IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MULTI-STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KREATIF: Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung.

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN

MULTI-STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENULIS KREATIF

(Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra

Universitas Pasundan Bandung)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Doktor

Pendidikan pada Program Studi Pengembangan Kurikulum

OLEH:

SENNY SUZANNA ALWASILAH

0807947

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

Lembar Persetujuan Disertasi

Disetujui dan disahkan oleh Panitia Disertasi

Promotor Merangkap Ketua

Prof. Dr. H. Ishak Abdulhak, M.Pd.

Ko-Promotor Merangkap Sekretaris

Prof. Dr. Hj. Mulyani Sumantri, M.Sc,

Anggota

Dr. Bachrudin Musthafa, M.A.

Penguji

Dr. H. Dinn Wahyudin, M.A.

Penguji


(3)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN

MULTI-STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN

KETERAMPILAN MENULIS KREATIF

(Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra

Universitas Pasundan Bandung)

Oleh

SENNY SUZANNA ALWASILAH

0807947

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan pada Program Studi

Pengembangan Kurikulum

© Senny Suzanna Alwasilah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia


(4)

ABSTRAK

Implementasi Model Pembelajaran Multi-Strategi Untuk

Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif di

Fakultas Ilmu Seni dan Sastra, Universitas Pasundan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan menulis kreatif di kalangan mahasiswa. Mereka tidak mampu berimajinasi dan menggunakan keindahan perasaan untuk menyenangkan pembaca. Sistem pembelajaran lebih banyak mengajarkan teori menulis tidak berfokus pada pengembangan kreativitas. Penelitian ini adalah studi kasus implementasi model pembelajaran multi-strategi untuk meningkatkan keterampilan menulis kreatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tema yang dipilih untuk menulis cerita pendek bagaimana tema itu dikembangan menjadi cerita pendek, dan kemajuan mereka dalam tulisannya. Dengan memanfaatkan hasil studi pendahuluan, instruktur mata kuliah ini mengembangkan empat model pembelajaran menulis kreatif, yaitu 1) belajar menulis dengan pendekatan teori, 2) belajar menulis dengan mencontoh cerpen yang sudah dipublikasikan 3) belajar menulis lewat visualisasi film, dan 4) belajar menulis dengan menghadirkan suasana alam. Sebanyak 38 subjek penelitian diajari menulis dengan menggunakan keempat model ini. Data diperoleh melalui observasi kelas, interviu, dan portofolio karangan siswa yang dikategorikan menjadi tulisan yang baik dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tema yang paling banyak dipilih adalah persoalan psikologi, percintaan, persoalan keluarga, horor, dan agama. Tema-tema itu dikembangkan menjadi cerita dengan memanfaatkan unsur intrinsik cerita pendek yang tergantung pada tingkat kecanggihan yang berbeda. Kemajuan mereka tampak dalam gaya bahasa dan

voice bercerita. Selain itu diketahui juga bahwa pendalaman teori mengingatkan

subjek penelitian terhadap pembelajaran menulis di SMA, contoh model tulisan yang sudah dipublikasikan menjadi inspirasi bagi mereka untuk mengembangkan imajinasi, visualisasi film menginspirasi kurang dari setengah subjek penelitian, alam sekitar menjadi inspirasi bagi mereka tatkala tidak berkelompok. Setiap model memiliki kelebihan masing-masing, namun model pembelajaran dengan contoh tulisan yang dipublikasikan lebih efektif daripada model-model lainnya. Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) teori menulis masih diperlukan terutama bagi para pemula, 2) mahasiswa seyogianya diberi sejumlah contoh tulisan yang sudah dipublikasikan, 3) tidak sebarang film dapat dijadikan bahan perkuliahan menulis, dan 4) inspirasi untuk menulis itu sangat bersifat subjektif dan karena itu tidak bisa digeneralisasikan. Dosen seyogianya mengetahui penguasaan mahasiswa tentang penulisan fiksi sebelum menentukan materi perkuliahan. Ia juga seyogianya mengetahui karakteristik mahasiswa untuk menentukan strategi pembelajaran yang paling memberdayakan dirinya. Bagi peneliti berikutnya disarankan untuk menggunakan metode ekserimen untuk mengukur perbedaan dan signifikansi keempat strategi pembelajaran di atas. Kata kunci: multi-strategi, model pembelajaran, menulis kreatif, kreativitas, fiksi, cerita pendek.


(5)

Abstract

The Implementation of Multi-Strategy Learning Model to Improve

Creative Writing Ability of English Department Students of

Pasundan University, Bandung

The low creative writing ability of the English Department students of Pasundan University is the background of this research. They are not able to use their imagination and feeling to please the readers. The existing learning system is conventional, with theories of writing dominating the writing class, not focusing on developing their creativity. This research is a case-study of the implementation of a multi-strategy learning model to improve the sstudents’ creative writing ability. The objective of this research is to investigate the theme used by the students, how the theme is developed, and the progress made in their writing. By means of previous research results, the creative writing instructor developed four learning models of creative writing, namely: (1) writing through theory approach; (2) writing through modeling the published work; (3) writing through movie visualization; and (4) writing in natural environment or outdoor learning. There were 38 undergraduate student participants who were taught writing by using those four models. The data was obtained from class observation, interview, and

students’ writing (categorized into good and fair writing). The result of the

research shows that the themes used by them consist of family life, love, social problems, psychological problems, and awareness of environmental problems. These themes are developed with a varying degree of sophistication depending on their creativity and language mastery. Their progress is evident in style and voice of their writing. Besides, the theory approach reminds the students of learning writing in high school; the published writing model becomes inspiration for students to develop their imagination; movie visualization inspires less than half of the participants; and the natural environment (outdoor learnint) inspires them to write when they are not in groups. Every model has its own strengths and weaknesses, and learning through modeling the published work is considered as the most effective one. The implications of this research are as follows: (1) writing theories are needed by beginner writers; (2) students should be exposed to some published work; (3) not every movie can be used as materials for creative writing class; and (4) inspiration to write is very subjective and cannot be generalized. The lecturers should know students’ skill in fiction writing before

selecting materials and teaching methods. They should also know students’

characteristics to determine the most appropriate teaching strategy. For future research it is suggested to use an experiment method to analyze the difference and significance of each of those four learning models.

Keywords: multi-strategy, models of teaching, creative writing, creativity, fiction, short story


(6)

Daftar Isi

Abstract i

Abstrak ii

Kata pengantar iii

Ucapan terima kasih iv

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Bab I Pendahuluan

1

A.

Latar belakang Penelitian

1

B.

Perumusan dan Pembatasan Masalah

10

C.

PertanyaanPenelitian

11

D.

Tujuan Penelitian

11

E.

Manfaat Penelitian

11

F.

DefinisiOperasional

13

Bab II. Model Pembelajaran Multi-Strategi untuk

Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif

17

A.

Hakikat Kurikulum dan Pembelajaran

17

B.

Model Pembelajaran

20

C.

Hakikat Pembelajaran Menulis Kreatif

32

D.

Fiksi sebagaiTulisan Kreatif

42

E.

Unsur-unsur Instrinsik pada Fiksi

45

F.

Hubungan Timbal Balik antara Menulis dan Membaca

51

G.

Kreativitas dalam Proses Menulis Kreatif

54

H.

Motivasi dan Kebutuhan dalam Penulisan Kreatif

58

Bab III Metode Penelitian

61

A.

Desain Penelitian

61

B.

Subjek Penelitian

69

C.

Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

69

D.

Analisis Data

68

Bab IVHasil Penelitian dan Pembahasan

80

A.

Hasil Penelitian

80


(7)

2.

Analisis Isi

95

B.

Pembahasan

243

1.

Tema yang muncul di dalamceritapendekmahasiswa

243

2.

Caramahasiswamenuangkangagasannyakedalam

ceritapendekmereka

247

3.

Buktikemajuanpadakaryamereka

282

Bab VSimpulan, Implikasi dan Saran

287

A.

Simpulan

287

B.

Implikasi

291

C.

Saran

292


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada Bab I ini dibahas pendahuluan penelitian yang di dalamnya termasuk latar belakang

penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan

manfaat penelitian baik secara teoretis maupun praktis.

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah lemahnya

kemampuan para ilmuwan dalam menulis karya ilmiah, baik artikel jurnal maupun buku teks.

Ini bisa jadi karena sewaktu kuliah di perguruan tinggi, para calon ilmuwan itu pada

umumnya tidak dibekali keterampilan menulis akademik dan menulis kreatif pada khususnya.

Padahal Undang-Undang Republik Indonesia tahun 2012 tentang pendidikan tinggi Pasal 5,

secara eksplisit menjelaskan bahwa perguruan tinggi (PT) mempunyai tujuan:

1. Mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;

2. Menghasilkan lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi

untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;

3. Menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang

memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan

bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan

4. Mewujudkan pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian

yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan


(9)

Dalam Pasal 5 itu tercantum empat frase kunci yang sangat relevan dengan kajian

disertasi ini, yaitu: (1) manusia kreatif, (2) meningkatkan daya saing bangsa, (3) menerapkan

nilai humaniora, dan (4) mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa ini menginginkan lahirnya

lulusan PT yang kreatif, berdaya saing, menghormati dan mengamalkan nilai-nilai

kemanusiaan, serta berperan aktif dalam pencerdasan bangsa. Keinginan ini harus

diupayakan agar tercapai melalui proses pembelajaran yang pada hakikatnya adalah proses

perubahan dalam kemampuan dan tingkah laku. Perubahan ini tidak semata-mata karena ada

pertumbuhan, tetapi juga ada intervensi yang dilakukan dalam proses pembelajaran.

