordinator Reseach and Development di Program D3 Bahasa Inggris Unsoed. Pada tahun 2003, Syaifur Rochman diangkat menjadi Ketua Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Inggris Unsoed. Mengajar bahasa


(2)

Inggris di Unsoed pada Program D3 Bahasa Inggris, D3 Peternakan, dan D3 Ekonomi. Selain itu, mengajar program S1 Peternakan, Perikanan, dan Ekonomi di Unsoed. Syaifur Rochman juga mengajar bahasa Inggris untuk mahasiswa S1 Keperawatan dan D3 Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Harapan Bangsa, Purwokerto.

Pada tahun 2007 sampai dengan 2008, Syaifur Rochman dipercaya menduduki posisi sebagai Asisten Ketua I Bidang Akademis pada Program Sarjana Bahasa dan Sastra (PSBS) Unsoed. Saat ini menjadi dosen senior di Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris, Jurusan Ilmu Budaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unsoed. Mengajar mahasiswa S1 Unsoed pada program Sastra Inggris, bahasa Inggris sebagai MKDU di program S1 pada fakultas Peternakan, Teknik, Perikanan, dan Ekonomi. Syaifur Rochman mengajar bahasa Inggris program S2 Unsoed untuk mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Magister Manajemen, dan Magister Ilmu Ekonomi. Saat ini, sebagai PNS dengan NIP. 19660208 199010 1001 yang memiliki golongan, pangkat dan jabatan: IVA / Pembina / Lektor Kepala.

Karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk penelitian, buku dan jurnal seperti tercantum dalam tabel berikut:

No Judul Tahun Jenis

1. The Effects of Teaching English to the Elementary School's Students as an Optional Subject (non-curricular) to their Language Proficiency in Secondary School

1989 Skripsi Fakultas Sastra Universitas Diponegoro,


(3)

2. Analyzing Complex Sentences of English Used by Students of Diploma 3 Years Secretary Program of Jenderal Soedirman University, Purwokerto

1991 Penelitian dibiayai oleh SPP/DPP Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto 3. The Effects of Using Visual Aids to Teach Reading 1993 Penelitian dibiayai oleh

OPF Universitas Jenderal Soedirman,

Purwokerto 4. Contextualizing Communicative Language Teaching

for Adult Javanese Learners of English as EFL

1997 Tesis

M.Ed. (TESOL) La Trobe University,

Melbourne 5. The Effect of Peer Correction on the Development of

Writing Skill in Indonesian As a Foreign Language

1998 Jurnal

MAJALAH ILMIAH

No: 3 / Thn. XXIV Edisi September 1998,

Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

6. ENGLISH FOR BASIC SCIENCES 1999 Buku Teks

Penerbit Unsoed Press, Purwokerto

7. STRUCTURE 1999 Buku Teks

Penerbit Unsoed Press, Purwokerto 8. Students' Evaluation to the Teacher in relation to the

Effectiveness of Teaching English as A Compulsory Subject

1999 Penelitian dibiayai oleh Asian Development

Bank (ADB) 9. The Use of Present Perfect by Students of English

Department at Jenderal Soedirman University

1999 Penelitian dibiayai oleh SPP/DPP Universitas

Jenderal Soedirman, Purwokerto 10. Analyzing the Influence of the Dutch Colonial System

to the Discrimination of the Javanese Women by their Own Culture

1999 Jurnal

INSANIA

No: 9 Thn.IV Nov 1999-Jan 2000 STAIN Purwokerto 11. The Effects of Evaluation of Teachers on Teaching

Quality of a Pre-Experience Business English Course in Indonesia

2000 Jurnal

BESIG

Business English Special Interest

No: 1 / 2000 Kent, Inggris

12. ENGLISH FOR SOCIAL SCIENCES 2000 Buku Teks

Penerbit Unsoed Press, Purwokerto


(4)

13. Analyzing Possibilities in Changing a Structural Syllabus to a Communicative Syllabus Using a Transitional Syllabus Model

2000 Jurnal

MAJALAH ILMIAH

No: 1 / Thn. XXVI Edisi Maret 2000, Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 14. Factors Determining the Choice of the Major

Language of Javanese-Indonesian Bilingual Children at the Javanese Villages

2002 Jurnal

MASYARAKAT PEDESAAN

No. 2 No. 1, April 2002 Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 15. Contextualizing Communicative Language Teaching

for Adult Javanese Learners

2002 Jurnal

PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

No. 4 Thn.XXXV, Oktober 2002 IKIP Singaraja - Bali 16. Communication Strategies for Presentation in

English as a Foreign Language

2002 Jurnal

ACTA DIURNA

No. 1 Vol.1 November 2002 Jurusan Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 17. Efforts in Diminishing Discrimination Against

Female’s Students at Female Homogenous School in Purwokerto

2002 Jurnal

MAJALAH ILMIAH

No: 3 / Thn. XXVIII Edisi November 2002,

Lembaga Penelitian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 18. Managing Changes in Teaching English as a

