MENINGKATKAN PERANAN MUSUH ALAMI DALAM P

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

ISSN : 2088-2149

MENINGKATKAN PERANAN MUSUH ALAMI DALAM PENGENDALIAN
ORGANISME PENGGGANGGU TUMBUHAN SESUAI KONSEP PHT
(PENGELOLAAN HAMA-PENYAKIT TERPADU)
I Ketut Widnyana
Fakultas Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRACT
According to the basic concepts of biological control IPM plays a very important role in the
management of plant pest population along other control techniques to support and strengthen the
functioning of natural enemies in the field. Compared with other control components, especially
pesticides control , the biological control has three advantages, namely a permanent, safe, and
economic. If the natural enemies have been steadily on the ground it will be able to keep pest
populations below the economic threshold fixed in the long term. Biological control is safe for the
environment because it does not have anegative impact mainly on insects or organisms not targeted.
Biological control is also relatively economic because once the control is successful then no longer
required additional fees related to pest control. The main difficulties and problems in the application
and development of biologica control is the beginning of a large capital investment for exploration,

research, testing and evaluation particularly with respect to various aspects such bioekologi targets,
habitat suitability, presence selter plantsand other aspects such as taxonomy. ecology, biology, life
cycle. population dynamics, genetics, physiology, and identification. Optimization of control by
natural enemies need to be thorough with attention to factors bioekologi pests and their natural
enemies. Optimization can be done by measures including theintroduction of natural enemies to
move from a region or acountry stricken area or another country where success is strongly influenced
by the baseline studies conducted previously,such as the study of diapause, biology, ecology,
taxonomy;Augmentation is action to improve number of natural enemiesand their potential with mass
breeding or multiplication of natural enemies in the laboratory andthen released
periodicallyspaciousness,and Conservation of a preservation orconservation efforts that have no
natural enemies in an area by manipulating the environment so that natural enemies can be well
developed and its potential as agents increased biological control, as well as to increase the
attractiveness of an area fornatural enemies
Keywords: IPM, natural enemies, introduction, augmentation,conservation
A. PENDAHULUAN
1. Hama tanaman
Salah satu tantangan atau masalah dalam
upaya peningkatan produksi tanaman adalah
adanya serangan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) yang terdiri dari hama,

penyakit dan gulma. Hama tanaman adalah
semua binatang (termasuk serangga, tungau,
babi, tikus, kalong, tupai, ketam, siput, burung,
dll) yang dalam aktivitas hidupnya selalu
merusak tanaman atau merusak hasilnya, dan
menurunkan kualitas maupun kuantitasnya,
sehingga menimbulkan kerusakan ekonomis
bagi manusia. Hama yang paling dominan dan
secara luas menimbulkan kerusakan ekonomis

adalah dari golongan serangga. Serangga
bersifat kosmopolitan dan paling banyak
jenisnya. Dari semua jenis binatang yang ada,
yang keseluruhan berjumlah 957.000 jenis,
terdapat 72% atau 686.000 jenis termasuk kelas
serangga (Natawigena, 1993).
Kehidupan hama sangat dipengaruhi
oleh berbagai factor; diantaranya adalah faktor
dalam seperti siklus hidup, keperidian,
kesuburan, dan faktor luar faktor fisik, faktor

makanan dan faktor hayati. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kehidupan serangga (serangga
hama) tersebut sangat penting untuk diketahui,
sehingga dapat dilakukan manipulasi terhadap
faktor-faktor
tersebut
untuk
tujuan
pengendaliannya. Pengendalian serangga hama

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

1

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

adalah setiap tindakan manusia untuk
mambatasi atau mengurangi perkembangan
serangga hama agar jangan sampai menyebar

ketempat lain dan menekan dan menekan
populasi serangga hama tersebut agar tetap
berada pada tingkat yang tidak merugikan
secara ekonomi.
2. Pengelolaan Hama Terpadu (PHT)
Pengendalian hama dalam sistem pertanian
konvensianal diantaranya dengan aplikasi
pestisida yang tidak bijaksana
telah
menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap
lingkungan biotik dan abiotik.
Dampak
negatif tersebut adalah terjadinya resourgensi,
resistensi, meledaknya populasi hama sekunder,
matinya musuh alami dan memcemari
lingkungan
melalui
residu
yang
ditinggalkannya serta menyebabkan keracunan

