PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA BALITA

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

PENDIDIKAN AKHLAK PADA ANAK USIA BALITA
Oleh : Muhammad Fadlun
Mahasiswa Prodi PAI Pascasarjana IAIN Purwokerto
muhammadfadlun@gmail.com
Abstarct

In family, every parent wish that their children grow with good attituide, be
the pride and have good characters in every thing. The education from an
early age should be more serious, especially in moral education so that they
do not become children who are weak in faith to grow up into good
generation. moral education in childhood is very important and its not easy
to applicate, because education in childhood should be with specific
approaches. This paper offers ways to educate the toddlers. Some of the
methods that can be performed and selected in the in educating the toddlers
such as: exemplary method, story method, reward and punishment methods.
By using the methods that applied in education is expected to be a good step
before entering school.
Key world: Education, moral, and early age.


Abstrak
Dalam kehidupan berkeluarga, setiap orang tua tentu mengharapkan anakanaknya dapat tumbuh menjadi anak-anak yang baik, dapat dibanggakan dan
mempunyai karakter atau sifat-sifat yang positif dalam segala hal.
Pendidikan anak-anak sejak dini harus mendapat perhatian lebih serius
terutama dalam pendidikan akhlak agar mereka tidak menjadi anak-anak
yang lemah iman sehingga tumbuh dewasa menjadi generasi yang shaleh.
pendidikan akhlak anak usia pra sekolah sangat penting dan pelaksanaannya
bukanlah suatu hal yang mudah, karena dalam membina anak kecil harus
dengan pendekatan-pendekatan khusus. Pendidikan anak balita merupakan
hal yang sangat penting bagi orang tua, ada beberapa metode yang dapat
dilakukan dan dipilih dalam dalam mendidik anak diantaranya: metode
teladan, metode kisah, metode reward, dan metode punishment. dengan
adanya metode yang diterapkan dalam mendidik anak diharapkan dapat
menjadi langkah yang baik sebelum memasuki pendidikan di sekolah.
Kata kunci: Pendidikan, akhlak, dan balita.

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

1


Muhammad Fadlun

A. Latar Belakang Masalah
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, suatu potensi baik
yang mengarah pada agama tauhid. Namun anak juga dilahirkan dalam
keadaan yang lemah, tidak tahu apa-apa. Oleh karena itulah pendidikan
harus diberikan kepada anak untuk mengarahkan anak menemukan
kondisi fitrahnya.Pendidikan tersebut harus dilaksanakan mulai dari anak
usia kandungan sampai dewasa. Ketika dalam kandungan, pendidikan
dilakukan terhadap orang tua. Begitu anak lahir, pendidikan dikenakan
terhadap anak secara langsung dan orang tua adalah pendidik yang
pertama dan utama, khususnya bagi anak usia balita.
Salah satu bidang pendidikan yang menjadikan anak tetap pada
fitrahnya adalah pendidikan akhlak. Yakni pendidikan yang
menanamkan perilaku luhur yang menjadi kebiasaan pada anak. Namun
permasalahannya saat ini adalah bahwa untuk dapat melaksanakan
pendidikan akhlak terhadap anak, bukanlah hal yang mudah. Hal ini
dikarenakan perkembangan kondisi sosial budaya yang begitu pesat,
yang telah mengikis nilai-nilai moral dan akhlak. Untuk itu diperlukan
metode pendidikan akhlak yang efektif bagi anak.

Metode yang efektif merupakan metode yang mampu mencapai
tujuan pembelajaran dengan lebih cepat dan tepat dengan memperhatikan
karakteristik subyek didik. Balita merupakan tahap pertama setelah anak
lahir ke dunia, yang berarti juga pendidikan tahap pertama dilaksanakan
dalam usia ini.
Tulisan ini berusaha memaparkan tentang bagaimana pendidikan
pada anak usia balita dan bagaimana metode pendidikan akhlak yang
tepat pada anak usia balita.
B. Pembahasan
1. Pengertian Pendidikan Akhlak
Pendidikan menurut Hasan (2004: 28), adalah suatu proses
yang mempunyai tujuan yang biasa diusahakan untuk menciptakan
pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang
sedang dididik.
2

