DISKURSUS KONSEP BERKAH PADA PRAKTIK LAB (1)

DISKURSUS KONSEP BERKAH PADA PRAKTIK LABUHAN
YOGYAKARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Discourse Concept of Berkah in Practice Labuhan Yogyakarta in the Islamic
Economics Perpective

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Zein Muttaqin, S.E.I., M.A

DISUSUN OLEH :

Nama
Gandys Marisha Utami
Maria Martiani

NIM
14423085
14423177

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
‫ م ْن ي ْ ه فا‬،‫نسْتع ْي ه نسْت ْغفر ْ نعو باه م ْن شر ْ ر أ ْنفس ا م ْن سي ات أ ْع ال ا‬
ْ‫إ َ ْلح ْ َّ نح‬
‫ أ ْش أ ْ ا إله إاَ ه حْ ا شريْك له أ ْش أ َ مح َ ً ع ْب‬.‫ض ْل فا هاد له‬
ْ ‫مض َل له م ْن ي‬
.‫ ل َ َم صل ع مح َ ع آله صحْ به م ْن تبع ْم بإحْ سا إل ي ْو ل يْن‬.‫رس ْوله‬
Segala Puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tidak pernah tidur
dan tidak pernah lalai terhadap segala tindakan hamba-hamba-Nya, yang ridhoNya diharapkan oleh sekalian alam dan ampunan-Nya diminta oleh seluruh
makhluk-Nya Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan
kita Baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Sebagai sebagian dari syarat untuk memenuhi tugas makalah Bahasa
Indonesia maka pemakalah menyusun makalah dengan judul “DISKURSUS

KONSEP BERKAH PADA PRAKTIK LABUHAN YOGYAKARTA
PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM”.
Pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tidak
bisa lepas dari bimbingan, dorongan, dan bantuan baik materiil maupun nonmateriil dari berbagai pihak yaitu dosen pembimbing Bahasa Indonesia Zein
Muttaqin S.E.I., M.A yang telah membimbing kami dalam pembuatan tugas
makalah ini.
Dengan kerendahan hati, pemakalah memohon maaf kepada seluruh pihak
atas segala kesalahan dan hal-hal yang kurang berkenan di hati, hal itu sematamata karena kelalaian dan kekhilafan dari pemakalah. Semoga dengan penulisan
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak, tidak hanya untuk
pemakalah, tetapi dikerjakan semata-mata untuk meneguhkan nilai-nilai
keislaman. Semoga cita-cita mulia kita selalu mendapat ridho Allah ta’ala dan
selalu diberikan petunjuk dalam menghadapi setiap masalah yang akan kita hadapi
kelak
Yogyakarta, 15 Desember 2016
Tertanda,

Tim Pemakalah,

ii


DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1-2
Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II : PEMBAHASAN
Konsep Praktik labuhan .................................................................................... 3-4
Konsep Berkah dalam praktik Labuhan dan Ekonomi Islam ............................. 4-7
Diskurus Konsep Berkah pada Praktik Labuhan Perspektif Ekonomi Islam ... 7-8
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................................... 9
Saran............................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 10-11

iii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman membuat masyarakat tidak ingin untuk
ketinggalan akan informasi-informasi yang sedang hangat untuk di
perbincangkan. Sebagian masyarakat telah ikut terseret dengan
perkembangan zaman yang kini telah mengubah gaya hidup, kebiasaan
dan pola pikir. Namun berbeda halnya dengan kebudayaan atau tradisi
yang ada di keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan suatu
identitas dari kota yang penuh kebudayaan ini. Pengaruh globalisasi atau
perkembangan zaman tidak ikut menyeret keraton Yogyakarta untuk lupa
akan budaya atau tradisi yang ada. Begitu banyak tradisi atau praktik
kebudayaan yang masih kental di lingkungan keraton Yogyakarta, seperti
misalnya, praktik labuhan, tradisi sekatenan, pencucian pusaka keraton,
gunungan, dan lain sebagainya.
Antusiasme masyarakat pada budaya yang diselenggarakan keraton
cukup banyak meskipun sebagian masyarakat sudah terseret dengan arus
globalisasi. Masyarakat dari berbagai daerah terpencil atau pedesaan
dengan latar belakang usia sudah lanjut usia berbondong-bondong datang
untuk menyaksikan praktik labuhan ini. Pengaruh globalisasi tidak
sepenuhnya menenggelamkan tradisi atau budaya yang ada di keraton

