Materi teori belajar . docx

https://biologilestari.blogspot.co.id/2013/03/teori-teori-belajardan-pembelajaran.html
TEORI-TEORI BELAJAR
Dan PEMBELAJARAN

A.

Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi
bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar
tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan.
Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau pun merevisi
hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat
bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu
individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu
dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5
(Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa
teori merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang

saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji
kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata
cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa,
perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di
luar kelas.

B.

Teori-Teori Klasik

1.

Behavioristik

Teori Behavioristik merupakan teori dengan pandangan tetang belajar
adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus dan respon. Atau dengan kata lain belajar adalah perubahan yang

dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara
yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Hamzah Uno, 7:
2006). Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini adalah Thorndike,

Watson, Hull, Edwin Guthrie dan Skinner. Teori belajar Skinner akan
dijelaskan pada bagian yang khusus yaitu teori belajar proses.

a.

Thorndike

Menurut Thorndike (Hamzah Uno, 7:2006) belajar adalah proses interaksi
antara stimulu dan respon. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku bisa
berwujud sesuatu yang dapat diamati atau yang tidak dapat diamati
b.

Watson

Menurut Watson (Hamzah Uno,7:2006) belajar adalah proses interaksi
antara stimulus dan respon . Stimulus dan respon tersebut berbentuk tingkah

laku yang bisa diamati. dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya
sebagai faktor yang tidak perlu diketahui karena faktor-faktor tersebut tidak bisa
menjelaskan apakah proses belajar telah terjadi atau belum.
c.

Clark Hull

Hull berpendapat bahwa tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga
kelangsungan hidup. Oleh karena itu kebutuhan biologis dan pemuasan
kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull kebutuhan
dikonsepkan sebagai dorongan, stimulus hampir selalu dikaitan dengan
kebutuhan biologis.
d.

Edwin Guthrie

Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara
stimulus dan respon tertentu. Stimulus dan respon merupakan faktor kritis
dalam belajar. Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar

hubungan lebih langgeng. Suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi
kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai stimulus.
Guthrie mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam
proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat
akan mampu merubah kebiasaan seseorang. Contoh seorang anak perempuan
yang setiap kali pulang sekolah selalu mencampakkan baju dan topinya dilantai.
Ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya. Lalu kembali
keluar, dan masuk rumah kembali sambil mengantungkan baju dan topinya di
tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respon
menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki
rumah.

2.

Pengkondisian klasik

Teori-teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan
Pavlo pada awal tahun 1900 an. Untuk menghasilkan teori ini Ivan Pavlov
melakukan suatu eksperimen secara sistimatis dan saintifik, dengan tujuan
mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme.

Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Dia meletakkan secara
rutin bubur daging di depan mulut anjing . Anjing mengeluarkan air liur . air liur
yang dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan
dengan makanan. Pavlov juga menggunakan lonceng sebelum makanan
diberikan.
Berdasarkan hasil eksperimen pavlo diperoleh suatu kesimpulan bahwa
asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan ini merupakan tipe
pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori Pengkondisian
Klasik.
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme
belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock, 2010).
Dalam pengkondisian klasik stimulus netral (seperti melihat seseorang)
diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan
menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang sama.
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang
harus dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon
(ER), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR).
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam
eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon

yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen
Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya
menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemen
Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap
makanan. Conditioned Respon adalah respon yang dipelajari yang muncul
setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema
exsperimen Palvov berikut :
Sebelum Pengkondisian
US (makanan) >>>>>>>>>>>> UR (Keluar air liur)
CS (lonceng) >>>>> tak ada CR (air liur tidak keluar)

Selama Pengkondisian
CS(lonceng) + US (makanan)>>>>> UR (keluar air liur)
Setelah Pengkondisian
CS (lonceng) >>>>>>> CR (keluar air liur)
(M. Asrori, 2008)
Berdasarkan eksperimen yang dilakukan Pavlov diperoleh kesimpulan berkenan
dengan beberapa cara perubahan tingkah laku yang dapat digunakan dalam
proses pembelajaran (M. Asrori, 8:2008 dan Santrock, 270 : 2010) , yaitu :

a.