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita


kata “akhlak”, berasal dari bahasa Arab, yakni kata
“khuluqun” yang menurut lughat berarti: budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat dan erat kaitannya dengan kata Khaliq
(Pencipta) dan makhluk (yang diciptakan). Oleh karena itu, persoalan
yang dibicarakan dalam akhlak tidak hanya terbatas pada baik dan
buruknya tabiat, perangai dan adat kebiasaan atau perilaku manusia
dalam kehidupan sehari-hari, tetapi membahas berbagai masalah yang
menyangkut hubungan antara manusia (sebagai makhluk) dengan
Allah Tuhan yang Maha Pencipta (Khalik), hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia
dan hubungan manusia dengan makhluk yang lainnya. Adapun
pengertian akhlak secara terminologi, salah satunya seperti yang
dikemukakan oleh Al Ghazali (t.th: 58) adalah sebagai berikut:

‫يسرمن غير‬

‫ف لخلق ع ر عن هي فى لنفس ر سخ عن تصدر افع بس ل‬
‫ح ج لى ف ر ر ي‬

Akhlak adalah suatu sifat yang tatanan dalam jiwa seseorang

yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
Sejalan dengan itu Abudin Nata (1997:5) mengartikan bahwa
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mendalam dan tanpa
pemikiran. Namun perbuatan itu telah mendarah daging dan melekat
dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak lagi
memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Dari beberapa definisi
yang telah dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan akhlak adalah suatu sikap atau kehendak manusia
disertai dengan niat yang tentram dalam jiwa berlandaskan al-Qur‟an
dan al Hadits, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan atau
kebiasaan secara mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih
dahulu. Bila kehendak jiwa itu menimbulkan perbuatan-perbuatan dan
kebiasaan jelek, maka disebut akhlak yang tercela begitu pula
sebaliknya.

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

3


Muhammad Fadlun

Pendidikan akhlak menurut Ahmad Amin (1975:3), yaitu
merupakan usaha yang dilakukan dengan sadar untuk membimbing
serta
mengarahkan kehendak seseorang guna mencapai tingkah laku yang
baik dan diarahkan agar menjadikannya suatu kebiasaan. Dengan
demikian pengertian pendidikan dan akhlak sebagaimana tersebut di
atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendidikan akhlak adalah
suatu aktivitas yang disengaja dilakukan untuk membina watak, tabiat
dan budi pekerti, agar seseorang anak mempunyai perangai yang baik
sesuai dengan ajaran Islam untuk menuju terbentuknya kepribadian
utama yang merupakan salah satu inti dari ajaran Islam.
2. Pengertian Anak Balita
Kata balita merupakan singkatan dari anak bawah lima tahun
adalah anak yang mempunyai usia kurang dari lima tahun. Usia balita
merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik
anak. Menurut Persagi dalam Uripi,V., (2004:2) berdasarkan
karakteristiknya anak usia balita dibedakan menjadi usia batita (> 1 3 tahun), dan usia prasekolah (>3 - 5 tahun). Anak balita adalah anak
yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular

dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris H, 2006: )
Menurut Sutomo B. dan Anggraeni. DY, (2010: ), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada
orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air
dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah
baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan
periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.
Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan.

4

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita


3. Karakter Anak Balita
Karakter anak balita merupakan sesuatu yang terjadi dalam
pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita tersebut.
Pertumbuhan dalam aspek fisik dan perkembangan dalam aspek
psikologis merupakan dua hal yang saling berkaitan, tidak lepas satu
sama lain. Akan tetapi biasanya pertumbuhan fisik mendahului
perkembangan psikologisnya.
Pertumbuhan fisik pada fase balita terjadi dengan sangat
mencolok, otot-otot, daging dan kelenjar dipersiapkan untuk
perkembangan fisik yang dititik beratkan pada kemampuan berjalan,
berbicara dan bergerak. adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai
berikut: (a) umur satu tahun dapat berjalan dua atau tiga langkah, (b)
umur dua tahun anak pandai berjalan dan sudah mulai berlari, dan (c)
umur tiga tahun anak sudah terampil berlari, melompat, memanjat
kursi dan bermain dengan anak lainnya. ( Kasiran: 1983: 58).
Sedangkan aspek psikologisnya, perkembangan ditandai oleh
beberapa hal yang sangat menonjol, yakni: (a) Perkembangan Bahasa.
Anak balita berbahasa didorong oleh adanya tiga keinginan, yakni: (1)
Keinginan untuk melahirkan perasaan dan (2) Keinginan untuk
meniru atau imitasi.

