Dinamika Sendratari Mahabrata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali.
DISERTASI
DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA
DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI
KADEK SUARTAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
DISERTASI
DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA
DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI
KADEK SUARTAYA NIM: 0490371016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(3)
DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA
DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KADEK SUARTAYA NIM: 0490371016
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(4)
Lembar Pengesahan
(5)
Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal, 16 Desember 2015
Panitia Penguji Disertasi, berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor: 4154/UN14.4/HK/2015, Tanggal 11 Desember 2015
Ketua: Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.
Anggota:
1. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. 2. Prof.Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A. 3. Prof. Dr. A.A. Gde Putra Agung, S.U. 4. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
5. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. 6. Dr. Putu Sukardja, M.Si.
(6)
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
N a m a : Kadek Suartaya NIM. : 0490371016 Program Studi : Kajian Budaya
Fakultas/Program : Pascasarjana, Universitas Udayana
Judul Disertasi : Dinamika Sendratari Mahabharata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali.
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dari tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, ...Januari 2016
Kadek Suartaya, S.S.Kar, M.Si.
(7)
CANAKYA NITI SASTRA:
Jivantam mrtvan-manye
Dehinam dharma-varjitam Kubhuktam kusrutam caiva Matiman na prakasayet(Bab XIV-16)
Orang yang perbuatannya tidak sesuai dengandharma, sebenarnya ia sudah mati, walaupun masih hidup. Seorangdharmatmayaitu orang yang perbuatannya sepenuhnya
(8)
PERSEMBAHAN:
Disertasi ini dipersembahankan kepada:
Pada semua dosen ISI Denpasar, istri tercinta Ni Made Sudiasih, kedua anak terkasih I Bagus Widjna Bratanatyam dan Sri Ayu Pradnya Larasari.
(9)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas karuniaNYA sehingga penelitian dan penulisan disertasi yang
berjudul “Dinamika Sendratari Mahabharata di Tengah Perjalanan Pesta Kesenian Bali“
dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ijinkan penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak dan Ibu seperti di bawah ini.
Bapak Prof. Dr. I Made Suastika, S.U selaku Promotor, yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, petunjuk, dan masukan dengan penuh kesabaran dan kekeluargaan. Bapak Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A selaku Kopromotor I, juga telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta petunjuk yang sangat bermanfaat dalam suasana kekeluargaan. Demikian pula kepada Bapak Prof. Dr. Anak Agung Gde Putra Agung, S.U selaku Kopromotor II, yang juga telah banyak memberi masukan, bimbingan, dan saran yang sangat baik dengan kesabaran, sehingga penelitian disertasi ini dapat diselesaikan sesuai harapan.Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada segenap tim penguji tahap I (Tertutup) yaitu Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U (Ketua), Prof. Dr. I Made Suastika, S.U (Anggota), Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A (Anggota), Prof. Dr. A.A. Gde Agung Putra Agung, S.U(Anggota), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A (Anggota), Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A (Anggota), Dr. Putu Sukardja, M.Si (Anggota), dan Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si (Anggota).
(10)
Bapak Prof. Dr. Dr. I Ketut Suastika, Sp., PD., KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana, atas dukungan fasilitas yang telah diberikan. Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S. (K), Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, atas bantuan yang telah diberikan. Bapak Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Ketua Program Studi Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Bapak Dr. Drs. Putu Sukarja, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Udayana, atas segala arahan yang telah diberikan.
Bapak Rektor ISI Denpasar dan seluruh jajaran dan staf, atas dukungan serta dorongannya untuk meneruskan studi di Progran S3 Kajian Budaya Universitas Udayana, begitu pula kepada seluruh dosen yang mengajar di Program Studi Kajian Budaya atas bimbingannya selama penulis menempuh proses belajar di kelas maupun di luar kelas, sehingga ilmu dan pembekalan yang telah diberikan dapat berguna bagi penulis untuk terjun ke lapangan untuk mengadakan penelitian disertasi.
Bapak Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan surat tugas belajar dan bantuan beasiswa untuk membayar biaya kuliah, biaya hidup, dan pembelian sarana prasarana untuk menunjang proses pembelajaran.
Seluruh staf Program Studi kajian Budaya Universitas Udayana, Putu Sukaryawan, ST, Dra. Ni Luh Witari, Cok Murniati, SE, Ni Wayan Ariayati, SR, Putu Hendrawan, I Nyoman Candra, Ketut Budiarta yang telah banyak membantu dalam kelengkapan administrasi, petunjuk-petunjuk teknis sehingga dapat memperlancar proses
(11)
pendidikan. Tidak lupa kepada staf di perpustakaan yang sering membantu keperluan kepustakaan dan materi-materi dengan penuh kekeluargaan. Tak lupa disampaikan terima kasih setulus-tulusnya kepada kepada teman-teman seangkatan, yang memberikan motivasi, baik selama perkuliahan maupun dalam proses penelitian disertasi, agar penulis bersemangat menyelesaikan tugas akhir ini.
Kepada istri tercinta Ni Made Sudiasih, kedua anak terkasih I Bagus Widjna Baratanatyam dan Sri Ayu Pradnya Larasari yang selalu memberikan doa dan dukungan serta semangat kepada penulis untuk menyelesaikan pedidikan program doktor di Universitas Udayana. Terimakasih sedalam-dalamnya juga kepada seluruh nara sumber yang telah memberikan bantuannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penelitian disertasi ini masih sangat jauh dari yang diharapkan. Kekurangan ini sangat jelas terlihat pada tehnik penulisan, tata bahasa, kalimat, maupun hampir sebagian besar dari isinya. Untuk itu, besar harapan penulis kepada Bapak Promotor, penguji, dosen, maupun yang lainnya untuk memberikan saran, masukan dan koreksi demi lebih sempurnanya isi penelitian disertasi ini, sehingga layak dipertanggungjawabkan sebagai seorang akademisi.
Denpasar, Januari 2016 Penulis,
(12)
ABSTRAK
Sendratari Mahabharata adalah salah satu acara seni pertunjukan favorit sepanjang perjalanan Pesta Kesenian Bali (PKB), sejak tahun 1981 hingga 2014. Dibawakan oleh ratusan orang pemain, pertunjukan Sendratari Mahabharata di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Denpasar, selalu mendapat apresiasi yang tinggi dari penonton. Selain oleh masyarakat umum, pertunjukan Sendratari Mahabharata di PKB juga disaksikan oleh para pejabat pemerintah dan para petinggi negara. Dua institusi seni yang selama ini mendapat kepercayaan untuk membawakan kesenian ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Sukawati (semula Konservaroti Karawitan Indonesia—Kokar-Bali), dan Institut Seni Indonesia(semula Akademi Seni Tari Indonesia--ASTI) Denpasar. Sejak awal PKB hingga tahun 2014, Sendratari Mahabharata menunjukkan perkembangan yang sangat dinamis.
Dikonstruksi dari berbagai elemen seni pertunjukan tradisional Bali, Sendratari Mahabharata menjadi representasi seni pertunjukan Bali yang memberdayakan nilai-nilai budaya lokal di tengah hegemoni budaya global. Sebagai seni pertunjukan modern, Sendratari Mahabharata senantiasa menghadirkan presentasi estetik yang kreatif dengan terobosan-terobosan artistik yang inovatif.Semuanya ini membuat Sendratari Mahabharata mampu menjawab berbagai pergeseran nilai artistik dan estetik dalam tradisi budaya Bali.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menjelaskan dinamika perubahan Sendratari Mahabharata sepanjang tiga puluh tiga tahun perjalanan PKB. Rumusan masalah penelitian mencakup: a) bentuk perubahan apa sajayang terjadi pada Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB, b) mengapaSendratari Mahabharata mengalami berbagai perubahan di tengah perjalanan PKB, dan c) apa makna dari semua perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB.
Keseluruhan data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen.Data dianalisis menggunakan metode kualitatif interpretatif.Teori utama yang digunakan adalah semiotika (Roland Barthes).Secara eklektik teori semiotika dibantu dengandua teori lainnya yaitu hegemoni (Antonio Gramsci) dan eksistensialisme (Jean Paul Sartre). Hasil analisis disajikan secara informal berupa penyajian dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dinamika perubahan Sendratari Mahabharata PKB mencakup dua hal: bentuk intrinsik (elemen-elemen terdalam) dan eksterinsik (wujud luar). Kedua perubahan Sendratari Mahabharata PKB disebabkan oleh dorongan internal (keragaman khasanah seni pertunjukan Bali, kreativitas seniman, apresiasi penonton) dan eksternal (media massa, kemajuan teknologi, pengaruh globalisasi).Makna perubahan Sendratari Mahabharata PKB mencakup kreativitas seni, pelestarian budaya, inovasi seni budaya, pengayoman pemerintah, dan glokalisasi.
Kata-kata kunci: dinamika, Sendratari Mahabharata, perjalanan Pesta Kesenian Bali. xi
(13)
ABSTRACT
Sendratari Mahabharata is one of the most favorable performing art programs of The Annual Bali Arts Festival (BAF), since 1981 up to 2014. Performed by over one hundred performers, Sendratari Mahabharata performance at the Ardha Candra Open Stage, Bali Art Center in Denpasar, always highly appreciated by general audience.In addition to general public, the performance of Sendratari Mahabharata at the BAFsite is also attended by the local government officials as well other dignitaries. Two art institutions on Bali that have been trusted to perform this performing art form are The State High Vocational School 3 of Sukawati (formelyIndonesia Conervatorium of Traditional Performing Arts or Konservaroti Karawitan Indonesia—Kokar-Bali),and Indonesia Institute of The Arts(formelyIndonesia Dance Academy or Akademi Seni Tari Indonesia--ASTI) Denpasar. Since the early years ofBAFto 2014, Sendratari Mahabharata showsvery dynamic changes.
Constructed based upon various elements of Balinese traditional performing arts (music, dance, and drama),Sendratari Mahabharata becomes a representation of Balinese performing art which has creatively utilized local cultural values amidst the increasing hegemony of the global culture on Bali. As a form of modern Balinese performing art, Sendratari Mahabharata continuesly offers creative artistic presentation with briliantaestheticinnovation. With all of this Sendratari Mahabharata has been able to positively response all artistic and aesthetic shifts in Balinese cultural tradition.
The primary goal of this research is to examine and explain the dynamic changes of Sendratari Mahabharata in the course of thirty three yearsof execution ofBAF. Three proposed research questions are: a) what kind of formal changes Sendratari Mahabharata has experienced in the course of thirty three years of execution of BAF, b) whySendratari Mahabharata has undergone through many changes in the long years of execution ofBAF, andc) what are the significances of all changes in Sendratari Mahabharata in the course of thirty three years of execution of BAF.
The data for this dissertation are collected through observation, interview, and study documentation. The data areanalyzed using qualitative interpretative method. The grand theory used in this reserach issemiotic theory(by Roland Barthes). Thistheory is eclecticly supported with hegemonytheory (by Antonio Gramsci) and existentialism theory (by Jean Paul Sartre). The foundings researchis presented in the form writtennarrative report.