Generalization (generalisasi)

Generalization adalah pengaruh dari stimulus yang baru untuk menghasilkan
respon yang sama. Misalnya murid dimarahi karena ujian biologinya buruk.
Saat murid untuk ujian kimia dia juga akan menjadi gugup karena kedua
pelajaran tersebut saling berkaitan. Jadi murid menggeneralisasikan satu ujian
mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
b.

Discrimination (diskriminasi)

Descrimination dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon
stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya. Dalam kasus murid
yang mengikuti ujian di kelas, dia begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran
bahasa Indonesia atau sejarah karena kedua mata pelajaran tersebut jauh
berbeda dengan mata pelajaran kimia dan biologi
c.


Extinction (pelenyapan)

Suatu stimulus yang dikondisikan tidak diikuti dengan stimulus tidak
dikondisikan, lama kelamaan organisme tidak akan merespon. Ini berarti bahwa
respon secara bertahap terhapus. Murid yang gugup mengikuti ujian akan mulai
menempuh tes dengan lebih baik,dan kecemasannya mereda.
Teori pengembangan klasik ini sangat membantu untuk mamahami beberapa
aspek pembelajaran dengan lebih baik dan juga membantu memahami
kecemasan dan ketakutan pada murid dalam proses belajar dan pembelajaran .
3.

Gestalt

Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui
pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola,
ataupun kemiripan menjadi kesatuan.
Akhmad Sudrajat (Tersedia pada : http://belajarpsikologi.com/teori-belajargestalt/, 16 Maret 2011) menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam
proses pembelajaran antara lain :

a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang

penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsurunsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna
yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.
Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi
ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin
dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah
aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.
Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan

kehidupan peserta didik.
e.
Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam
situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi
konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian
menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan
terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
C.

Teori – Teori Belajar Proses

1.


Teori Skinner

Teori Skinner disebut juga dengan teori pengkondisian operan. Pelopor teori ini
adalah B.F. Skinner. Inti dari teori ini adalah dimana konsekunsi prilaku akan
menyebabkan perubahan dalam probabilitas prilaku itu akan terjadi (Santrock,
272:2010).
Konsekuensi – imbalan atau hukuman bersifat sementara pada prilaku
organisme. Contoh seorang siswa akan mengemas bukunya secara rapi jika dia
tahu bahwa dia akan diberikan hadiah oleh gurunya.

Menurut Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu :
penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan
penguatan negative, dan hukuman (punishment). (M. Asrori, 9 : 2008)
Penguatan positiv (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang
dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa yang
mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu
dengan harapan dapat hadiah lagi. Penguatan bisa berupa benda, penguatan
sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
Penguatan negativ (negative reinforcement) apa saja stimulus yang
menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak
mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah
laku. Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat
mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu
respon atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan
atau ditinggalkan. Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak
dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat.
Ada sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan
untuk pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10:2008),
yaitu :
a.

Pembentukan respon (Shaping Behaviour)

Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme
pada saat setiap kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai
atau belajar merespon sampai suatu saat tidak lagi menguatkan respon tersebut.
Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk melatih tingkah laku siswa
dalam proses pembelajaran agar secara bertahap mampu merespon stimulus
dengan baik . Contoh : apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi
siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak.
Jika sekelompok siswa mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat
menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih semangat lagi.
b.

Generalisasi,Diskriminasi dan Penghapusan

Generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan
sebelumnya akan dapat menghasilkan respon yang sama. Contoh : Seorang
siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu
mendapat pujian di depan kelas oleh gurunya ketia menyelesaikan PR tepat
waktu.
Diskriminasi adalah respon organisme terhadap sesuatu penguatan, tetapi
tidak terhadap penguatan yang lain. Contoh : seorang siswa mengerjakan PR
dengan tepat waktu Karena mendapat ujian dari gurunya pada mata pelajaran
IPA, tetapi tidak begitu halnya ketika mendapat pujian dari guru IPS. Respon ini
bias berbeda karena cara memberikan pujiannya sudah berbeda

Penghapusan adalah suatu respon terhapus secara bertahap apabila
penguatan atau ganjaran tidak diberikan lagi. Contoh : seorang siswa yang
mampu mengerjakan PR dengan tepat waktu tadi bisa secara bertahap menjadi
tidak tepat waktu karena gurunya tidak pernah lagi memberikan pujian sama
sekali.
c.

Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)

Skinner menyatakan bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat
mempengaruhi respon. Penguatan disini dibagi menjadi 2 yaitu penguatan
berkelanjutan (Continous Inforcement) dan penguatan berkala (Variabel
Reinforcement).
Penguatan berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada setiap saat
setiap kali organisme menghasilkan respon. Contoh : setiap kali siswa mampu
mengerjakan soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan berkala adalah penguatan yang diberikan dalam jangka waktu
tertentu. Penguatan berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio)
yang disebut penguatan nisbah dan berdasarkan interval waktu atau disebut
juga dengan penguatan waktu.
Penguatan nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila
penguatan diberikan setelah beberapa respon terjadi. Misalnya ada 10 kali
siswa memberikan respon baru diberikan 1 kali penguatan. Dan nisbah
berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa kali respon
muncul, tetapi kadarnya tidak tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada
siswa kadang kala setelah 10 kali respon kadang kala setelah 5 respon
Penguatan waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila
penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan. Misalnya memberikan
pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah 1 menit. Waktu berubah
adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan, tetapi
waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang muncul.
d.

Penguatan Positif

Penguatan posistif dilakukan dengan memberikan penguatan sesegera
mungkin setelah suatu tingkah laku muncul. Misalnya seorang siswa yang
dapat menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru segera
memberikan pujian.
e.

Penguatan Intermiten

Penguatan intermiten dilakukan dengan memberikan penguatan untuk
memelihara perubahan tingkah laku atau respon positif yang telah dicapai
seseorang. Dengan penguatan seperti ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri
individu . Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk membaca puisi di
depan kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu
membaca puisi di depan kelas. Maka guru memberikan pujian di depan teman-

temannya agar keberanian membaca puisi di depan kelas tersebut dapat
terpelihara.
f.

Penghapusan

Penghapusan dilakukan dengan cara tidak melakukan penguatan sama sekali
atau tidak mengirakan respon yang akan muncul pada seseorang. Misalnya
siswa yang berbicara lucu dengan maksud memancing teman-temannya
bergurau agar suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberikan sapaan oleh guru
bahkan guru tidak menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang bersangkutan
akan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya
sehingga dia tidak akan melakukannya lagi.
g.

Percontohan (modeling)

Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang dilakukan dengan
mencontoh tingkah laku orang lain. Contohnya : seorang siswa berusaha
berbicara dengan suara keras, tidak terges-gesa, sistematis, dan mudah
dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu menunjukkan prilaku seperti itu
pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menunjukkan
tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan dan tingkah laku yang dapat dicontoh
oleh siswa.
h.

Token Ekonomi

Adalah memberikan gambaran terhadap sesuatu yang memiliki nilai ekonomi
ketika seseorang telah mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang
positif sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya guru member hadiah buku
novel yang bagus kepada seorang siswa

2.

Teori Gagne

Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, Beliau mendapatkan gelar
A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. Ada
beberapa hal yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar.
menurutnya belajar bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas
yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana
tingkah laku itu merupakan proses komulatif dari belajar. Artinya banyak
keterampilan yang dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan
yang lebih rumit.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan
untuk mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku
(behavior) adalah hasil dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih
lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar menurut

Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat
kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar, orang memiliki
keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut
berasal dari (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif
yang dilakukan siswa. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan
informasi menjadi kapabilitas baru. Juga dikemukakan bahwa belajar merupakan
faktor yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan, perkembangan tingkah laku
merupakan hasil dari aspek kumulatif belajar. Berdasarkan pandangan ini Gagne
mendefinisikan pengertian belajar secara formal bahwa belajar adalah
perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia yang berlangsung selama
satu masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan.
Perubahan itu berbentuk perubahan tingkah laku. Hal itu dapat diketahui dengan
jalan membandingkan tingkah laku sebelum belajar dan tingkah laku yang
diperoleh setelah belajar. Perubahan tingkah laku dapat berbentuk perubahan
kapabilitas jenis kerja atau perubahan sikap, minat atau nilai. Perubahan itu
harus dapat bertahan selama periode waktu dan dapat dibedakan dengan
perubahan karena pertumbuhan, missalnya perubahan tinggi badan atau
perkembangan otot dan lain-lain.
Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu:
·
Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini peserta didik
memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami
stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Ini
berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan
sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena
cara yang unik yang dia terima pada situasi belajar.
·
Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini peserta didik
memperoleh pengetahuan baru dengan menghubungkan informasi yang
diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa
membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
·
Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase
penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada
yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori
jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
·
Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase
mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori.
Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan
hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu
informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan
baik atas pengelompokan-pengelompokan menjadi katagori, konsep sehingga
lebih mudah dipanggil.
Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap tidak utama, yaitu :

·

Fase motivasi

sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada siswa untuk
belajar.
·

Fase generalisasi

adalah fase transer informasi pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan
daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru
tersebut.
·

Fase penampilan

adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu penampilan yang
nampak setelah mempelajari sesuatu.
·
Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang
telah ditampilkan (reinforcement).

D.

Teori – Teori Kognitif

1.

Pemrosesan informasi

Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang
menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan
dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang
memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang
dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa
indera.
Pemerosesan informasi menyatakan bahwa murid mengolah informasi,
memonitiringnya, dan menyusun strategi berkenaaan dengan informasi tersebut.
Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan berfikir (thinking). (Santrock,
310:2010). Anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk
mengembangkan untuk memproses informasi, dan secara bertahap pula mereka
biasa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Pemerosesan informasi pada awalnya menggunakan sistem komputer sebagai
analog. Penggunaan sistem komputer sebagai analog cara manusia memproses,
menyimpan dan mengingat kembali informasi sesungguhnya kurang tepat
karena terlalu menyederhanakan manusia. Cara manusia memproses informasi
sesungguhnya lebih kompleks dibandingkan dengan komputer. (M.Asrori,
13:2008)
Roobert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karateristik utama dari
pendekatan pemrosesan informasi , yaitu : Proses pikiran, mekanisme
pengubahan dan modifikasi diri. (Santrock, 310 :2010).

Pemikiran menurut pendapat Siegler (2002), berfikir adalah pemerosesan
informasi. Ketika anak merasakan, malakukan, mempresentasikan dan
menyimpan informasi dari dunia sekelilingnya, mereka sedang melakukan proses
berfikir. Pikiran adalah sesuatu yang sangat fleksibel, yang menyebabkan
individu bias beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam
lingkungan, tugas dan tujuan. (Santrock, 311 : 2010).
Mekanisme pengubahan menurut Siegler (2002) dalam pemerosesan
informasi focus utamnya adalah pada peran mekanisme pengubah dalam
perkembangan. Ada empat mekanisme yang bekerjasama menciptakan
perubahan dalam keterampilan kognitif anak, yaitu : Ecoding (penyandian),
Otomatisasi, konstruksi strategis dan generalisasi.
Ecoding adalah proses memasukkan informasi kedalam memori. Aspek utama
dari pemecahan problem adalah menyandikan informasi dan relevan dan
mengabaikan informasi yang tidak relevan.
Otomatisitas adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit
atau tanpa usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman,
pemerosesan informasi menjadi makin otomatis, dan anak bisa mendeteksi
hubungan – hubungan baru antara ide dan kejadian. (Kail, 2002 dalam Santrock,
311 : 2010).
Konstruksi Strategi yaitu penemuan prosedur baru untuk memproses informasi.
Anak perlu menyandikan informasi kunci untuk suatu problem dan
mengoordinasikan informasi tersebut dengan pengetahun sebelumnya yang
relevan untuk memecahkan masalah.
Agar dapat manfaat penuh dari strategi baru diperlukan generalisasi. Anak perlu
melakukan generalisasi, atau mengaplikasikan strategi pada problem lain.
Modifikasi diri. Anak memainkan peran aktif dalam perkembangan mereka.
Mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang telah mereka pelajari
untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang baru. Anak
membangun respon baru dan lebih canggih berdasarkan pengetahuan dan
strategi sebelumnya.
2.