Perkembangan ego atau rasa aku. Pada umur 3 tahun, anak
mulai tumbuh rasa akunya, ia sadar bahwa ia berbeda dengan orang
lain karena anak hidup dalam lingkungan perasaan dan pikirannya
yang masih sempit, dia belum tahu dan belum dapat merasakan dan
menghayati hidup orang lain, maka hidupnya berpusat pada egonya.
Kelangsungan masa ini dipengaruhi oleh: (a) Derajat kedegilan anak,
untuk mencapai tujuan apabila anak mempunyai kemauan keras,
sukar untuk dipengaruhi maka ia akan menjadi semakin degil untuk
waktu yang lama, (b) Suasana dan lingkungan di mana ia hidup, jika
anak dibiasakan dengan latihan-latihan disiplin yang teratur sejak
kecil maka masa degil itu tidak akan lama, dan (c) Dorongan batin
untuk mencapai kebebasan, dimana anak yang mempunyai dorongan
batin yang kuat, akan memiliki masa degil yang relatif lama.

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

5

Muhammad Fadlun


(Kasiran,1983: 65). Selain karakterstik perkembangan tersebut, anak
balita juga memiliki sifat-sifat yang sangat khas, yakni: suka meniru,
suka bermain, dan senang bertanya. (Zakiyah, 1995: 62). Karakter
yang khas pada usia balita ini diharapkan dapat membantu dalam
pemilihan metode pembelajaran, terutama pendidikan akhlak, yang
merupakan tuntunan untuk berperilaku bagi balita yang tidak menutup
kemungkinan akan menentukan perilakunya di masa yang akan
datang. Jadi yang dimaksud pendidikan akhlak pada anak balita
adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan untuk membina
watak, tabiat dan budi pekerti, agar seseorang anak mempunyai
akhlak yang baik sesuai dengan ajaran nilai-nilai Islam untuk menuju
terbentuknya kepribadian yang baik yang merupakan salah satu inti
dari ajaran Islam, yang di sesuaikan dengan fase pertumbuhan anak
balita sebagai bekal pada masa pertumbuhan selanjutnya yaitu masa
dewasa. Hal ini Sangat penting karena tentunya anak ketika
menginjak masa dewasa, tidak serta merta tahu tentang akhlak, akan
tetapi pendidikan akhlak hendaknya di ajarkan pada usia sedini
mungkin.
4. Tujuan Pendidikan Akhlak
Menurut Ahmad Amin (tt: 67) tujuan pendidikan akhlak yaitu

mempengaruhi dan mendorong kehendak supaya membentuk hidup
suci dan menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan serta memberi
faedah kepada sesama manusia. Pendapat lain diungkapkan oleh Sayd
Quthb (2001: 3) bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk
membentuk manusia yang bertakwa dan beribadah kepada Allah,
yang tidak terbatas pada aspek peribadatan yang ditentukan, tetapi
lebih dari itu mengandung dimensi yang lebih luas dan menyeluruh
meliputi seluruh aktivitas dan bidang kehidupan manusia. Dengan
demikian, tujuan pendidikan akhlak ini lebih luas dan dalam lagi jika
dibandingkan dengan tujuan yang diungkapkan oleh Ahmad Amin
tersebut di atas.
Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa tujuan pendidikan akhlak bagi anak antara lain