The final result of this researchsuggeststhat the dynamicchange of Sendratari Mahabharata in the course of thirty three yearsof execution of BAFincludes intrinsic form (essential elements) and extrinsic form (physical element). Both changes are stimulated by external factors (various artistic principles of Balinese performing arts, the creativity of the artists, the audience appreciation) and the external factors (mass media, modern technology, the influence of globalization). The significance of these changes includes local signify artistic creativity, cultural preservation, art and culture innovation, local government protection, and glocalization.
Keywords: dynamic, Sendratari Mahabharata,The Annual Bali Arts Festival. xii
(14)
RINGKASAN DISERTASI
Sendratari Mahabharata adalah salah satu seni pertunjukan unggulan Pesta Kesenian Bali (PKB). Sejak ditampilkan pertama kali pada tahun 1981 hingga sekarang (2014), Sendratari Mahabharata menjadi pertunjukan favorit masyarakat penonton. Penampilan Sendratari Mahabharata di PKB diawali dengan judul “Sayembara Dewi Amba” yang merupakan karya bersama Akademi Seni Tari (ASTI) Denpasar dan Konservatori Karawitan (Kokar) Bali. Selanjutnya, pagelaran Sendratari Mahabharata garapan ASTI/STSI/ISI Denpasar atau pun garapan Kokar/SMKI/ SMK Negeri 3 Sukawati, menjadi mata acara pementasan yang senantiasa ditampilkan pada pembukaan dan penutupan PKB. Sepanjang perjalanannya di tengah PKB, pementasan Sendratari Mahabaharta mengalami suatu dinamika. Sebagai sebuah genre seni pertunjukan dengan prinsip estetik sendratari sebagai drama yang diungkapkan dengan seni tari,Sendratari Mahabharata mengalami perubahan.
Sendratari diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1960-an yang berawal di Jawa Tengah pada tahun 1961 dengan sumber lakon epos Ramayana. Pada tahun itu juga, seni pertunjukan dengan konsep estetik pengutamaan ungkapan seni tari ini muncul di Bali dengan mengangkat kisah dari legenda Jayaprana. Dalam perkembangannya, sendratari Bali disajikan dalam beragam sumber cerita, salah satunya adalah epos Mahabharata.
Epos Mahabharata merupakan sumber cerita beberapa seni pertunjukan tradisional Bali.Sendratari yang sejak awal perkembangannya di Bali berhasil menarik perhatian penonton juga banyak menggali lakon dari cerita karangan Begawan Wiyasa itu.Penggarapan lakon sendratari yang bersumber dari epos Mahabharata dilakukan
(15)
secara berkesinambungan, terjadi dalam Pesta Kesenian Bali (PKB).Penampilan Sendratari Mahabharata PKB menjadi salah satu seni pentas favorit yang banyak mengundang kehadiran penonton.
Sebelum menjadi seni pentas unggulan PKB, masyarakat Bali mulai menyaksikan pementasan sendratari di tengah lingkungan komunal masing-masing. Pada tahun 1970-an, Kokar Bali dan ASTI Denpasar memperkenalkannya sendratari ke hampir seluruh penjuru Bali. Sendratari Ramayana Kokar Bali atau ASTI Denpasar sering diundang masyarakat mengisi acara hiburan. Pementasan sendratari kedua lembaga pendidikan seni itu menginspirasi masyarakat membangun sendratari dalam sejumlah momentum. Utsawa Merdangga atau Festival Gong Kebyar (FGK) Se-Bali memasukkan materi sendratari yang wajib dipentaskan oleh duta masing-masing kabupaten.Sebagian sendratari yang dibangun oleh kantong-kantong seni di desa-desa maupun oleh utusan FGK kabupaten, menampilkan lakon yang diangkat dari epos Mahabharata.
Sendratari Mahabharata PKB digelar di panggung terbuka Ardha Candra, Taman Budaya Bali. Pertunjukan seni pentas yang dibawakan oleh lebih dari seratus pelaku seni tari, tabuh, dan pedalangan ini oleh masyarakat penonton disebut sendratari kolosal. Dua lembaga pendidikan seni formal, ASTI/STSI/ISI Denpasar dan Kokar/SMKI/ SMK Negeri III Sukawati, diberikan kepercayaan oleh Pemerindah Daerah Provinsi Bali untuk menampilkan sendratari di arena PKB. Sejumlah lakon yang bersumber dari epos Mahabharata telah disendratarikan oleh kedua lembaga itu dan senantiasa mendapat perhatian besar penonton.
(16)
Sendratari dengan prinsip penggarapan seni yang berkisah dengan estetika tari, dalam perkembangan sendratari Bali menunjukkan adanya dinamika.Sendratari Mahabharata PKB menunjukkan suatu perkembangan yang merepresentasikan adanya dinamika kultural di tengah masyarakat Bali.Dinamika itu terlihat pada aspek perkembangan bentuk prinsip estetiknya hingga pada gagasan kultural yang memberikan dorongan terhadap keberadaannya. Dinamika seni yang dapat dimaknai adanya perubahan budaya adalah sebuah fenomena yang perlu ditelaah secara kritis dengan ilmu kajian budaya. Masalahnya adalah: 1) Bentuk perubahan apa saja yang terjadi pada Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali; 2) Mengapa Sendratari Mahabharata mengalami berbagai perubahan di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali; dan 3) Apa makna dari semua perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali.
Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapat gambaran bagaimana kaitan dan perubahan dunia seni sebagai representasi budaya masyarakat pendukungnya. Melalui topik Sendratari Mahabharata PKB ini secara khusus ingin diperoleh gambaran bagaimana pergulatan para partisipan, pelaku dan penonton, menempatkan kreativitas dan inovasi sebagai sebuah semangat dan media untuk mengaktualisasikan nilai seni tradisi dalam konteks transformasi budaya dan di tengah-tengah dialektika global-lokal. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan budaya PKB. Bertolak dari bentuk perubahannya, selanjutnya ditelusuriapa yang menjadi pendorong
(17)
perubahannya. Berdasarkan bentuk perubahan dan apa yang mendorong perubahannya tersebut lalu dipaparkan makna-makna yang terkandung di dalamnya.
Manfaat teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan teorik-akademik dalam bidang kajian budaya dengan topik Sendratari Mahabharata, sebuah seni pertunjukan yang menjadi tontonan favorit masyarakat Bali selama lebih dari 30 tahun di arena PKB. Kedua, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan konsep bagi kalangan akademisi yang mendalami bidang estetika, khususnya estetika seni pertunjukan inovatif yang mengeksplorasi seni tradisi dan juga sekaligus mengadopsi nilai-nilai modern kontemporer.
Penelitian ini mengandung tiga konsep dasar yaitu dinamika, Sendratari Mahabharata, dan Pesta Kesenian Bali. Konsep dinamika dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai sesuatu yang mengacu pada suatu perubahan.Sendratari Mahabharata adalah konsep yang mengacu pada genre dramatari yang lakonnya bersumber dari epos Mahabharata, para penarinya tidak menggunakan dialog langsung.Pesta Kesenian Bali dalam penelitian ini dimaksudkan bahwa pesta seni yang berlangsung setiap tahun sejak tahun 1979 adalah arena berkesenian dan ruang kreativitas para seniman mengekspresikan beragam gagasan dan idealisme seninya dengan harapan mampu memberi arti pada kehidupan di tengah era globalisasi masyarakat modern Bali.
Penelitian ini bersandar pada tiga teori budaya yang relevan dengan topik berspektif kajian budaya.Pertama, teori semiotika yang ditempatkan sebagaigrand theory
(18)
khususnya makna-makna budaya yang direfleksikannya. Kedua, teori eksistensialisme untuk menyangga keberadaan para pelaku budaya dalam tanggung jawab kemanusiaannya sebagai insan berbudaya. Ketiga, teori hegemoni untuk dijadikan sandaran teoritis bagaimana dominasi globalisasi dan hegemoni pemerintah terhadap ekspresi budaya lokal, khususnya berkaitan dengan keberadaan Sendratari Mahabharata PKB. Ketiga teori tersebut diaplikasikan secara eklektik sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif interpretatif dengan titik tolak pengamatan yang mengacu pada pesatnya perkembangan ilmu sosial demikian pula ilmu humaniora, khususnya Kajian Budaya, yang dianggap belum cukup hanya semata-mata menggunakan metode kualitatif saja. Metode penelitian kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial sehari-hari yang analisisnya berusaha mengungkap berbagai keunikan yang terdapat dalam individu, kelompok, masyarakat, dan/atau organisasi dalam kehidupan sehari-hari secara menyeluruh, rinci, dalam, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam penelitian ini, metode kualitatif diperluas dengan cara-cara penapsiran yang secara khas bersifat tekstual, sebagai kualitatif interpretatif.
Penelitian ini menghasilkan tiga temuan yaitu: 1) Konsep estetik sendratari sebagai seni dramatik yang diungkapkan dengan simbolik tari, dalam Sendratari Mahabharata PKB, berubah menjadi verbal realistik; 2) Faktor dominan yang mendorong dinamika Sendratari Mahabharata PKB adalah para kreator atau seniman pelaku Sendratari
(19)
Mahabharata PKB itu sendiri; dan 3) Ditemukan makna hegemoni kompromistis pada dinamika Sendratari Mahabharata PKB, dimana pemerintah sebagai penyedia dana, kreator/seniman pelakusebagai penggarap dan penyaji, dan masyarakat Bali sebagai penonton yang apresiatif, bersinergi menyangga keberadaan Sendratari Mahabharata PKB sejak 1981-sekarang (2014).
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.Bentuk perubahan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali terbagi dua yaitu perubahan instrinsik dan perubahan ekstrinsik. Perubahan yang pertama menyangkut elemen-elemen terdalam atau esensialsementara perubahan yang kedua mencakup elemen-elemen luar atau tambahan dari Sendratari Mahabharata PKB. Jalinan dari perubahan instrinsik dan ekstrinsik ini memunculkan tiga tingkatan dinamika. Pertama, pada awalnya, Sendratari Mahabharata PKB disajikan sebagai seni dramatik audio visual simbolik. Kedua, Sendratari Mahabharata PKB berdinamika menjadi seni dramatik audio visual yang simbolik dan verbal. Ketiga, Sendratari Mahabharata PKB menjadi garapan seni dramatik audio visual yang verbal dan realistik.
Apa yang menjadi pendorong dinamika Sendratari Mahabharata di tengahperjalanan Pesta Kesenian Bali terbagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mendorong perubahan Sendratari Mahabharata PKB, ditemukan pada keberagaman khasanah seni pertunjukan Bali yang menjadi acuan kreativitas sendratari kolosal; kreativitas seniman Sendratari Mahabharata PKB; dan apresiasi masyarakat penonton. Dorongan aspek eksternalnya adalah media massa; perkembangan teknologi; dan gelombang globalisasi.
(20)
Makna dari dinamika Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan Pesta Kesenian Bali, merepleksikan lima makna kultural yaitu: makna kreativitas seni; makna pelestarian budaya; makna inovasi seni budaya; makna kerja sama masyarakat dengan pemerintah, dan makna glokalisasi. Kelima makna tersebut merepresentasikan Sendratari Mahabharata PKB sebagai ungkapan seni kreatif-inovatif yang diayomi Pemda Bali sebagai representasi dari politik kebudayaan di tengah era globalisasi.
