Pengembangan Model Family Centered Care (FCC) Bagi Caregiver Yang Merawat Pasien Stroke Gangguan Disfagia Di Rumah Dalam Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Stroke merupakan sindrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya

fungsi neurologis yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah, sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke sel-sel otak yang terjadi melalui
berbagai proses patologi dimanifestasikan sebagai defisit neurologis seperti
kelemahan gerak atau kelumpuhan, defisit sensorik dan defisit neurologis lainnya
(Price & Wilson, 2006). Stroke merupakan salah satu penyebab kematian yang
utama dihampir seluruh rumah sakit di Indonesia, yaitu sekitar 15,4%. Artinya,
satu dari tujuh orang yang meninggal dikarenakan stroke (Riskesdas, 2013).
Hasil dari Global Burden of Disease (GBD), 2013 misalnya umur dewasa
muda (20-64 tahun) sebanyak 31% terjadi insiden stroke secara global. Tinjauan
sistematis literature tentang stroke pada umur dewasa muda (20-64 tahun)
menunjukan bahwa stroke dialami pada umur yang lebih muda dari 45 tahun,

tidak seperti sebelumnya dengan standar tingkat insiden mulai dari 8,7-21,0 per
100.000. Hal ini di buktikan dari perubahan yang terjadi pada faktor gaya hidup
seperti diet yang tidak sehat, tinggi gula, tinggi garam, makanan olahan, merokok,
asupan alkohol, konsumsi obat, dan menurunnya tingkat aktivitas fisik yang telah
menyebabkan meningkat paparan faktor resiko pada umur dewasa muda
(Krishnamurthi, Moran, & Feigin, 2015).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Penyakit stroke di Negara ASEAN (Association of South East Asian
Nations) merupakan masalah kesehatan utama yang menyebabkan kematian.
Angka penyakit stroke di Negara Malaysia sebanyak 8,4% (Loo & Gan, 2015)
Brunei Darussalam sebanyak 5,8% (Ali, Koh, Collier, & Gobbi, 2014), Filipina
sebanyak 0,9% (Navarro, Baroque, Lokin, & Venketasubramanian, 2014), dan
Thailand sebanyak 1,88% (Suwanwela, 2014).
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2013) menunjukan telah terjadi peningkatan

prevalensi stroke di Indonesia 8,3 per mil (tahun 2007) menjadi 12,1 per mil
(tahun 2013). Prevalensi penyakit Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per
mil), Yogyakarta (10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil), dan DKI Jakarta
(9,7 per mil).
Beberapa penelitian didapatkan tingkat kecacatan stroke mencapai 65%.
Usia Harapan Hidup (UHH) penduduk Indonesia mencapai 70,7 pada tahun 2008
dan jumlah populasi usia lanjut diperkirakan mencapai 38% dari jumlah penduduk
pada tahun 2025. Kondisi ini akan diikuti oleh proses penuaan atau aging process
pada otak dan jaringan saraf yang tidak dirawat sejak dini, akan memicu beberapa
masalah, yaitu gangguan fungsi kognitif, gangguan gerak, dan gangguan
keseimbangan (Depkes, 2014).
Stroke memiliki dampak yang luas bagi penderitanya, seperti gangguan
kognitif dikarenakan gangguan persarafan cerebral (Danovska, Stamenov,
Alexandrova, & Peychiska, 2012), pasien paska stroke masih mengalami gejala
sisa misalnya kehilangan fungsi motorik (hemiplegic), gangguan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

3


bicara (disatria), gangguan persepsi, gangguan fungsi kognitif dan efek
psikologik, atau disfungsi kandung kemih, bahkan pasien pulang dalam keadaan
bedrest total. Perawatan yang diberikan kepada pasien stroke harus dilakukan
secara terus-menerus dan perawatan ini bertujuan agar kondisi pasien stroke
membaik, resiko serangan stroke berulang menurun, tidak terjadi komplikasi, atau
kematian mendadak. Perawat perlu mengkaji kebutuhan pasien dalam perawatan
rumah sehingga perawatan mampu dilakukan secara optimal oleh keluarga
maupun pasien sendiri di rumah secara terus-menerus demi tercapainya keadaan
fisik yang maksimal (Smeltzer & Suzane, 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh Oliveira et al (2013) pada pasien stroke di
Brazil mengatakan bahwa 73,8% ketergantungan total untuk basic activities daily
living (BADL) dan 80,3% untuk instrumental activities of daily living (IADL).
Proses yang dihasilkan dari penyakit kronis terjadi ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara mandiri dan bebas maka dibutuhkan caregiver yang
memberikan rangkaian perawatan. Untuk meringankan kerja caregiver dalam
mempraktekkan tugas-tugas

dalam

pecegahan


dan

komplikasi penyakit

dibutuhkan peran dan kerja sama antara perawat dan caregiver. Peran caregiver
antara lain pemeliharaan, pengambilan keputusan, memberikan perawatan bagi
anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri
karena cacat, membawa pasien stroke ke pusat pelayanan kesehatan, dan
pemeliharan kesehatan (Potter, 2005).
Caregiver memiliki peran yang besar dalam mendampingi pasien stroke
sehari-hari. Agar peran caregiver optimal, dibutuhkan pendekatan yang sesuai