6

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

untuk: (a) Mempengaruhi dan mendorong serta membentuk karakter
anak yang berakhlak mulia dan (b) Membina dan membimbing anak
agar selalu berada dalam koridor keislaman yang diridloi oleh Allah
SWT. Menjaga fitrah anak agar selalu beribadah kepada Allah SWT.
5. Metode Pendidikan Akhlak
Pelaksanaan pendidikan akhlak bagi anak tidak bisa lepas dari
metode yang digunakan, sebab dengan metode itulah pendidikan bisa
dilaksanakan. Metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan
dalam upaya mendidik. Jadi metode pendidikan akhlak adalah semua
jalan atau cara yang digunakan dalam upaya mendidik akhlak.
(Ahmad, 2001: 24)
Metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
proses pendidikan Islam untuk tercapainya tujuan pendidikan. Tanpa
adanya suatu metode yang jelas, maka materi pelajaran yang
disampaikan tidak akan tersampaikan dengan efektif. Suatu metode
dikatakan baik bila memiliki relevansi dengan tujuan pendidikan itu.
Dalam mendidik anak balita diperlukan suatu metode yang
sesuai dan khusus. Dalam hal ini orang tua sebelum menggunakan
metode harus benar-benar mempertimbangkan berbagai tujuan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud dengan baik.
Rasulullah SAW. telah memberikan contoh tentang berbagai
cara atau metode dan dasar-dasar pendidikan akhlak yang baik,
benar serta berkepribadian Islami untuk anak-anak. Apabila orang tua
bisa menerapkan, metode yang telah diterapkan oleh Islam terhadap
pendidikan, hal ini sangatlah efektif dalam membina kepribadian anak
didik. Metode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Metode keteladanan
Perilaku anak seringkali mencontoh apa yang dilihat
dan didengarnya. Metode ini memperhatikan kecenderungan
tersebut, seperti suka meniru ucapan, perbuatan dan tingkah laku
atau gerak-gerik orang-orang yang berhubungan dengan
mereka. Sudah menjadi sifat mereka untuk suka mencontoh

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

7

Muhammad Fadlun

dan meniru. Begitu pula, mereka memiliki rasa ingin tahu
yang besar terhadap sesuatu yang menarik minatnya. Anak-anak
menyimpan kesan dari semua orang-orang yang penting sebagai
model perilaku yang layak untuk ditiru. Pendekatan ini lebih
erat pada lingkungan anak, karena akhlak yang baik dapat
juga diperoleh dengan memperhatikan orang-orang baik dan
bergaul dengan mereka. Secara alamiah, anak akan meniru
tabiat seseorang tanpa disadarinya. Dalam konteks ini,
kondisi
lingkungan mempunyai peran penting dalam
pembentukan perilaku yang baik pada diri anak.
Menurut Asnelly (1998: 39) dalam berlangsungnya proses
pendidikan metode keteladanan dapat diterapkan dalam dua
bentuk, yaitu secara langsung (direct) dan secara tidak langsung
(indirect). Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan
metode keteladanan dalam proses mendidik anak dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu secara langsung (direct) maksudnya bahwa
pendidik benar-benar mengaktualisasikan dirinya sebagai contoh
teladan yang baik bagi anak. Contohnya ayah mememperlihatkan
makan dan minum menggaunkan tangan kanan, orang tua tidak
menampilkan prilaku suka marah di depan anak-anak, ayah
membantu ibu dalam pekerjaan ruah tangga, orang tua selalu
membaca do‟a baik sebelum dan sesuadah makan.
Selain secara langsung, metode keteladanan juga dapat
diterapkan secara tidak langsung (indirect) yang maksudnya,
orang tua memberikan teladan kepada anaknya dengan cara misal
orang tua menampilkan tuturkata yang santun ketika berbicara
dengan orang lain. Tidak terlalu banyak bermain gadget di depan
anak-anak
Menurut Al-Ajami (2006: 131) beberapa aspek penting
pendidikan dalam teladan adalah:
(a) Manusia saling
memengaruhi satu sama lain melalui ucapan, perbuatan,
pemikiran, dan keyakinan, (b) Perbuatan lebih besar pengaruhnya

8

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

dibanding ucapan, dan (c) Metode teladan tidak membutuhkan
penjelasan.
Menurut Abdullah (2007: 142) keteladanan orang tua
dalam pendidikan anak balita merupakan metode yang
berpengaruh dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral,
spiritual, dan etos sosial anak. Hal ini karena orang tua
merupakan figur terbaik dalam pandangan anak yang tindaktanduknya dan segala tingkah lakunya, baik disadari atau tidak,
ditiru oleh anak, dan tertanam dalam kepribadian anak. Untuk itu
orang tua harus lebih hati-hati dalam berprilaku karena setiap
prilakunya akan memungkinkan ditiru anak. Akan sangat fatal
bila anak di totonkan perilaku yang tidak baik misalkan ayah suka
marah-marah di depan ibu, hal ini bisa mempengarui psykologis
nya sehingga anak bisa menjadi pemarah sesuai yang
dicontohkan ayah.
2.