Yogyakarta.
Masyarakat Jawa terkhusus Yogyakarta mayoritas pemeluk agama
Islam. Meskipun demikian, masih terdapat pada sebagian mereka yang
masih meyakini tentang tradisi-tradisi yang sering dilakukan oleh nenek
moyang mereka seperti upacara selamatan serta pemberian kepada arwaharwah leluhur atau mahluk halus. Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan
oleh internal keraton yang berkaitan dengan sesembahan ialah praktik
labuhan. Oleh masyarakat upacara ini akrab dengan suatu kegiatan yang
memberikan sesajian ke laut lepas ( pantai parangkusomo), Gunung
Merapi, dll. Pemberian sesajian dengan motif untuk membuang sial dalam
internal keraton dan memohon keselamatan.
Labuhan yang merupakan kegiatan rutin dari internal keraton yang
diadakan setiap tahun ini memiliki tempat di hati masyarakat. Sebagian
masyarakat mempercayai akan keberkahan yang ada di dalam praktik
tersebut seperti memperpanjang usia, memperbanyak rezeki, mendapatkan
keselamatan dan lain sebagainya. Masyarakat meyakini bahwa barangbarang yang telah dilabuh saat prosesi labuhan memiliki berkah tersendiri
apabila masyarakat mengambil dan mengumpulkan barang-barang yang
telah dilabuh seperti contoh sinjang (kain panjang) dan kain sutera.
Permasalahan yang timbul dari hal ini ialah apakah konsep berkah yang
ada di dalam praktik labuhan dan diyakini oleh masyarakat sesuai dengan


1

konsep berkah yang ada di dalam ekonomi Islam.Berkah secara umum
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai bantuan
(pertolongan), berkat, dan kebahagiaan. Namun didalam ekonomi Islam
berkah merupakan salah satu instrumen untuk mencapai ke-maslahah-an
atau mencapai manfaat yang berguna tidak hanya bagi duniawai namun
juga akhirat.
Dalam makalah ini berkah memiliki dua makna yang mana
masyarakat tradisional yang menjalankan praktik labuhan memandang
berkah sebagai suatu kebaikan yang datang karena diselenggarakannya
oleh keraton Yogyakarta, dan penyelenggarakannya sebagai bentuk
ketaatan kepada Tuhan. Apabila tidak dilaksanakan akan mendatangkan
musibah atau malapetaka bagi masyarakat sekitar (Jalil, 2015). Di satu sisi
ekonomi Islam memandang berkah sebagai pemenuhan kebutuhan
spiritual yang bersifat ukhrawi (pahala dan ridha Allah). Oleh karena itu
makalah ini akan memfokuskan terkait diskusi tentang bagaimana konsep
berkah di dalam praktik labuhan yang pada dasarnya menunjukan
perilaku-perilaku mubadzir dalam berkonsumsi. Sehingga tujuan dalam
penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan konsep berkah pada

praktik-praktik yang disinyalir bertolak belakang dengan ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas bahwasanya terdapat dua
makna berkah yaitu berkah di dalam praktik labuhan dan berkah menurut
ekonomi Islam.Apakah berkah yang ada dalam praktik labuhan yang pada
dasarnya menunjukan perilaku-perilaku mubadzir berkaitan dengan berkah
menurut ekonomi Islam. Berdasrakan permasalahan tersebut ditemukan
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep berkah di dalam praktik Labuhan Yogyakarta ?
2. Bagaimana keterkaitan konsep berkah dalam praktik labuhan
Yogyakarta dengan konsep berkah dalam ekonomi Islam ?
C. Tujuan
Berangkat dari pertanyaan pada rumusan masalah diatas, maka
tujuan dari pembuatan makalah ini ialah
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan konsep berkah yang ada di dalam
praktik labuhan Yogyakarta
2. Untuk mengetahui dan menganalisa keterkaitan antara konsep berkah
di dalam praktik labuhan dan ekonomi Islam