Kurikulum diberlakukan agar siswa memiliki kecintaan pada pengetahuan supaya

mampu mengambil keputusan yang bijaksana. Dan seperti disebut dalam Undang-undang di

atas, mereka adalah yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan

bangsa. Pembelajaran sangat penting dalam mengimplentasikan kurikulum sebagai tindak

lanjut dari kebijakan atau keputusan politik seperti undang-undang di atas.

Sesungguhnya tanpa pembelajaran (instruction) kurikulum dan undang-undang itu

hanyalah sekadar dokumen yang tidak memiliki nilai praktis bagi kehidupan. Pembelajaran

merupakan akumulasi dari konsep mengajar dan belajar, dan lebih berfokus pada

penumbuhan aktivitas anak didik. Sebagai aktivitas yang melibatkan sejumlah anak didik,

maka pembelajaran mesti dianggap sebagai teaching system yang terdiri dari berbagai

komponen yang terkait, yaitu: (1) persiapan (preparation), (2) penyampaian (presentation),

(3) pelatihan (practice), dan (4) penampilan hasil (performance). Dalam tingkat pendidikan

apa pun, dan pembelajaran apa pun pembelajaran yang baik akan mengikuti keempat urutan


(10)

Disertasi ini meneliti ihwal pembelajaran menulis kreatif (dalam bentuk cerita

pendek) di tingkat PT. Teori-teori ihwal kurikukum dan pembelajaran relevan untuk

dijadikan rujukan dalam pembahasannya. Sementara itu pada tingkat SMA selama ini,

pembelajaran menulis mendapat porsi paling kecil dibandingkan dengan pembelajaran

kemampuan bahasa lainnya seperti menyimak, membaca, dan bicara (Alwasilah: 2005). Hal

ini dikarenakan pembelajaran menulis adalah pembelajaran yang paling sulit diajarkan oleh

guru dan dipelajari oleh siswa. Guru lebih sering mengajarkan sejumlah teori menulis

daripada mengajarkan proses menulis. Pada umumnya, guru lebih percaya diri mengajarkan

teori karena mereka pada umumnya tidak mempunyai kemampuan menulis. Sesungguhnya

belajar menulis tidak bisa hanya dengan mempelajari teori, namun harus disertai sejumlah

latihan. Sementara itu Ismail (1998:13) juga menganggap bahwa pengajaran sastra Indonesia

mengalami kemunduran sejak 47 tahun silam dibandingkan dengan masa Hindia Belanda.

Penyebabnya adalah (1) pengajaran sastra hanya ditumpangkan pada pelajaran tata bahasa;

(2) sastra diajarkan sangat sedikit; (3) tidak ada buku sastra yang diwajibkan dibaca oleh

siswa sampai tamat dan dibahas tuntas; dan (4) bimbingan mengarang sastra sangat terlantar.

Di tingkat SMA memang secara spesifik tidak ada mata pelajaran menulis kreatif,

yang ada adalah Pelajaran Bahasa Indonesia dan menulis merupakan bagian kecil dari

pembelajaran ini. Sementara itu, menulis kreatif tercantum dalam kurikulum Program Studi

Sastra Inggris UNPAS, seperti halnya pada prodi-prodi sejenis di PT lain di Indonesia.

Mahasiswa prodi ini diharapkan menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan prodi,

yaitu mampu menulis kreatif. Untuk mencapai standar ini, telah diupayakan berbagai strategi

mengajar, namun, hasilnya belum memuaskan. Dibandingkan dengan menulis esai, menulis


(11)

Menulis kreatif adalah menulis dengan menggunakan imajinasi. Menulis kreatif lahir

dari kesenangan pribadi dalam menciptakan suatu karya tulis yang menggunakan keindahan

perasaan untuk menyenangkan hati pembaca. Ia adalah sebuah ekspresi jiwa yang

diterjemahkan dalam bentuk kata-kata yang dituangkan dalam tulisan. Ekspresi yang lahir

adalah ungkapan perasaan, pengalaman pribadi, atau murni hasil rekaan daya imajinasi.

Berbeda dengan penulisan esai, menulis kreatif dimulai dari ketertarikan pribadi pada

penciptaan sebuah karya baik itu berupa puisi, fiksi, atau drama. Harapan para pembaca

terhadap tulisan kreatif berbeda dari harapan mereka saat membaca buku teks atau teks lain,

karena pada tulisan kreatif pembaca hanya mencari kesenangan semata. Tulisan kreatif

menawarkan pengalaman batin yang indah, mengajak berimajinasi, dan melibatkan emosi

pembaca untuk masuk ke dalam cerita.

Menulis kreatif adalah bagian dari ungkapan pikiran, emosi, dan perasaan seseorang

ketika terlibat dalam proses kegiatan menulis kreatif. Opini pribadi dari seorang dosen

tentang menulis kreatif akan sangat mempengaruhi bagaimana cara dosen itu

mengajarkannya dan bagaimana dia melibatkan siswa dalam kegiatan itu. Jadi sangatlah

penting bagaimana persepsi dosen tentang menulis kreatif terhadap keberhasilan mahasiswa

dalam mempelajarinya. Dosen yang dirinya sendiri sebagai penulis fiksi akan berbeda

strategi mengajarnya dari dosen yang bukan seorang penulis fiksi.

Walaupun pembaca tidak mencari informasi pada fiksi, penulis seyogianya

mempunyai pengetahuan yang mumpuni untuk dicurahkan pada tulisannya. Pengetahuan itu

bisa didapatkan dengan membaca berbagai sumber bacaan seperti buku, majalah, koran, atau

berselancar di internet. Krashen (1984: 4) menyatakan bahwa ada keterkaitan yang sangat


(12)

itu memiliki banyak buku di rumahnya, gemar membaca sejak kecil, dan memiliki

ketergantungan terhadap buku.

Tak dapat dipungkiri, apa yang dikatakan Krashen adalah benar adanya, karena lingkungan

sangat berpengaruh terhadap proses berpikir kreatif. Literacy environment atau lingkungan

literasi dengan bacaan yang bervariasi memberikan wawasan dan sedikit banyak mengubah

mindset, bahwa buku adalah jendela untuk membuka dunia.

Seorang penulis kreatif tidak menerima hidup apa adanya, tapi memahami dan

meresponnya. Ia menggalinya sehingga menemukan sesuatu yang berharga dan

menjadikannya sebagai sumber ilham. Seorang penulis adalah seorang yang menjalani

hidupnya dengan kreatif. Menulis kreatif dimulai dari rasa. Tanpa rasa seorang tidak akan bisa menciptakan sebuah karya imajinasi yang bisa membuat pembaca mendengar,

merasakan, dan melihat apa yang ditulisnya. Gagasan penulisan fiksi dapat diperoleh dari

berbagai sumber seperti berjalan-jalan ke gunung, ke pasar, ke pantai; menemukan sesuatu

yang baru dalam kehidupan sosial masyarakat dengan mengunjungi panti asuhan, penjara,

mengobrol dengan pemulung, atau menjadi bagian dari sebuah kampanye; mereka ulang

pengalaman masa lalu, membayangkan sesuatu yang menjadi harapan dan angan-angan,

membayangkan pengalaman orang lain, atau betul-betul mencari gagasan lewat imajinasi

murni.

Pengembangan kreativitas menulis menempati tempat istimewa dalam pembelajaran

bahasa, khususnya dengan pendekatan language arts di A.S. karena menulis membuat pola

berpikir jadi sistematis dan menulis secara konsisten akan mengubah paradigma hidup,

belajar memahami diri sendiri dan menghargai hidup secara lebih dewasa. Dengan kata lain,

orang yang banyak menulis pola pikirnya akan sistematis, dan paradigma hidupnya akan

berubah menjadi lebih berkualitas (Sebranek: 2001). Jadi pembelajaran menulis merupakan


(13)

Menulis kreatif tidak hanya melatih proses berpikir secara sistematis tetapi juga

memberi pemahaman bahwa bahasa tulis itu—berbeda dari bahasa lisan--harus tertuang dengan jelas, yang pada hakikatnya memberi informasi yang bermanfaat kepada pembacanya.

Seorang penulis kreatif akan memahami hidup secara lebih dewasa karena seorang penulis

tidak hanya memaknai dan mengapresiasi bacaan berbentuk teks tapi juga membaca

visualisasi kehidupan yang tampak di depan matanya.

Oleh karena itu, pembelajaran menulis kreatif harus dititikberatkan pada proses

penulisannya--bukan kepada hasil akhir--di mana pada pembelajaran itu pembelajar melewati

sejumlah tahapan, yakni free writing, prewriting, drafting, revising, editing, dan publishing.

Dalam proses pembelajaran menulis kreatif, guru atau dosen harus memahami betul

bagaimana proses kreatif itu muncul sehingga melahirkan sebuah karya. Setiap individu akan

memberikan respon yang berbeda pada satu strategi pembelajaran Seyogianya mereka

dibiarkan mencurahkan respon sebebas-bebasnya tanpa mendapat gangguan dari pengajar.

Ada saatnya mereka membaca ulang tulisan mereka, di situlah mereka beroleh masukan

(feedback) lewat diskusi dengan guru atau sejawatnya. Lewat feedback mahasiswa akan

mendapat pencerahan bagaimana kriteria tulisan yang baik yang berterima di masyarakat.

Menurut Charlie (2006), tulisan yang bagus memenuhi kriteria standar sebagai berikut.

 Gagasan Orisinal

Tulisan yang bagus biasanya merupakan pendapat orisinal penulisnya.

Tulisan yang tidak berisi ide baru tak dapat dikatakan bagus, walaupun

penyajiannya memikat.

 Isi Menggugah

Isi tulisan yang bagus menggugah pembacanya untuk berbuat hal positif,


(14)

mencerahkan. Agar tulisannya menggugah, penulis harus mampu

mengidentifikasi persoalan yang ditulisnya dengan menggunakan

kata-kata yang tepat menggambarkan persoalan itu.