Metode Kisah
Metode Kisah merupakan salah satu metode yang efektif
digunakan untuk membangun dan membentuk karakter peserta
didik, karena kisah menurut Hendri (2013: 82) memberikan
sentuhan-sentuhan
psikologis
kepada
siapapun
yang
mendengarnya. Lebih lanjut Hendri (2013: 64) mengemukakan
bahwa dongeng atau kisah adalah guru yang bijak untuk
membimbing peserta didik menjadi anak yang cerdas, kreatif,
pintar dan penuh fantasi. Dengan kisah anak tidak merasa disuruh
walaupun itu suruhan, tidak merasa didoktrinasi walaupun itu
sebuah doktrin, dan tidak merasa diajari walaupun itu sebuah
ajaran. Semua mengalir tanpa paksanaan. Kisah adalah guru yang
bijak yang akan mengarahkan dan menjadikan peserta didik
memiliki karakter atau pribadi yang baik.
Menurut Abdurrahman (2001: 46) metode kisah
merupakan salah satu metode yang juga terbukti keampuhannya,
sebab nasehat mampu membuka hati dan menumbuhkan

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

9

Muhammad Fadlun

kesadaran anak-anak terhadap bahan nasehat. Metode Kisah bisa
diberikan dengan cara: (a) Seruan yang menyenangkan, seraya
dibarengi dengan kelembutan atau upaya penolakan, (b) Bercerita
tentang kisah yang bisa menjadi perumpamaan yang mengandung
pelajaran bagi anak, dan (c) Memberikan wasiat yang berupa
pengarahan, perintah dan larangan.
Di antara materi yang perlu diterapkan dengan metode
kisah adalah orang tua dapat megenalkan anaka dengan hal yang
berkaitan dengan masalah akidah, misalnya larangan
menyekutukan Allah, permasalahan yang berkaitan dengan
masalah ibadah, misalnya shalat dan puasa, kemudian yang
berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang ada dalam Al-Qur‟an
seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan lain
sebagainya, yang banyak memberikan teladan dan pelajaran
hidup dalam rangka pengamalan ajaran agama.
Ada banyak kisah yang bisa dijadikan teladan bagi anak
untuk dijadikan sebagai bahan pendidikan karakter, antara lain:
Kisah Nabi Muhammad SAW, yang sejak senantia berbuat jujur,
tidak menyakiti sesama dlsb.
3.

10

Metode Reward
Reward merupakan alat pendidikan represif yang
menyenangkan, reward juga menjadi pendorong atau motivasi
bagi anak untuk belajar yang lebih baik lagi. Penerapan reward di
bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang
berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak.
(Purwanto, 1955:186).
Ketentuan Memberikan Reward Menurut Suharsimi
Arikunto ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang tua
dalam memberikan penghargaan kepada anak, yaitu : (a)
Penghargaan hendaknya disesuaikan dengan keadaan dan sifat
dari aspek yang menunjukkan keistimewaan prestasi, (b)
Penghargaan harus diberikan langsung sesudah perilaku yang

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

dikehendaki dilaksanakan. (c) Penghargaan harus diberikan
sesuai dengan kondisi orang yang menerimanya, (d) Penghargaan
yang harus diterima anak hendaknya diberikan, (e) Penghargaan
harus benar-benar berhubungan dengan prestasi yang dicapai oleh
anak, (f) Penghargaan harus diganti (bervariasi), (g) Penghargaan
hendaknya mudah dicapai, (h) Penghargaan harus bersifat
pribadi, (h) Penghargaan sosial harus segera diberikan. 10).
Jangan memberikan penghargaan sebelum siswa berbuat, dan (i)
Pada waktu menyerahkan penghargaan hendaknya disertai
penjelasan rinci tentang alasan dan sebab mengapa yang
bersangkutan menerima penghargaan tersebut (Arikunto, 1990:
163).
Ada macam-macam Bentuk-bentuk Reward diantaranya
pertama pengakuan, dalam diri anak membutuhkan pengakuan
bagi eksistensinya di mata teman-teman lain. Pemberian
kepercayaan membuat diri anak merasa diakui dan dihargai oleh
orangtua. Dengan diberikan kesempatan untuk membuktikan
kemampuannya, anak mulai menghargai keberadaan diri dan
orang lain. Hal ini akan memunculkan responsibility untuk
mampu menjaga dan mewujudkan amanat yang ada. Pemberian
kepercayaan lebih berimplikasi positif pada diri anak daripada
pemberian materi maupun kata-kata pujian yang tidak realistik.
Kepercayaan menjamin kesenangan seseorang untuk mengurangi
tekanan jiwa.
Kedua, Senyuman, Pandangan, Tepukan Punggung
Pemberian kasih sayang oleh orang tua yang diwujudkan melalui
ekspresi wajah dan tindakan jasmaniah akan lebih mengena.
Keadaan emosional anak yang labil akan sering menimbulkan
sikap menolak, mencela bahkan merombak ketentuan apapun
yang dirasa mempersempit kebebasannya, karena anak pada masa
pendidikan dasar ingin mendapatkan kebebasan dari
ketergantungan. Adanya tekanan-tekanan dan kungkungan akan
menimbulkan ketegangan yang menjadikan anak semakin marah.