pada manusia (Oka, 1995). Untuk menekan
dampak negatif tersebut, maka pengendalian
hama tanaman dilakukan melalui penerapan
PHT yaitu dengan memadukan beberapa
komponen pengendalian yang kompatibel agar
populasi
hama dapat ditekan sampai batas
dibawah ambang ekonomi. Komponen PHT
tersebut diantaranya adalah :, Pengendalian
seraca kultur teknis, Pengendalian secara fisik
dan
mekanik,
Pengendalian
secara
hayati/biologi, pengendalian secara kimia dan
Pengendalian dengan undang-undang atau
peraturan
a. Pengendalian secara kultur teknis
Pengendalian
kultur teknik adalah

pengendalian
hama dengan memodifikasi
kegiatan pertanian tertentu agar lingkungan
pertanian menjadi tidak menguntungkan bagi
perkembangan
hama , tetapi tidak
mengganggu
persyaratan
pertumbuhan
tanaman. Dalam melakukan tindakan kultur
teknis maka kita terlebih dahulu harus
mengetahui cara hidup
hama yang akan
dikendalikan agar dapat diketahui dengan pasti
saat
terjadinya
perkerkembangbiakan
maksimal atau stadia yang merusak tanaman
Pada prinsifnya usaha yang termasuk
dalam pengendalian secara kultur teknis adalah

semua pengendalian memanfaatkan lingkungan
guna menekan populasi hama. Usaha-usaha
tersebut mencangkup pengolahan tanah dan
pengairan, pergiliran tanaman, tumpang sari,
pemupukan berimbang, penanaman tanaman

ISSN : 2088-2149

perangkap, sanitasi, pengaturan pola tanam,
pengaturan waktu tanam, pengunaan mulsa, dan
varietas tahan.
b. Penggunaan varietas tahan (resisten)
Tanaman tahan hama adalah tanaman yang
mempunyai sifat secara genetik mampu
menyembuhkan dirinya sendiri terhadap
kerusakan yang diakibatkan oleh serangga
(Painter, 1951). Ketahanan atau resistensi
tanaman mengandung pengertian yang bersifat
relatif, karena untuk melihat ketahanan suatu
jenis

tanaman,
sifat
tanaman
harus
dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak
tahan atau peka. Untung (1993), menyatakan
bahwa tanaman yang tahan adalah tanaman
yang menderita kerusakan lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman lain dalam
keadaan tingkat populasi hama dan keadaan
lingkungan yang sama. Jadi pada tanaman yang
tahan kehidupan dan perkembangan serangga
hama menjadi lebih terhambat
c. Pengendalian seraca fisik dan mekanik.
Teknik pengendalian secara fisik dan
mekanik, jika dibandingkan dengan teknik
pengendalian lainnya merupakan teknik
pengendalian yang kuno yang dilakukan sejak
manusia mengusahakan pertanian (Untung,
1993). Sesungguhnya pengendalian secara fisik

dan mekanik dilakukan dengan tujuan secara
langsung
dan
tidak
langsung
untuk
membinasakan hama sasaran yang aman bagi
lingkungan dan kompatibel (harmonis) dengan
teknik pengendalian lainnya seperti kultur
teknis, hayati dan varietas tahan.
Penerapan pengendalian secara fisik dan
mekanik yang baik, memerlukan pengetahuan
yang menyeluruh tentang biologi dan ekologi
hama. Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap
jenis hama memiliki toleransi terhadap faktor
lingkungan
fisik
seperti
temperatur,
kelembaban, bunyi, cahaya, dan lain-lain.