(21)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..……… i
PERSYARATAN GELAR ……… ii
LEMBAR PERNGESAHAN………... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……… iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v
SLOKA... vi
PERSEMBAHAN... vii
UCAPAN TERIMA KASIH... viii
ABSTRAK... xi
ABSTRACT... xii
RINGKASAN DISERTASI... xiii
DAFTAR ISI... xx
DAFTAR GAMBAR... xxiv
GLOSARIUM... xxv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Masalah ... 33
1.3 Tujuan ... 35
1.3.1 Tujuan Khusus... 35
1.3.2 Tujuan Umum... 36
1.4 Manfaat ... 37
1.4.1 Manfaat Teoretis... 37
1.4.2 Manfaat Praktis... 37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,DAN MODEL... ... 39
(22)
2.1 Kajian Pustaka ... 39 2.2 Konsep ... 48 2.2.1 Dinamika ... ... 48 2.2.2 Sendratari Mahabharata ... .53 2.2.3 Pesta Kesenian Bali... ... ... 61 2.3 Landasan Teori ... 76 2.3.1 Teori Semiotika ... 76 2.3.2 Teori Eksistensialisme ...84
2.3.3 Teori Hegemoni ... 88
2.4 Model Penelitian ………. 93
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……….. 101 3.1 Rancangan Penelitian..……… 101
3.2 Pendekatan..……….103
3.3 Ruang Lingkup...107 3.4 Lokasi ... 107 3.5 Jenis dan Sumber Data ... 108 3.6 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...109 3.7 Metode dan Teknik Analisis Data ... 111 3.8 Metode dan Tehnik Penyajian Hasil Analisis Data...112
BAB IV EKSISTENSI SENDRATARI MAHABHARATA DI TENGAH
KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA BALI... 116 4.1Perintis Sendratari Bali I Wayan Beratha ... 118
4.2 Kondisi Seni Pertunjukan Bali pada Awal Kelahiran Sendratari ... 127 4.2.1 Situasi Sosial Ekonomi ... 128 4.2.2 Situasi Sosial Politik ... 130 4.2.3 Situasi Sosial Budaya……….. 133
(23)
4.3Eksistensi Sendratari Mahabharata sebelum Pesta Kesenian Bali... 138 4.3.1 Sendratari MahabharataBanjar/Desa ... 139
4.3.2 Sendratari Mahabharata Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota ... 141 4.3.3 Sendratari Mahabharata Sekolah/Akademi Seni ... 145 4.4 Sendratari Mahabharata Pemda Bali dalam Pesta Kesenian Bali.. ... 148
BAB V BENTUK PERUBAHAN SENDRATARI MAHABHARATA
DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI... 154 5.1 Perubahan Instrinsik ... 157 5.1.1 Konsep Estetik ... 157 5.1.2 TemaSendratari Mahabharata ... 164 5.1.3 Koreografi ... 174 5.1.4 Musik Iringan ... 179 5.1.5 Narasi ... 190 5.2 Perubahan Ekstrinsik ... 196 5.2.1 Kreator Sendratari Mahabharata ... 196 5.2.2 Tata Rias dan Busana... 199 5.2.3 Tata Penyajian ... 201
BAB VI FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PERUBAHAN SENDRATARIMAHABHARATA DI TENGAH PERJALANAN
PESTA KESENIAN BALI... ... 207 6.1 Faktor Internal ... 209 6.1.1 Keberagaman Seni Pertunjukan Bali... 209
6.1.2 Kreativitas Seniman Sendratari Mahabharata ... ... 213 6.1.3 Apresiasi Masyarakat Penonton .... ... 216 6.2 Faktor Eksternal... 219 6.2.1 Media Massa... 219
(24)
6.2.2 Perkembangan Teknologi... 230 6.2.3 Gelombang Globalisasi ... 234
BAB VII MAKNA DINAMIKA SENDRATARI MAHABHARATA DI TENGAH PERJALANAN PESTA KESENIAN BALI……… 239
7.1 Makna Kreativitas ………... 246
7.2MaknaInovasi Seni……….258
7.3 Makna Pelestarian Budaya ……… 265
7.4 Makna Kerja Sama Masyarakat denganPemerintah………..271
7.5 Makna Glokalisasi ……… 278
8.1 Temuan………285
9.1Refleksi ………... 286
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ………. 290 8.1 Simpulan ... 290 8.2 Saran ... 293
DAFTAR PUSTAKA... 296 LAMPIRAN-LAMPIRAN...312
1.Pedoman Wawancara ……….. 312
2.Daftar Informan ………... 315
3.Foto-foto Pertunjukan Sendratari Mahabharata PKB……….322
(25)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 4.1 Perintis sendratari BaliI Wayan Beratha... 119 4.2 Salah satu adegan Sendratari Ramayana ciptaan I Wayan Beratha.... 123 4.3 Drama Gong... 135 4.4 Sendratari Mahabharata PKB... 149 4.5 Sendratari Mahabharata “Bisma Dewabharata“ ISI Denpasar ... 153 5.1 Tokoh Sakuni dan Bima dalam Sendratari Mahabharata PKB……... 159 5.2 Sendratari Mahabharata PKB dengan penggunaan properti gajah... 163 5.3 Sendratari Mahabharata “Garuda Digjaya” ISI Denpasar, PKB 2013.. 165 5.4Sendratari Mahabharata “Sakuni Raja Winaya“ SMKN 3 Sukawati .. 168 5.5 Koreografi kelompok besar Sendratari Mahabharata PKB ………… 175 5.6Sendratari Mahabharata “Kunti Yadnya” SMKN 3 Sukawati ………... 178 5.7 Gamelan Gong Gede,dipakai mengiringi Sendratari Mahabharata PKB.. 186 5.8 Dalang dan gerong, dan penabuh Sendratari Mahabharata PKB ...195 5.9 Perubahan tata busana Sendratari Mahabharata PKB ………... 202 5.10 Sendratari Mahabharata “Sakuni Raja Winaya“ SMKN 3 Sukawati ... 205 6.1 Arja “Katemu Ring Tampaksiring” GEOKS Singapadu ………... 211 6.2 Faktor internal berkontribusi pada perubahan Sendratari Mahabharata. 216 6.3 Media massa memberi perhatian besar pada Sendratari Mahabharata .. 221 6.4 Teknologi pengeras suara dan lampu Sendratari Mahabharata PKB ...231
(26)
GLOSARIUM
antawecana: penggunaan bahasa dalam seni pertunjukan Bali, khususnya wayang kulit.
art by metamorphosis : seni pertunjukan yang menyesuaikan diri untuk kepentingan wisatawan.
art by destination : keberadaan seni untuk kepentingan setempat.
asta : bilangan delapan, misalnya dipakai dalam istilahasta dasa parwayang berarti 18 parwa dalam episode epos
Mahabharata.
babancihan : karakter tari Bali antara laki-laki dan perempuan.
babanjaran : sifat sesuatu kegiatan yang mengedepankan nilai sosial organisasi banjar.
bale pegambuhan : tempat gamelan dan pelatihan dramatari gambuh pada zaman kerajaan Bali.
balih-balihan : seni pertunjukan Bali yang bersifat profan sebagai seni hiburan.
bale banjar : bangunan umum milik organisasi sosial banjar merupakan tempat rapat dan kegiatan sosial budaya.
bebali: klasifikasi tari Bali yang berfungsi untuk melengkapi upacara keagamaan.
ballet: nama dari salah satu teknik tarian atau dramatari tanpa dialog langsung.
banjar: unit organisasi sosial di bawah desa.
baris: tari upacara yang dibawakan oleh kaum pria.
barungan: ansambel gamelan Bali.
blencong: lampu oncor dalam pertunjukan wayang kulit
(27)
menggunakan minyak kelapa.
bricolage: praktik menstranformasikan material yang ada di tangan atau yang ditemukan menjadi satu bentuk
komposisi.
cak: sebuah seni pertunjukan tari yang musiknya menggunakan suara vokal penarinya sendiri.
canggem: lidah di dalam topeng yang digigit penari.
carangan: lakon karangan yang bersumber dari cerita utama.
cultural representation: ungkapan kebudayaan atau bentuk keterwakilan budaya.
commercial support: dukungan dana atau sponsor.
communal support : dukungan masyarakat.
dag: tukang komando dalam pertunjukan janger yang sekaligus bertindak selaku penceritra.
dasa: bilangan sepuluh, lihat asta.
desa-kala-patra: konsepsi penghormatan terhadap fleksibelitas tempat, waktu, dan keadaan.
desamawacara: tradisi atau aturan yang berlaku di sebuah desa.
dharma: tugas hidup menurut agama Hindu berdasarkan kebenaran.
genre: jenis seni.
gerong: lagu dalam sendratari yang menggarisbawahi adegan-adegan tertentu
.
gelungan : tutup kepala dalam tari Bali.
gelatik nuut papah: gerak dalam tari Bali yang meniru burung gelatik menyusuri batang daun (kelapa, enau, pisang).
(28)
gesture: gerak badan atau gerak gerik dalam seni pertunjukan
goverment support: dukungan dari pihak pemerintah.
Hyang Widhi Wasa: sebutan Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Hindu di Indonesia.
igel-igelan bongol: sindiran pada sendratari di mana penarinya tidak berantawacana langsung melainkan dibawakan
olehdalang.
high culture: budaya elit yang berkonotasi adi luhung.
kalangan: arena terbuka berbentuk segi empat, tempat pementasan seni pertunjukan.
kakebyaran: seni pertunjukan Bali yang mendapat pengaruh senikebyar.
kaklenyongan: nama pukulan dalam gong gede yang memainkan pokok-pokok melodi lagu.
kanda: sebutan episode cerita dalam epos Ramayana yang terdiri dari tujuh kanda.
katengkong: pembantu dalang yang duduk di kiri kanan dalang wayang kulit Bali yang sering juga disebuttututan.
kerauhan: seseorang yang tidak sadarkan diri yang dipercayatubuhnya dimasuki roh halus atau
dewa.
insider: peneliti sebagai orang dalam.
kamen: kain untuk menutupi bagian pinggang ke bawah
kecak: istilah untuk menyebut penari pria dalam tari janger.
klangsah: topi yang dianyam dari jalinan daun kelapa.
(29)
klipes: nama binatang air untuk menyebut bentuk bilah gangsa gamelan gong kebyar gaya Bali Utara.
kitsch: garapan seni yang mengedepankan selera penonton.
kotekan: bentuk jalin menjalin dalam gamelan Bali antara pukulan polos (on beat) dengan pukulan nyangsih (of beat). Istilah kotekan juga disebut dengan
candetandanubit-ubitan.
kurma: awatara Dewa Wisnu dalam wujud penyu dalam kisah Adi Parwa epos Mahabharata.
kuskus arum : salah satu lagu dalam tari sanghyang yang isinya mengharap penari sanghyang kesurupan.
lalambatan : sebutan untuk jenis gending-gending klasik dalam gamelan gong gede dan gong kebyar.
lalengisan: berwujud bersahaja tanpa ukiran dan warna-warni. Gamelanlalengisanartinya tanpa ukiran
dan warna-warni.
lembu angadeg: pose dalam tari Bali yang menggabarkan lembu berdiri.
lighting : perangkat tata lampu.
locomotion: menjadi pelopor atau perintis.
low culture: budaya lambat atau statis yang tak terpengaruh kemajuan.
jaba pura: halaman luar pura, tempat pementasan seni hiburan.
jaba tengah: halaman luar yang terletak di tengah sebuah puri ataupura.