 Tema Istimewa

Tema yang tidak biasa dapat menyulap sebuah tulisan menjadi bernilai

tinggi dan bagus. Ketika orang ramai menulis tentang pentingnya

menghentikan pengeluaran izin baru bagi penebangan hutan, misalnya,

seseorang dapat menulis soal kelangkaan bahan baku kayu yang mungkin

dialami pabrik kayu lapis dan industri mebel kayu. Hasil karya ini bisa

dianggap tulisan bagus karena temanya berbeda dengan pandangan umum.

 Mengandung Kejutan

Novel-novel detektif, "suspense" atau "thriller" mengandalkan ketegangan

dan kejutan untuk menjadi karya terpopuler dan terbaik. Suatu peristiwa

akan mengejutkan pembaca tatkala kejadian itu terjadi di luar dugaan

pembaca. Artinya, penulis fiksi harus memahami psikologi pembaca.

Empat kriteria di atas (orisinal, menggugah, istimewa, dan mengejutkan) harus

diajarkan dan dilatihkan kepada para mahasiswa, antara lain dengan membaca karya sastra

yang sudah diterbitkan (published work). Mereka bisa belajar melalui modeling dari karya

tersebut. Dengan demikian, penyediaan karya sastra di perpustakaan merupakan prasyarat

bagi terjadinya pembelajaran melalui modeling.

Karena empat kriteria di atas itulah, maka mengapresiasi sebuah karya sastra berbeda

dengan menilai karya ilmiah atau expository texts karena ada beberapa prinsip dalam


(15)

 Karya sastra pada umumnya tidak berpura-pura untuk membuktikan sesuatu. Tema perwatakan, alur cerita, gaya bahasa bercampur menjadi

satu kebulatan.

 Karya sastra yang baik tidak menggurui. Dari mana alur cerita dimulai, terserah keperluan pengarangnya tanpa menyimak dulu kaidah-kaidah

menulis.

 Karya sastra bersifat imajinatif maka tidak bisa divalidasi maknanya secara objektif dengan hanya melihat detail-detail faktualnya saja.

 Karya sastra itu pengalaman pribadi. Karena itu analisis sastra harus berangkat dari respon pengalaman sendiri.

 Membaca karya sastra seyogyanya tidak sekadar memahami tapi mengapresiasi yaitu pemahaman isi dan makna serta pengalaman bathin

yang memberi nilai sejujur-jujurnya kepada karya sastra.

 Analisis karya sastra adalah mencermati tiga komponen terpenting yaitu makna, struktur, dan gaya penulisan.

Sementara itu, dalam penulisan kreatif, kreativitas ditularkan dengan cara

mengajarkannya. Dosen yang kreatif akan memberi pemahaman kepada mahasiswa

bagaimana menjadi manusia yang kreatif. Dengan kata lain, dosen yang kreatif mampu

membuat hal biasa menjadi luar biasa, dan pengalaman rutin di kelas menjadi pengalaman

luar biasa yang tak terlupakan oleh mahasiswa. Dia tentu saja harus terbuka dan tidak alergi

terhadap kritik. Dosen yang kreatif harus berupaya agar semua mahasiswa merasa

diperlakukan sama dan mendapat porsi perhatian yang sama. Dosen yang kreatif menggiring

mahasiswa menciptakan karya secara kreatif, dan mengapresiasi hasil karyanya tersebut.


(16)

Dosen yang tidak kreatif berdampak buruk bagi kreativitas mahasiswa. Kreativitas dibentuk

oleh jiwa yang kreatif, yang selalu ingin menggali sesuatu yang baru untuk keberhasilan anak

didiknya.

Disertasi ini melaporkan sebuah penelitian ihwal pembelajaran menulis kreatif pada

mahasiswa Program studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Seni dan Sastra, Universitas

Pasundan, Bandung. Sejak berdirinya pada 1999 sampai sekarang, dalam kurikulum program

studi ini terdapat enam mata kuliah menulis yang tersebar dari semester 1 sampai 6. Keenam

mata kuliah menulis itu bertajuk Reading-Writing Connections, Imaginative Writing, Esay

writing, Investigative Writing, Writing for Publication, dan Popular Writing.

Pada pembelajaran Imaginative Writing, mahasiswa mempelajari bagaimana menulis

kreatif, mengasah afektif, menajamkan imajinasi, dan mencurahkan imajinasinya ke dalam

sebuah karya fiksi. Dari pengamatan selama ini, tidak banyak yang mampu meningkatkan

daya imajinasinya. Antusiasme mahasiswa yang kurang dalam mengikuti kuliah menulis

kreatif terlihat dari absensi mereka. Berdasarkan catatan kehadiran perkuliahan imaginative

writing pada periode 2010-2011 hanya tiga subjek penelitian yang mencapai kehadiran 100%,

enam subjek penelitian mencapai 92% kehadiran, dua subjek penelitian mencapai 84%

kehadiran, lima subjek penelitian hanya mencapai 76% kehadiran, empat subjek penelitian

mencapai 69% kehadiran, lima subjek penelitian mencapai 61% kehadiran, dan sisanya tidak

mencapai kehadiran sampai 50%.

Dari hasil pengamatan ini, terditeksi bahwa pada pembelajaran menulis kreatif subjek

penelitian tidak mampu meramu dan mengelola kosa kata, tidak memahami cara

mendapatkan gagasan untuk menuliskan sebuah cerita, tidak mampu menampilkan sosok

karakter imajiner dalam karyanya, sulit untuk mereka-reka adegan dan membuat alur yang

mengalir, dan tidak mendalami bagaimana tempat dan waktu berkaitan dengan cerita secara


(17)

Ketika tiba pada waktunya menyelesaikan tugas menulis, mahasiswa merasa tertekan dan

memilih tidak masuk kuliah karena tidak mampu menyelesaikan tugas pada waktu yang

sudah ditentukan. Masalah ini muncul akibat dari rendahnya kebiasaan membaca mereka,

khususnya dalam membaca karya sastra. Kondisi seperti ini menyulitkan mereka untuk

mengembangkan imajinasi.

Berdasarkan pengamatan di atas, penelitian ini difokuskan pada penulisan cerita pendek

oleh subjek penelitian selama kurun waktu satu semester. Pada penelitian ini, ada empat

strategi pembelajaran menulis cerita pendek. Strategi pembelajaran pertama adalah

pengayaan teknik-teknik menulis narasi, deskripsi, eksposisi, dan, argumentasi. Strategi

pembelajaran kedua adalah memperkenalkan hubungan yang erat antara membaca dan

menulis (reading-writing connections), di mana subjek penelitian diajari bagaimana cara

mengapresiasi sebuah karya sastra yang sudah dipublikasikan. Strategi pembelajaran ketiga

adalah mengajarkan menulis lewat audio visual. Subjek penelitian diajak untuk menonton dan

mengapresiasi film sebelum menulis. Strategi pembelajaran keempat adalah menghadirkan

suasana alam pada proses pembelajaran sebelum subjek penelitian menulis.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Masalah yang diteliti dalam disertasi ini adalah sebagai berikut:

Bagaimanakah keefektifan pengajaran menulis cerita pendek para mahasiswa semester 2

prodi Bahasa Inggris Unpas? Penelitian ini mengamati proses pembelajaran penulisan kreatif

selama satu semester. Pembelajaran menulis cerita pendek yang diteliti dalam disertasi ini

menggunakan model pembelajaran multi-strategi dengan rincian strategi sebagai berikut:

 Strategi pembelajaran 1 adalah belajar menulis lewat pendalaman teori yakni pengayaan teknik-teknik menulis narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, serta


(18)

 Strategi pembelajaran 2 adalah belajar menulis dengan mencontoh model cerita pendek yang sudah dipublikasikan (published work). Pada pembelajaran ini diajarkan

bagaimana cara mengapresiasi sebuah karya sastra sebelum subjek penelitian menulis.

 Strategi pembelajaran 3 adalah mengajarkan menulis dengan menonton dan mengapresiasi film The Last Exorcism sebelum menulis.

 Strategi pembelajaran 4 adalah belajar menulis dengan menghadirkan suasana alam pada proses pembelajarannya (outdoor learning) sebelum subjek penelitian menulis.

Bukti-bukti kemajuan dari proses pembelajaran dengan empat strategi ini tampak dalam

karya tulis mereka, yakni dalam tema, alur, sudut pandang, tokoh dan penokohan, latar dan

teknik penyampaian, serta gaya bahasa.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan di atas, pertanyaan penelitian ini

diajukan sebagai berikut:

1. Tema apa yang muncul di dalam karya cerita pendek mahasiswa?

2. Bagaimana mahasiswa mengelola unsur-unsur intrinsik berkaitan dengan tema dalam

cerita pendek mereka?

3. Kemajuan apakah yang tampak pada cerita pendek mereka?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian yang sudah disebutkan di

atas yaitu sebagai berikut:

 Mencari tahu tema yang muncul di dalam cerita pendek mahasiswa.

 Mencari tahu bagaimana mahasiswa mengelola unsur-unsur intrinsik berkaitan dengan tema dalam cerita pendek mereka.


(19)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini melahirkan konsep baru tentang pembelajaran menulis cerita pendek

dengan menggunakan empat strategi pembelajaran yang berbeda. Strategi pembelajaran yang

diberikan kepada subjek penelitian adalah strategi yang membangkitkan motivasi dan

kreativitas mahasiswa dalam belajar menulis cerita pendek. Strategi pembelajaran yang

diberikan itu bisa berdiri sendiri atau merupakan kesinambungan satu dengan yang lainnya.