Tanpa pengetahuan yang lengkap tentang
biologi dan ekologi suatu jenis hama
kemungkinan besar kita hanya mengeluarkan
biaya, waktu dan tenaga besar tetapi hama
yang terbunuh atau tertangkap hanya sedikit.
d. Pengendalian hayati (biologi)
Pengendalian hayati adalah pengendalian
serangga hama dengan memanfaatkan musuhmusuh alaminya (agensia pengendali biologi),

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

2

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

seperti predator, parasitoid dan patogen.
Pengendalian hayati dalam pengertian ekologi
didefinisikan sebagai pengaturan populasi
organisme dengan musuh-musuh alam hingga

kepadatan populasi organisme tersebut berada
dibawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa
pengendailan.
Praktek
pengendalian
hayati
telah
dilakukan ratusan tahun yang lalu didataran
Cina. Ini terbukti dengan adanya lukisanIukisan tua Cina, bahwa bebek digunakan untuk
memangsa hama-hama tanaman. Keberhasilan
pengendalian hayati pertama yang tercatat
adalah pengedalian hama kutu perisai, Icerya
purchasi pada tanaman jeruk di California,
Amerika Serikat dengan
menggunakan
kumbang Rodolia cardinalis yang diintroduksi
dari Australia pada tahun 1888 (Stehr, 1975
dalam Oka, 1995). Beberapa keunggulan
pengendalian hayati antara lain :
a) Aman, tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan, tidak menyebabkan keracunan
bagi manusia dan ternak
b) Tidak menyebabkan resistensi terhadap
hama
c) Musuh alami bekerja seca selektif terhadap
inang atau mangsanya
d) Bersifat permanen untuk jangka panjang
e) Biaya murah apabila lingkungan telah stabil
atau telah terjadi keseimbangan antara hama
dan musuh alaminya.
Akan tetapi pengendalian secara hayati ini
juga memiliki beberapa kekurangan seperti
hasilnya sulit diramalkan dalam jangka waktu
singkat; diperlukan biaya cukup besar pada
tahap awal, baik untuk penelitian maupun untuk
pengadaan sarana dan prasarananya; pembiakan
massal di laboratorium kadang- kadang
mengalami kendala karena musuh alami
menghendaki kondisi lingkungan khusus dan
teknik aplikasi di lapangan belum banyak
dikuasai
e. Pengendalian kimiawi
Selama ini pestisida telah memberikan
banyak jasa dalam bidang pertanian maupun
bidang lainnya. Pada mulanya produksi
pertanian
berhasil
ditingkatkan
karena
pemakaian pestisida dapat menekan populasi
hama dan kerusakan tanaman akibat serangan
hama. Karena keberhasilan tersebut pestisida
seakan tidak bisa dipisahkan dari segala
budidaya tanaman sebab begitu ampuhnya.
Keadaan seperti ini sangat membantu petani

ISSN : 2088-2149

sehingga mereka merasa pestisida adalah
bagian dari kehidupannya dalam bertani. Hasil
pengendalian yang segera dapat dilihat, bahan
yang gampang diperoleh, murah dan mudah
diaplikasikan
menyebabkan
pemanfaatan
pestisida tidak dilakukan dengan bijaksana.
Setelah dievaluasi ternyata disamping manfaat
positifnya, pestisida mempunyai dampak
negatif yang sangat mengkawatirkan yaitu
kerusakan pada alam lingkungan biotik dan
abiotik, seperti : resurgensi, resistensi,
peledakan hama sekunder, matinya musuh
alam, pencemaran air, tanah, udara, keracunan
pada hewan, manusia dan lainnya.
f.

Pengendalian dengan Undang - undang
atau Peraturan.

Salah satu usaha untuk mencegah
pemasukan, penyebaran, dan meluasnya
serangan organisme pengganggu tanaman
berbahaya dari satu daerah ke daerah lainnya
atau dari satu negara ke negara lainnya adalah
dengan peraturan atau tindakan karantina.
Tindakan karantina adalah tindakan dari
pemerintah untuk mencegah masuk atau
menyebarnya organisme pengganggu dengan
menerapkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Contoh peraturan tersebut adalah
Undang-undang NO.2 Tahun 1961 tentang
Pengeluaran dan Pemasukan Tanaman dan bibit
Tanaman, yang merupakan landasan hukum
pelaksanaan karantina tanaman di Indonesia.
Contoh lain dari pengendalian dengan peraturan
misalnya sertifikasi benih dan bibit.
B. POKOK BAHASAN
1. Pengendalian Hayati (Biologi)
Pengendalian hayati adalah pengurangan
atau penekanan populasi serangga hama dengan
cara memanfaatkan musuh alaminya. Perbedaan
prinsif antara pengendalian hayati (biological
control) dan pengendalian alamiah (natural
control) adalah bahwa pada pengendalian
hayati musuh alami diusahakan oleh manusia
untuk digalakkan sebagai alat pengendalian,
sedangkan pada pengendalian secara alamiah
(natural control) musuh alami tidak diusahakan
oleh manusia tetapi diatur oleh alam. Menurut
Untung (1996), pengendalian hayati merupakan
strategi pengelolaan hama yang dilakukan
secara sengaja dengan memanfaatkan atau
memanipulasi musuh alami untuk menurunkan