(30)
igel-igelan: tari-tarian.
mabulet : memakai kain dengan dicawatkan.
malampahan : seni pertunjukan yang dalam penampilannya menggunakan lakon. Janger malampahan arti tari
janger yang disertai lakon, misalnya Arjuna Wiwaha, Cupak-Gerantang, Sampik dan sebagainya.
mabarung : pentas saling berhadap-hadapan antara dua grup seni pertunjukan.
marchingband: musik lapangan yang dilengkapi dengan penari dan pengibar panji-panji.
mass culture: budaya massa atau budaya masyarakat kebanyakan.
master piece: adiluhung, yang terbaik, unggul.
multiculturalism: keberagaman budaya.
nabdab gelung: gerak dalam tari Bali yang seakan menegakkan posisi gelungan.
nabdab rumbing: gerak dalam tari Bali yang seakan mematut posisi rumbing.
ngadungang lampahan: kebiasaan merundingkan lakon para seniman tradisonalBali sebelum pentas.
ngayah: mempersembahkan seni secara tulus atau non profit dalam masyarakat Bali.
nyambir:gerak dalam tari Bali yang seakan memperbaiki saput.
ngelawang: tradisi pentas secara berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya.
ngebyar : pukulan bersama dalam karawitan Bali yang
(31)
mengacu pada ciri khas gamelan kebyar.
ngeraja singa:pose dalam tari Bali yang berperangai bagai singa.
ngotonin : perayaan hari lahir setiap 250 hari sekali.
nusdus: prosesi dalam tari sanghyang yaitu pada waktu sangpenari dihadapkan dengan asap yang
mengepul.
odalan : perayaan pura, biasanya berlangsung setiap 250 hari sekali.
ogoh-ogoh: patung raksasa yang dibuat besar diarak pada saat menjelang Nyepi.
onderbouw : apliasi atau bagian dari sebuah partai.
palegongan : bentuk tari Bali yang koreografinya mengacu pada pakem tari legong.
pagambuhan : bentuk seni pertunjukan dramatari yang mengacu kepada konsep estetik ganbuh.
paras-paros sarpanaya: hidup rukun berdampingan dalam kebersamaan.
pawayangan : bentuk seni pertunjukan menggunakan boneka dari kulit sapi atau kerbau.
participant observer: peneliti yang terlibat di dalamnya.
patet: tangga nada dalam gamelan laras pelog tujuh nada. Ada patet selisir, sunaren, tembung, dan lebeng,
parwa: episode cerita Mahabharata dalam tradisi Bali. Mahabharata terdiri dari 18 parwa. Istilah parwa juga mengacu pada dramatari yanglakonnya bersumber dari epos Mahabharata.
perimbuhan: bentuk perpaduan dalam seni pertunjukan Bali dari sejumlah genre.
(32)
play script: skenario yang dijadikan pijakan lakon dalam seni pertunjukan.
prada: warana kuning emas yang mendominasi kostum seni pertunjukan tradisional Bali.
postcard: foto seukuran kartu post.
pura: bangunan tempat persembahyangan.
puri:keraton atau rumah kaum bangsawan di Bali.
saput: busana untuk menutupi badan.
satyam: prinsip kebenaran.
siwam: prinsip kesucian.
sundaram: prinsip keindahan.
signifier: penada
signified: petanda
spectacle: seni pertunjukan berunsur kehebatan dan kejutan.
sudra : golongan masyarakat kebanyakan (jaba)
tri wangsa: golongan bangsawan brahmana, kstria, waisya.
rwa bhineda: filosofis dua yang berbeda dalam kehidupan.
sekaa : organisasi sosial yang menangani pada bidang-bidang tertentu.
sendon : olah vokal oleh seorang dalang yang menggarisbawahi lakon seni pertunjukan. Sendon dapat dijumpai dalam
dramatari gambuh, legong, dan sendratari.
sound system: perangkat tata suara.
(33)
tirta amerta: air suci yang disebut dalam dari mitologi gunung Mandaragiri yang dimuat pada bagian awal epos
Mahabharata.
theatre state: negara panggung, sebutan dari Geert pada sistem pencitraan kerajaan di Bali.
the drama of magic: drama tari yang mengisahkan ilmu hitam dalam cerita Ccalonarang.
trance: kesurupan dalam seni dan budaya Bali.
stock character: karakter utama dalam seni pertunjukan.
strongking : lampu pompa yang menggunakan energi minyak tanah.
tungguh: wadah penyangga gamelan yang terbuat dari kayu.
tumpek wayang: sebuah siklus waktu yang berlangsung 250 hari sekali. Tumpak wayang dirayakan sebagai hari suci
untuk wayang, gelungan, tapel, dan kostum tari.
wali: klasifikasi seni tari yang bersifat sakral.
wantilan : bangunan tradisional Bali yang terbuka, biasanya menjadi tempat pelatihan seni pertunjukan.
world culture: budaya dunia.
udeng: tutup kepala yang terbuat dari kain.
(34)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sendratari Mahabharata adalah salah satu karya seni pertunjukan yang diunggulkan dalam Pesta Kesenian Bali (PKB). Mengintegrasikan tiga elemen pokok, yaitu drama, tari, dan karawitan ini, dengan lakon yang bersumber dari epos Mahabharata, Sendratari Mahabharata selalu dijadikan materi sajian utama dan kehadirannya senantiasa disambut penuh antusias oleh penonton. Sejak pertama kali ditampilkan di arena PKB pada tahun 1981 hingga sekarang (2014), Sendratari Mahabharata terus berubah secara dinamis mengikuti semangat kreativitas para kreatornya yang mencoba untuk menjawab pergeseran selera artistik penonton Bali di zaman globalisasi ini. Perubahan dan inovasi bentuk Sendratari Mahabharata di sepanjang perjalanan PKB menunjukkan sebuah dinamika kesenian yang selama ini cenderung luput dari pengamatan peneliti dan pemerhati seni di Bali.
Dinamika esensial yang tampak terjadi dalam Sendratari Mahabharata dalam perjalanannya di PKB adalah menyangkut prinsip estetiknya sebagai seni pertunjukan dramatari. Pada prinsipnya, sendratari merupakan seni pentas tanpa menggunakan dialog prosa dan tembang, serta tanpa narasi dalang yang alur ceritanya disajikan semata-mata lewat gerak tari dan mimik penari (Moehkardi, 2011: 37). Perubahan prinsip estetik sendratari sebagai seni drama dengan tata garap seni tari yang terjadi dalam Sendratari Mahabharata, adalah kecendrungan penonjolan sajian drama dengan penggunaan narasi dalang yang verbal. Peran dalang tidak lagi hanya sebatas mengalunkan sendon dan
(35)
2
tandak untuk menggarisbawahi adegan namun dengan dialog verbalnya mengendalikan para penari. Padahal sajian seni pertunjukan yang digarap secara kolosal ini, pada tahun-tahun awal penyelenggaraan PKB, masih taat dengan prinsip estetik sendratari dengan pengutamaan tari sebagai media ungkap dramatiknya.
Penonjolan pendramaan dan verbalisasi antawacana dalang tersebut, menggeser prinsip estetika sajian tari Sendratari Mahabharata PKB. Tari sebagai ekspresi tata artistik sendratari, kemudian seakan terdistorsi daya estetiknya ketika penggunaan unsur-unsur properti besar pada seni pertunjukan yang senantiasa digelar di Panggung Ardha Candra tersebut. Penggunaan properti sebenarnya sudah muncul pada penggarapan Sendratari Mahabharata pada tahun 1980-an yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan. Akan tetapi, pada tahun 2000-an, penggunaan properti mendapat porsi penggarapan dan penampilan yang ditonjolkan. Properti besar berupa kereta kuda, gajah, harimau, naga, garuda, dan bentuk-bentuk raksasa, menjadi atraksi menonjol Sendratari Mahabharata PKB. Simbolisasi maknawi dan imajinatif yang semestinya lewat estetika tari, tampak lebih diberikan ruang kepada properti-properti besar. Penonjolan properti ini menunjukkan adanya perubahan sendratari sebagai dramatari simbolik menjadi realistik.
Suatu perubahan terjadi disebabkan oleh adanya faktor-faktor pendorong, apakah disebabkan oleh faktor stimulasi internal atau pun karena faktor konstelasi eksternal (Koentjaraningrat, 2009: 28). Pagelarannya yang telah lebih dari 30 tahun berlangsung di arena PKB, memposisikan Sendratari Mahabharata sebagai ekspresi estetik yang merefleksikan penanda-penanda perubahan budaya. Sebab, sebagai petanda budaya, pada hakikatnya seni adalah gudang penyimpanan makna-makna kebudayaan
(36)
3
(Wolff dalam Smiers, 2009: 122). Dalam perannya sebagai penyimpan makna kebudayaan, perubahan Sendratari Mahabharata di tengah-tengah perjalanan PKB merepresentasikan adanya dinamika seni dan kultural di era globalisasi ini. Perubahan prinsip estetik Sendratari Mahabharata PKB, merupakan presentasi teks yang merepresentasikan konteks. PKB sebagai sebuah forum apresiasi seni menunjukkan representasi dinamika budaya seperti yang dapat dimaknai dari keberadaan dan perubahan Sendratari Mahabharata.
PKB dicetuskan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra sebagai upaya menumbuhkan rasa sadar budaya masyarakat Bali dalam menghadapi globalisasi (Mantra, 1996: 12). Sendratari Mahabharata sebagai salah satu bentuk seni yang digarap dan digelar dalam PKB, telah menunjukkan daya dirinya beradaptasi dengan dinamika masyarakat Bali dan perkembangan kehidupan yang mengglobal. Cerita Mahabharata yang mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat Bali dalam konfigurasi estetika sendratari tersebut, diterima hangat masyarakat Bali di arena PKB, sebagai tontonan lokal yang memiliki daya saing di tengah superioritas hegemoni budaya global. Kini, di tengah gelombang globalisasi, mengemuka kecenderungan seni-seni lokal bangsa-bangsa semakin dihargai dimana globalisasi justru mendorong bangkitnya nilai-nilai lokal (Naisbitt, 1990: 11). Sendratari Mahabharata yang dibangun dari estetika lokal dan kearifan budaya Bali dengan mensinergikan elemen-elemen seni tradisi dengan unsur-unsur seni dan teknologi modern, menjadi indikator kebenaran ungkapan Naisbitt tersebut. Perubahan Sendratari Mahabharata PKB tak bisa dilepaskan dari semangat kebanggaan terhadap seni dan budaya Bali di tengah-tengah pergulatan budaya global-lokal.