2


BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Praktik Labuhan
Upacara labuhan merupakan salah satu upacara adat yang sejak
jaman kerajaan Mataram Islam pada abad ke XIII hingga sekarang masih
diselenggarakan secara teratur dan masih berpengaruh dalam kehidupan
sosial penduduk di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat
meyakini bahwa dengan upacara labuhan secara tradisional akan terbina
keselamatan, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat dan negara.
Meskipun yang menyelenggarakan upacara labuhan adalah keraton,
namun dalam pelaksanaannya di lapangan, rakyat juga turut serta.
Masyarakat merasa ikut memiliki upacara adat itu dan menganggap
upacara labuhan adalah suatu kebutuhan tradisional yang perlu
dilestarikan. Salah satu upacara kraton yang dilaksanakan oleh para Sultan
sejak Sultan Hamengkubuwono I adalah upacara adat yang dalam istilah
Jawa disebut labuhan. Upacara ini biasanya dilaksanakan di empat tempat
yang letaknya berjauhan. Masing-masing tempat itu mempunyai latar
belakang sejarah tersendiri sehingga pada. masing-masing tempat tersebut
perlu dilakukan upacara labuhan.

(http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1129/upacara-labuhankesultanan-yogyakarta, 26 Agustus 2013).
Labuhan artinya sama dengan larung atau membuang sesuatu di
dalam air (sungai atau laut) atau memberi sesaji kepada roh halus yang
berkuasa di suatu tempat. Labuhan di Gunung Merapi adalah salah satu
upacara yang diselenggarakan secara rutin oleh Kraton Yogyakarta dan
diadakan sekali dalam setahun. Upacara ini di selenggarakan setiap sehari
sesudah upacara tingalan Dalem (ulang tahun kelahiran raja). Upacara
Labuhan ini tetap dilakukan sampai saat ini dengan maksud memohon
keselamatan dari segala makhluk halus yang ada di Pulau Jawa untuk
keselamatan pribadi Sri Sultan, Karaton Yogyakarta dan rakyat
Yogyakarta (Astuti, 2010).
Labuhan dilakukan di Pantai Parangkusuma dan di beberapa
gunung yang dianggap keramat. Labuhan diberikan di beberapa tempattempat tertentu tujuannya adalah untuk menjaga hubungan baik dengan
makhluk gaib yang berkuasa di wilayah Yogyakarta. Pada dasarnya di
dunia ini manusia juga hidup berdampingan dengan makhluk gaib
(Zuhriyah, 2013, p. 102)
Hakikatnya, Labuhan merupakan wujud rasa syukur kepada Sang
Pencipta (Heryanto, 2009, p. 30) Adapun sesaji yang dilarungkan ke laut
dan gunung-gunung hanya merupakan aktivitas me-nguri-uri
(melestarikan) budaya, tanpa adanya niat untuk manembah kepada sang

penjaga laut ataupun gunung (Zuhriyah, 2011).
Tradisi atau upacara labuhan ini tidak hanya ada dan dilakukan
oleh internal keraton Yogyakarta.Beberapa tempat di Jawa seperti Cilacap