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

11

Muhammad Fadlun

Oleh karena itu, adanya sikap penerimaan positif dari orang tua
sebagai wujud persetujuan mereka pada perilaku anak, akan
diimbangi pula oleh penerimaan positif anak.
Ketiga hadiah, Yang dimaksud dengan hadiah di sini
adalah ganjaran yang berbentuk pemberian berupa barang.
Ganjaran berbentuk ini disebut juga ganjaran materiil. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam member hadiah
kepada anak balita:
a.

b.

c.

d.

e.

12

Berikan hadiah karena tujuan tertentu. Misalnya orang tua
memuji anak di depan tetangga atau seluruh keluarga, sebagai
apresiasi karena anak sudah bangun pagi, sholat subuh dan
pandai mengaji. Hal itu dilakukan agar anak terdorong untuk
mempertahankan prestasi dan sikap baiknya.
Bila tujuan orang tua memberi hadiah itu untuk mengubah
tingkah laku sang anak, maka sebaiknya jangan memberi
hadiah berupa barang, kecuali untuk pertama kali dalam
jangka waktu yang panjang, misalnya ketika jelang bulan
Ramadhan. Orang tua bisa belikan jilbab, mukena dan sajadah
atau koko, sarung dan peci lucu.
Ketika anak sudah terlanjur suka dengan hadiah barang?
Ubahlah sikap tersebut dengan sikap sabar, ulet dan konsisten.
Perubahan hadiah dari barang menuju non-barang memang
harus dilakukan secara bertahap dan tak boleh memaksakan.
Hadiah non barang yang orang tua berikan harus dilakukan
dengan sungguh-sungguh, eksklusif dan spesial. Misalnya
peluk-cium dengan tulus dan tak perlu menahan air mata haru,
tumpahkan saja sambil beri pujian dan apresiasi sebesarbesarnya pada prestasi atau kelakukan anak yang
membanggakan.
Memberi hadiah non barang tentu tidak sembarangan. Harus
proporsional, efisien dan tepat waktu. Tentu tak tepat juga
kalau orang tua memuji anak secara lebay sampai salto segala,
misalnya. Atau, orang tua mendramatisir pelukan, ciuman dan
Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

f.

4.

tangisan ketika anak cuma membukakan pintu. Yang ada, anak
pasti bingung dan sudah kebal lagi dengan „kegombalan‟
orang tua.
Orang tua seyogyanya tidak labil dalam memberikan hadiah
non materi. Lakukan secara konsisten, sehingga anak paham
kalau selama ini dia terus diperhatikan dan diapresiasi. Dan
Evaluasi teknik memberi hadiah yang orang tua terapkan, apa
ngefek sama anak?, Hadiah sebaiknya berujung pada dorongan
atau motivasi agar anak lebih baik lagi. Tak perlu berlebihan
juga dalam memberi hadiah. Sesuaikan saja.