(37)
4
Genre sendratari telah dikenal luas di tengah-tengah masyarakat Bali pada tahun 1970-an. Ketika kemudian dramatari yang dikonstruksi dari elemen-elemen seni tari, karawitan, dan pedalangan ini dipentaskan secara khusus sejak awal PKB, 1979, eksistensinya sebagai genre seni pertunjukan yang banyak digemari oleh masyarakat semakin kokoh. Sementara itu, bersama bentuk-bentuk kesenian lainnya, sendratari ikut mengisi kehidupan sosio-kultural-religius masyarakat Bali. Pada tahun 1970-an, Sendratari Ramayana disambut hangat pementasannya di desa-desa dengan sebutan Ramayana Ballet (Picard, 2006: 222). Pementasan sendratari dapat disaksikan sebagai seni tontonan yang berkaitan dengan ritual keagamaan dalam suasana komunal hingga disuguhkan sebagai presentasi estetik dalam ruang formal yang disimak masyarakat kebanyakan dan para pejabat negara. Tata garap estetik dan pesan moral dari lakon Sendratari Ramayana yang mengisahkan perjuangan dharma (Rama) menundukkan
adharma(Rahwana), mendapat apresiasi yang baik masyarakat penonton.
Lakon-lakon yang disajikan sendratari berangkat dari beragam sumber cerita. Disamping wiracerita Ramayana, epos Mahabharata adalah salah satu sumber cerita yang banyak dieksplorasi sejak awal perkembangan seni pertunjukan ini. Sendratari Arjunawiwaha yang digarap sekolah menengah kesenian Konservatori Karawitan Indonesia (Kokar) Bali pada tahun 1970, termasuk sendratari perintis yang lakonnya bersumber dari epos Mahabharata (I Wayan Madra Aryasa, wawancara 4 Oktober 2010). Sendratari Mahabharata secara berkesinambungan dipertunjukkan sejak PKB III tahun 1981 hingga sekarang (2014), baik sendratari yang lakonnya bersumber dari babon 18
(38)
5
parwa maupun sendratari yang mempergunakan lakon-lakon carangan. Berikut adalah lakon-lakon Sendratari Mahabharata PKB dari tahun 1981 hingga tahun 2014.
No. Tahun Judul Sendratari Mahabharata PKB
1 1981 Sayembara Dewi Amba
Pandawa Korawa Aguru Bale gala-gala
2 1982 Sayembara Drupadi
Pandawa Korawa Main Dadu Pembuangan Pandawa
3 1983 Matinya Kicaka
Gugurnya Bhisma Gugurnya Abimanyu Gugurnya Gatutkaca
4 1984 Gugurnya Karna
Gugurnya Salya Gugurnya Duryadana Hancurnya Dewarawati
5 1985 Nara Kusuma
Dewa Ruci
Lahirnya Gatutkaca
6 1986 Ekalawya
(39)
6
7 1987 Parikesit
8 1988 Sutasoma
9 1989 Kunjarakarna
10 1990 Sakuntala
Kangsa Lina Arjuna Pramada Krena Duta
11 1991 Pandawa Asrama
Swarga Rohana 12 1992 Gatotkaca Seraya
Prabu Nala
13 1993 Gatutkaca Makrangkeng Lahirnya Kala
14 1994 Narakusuma
Karna Tanding Subadra Larung Pandawa Maguru Jati
15 1995 Prabu Danureja
Lahirnya Gatutkaca Gugurnya Salya
(40)
7
Praja Winangun
17 2004 Siwa Tatwa
Nara Kususma
18 2007 Gugurnya Niwata Kawaca Bima Dadi Caru
19 2009 Bhima Swarga
20. 2010 Kunti Yadnya
21 2011 Bhisma Dewabharata
22 2012 Purusada Santa
Nila Candra Ngeka Swarga 23 2013 Garuda Digjaya Mahambara
Sakuni Raja Winaya 24 2014 Astina Praja Werdhi
Tidak bisa dipungkiri bahwasannya pagelaran sendratari berkontribusi menarik perhatian masyarakat terhadap PKB. Pada awalnya, sosialisasi kongkret PKB digiring oleh berduyun-duyunnya penonton menyaksikan pementasan sendratari di Taman Budaya Bali. Garapan sendratari yang lakonnya bersumber dari bagian awal cerita Mahabharata, Adi Parwa, yaitu Sendratari Pemutaran Mandaragiri (1978) yang dibawakan ratusan penari Kokar Bali, berhasil menggugah penonton dan antusiasisme masyarakat Bali menyaksikan sendratari-sendratari kolosal berikutnya dalam setiap penyelenggaraan PKB dari tahun ke tahun. Sebaliknya, melalui PKB sendratari
(41)
8
memperoleh wadah dan ruang kreativitas dan inovasi yang dalam perjalanannya mendapat perhatian tersendiri masyarakat. Keberadaan panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Bali menjadi salah satu stimulus penting terhadap sendratari PKB. Penyesuaian terhadap panggung Ardha Candra yang luas dan besar dengan tata suara dan lampu canggih, menurut pakar teater Amerika, Fredrik Eugene deBoer (1996), menempatkan sendratari sebagai seni pertunjukan modern. Panggung yang luas dan jarak penonton yang relatif jauh dalam pementasan sendratari kolosal PKB, menyebabkan perubahan dari prinsip tari Bali yang terinci menjadi prinsip global (Bandem, 1996:68). Pada awalnya, perubahan prinsip tari Bali dalam sendratari kolosal PKB sempat membuat khawatir para pemerhati seni pertunjukan tradisi.
Sampai pada pementasan yang ketiga sendratari itu masih mendapat kritik yang cukup tajam dari para pengamat tari Bali. Bagi mereka yang fanatik dengan tari klasik Bali sering melontarkan ungkapan bahwa sendratari itu tidak menggunakan uger-uger tari Bali, hanya jalan-jalan di panggung tanpa memperhitungkan keluwesan dan ekspresi tari yang matang. Penilaian semacam itu semula ada benarnya dan justru kecaman itu menumbuhkan semangat baru bagi para perancang sendratari untuk menemukan motif-motif baru dalam tari Bali. Peranan dalang dikembangkan, untaian filsafat dalam Mahabharata dan Ramayana ditonjolkan, maka berhasilah perangcang sendratari itu untuk menjadikan kesenian itu digemari oleh masyarakat dan kini telah dianggapnya sebagai
suatu “master piece“ dalam pertumbuhan tari Bali (Bandem dalam
Sudhartha, ed.: 1993: 83).
Sebagai seni pertunjukan modern yang telah diterima masyarakat Bali, sendratari menampilkan dirinya sebagai ekspresi seni yang terbuka terhadap adanya perubahan. Sejak muncul di Bali pada tahun 1961 dengan Sendratari Jayaprana hingga menjadi seni pentas primadona di arena PKB, seni pertunjukan ini menunjukkan perubahan-perubahan presentasi bentuk dan kontekstualisasi isi, baik perubahan karena faktor internal para
(42)
9
seniman pelaku sendratari sendiri maupun perubahan faktor eksternal yang merupakan pengaruh fenomena kehidupan dan perkembangan zaman, modernisasi dan globalisasi misalnya. Perubahan itu teridentifikasi dalam perjalanan sendratari sepanjang penyelenggaraan PKB. Demikian pula Sendratari Mahabharata yang digarap dengan idealisme berkesenian bermuatan inovasi, menampakkan adanya perubahan-perubahan itu di tengah perjalanan PKB.
PKB dapat ditempatkan sebagai arena pergulatan seni dan budaya masyarakat Bali di tengah-tengah era globalisasi. Sebagai arena pergulatan seni, PKB telah lebih dari 30 tahun menjadi gelanggang pelestarian dan pengembangan kesenian Bali. Sebagai arena pergulatan budaya, PKB dicetuskan sebagai sebuah strategi kebudayaan Bali yang mampu bertahan hingga sekarang dan menunjukkan eksistensi yang semakin menguat di masa-masa yang akan datang. PKB dapat menampung seluruh aktivitas budaya yang perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan, karena ia merupakan daya tarik yang besar untuk mengajak masyarakat untuk menikmati kesenian (Mantra, 1996 :15). PKB telah mampu membangkitkan apresiasi masyarakat Bali terhadap nilai-nilai seni dan budaya daerah Bali di samping memperkenalkan seni dan budaya Bali kepada masyarakat luas (Dibia, 2003 :106). PKB yang digelar setiap tahun sejak tahun 1979 merupakan suatu festival seni dan forum kebudayaan bertarap akbar yang sangat menggairahkan kehidupan kebudayaan serta mencakup berbagai aktivitas kebudayaan seperti: pawai, pertunjukan, pameran, lomba dan sarasehan kebudayaan (Suyatna dkk, 1990: 68).
Di tengah-tengah pergulatan seni dan budaya dalam arena PKB, genre sendratari, khususnya Sendratari Mahabharata dalam hal ini, menjadi media komunikasi estetik dan
(43)
10
etik di tengah-tengah masyarakat Bali yang berdinamika. Sebagai komunikator estetik, para seniman Sendratari Mahabharata melakukan berbagai kemungkinan kreatif dan inovasi. Sebagai komunikator etik, Sendratari Mahabharata menyerap, menggali, mengolah, pengaktualisasikan nilai-nilai moral yang dikontekstualisasikan dengan dinamika perubahan masyarakat Bali, penonton Sendratari Mahabharata. Oleh karena itu, dinamika Sendratari Mahabharata di tengah perjalan PKB sangat menarik untuk dikaji mengingat genre sendratari, cerita Mahabharata, dan PKB memiliki posisi yang signifikan dalam konteks kehidupan sosial budaya Bali. Bagaimana signifikasi sendratari, cerita Mahabharata, dan PKB di tengah masyarakat Bali, berikut ini paparannya.
Sendratari adalah salah satu bentuk dari beragam dramatari Indonesia. Menurut Soedarsono (1978: 16) dramatari adalah tari yang bercerita, baik tari itu dilakukan oleh seorang penari maupun oleh beberapa orang penari, sedangkan tari non dramatik adalah tari yang tidak bercerita. Tari dramatik yang ada di Indonesia misalnya Wayang Wong dari Jawa Tengah, Langen Mandrawanaran dari Yogyakarta, Langendriyan dari Surakarta, Arja, Calonarang, dan Gambuh dari Bali. Kata sendratari merupakan kependekan dari seni, drama dan tari yang berarti seni drama yang ditarikan. Ciri khas yang terdapat dalam sendratari terletak pada media pengutaraan ceritanya yang menggunakan tari dan musik (gamelan) tanpa ada dialog atau antawecana
(Soedarsono,1978: 3). Sendratari, seperti halnya ballet modern, pada hakikatnya merupakan tarian berlakon yang lebih menekankan penyajian cerita lewat gerak tari dan karawitan (Dibia, 1999: 67).
(44)
11
Sejak digagas tahun 1961, konsep estetik sendratari berkembang cepat di Indonesia seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sendratari pertama yang muncul di Bali mempergunakan lakon cerita rakyat popular Bali, Jayaprana. Sendratari Jayaprana garapan Kokar Bali yang ditata oleh I Wayan Beratha, guru tari dan karawitan sekolah menengah seni pertunjukan itu, setelah diciptakan pada tahun 1961 sering mendapat undangan pentas ke berbagai penjuru Bali. Sendratari Ramayana yang digarap tahun 1965 oleh I Wayan Beratha bersama guru-guru Kokar yang lainnya seperti I Made Bandem dan I Nyoman Sumandhi, diapresiasi dengan begitu antusias oleh masyarakat Bali hingga ke berbagai penjuru desa. Sekitar tahun 1970-an, acara tontonan yang berkaitan dengan upacara keagamaan seperti odalan, sering menampilkan Sendratari Ramayana yang dibawakan oleh siswa Kokar Bali atau mahasiswa Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.