3

dan Tegal Sari juga masyarakatnya ada yang meyakini praktik labuhan.
Ritual penghormatan kepada laut yang dilakukan oleh komunitas nelayan
pantai utara Jawa dikenal dengan istilah Nadran (Cirebon),Sedekah laut
(Jepara, Juwana, Rembang, Tuban)atau Labuhan (Tegal, Pekalongan).
Adapun ritual laut yang diselenggarakan oleh nelayan pantai selatan Jawa
dikenal dengan istilah Petik laut (Banyubiru-Malang), Larung Sembonyo
(PrigiTrenggalek), Labuhan laut (Gesing-Wonosari Yogyakarta), Sedekah
laut (Cilacap) dan berbagai istilah lainnya. Intisari dari pelaksanaan
upacara ritual tersebut adalah bentuk penghormatan atau persembahan dari
komunitas nelayan kepada “kekuatan di luar nalar”. Bentuk ritual ini
berkaitan dengan pandangan hidup masyarakat nelayan Jawa (Nadjib,
2013, p. 144). Upacara labuhan yang diadakan keraton Yogyakarta seperti
telah dijelaskan sebelumnya adalah bertempat di Gunung Merapi.
Labuhan Merapi yang diselenggarakan setiap tanggal 30 Rajab, menurut

penanggalan Jawa. Ritual ini biasanya diikuti oleh orang – orang yang
sudah lanjut usia dan para pencinta alam. Barang-barang (ube rampe) yang
dibawa adalah milik Sri Sultan HB X, terdiri dari semekan bangun tolak,
semekan gadung, semekan gadung Mlati, Sinjakawung, Komplang,
Sinjang kawung alit, kampuh poleng, dester daramuluk, dan peningset
udaraga. Upacara labuhan ini dimulai dengan membuka uba rampe yang
dibawa dari keraton Yogyakarta, dan mendoakannya dengan memohon
izin pada semua yang “lenggah” di merapi ( penunggu Gunung Merapi)
(Gunawan, 2006, p. 175)

B. Konsep Berkah
1) Berkah dalam praktik Labuhan
Pada saat upacara labuhan berlangsung, banyak masyarakat
yang datang dan bertujuan untuk mendapatkan berbagai jenis benda
sajian, karena benda yang diberi sajian tersebut telah diberi doa
selamat, sehingga oleh masyarakat dapat mendatangkah berkah bagi
diri mereka (Astuti, 2010, p. 18)
Upacara Labuhan yang diadakan oleh keraton Yogyakarta
selain diadakan di pantai parangkusomo Yogyakarta juga diadakan
salah satunya di Gunung Merapi. Masyarakat di sekitar lereng Merapi
memang sangat kental meyakini hal-hal yang berbau animisme dan
dinamisme. Masyarakat yang tinggal di lereng gunung merapi selalu
aktif melakukan ritual-ritual seperti labuhan ini dengan simbol gunung
merapi yang menurut mereka sangat di hormati dan ritual ini sebagai
suatu ketaatan kepada Tuhan (Rahman, 2012) .
Labuhan tidak semata-mata hanya mitos dari nenek moyangnya
agar terhindar dari kesialan, tetapi Labuhan dilestarikan sematamata
sebagai rasa syukur terhadap Dzat yang maha agung atas pelimpahan
anugerah yang diterima. Selain itu, Labuhan memiliki pengaruh
terhadap kepercayaan kepercayaan/agama, ekonomi,dan keamanan.

