PERANAN GURU DALAM MEMBENTUK SOSIO EMOSI

1
PERANAN GURU DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI DAN SOSIO
EMOSI ANAK PADA PERINGKAT PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Oleh : Junaidi
Kuala Lumpur 22 Juli 2012
PERANAN GURU PAUD SECARA UMUM
Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar yang mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada muridnya, tetapi juga berperan sebagaimana layaknya
orang tua yang memberikan kasih sayang dan perlindungan kepada anakanya
dengan tulus, karena guru adalah orang tua di sekolah. Sebagaimana orang tua,
maka guru hendaklah memperlakukan anak muridnya dengan kasih sayang dan
penuh kesabaran. Kita masih ingat dengan kisah Luqman yang Allah abadikan
dalam surat Al-Luqman. Dengan lemah lembut Luqman berpesan kepada
anaknya “Wahai ananda/ Ya bunayya (kata seru yang halus, penuh kasih
sayang) janganlah engkau menyukutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan
Allah merupakan dosa yang amat besar” (QS. Luqman 13). Dalam kisah tersebut
Luqman memberikan pengajaran kepada anaknya yang juga merupakan
pengajaran buat kita semua sebagai pendidik, untuk meletakkan tauhid sebagai
dasar hidup yang perlu kita ajarkan dengan lemah lembut.
Peranan guru sebagai ibu di sekolah merupakan bentuk dukungan dan
penguatan terhadap pembentukan konsep diri yang selama ini terinternalisasi

melalui interaksi dengan lingkungan keluarga terutama kedua orang tuanya.
Keberhasilan beradaptasi dengan lingkungan baru di sekolah akan lebih
menguatkan lagi konsep diri positif anak. Dengan konsep diri positif anak akan
membentuk gambaran diri yang baik (positive self image) yang selanjutnya akan
membentuk penghargaan diri yang positif juga (positive self esteem). Anak-anak
dengan penghargaan diri positif akan memaksimalkan perkembangan sosioemosi yang lebih baik, sehingga anak-anak akan mempunyai banyak teman,
dapat bekerja sama dalam kelompok, dapat memahami perasaan sendiri dan
juga perasaan orang lain, menghargai dan menerima perbedaan serta dapat
mengontrol perasaannya.

2
Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan peranan guru, yaitu
persepsi dan kebudayaan. Persepsi secara sederhana adalah merupakan cara
kita memandang atau bagaimana kita menginterpretasikan apa yang ada
disekeliling kita. Persepsi guru terhadap anak akan sangat mempengaruhi
bagaimana guru akan berperan nantinya. Contohnya guru yang menganggap
anak-anak adalah makhluk yang lemah, tidak mampu, dan tidak tahu apa-apa,
maka guru akan berperan sebagai orang yang serba tahu, dan pengetahuannya
itu akan diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat mengetahui apa yang
tidak diketahui. Dalam hal ini anak-anak menjadi objek dari pembelajaran yang

menerima pengetahuan dari guru, sehingga anak akan menjadi pasif.
Manakala guru yang menganggap anak-anak adalah sebagai makhluk yang kuat
(powerful), energik, unik, dan penuh dengan kejutan. Maka guru akan
menempatkan dirinya sebagai mitra, pengamat, pembimbing, pengarah, dan
juga pendukung. Anak-anak akan menjadi subjek juga sebagai objek bagi
pembelajaran. Anak-anak akan menentukan pembelajaran sesuai dengan
minatnya, guru sekedar mengamati dan mendorong pada saat anak-anak
kehilangan minatnya. Sehingga rasa penasaran, minat dan semangat belajarnya
akan terus bergelora, tidak hanya di waktu sekolah, bahkan waktu-waktu yang
sulit terbayangkan seperti ketika dalam angkot. Anak akan belajar dengan
berkomunikasi dangan supir atau penumpang lain, berdebat dengan penumpang
yang merokok karena anak tidak setuju dengan perilaku merokok. Di rumah ikut
membantu menyiapkan makanan dengan menyediakan air untuk mencucui
tangan, berdiskusi dengan ibu pada saat menentukan menu makanan dan
lainnya, adalah indikasi anak-anak mempunyai semangat belajar yang tinggi
umtuk megeksplorasi hidupnya. Karena belajar bagi anak-anak adalah hidup
yang sesungguhnya, artinya tingkah laku sehari-hari yang merupakan
pengalamannya setiap saat itulah sesungguhnya yang dinamakan belajar.
Budaya, juga tidak kalah penting dalam membentuk perenan guru terhadap
murid. Seharusnya seorang guru bisa mengapresiasi budaya setempat menjadi