Ide penciptaan seni pentas tanpa dialog verbal ini, pada awalnya adalah agar dengan mudah dipahami oleh pemirsa asing (Sedyawati, 2006:168). Penggagasnya adalah Mayor Jenderal G.P.H. Djatikoesoemo yang saat itu mengepalai Departemen Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata, setelah sempat menyaksikan pertunjukan Ballet Royale du Camboge yang dipentaskan di depan Angkor Wat. Istilah sendratari merupakan usulan seorang dramawan bernama Anjar Asmara. Sendratari gaya Jawa ini dipentaskan untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Juli tahun 1961 dengan mengangkat lakon yang bersumber dari epos Ramayana (Soedarsono, 2003:145).
Penciptaan karya seni pentas dengan konsep estetik tanpa dialog verbal ini dilatarbelakangi oleh motivasi membangun industri budaya di Jawa Tengah, salah
(45)
12
satunya dalam wujud seni pertunjukan wisata. Demikian pula penciptaan sendratari Bali juga mempergunakan konsep seni wisata art by metamorphosis seperti sendratari di Yogyakarta (Soedarsono, 1999: 148). Menurut Bandem & deBoer (2004: 111), sendratari Bali diciptakan juga untuk kebutuhan yang sama. Namun dalam perjalanannya, sendratari gaya Bali mengarah pada art by destination yaitu seni pertunjukan untuk kepentingan masyarakat setempat, baik sebagai tontonan komunal di pedesaan maupun sebagai tontonan masyarakat umum Bali di arena PKB.
Secara kultural, sendratari merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan Indonesia yang fenomenal. Kelahirannya pada tahun 1961 di Jawa Tengah sebagai seni pentas kolosal mengagetkan masyarakat setempat, karena para pendukung tari tradisi (Jawa) sesungguhnya belum siap oleh konsep dan inovasi seni yang ditampilkan sendratari itu (Murgiyanto, 2004:13). Sebaliknya di Bali, ketika sendratari muncul pada tahun 1961, masyarakat menyambutnya dengan antusias dan semakin mantap keberadaannya sejak PKB dibuka pada tahun 1979. Tercatat pada tahun-tahun awal PKB, sendratari yang dibawakan oleh gabungan siswa Kokar dan mahasiswa ASTI Denpasar disimak sarat euporia masyarakat penonton yang datang dari penjuru Bali. Garapan seni pertunjukan yang ceritanya bersumber dari epos Ramayana dan Mahabharata yang dibawakan oleh ratusan penari dan penabuh itu mengundang kehadiran ribuan penonton memadati panggung terbuka Ardha Candra Taman Budaya Bali.
Hampir seluruhparwadalam Mahabharata dan jugakandadalam Ramayana telah pernah digarap dalam bentuk sendratari di arena PKB oleh Kokar/SMKI/SMK Negeri 3 Sukawati dan ASTI/STSI/ISI Denpasar, baik dalam kerja seni secara bergabung maupun
(46)
13
terpisah. Selain karena kedua cerita itu telah mengakar di tengah masyarakat Bali, tampak konsep estetik inovatif yang muncul dalam setiap episode sendratari PKB, berhasil menggugah antusiasme penonton. Unsur-unsur pembaharuan dalam penataan tari dan karawitannya, serta kontektualisasi cerita yang dituturkan dalang membuat seni petunjukan ini pada umumnya selalu berhasil memukau penonton. Semangat pembaharuan seakan menjadi idealisme penggarapan sendratari PKB. Di arena PKB, tampak seni pertunjukan ini mempertahankan eksistensinya dengan kreativitas seni yang inovatif. Sementara itu masyarakat Bali sendiri memberikan apresiasi yang tinggi pada inovasi sendratari PKB. Sebab, inovasi tidak akan tumbuh dan berkembang subur jika tidak didukung oleh masyarakat (Murgiyanto,2004:8).
Setelah hampir selama 20 tahun berjaya, memasuki tahun 2000-an sendratari PKB sempat mengendor. Pada era tahun 2000-an awal, pementasan sendratari kurang disambut gegap penonton. Pementasan sendratari yang biasanya digelar setiap malam Minggu selama sebulan jadwal PKB, sempat ditiadakan. Upacara pembukaan dan penutupan PKB yang sejak awal mementaskan sendratari, pada tahun 2000-an pernah diganti dengan pagelaran lain. Surutnya kejayaan sendratari juga terjadi di tengah-tengah masyarakat Bali. Setidaknya sampai tahun 1980-an sendratari adalah salah satu seni pertunjukan yang sering tampil mengisi acara totonan ritual keagamaan atau seni balih-balihan upacara agama atau adat masyarakat. Selain sendratari yang dibawakan oleh Kokar/SMKI atau ASTI/STSI, sendratari yang dibawakan olehsekaa-sekaa milikbanjar
atau desa dan grup-grup sendratari yang dikelola sanggar-sanggar, cukup sering diundang pentas. Namun pada tahun 2000-an pementasan sendratari kian jarang dijumpai
(47)
14
di desa-desa. Kendati pun demikian, di arena PKB sendiri, pagelaran sendratari kolosal kembali dipertahankan hingga sekarang, termasuk garapan sendratari yang lakonnya bersumber dari Mahabharata, cerita yang telah beruratakar di tengah masyarakat Bali.
Transmisi dan penuturan epos besar Mahabharata di tengah masyarakat Bali terinternalisasi lewat karya-karya sastra lisan dan tertulis. Transformasi dari karya-karya seni sastra itu, selain dituangkan dalam seni rupa juga banyak dituturkan dalam pertunjukan tradisional. Bahkan ada seni pertunjukan Bali yang namanya diambil karena acuan ceritanya dari karya sastra itu yakni Dramatari Parwa yang merujuk pada episode dalam cerita Mahabharata yang di Bali lazim disebut Astadasaparwa. Sejumlah seni pertunjukan Bali juga banyak menjadikan epos Mahabharata sebagai acuan lakon-lakonnya. Selain Dramatari Parwa, tercacat beberapa seni pertunjukan yang lainnya juga berorientasi dari cerita Mahabharata seperti Wayang Kulit Parwa, Arja, Janger, Drama Klasik, Cak, Kebyar, Legong, dan Drama Gong. Bahkan seni pertunjukan musikal tak sedikit yang terinpirasi oleh cerita atau tokoh-tokoh dalam cerita Mahabharata.
Seni pertunjukan Bali yang paling identik dengan cerita Mahabharata adalah wayang kulit, Wayang Kulit Parwa. Di antara sekian jenis wayang kulit yang muncul di Bali, wayang yang mengambil lakon utama dari cerita Mahabharata inilah yang paling sering disaksikan penonton. Wayang yang mengisahkan parwa-parwa dalam cerita Mahabharata itu diiringi dengan sebarung gamelan yang terdiri dari empat instrumen gender wayang. Pementasan Wayang Parwa berlangusng pada malam hari dengan durasi sekitar 3-4 jam. Eksistensi Wayang Parwa masih lestari di tengah-tengah masyarkat Bali masa kini, baik kehadirannya dalam konteks ritual keagamaan maupun sebagai seni
(48)
15
tontonan. Melalui Wayang Parwa, tokoh-tokoh teladan dalam cerita Mahabharata terinternalisasi dan diimplementasikan dalam wujud, misalnya, pemberian nama-nama orang, sanggar, yayasan, lembaga, toko, gedung dan perusahan.
Wiracerita Mahabharata mengandung nilai-nilai filsafat, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Kisah yang semula ditulis dalam bahasa Sansekerta ini kemudian disalin dalam berbagai bahasa, terutama mengikuti perkembangan peradaban Hindu pada masa lampau di Asia, termasuk di Asia Tenggara. Di Indonesia, salinan berbagai bagian dari Mahabharata, seperti Adiparwa, Wirataparwa, Bhismaparwa dan beberapa parwa yang lain, diketahui telah digubah dalam bentuk prosa bahasa Kawi (Jawa Kuno) semenjak akhir abad ke-10 Masehi, yakni pada masa pemerintahan raja Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) dari Kediri.
Keberadaan cerita Mahabharata dalam masa-masa kemudian adalah penggubahan cerita itu dalam bentuk kakawin, yakni puisi tua dengan metrum India berbahasa Jawa Kuno. Salah satu yang terkenal ialah Kakawin Arjunawiwaha (perkawinan Arjuna) gubahan Mpu Kanwa. Karya yang diduga ditulis antara 1028-1035 M ini (Zoetmulder, 1984) dipersembahkan untuk raja Airlangga dari kerajaan Medang Kamulan, menantu raja Dharmawangsa. Karya sastra lain yang juga terkenal adalah Kakawin Bharatayuddha, yang digubah oleh Mpu Sedah dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh (Panaluh). Kakawin ini dipersembahkan bagi Prabu Jayabhaya (1135-1157 M), ditulis pada sekitar akhir masa pemerintahan raja Daha (Kediri) tersebut. Di luar itu, Mpu
(49)
16
Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa di masa Jayabaya, dan diperkirakan pula menggubahGatotkacasrayadi masa raja Kertajaya (1194-1222 M) dari Kediri.
Beberapa kakawin lain turunan Mahabharata yang juga penting untuk disebut, di antaranya adalah Kresnayana (karya Mpu Triguna) dan Bhomantaka (pengarang tak dikenal) keduanya dari jaman kerajaan Kediri, dan Parthayadnya (Mpu Tanakung) di akhir jaman Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno yang tertulis dalam lembar-lembar daun lontar tersebut juga diketahui tersimpan di Bali. Di samping itu, mahakarya sastra tersebut juga berkembang dan memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk budaya dan seni pengungkapan, terutama di Jawa dan Bali, mulai dari seni patung dan seni ukir (relief) pada candi-candi, seni tari, seni lukis hingga seni pertunjukan seperti wayang kulit dan wayang orang. Pada masa yang lebih belakangan, kitab Bharatayuddha telah disalin pula oleh pujangga kraton Surakarta Yasadipura ke dalam bahasa Jawa modern pada sekitar abad ke-18. Dalam dunia sastera popular Indonesia di era modern, cerita Mahabharata juga disajikan melalui bentuk komik yang membuat cerita ini dikenal luas di kalangan awam. Salah satu yang terkenal adalah karya dari R.A. Kokasih.
Begitu kuatnya eksistensi cerita Mahabharata di Indonesia, maka ketika ditransformasikan dalam seni pertunjukan baru yang bernama sendratari masyarakat dapat menerima, lebih-lebih masyarakat Hindu di Bali. Penggarapan dan pementasan dalam wujud kolosal di arena PKB menjadikan Sendratari Mahabharata tontonan favorit masyarakat. Saripati cerita Mahabharata dalam presentasi sendratari yang jauh sebelumnya sudah dikomunikasikan karya sastra dalam ungkapan Wayang Parwa dan seni pertunjukan lainnya dicerap tanpa kendala dalam forum berskala Bali yaitu PKB,
(50)
17
arena berkesenian yang diayomi pemerintah daerah Bali, baik secara yuridis formal maupun pendanaannya. Berbeda dengan pementasan seni pertunjukan yang berfungsi ritual di tengah masyarakat Bali yang penyandang dananya adalah masyarakat (communal support), sendratari kolosal PKB sebagai pertunjukan profan presentasi estetis berproduksi atas tanggungan negara (goverment support) dalam hal ini Pemda Bali. Karcis yang dibeli penonton (tahun 1990-an) saat pagelaran sendratari dalam PKB bukan diperuntukkan sebagai ongkos produksi. Pementasan sendratari kolosal dalam PKB tidak bersifat komersial, tidak menjadikan penonton sebagai penyandang dana (commercial support).