Konsep pembelajaran ini telah memperbaharui strategi yang selama ini dipergunakan di kelas

perkuliahan menulis. Konsep baru ini bisa diterapkan pada pembelajaran menulis.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi atau sumber bacaan bagi

peneliti lain yang berminat pada pembelajaran menulis, khususnya menulis cerita pendek.

Hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman yang berharga bagi mahasiswa bagaimana

menulis secara inovatif, mengelola kosa kata dalam menulis cerita pendek, menggali gagasan

baru untuk menulis, menciptakan karakter pada cerita, membuat alur, dan membuat koneksi

antara masa kini dengan kejadian di masa lampau lewat keliaran imajinasi.

Secara rinci manfaat praktis itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi potret kompetensi menulis para lulusan SMA selama ini,

sehingga dapat diajukan saran perbaikan bagi pembelajaran bahasa Indonesia di

tingkat SMA.

2. Mengidentifikasi berbagai kebiasaan mahasiswa dalam mempelajari teori menulis

dan proses kreatif mereka.

3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan serta tingkat kesulitan dalam

mengimplementasikan empat strategi pembelajaran menulis cerita pendek yang

dilakukan dalam penelitian ini.

4. Mengetahui respon para mahasiswa terhadap keempat strategi pembelajaran


(20)

bisa mengantisipasi problem yang mungkin muncul dalam mengimplementasikan

empat strategi pembelajaran tersebut.

5. Mengetahui strategi mana yang sesuai untuk mengajarkan menulis jenis teks mana

dan bagi kelompok mahasiswa mana, sehingga dosen dapat mengetahui secara

spesifik strategi mana yang cocok dalam penyusunan silabus perkuliahan.

6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan kurikulum menulis di prodi Sastra Inggris

FISS Unpas selama ini. Dengan demikian, akan diketahui sejumlah saran yang

dapat diajukan kepada lembaga untuk memperbaiki kurikulum tersebut.

F. Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran:

Model pembelajaran menurut Joyce (1992: 4) adalah

“A plan or pattern that we can use to design face to face teaching in classroom or tutorial settings and to shape instructional materials--including books, films, tapes, computer-mediated programs, and curricula (long terms courses of the study). Each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives”.

Jelasnya lagi, menurut Joyce model pembelajaran adalah sebuah rancangan atau pola

yang dapat digunakan untuk mendesain pembelajaran yang interaktif di dalam ruang kelas

atau lokasi tutorial, dan untuk membentuk bahan-bahan pembelajaran seperti buku, film,

komputer, dan kurikulum. Model pembelajaran memandu guru ketika mendesain

pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang beragam.

Chauhan (1979: 20) memiliki pendapat yang sama dengan Joyce tentang model

pembelajaran. Menurutnya,

“Models of teaching can be defined as an instructional design which describes the process of specifying and producing particular environmental situations which cause the students to interact in such a way that a specific change occurs in their behavior.”


(21)

Masih menurut Chauhan (1979: 20) model pembelajaran yang baik mempunyai

sejumlah karakteristik sebagai berikut:

 Mempunyai prosedur sistematik untuk memodifikasi tingkah laku siswa atas asumsi tertentu. Bisa menentukan hasil belajar yang akan dicapai dalam bentuk kinerja siswa

yang dapat diamati setelah mereka menyelesaikan sebuah pembelajaran.

 Bisa menentukan syarat-syarat lingkungan yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan nyaman;

 Bisa menentukan kriteria kinerja siswa sesuai dengan apa yang diharapkan dan menentukan mekanisme yang memudahkan siswa memberikan reaksi dan bisa

berinteraksi dengan lingkungan.

Dalam penelitian ini, model pembelajaran merujuk pada pola pembelajaran menulis

cerita pendek secara interaktif di dalam dan di luar kelas yang melibatkan seorang dosen dan

38 orang mahasiswa jurusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas

Pasundan Bandung.

2. Multi-strategi:

Empat strategi yang digunakan pada pembelajaran menulis cerita pendek pada mata

kuliah Imaginative Writing di Program studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Seni dan Sastra

Universitas Pasundan. Empat strategi itu dirinci sebagai berikut: Strategi pembelajaran

pertama adalah pengayaan teknik-teknik menulis narasi, deskripsi, eksposisi, dan,

argumentasi.

Strategi pembelajaran kedua adalah memperkenalkan hubungan yang erat antara membaca

dan menulis (reading-writing connections), di mana subjek penelitian diajari bagaimana cara

mengapresiasi sebuah karya sastra yang sudah dipublikasikan. Strategi pembelajaran ketiga

adalah mengajarkan menulis dengan menonton dan mengapresiasi film. Subjek penelitian


(22)

adalah menghadirkan suasana alam pada proses pembelajarannya (outdoor learning)

sebelum subjek penelitian menulis.

3. Menulis kreatif: Menulis kreatif (creative writing) adalah istilah akademik untuk

merujuk pada sebuah proses menulis yang melibatkan imajinasi dan penemuan baik dalam

bentuk maupun isi, seperti dikatakan DeMaria (1985: 157) sebagai berikut.

“Creative writing is a term that has taken hold in academic circles. It has become part of the jargon of education. In college catalogues we will find creative writing courses and degree programs in creative writing. It does not mean good writing as opposed to bad writing. It means writing that involves the imagination and invention in form and content. It

means fiction, poetry, and drama.”

Menulis kreatif adalah istilah baku pada kurikulum dan disepakati memiliki bentuk

dan isi seperti pada fiksi, puisi, dan drama. Menulis kreatif adalah sebuah proses pembuatan

sesuatu--yakni sebuah karya tulis fiksi--yang baru dan berbeda dari tulisan-tulisan lainnya.

Sebranek (2001: 56) menyebutnya sebagai berikut:

“a process of inventing, the process of making something new and different, something made-up. It also has solid roots in the real-world experiences and memories of the writer-fact and fiction, blending together.”

Dalam pada itu Stegner (2002: 100) menjelaskan bahwa menulis kreatif berbeda dari

menulis sebagai proses komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pembaca. Lebih

jelas dikatakannya sebagai berikut:

“Creative writing means imaginative writing, writing as an arts, what the French call belles lettres. It has nothing to do with information or the more routine forms of communication, though it uses many of the same skills.”

Walaupun demikian, menulis kreatif juga memiliki persamaan, yakni relatif memerlukan

keterampilan yang perlu diajarkan. Secara lebih khusus, Christensen, ed., et al. (1982: 8)

menjelaskan aspek psikologis dari menulis kreatif sebagai berikut:

“Creative writing is an art, the art of thinking and feeling and appreciating the magic words and ideas. Like the teaching of an art, the primary goal of teacher is to


(23)

nurture, challenge, and encourage development of the talent of each individual. It is through creative writing that children reveal and find their inner selves, their talents, ideas, hopes, and goal”.

Dalam menggambarkan pentingnya menulis kreatif bagi anak-anak, Maybury seperti

dikutip Percy (1981: 1) juga menyebutkan bahwa:

“Creative writing is concerned with encouraging children to use fully what they have within themselves: ideas, impressions, feelings, hope, their imagination, and such language as they can command. It is an attempt to get at the nine-tenth of the iceberg of a child’s mind that does not often use (1981: 1).”

Artinya bahwa pengajaran menulis kreatif itu sangat penting untuk melatih

anak-anak menggunakan gagasan, impresi, perasaan, harapan, dan imajinasinya sehingga pikiran

mereka dapat berkembang. Dalam penelitian ini, menulis kreatif adalah menulis cerita

pendek oleh mahasiswa yang dipandu oleh dosen setelah mengikuti pembelajaran dengan


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III ini mengupas metode penelitian dengan membahas desain penelitian,

pertanyaan penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian dan teknik

pengumpulan, serta analisis data.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung.

Pendekatan kualitatif dipilih karena ia sesuai dengan hakikat dan tujuan

penelitian, yakni mendeskripsikan sebuah proses pembelajaran menulis cerita

pendek dengan menggunakan empat strategi pembelajaran yang berbeda. Dari

deskripsi pembelajaran ini diperoleh sebuah potret (thick description)

pembelajaran yang layak dijadikan rujukan dalam pengembangan metode

pembelajaran menulis fiksi pada tingkat universitas. Penelitian ini dilakukan

untuk menjawab pertanyaan dalam memahami proses pembelajaran itu.

Hancock and Algozzine (2006) menyebutkan bahwa:

Research involves systematic actions that help researchers add credibility the questions and answers engaged in his or her research. It involves finding patterns or irregularities in data, which in turn become tentative answers to questions that often form the basis for additional study (2006).

Apa yang akan dilakukan pada sebuah penelitian harus diawali oleh

burning issue, yakni sesuatu yang menjadikan peneliti tergerak untuk melakukan


(25)

Kemudian merencanakan pertanyaan penelitian dan mencoba

menjawabnya lewat penelitian. Pada penelitian ini burning issue yang muncul

adalah lemahnya keterampilan mahasiswa dalam penulisan cerita pendek sehingga

muncul gagasan untuk membuat strategi sebagai upaya meningkatkan kreativitas

mahasiswa dalam menulis.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa: (1)

portofolio tugas menulis mahasiswa, (2) interviu, (3) hasil sebaran kuesioner, dan

(4) observasi kelas. Tugas portofolio hasil pembelajaran dianalisis menggunakan

dua kategori yaitu (a) apa yang ditulis mahasiswa dan (b) bagaimana cara

mahasiswa menuliskannya. Tugas yang diberikan adalah menulis empat buah

cerita pendek setelah melibati pengalaman strategi pembelajaran yang berbeda.