ikon yang bisa dibanggakan dan tidak memisahkan budaya dengan pendidikan,

3
karena budaya merupakan ketidak sadaran koletktif yang secara turuntemurun diwariskan, berupa norma atau adat-istiadat yang tertanam
kedalam ketidak sadaran yang diyakini dan diamalkan. Ada beberapa contoh
budaya yang justru menghambat pendidikan, seperti lebih mengutamakan emas
daripada mengeluarkan biaya untuk pendidikan, memilih pergi ke dato (dukun)
untuk berobat daripada ke dokter, oleh karena itu peranan pendidikan adalah
mengganti budaya yang tidak baik menjadi budaya yang baik dan
bermartabat. Dalam konteks pendidikan anak usia dini kehadiran budaya
menjadi daya tarik sendiri, yang merupakan kekayaan tak ternilai dari suatu
peradaban yang tinggi. Contohnya budaya Dalihan Na Tolu, yang menunjukkan
nilai-nilai kekeluargaan mampu membendung budaya asing yang lebih
mengutamakan nilai-nilai individu.
PERANAN GURU DI SEKOLAH PADA PERINGKAT PENDIDIKAN ANAK USIA
DINI
Ada banyak model pendidikan anak usia dini yang bisa dijadikan contoh, seperti
Montessori, Head Star, High/Scope, yang pengaruhnya telah mendunia. Tetapi
melihat konteks budaya dan kearifan lokal kita lebih mendekat kepada model
pendidikan anak usia dini Reggio Emilia. Suatu model pendidikan berasal dari

sebuah nama kota di Italia. Apa yang menarik dari model pendidikan ini adalah
sebuah kota yang mendedikasikan menjadi sebua ikon pendidikan anak usia
dini, budaya, masyarakat, walikota, politikus, dan para wartawan terlibat dalam
memberikan warna pada pendidikan anak usia dini. Sehingga sampai saat ini
menjadi sebuah model yang menarik dan sudah diterima diperbagai belahan
dunia. Kemudian model Reggio Emilia diracik kembali menjadi ramuan tersendiri
berbasis kearifan budaya lokal. Peranan guru tidak hanya dilihat pada saat di
sekolah, tetapi juga tidak kalah pentingnya adalah peranan guru setelah jam
pelajaran sekolah. Apa yang dipikirkan, apa yang dikerjakan, dan apa yang telah
dipersiapkan guru diluar jam sekolah merupakan bentuk tanggungjawab dan
keikhlasan guru dalam mengajar.

4
Mendengarkan
Mendengarkan adalah diantara peranan paling penting dalam komunikasi dalam
membangun sebuah kepercayaan, yang justru selama ini terabaikan oleh sistem
pendidikan kita. Bahkan mendengarkan menjadi peranan paling sukar untuk
dilakukan. Padahal anak-anak mempunyai kebutuhan agar perkataan mereka
didengarkan, anak-anak juga hanya berbicara kepada orang yang mempunyai
kedekatan emosi kepada mereka. Dengan mendengarkan, seorang guru berarti

telah memupuk kemampuan berbahasa anak, menumbuhkan rasa percaya diri,
menanamkan konsep diri, dan melatih untuk kritis dan berani. Apa yang
didengarkan bukanlah bahasa verbal saja, tetapi juga meliputi bahasa tubuh,
tulisan, coretan, karya seni, perilaku dan sebagainya, karena sesungguhnya
anak-anak kaya akan bahasa (Edward. C., Gandini.L.,Forman.G, 1998)
Pengamat, peneliti dan pembelajar
Dengan mengamati, meneliti, berarti guru juga pembelajar dan taraf

belajar

yang paling tinggi yang membedakan mutu belajar seseorang adalah mengamati
dan meneliti. Keberhasilan guru dalam mendidik banyak dipengaruhi oleh analisa
guru terhadap individu sebagai murid. Kita percaya bahwa semua murid adalah
unik yang mempunyai kelebihan masing-masing, tetapi tidak semua guru mampu
menggali dan menemukan emas dalam diri murid yang tersembunyi di dalam
batu gunung. Untuk menggali emas itu guru harus menjadi ahli geologi dan ahli
pahat sehingga mampu mengeluarkan emas yang tersembunyi. Emas itu adalah
potensi dan bakat anak, dan untuk menemukan itu guru harus menjadi
pengamat, peneliti, dan pembelajar. Hal inilah yang diterapkan oleh bapak
penidikan Muhammad Safii’ dengan slogannya yang terknal dalam bahasa

minang “alam takambang jadi guru”.
Memberi motivasi dan berbagi dalam belajar
Guru berperan sebagai motivator yang membangkitkan minat dan motivasi
belajar anak. Ketika minat dan motivasi itu telah ada maka peranan guru seperti

5
yang dicanangkan oleh bapak pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro. Guru
memberi dorongan dari belakang, berempati ketika bersama menjadi bagian dari
anak-anak, dan di depan sebagai tauladan. Sehingga guru terkadang berada di
dalam dan terlibat langsung dengan kumpulan anak-anak yang sedang asik
berdiskusi, guru pun seakan-akan berperan sebagai peserta dalam diskusi
tersebut. Guru terkadang berperan sebagai pengamat yang hanya melihat dan
mengamati sekelompok anak-anak yang sedang membuat proyek. Guru juga
berperan membuat ide dan masukan pada anak-anak yang merupakan idola dan
panuatan anak-anak.
Mediasi dan perantara mencapai tujuan
Peranan penting lain adalah menjadi mediasai atau perantara, peranan ini sama
seperti membantu seorang anak mencapai tahapan tertentu. Biasanya
perkembangan anak dari satu titik A menuju titik B, kemudian keberhasilan pada
titik B akan mengantarkan anak pada titik yang lain yaitu titik C. Nah pada saat