Universitas Sumatera Utara

4

untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu model yang dapat
diterapkan bagi caregiver pasien paska stroke adalah family centered care (FCC).
Penelitian Creasy (2014), FCC adalah suatu model kesehatan kolaboratif yang

mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pasien, keluarga dan pelayanan
kesehatan. Model ini memperluas pengetahuan tentang dampak penyakit dan
masalah yang dapat mempengaruhi transisi kembalinya kerumah. FCC melihat
pasien stroke dan keluarga sebagai satu unit, dengan menggunakan FCC dapat
membantu keluarga memberikan tepat perawatan individual selama rehabilitasi.
Jika model FCC diterapkan pada pasien stroke dapat membangun sistem
kolaborasi, berfokus pada kekuatan dan sumber-sumber keluarga daripada
kelemahan keluarga, mengakui keahlian keluarga dalam merawat pasien seperti
sebagaimana professional, membangun pemberdayaan dari pada ketergantungan,
meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien, caregiver dan
pelayanan kesehatan dari pada informasi hanya diketahui oleh professional,
menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku (Shelton, Jeppson, &
Johnson, 1987).
Model FCC memiliki keunggulan meningkatkan keterlibatan caregiver,
menilai kemampuan dalam menangani peran-peran baru, dan memfasilitasi
caregiver untuk mengakses informasi yang dibutuhkan (Creasy, 2014). Misalnya
mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pasien, keluarga dan penyedia
pelayanan kesehatan, sehubungan dengan pengkajian, intervensi, implementasi
dan evaluasi pelayanan kesehatan (IPFCC, 2010).


Universitas Sumatera Utara

5

Shyu et al (2008) mempaparkan hasil dari penelitiannya mengenai
program perencanaan pulang yang berorientasi pada keluarga pasien stroke yaitu
keluarga-keluarga dari pasien stroke sering merasa tidak cukup siap untuk
memenuhi kebutuhan fisik, kognitif, dan emosional pasien stroke. Keluarga hanya
memperoleh sedikit informasi yang dibutuhkan dalam merawat pasien stroke
dirumah. Perawat kurang dalam memberikan informasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pasien sehari-hari dan bagaimana
keluarga untuk mengatasi masalah yang muncul.
Fenomena yang terjadi dilapangan seperti caregiver menghadapi kesulitan
menangani komplikasi penyakit dan masalah pengobatan terkait dengan kondisi
darurat selama perawatan di rumah. Pasien stroke paling umum mengeluh
masalah kesehatan adalah sembelit, batuk, demam, masalah kulit, gangguan
kognitif dan pendarahan gastrointestinal hal ini membuat caregiver sering
mengungkapkan kesulitan dalam menangani komplikasi ini hasil dari penelitian
Wu (2009).
Caregiver pasien stroke menghadapi tantangan besar karena mereka

melalui 3 tahapan lintasan krisis yaitu masa krisis stroke, harapan untuk pulih dan
keluar dari masa krisis. Hasil dari penelitian Lutz et al (2011) sebagai caregiver
melalui fase-fase perjalan penyakit, mereka tidak memiliki pemahaman yang baik
tentang peran yang mereka lakukan, dan mereka tidak memiliki persiapan untuk
melakukan tugas-tugas dasar dalam memenuhi kebutuhan pasien stroke di rumah.
Hasil wawancara dari kujungan peneliti ke salah satu caregiver,
mengatakan bahwa dalam memberikan perawatan pada pasien stroke mengalami

Universitas Sumatera Utara

6

kesulitan. Caregiver mengatakan tidak memahami peran dan tugas sehingga
caregiver kurang terampil dalam menangani pasien yang mengalami gangguan
kulit merah-merah yang disebabkan karena terlalu banyak tirah baring, personal
hygien yang kurang, pasien sering mengalami batuk, mengalirnya makanan dan
liur, dan pasien stroke sering mengalami sembelit selama di rumah. Caregiver
mengatakan tidak di bekali bagaimana cara dasar merawat pasien stroke di rumah
dan caregiver juga tidak mandiri dalam mengambil keputusan untuk menangani
masalah-masalah yang timbul saat dilakukan perawatan di rumah.