4

Tradisi upacara Labuhan memiliki hubungan yang erat dengan
masyarakat Parangtritis karena menurut kepercayaan yang mereka
anut, jika ritual Labuhan tidak dilakukan, maka akan terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan, misalnya hilangnya pengunjung karena terseret
ombak, hasil laut yang merosot drastis,dan tenggelamnya awak kapal
di laut. Dari Pengalaman yang terjadi pada masyarakat tersebut, maka
masyarakat mempercayai bahwa laut merupakan salah satu sumber
kehidupan yang diberikan oleh sang penguasa alam untuk masyarakat
Parangtritis yang harus dijaga, dihormati, dan disyukuri (Jalil, 2015)
Antusiasme masyarakat atau wisatawan yang datang
menyaksikan upacara atau praktik labuhan ini cukup banyak. Barangbarang milik keraton Yogyakarta yang diiring hingga ke tepi pantai
kemudian dihanyutkan ke laut lepas. Hal menarik dari praktik ini ialah
barang-barang yang dilarung oleh masyarakat mempercayai bahwa
terdapat berkah didalamnya yang telah di berikan doa selamat oleh
pihak keraton Yogyakarta. Seperti contoh Uburampe Labuhan tersebut
dipercaya akan mendatangkan keberuntungan maupun penglarisan bagi
siapa saja yang mendapatkannya (Jalil, 2015, p. 40)
Selain keraton Yogyakarta, daerah sekitaran Jawa juga cukup
banyak yang melaksanakan praktik labuhan. Dengan meyakini bahwa
terdapat keberkahan bagi kehidupan mereka apabila praktik tersebut
dilaksanakan, dan akan menimbulkan malapetaka apabila tidak
dilaksanakan, seperti contoh upacara Labuhan Sarangan merupakan
suatu tradisi yang digunakan oleh masyarakat setempat sebagai media
untuk meminta keselamatan dan mengucap syukur kepada Allah SWT
atas berkah yang diterima (Rini, 2012).
2) Berkah dalam Ekonomi Islam
Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi ( kegiatan konsumsi, produksi
dan distribusi) rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi
Islam dapat di definisikan sebagai ilmu yang mempelajari perilaku
muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mngikuti
Al-Qur’an, hadist nabi, ijma’ dan Qiyas (Sudarsono, 2007, p. 13).
Salah satu kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari ialah
konsumsi. Sebagai seorang konsumen muslim , seorang individu harus
cekatan dalam memahami sumber-sumber barang yang dikonsumsi
dan mampu mengidentifikasi apakah barang yang dikonsumsi halal
dan mendatangkan keberkahan atau tidak.
Secara harfiah berkah atau barokah merujuk pada tiga arti:
berkembang ( an-namaa’), bertambah (az-ziyadah), dan berbahagia
(as-sa’adah). Berkah dimaknai jawami’ul khair (berkumpulnya
kebaikan atau nikmat yang banyak). Berkah tidak selalu berupa
material, tetapi juga bisa spiritual. Di dalam sebuah berkah atau
keberkahan kita tidak tahu ada hal apa saja yang mengiri atau yang

5

dikatakan suatu berkah. Dalam sebuah keberkahan bisa saja ada unsur
keuntungan
(profit),
kebahagian,
kepintaran
(kecerdasan),
keselamatan dll. Di dalam hidup apabila setiap individu fokus terhadap
suatu berkah maka hal-hal yang lain akan mengikuti. Namun, apabila
seorang individu hanya terpaku pada satu keinginan, seperti contoh ,
kepuasan dan keuntungan. Bisa saja keduanya didapatkan. Namun
belum tentu ada keberkahan yang menyertainya. (Hamidi, 2016).
Kegiatan atau praktik labuhan yang diadakan oleh keraton
Yogyakarta setiap tahunnya ini merupakan suatu contoh kegiatan
konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat. Karena hal tersebut
berkenaan dengan memenuhi kebutuhan hidup. Tujuan konsumsi
dalam Islam adalah maslahah dan falah yang di dalamnya
mengandung unsur manfaat dan berkah. Unsur manfaat adalah
pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan material yang bersifat duniawi.
Sedang berkah adalah pemenuhan kebutuhan spiritual yang bersifat
ukhrawi (pahala dan ridha Allah) (Misanan, 2011).
Sesuai dengan rasional Islami bahwa setiap perilaku ekonomi
selalu ingin meningkatkan maslāhah yang diperolehnya. Keyakinan
bahwa ada kehidupan dan pembalasan yang adil di akhirat serta
informasi yang berasal dari Allah SWT. Maslāhah adalah suatu yang
dapat memberikan keputusan karena kandungan maslāhah adalah
terdiri dari manfaat dan berkah. Perilaku konsumen Muslim dalam hal
ini yaitu, seorang konsumen akan mempertahankan manfaat dan
berkah yang dihasilkan dari kegiatan konsumsinya. Konsumen
merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia
mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis dan material. Di sisi
lain, berkah akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang atau jasa
yang dihalalkan oleh syari‟at Islam. Seorang konsumen Muslim akan
merasakan kepuasan apabila kegiatan konsumsinya menimbulkan
suatu maslāhah yang didalamnya mengandung manfaat dan berkah
(P3EI, 2008, p. 129)
Syarat untuk memperoleh keberkahan adalah dengan selalu
berbuat jujur dan mengutamakan prinsip bisnis yang halal menurut
syari’at Islam. Hal ini sesuai dengan dasar dalam mencari rizki yang
halal yaitu pada surat Al-Baqarah ayat 167 yang menyuruh kepada
setiap muslim untuk mencari rizki yang halal dari jalan manapun
(Pranitasari, 2012, p. 7)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berkah diartikan
sebagai suatu rahmat atau karunia dari Tuhan. Adapun kata berkah di
dalam Al-Quran menunjukan kebesaran Allah sebagai pencipta alam
semesta sekaligus pengatur segala aspek kehidupan di dalamnya. Allah
memberi dan melimpahkan berkah kepada mahluknya.Berkah bagi
orang-orang Jawa yang mempunyai tradisi dan budaya kental yang
dikenal dengan agama jawi atau Islam Kejawen, yaitu keyakinan dan
konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung kearah mistik yang
tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama Islam. Padahal