anak hampir mencapai titik C biasanya anak akan mengalami kesulitan, pada
saat

itulah

guru

berperan

sebagai

mediasai

dalam

mencapai

tujuan

perkembangan selanjutnya. Contohnya pada level A anak mampu membuat

coretan yang tidak menentu, kemudian pada level B anak mampu membuat
garisan yang panjang, nah pada saat akan mencapai level C dengan membuat
bulatan anak membutuhkan bantuan dengan guru boleh memberikan tomat, atau
jeruk sebagai panduan dalam membuat lingkaran. Guru juga berperan dalam
menejemen konflik antara satu murid dengan murid lainnya. Biasanya ada saja
anak yang konflik dengan temannya, pada saat konflik dalam tahap aman maka
guru hanya mengamati dan mengawasi, hal ini sebagai latihan konflik, karena
manajemen konflik adalah keahlian yang harus dimiliki setiap anak dalam hidup.
Nah manakalah konflik mulai mengarah pada sesuatu yang membahayakan guru
harus memdiasi konflik dengan adil.

6
Membuat dokumentasi
Membuat dokumentasi dengan catatan, gambar, koleksi proyek hasil karya anak
adalah bentuk sederhana dalam mengamati perkembangan anak. Peranan ini
memang cukup mudah untuk dilakukan bahkan banyak guru yang menyukai
peranan ini. Namun ada yang terlupakan yaitu bagaimana kita menjadikan hasil
dokumentasi sebagai bahan dalam mempelajari anak untuk meningkatkan
perkembangan anak. Contohnya catatan harian, foto-foto kegiatan, coretan,
lukisan, hasil karya anak lainnya dijadikan bahan diskusi sesama guru, orang

tua, psikolog, seniman, dokter, perawat dan lainnya. Dengan demikian peranan
guru menjadi pembelajar sejati. Kemudian dokumentasi itu dipublikasikan di
dinding-dinding sekolah, buku, majalah, Koran sehingga kesannya dapat
dirasakan oleh masyarakat banyak.
Melibatkan orang tua dan masyarakat
Budaya kita dikenal dengan budaya yang santun dan bermasyarakat, maka
melibatkan orang tua dan masyarakat dalam proses belajar mengajar adalah
menjadi sangat menarik, yang perlu dikembangkan. Penglibatan orang tua wali
murid bukan hanya pada saat wisuda atau rapat-rapat tertentu yang berkaitan
dengan murid, tetapi juga dalam kegiatan harian, orang tua bisa terlibat sebagai
kontributor dalam pendidikan. Sebagai contoh pada hari-hari besar anak-anak,
guru, dan orang tua merayakan secara bersama dan semuanya terlibat baik
dalam perencanaan maupun pada saat kegiatan berlangsung. Atau pada hujung
minggu anak-anak, guru dan orang tua mengundang koki, kemudian mereka
masak bersama. Atau murid dan guru belajar langsung pada seorang peternak
bebek ketika mereka ingin mempelajari tentang hewan ternak. Dalam seminggu
sekali guru juga menjadwalkan kunjungan kepada orang tua wali murid, untuk
sekedar bersilaturahim atau mengetahui keadaan keluarga murid.

7

Melibatkan politikus, wartawan, pejabat publik, dan tokoh masyarakat
Terakhir peranan guru yang perlu diasah adalah membangun hubungan kepada
orang-orang yang signifikan memberi pengaruh kepada masyarakat banyak,
seperti para politikus, wartawan, pejabat publik, dan tokoh masyarakat. Hal ini
bukan untuk ikut berpolitik secara praktis, tetapi lebih kepada bagaimana kita
memanfaatkan pengaruh mereka untuk kepentingan pendidikan yang sedang
kita bangun. Seorang guru juga harus rajin membuat opini melalui tulisan atau
artikel, memanfaatkan internet dan media masa. Memabangun hubungan baik
dengan pejabat publik, pemimpin adat, dan orang-orang yang berpengaruh
lainnya.
PEMBENTUKAN KONSEP DIRI
Kata pembentukan meunjukkan pada suatu proses dimana ada tahapan-tahapan
yang perlu dilalui untuk mencapai sebuah konsep yang utuh. Konsep diri adalah
bagaimana kita memandang diri sendiri ataupun cara kita memandang dan
menilai diri sendiri. Guru mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep
diri anak, oleh karena itu guru hendaklah berhati-hati dalam bersikap, bertingkah
laku, dan berkata-kata. Figur guru akan menjadi panutan dan model bagi anakanak, seluruh perkataan dan tingkah laku guru akan ditiru oleh anak-anak baik
secara sadar maupun tidak sadar.
Perkataan guru akan membentuk konsep diri anak. Contoh anak yang berbuat
nakal dengan memukul temannya sampai menangis, guru tidak boleh langsung

menghakimi dengan mengatakan “dasar kamu anak nakal” karena perkataan itu
secara tidak disadari akan terinternalisasi menjadi konsep dirinya, tetapi guru
perlu menyikapi dengan bijak dan mengatakan bahwa sebenarnya dia anak baik,
cuman dia hilaf dan lupa, maka anak yang memukul perlu dibujuk untuk meminta
maaf, dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Dengan demikian anak
akan belajar untuk bertanggungjawab, dan anak yang memaafkan belajar untuk
menjadi pemaaf, di sinilah peran penting guru dan inilah yang namanya
pembelajaran sebenar. Manajemen konflik adalah salah satu kemahiran yang