PKB telah menyatukan masyarakat Bali sejak lebih dari 30 tahun terakhir dengan pusat perhelatan di Taman Budaya Bali. Pesta yang pada intinya menampilkan keragaman seni dan budaya Bali itu dikenal hingga ke pelosok desa dan bahkan sampai di daerah pegunungan. Taman Budaya Bali yang juga dikenal masyarakat dengan sebutan Art Centre itu, bagaikan magnet yang mampu menyedot masyarakat datang mengunjunginya dari seluruh penjuru Bali. Beragam sajian seni yang digelar disimak dan dinikmati masyarakat penonton dan juga para wisatawan. Pengakuan luas masyarakat Bali terhadap pementasan sendratari di arena PKB merupakan fenomena budaya yang baru pertama terjadi dalam sejarah kesenian Bali masa kini. Pementasan sendratari kolosal di panggung Ardha Candra Taman Budaya Bali, sejak awal PKB hingga tahun 1990-an mendapat perhatian paling banyak penonton sepanjang perjalanan PKB jika dibandingkan dengan pementasan seni pertunjukan lainnya.
(51)
18
Keberagaman kekayaan kesenian yang dipamerkan atau dtampilkan dalam PKB oleh para seniman dari segenap penjuru pulau, menegaskan bahwa seni memang integral dengan kehidupan masyarakat Bali (Covarrubias, 1972) dan tak salah kalau pulau Bali dijuluki sebagai surga seni (Hood dalam Soedarsono, 1999: 46). Mantle Hood, seorang etnomusikolog Amerika, semakin kukuh dengan pendapatnya ketika kembali mengunjungi Bali pada awal Juli 1988 dan menonton sejumlah pementasan di arena PKB dengan mengatakan kesenian Bali menunjukkan perubahan yang dinamis (Balipost, 10 Juli 1988). PKB adalah sebuah pemberdayaan yang menghidupkan potensi lokal dan merupakan tindakan nyata dalam menunjukkan hak hidup dari segala buah budi daerah (Wijaya, 2004: 199). Namun demikian, pengelenggaraan dan perjalanan PKB juga ditanggapi kritis oleh kalangan seniman, budayawan atau akademisi. Dalam pandangan I Gusti Ngurah Bagus (2003: 43), PKB belum disertai lompatan-lompatan yang memunculkan karya-karya, pemikir, gagasan yang menguatkan identitas dan menjadikan kebanggaan masyarakat yang dalam kurun waktu tertentu memberikan manfaat kebangsaan, kenasionalan, kemanusiaan atau universal.
Dukungan dan kritik tersebut sama-sama memberikan peneguh terhadap eksistensi PKB. Perda Nomor 7 Tahun 1986 yang melegitimasi, mengukuhkan dan menjamin keberlangsungan PKB diterbitkan setelah melewati penyelenggaraannya yang ke tujuh (1985). Hingga pada penyelenggaraannya yang ke-35 (2013), PKB telah mendapat perhatian luas bukan saja dari masyarakat Bali namun juga mengundang penampilan pelaku seni nasional bahkan hingga partisipasi insan-insan seni internasional. Di kalangan para seniman Bali sendiri, PKB menjadi arena berkesenian yang cukup
(52)
19
diperhitungkan. Semangat berkesenian para seniman Bali cenderung berkobar bila mendapat kepercayaan tampil di arena PKB. Pementasan bentuk-bentuk seni tradisi komunal ditampilkan secara fanatik oleh masyarakat pendukungnya. Begitu pula genre seni sekuler popular, digarap dan disajikan dengan penuh kesungguhan oleh para pelakunya. Para seniman alam di desa-desa hingga kalangan seniman akademis di lembaga pendidikan formal kesenian menempatkan ajang PKB sebagai wahana berkesenian yang prestisius.
Beragam khasanah kesenian Bali ditampilkan dengan bangga oleh komunitas seni atau pendukungnya masing-masing, apakah itu seni tradisi yang masih natural atau seni tradisi-kreasi yang sedang menggeliat hingga seni yang bernuansa kontemporer, semuanya mendapat kesempatan. Upaya penggalian dan langkah-langkah pelestarian terhadap ekspresi seni yang patut direvitalisasikan dan diaktualisasikan, tak sedikit yang diproyeksikan dalam konteks penampilan di gelanggang PKB. Semangat pengembangan yang dirangsang dalam PKB memunculkan kreativitas dan inovasi seni yang diantaranya menjadi tontonan primadona masyarakat seperti sendratari.
Pementasan sendratari kolosal dan parade gong kebyar, adalah dua bentuk seni pertunjukan favorit masyarakat Bali di arena PKB. Sendratari Ramayana dan Mahabharata yang digelar di panggung terbuka Ardha Candra, setidaknya hingga 15 tahun penyelenggaraan PKB menjadi suguhan seni pentas yang selalu mengundang penuh sesaknya lebih dari 5000 penonton. Festival atau Parade Gong Kebyar bahkan lebih dahsyat. Festival dalam format kompetisi gamelan dan tari duta masing-masing kabupaten/kota se-Bali ini selalu mengundang hebohnya antusiasisme para penggemar
(53)
20
seni pertunjukan ini. Pementasan yang disajikan secara mabarung sarat dengan rivalitas yang bergelora.
Sajian seni pertunjukan memperoleh porsi terbesar sejak awal PKB. Penonton dapat menyaksikan sendratari kolosal atau gegap gempita festival gong kebyar di panggung terbuka Ardha Candra. Masyarakat penggemar tari klasik legong dan tari kreasi misalnya dapat menyimak pertunjukan kesenian itu di panggung tertutup Ksirarnawa. Penonton dapat pula menikmati drama tari arja dan gambuh di Wantilan. Atau masyarakat menggemar tari joged, janger, dan gnjek dapat menyaksikannya di kalangan sederhana Angsoka dan Ayodia. Bahkan penonton dapat menikmati pertunjukanngelawangdi areal Taman Budaya.
Perhelatan seni terbesar di Bali ini menciptakan vibrasi kultural terhadap keberadaan seni dan budaya masyarakat Bali. Setidaknya, strategi kebudayaan masyarakat Bali ini telah memberikan harapan terhadap tujuan digelarnya PKB yaitu untuk memelihara, membina, melestarikan, dan mengembangkan seni budaya; mengkaji konsep-konsep dan masalah-masalah kesenian Bali; menggali, mendorong, dan mengembangkan kreasi dan kegiatan seni budaya yang tidak bertentangan dengan keperibadian masyarakat dan bangsa; mendorong, memberikan kesempatan perkembangan promosi usaha-usaha di bidang seni budaya dan kerajinan rakyat; serta memberikan hiburan yang sehat bagi masyarakat.
Tradisi menonton sebagai media hiburan di tengah masyarakat Bali terartikulasi di arena PKB. Seni tontonan yang biasanya di tengah masyarakat dinikmati secara komunal, di panggung-panggung Taman Budaya Bali disaksikan secara netral. Posisi
(54)
21
masyarakat penonton yang datang ke arena PKB adalah menjadi penonton yang apresiatif. Inilah yang mengemuka dalam PKB. Pementasan sendratari kolosal di panggung Ardha Candra menjadi seni pertunjukan yang sangat diminati masyarakat luas. Kelahiran sendratari di Bali, khususnya keberadaan sendratari kolosal di PKB merupakan bagian dari sebuah perkembangan dan penguatan seni tradisi di tengah era globalisasi. Sendratari Mahabharata mendapatkan celah merepresentasikan reposisi seni tradisi dalam konstruksi seni modern dengan segala perubahan aspek instrinsik dan ekstrinsiknya di tengah-tengah pergulatan PKB.
Demikianlah, genre sendratari, cerita Mahabharata, dan PKB seperti telah dijelaskan di atas memiliki posisi signifikan di tengah kehidupan sosial budaya Bali. Sebagai genre seni pertunjukan modern yang mulai berkembang tahun 1960-an, keberadaan sendratari sepanjang perjalanan PKB telah diterima sebagai seni tontonan yang pantas disimak. Cerita Mahabharata yang dijadikan pijakan dalam lakon-lakon Sendratari Mahabharata PKB telah terinternalisasi sejak ajaran agama Hindu berkembang di Bali yang ditransformasikan dalam seni sastra, seni rupa, serta beragam seni pertunjukan tradisi dan modern. PKB yang dicetuskan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra sebagai sebuah strategi kebudayaan memberi solusi dan menawarkan kontribusi pada pengembangan identitas budaya bangsa dalam menghadapi pengaruh negatif globalisasi. Dapat ditegaskan bahwa Sendratari Mahabharata adalah sebuah bentuk reposisi kultural dengan memberdayakan potensi dan kearifan yang dimiliki seni tradisi dalam formulasi ungkapan seni pertunjukan modern. Reputasi Sendratari Mahabharata membawa penguatan pada seni pertunjukan tradisi Bali yang cenderung termarginalisasi oleh
(55)
22
dinamika kehidupan masyarakat global-modern. Tentang bagaimana interaksi dan dialektika seni tradisi lokal dengan hegemoni budaya global, berikut ini paparannya.
Bahwasannya memasuki milenium ketiga ini, perkembangan arus globalisasi dan budaya massa telah menggeser keberadaan berbagai bentuk kesenian lokal, termasuk seni pertunjukan tradisi (Piliang, 2005: 311). Menurut Piliang (2000: 111-112), arus globalisasi dewasa ini menghadapkan kita pada berbagai panorama masa depan yang menjanjikan optimisme, akan tetapi sekaligus pesimisme. Optimisme itu muncul, disebabkan globalisasi dianggap dapat memperlebar cakrawala kebudayaan dan kesenian, yang kini hidup di dalam sebuah pergaulan global, sehingga semakin terbuka peluang bagi penciptaan berbagai bentuk, gagasan, atau ide-ide kebudayaan dan kesenian yang lebih kaya dan lebih bernilai bagi kehidupan itu sendiri. Akan tetapi pesimisme muncul, mengingat bahwa proses globalisasi dianggap tidak dengan sendirinya menciptakan pemerataan dan kesetaraan dalam setiap bentuk perkembangan, termasuk perkembangan kebudayaan dan kesenian.