6

dalam ekonomi Islam, berkah merupakan suatu instrumen untuk
mencapai suatu kebahagian atau mandaat (maslahah) (Khasanah,
2016).
Syari’at Islam menginginkan manusia mencapai dan
memelihara kesejahteraannya. Imam Shatibi menggunakan istilah
‚mas}lahah‛, yang maknanya lebih luas dari sekedar utility atau
kepuasan dalam terminologi ekonomi konvensional. Mas}lahah
merupakan sifat atau kemampuan barang dan jasa yang mendukung
elemen-elemen dan tujuan-tujuan dasar dari kehidupan manusia di
muka bumi ini (Karim, 2011, p. 62)

C. Diskursus konsep Berkah pada praktik Labuhan perspektif ekonomi Islam
Kebudayaan merupakan hal yang melekat dalam suatu daerah atau
di kalangan masyarakat yang dapat di klaim menjadi suatu kekayaan atau
warisan budaya. Akulturasi yang terjadi di dalam suatu daerah yakni
antara budaya khususnya budaya Jawa dan ajaran Islam menjadi suatu
tema yang menarik untuk didiskusikan. Keraton Yogyakarta yang
memiliki warisan budaya dimana sampai saat ini masih sering
dilaksanakan. Seperti contoh praktik labuhan. Internal keraton setiap tahun
mengadakan praktik labuhan ini dengan tujuan untuk “membuang sial”.
Begitulah kepercayaan yang melekat di hati masyarakat, terutama
masyarakat yang aktif melaksanakan praktik ini. Bagi masyarakat praktik
labuhan ini akan mendatangkan suatu keberkahan bagi siapa saja yang
turut serta dalam pelaksanannya. Dan apabila tidak dilaksanakan akan
mendatangkan musibah bagi masyarakat.
Salah satu tempat yang dijadikan lokasi praktik labuhan ialah
gunung Merapi. Masyarakat sekitar lereng merapi mempercayai bahwa
gunung Merapi harus dihormati keberadaannya, dan ritual tersebut harus
dilaksanakan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah. Namun, sebagaiman
yang dipahami bersama suatu ciri khas ajaran Islam seperti yang
dipopulerkan oleh Yusuf Qardhawy adalah keyakinan bahwa agama islam
itu merupakan suatu cara hidup dan tatanan sosial yang menyeluruh. Islam
telah mengajarkan seseorang Muslim jika bermunajat atau berdoa kepda
Rabb-Nya dalam sholat supaya mengucapkan Iyyakana’budu wa iyyakka
nasta’in (kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah
kami memohon pertolongan (Qardhawy, 1999). Praktik labuhan ini ialah
suatu kegiatan konsumsi dimana terdapat suatu ritual yakni menyajikan
sesajen yang diperuntukan kepada penunggu gunung Merapi dengan
harapan menginginkan berkah dari Allah. Hal ini melenceng dengan
ajaran Islam. Karena sesajen dalam kasus diatas dapat diidentifikasikan
bahwa pelaku mengharap berkah bukan kepada Allah, melainkan kepada
penunggu gunung Merapi. Namun, perbedaan keyakinan tersebut tidak
dapat ditanggulangi, karena setiap orang memiliki pandangan yang
berbeda-beda. Faktanya lagi, kegiatan tersebut merupakan tradisi turun-