8
harus dimiliki individu untuk mempertahankan hidup, maka peranan guru adalah
membantu menyelesaikan konflik dengan tidak terlalu jauh intervensi, selagi
maslah dalam batasan yang wajar.
Contoh lain adalah Rasulullah merupakan orang yang paling penyayang anakanak. Beliau pernah menggendong anak kecil, yang merupakan anak
sahabatnya. Rasulullah menggendong anak itu, kemudian memeluk dan
mencium. Tak lama kemudian anak itu pun buang air kecil dan mengenai
pakaian Rasulullah. Melihat pakaian Raulullah basah maka dengan spontan
ayahnya merebut anak tersebut dari gendongan Rasulullah dengan agak kasar
hingga menyebabkan anak itu menangis. Seketika itu rasulullah bersabda, Air
kencing anakmu dengan mudah dapat saya hilangkan dengan mencucinya,
tetapi perlakuan kasarmu atas anakmu tadi terus membekas diingatannya dan
sukar dihilangkan. Bahkan peristiwa itu bisa menyebabkan trauma pada anak,
oleh karena itu kita sebagai guru dan orang tua hendaknya memperlakukan anak
dengan kasih sayang.
Pengertian konsep diri berdasarkan terminologi barat mengandung nilai
subjektivitas yang sangat tinggi. Karena konsep diri anak sangat bergantung
kepada kondisi lingkungan dan orang-orang disekitarnya terutama kedua orang
tuanya. Ketika orang-orang disekitarnya memandang negatif, mengucilkannya
atau bahkan cenderung tidak menerimanya, maka kemudian yang terjadi adalah
pembentukan konsep diri negatif. Anak menjadi benci terhadap dirinya sendiri,
hal ini ditandai dengan perilaku memberontak, murung, dan tidak suka
bersosialisasi. Demikian juga sebaliknya penerimaan tanpa syarat dan sentuhan
kasih sayang yang diterima seorang anak dari orang-orang sekitarnya akan
membentuk konsep diri yang positif. Anak akan mencintai dirinya, merasa
nyaman dan perecaya diri. Sehingga perilaku anak akan selalu energik, ceria,
mudah bergaul dan banyak teman. Oleh karena itu konsep diri dalam terminologi
barat menjadi sangat subjektif dan apa adanya.

9
Berbeda dengan Psikologi Islam melihat konsep diri sebagai sesuatu yang ideal
dan holistik, lebih kepada bagaimana seharusnya dan bukan apa adanya.
Pembentukan konsep diri seorang anak harus dimulai dari konsep dasar yang
menjadi pondasi bagi pembentukan konsep diri yang ideal. Peranan seorang
guru harus memupuk, mendorong, dan memastikan

tumbuh kembangnya

konsep dasar berupa keyakinan (al-iman) yang harus dimiliki seorang anak.
Setelah konsep dasar ini tumbuh dengan baik maka guru memulai membentuk
konsep kedua yang merupakan penyokong ataupun penyanggah konsep dasar.
Penyokong inilah yang akan tampil dipermukaan sebagai aksi yang merupakan
tingkah laku sebagai representasi dari sebuah keyakinan. Setelah konsep kedua
dapat tumbuh secara proporsional maka selanjutnya yang perlu dibentuk adalah
konsep ketiga yang merupakan penaungan, seperti payung yang dapat
menaungi konsep pertama dan kedua dari lebatnya hujan dan panas matahari.
Penaungan ini merupakan sikap yang terbentuk atas dasar keyakinan dan
sebuah aksi.
Baiklah untuk lebih menyederhanakan logika berfikir di atas ada baiknya
pembentukan konsep diri dapat diilustrasikan dengan menanam sebuah pohon.
Sebagaimana firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 24- 25:
“Tidak kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik yakni kalimat tauhid, kalimah syahadat serta segala ucapan
yang menyeru kepada kebajikan dan meninggalkan kemungkaran, seperti pohon
yang baik, yang kokoh, akarnya menghujam kedalam bumi, cabangnya
menjulang ke langit. Pohon itu menghasilkan buah pada setiap waktu dengan
seizin Tuhannya Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka
selalu ingat”.
Hal pertama yang perlu diperhatikan ketika hendak menanam sebuah pohon
adalah bibit ataupun benih. Bibit atau benih yang akan ditanam haruslah yang
berkualitas baik dan unggul. Kualitas bibit atau benih dalam diri seorang anak