Interviu dilakukan kepada subjek penelitian yang dipilih secara purposif yakni

mewakili kelompok mahasiswa kategori sudah bisa menulis dengan baik dan yang

mewakili kategori tulisannya yang masih perlu mendapat perbaikan. Mengutip

pendapat Hancock and Algozzine (2006), penelitian:

... involves determining of what we want to study? It is applied in research

question. How do we want to study it? It is applied in the design. Whom we want to study applied in the case or sample? How best to acquire information? It is applied in data-collection techniques. How best to analyze or interpret the information that we acquire? It is applied in the dissemination process, and how to confirm our findings applied in the verification process.

Menjawab pertanyaan penelitian harus sesuai dengan framework supaya

penelitian tetap pada rencana semula. Framework dari suatu penelitian terdiri dari


(26)

Framework disertasi ini akan melahirkan masalah penelitian, pertanyaan

penelitian, pengumpulan data, teknik analisis data, dan interpretasi temuan.

Menurut Merriam (1992):

Framework indicates to the reader the topic we are interested in. It also

identifies what is known about the topic, what aspect of the topic we are going to focus on, what is not known, why it is important to know it, and precise purpose of the study. All of this information is pulled from the larger frame of the study in order to construct the problem statement itself.

Framework penelitian ini adalah proses pengembangan kreativitas mahasiswa

dalam menulis cerita pendek. Framework ini pun menentukan pendekatan yang

dipakai dan disesuaikan dengan masalah penelitian.

Karena yang diteliti berfokus pada proses menulis cerita pendek, pendekatan

kualitatif lebih cocok seperti apa yang dikatakan Merriam (1992):

Qualitative research is an umbrella concept covering several forms of inquiry that help us understand and explain the meaning of social phenomena with as little disruption of the natural setting as possible. Other terms of qualitative research that can be used often used interchangeably are naturalistic inquiry, interpretive research, field study, participant observation, inductive research, case study, and ethnography (1992).

Tak begitu berbeda seperti yang telah diungkapkan Merriam, Denzin dan

Lincoln dalam Richards (2009) menjelaskan sebagai berikut:

Qualitative research is a situated activity that locates the observer in the world. It consists of a set of interpretive, material practices that make the world visible. These practices transform the world. They turn theworld into a series of representations, including field notes, interviews, conversations, photographs,recordings, and memos to the self. This means that qualitative researchers study things in their natural settings, attempting to make sense of or to interpret, phenomena in terms of the meanings people bring to them (2009: )


(27)

Sementara itu, studi kasus menurut Hancock and Algozzine (2006) adalah

kata lain dari penelitian kualitatif. Walaupun studi kasus terkadang lebih fokus

terhadap individu yang merepresentasikan sebuah kelompok, biasanya lebih

ditujukan pada sebuah fenomena kehidupan yang ada seperti apa yang ditawarkan

Hancock and Algozzine (2006) bahwa:

The topics of case study research vary widely, just like the topics of

any type of other research. An event that occurred on campus or a situation that has particular relevance for a researcher would be appropriate areas for case study. Case study researchers also study programs or activities that are of special interest. (2006:).

Yang diteliti dalam disertasi ini adalah strategi pembelajaran menulis

cerita pendek di program studi Sastra Inggris FISS UNPAS. Studi kasus ini

mengidentifikasi proses pengajaran menulis secara mendalam. Data diperoleh

dari para responden, yang merupakan multiple source of information.

Merujuk pada multiple source of information, Patton dalam Merriam

(1992) menjelaskan sebagai berikut.

Multiple source of information are sought and used because no single source of information can be trusted to provide a comprehensive perspective. By using a combination of observation, interviewing, and document analysis, the field worker is able to use different data sources to validate and cross-check finding. (1992).

Untuk menjawab pertanyaan penelitian seperti disebut di Bab I, dilakukan

pengumpulan data dengan melakukan observasi kepada mahasiswa dan dosen,

menyebarkan kuesioner kepada mahasiswa, dan wawancara dengan para

mahasiswa yang dipilih secara purposive, yaitu 10 orang mahasiswa yang sudah


(28)

Untuk melihat bukti kemajuan penulisan mereka, mahasiswa yang dijadikan

subjek penelitian diberi tugas menulis cerita pendek, (Lihat Lampiran 2:

Portofolio Karangan Mahasiswa). Berikut ini dijelaskan bagaimana proses

pembelajaran ini dilakukan.

1. Subjek penelitian diperkenalkan kepada sejumlah teori menulis, termasuk

di dalamnya bagaimana membuat kalimat deskripsi, narasi, argumentasi,

dan eksposisi. Selain itu subjek penelitian juga dibekali dengan cara

penulisan yang baik dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar.

Proses pembelajaran digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Strategi Pembelajaran melalui pendalaman teori

Background: Pengetahuan, pengalaman

Teori Penulisan Deskripsi, Narasi, Eksposisi, Argumentasi, Unsur Intrinsik Karya

Karya Subjek Penelitian


(29)

2. Subjek penelitian diberi model cerita yang sudah dipublikasikan. Pada

pembelajaran ini, subjek penelitian diminta membaca beberapa cerita

pendek yang mereka pilih sendiri dan satu cerita pendek berjudul “Babi” (Putu Wijaya: 2005). Setelah pembahasan di kelas, mereka diminta

menulis cerpen berdasarkan imajinasi yang mereka kembangkan sendiri.

Proses pembelajaran digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.2

Strategi pembelajaran menulis dengan mencontoh model tulisan yang sudah dipublikasikan

3. Subjek diajak menonton film berjudul The Last Exorcism (2012)

kemudian mereka diminta untuk menulis cerita pendek berdasarkan

imajinasi mereka setelah menonton film tersebut.

Universe – Dunia Nyata


(30)

Proses pembelajaran digambarkan sebagai berikut.

Gambar 3.3

Strategi pembelajaran menulis dengan menonton dan mengapresiasi film

4. Subjek penelitian dibawa ke luar kelas (outdoor learning). Pembelajaran

dilakukan di sebuah taman yang berada di kampus Universitas Pasundan

dan kampus Universtas Pendidikan Indonesia.

Pada pembelajaran outdoor ini mereka dimotivasi untuk mengembangkan

dan meliarkan imajinasi mereka melalui objek (gedung, pohon, manusia,

binatang, serangga, dll) yang mereka lihat. Di akhir pembelajaran mereka

menghasilkan sebuah produk berupa puisi kolaborasi dan puisi kelompok dan

kemudian diberi tugas menulis cerpen. Proses pembelajaran digambarkan sebagai

berikut.

Universe – Dunia Nyata

Sutradara Karya Sastra

Subjek Karya


(31)

Gambar 3.4

Strategi pembelajaran menulis dengan media alam (outdoor learning)

Analisis isi dilakukan terhadap cerita pendek yang telah ditulis oleh para subjek

penelitian. Karya ini dikategorikan ke dalam dua bagian yaitu apa yang ditulis

(what to write) dan bagaimana cara menuliskannya (how to write).

Karya para subjek penelitian dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok dengan

karya yang dinilai baik dan kelompok dengan karya yang perlu perbaikan. Karya

subjek penelitian yang dijadikan data adalah sebanyak 40 cerita pendek dengan

judul yang berbeda. Empat puluh cerita pendek itu ditulis selama kurun waktu

satu semester.

Universe – Dunia Nyata


(32)

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2010

yang mengontrak mata kuliah Imaginative writing di semester 2 pada program

studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Seni dan Sastra, Universitas Pasundan,

Bandung. Pada perkuliahan itu, mereka diingatkan kembali terhadap

pembelajaran menulis di SMA dengan sejumlah tugas sebagai berikut: (1) menulis

paragraf ekspositoris, deskripsi, argumentasi, dan narasi; (2) mengkritisi tulisan

yang pernah dimuat di media massa, dan (3) menulis cerpen secara mandiri.

Mahasiswa yang terlibat dalam studi kasus ini berjumlah 38 orang, yakni seluruh

mahasiswa pada angkatan itu.

Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa mereka masih lemah dalam

pembuatan alur cerita, penciptaan tema, penciptaan tokoh imajiner, mereka-reka

tempat dan waktu kejadian dalam cerita. Mereka juga lemah dalam menggunakan

gaya bahasa. Berdasarkan kelemahan itu, instruktur menggunakan empat strategi

pembelajaran menulis sebagaimana dilaporkan di atas.

C. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Seperti lazimnya dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrumen

utama. Di samping itu ada sejumlah instrumen lain sebagai pendukung, yaitu,

catatan lapangan, tugas, kuesioner, penulisan jurnal, dan wawancara. Instrumen


(33)

1. Peneliti sebagai instrumen kunci

Instrumen kunci dari penelitian ini adalah peneliti sendiri. Lincoln dan

Guba (1986) menyebutkan kelebihan peneliti sebagai instrumen utama

dalam penelitian kalitatif sebagai berikut.

“The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see that other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing

mainstay”. (1986)

Menurut Nasution dalam Sugiono (2009: 97) seorang peneliti disebut

sebagai instrumen penelitian karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala strategi

pembelajaran dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau

tidak dalam penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek

keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes

atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi kecuali manusia.

4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami

dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering

merasakannya dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh.


(34)

menentukan arah pengamatan dan mengetes hipotesis yang timbul

seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan

berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan

segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, atau

perbaikan.

7. Dalam penelitian dengan menggunakan angket atau tes yang bersifat

kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar

dapat diolah secara statistik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak

dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh dan

yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang

lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat

kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

2. Catatan Lapangan

Catatan lapangan atau disebut juga sebagai buku harian penelitian adalah

instrumen yang berisikan semua catatan tentang hal-hal yang terjadi di

lapangan pada proses penelitian. Selain catatan proses pengajaran,

interaksi dosen-mahasiswa, mahasiswa-mahasiswa, juga termasuk di

dalamnya analisis dari kejadian-kejadian selama proses penelitian seperti

diutarakan oleh Silverman, “obviously in making field notes, one is not simply recording data but also analyzing it” (2005). (Lihat Lampiran Sampel catatan lapangan).