Metakognisi

Metakognisi adalah suatu kemampuan individu berdiri di luar kepalanya dan
berusaha merenungkan cara dia berfikir atau merenungkan proses kognitif yang
dilakukan. (M.Asrori, 20:2008). Pengetahuan metakognisi melibatkan usaha
monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Aktivitas
metakognisi terjadi pada saat murid secara sadar menyesuaikan dan mengelola
strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan
sesuatu tujuan. (Santrock, 340:2010).
Orang yang pertama memperkenalkan istilah metakognisi adalah John Flavell.
Ia membagi metakognisi keempat variable yang penting, yaitu :

a.

Variabel Individu

Variabel individu mengandung makna bahwa manusia itu adalah organism
kognitif atau pemikir. Segala tindak – tanduk kita adalah akibat dari cara kita
berfikir. Variabel individu dibagi menjadi tiga, yaitu :
·

Variabel Intra Individu

Variabel intra individu adalah apa saja yang terjadi di dalam diri seseorang.
Misalnya : seseorang yang mengetahui dirinya lebih pandai dalam mata
pelajaran matematika dibandingkan dengan mata pelajaran sejarah.
·

Variabel antra individu

Variabel antra individu adalah kemampuan individu membandingkan dan
membedakan kemampuan kognitif dirinya dengan orang lain. Misalnya : seorang
siswa mengetahui bahwa dirinya pandai pada mata pelajaran IPA dibandingkan
dengan teman yang duduk dengan dia di kelasnya.

b.

Variabel Universal

Variabel universal adalah pengetahun yang diperoleh dari unsur-unsur yang
ada didalam sistem budaya sendiri. Misalnya : mengetahui bahwa sebagai
manusia kita lupa. Sebenarnya kita paham terhadap apa yang kita lupakan,
tetapi lama kelamaan kita sadar bahwa kita tidak paham
c.

Variabel Tugas

Variabel tugas adalah kesanggupan individu untuk mengetahui kesan-kesan,
pentingnya dan hambatan sesuatu tugas kognitif. Contoh : seandainya informasi
yang disampaikan oleh guru adalah sesuatu yang sulit dan siswa tahu bahwa
guru tersebut tidak akan mengulangi, maka para siswa tentu akan memberikan
perhatian yang lebih serius dan mendengarkan serta memproses informasi itu
dengan lebih teliti.
d.

Variabel Strategi

Variabel strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu
atau mengatasi kesulitan yang timbul.
3.

Sibernetik

Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. (Hamzah
Uno, 17 : 2006). Dalam teori sibernetik yang lebih penting adalah sistem
informasi yang diproses, karena informasi ini yang akan menentukan proses.
Kelebihan Teori Sibernetik
·

Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.

·

Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.

·

Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.

·

Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.

·

Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.

·
Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masingmasing individu
·
Balikan informativ memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat
unjuk kerja yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang
diharapkan.
Kelemahan teori sibernetik adalah teori ini dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang memperhatikan bagaimana
proses belajar.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan
metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Namun teori belajar ini tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori
belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat menunjang,
seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan
siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu

model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum
yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.
Makalah ini sudah cukup banyak membahas tetang teori-teori pembelajaran.
Teori – teori pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar dan bagaimana
mana belajar itu terjadi. Teori Behavioristik merupakan teori yang menyatakan
bahwa belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi
antar stimulus dan respon. Teori Pengkondisian Klasik menyatakan bahwa
belajar merupakan suatu usaha dari organisme untuk mengaitkan atau
mengasosiasikan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan sustu respon. Teori
Gestalt lebih menekankan belajar adalah kecenderungan mempersepsikan apa
yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. Inti dari Teori
Skinner adalah dimana konsekunsi prilaku akan menyebabkan perubahan dalam
probabilitas prilaku itu akan terjadi . Teori Gane menyatakan bahwa belajar
bukan merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Teori Pemerosesan Informasi
menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat
diingat dalam waktu yang cukup lama. Metakognisi adalah suatu kemampuan
individu diluar kepalanya dan berusaha merenungkan cara dia berfikir atau
merenungkan proses kognitif yang dilakukan. Sedangkan Sibernetik mengatakan
bahwa belajar adalah pengolahan informasi .
Jadi masing-masing teori menjelaskan belajar dan pembelajaran dalam
pengertian yang berbeda-beda.