Metode Punishment
Punishment adalah penderitaan yang diberikan atau
ditimbulkan dengan sengaja oleh orang tua sesudah terjadi suatu
pelanggaran, kejahatan atau kesalahan (Purwanto, 1955: 186).
Tujuannya untuk memberikan efek jera dan mencegah anak yang
bersangkutan untuk mengulangi kesalahan yang sama.
Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Hamruni,
(2008: 120) mengemukakan tiga syarat apabila seorang pendidik
ingin menghukum siswanya secara fisik. Ketiga syarat itu ialah:
(a) Sebelum berumur 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul, (b)
Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan
di sini ialah lidi atau tongkat kecil bukanlah tongkat besar, (c)
Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk bertaubat dari apa
yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu
menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya.
Jadi, ketika seseorang akan memberikan hukuman, haruslah
memperhatikan bentuk hukuman dan ketepatan waktu
memberikan hukuman dengan memperhatikan kondisi anak.
Orang yang memberikan hukuman juga mempengaruhi
efektivitas hukuman. Misalnya saja ayah yang berwibawa,
sehingga hukuman yang diberikan akan berarti. Sedangkan
hukuman, bisa dijadikan sebagai salah satu metode dalam

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

13

Muhammad Fadlun

mendidik akhlak anak dengan syarat: (a) Lemah lembut dan kasih
sayang dan (b) Bertahap, dari yang paling ringan terlebih dahulu
kemudian yang lebih keras. (Abdullah, 2007: 312).
Motode Punishment, menurut penelitian di era kekinian
ditemukan ternyata metode ini sangat dibutuhkan. Karena jikalau
anak terlalu dilonggarkan dalam melakukan tindakan, maka
akibatnya ia akan menyusahkan kedua orang tuanya. Dan dengan
adanya ancaman hukuman akan mampu memperbaiki perangai
dan akhlaq pada diri anak. Ada beberapa hal yang perlu
diperhaitkan dalam memberi hukuman diantaranya yaitu
a. Bagi para orang tua, jangan terlalu sering memberikan
ancaman kepada anak tanpa memberikan hukuman, sebab hal
itu akan menjadikan diri anak tidak terlalu mengindahkan
ancaman tersebut. Namun laksanakanlah ancaman tersebut
agar anak merasa jera dan tidak mengulanginya lagi. Ini sangat
penting, sebagai bukti kesungguhan orang tua.
b. Hukuman harus bersifat mendidik. Jangan sampai anak malah
tersiksa atau terkuras tenaga dan perasaannya ketika menerima
konsekuensi hukuman dari orang tua Karenanya, tinggalkan
hukuman seperti menampar anak, memukul anak. Dalam
menghukum tersebut jangan berlandaskan emosi, melainkan
rasa sayang. Intonasinya boleh keras dan tegas, asal tidak
kasar dan melukai hati.
c. Seperti pemberian hadiah, maka dalam pemberian hukuman
pun harus ada evaluasi. Apakah cara menghukum yang orang
tua terapkan itu sudah memberi efek baik?
d. Ketika anak berbuat salah dan emosi orang tua langsung
meluap, hindari dulu pemberian hukumannya. Kendalikan
amarah, jangan sampai hukuman yang orang tua jatuhkan itu
berlandaskan emosi belaka.

14

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

e. Hindari hukuman fisik dan psikis, semisal mengeluarkan katakata tak sepatutnya. Sebab jika bekas cubitan bisa kembali
normal, maka tidak dengan ingatan dan perasaan anak pada
kata-kata atau sikap orang tua yang menyakitkan.
f. Hukum anak dengan tegas. Jangan sampai karena anak nangis,
orang tua langsung menyerah dan membiarkan perlakuan
jeleknya. Hukuman sebaiknya menjadi alternatif terakhir,
bukan menjadi sebuah rutinitas tersendiri.
5.

Metode langsung
Pendidikan
langsung,
yaitu
dengan
cara
mempergunakan tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan
bahaya-bahayanya. Anak dijelaskan hal-hal yang bermanfaat
dan yang tidak, menuntut kepada amal-amal yang baik,
mendorong mereka
berbudi
pekerti
yang tinggi, dan
menghindari hal-hal yang tercela. Untuk cara ini, dapat
digunakan, motto, slogan, pepatah, dan
lain sebagainya.
Contohnya adalah “tidak boleh mengambil barang orang lain”
atau “kebersihan sebagian dari iman”.
Pada hakikatnya, pendekatan ini erat hubungannya
dengan nasihat-nasihat yang ditujukan kepada anak. Nasihat
menurut Rasyid Ridla, (tt: 404) adalah peringatan atas
kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa saja yang dapat
menyentuh hati dan membangkitkan untuk mengamalkannya.
Nasihat sebenarnya merupakan metode yang efektif dalam
memberikan arahan-arahan dan pembelajaran akhlak pada
anak. Akan tetapi, tidak semua orang tua mampu
menggunakan metode ini, karena karakter dan pembawaan orang
tua berbeda-beda. Terkadang, anak salah mengartikan nasihat
yang diberikan. Untuk itu, dibutuhkan kepiawaian dalam
memberi nasihat kepada anak. Contohnya adalah tidak
mengeraskan suara, dengan sedikit marah, dan lain-lain. Agar
nasihat ini dapat membekas pada diri anak, sebaiknya nasihat