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

3

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

atau menekan populasi hama. Pengendalian
alami merupakan proses pengendalian yang
berjalan sendiri tanpa ada campur tangan atau
kesengajaan yang dilakukan oleh manusia.
Dilihat dari fungsinya , musuh alami dapat
dikelompokan menjadi predator, parasitoid dan
patogen.
a. Predator
Predator adalah binatang atau serangga
yang memangsa binatang atau serangga lain
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Predator
biasanya hidup bebas dengan memangsa
binatang atau serangga lain (ditunjukkan pada
Gambar 01)

ISSN : 2088-2149

yang berbentuk seperti jarum, kemudian
mengisap cairan tubuh mangsanya, seperti
predator
dari
famili
Reduviidae
(Hemiptera)
h) Metamorfosis predator ada yang sempurna
dan ada juga yang tidak sempuma.
i) Predator ada yang monophag, oligopag dan
polifag. Ada juga yang bersifat omnifor,
yaitu juga sebagai pemakan bagian tertentu
dan tanaman.
Menurut Untung (1993) hampir semua
Ordo serangga memili jenis yang bersifat
predator, tetapi selama ini ada beberapa ordo
yang anggotanya merupakan predator yang
digunakan dalam pengedalian hayati
b.

(sumber : http://evol-eco.blogspot.com)

Gambar 01
Paraitoid Encarsia

a)

b)
c)

d)
e)

f)
g)

Beberapa ciri predator antara lain :
Predator dapat memangsa semua tingkat
perkembangan mangsanya (telur, larva,
nimfa, pupa dan imago)
Predator membunuh dengan cara memakan
atau mengisap mangsanya dengan cepat
Seekor
predator
memerlukan
dan
memakan banyak mangsa
selama
hidupnya
Predator membunuh mangsanya untuk
dirinya sendiri
Kebanyakan predator bersifat sebagai
pemangsa baik pada saat pradewasa
maupun sesudah dewasa (imago) dan
memakan jenis mangsa yang sama atau
beberapa jenis mangsa.
Predator memilki ukuran tubuh lebih besar
dibandingkan dengan tubuh mangsanya
Dari segi perilaku makannya ada predator
ada yang mengunyah semua bagian tubuh
mangsanya misalnya Coccinellidae dan
Carabidae. Selain itu ada predator yang
menusuk mangsanya dengan mulutnya

Parasitoid

Parasitoid,
adalah
serangga
yang
memarasit serangga atau binatang arthopoda
lainnya. Parasitoid bersifat parasit pada fase
pradewasa, sedangkan dewasanya hidup bebas
dan tidak terikat pada inangnya. Parasitoid
hidup menumpang pada atau didalam tubuh
inangnya dengan cara mengisap cairan tubuh
inangnya guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Umumnya parasitoid menyebabkan kematian
pada inangnya secara perlahan-lahan dan
parasitoid dapat menyerang setiap fase hidup
serangga, meskipun serangga dewasa jarang
terparasit.
Parasitoid mendapatkan energi dan
memakan selagi inangnya masih hidup dan
membunuh atau melumpuhkan inang untuk
kepentingan
keturunannya.
Kebanyakan
parasitoid bersifat monofag (memiliki inang
spesifik), akan tetapi ada juga yang oligopag.
Selain itu parasitoid memiliki ukuran tubuh
yang lebih kecil di banding dengan inangnya
(Gambar 02)

(sumber : http://www.ipmimages.org )

Gambar 02
Paraitoid Encarsia

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

4

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

Berdasarkan posisi makan parasitoid
digolongkan menjadi ektoparasitoid dan
endoparasitoid.
Eksoparasitoid
adalah
parasitoid yang seluruh hidupnya ada diluar
tubuh inangnya (dengan menempel pada tubuh
inang). Contohnya Campsomeris spp.
yang
menyerang larva Exopholis sp. Endoparasitoid
adalah parasitoid yang berkembang dalam
tubuh inang dan sebagian besar dari fase
hidupnya ada didalam tubuh inangnya. Sebagai
contoh adalah : Trichogramma sp.
sebagai
parasitoid tetur penggerek batang padi dan tebu.
Opius sp. yang memarasit larva lalat padi
Parasitoid juga
dapat digolongkan
berdasarkan fase tumbuh inang yang
diserangnya, yaitu parasitoid telur (Gambar 03),
parasitoid
larva,
parasitoid
telur-larva,
parasitoid larva-pupa, parasitoid pupa dan
parasitoid imago.

(sumber : http://entomology.unl.edu)

Gambar 03
Parasit telur
Jika dalam satu individu inang hanya
terdapat satu ekor parasitoid yang dapat tumbuh
dan berkernbang secara nomal sampai dewasa,
maka parasitoid tersebut dinamakan parasitoid
soliter. Misalnya, seekor Xanthopimpla
flavolineata
keluar dari
kepompong
penggerek batang padi dan hama putih palsu.
Itoplectis narange
yang memparasit larva
penggulung daun, ulat bulu, dan larva penerek
batang padi bergaris.
Sebaiknya, jika beberapa ekor parasitoid
dapat berkembang secara normal menjadi
dewasa dalam satu individu (tubuh ) inang
,maka parasitoid semacam ini dinamakan
parasitoid gregarious Contoh dari parasitoid
gregarious
adalah
Trichomalopsis
apanteloctena yang dapat muncul sebanyak 2050 ekor dari kepompong ulat Resperiid yang
terparasit (Gambar 04). Sejumlah tabuhan dari

ISSN : 2088-2149

famili Ichneumonodae merupakan parasioid
soliter dan sejumlah tabuhan dari famili
Braconidae
dan
Chalcidoidae
bersifat
gregarious (Untung, 1993).

(sumber : http://aggie-horticulture.tamu.edu/ )

Gambar 04.
Ulat grayak diserang parasit Braconid
Penomena parasitoid yang menyerang
parasitoid lainnya dan memanfaatkannya
sebagai inang dinamankan hiperparasitasi dan
parasitoidnya
dinamakan
hiperparasitoid.
Parasitoid sekunder, parasitoid kuarter,
termasuk dalam kelompok hiperparasitoid.
Parasitoid yang menyerang inang utama ( hama
utama) dinamakan parasitoid primer. Parasitoid
sekunder adalah parasitoid yang menyerang
parasitoid primer. Misalnya Tetrastichus
(Hymenoptera; Eulophidae) yang memarasit
Opius sp.(Sherpard at al., 1988). Tetrastichus
disini bertidak sebagai parasitoid sekunder
karena menyerang Opius sp. yang merupakan
parasitoid primer yang diketahui menyerang
larva lalat padi (whorl maggot). Parasitoid
tersier adalah parasitoid yang menyerang
parasitoid sekunder. Selanjutnya parasitoid
yang menyerang parasitoid tersier dinamakan
parasitoid kuarter.
Sebagai agensia hayati parasitoid sangat
baik digunakan dan selama
paling berhasil
digunakan mengendalikan serangga hama
dibanding dengan kelompok agensia pengendali
hayati lainnya (Untung, 1993). Faktor faktor
yang mendukung efektivitas pengendalian oleh
parasitoid adarah :
a)
b)

c)

Daya kelangsungan hidup (survival) baik.
Hanya satu atau sedikit individu inang
diperlukan untuk melengkapi siklus
hidupnya.
Populasi parasitoid dapat tetap bertahan
meskipun dalam aras yang rendah

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

5

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

d)

e)

c.

Sebagian
besar
parasitoid
adalah
monophag
atau oligophag
berarti
memiliki inang yang sempit.
Peluang mendapatkan inangnya sangat
tinggi sebab penempatan pada inangnya
dilakukan oleh parasit dewasa
Patogen.

Patogen adalah golongan mikroorganisme
(jasad renik) yang menyebabkan serangga sakit
dan akhirnya mati. Patogen adalah salah satu
faktor hayati yang turut serta dalam
mempengaruhi dan menekan perkembangan
serangga hama. Karena mikroorganisme ini
dapat menyerang dan menyebabkan kematian
pada serangga hama, maka dia dianggap
sebagai salah satu musuh alami serangga hama
selain predator dan parasitoid dan juga
dimanfaatkan dalam kegiatan pengendalian.
Beberapa patogen (penyebab penyakit) yang
dalam kondisi lingkungan tertentu dapat
menjadi faktor mortalitas utama bagi populasi
serangga, tetapi ada banyak patogen yang
pengaruhnya kecil terhadap gejolak populasi
serangga (Untung, 1993).
Gejala serangan patogen terhadap serangga
hama bersifat khas yakni serangga yang mati
akan membusuk dan menimbulkan bau tidak
enak sehingga mudah dibedakan dengan gejala
terserang
predator
dan
parasitoid.
Mikroorganisme yang tergolong patogen
serangga adalah bakteri, virus, jamur, rickettsia
dan nematoda.

ISSN : 2088-2149

b). Jamur
Ada beberapa jenis jamur yang telah
diketahui bersifat parasit pada serangga hama.
Jamur yang menginfeksi serangga dinamakan
jamur entomopatogenik. Genus jamur yang
hingga kini diketahui dapat menjadi patogen
antara lain: genus
Beuveria , Metarhizium,
Nomuraea dan Paecilomyces. Dari sekian jenis
jamur yang bersifat parasit yang terkenat hingga
saat ini adalah B. bassiana, M. anisopliae dan
N. rileyi.
Bassi (1835), merupakan orang pertama
yang membuktikan jamur Beaveria dapat
menyebabkan kematian pada utat sutra. disusul
oteh penemuan jamur hijau M. anisopliae oleh
Metchnikoff (1879). Jamur ini bersifat parasitik
terhadap beberapa jenis kumbang
Contoh
beberapa jenis jamur entomopatogenik yang
menyerang serangga hama antara lain M.
anisopliae dan M. flavoviridae (Moniliales;
Moniliaceae) menyerang wereng coklat dan
wereng zigzag. B. bassiana (Moniliales;
Moniliaceae) menyerang wereng coklat, wereng
hijau, penggerek batang padi, penggulung daun
padi, kepinding padi dan kepinding hitam
(Contoh pada Gambar 05)

a). Bakteri
Bakteri yang menyerang serangga hama
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
bakteri tidak membentuk spora dan bateri yang
membentuk spora. Bacillus popiliae dan B.
thuringensis adalah dua jenis patogen yang
penting. B. popiliae menyebabkan penyakit
susu seperti yang menyerang kumbang jepang,
Popiliae japonica dan larva Scarabaeidae
lainnya (Untung,1996). B. thuringiensis sangat
efektit digunakan untuk mengendalikan larva
dari ordo Lepidoptera dan larva nyamuk .
Selain itu B. thuringiensis juga efektif untuk
mengendalikan ulat Plute/la maculipennis, ulat
penggerek batang jagung, penggerek batang
padi dan ulat gerayak.

(sumber : http://www.agnet.org)

Gambar 05.
Jamur Patogen serangga
N.rileyi (Moniliales; Moniliaceae)
menyerang larva penggulung daun padi,
penggerek batang padi, ulat gerayak dan hama
putih. Hirsutella eitruformis
menyerang
wereng coklat dan wereng hijau. Jamur M.
anisopliae saat ini telah digunakan secara luas
untuk mengendalikan kumbang kelapa, Oryctes
rhinoceros.
Selain itu mengendalikan hama
penggerek buah kopi, Strenoderes hampei dan
wereng coklat telah dicoba menggunakan jamur
B. bassiana .