B.

Saran

Perkembengan dunia pendidikan terus berlangsung sejalan dengan tuntutan
hidup manusia untuk menjawab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin hari semakin maju dan kompleks. Dunia pendidikan juga dituntut
untuk peka terhadap perubahan dan perkembangan sekecil apa pun dalam dunia
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks ini peran guru tidaklah kecil.
Guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan terdepan dituntut untuk terus
mengembangkan pengetahuan, kemampuan serta keterampilannya. Oleh karena
itu disaran kepada semua yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan
khususnya guru dapat membaca dan memahami Teori-teori pembelajaran.

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/200
8/02/02/teori-belajar/
Teori – Teori Belajar: Behaviorisme,
Kognitif, dan Gestalt
Posted on 2 Februari 2008 by AKHMAD SUDRAJAT — 214 Komentar

oleh : Akhmad Sudrajat
Jika menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan sejumlah teori belajar yang
bersumber dari aliran aliran psikologi. Di bawah ini akan dikemukakan empat jenis teori
belajar, yaitu: (A) teori belajar behaviorisme, (B) teori belajar kognitif Piaget, (C) teori
belajar pemrosesan informasi, dan (D) teori belajar Gestalt.
A. Teori Belajar Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam
suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka
hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan

efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara StimulusRespons.
1. Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa
kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar
(conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang
mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
2. Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan
Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan
semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum
belajar, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut.
Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut.
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.

3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung
merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
1. Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
2. Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah
diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah
sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam
operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang
meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja
diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar
yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan
penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata

refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai
hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar
belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan
moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini
juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment,
seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar
behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip
kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan
Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard
dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitif Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme [lihat: Teori Belajar Konstruktivisme]. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa
perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre
operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget
tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James
Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes
material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of
their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or
concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berfikir anak.
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
4. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.

C. Teori Belajar Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran.
Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisikondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang
diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2)
pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.
D. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,
ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu
figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti
ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar
belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik
waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai
satu bentuk tertentu.
3. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung
akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4. Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan
cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan
simetris dan keteraturan; dan
6. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
1. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan
perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk
kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah
perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan,
mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”.
Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku
“Molecular”.
2. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis
adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan
behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang
nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau
suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek
atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti :
sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip
ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan
suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam
memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang
penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta
didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan
unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan
unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan
makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam
kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta
didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses
kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada
tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons,
tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal
tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari
tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik
dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi
yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi
lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum
(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan
generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu
peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik
Teori Belajar Behavioristik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dianut oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri dan penganut teori ini antara lain
adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner.
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh
terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran
yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang
penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan
respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon
dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:
1. Reinforcement and Punishment;
2. Primary and Secondary Reinforcement;
3. Schedules of Reinforcement;
4. Contingency Management;
5. Stimulus Control in Operant Learning;
6. The Elimination of Responses
(Gage, Berliner, 1984).

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar,
yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu
yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun
aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati.
Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek;
(2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini
menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
Artikel atau bagian dari artikel ini diterjemahkan dari Teori Belajar
Behavioristik di en.wikipedia.org. Isinya mungkin memiliki
ketidakakuratan. Selain itu beberapa bagian yang diterjemahkan
kemungkinan masih memerlukan penyempurnaan. Pengguna yang mahir
dengan bahasa yang bersangkutan dipersilakan untuk menelusuri
referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini.
(Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat)
1. Teori Belajar Menurut Watson {| class="wikitable" ! ! ! ! |- | | | | |- | | | | |- | |
| | |}
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati
(observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahanperubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena
tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya
tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
Daftar isi


1 Teori Belajar Menurut Clark Hull



2 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie



3 Teori Belajar Menurut Skinner[2]



4 Analisis Tentang Teori Behavioristik



5 Rujukan

Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh ol