7

temurun yang dilakukan oleh nenek moyang yang merupakan suatu
budaya dan perlu dilestarikan.
Selain berlokasi di gunung Merapi, praktk labuhan juga
diselenggarakan di pantai parangkusomo Yogyakarta. Masyarakat yang
turut serta dalam kegiatan tersebut mempercayai bahwa ada terdapat
berkah dari barang-barang yang dilautkan ke laut lepas karena telah
mendapat doa selamat dari pihak keraton Yogyakarta. Mitos-mitos yang
terdapat dalam praktik labuhan ini ialah siapapun yang mendapatkan
barang-barang yang dilabuh maka akan memiliki rezeki yang baik,
memperpanjang usia, dll. Namun, di dalam Islam sendiri, Allah telah
memerintahkan ummat-Nya untuk memohon hanya kepada-Nya tidak
kepada suatu barang apalagi manusia. Rezeki itu datangnya hanya dari
Allah atas kehendak-Nya. Begitupula dengan usia, tidak ada satupun
manusia yang mengetahui kapan mereka harus mengahadap kepada sang
khaliq.Makna berkah yang di pahami oleh masyarakat yang mengikuti
praktik labuhan ini adalah berkah yang datang dari doa selamat yang
dilakukan oleh pihak keraton Yogyakarta. Pada kenyataannya berkah itu
dapat dirasakan manfaatnya apabila hanya datang dari Allah SWT. Berkah
akan diperoleh ketika mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan
oleh syariat Islam. Sementara barang-barang yang dianggap berkah oleh
masyarakat dalam praktik labuhan belum tentu dzatnya benar-benar halal.
Labuhan artinya sama dengan larung atau membuang sesuatu di
dalam air (sungai atau laut) atau memberi sesaji kepada roh halus yang
berkuasa di suatu tempat .Upacara Labuhan ini tetap dilakukan sampai
saat ini dengan maksud memohon keselamatan dari segala makhluk halus
yang ada di Pulau Jawa untuk keselamatan pribadi Sri Sultan, Karaton
Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta (Astuti, 2010). Sebagai seorang
muslim memohon pertolongan hanyalah kepada Allah SWT. Sesajen
bukan suatu cara untuk memohon kepada-Nya. Sesajen dalam kasus
labuhan ini ialah memberi sesajen kepada roh halus yang berkuasa di
suatu tempat untuk membuang sial. Hal tersebut bertentangan dengan
Islam, karena Allah adalah satu-satunya dzat yang maha menolong atas
apapun.
Praktik labuhan yang dilaksanakan oleh pihak keraton dan diikuti
oleh masyarakat umum ini juga memiliki suatu alasan yakni memohon
berkah dalam bentuk keselamatan. Berkah menurut ekonomi Islam yang
perlu digaris bawahi ialah berkah tersebut memiliki manfaat yang tidak
hanya berguna bagi dunia namun juga akhirat. Apabila masyarakat yang
turut serta mengikuti praktik ini dan menganggap bahwa berkah tersebut
datangnya dari laut atau dari manusia bukan dari Allah hal tesebut akan
menimbulkan sifat syirik yaitu memppersekutukan Allah, karena
sebagaimana yang diketahui laut diciptakan bukan menciptkan.