(35)

Tugas yang diberikan kepada subjek penelitian adalah penulisan cerita

pendek. Masing-masing subjek penelitian melakukan sekurang-kurangnya

empat kali penulisan cerita pendek dengan judul yang berbeda-beda.

Walaupun subjek penelitian adalah mahasiswa jurusan sastra Inggris, tugas

yang diberikan menggunakan Bahasa Indonesia mengingat penulisan karya

fiksi dalam bahasa asing akan berdampak pada hasil yang kurang memuaskan

dilihat dari berbagai aspek, di antaranya kemampuan subjek penelitian

terhadap akurasi tata bahasa Inggris, rasa bahasa, dan juga aspek kultural yang

berbeda.

Dalam hasil penelitian tentang menulis kreatif menggunakan bahasa asing,

James (2005: 49) mengatakan sebagai berikut.

When we write in another language, no matter how fluent we are in that laguage, unless we are actually bilingual, we tend to write much more simply. We have fewer words at our disposal and are not so confident with the more complex structures in that language. So we have to make more use of a smaller amount.

Ketika subjek penelitian menulis dalam bahasa Inggris mereka akan

cenderung menggunakan bahasa yang sederhana. James mengatakan bahwa

seandainya pun bahasa itu ditulis dalam bahasa pertama kemudian diterjemahkan

ke dalam bahasa asing, tetap ada sesuatu yang hilang sebagus apapun

terjemahannya. Rasa bahasa, penggunaaan istilah dalam bahasa pertama,


(36)

James (2005: 47) yang berpengalaman mengajar mahasiswa jurusan

bahasa Jerman yang menulis kreatif dalam bahasa Inggris menjelaskan sebagai

berikut:

German students so quite good in English, however, they are not native speakers of English, and although what they write and say makes absolute sense, it does not sound quite like any of the version of English we are used to. (2005: 47)

Bahasa tulis tidak bisa dijelaskan dengan intonasi suara, gerak tangan dan

bibir, ataupun isyarat, maka dari itu penggunaaan bahasanya harus benar-benar

akurat dan satu bahasa tidak bisa diterjemahkan secara persis kepada bahasa lain.

Seperti yang diungkapkan James (2005: 52) bahwa:

One area of using another language which I have not yet explored fully, but which is interesting, is the actual existence of some concepts in one language which do not exist in another. It can lead to an economy of language and expressing something which we cannot in our native tongue.

Dalam penelitian ini, tugas yang diberikan memperlihatkan kemajuan yang

berbeda pada setiap subjek penelitian. Namun dari tugas itu tampak ada

kemajuan pada aspek (1) sisi imajinasi, (2) penambahan kosa kata, (3)

penambahan penggunaan majas dan gaya bahasa, dan (4) kebaruan gagasan.

4. Kuesioner

Kuesioner disebarkan kepada semua subjek penelitian untuk mendapatkan

data tentang pengajaran menulis di SMA, novel yang telah dibaca, pengalaman

belajar di dalam kelas, imajinasi setelah menonton film, dan pengalaman outdoor


(37)

laku dari para subjek penelitian. Salah satu ciri penelitian kualitatif adalah adanya

discovery (penemuan) bukan membuktikan hipotesis.

Kuesioner disebarkan guna mendapatkan insight. Sejumlah pertanyaan

disiapkan untuk menggali potensi yang ada pada setiap subjek penelitian. Angket

bisa bersifat tertutup atau terbuka. Angket tertutup berisi pertanyaan yang yang

jawabannya lebih spesifik. Angket tertutup ini lebih memudahkan proses analisis.

Sementara angket terbuka memberikan keleluasaan kepada subjek penelitian

untuk menjawab secara luar dan lebar. Kuesioner ini diberikan sebanyak empat

kali, yaitu pada akhir kegiatan di setiap pembelajaran dengan strategi

pembelajaran yang berbeda.

5. Jurnal

Selain mendapat tugas berupa penulisan cerita pendek, subjek penelitian juga

diharuskan menulis jurnal. Jurnal mereka pada umumnya terdiri atas 1- 2

halaman. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa

merasakan kemajuan dalam pembuatan karyanya. Berikut adalah contoh jurnal

yang ditulis seorang mahasiswa:

Berdasarkan beberapa metoda yang pernah saya lakukan untuk perkembangan imajinasi saya, saya lebih nyaman dan merasa imajinasinya lebih berkembang saat saya melakukan metoda yang membaca cerpen karya orang terlebih dahulu, karena dengan membaca terlebih dahulu saya merasa lebih terpancing imajinasi menulisnya serta cara penulisannya baik gaya bahasa, setting, atau imajinasinya. Dengan membaca, saya menemukan kosa kata baru yang lebih cocok saat digunakan dalam beberapa kegiatan yang bisa dilakukan seseorang atau benda yang bergerak atau bahkan gerakan hewan yang saya tidak tahu. Selain kosa kata, dengan membaca saya jadi lebih tahu karakter-karakter yang harus digunakan saat menulis sebuah karya tulis seperti contoh “Si Kabayan yang lucu”. Selain itu ada banyak hal yang saya temukan saat membaca terlebih dahulu. Selain metoda membaca, saya juga suka saat menggunakan metoda outdoor, karena dengan outdoor saya bisa survey langsung kejadian real yang biasa mahluk lakukan. Untuk segi imajinasi, ourdoor juga sangat cocok untuk saya karena


(38)

dengan outdoor banyak sekali hal baru yang jika diimajinasikan akan menjadi imajinasi yang liar.

6. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

melengkapi data observasi. Sejumlah subjek penelitian dipilih secara purposif

untuk mengetahui hal-hal penting langsung dari subjek penelitian yang akan

ditanyakan secara mendalam.

Fokus pertanyaan menyangkut jumlah buku yang pernah dibaca, kebiasaan

membaca dan menulis, lingkungan literasi di rumah, dan persepsi mereka tentang

multi-strategi pembelajaran menulis. Stainback (1988: 66) menyatakan bahwa,

“interviewing provides the reseacher a means to gain a deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon than can be gained

through observation alone”. Jadi betapa pentingnya wawancara untuk penelitian

kualitatif karena peneliti bisa lebih mengetahui hal-hal penting secara mendalam.

Ada tiga jenis wawancara (Esterberg: 2002: 41), yaitu wawancara

terstruktur, wawancara semistruktur, dan wawancara tidak terstruktur.

Wawancara terstruktur (structured interview) adalah wawancara yang di mana

setiap subjek penelitian mendapat pertanyaan yang sama.

Wawancara semistruktur (semistructured interview) adalah wawancara

yang dimasukan dalam kategori in-depth interview, yaitu seorang peneliti secara

bebas memberikan pertanyaan yang berbeda namun dirasa perlu pada setiap


(39)

Dalam wawancara ini seorang peneliti dan subjek penelitian berbicara

secara terbuka. Subjek penelitian memberikan masukan, pendapat atau

gagasannya dan seorang peneliti langsung mencatatnya secara teliti dan

komprehensif.

Wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) yaitu wawancara

yang bebas. Pada wawancara ini seorang peneliti tidak mengunakan pedoman

wawancara seperti pada jenis wawancara yang telah disebutkan terdahulu namun

menggunakan garis besar permasalahan yang akan ditanyakan kepada subjek

penelitian.

Pada penelitian ini digunakan wawancara semistruktur supaya data yang

diperoleh lebih mendalam karena subjek penelitian akan memberikan jawaban

yang bervariasi. Subjek penelitian memberikan masukan, pendapat atau

gagasannya dan dicatat secara teliti dan komprehensif. Metodologi yang ditempuh


(40)

Tabel 3. 1 Metodologi Penelitian

Problem

Metode

Hasil

D. Data Analisis

Penelitian ini menggunakan 38 orang subjek penelitian pada mata kuliah

imaginative writing. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif Kurikulum Bahasa Inggris FSS UNPAS Mahasiswa tidak mampu menulis fiksi Metode pembelajaran tidak optimal Strategi pembelajaran baru Pengamatan perkuliahan selama satu semester Pengembangan Strategi

Strategi #1, 2, 3,4 44

#1: Mahasiswa mengenal teori dan membuat cerita sederhana

#3: Mahasiswa mampu membuat cerita horor

#4: Mahasiswa mampu membuat fiksi sejarah

#2: Mahasiswa berani membuat cerita imaginer


(41)

dengan metode studi kasus pada subjek penelitian angkatan 2010 jurusan Sastra

Inggris FISS Universitas Pasundan.

Penelitian ini lebih ditekankan pada proses pembelajaran menulis cerita

pendek melalui empat strategi pembelajaran untuk mendorong antusiasme dan

kreativitas dalam menulis fiksi.

Instrumen pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan penelitian nomor 1

sampai 3 ini adalah observasi kelas secara langsung dengan fokus utama pada

materi, tugas, kegiatan dosen, dan kegiatan subjek penelitian. Dalam proses

pembelajaran ini dosen menggunakan empat strategi pembelajaran, yaitu (1)

belajar menulis dengan pendalaman teori, (2) belajar menulis melalui mencontoh

model tulisan yang sudah dipublikasikan, (3) belajar menulis dengan menonton

dan mengapresiasi film, dan (4) belajar menulis dengan menghadirkan suasana

alam pada proses pembelajarannya (outdoor learning). Data Diperoleh dari

observasi kelas, wawancara, quesioner dan analisis isi.