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

15

Muhammad Fadlun

tersebut bersifat perumpamaan, diplomatis, bahkan jika perlu ada
sisipan humor.
Metode nasihat ini harus mengandung tiga unsur, yaitu
(1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus
dilakukan seseorang, misalnya tentang sopan santun, (2)
motivasi melakukan kebaikan, dan (3) peringatan tentang dosa,
bahaya, atau akibat yang akan muncul dari larangan bagi dirinya
sendiri dan orang lain.
Dari pernyataan tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa metode teladan adalah metode yang cukup tepat untuk
mendidik akhlak anak. Selain itu, sifat lembut orang tua juga
merupakan kunci sukses dalam mendidik anak, yang berarti juga
bahwa sebaiknya metode hukuman jangan diberlakukan terhadap
usia balita, karena hal itu akan membuat anak tertekan.
Dengan demikian, metode-metode tersebut di atas
semuanya memiliki kelemahan dan kelebihan. Untuk itu ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan sebuah
metode agar tujuan pendidikan akhlak bisa tercapai secara efektif
dan efisien, yakni: (a) watak dan karakter masing-masing anak,
(b) kebiasaan-kebiasaan yang ada pada anak, (c) berbagai
kesukaan dan ketidak sukaan anak, (d) pergaulan anak, (e) aya
pikir dan daya ingat anak, dan (f) aktu yang tepat untuk
melakukan pendidikan akhlak. (Muhammad, 2006: 511). Dengan
memperhatikan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan dapat
membantu para orang tua dalam memilih sebuah metode yang
cocok bagi anak-anak balitanya.
C. Kesimpulan
Dari uraian tersebut di muka, akhirnya dapat disimpulkan bahwa
dalam melakukan pendidikan akhlak terhadap anak balita diperlukan
pemahaman yang dalam terhadap karakter anak agar dapat memilih
metode pendidikan akhlak yang tepat. Adapun metode yang dapat dipilih
untuk melakukan pendidikan akhlak antara lain: metode teladan, metode

16

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Balita

kisah, metode reward, metode punishment dan metode langsung. Dalam
menggunakan metode-metode tersebut, orang tua harus lebih bijaksana
dan memiliki kesabaran yang tinggi sehingga akhlak mulia dapat
tertanam dalam diri anak secara halus dan meyakinkan.

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016

17

Muhammad Fadlun

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali. Ihya’ Ulumuddin Juz III. Libanon: Dar al-kutub al-Ilmiyah,
Beirut, tt.
Amin, Ahmad. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1972.
__________. Selamatkan Kelurgamu dari Neraka. Yogyakarta: Izzan
Pustaka, tt.
Athiyah, M. al-Abrasyi. Al-Tarbiyah al Islamiyyah wa Falasifatuha. Beirut:
Dar Al Fikr, 1969.
Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta:
Bulan Bintang, 1995.
Djatnika, Rachmat. Sistem Etika Islam. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1996.
Hamruni. Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga, 2008.
Kasiran, Moh. Psikologi Anak. Yogyakarta: UII Press, 1983.
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologis,
Filsafat dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2004.
Muhyidin, Muhammad. Mendidik Anak Soleh dan Solehah Sejak dalam
Kandungan sampai Remaja. Yogyakarta: DIVA Press, 2006.
Nashih, Abdullah Ulwan. Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka
Amani, 1999.
Quthb, Sayd. Tafsir fi Dzilalil Qur’an. Jakarta: Penerbit Nasional, 2001.
Saleh, Abdurrahman. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an.
Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Syaibany, Oemar Muhammad at Toumy. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:
Bulan Bintang, 1978.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2001.
Rasyid Ridla. Tt. Tafsir al-Manar. II. Maktabah al-Qahirah.

18

Jurnal Kependidikan, Vol. IV No. 1 Mei 2016