Sebagai sebuah fenomena peradaban manusia, globalisasi menyentuh hampir seluruh aspek penting kehidupan. Laju perkembangan teknologi komunikasi pada awal abad ke-20 berpengaruh besar pada gelombang globalisasi. Kontak budaya tidak perlu melalui kontak fisik karena kontak melalui media telah memungkinkan. Karena kontak ini tidak bersifat fisik dan individual, maka ia bersifat massal yang melibatkan sejumlah besar orang. Dalam prosesnya banyak warga masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi global tersebut, dan dalam waktu yang bersamaan hal ini berarti banyak pula masyarakat yang terlibat dalan proses komunikasi global. Karena itu, tidak
(56)
23
mengherankan bila globalisasi berjalan dengan cepat dan massal, sejalan dengan berkembangnya teknologi komunikasi modern seperti radio, televisi, televisi satelit, telepon genggam dan kemudian internet.
Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat, 1990: 45), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional. Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
Seni tradisi, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Pada era globalisasi saat ini, eksistensi atau keberadaan seni tradisi berada pada titik yang rendah dan mengalami berbagai tantangan dan tekanan-tekanan baik dari pengaruh luar maupun dari dalam. Tekanan dari pengaruh luar terhadap seni tradisi ini dapat dilihat dari pengaruh berbagai karya-karya kesenian populer dan juga
(1)
kesenian Bali dan sifat fleksibel masyarakat Bali berinterkasi dengan budaya luar sejak masa Bali Kuno, zaman kerajaan, era kolonialisme, dan periode kemerdekaan. Peran para seniman asing yang datang dan ada yang menetap di Bali membawa pembaharuan pada kesenian Bali, termasuk seni pertunjukan. Munculnya Gong Kebyar di Bali Utara pada tahun 1915 yang kemudian memunculkan seni kakebyaran, menjadi tonggak penting seni pertunjukan Bali.
Kelahiran sendratari pada tahun 1961 di Bali secara konseptual dipengaruhi oleh seni kakebyaran. Setidaknya orientasi penggarapan iringan gamelan yang dipakai sendratari itu berorientasi sepenuhnya pada media Gong Kebyar. Sendratari yang kemudian menjadi seni pertunjukan unggulan dalam PKB mengalami perkembangan dalam aspek-aspek estetik dan konsep artistiknya. Kreativitas para seniman penggarap sendratari kolosal PKB memperoleh ruang yang luas, termasuk dalam konteks ini adalah terbuka peluang berinovasi. Kreativitas dan inovasi seni yang tampak dalam penggarapan sendratari kolosal itu membuat masyarakat Bali dengan antusias menyaksikan pertunjukannya di panggung Ardha Candra Taman Budaya Bali.
Ungkapan cipta, rasa, dan karsa dalam sendratari adalah cermin dari lingkungan budaya dan masyarakatnya. Oleh karena itu sendratari kolosal Mahabharata PKB merupakan sebagai representasi kultural yang tak bisa dipisahkan dengan gelombang transformasi budaya era globalisasi. Eksistensi sendratari dapat dikaitkan atau merupakan representasi ideology budaya, nilai-nilai estetika masa kini, kekuasaan dalam konsensus pengayoman seni, dan sebagai representasi budaya tanding globalisasi. Makna-makna kultural tersebut diangkat dari aspek teks dan konteks sendratari sebagai ekspresi estetik
(2)
sejak muncul pada tahun 1961 yang kemudian berkembang di tengah masyarakat hingga kemudian menjadi seni unggulan PKB di tengah transformasi budaya era globalisasi. Berikut adalah model kerangka pikir penelitian ini:
Kerangka pikir yang terabstraksi dari model penelitian ini menempatkan transformasi budaya sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk keberadaan sendratari kolosal PKB. Bali sebagai wilayah budaya juga merupakan bagian dari dinamika budaya yang ditandai dengan terjadinya pergeseran-pergeseran nilai baik yang teridentifikasi eskplisit maupun yang teraba secara inplisit. Seni sebagai ekspresi budaya masyarakat Bali sejak dulu hingga sekarang tak bisa dilepaskan dari adanya dialektika beragam nilai. Secara historis, kesenian Bali terkristalisasi dari pengaruh-pengaruh unsur-unsur nilai estetik beragam budaya.
Interaksi budaya Bali dengan budaya luar sudah berlangsung secara alamiah, baik pada zaman Bali kuno maupun era feodalisme hingga masa kolonialisme. Modernisasi dalam bidang kesenian setidaknya sudah muncul di Bali pada tahun 1915 yang ditandai dengan muncul gamelan modern gong kebyar. Kemerdekaan sebagai bangsa yang berawal sejak tahun 1945, semakin memberi ruang yang luas kepada masyarakat Bali pada umumnya dan para seniman pada khususnya untuk memberdayakan keseniannya yang disertai dengan upaya-upaya kreativitas seni. Pada masa kini, kreativitas atau inovasi seni yang diupayakan oleh para pelaku seni masih tetap berorientasi dari akar seni tradisi dan membuka diri terhadap nilai-nilai estetika modern dan posmodern.
(3)
Konvergensi nilai-nilai tradisional Bali dan modern kontemporer menciptakan dialektika seni. Seni pertunjukan Bali masa kini merupakan konvergensi dialektik antara seni tradisi dan unsur-unsur seni modern. Sendratari kolosal PKB adalah seni pertunjukan lahir dan berkembang di tengah transformasi budaya yang mengemuka dalam dialektika nilai-nilai estetik tradisi Bali dengan unsur-unsur seni modern dan posmodern.
Cipta, rasa, dan karsa yang menstimulasi pemunculan dan perkembangan sendratari berada dalam transisi dan transformasi budaya. Begitu pula keberadaannya dalam wujud sendratari kolosal yang menonjol dalam PKB cipta, rasa, dan karsa oleh pihak dan komponen-komponen yang tak bisa dilepas dari dinamika budaya masyarakat Bali. Perubahan masyarakat dan kebudayaan Bali sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik merupakan faktor internal maupun faktor eksternal. Sendratari kolosal PKB adalah seni pertunjukan, dalam kreativitas dan inovasinya, merupakan responbilitas dari dialetika budaya internal dan eksternal.
Kebudayaan Bali terdiri dari berbagai variasi, namun ragam variasi itu tetap merupakan satu kesatuan budaya yang dikokohkan oleh adanya kesatuan bahasa dan agama. Secara esensial, struktur dan kebudayaan Bali dibangun oleh konfigurasi budaya ekspresif (dominannya nilai solidaritas, estetis dan religius). Kemudian dinamika kebudayaan telah mengadopsi konfigurasi budaya progresif (dominannya nilai ekonomi dan iptek). Sedangkan potensi pokok kebudayaan Bali dapat diformulasikan dari struktur dan pengalaman sejarahnya adalah: 1) kebudayaan Bali merupakan satu sistem yang unik dengan identitas yang jelas; 2) kebudayaan Bali memiliki variasi dan diversifikasi yang tinggi sesuai dengan adigium desa, kala, patra; 3) kebudayaan Bali memiliki akar dan
(4)
daya dukung lembaga-lembaga tradisional yang kokoh; 4) kebudayaan Bali merupakan satu kebudayaan yang hidup serta fungsional yang selalu berkembang dan dikembangkan untuk memelihara keserasian hubungan manusia dengan Tuhan-nya, manusia dengan lingkungannya dan manusia dengan sesamanya; dan 5) kebudayaan Bali dalam keterbukaannya dengan kebudayaan asing memperlihatkan sifat fleksibel, selektif, dan adaptif, serta mampu menerima unsur-unsur asing yang menjadi milik dan kekayaan budaya sendiri tanpa kehilangan kepribadian (Mantra, 1988; Geriya, 1990).
Kesenian Bali merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Bali yang sudah diwarisi sejak zaman lampau. Untungnya bentuk-bentuk kesenian itu masih hidup sampai sekarang, dimana kehidupannya didukung oleh agama Hindu. Hampir tidak ada satu pun upacara keagamaan yang selesai tanpa ikut sertanya suatu pameran pertunjukan kesenian (Bandem, 1983:1). Hampir semua jenis kesenian Bali mengandung tendensi untuk menunjang dan mengabdikan kehidupan agama Hindu di Bali. Perkembangannya melalui proses yang panjang mulai dari dasar-dasar kesenian yang pernah ada pada zaman pra-Hindu dan setelah masukkan kebudayaan Hindu ke Bali maka jenis-jenis kesenian itu dikaitkan dengan berbagai kesusastraan yang menjadi sumber dalam ajaran Hindu. Pertautan yang erat serta hubungan yang timbal balik antara jenis-jenis kesenian dengan upacara dan aktivitas agama Hindu, menjadikan kesenian Bali bukan hanya sebagai ekspresi seni semata namun juga sebagai seni keagamaan.
PKB yang diselenggarakan sejak tahun 1979 merupakan peristiwa budaya yang diselenggarakan Pemda Bali, memiliki arti siginifikan pada perkembangan kesenian Bali. Ketika membuka penyelenggaraan PKB untuk yang pertama kalinya pada tahun 1979 itu,
(5)
Gubernur Bali Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dalam pidatonya dengan haru dan bangga memaparkan arti dan tujuan yang ingin dicapai PKB. Diungkapkannya bahwa pesta kesenian Bali ini sesungguhnya ingin meletakkan dan menempatkan diri sebagai media dasar menumbuhkan rasa cinta, sebab dengan mengenal dan mengerti sekaligus kesadaran bertanggung jawab, akan menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan apresiasi serta kreativitas seni menuju pada pengembangan macam ragam dan seni budaya yang berkepribadian (Sugriwa, 1990:ix).
Kelahiran PKB sebagai wadah pencerahan seni dan media penguat jati diri ini bukannya tanpa tantangan. Ketika gagasan itu disosialisasikan pertama kalinya, tidak sedikit tokoh-tokoh masyarakat Bali yang tak setuju dengan pesta seni gagasan Mantra ini. Tokoh-tokoh masyarakat yang kurang simpati tersebut menganggap PKB hanya merupakan pekerjaan yang mubazir dan akan menghabiskan uang rakyat belaka. Namun semua tantangan itu dihadapi dengan sabar dan tegar oleh gubernur Mantra. PKB jalan terus, kian mantap dan makin berkembang menjadi kebanggaan masyarakat Bali.
Ketika memasuki usia penyelenggaraannya yang ketujuh, PKB memperoleh legitimasi pemerintah Bali dengan keluarnya Perda (Peraturan Daerah) No. 7/1986. Secara idealistik PKB dicetuskan dan dilaksanakan sebagai media dan sarana untuk menggali dan melestarikan seni budaya, mendorong masyarakat, mengembangkan kreativitas, hiburan sehat, pendidikan generasi muda dan promosi pariwisata budaya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Ada lima kegiatan pokok yang mewarnai PKB: 1) Pawai pembukaan, 2) Pameran, 3) Sarasehan, 4) Lomba, dan 5) Pertunjukan. Dari kelima kegiatan tersebut hampir 80% berupa seni pertunjukan.
(6)
Selain tampak dalam pokok aktivitas pertunjukan itu sendiri, penampilan seni pertunjukan juga menonjol pada pawai pembukaan dan sebagian juga bisa dinikmati pada kegiatan lomba. Sepanjang perjalanan PKB, jika dicermati, seni pertunjukan menunjukkan perkembangan cukup signifikan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Sendratari kolosal, Sendratari Mahabharata dalam hal ini, adalah seni pertunjukan primadona penonton sejak awal-awal tahun penyelenggaraan PKB hingga sekarang (2014).