10
berarti bakat yang merupakan pembawaan yang diturunkan, maka seorang guru
dalam mengetahui kualitas anak, tidak cukup meneliti anak, tetapi juga harus
meneliti kedua orang tua nenek dan moyangnya. Selanjutnya pohon yang
sempurna adalah pohon yang memiliki tiga struktur yang baik, sebagaimana QS
Ibrahim ayat 24-25:
Pertama, pohon yang sempurna adalah pohon yang memiliki akar yang
menghujam ke dalam bumi, tidak terinfeksi jamur dan virus. Tugas utama dari
akar adalah menyerap nutrisi sebagai sumber makanan dan memastikan batang,
dahan, ranting, dan daun tetap kokoh di atas permukaan bumi. Akar yang kokoh
akan dapat mempertahankan diri dari goncangan angin yang besar, sehingga
semakin akar menghujam ke dalam bumi, batang dan daunnya terus menjulang
ke langit menyergap sinar matahari sebagai energi untuk mengelolah atau
memasak sumber makanan. Sebaliknya pohon dengan akar yang rapuh, akan
dengan mudah roboh sendirinya walau tanpa ditiup angin sama sekali.
Ilustrasi fungsi akar pada pohon dalam pembentukan konsep diri anak adalah
seperti menumbuhkan sebuah keyakinan atau keimanan dalam diri seorang
anak. Keyakinan perlu diajarkan kepada anak-anak sebagai dasar dalam
membangun konsep diri. Dengan keyakinan yang kokoh maka anak akan
mempunyai konsep diri yang ideal, mempunyai pendirian, dan tidak terombangambing oleh pengaruh negatif yang berasal dari lingkungan. Keyakinan yang
harus ditanamkan pertama kali dalam diri anak adalah tentang keimanan kepada
Allah S.W.T. Mengenalkan Allah kepada anak-anak sejak dini adalah salah satu
peranan penting guru yang harus diperhatikan. Abdullah Nashih Ulwan (1992)
mengutamakan mengenalkan Allah sejak dini dengan mengenalkan kalimat Laa
ilaha illallah kepada anak-anak. Sebagaimana Rasulullah saw. memerintahkan
kepada para pendidik untuk mengajarkan kepada anak-anak mereka kalimat
"Laa ilaha illallah" (Tidak ada Tuhan selain Allah).

11
Diriwayatkan oleh Al-Hakim dari Ibnu Abbas r.a., dari Nabi saw., bawa beliau
berkata: "Awalilah bayi-bayimu itu dengan kata-kata "Laa ilaaha illallah."
ini dari segi teori. Adapun dari segi prakteknya ialah dengan mempersiapkan dan
membiasakan anak untuk mengimani di lubuk hatinya bahwa tidak ada pencipta
kecuali Allah S.W.T. Hal ini dilakukan melalui fenomena alam yang dapat dilihat
langsung oleh anak, seperti bunga, langit, bumi, laut, manusia, dan lain
sebagainya, agar akal dan pikirannya terkesan kuat bahwa pencipta semua
makhluk tersebut hanya Allah swt. Semua ada karena diciptakan oleh Allah. Cara
lain juga bisa menggunakan nyanyian dan film animasi kartun yang memang
disukai anak-anak.
Dengan cara ini kemungkinan besar seorang pendidik akan dapat mengantarkan
anak untuk mengimani Allah, Pencipta Yang Maha Esa, melalui perenungan dan
pemikiran tentang penciptaan langit dan bumi, dimulai dari hal-hal yang inderawi
hingga ke hal yang bersifat rasional. dari yang bersifat juz,i (parsial) kepada hal
yang bersifat kulli (universal), dari skala yang kecil sampai kepada skala yang
luas. Sehingga, secara intuitif dan rasional, anak akan merasa puas dalam
mengimani Allah dengan alasan dan dalil yang kuat.
Mengenalkan Allah kepada anak-anak bisa juga dengan cara mengenalkan diri
sendiri, seperti mengenali anggota badan dan fungsinya masing-masing.
Memahami dan mencintai diri sendiri dengan tujuan untuk mengenali Allah
dengan sifat-sifatnya adalah cara yang mudah agar anak mempunyai konsep diri
ideal dengan sifat-sifat yang mulia. Sebagaimana Al-Ghazali (450-505 / 10581111 M) dalam bukunya Al-Ihya’ mengatakan bahwa “Man A’rofa Nafsahu Faqod
A’rofa Robbahu”

barang siapa mengetahui dirinya maka akan mengetahui

Robbnya yang menciptakannya. Karena di dalam diri manusia tersimpan
keunikan dan keistimewaan yang menggambarkan betapa besarnya keagungan
dan kekuasaan Allah S.W.T.
Dengan keyakinan anak mempunyai modal yang kuat untuk bertingkah laku
yang baik tanpa ragu-ragu dan menjadi orang yang mempunyai sikap atau