Survey awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara terhadap perawat
Puskesmas Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan program kegiatan yang
berjalan yaitu keluarga binaan. Perawat puskesmas mengatakan bahwa model
FCC bagi caregiver pasien stroke di rumah belum ada diterapkan di Puskesmas
Simalingkar. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Puskesmas
Simalingkar Medan didapatkan data hanya 13 orang yang datang kunjungan di
Puskesmas dimana selama 1 tahun kurang lebih 21 orang penderita stroke yang
terdata di tahun 2015.
Penjelasan tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan perubahan
dalam perawatan pasien stroke di rumah dengan cara melibatkan perawat
puskesmas, caregiver, dan pasien stroke. Perubahan dalam perawatan pasien
stroke di rumah dengan cara peneliti akan mengembangkan model FCC bagi
caregiver yang merawat pasien stroke di rumah. Untuk melaksanakan penelitian
tentang “Pengembangan model FCC bagi caregiver yang merawat pasien stroke
di rumah dalam Wilayah Kerja Puskesmas Simalingkar Medan”, maka penelitian

Universitas Sumatera Utara

7


aksi (action research) menjadi pilihan peneliti, yaitu adanya kolaborasi antara
peneliti dan partisipan.

1.2

Permasalahan
Shelton, Jeppson, & Johnson (1987) menyatakan jika model FCC

diterapkan pada pasien stroke dapat membangun sistem kolaborasi, berfokus pada
kekuatan dan sumber-sumber keluarga daripada kelemahan keluarga, mengakui
keahlian keluarga dalam merawat pasien seperti sebagaimana profesional,
membangun pemberdayaan dari pada ketergantungan, meningkatkan lebih banyak
sharing informasi dengan pasien, caregiver dan pelayanan kesehatan daripada
informasi hanya diketahui oleh professional, menciptakan program yang fleksibel
dan tidak kaku.
Fenomena yang terjadi dilapangan seperti caregiver menghadapi kesulitan
menangani komplikasi penyakit dan masalah pengobatan terkait dengan kondisi
darurat selama perawatan di rumah. Pasien stroke paling umum mengeluh
masalah kesehatan adalah air liur menetes, disfagia, sembelit, batuk, dan
pendarahan gastrointestinal hal ini membuat caregiver sering mengungkapkan

kesulitan dalam menangani komplikasi ini hasil dari penelitian Wu (2009). Model
FCC bagi caregiver yang merawat pasien stroke di rumah dalam wilayah kerja
Peskesmas

Simalingkar

Medan

yang

belum

dikembangkan

sehingga

menimbulkan masalah, yaitu keluarga pasien stroke sering merasa tidak cukup
siap untuk memenuhi kebutuhan pasien stroke. Keluarga hanya memperoleh
sedikit informasi yang dibutuhkan dalam merawat pasien stroke di rumah.


Universitas Sumatera Utara

8

Menurut Creasy (2014), FCC adalah suatu model kesehatan kolaboratif yang
mendorong kolaborasi dan kemitraan antara pasien, keluarga dan pelayanan
kesehatan. Model ini memperluas pengetahuan tentang dampak penyakit dan
masalah yang dapat mempengaruhi transisi kembalinya kerumah. Oleh karena itu
Puskesmas Simalingkar Medan harus segera menyusun model family centered
care bagi caregiver yang merawat pasien stroke di rumah.

1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model family centered

care bagi caregiver yang merawat pasien stroke di rumah dan dapat dijadikan
sebagai panduan oleh perawat dan caregiver dalam merawat pasien stroke di
rumah.

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi puskesmas

(keluarga dan pasien stroke), perawat administrator dan juga terhadap
perkembangan riset keperawatan.
1.4.1 Bagi puskesmas
Penelitian ini akan menghasilkan model family center care (FCC) bagi
caregiver yang merawat pasien stroke di rumah. Diharapkan hasil ini di gunakan
sebagai pedoman dalam mengembangkan model family centered care (FCC) bagi
caregiver yang merawat pasien stroke di rumah dan seluruh elemen dilingkungan
puskesmas

Universitas Sumatera Utara

9

1.4.2 Bagi perawat administrator
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
dan nilai dalam menerapkan sistem manajemen keperawatan institusi pelayanan
keperawatan. Bagi perkembangan riset keperawatan, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi salah satu data riset keperawatan (evidence based) yang
dapat dikembangkan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi praktik keperawatan.
Penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi perawat dalam
menerapkan model family center care (FCC) bagi caregiver yang merawat pasien
stroke di rumah berdampak kepada peningkatan profesionalisme perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan.
1.4.4 Bagi caregiver
Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi caregiver dalam
merawat pasien stroke di rumah yang berdampak pada kemampuan kemandirian
dan peningkatan kesehatan pasien stroke.
1.4.5 Bagi pendidikan keperawatan.
Model family center care (FCC) bagi caregiver yang merawat pasien
stroke di rumah menjadi model yang tetap, sehingga peserta didik saat belajar
tentang hal yang berkaitan dengan perawatan pasien stroke di rumah pada saat
belajar di akademik dan saat melaksanakan praktik di rumah sakit, akan
mendapatkan panduan yang sama dalam penerapan model family center care
(FCC) bagi caregiver .

Universitas Sumatera Utara

10

1.4.6 Bagi perkembangan riset keperawatan.
Penelitian ini akan menjadi data (evidence based) yang dapat
dikembangkan sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara