AGAMA POLITIK DAN PLURALISME pdf

AGAMA, POLITIK, DAN PLURALISME

Oleh :
Mediyan Rahmad Saputra
B. Pol. 2 / 125120500111008

Dosen Pengampu :
Ahmad Hasan Ubaid, S.IP, M.IP

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2012-2013

1.

Agama masuk ranah politik
Sebenarnya agama masuk ke ranah politik sudah mulai ada sejak jaman Nabi

Muhammad saw. contoh piagam madinah, tetapi pada zaman ini, Nabi tidak
mencampur adukkan agama ke politik, karena agama dan politik adalah dua zona

yang berbeda. Keduanya, agama dan politik tetap menyatu pada diri Nabi dalam
dimensi esoteris: nilai dan norma, bukan pada tataran eksoteris: simbol dan
formalitas.1 Sebenarnya konsep pemisahan agama dan politik ini diusung oleh
kelompok sekuler. Dan masuknya agama ke ranah politik, khususnya ke politik
praktis yakni setelah Nabi wafat menyebabkan banyak peperangan karena ingin
merebut kekuasaan sebagai “raja” bukan sebagai Nabi jika menilik sejarah
perpolitikan isam saat itu, contoh perang unta/jamal antara menantu Nabi (Ali ra.)
yang terlibat konflik terbuka dengan isteri Nabi (Aisyah ra.). Pada fase ini,
kepentingan politik bernaung dibawah simbol agama.
Ketika agama menjadi ideologi politik, maka setiap tindakan yang dilakukan
akan meng-atas nama-kan Tuhan, walaupun sebenarnya tindakan itu sangat duniawi.
Dan untuk saat ini, sebagian besar negara, agama menurut saya tidak masuk dalam
dunia politik, melainkan hanya sebatas terlibat dalam agenda civil society seperti
HAM, kebebasan, dan keadilan sosial atau bisa dikatakan menjadi ruh dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Jadi tidak ada fusi (penggabungan atau peleburan)
disana, atau dengan kata lain agama dan politik saling berjalan/ bekerja sama.

2.

Ideologi fundamentalisme masuk ke Indonseia

Menjadikan salah satu agama menjadi dasar agama adalah salah satu tujuan

dari kelompok fundamentalisme. Di Indonesia, kaum fundament terjilma dalam
gerakan majelis mujahidin Indonesia (MMI), fron pembela Islam (FPI), jema'at
Islamiyah (JI), Hizbut tahrir (HT), partai keadilan sejahtera (PKS) dan banyak lagi
yang lainnya.2 Kelompok-kelompok fundamentalisme memiliki ciri tertentu antara
lain: konservatif, liberal, etnosentris, integratif, dogmatik, fanatik, militan dan
sebagainya.3
1

Politik
Agama
Berbahaya:
Membaca
Sejarah
Lama.
(online)
politik.kompasiana.com/2013/03/31/politik-agama-berbahaya-membaca-sejarah-lama547301.html, diakses 11 April 2013.
2
dalam jurnal Anis Humaidi. Fundamentalisme Sebuah Fenomena Sosial. Hlm. 3.

Empirisma, Volume 14 No. 1 Januari 2005
3
Henrikus Pedor, Fundamentalisme dan Tanggapan Gereja Asia. (online)
artikel.sabda.org/fundamentalisme_dan_tanggapan_gereja_asia, diakses 11 April 2013

Selain dalam bentuk gerakan sebagai mana di atas, menurut Khursid Ahmed
fundamentalisme Islam Indonesia juga menuangkan gerakannya dalam dua aspek
yang lainnya yaitu aspek dakwah dan politik.
Menguatnya fundamentalisme agama bisa menjadi ancaman bagi Indonesia
diantaranya pada pemenuhan Hak Asasi Perempuan dan Demokrasi itu sendiri.
Karena pada mulanya, fundamentalisme kuat jika kelompok yang utama dan terutama
yang disasar dalam gerakan dan paham fundamentalisme ini adalah perempuan
berhasil ditarget. Menurut kaum fundamental, perempuan adalah symbol kemurnian
dan agama.
Sebenarnya fundamental masuk ke Indonesia sejak masa Reformasi dimana
partai-partai mulai merambah masuk ke parlemen dan berbasis agama. Bahkan
munculnya berbagai perda syariah yang ada di hampir seluruh Indonesia merupakan
salah satu bukti adanya keinginan mewujudkan negara agama. ideologi Islam sendiri
sudah mulai muncul sejak awal Indonesia berdiri dan saat itu sudah ada kelompok
yang menginginkan Islam sebagai dasar Negara. Menurut fundament, Islam tidak bisa

tegak tanpa kekuasaan politik sehingga kekuasaan itu harus direbut. Politik digunakan
untuk melindungi agama dan untuk pengaturan tata kehidupan dunia. Dan tujuan
akhirnya adalah formalisasi syariat Islam melalui instrumen hukum Negara.

3.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terorisme
Beberapa kejadian kekerasan akhir-akhir ini seperti aksi terorisme memiliki

background fundamentalisme agama contoh Al-Qaida di Afghanistan, Abu Sayyaf di
Filipina Selatan dan Jemaah Islamiyyah di Indonesia. Faktor-faktor terorisme tidak
lepas dari faktor psikologis, kultural, religius, ekonomi, politik, dan sejarah.3 Faktor
lain

yang

menjadi

akar


permasalahan

adalah

diantaranya

kemiskinan,

ketidakpercayaan terhadap negara, tidak memiliki perasaan takut terhadap
penyelenggara negara, serta kurangnya pendidikan dan keterbelakangan.4 Ini semua
disebabkan pengaruh dari luar seperti perpecahan antar sesama, tidak terkecuali peran
media saat ini.
3

Henrikus Pedor, Fundamentalisme dan Tanggapan Gereja Asia. (online)

artikel.sabda.org/fundamentalisme_dan_tanggapan_gereja_asia, diakses 11 April 2013
4

Mahfudz Tejani, Analisis Tentang Terorisme Agama Di Indonesia, Akar


Permasalahan Dan Penanggulangannya. Sumber Kapolri Jendral Timur Pradopo
(Lampung Pos,21/03/2012), (online) mahfudz-tejani.com/2012/04/analisis-tentangterorisme-agama-di.html diakses 11 April 2013

Tetapi pengaruh dari dalam juga patut untuk tidak dikesampingkan, seperti kurangnya
pembekalan pendidikan agama sejak dini sehingga banyak kalangan muda yang
seolah-olah terjebak.
Sebenarnya, terorisme ada kaitannya dengan ideologi Fundamentalisme. Jadi
faktor lainnya adalah kecenderungan radikal, bercita-cita mendirikan negara Islam,
adanya kekecewaan terhadap sistem demokrasi yang dinilai sekuler, dan merasa ada
ketidakadilan politik. Ini semua merupakan citra fundamental. Dalam ranah islam
sendiri, faktor yang mempengaruhi terorisme adalah faktor budaya dan perkawinan
keluarga dekat.

4.

Konsep pluralitas agama
Pluralisme adalah toleransi. Jadi pluralisme agama adalah toleransi agama.

Kebanyakan orangang menafsirkan pluralitas demikian. Anggapan bahwa “pluralisme

agama = toleransi agama” adalah anggapan subyektif yang jelas-jelas ditolak oleh
para pakar dan penganjur pluralisme sendiri, Diana L. Eck, direktur The Pluralism
Project di Universiti Harvard, Amerika Serikat. Penekanan Pluralisme lebih pada
“kesamaan” atau “kesetaraan” (equality) dalam segala hal, termasuk “beragama”.
Setiap pemeluk agama harus memandang sama pada semua agama dan pemeluknya.5
Menurut saya, pluralitas agama tidak hanya kesamaan atau sekedar makna
toleransi saja, tetapi konsep pluralitas adalah konsep dimana semua agama adalah
sama, valid dan otentik atau biasa disebut relatif. Pluralisme agama sebenarnya adalah
ajaran demokrasi dalam beragama yang lebih menitik-beratkan pada nilai-nilai dan
prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.6
Dalam konteks islam, menurut saya pluralitas agama ada batasannya. Ruang
lingkup pluralitas islam adalah tidak melencengnya ajaran yang dianut dengan ajaran
yang diturunkan Tuhan melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul atau malaikat
sebagai utusan Tuhan. Bukan perbedaan terhadap paham pada masing-masing
kelompok.
5

dalam jurnal Dr. Anis Malik Thoha, Ciri-ciri Fahaman Pluralisme Agama. Hlm 1

6


dalam jurnal Dr. Anis Malik Thoha, Ciri-ciri Fahaman Pluralisme Agama. Hlm 4