12
karakter. Keyakinanlah yang mampu menjadikan anak yang pada awalnya tidak
bisa apa-apa, menjadi anak yang tumbuh kembang dengan berbagai potensi dan
talentanya, energik dan penuh dengan rasa keingintahuan. Dari belajar
menggerakkan tangan dan kaki, belajar telungkup sendiri, belajar duduk,
merangkak, berjalan dengan tertatih-tatih, hingga berlalari. Berkali-kali anak
terjatuh, tapi selama itu juga anak bangkit kembali dan terus mencoba hingga
akhirnya anak bisa berjalan dan berlalari. Itu karena anak yakin akan dirinya
bahwa ia akan mampu berjalan dan berlalri. Tanpa mengenal lelah dan rasa
putus asa akhirnya apa yang ia inginkian berhasil. Satu tahap dari tugas
perkembangan telah dilaluinya, dan apa yang luar biasa adalah anak tidak
berhenti sampai disitu ia terus mengasah kemampuannya tahap demi tahap
secara perlahan namun pasti yang lambat laun tumbuh menjadi seorang anak
yang penuh dengan gairah, energik, sehingga kadang orang tua dan guru
menjadi kewalahan untuk mengasuhnya.
Ada tiga prinsip keyakinan yang perlu ditanamkan kepada anak. Pertama
menanamkan prinsip keyakinan kepada Allah; kedua, menanamkan prinsip
keyakinan kepada diri sendiri dan sesama manusia; dan ketiga menamakan
prinsip keyakinan kepada alam.
Kedua, setelah benih mulai tumbuh akar, yang muncul kemudian adalah
batangnya. Batang berfungsi sebagai perantara untuk menyalurkan nutrisi atau
sumbermakanan dari akar menuju dapur yaitu daun untuk diproses. Batang
dalam konsep diri berfungsi sebagai diri yang merupakan perantara antara akar
pada bagian bawah dan daun pada bagian atas. Diri harus mempunyai aksi
dalam bentuk tingkah laku yang tampak atau nyata. Tingkah laku yang dibangun
dalam kehidupan sehari-hari harus berlandaskan dengan keyakinan, sehingga
tingkah laku itu menjadi kuat dan menyenangkan. Anak akan melakukan sesuatu
dengan senang karena dia yakin bahwa tingkahlaku itu adalah benar yang akan
mengantarkannya kepada suatu keberhasilan.

13
Tingkah laku adalah penampakan dari suatu keyakinan, maka untuk mencapai
tahapan diri yang ideal tingkahlaku harus representasi dari keyakinan. Sebagai
contoh, guru atau orang tua tidak cukup hanya sekedar melarang dengan
menakuti. “Awas gelas ini jangan dipegang ya masih panas”, “jangan main
piasau ya… nanti tangannya terluka”, “ jangan main api ya,.. nanti tangangannya
terbakar”. Semakin kita melarang akan semakin timbul rasa penasaran anak,
sampai pada satu tahap anak tetap mencobanya. Kemudian yang terjadi adalah
betul saja karena anak main pisau maka tangannya terluka dan berdarah. Ketika
anak main pisau dan tangannya terluka, ini adalah momen penting untuk
menanamkan sebuah keyakinan bahwa bermain pisau kalau tidak hati-hati maka
akan melukai.
Hal yang terpenting lagi adalah sikap kita sebagai orang dewasa. Bagaimana
sikap kita setelah peristiwa itu? Apakah akan marah, mencubit, mengobati,
memeluk, cemas, tenang dan sebagainya. Kalau kita marah, cemas, mencubit
dan tidak memberikan penjelasan maka anak tidak akan belajar dari peristiwa
tersebut, dan anak-anak akan cenderung tidak bertanggung jawab. Tetapi kalau
sikap kita tetap kalem, mengambil tindakan yang tepat dengan memeluknya
kemudian mengobatinya, setelah anak tenang (tidak menangis) maka perlu
menjelasakan bahwa kalau main pisau dan tidak hati-hati maka akan terluka.
Dengan sikap demikian maka anak akan belajar dari peristiwa tersebut dan akan
cenderung bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. InsyaAllah secara
perlahan akan tertanam keyakinan dan rasa percaya kepada kita sebagai orang
dewasa. Pada kesempatan yang akan datang anak akan percaya dan taat
kepada ucapan kita bukan karena takut kepada kita sebagai figur yang punya
otoritas, tetapi lebih kepada karena anak mengetahui konsekwensi yang harus
diterima apabila anak tidak mendengar apa yang kita ucapkan.
Mengajarkan tingkahlakau berfungsi untuk membiasakan sesuatu yang baik,
sehingga yang baik menjadi kekal dan yang tidak baik menjadi hilang. Guru perlu
tindakan yang konsisten dalam setiap tingkahlaku dan arahannya, karena
dengan kekonsistenan anak-anak akan mudah belajar dan memahami,

14
selanjutnya anak-anak tumbuh dengan akhlak yang baik dan bertanggung jawab.
Ada tiga prisnsip yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini dalam
bertingkah laku yang merupakan aksi nyata dari bekerja. Pertama, prinsip kerja
keras; kedua prinsip kerja cerdas; dan ketiga prinsip kerja ikhlas. Sebelum tiga
hal ini diajarkan kepada anak guru harus terlebih dahulu mempraktekkan terlebih
dahulu ketiga prinsip tersebut.
Kerja keras adalah suatu prinsip untuk memperoleh sesuatu dengan penuh
kesungguhan dan