8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep berkah dalam praktik labuhan Yogyakarta adalah berkah
yang datang karena perayaan atau pelaksaan praktik labuhan. Berkah yang
terdapat pada barang-barang yang dilabuh yang sebelumnya diberikan doa
selamat oleh pihak keraton Yogyakarta. Berkah yang terkandung di dalam
praktik labuhan yang dipercaya oleh masyarakat ialah memperpanjang
usia, meningkatkan rezeki, menolak bala, keselalamat dan lain sebagainya.
Dari beberapa sumber yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat yang mengikuti praktik labuhan terkhusus masyarakat muslim
salah paham dalam memahami konsep berkah, karena tidak ada
keterkaitan berkah dalam praktik labuhan dan berkah dalam ekonomi
Islam. Karena berkah yang diyakini dalam praktik labuhan didapatkan
melalui ritual-ritual dengan memberikan sesajen pada roh halus (penunggu
suatu daerah) untuk meminta keselamatan, selain itu berkah yang diyakini
oleh masyarakat adalah karena barang labuhan tersebut telah mendapatkan
doa selamat dari pihak keraton Yogaykarta. Hal tersebut tidak ada di
dalam ajaran islam, dalam Islam sendiri telah ditegaskan untuk memohon
hanya kepada Allah tanpa ada perantara seperti sesajen , roh halus dll.
Berkah dalam ekonomi Islam ialah barang atau jasa yang di konsumsi
dihalalkan oleh syariat Islam dan berkah dari barang atau jasa yang
didapatkan bersifat ukhrawi (pahala dan ridha Allah).
B. Saran
Saran bagi pemakalah lainnya diharapkan mampu lebih
mendalami pemahaman terkait praktik labuhan. Sehingga mampu
menambah pengetahuan pembaca yang sekiranya memerlukan literatur ini
sebagai sarana untuk memecahkan suatu masalah. Saran bagi pemakalah
agar selalu istiqomah di jalan Allah dengan menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.

9

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y. (2010). TRADISI UPACARA LABUHAN DI GUNUNG MERAPI
PADA MASA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX. UIN Sunan
Kalijaga .
Gunawan, R. (2006). Mbah Maridjan: Sang Presiden Gunung Merapi. Jakarta:
Gagas Media.
Hamidi, L. (2016). Efisiensi VS Berkah.
Heryanto, F. H. (2009). Mengenal Kraton Yogyakarta. Yogyakarta: Warna
Grafika.
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1129/upacara-labuhan-kesultananyogyakarta . (26 Agustus 2013).

Jalil, A. (2015). Memaknai Tradisi Upacara Labuhan dan Pengaruhnya terhadap
Masyarakat Parangtritis. el Harakah Vol.17 No.1, 40.
Karim, A. A. (2011). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Khasanah, U. (2016). RELASI RAHMAH DAN BERKAH DALAM ALQURAN. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga .
Misanan, M. e. (2011). Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Press.
Nadjib, M. (2013). AGAMA, ETIKA DAN ETOS KERJA DALAM
AKTIVITAS EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN JAWA. Pusat
Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia , 144.
P3EI. (2008). Ekonomi Islam . Jakarta: PT Raja Grafindo .
Pranitasari, D. (2012). Konsep Berkah Menurut Pandangan Para Pedagang Pasar
Klewer. Universitas Muhammadiyah Surakarta , 7.
Qardhawy, Y. (1999). Anatomi Masyarakat Islam. Jakarta: Oustaka Al-Kautsar.
Rahman, A. A. (2012). Akulturasi Islam dan Budaya MAsyarakat Lereng Merapi
: Sebuah Kajian Literatur. Indo-Islamika No 1 Volume 2.
Rini, R. S. (2012). Labuhan Sarangan (Kajian Etnografi Upacara Labuhan
Sarangan Di Telaga Sarangan, Kelurahan Sarangan, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan). Antropologi FISIP- Universitas Airlangga,
Surabaya .

10

Sudarsono, H. (2007). Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Yogyakarta:
Ekonisia.
Zuhriyah,
L.
(2013).
KOSMOLOGI
ISLAM
KASULTANAN
NGAYOGYAKARTA HADININGRAT. Fakultas Tarbiyah IAIN Tulung
Agung , 102.
Zuhriyah, L. K. (2011). Wawancara dengan Wedono R 25 Mei [Recorded by W.
R. dalem)]. Yogyakarta.

11

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124