1. Observasi Kelas (8 Februari 2011-7 Juni 2011) Tabel 3.2 Observasi kelas


(42)

2. Analisis Isi (Content Analysis)

Untuk melihat kemajuan penulisan subjek penelitian, cerita pendek karya

mereka dilakukan analisis isi. Analisis isi (content analysis) dibagi dalam dua

kategori, yaitu “Apa yang ditulis” dan “Bagaimana Cara Menuliskannya” Kategori “Apa yang ditulis” terdiri dari gagasan dan tema yang muncul dalam tulisan, sementara kategori “Bagaimana Cara Menuliskannya” meliputi

instrinsic elements, teknik dan gaya penulisan serta gaya bahasa yang dipakai

pada cerita tersebut. Dari kedua kategori tersebut tampak bukti kreativitas


(43)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

Bab V ini menyajikan simpulan hasil penelitian tentang implementasi model

pengajaran multi-strategi untuk meningkatkan keterampilan menulis cerita

pendek, implikasi, dan saran-saran pada penelitian selanjutnya.

A. Simpulan

Studi kasus ini memotret pembelajaran menulis satu kelas mahasiswa

program studi Sastra Inggris Semester 2 di Universitas Pasundan di Bandung.

Penelitian ini dilakukan selama satu semester (2010) dengan teknik observasi

kelas, interviu, dan analisis isi. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mencari

tahu tema yang muncul di dalam cerita pendek mahasiswa, (2) mencari tahu

bagaimana mahasiswa mengelola unsur-unsur intrinsik berkaitan dengan tema

dalam cerita pendek mereka, (3) mencari tahu kemajuan yang tampak pada cerita

pendek mereka. Dosen menerapkan metode pembelajaran dengan menggunakan

empat strategi pembelajaran, yaitu dengan: (1) memberikan pendalaman pada

teori menulis, (2) mencontoh model tulisan yang sudah dipublikasikan (published

work), (3) menonton film di sebuah teater, dan (4) perkuliahan outdoor learning

di alam terbuka. Keempat strategi pembelajaran ini dimaksudkan untuk

membangkitkan kreativitas mereka dalam menulis cerita pendek.

Dari studi kasus ini diajukan sejumlah simpulan sebagai berikut:

1. Tema yang muncul dalam cerita pendek antara lain koflik keluarga,

percintaan, problem sosial, problem psikologis, kehidupan religious, kesadaran


(44)

penulis dalam cerita pendek sepanjang masa. Semua ini menunjukkan bahwa

fiksi adalah cerminan psikologi sosial terkini (kontemporer) dari mahasiswa.

Cerita pendek sebagai karya sastra merupakan genre tulisan yang berbeda dari

genre lainnya dalam beberapa hal. Cerita pendek adalah tulisan subjektif penulis,

di mana ia memiliki kebebasan untuk bergaya bahasa dalam bercerita. Walau

demikian dalam penulisan cerita pendek pun ada sejumlah konvensi yang mesti

diikuti oleh setiap penulis. Karena besarnya peran subjektivitas dalam menulis

fiksi, maka latihan menulis fiksi sangat tepat untuk membangun kreativitas

menulis.

2. Tema-tema tersebut diolah menjadi cerita pendek dengan memenuhi

tuntutan intrinsik fiksi seperti alur, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, dan

gaya bahasa. Pengolahan cerita itu sangat beragam tingkat kecanggihannya sesuai

dengan kemampuan dan kreativitas masing-masing. Sesuai dengan teori

cognitive-developmental dari Piaget bahwa guru harus memahami adanya

perbedaan secara individual pada proses perkembangan belajar. Keempat strategi

pembelajaran ini menjembatani perbedaan kemampuan tersebut dengan memberi

empat pilihan strategi pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan minat

pembelajar dalam menulis cerita pendek. Teori menulis membantu subjek

penelitian yang kemampuan menulisnya masih rendah. Sementara bagi subjek

penelitian yang sudah mulai mapan dalam menulis, teori membuatnya bosan dan

mengekang kreativitas. Bagi mereka yang sudah mampu menulis, teori menulis

yang diajarkan di perguruan tinggi hanyalah pengulangan pelajaran SMA.


(45)

teori menulis mengingatkan kembali akan apa yang pernah dipelajarinya semasa

belajar di SMA. Strategi pembelajaran menulis dengan mencontoh model cerita

yang sudah dipublikasikan (published work) membangkitkan inspirasi bagi

sebagian subjek penelitian. Dengan membaca karya yang sudah dipublikasikan,

mereka tertantang untuk membuat jalan cerita, alur, tema, konflik, maupun kosa

kata yang dipergunakan dalam model cerita. Dengan membaca karya yang sudah

dipublikasikan, mereka merasa sangat terbantu dalam mengekspresikan cerita

yang mereka buat. Mereka terbantu bagaimana cerita seharusnya dibuat,

bagaimana tokoh imajiner tercipta, bagaimana merekayasa kalimat, dan

mengalirkan alur. Stimulasi media visual mendorong mereka untuk membuat alur

yang sejenis dengan film yang ditontonnya. Belajar di alam mengasyikkan tapi

inspirasi buyar karena terlalu banyak suara orang yang terdengar, terlalu berisik

oleh suara kendaraan yang lewat, sehingga pencarian inspirasi tidak terfokus.

Inspirasi lebih didapat dari duduk merenung sendiri di alam terbuka, memandang

apa yang ingin dipandang, merasakan apa yang ingin dirasakan.

3. Hasil akhir (end product) berupa cerita pendek sangat beragam dan

kemajuannya tampak pada teknik pengelolaan cerita dan gaya bahasa (style and

voice). Setiap mahasiswa memperoleh inspirasi yang berbeda dalam tingat dan

jenisnya. Hal ini tergantung juga pada hasil pembealajarn di SMA. Penguasaan

kosa kata dan gaya bahasa para lulusan SMA secara keseluruhan masih rendah

dan tidak cukup kokoh sebagai fondasi bagi pengembangan menulis kreatif.

Kreativitas menulis adalah kemampuan menulis seseorang dalam menggunakan


(46)

pribadi. Bahasa itu sendiri memiliki potensi linguistis untuk difungsikan oleh

seseorang untuk berkarya tulis. Setiap orang memiliki potensi untuk menulis,

tetapi potensi itu mesti dihidupkan oleh berbagai rangsangan, yang dampaknya

sangat beragam dari orang ke orang. Rangsangan berupa penjelasan teori,

membaca cerita pendek di kelas, menonton film dalam teater, dan belajar di luar

(outdoor learning) telah menghidupkan potensi-potensi penulis pemula dengan

kadar yang berbeda. Jenis rangsangan tertentu cocok untuk orang tertentu,

sehingga sulit ditarik generalisasi.

Secara khusus diketahui bahwa penulis yang baik terbukti memililiki

karakteristik sebagai berikut.

1. Keempat strategi pembelajaran di atas mengilhami mereka untuk

menulis, dan karangannya relatif sama baiknya.

2. Sejak usia SD mereka telah dipajankan pada lingkungan literasi

(literacy environment) seperti majalah Bobo, yang biasa dibacakan

cerita oleh orangtua mereka.

3. Dalam menulis fiksi, mereka berani (mengambil risiko) dalam

menciptakan karakter, membuat plot, dan penjudulan cerita yang tidak

biasa.

4. Sejak usia SD diberi bahan bacaan sehingga cenderung mempunyai

kemampuan lebih dalam mengekspresikan gagasannya dalam tulisan

dari pada sejawatnya yang tidak diperkenalkan kepada bahan bacaan.

Simpulan disertasi ini sejauh tetentu sesuai dengan hasil penelitian


(47)

B. Implikasi

Dari simpulan-simpulan di atas dapat ditarik sejumlah implikasi sebagai berikut.

1. Pembelajaran akan efektif jika subjek penelitian sebagai pembelajar

dewasa belajar mengkonstruksi pengalaman dan pengetahuannya secara

mandiri. Teori konstruktivisme memandang bahwa belajar adalah

mengkonstruksi informasi ke dalam otak. Pembelajaran teori menulis dan

apresiasi sastra akan memberikan dampak positif untuk belajar menulis

dari tingkat yang paling dasar. Model pembelajaran yang dikembangkan

dalam penelitian ini mengacu pada teori konstruktivisme tersebut.

2. Pembelajaran akan efektif jika komponen-komponen sistem pembelajaran

saling berinteraksi dengan baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pada hakekatnya pembelajaran adalah hubungan antara

komponen-komponen sistem. Komponen itu adalah peserta didik dengan karakter

yang dimilikinya. Hubungan antara peserta didik dengan lingkungan

dapat diimplementasikan ke dalam pembelajaran menulis saat mereka

dibawa menikmati alam sekitar ataupun membaca visual.

3. Model pembelajaran yang dikembangkan ini menumbuhkan aktivitas

pembelajaran. Model ini memberi keleluasaan kepada dosen untuk

mengontrol aktivitas pembelajaran yang variatif. Dalam model ini, peserta

didik yang mempunyai kemampuan dan minat yang variatif akan lebih

mudah mengikuti proses pembelajaran dengan menyenangkan.

4. Pembelajaran bahasa Indonesia di SMA selama ini bisa dikatakan belum


(1)

Senny Suzanna Alwasilah, 2013

Implementasi Model Pembelajaran Multi-Strategi Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1.

Kepada dosen pengajar menulis kreatif, disarankan—jika mungkin— berbagi karya tulis dosen sendiri untuk dibahas bersama di kelas. Berbagi pengalaman proses kreatif menulis lebih mengesankan daripada berceramah teori menulis. Ini akan memanamkan kepercayaan mahasiswa kepada pengajarnya, bahwa mereka belajar dari seorang pakar. Kepada para dosen menulis di Perguruan Tinggi seyogianya melakukan analisis kebutuhan terhadap para mahasiswa untuk mengetahui tingkat kesiapan mereka sebelum perkuliahan.

2.