azam yan kuat. Prinsip ini menjadikan anak akan terus

berusaha dan berjuang agar memperoleh apa yang diinginkannya. Prinsip kerja
keras juga mengajarkan kepada kita untuk berusaha sesuai dengan hasil yang
kita peroleh. Contohnya untuk memperoleh nilai A kita harus berusaha sebesar A
juga. Untuk memperoleh uang 2 juta dalam setiap bulan kita harus
mengeluarkan usaha sebesar 2 juta juga. Atau dalam kata lain untuk
memperoleh hasil 100 kg kita harus mengeluarkan energi sebesar 100 kg juga.
Prinsip ini mengajarkan kepada kita pada keseimbangan, seperti timbangan
tradisional untuk menimbang gula 1 kg menggunakan pembanding 1 kg juga.
Berbeda dengan prisnsip kerja cerdas, dengan kerja cerdas kita akan
memperoleh hasil yang lebih banyak berbanding dengan usaha yang kita
keluarkan. Seorang pekerja keras ia akan sungguh-sungguh memotong kayu
dengan gergaji dengan seluruh tenaganya agar dapat memotong kayu, tetapi
tidak memperhatikan gergaji yang digunakan apakah tajam atau tumpul.
Seorang pekerja cerdas ia akan memeriksa terlebih dahulu peralatan dan
perlengkapan sebelum ia memulai bekerja. Kalau ia akan memotong kayu maka
sebelumnya ia akan mengasah terlebih dahulu gergaji menjadi sangat tajam, dan
dengan gergaji yang tajam ia bisa menghemat energi yang dikeluarkan dengan
hasil kayupun bisa terpotong.
Prinsip kerja cerdas akan mengajarkan kepada kita untuk melakukan sesuatu
dengan memperhitungkan dampak dari apa yang kita kerjakan. Dengan kerja
cerdas kita akan mamapu mengangkat beban 2 x lipat bahkan lebih dari energi

15
yang kita keluarkan. Artinya dengan energi 1 kg kita bisa mengangkat 2 kg lebih
beban. Kalau diumpamakan sebuah timbangan pada hujung sebelah kiri ada 1
kg dan pada hujung kana ada 3 kg maka dengan sendirinya timbangan akan
berat kearah 3 kg beban, tetapi dengan prinsip kerja cerdas kita tidak perlu
menambah beban pada hujung sebelah kiri agar seimbang, yang kita perlukan
adalah menggeser titik tumpuannya mendekat kesebelah kanan dan yang terjadi
adalah timbangan menjadi seimbang.
Banyak hal yang kita lakukan kepada anak-anak yang sebenarnya tidak perlu,
sia-sia bahkan malah membatasi kreativitas anak-anak. Padahal apa yang kita
perlukan

hanyalah

mengamati,

mengobservasi,

mengajaknya

berdiskusi,

memberi masukan dan dorongan ketika anak-anak mendapat masalah. Terlalu
menyetir malah justru akan mengekang potensi anak menjadi tidak berkembang,
layu sebelum berkembang. Disinilah guru perlu kerja cerdas dan untuk kerja
cerdas harus mempunyai ilmu dan wawasan.
Prinsip yang ketiga adalah kerja ikhlas, kerja ikhlas adalah mengosongkan
energi negatif dalam diri kita sehingga kita mampu menyerap energi yang
bersumber dari Allah S.W.T, yang tergambar memalui 99 asmaul husnah. Contoh
dengan asma Allah Arrohman dan Arrohim kita mampu mempunyai rasa kasih
sayang kepada sesama makhluk. Penuh kasih sayang dalam mendidik adalah
ciri daripada rasa ikhlas seorang guru, sehingga guru akan jauh dari rasa
kecewa, prustasi, dan stres karena ulah muridnya. Tidak ada lagi keluhan
tentang si A yang nakal, selalu mengganggu temannya hingga menangis, tukang
bohong atau sikap melawannya pada guru. Karena semua itu merupakan latihan
dan ujian dalam meningkatkan mutu seorang guru.
Dengan ikhlas seorang guru menjadi sabar dan ikhlas juga akan memberikan
pengaruh positif kepada murid, sebagaimana gardu listrik yang menyalurkan
energi kepada rumah-rumah yang berfungsi untuk penerangan. Semakin besar
gardu listrik maka akan semakin besar dayanya dan akan semakin luas daerah
yang tercerahkan. Maka seorang guru yang mempunyai daya ikhlas yang besar