Foreign Language at Tertiary Education in Indonesia

2003 Jurnal

LINGUA SCIENTIA

Vol. 10 No: 2 Thn. 2003 Jurusan Bahasa Inggris

IKIP Singaraja - Bali 19. Javanese Culture and Its Nonformal Education 2003 Jurnal

INSANIA

Vol. 8 No:1 Juni-April 2003 STAIN Purwokerto


(5)

20. Pemanfaatan Internet Untuk Pembelajaran Bahasa Inggris di Perguruan Tinggi

2004 Jurnal

EDUTECH

Vol. 3 No: 2 Juli 2004 Jurusan Kurikulum dan

Teknologi Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 21. Problem Tindakan kelas Untuk Guru Bahasa Inggris 2004 Jurnal

ANALISIS

Vol. 3 No: 9, Tahun Agustus 2004 IKIP PGRI Banyuwangi 22. Analisis Kesalahan Penyusunan Frasa Kata Benda

Bahasa Inggris oleh Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Jenderal Soedirman

2005 Jurnal

UVULA

Vol. 3 No: 1, Mei 2005 Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran,

Bandung 23. Pengaruh Penggunaan Ilustrasi Gambar Terhadap

Tingkat Pemahaman Pada Teks Berbahasa Inggris

2005 Jurnal

POLIMEDIA

No.27/ThnXII/Mei 2005 Politeknik Negeri

Manado 27. Factors Affecting Communication failure in English

Speaking Class for university Students

2005 Jurnal

ACTA DIURNA

Vol. 2 No. 4, Juni 2005 Jurusan Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 24. Pandangan Mahasiswa Tentang ‘Quantum Teaching

and Learning’ dalam Pengajaran MKDU Bahasa Inggris di Universitas Jenderal Soedirman

2005 Jurnal

FAEDAH

No. 8, Thn. ke III Agustus 2005 Yayasan Al Mufidah

Manado 25. Indonesian Students Misconception in Using Present

Perfect Tense to Write Composition

2006 Jurnal

ENGLISH EDU

Vol.6 No.1 Januari 2006 Fak. Bahasa dan Sastra

Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 26. Model Pembelajaran Komunikatif Untuk Pengajaran

Bahasa Inggris Bagi Murid Usia Dini

2006 Jurnal

WIDYA KOMUNIKA

Vol.1 No.1 Januari 2006 Jurusan Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto


(6)

27. Kelas Imersi Bahasa Inggris untuk Internasionalisasi Program Pendidikan Tinggi di Indonesia

2006 Jurnal

FAEDAH

No. 6, Februari 2006 Yayasan Al Mufidah

Manado 28. Researching Language Aspects’ Preferences of

English Department Students When Learning Culture

2007 Jurnal

KATA

Vol.9, No:1, Juni 2007 Faculty of Letters

Petra Christian University

Surabaya

Syaifur Rochman merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, yaitu DR. Hj. Mulyaningrum, S.E. (kakak), Ir. Hj. Betty Kusumaningrum, M.M. (kakak), Dr. H. Faisal Amri, S.H. (adik), dan (almarhumah) Zuhrotunisa, S.E., M.M. (adik). Dikarunai 5 orang anak kandung: putri pertama adalah Nadia Elferina Syaifur (Dea) yang lahir di Brebes, 12 Oktober 1992; putri kedua adalah Fiona Elsafira Syaifur (Ovi) yang lahir di Melbourne, 11 Juni 1995; putri ketiga adalah Talitha Elvania Syaifur (Tata) yang lahir di Purwokerto, 19 Mei 1997; putra keempat, satu-satunya laki-laki, adalah Rifqi Elfareza Syaifur (Eki) yang lahir di Purwokerto, 12 Desember 1998; dan putri kelima adalah Vanessa Elfadila Syaifur (Nessa) yang lahir di Purwokerto, 28 Mei 2001.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS FKIP UNIVERSITAS RIAU

0 2 9

PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS MAHASISWA PROGRAM STUDI BAHASA INGGRIS FKIP UNIVERSITAS RIAU

0 7 7

PENERAPAN PROCESS APPROACH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENGEMBANGAN THESIS STATEMENT PADA MAHASISWA PRODI BAHASA INGGRIS DALAM MATA KULIAH WRITING III.

0 0 11

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN MENULIS: Suatu Penelitian dan Pengembangan Model Pembelajaran Menulis dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas.

0 7 21

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MULTI-STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KREATIF: Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung.

0 4 54

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS.

0 1 55

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN PENDEKATAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA SMP PADA MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA.

0 1 52

INTERFERENSI BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELANJAAN BAHASA INGGRIS : STUDI KASUS PADA MAHASISWA SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS ANDALAS.

0 0 1

INTERFERENSI BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS: STUDI KASUS PADA MAHASISWA SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS ANDALAS.

0 0 9

Model Pembelajaran Mata Kuliah "Functional Grammar"Berbasis Genre : Penelitian dan Pengembangan di ProdiPendidikan Bahasa dan Sastra Inggris UNP - Universitas Negeri Padang Repository

0 6 295