Kepada dosen menulis seyogianya perkuliahan tidak terbatas pada kegiatan dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas kelas dan dengan memberikan rangsangan yang beragam untuk mendatangkan inspirasi.

3.

Kepada para dosen menulis disarankan untuk menyediakan sejumlah fiksi (cerpen dan novel) yang berkualitas untuk dijadikan model penulisan oleh para subjek penelitian. Juga menyediakan film sebagai stimulus untuk membnagun cerita.

4.

Kepada penulis lain disarankan melakukan penelitian lanjutan dengan fokus pada genre lain seperti teks ekspositoris, deskriptif, argumentatif, dan naratif.

5. Kepada penulis materi ajar perkuliahan menulis kreatif dan pengembang kurikulum di perguruan tinggi, disarankan untuk menyediakan berbagai sumber pembelajaran seperti referensi, fiksi, dan sebagainya. Para penulis pemula harus dibiarkan mengenal sebanyak mungkin karya tulis untuk dijadikan model.


(2)

6. Kepada peneliti selanjutnya, diinformasikan bahwa penelitian ini tidak mengukur perbedaan dan signifikansi keempat strategi pada karya akhir mahasiswa. Dengan demikian, topik yang sama dapat diteliti dengan menggunakan metode eksperimen.

7.

Kepada guru SD disarankan agar minat dan kebiasaan menulis seyogianya dipupuk sedini mungkin sejak di sekolah melalui praktik menulis bukan menghapal teori-teori menulis.


(3)

Senny Suzanna Alwasilah, 2013

Implementasi Model Pembelajaran Multi-Strategi Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, Chaedar A. (2009). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka jaya.

___________________ dan Senny Alwasilah. (2005). Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat Buku Utama.

Alwasilah, Senny. (2002). The Creative Process of Writing Fiction. Unpublished Thesis. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Applebee, A. (1978). Teaching High-Achievement Students: a Survey of the Winner of the

1977NCTE Achievement Awards in Writing. Miami: Research of the Teaching of

English.

Atmowiloto, Arswendo (1984). Mengarang itu Gampang. Jakarta: Gramedia. Baratta, Alex. (2008). Journal of Enquiry Pendidikan, Vol. 8, No 2, 2008, 15-37.

ISSN: 1444-5530 © 2008 University of South Australia.

Bereiter Carl, and Scardamalia, Marlene. (1983). Learning to Write First Language/Second

Language. London: Longman.

Bloom, B.S. (1956). Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Bruner, J. (1985). Vygotsky: A Historical and Conceptual Perspective. Culture,

Communication, and Cognition: Vygotskyan Perspective. London:

Cambridge University Press.

Campbell, D. (1986). Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius.

Chauhan, S. S. (1979). Innovations in Teaching Learning Process. New Delhi: Vikas Publishing House PVT LTD.

Clinton, DeWitt. (1983). A Writer’s Suggestions for Teaching Creative Writing. Wisconsin: WCTE.

Charlie, Lie. (2006). Jadi Penulis Ngetop itu Mudah. Bandung: Nexx Media, Inc.

Chenfeld, Mimi Brodsky. (1978). Teaching Language Arts Creatively. New York. Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

DeMaria, Robert. (1985). The College Handbook of Creative Writing. New York: Harcourt Brace College Publishers.

Derewianka, Beverly. (1990). Exploring How Texts Work. Sydney: Primary English Teaching Association.

Doyle, Walter. (1992). “Curriculum and Pedagogy.” Dalam Handbook of Research on Curriculum. Ed. Philip W. Jackson. New York: Macmillan Publishing Company.


(4)

Elbow, Peter. (2000). Everyone Can write: Essays Toward a Hopeful Theory of Writing and

Teaching Writing. New York: Oxford University Press.

Ensiklopedia Sastra Indonesia. (2004).

Esterberg, Kristin G. (2002). Qualitative Methods in Social Research. New York: McGrow Hill.

Gagne, R.M. (1980). Learnable Aspect of Human Thinking. New York: The Eric Science, Mathematics, and Environmental Education.

Gagne, R.M. (1992). Principles of Educational Design. New York: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.

Glover, John A. et.al. Ed. (1989). Handbook of Creativity. New York: Plenum Press.

Hancock, Dawnson. R and Algozzine, Bob. Doing Case Study Research. New York: Teachers College Press. 2006.

Horng, Jeou-Shyan, et.al. (2006). Creative Teachers and Creative Teaching Strategies. International Journal of Consumer Studies. Blackwell Publishing Ltd.

http://id.wikipedia.org/wiki/motivasi.

http://en.wikipedia.org/wiki/The Last Exorcism.

Irwin, Judith. W. (1992). Reading-Writing Connections: Learning From Research. Delaware: International Reading Association, INC.

James, Gill. (2005). Creative Writing in other Languages. New Writing Journal. London: Routledge.

Joyce, Bruce. (1992). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon Publishing.

___________ and Weil, B. (1980). Models of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Kaplan, Abraham (1964). The Conduct of Inquiry: Methodology for Behavioral Science.

Pennsylvania: Chandler Publishing Company.

Katz, Louise. (2006). Teaching creative writing to HSC students. [online]. Metaphor; n.3 p.25-28.

Kohler, W. (1975). Gestalt Psychology: An Introduction to New Concepts in Modern

Psychology. New York: New American Library.

Krashen, Stephen. D. (1984). Writing: Research, Theory, and Application. Oxford: Pergamon Institute of English.

Kurt, Koffka. (2001). Principles of Gestalt Psychology. New York: Munshi Press.

Kurt, Lewin (1935). A Dynamic Theory of Personality: Selected Papers. New York: McGraw-Hill.


(5)

Senny Suzanna Alwasilah, 2013

Implementasi Model Pembelajaran Multi-Strategi Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Kreatif (Studi Kasus di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan Bandung)

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

___________ (2008). Principles of Topological Psychology. New York: Munshi Press. Levine, Mel. (2004). Menemukan Bakat Istimewa Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Light, Gregory. From the personal to the public: Conceptions of Creative Writing in Higher

Education. Higher Education 43: 257–276 Kluwer Academic Publishers. Printed in

the Netherlands. 2002.

Lincoln & Guba (1985). Naturalistic Inquiry. California: Sage Publisher.

Lilis, Nenden, A. (2012) Tips Praktis Menulis Kreatif. Bandung: Rumput Merah. Maslow, Abraham. (1954). Motivation and Personality. New York: Harper & Row. McClelland, David.C. (1961). The Achieving Society, New York: Van Nostrand Reinhold. McRoberts, Richard. (1981). Writing Workshop: A Students’s Guide to the Craft of Writing.

New York: the Macmilan Company.

Mednick, S.A. (1962). The Associative Basis of the Creative Process. Psychological Review, 69, 220-227.

Meriam, Sharan B. (1988) Case Study Research in Education: A Qualitative Approach. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

_______________ (1992) Qualitative Research and Case Study Applications in Education. San Francisco: Jossey-Bass Publishers.

Merx Wertheimer. (2009). Teori Belajar Gestalt. http://teori belajar dan pembelajaran. Blogspot.com.

Munandar, S. C.U. (1977) Creativity and Education. Unpublished Dissertation. Jakarta: Universitas Indonesia.

Neisser, U. (1976). Cognitive Psychology. New York: Apple town-Century-Crofts.

Olson R.W. (1980). The Art of Creative Thinking. New York: Harper Collins Publishers, Inc.

Oxford Advanced Learner’s Dictionary. (1994). New York: Oxford University Press.

Piaget, J. (1972). Intellectual Evolution from Adolescence to Adulthood. New York: International University Press.

Pranoto, Naning. (2012) Creative Writing: Telaga Inspirasi Menulis Fiksi. Bogor: Rayakultura.

Sayuti, S.A. (2006). “Sastra Multi Kultural dan Pengajaran Sastra”. Makalah pada Konferensi Nasional Bahasa dan sastra I (2-9-2006) di UNS Semarang.


(6)

Sebranek. Et.al. (2001). Writers, INC: A Student Handbook for Writing and Learning. Wilmington: Great Source Education Group.

Silverman, David. (2005). Doing Qualitative Research. London: Sage Publications.

Stainback, Susan and William Stainback. (1988). Understanding and Conducting Qualitative

Research. Iowa: Kendall Publishing Company.

Stegner, Wallace. (2002). Creative writing. New England Review;; 23, 3; ProQuest Direct Complete. Summer.

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriadi, Dedi. (1989). Kreativitas dan Orang-orang Kreatif dalam Lapangan Keilmuan. Unpublished Dissertation. Bandung: IKIP.

Susilana, Rudi. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikukum dan Teknologi Pendidikan.

Torrance, E.P. (1974). Norm-Technical Manual Torrance Test of Creative Thinking. Lexington: Ginn and Company.

Tredinnick, Mark. (2006). The Little Red Writing Book. Sydney: University of South Wales Press, Ltd. 2006.

Tukiman, (2007). Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Pendekatan

Pembelajaran Terpadu (Studi pada Siswa Kelas XII IPA-3 SMA N 1 Mojolaban)

Jurnal Pendidikan, Jilid 16, Nomor 2, Juli 2007.

Vygotsky, L. (1992) Mind in Society: The Development of Higher Psychological Process. Cambridge: Harvard University Press.

Webster’s New Dictionary of Synonyms. (1984).

Williams, James. D. Preparing to Teach Writing. California: Wadsworth Publishing Company. 1989.

Woodward, J and Philiphs, A.(1967). Profile of the Poor Writer. Miami: Research of the Teaching of English.

Yin, Robert K. (2003). Case Study Research: Design and Method. Third Edition. California: Sage Publications.

Zais, Robert S. (1976). Curriculum: Principles and Foundations. New York: Harper & Row Publishers.