16
keihlasannyalah yang mampu merubah sisi gelap dari seorang murid menjadi
tercerahkan. Prinsip kerja ikhlas mengajarkan kepada kita untuk tidak selalu
terpaku pada hasilnya dan lebih menitik beratkan pada prosesnya, kerja ikhlas
mampu mengangkat beban beribu kali lipat dari energi yang kita keluarka, ibarat
timbangan maka kita adalah titik tumpunya sedangkan berapa bebanpun bisa
diangkat dengan konsep keseimbangan.
Ketiga, daun, dan buah, daun adalah dapur tempat mengelolah makanan,
dengan makanan maka pohon akan tumbuh subur, kemudian pohon akan
menghasilkan buah yang manis. Buah sebagai hasil adalah sikap dalam konsep
diri, dengan keyakinan yang baik dan dengan ketiga prinsip kerja maka akan
menghasilkan sikap yang baik. Adapun sikap yang baik itu adalah: sikap positif;
sikap produktif; dan sikap kontributif. Dengan sikap positif maka dalam berbagai
keadaan sekalipun akan tetap tersenyum dan gembira, bahkan dalam keadaan
yang kurang menguntungkan akan tetap mempunyai sikap positif, karena ia
yakin bahwa sikap positif akan mengantarkan kepada kebahagiaan. Sebaliknya
sikap negatif akan mengantarkan kepada rasa keputus asaan dan kecemasan
yang terus-menerus.
Sikap produktif akan menjadikan kita lebih merdeka, karena kitalah yang
menentukan pilihan, dan dengan pilihan itu kita bisa berkreasi menciptakan
dunia kita sendiri. Sementara dengan sikap konsumtif kita hanya menjadi objek
bulan-bulanan, sasaran dan target dari paham matrealistik yang sama sekali
tidak dapat menghantarkan pada suatu kebahagiaan, kecuali sekedar penikmat
sementara yang menyengsarakan.
Sikap kontributif, artinya orang yang hidupnya sudah mencapai tahap
kesempurnaan sehingga mampu memberikan kontribusi kepada orang lain.
PERKEMBANGAN SOSIO EMOSI
Perkembangan sosio emosi adalah adalah satu perkembangan yang perlu
mendapat perhatian pada tahap pendidikan anak usia dini. Karena pada tahapan

17
ini anak mulai bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas lagi, kalau
sebelumnya hanya bersosialisasi dengan lingkungan keluarga dan tetanggga
maka ketika memasuki dunia sekolah anak-anak mulai bersosialisasi dengan
lingkungan sekolah, guru dan teman-teman sebaya. Kecerdasan sosio-emosi
yang baik akan menjadikan anak-anak senang bergaul, dapat mengontrol emosi,
menghargai pendapat orang lain, menerima perbedaan, menempatkan emosi
yang benar, tidak mudah merajuk, bahkan kejerdasan sosio-emosi diprediksi
mempengaruhi kesuksesan seseorang pada masa yang akan datang. Banyak
orang cerdas dan pandai mempunyai IQ yang tinggi, tetapi dalam dunia kerja
atau kesuksesan sering bekerja dengan orang yang IQnya biasa-biasa saja
tetapi mempunyai kecerdasan sosio-emosi yang tinggi.
Kecerdasan sosio-emosi sangat erat kaitannya dengan kesabaran, anak-anak
yang mempunyai kecerdasan sosio-emosi akan sabar dan mengalah dalam arti
untuk menjaga temannya agar tetap suka berteman dengannya, dengan
demikian anak-anak seperti ini akan lebih disukai oleh teman-temannya. Guru
perlu menanamkan dan melatih kecerdasan sosio-emosi, satu cara yang paling
efektif untuk menamkan kecerdasan sosio-emosi adalah dengan melatih anak
untuk mengekspresikan perasaannya, kemudian guru mencoba memahami dan
menghargai perasaan anak itu. Contohnya ketika anak sedang kesal, maka kita
perlu mengapresiasi kekesalannya denga mengatakan sedang kesal ya…
(dengan empati). Atau sedang capek, kita mengatakan capek ya… nak, anak
yang diapresiasi perasaannya akan merasa dihargai, dengan demikian anak
akan merasa nyaman untuk kemudian segera ceria kembali.
Anak-anak yang mempunyai kecerdasan emosi akan mampu bersabar menahan
untuk tidak menikmati keberhasilan sementara
kesuksesan yang lebih besar lagi.

demi keberhasilan dan

18

Rujukan
Abdullah Nashih Ulwan penerjemah Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim 1992
Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar PT Remaja
Rosdakarya, Bandung
Bredekamp, S. & Rosegrant, T. (Eds). (1992). Reaching Potentials: appropriate
Curriculum and Assessment for Young Children. V-1. Washington, DC.:
NAEYC.
Brewer, J. A. (1995). Introduction to Early Childhood Education: prekindergarten
toprimary grades. Allyn & Bacon New York
Cleveland, G., & Krashinsky, M. (1998). The benefits and costs of good
childcare:

The economic rationale for public investment in young

children.

University of Toronto. Toronto

Departeman Pendidikan Nasional (2004). Kurikulum 2004: Standar Kompetensi
Pendidikan Anak Usia Dini Taman Kanak-Kanak Dan Raudhatul
Athfal.Departeman Pendidikan Nasional, Jakarta
Departeman

Pendidikan

Nasional

(2007).

Kerangka

Dasar

Kurikulum

PAUD.Departeman Pendidikan Nasional, Jakarta
Hurlock, Elizabeth B., (1973) Adolescent Development. Mc Graw-Hill Kogakusha
Ltd, Tokyo
Martinis Yamin dan Jamilah Sabri Sanan (2010) Panduan Pendidikan Anak Usia
Dini PAUD. Gaung Persada Press, Jakarta
Mahmud Yunus (1957) Tafsir Qura’n Karim. Hidakarya Agung, Jakarta
Nusa Putra dan Ninin Dwilestari, (2012) Penelitian Kualitatif PAUD Pendidikan
Anak Usia Dini. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Partini (2010) Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Grafindo Litera Media,
Yogyakarta.
Piaget, J. (1970). The Science of Education and the Psychology of the Child. NY:
Grossman
Peterson (2000) Early Chilhood Education Program in the United States, South
Texas State University.