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

6

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

Pada umumnya serangga yang mati
terserang oleh jamur menunjukan tanda-tanda
seperti : serangga hama mati kering, tubuhnya
kaku dan tidak berbau dan sering tampak
seluruh tubuhnya ditumbuhi oleh benang
mycelium atau hifa. Sedangkan warna jamur
berbeda-beda tergantung pada jenisnya.
c). Virus
Ada sekitar 700 virus yang telah berhasil
diisolasi dan diidentifikasi dari serangga dan
binatang arthopoda lainnya. Virus-virus yang
menyerang arthopoda sebagian besar tergolong
genus Baculovirus, Poxvirus, Iridiovirus dan
Rhabdovirus. Virus yang biasa digunakan
dalam pengendalian serangga hama secara
hayati ada dua golongan yaitu Polyhedrosis
virus (PV) yang terdiri dari Nuclear
Polyhedrosis Virus (NPV) dan Cytoplasmik
Polyhidrosis Virus (CPV) dan Granulosis Virus
(GV). (Gambar 06)

ISSN : 2088-2149

kelamaan tubuh larva tersebut akan membusuk
dan mudah terputus. Tetesan cairan yang
keluar dari tubuh larva yang mati akan
mencemari daun-daun tanaman disekitarnya
dan dapat menyebar secara alami apabila
termakan kembali oleh serangga lain sehingga
siklus penyakit akan berlanjut. Virus ini juga
dapat ditrasmisikan dari induk serangga yang
telah terinfeksi pada keturunannya melalui telur
(untung, 1996).
d). Nematoda
Ada dua kelompok nematoda parasit dapat
menyerang serangga yaitu :
kelompok
nematoda semiparasit dan kelompok Obligat
parasit. Contoh nematoda dari golongan
semiparasit seperti Neoaplectana glaseri yang
menyerang kumbang Jepang. Popillia japonica
dan N. Carpocapsae yang menyerang
Carpocapsa pomonella . Selanjutnya nematoda
yang berasal dari golongan obligat parasit
seperti Agamermis decaudata yang menyerang
belalang dan aphids.
2. Optimalisasi
Pengendalian
Hayati (Biologi)

sumber : http://www.agnet.org

Gambar 06
Virus Patogen serangga
Dari beberapa genus yang telah
disebutkan diatas genus Baculovirus merupakan
genus yang terpenting dan termasuk kelompok
NPV. Menurut Untung, (1996) sekitar 40%
jenis virus yang dikenal menyerang serangga
termasuk dalam NPV ini dan paling banyak
menyerang pada Ordo Lepidoptera (86%),
Hymenoptera (7%), serta Diptera (3%). NPV
biasanya menyerang larva Lepidoptera seperti
ulat gerayak dan ulat tanah. Larva Lepidoptera
tersebut terinfeksi karena memakan daun
tanaman yang mengandung virus. Apabila virus
telah menyebar dalam tubuh serangga
akibatnya inang akan menjadi lemah lamban
serta berhenti makan. Selanjutnya larva berubah
menjadi keputihan kemudian menjadi warna
kegelapan serta. posisi badan seperti
menggantung pada bagian tanaman. Lama

Secara

Adanya kesadaran manusia akan bahaya
residu pestisida dan tuntutan konsumen untuk
mengkomsumsi produk pertanian yang bebas
residu pestisida mendorong para ahli untuk
lebih banyak meneliti dan memantaatkan
agensia hayati dalam kegiatan pengendalian
hama. Pengendalian secara hayati dapat
diterapkan dengan berbagai teknik tergantung
pada jenis hama sasaran dan daerah
operasionalnya.
Dalam
usaha
untuk
mengoptimalkan pengendalian secara hayati
terdapat 3 (tiga) hal yang semestinya dilakukan
dengan baik yaitu introduksi, augmentasi dan
konservasi.
a. Introduksi
Introduksi, adalah merupakan strategi
pengendalian hayati yang paling lama dan
kuno, sehingga disebut juga cara atau teknik
klasik. Introduksi atau importasi dilakukan
dengan cara memindahkan musuh alami dari
suatu daerah atau negara kedaerah atau negara
lain untuk mengendalikan serangga hama yang
menyerang suatu jenis tanaman. Daerah yang
merupakan sumber musuh alami umumnya
adalah daerah asal atau distribusi dan daerah
yang memerlukan adalah daerah sasaran. Di

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

7

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

daerah asal dapat dijumpai kelompok musuh
alami suatu jenis hama, oleh karena itu untuk
keperluan introduksi perlu dipilih musuh alami
yang benar-benar berpotensi dan belum ada
diaerah sasaran. Contoh teknik introduksi ini
antara lain adalah memasukan parasitoid
Tetrastichus brontisfa dari Pulau Jawa ke
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara untuk
mengendalikan hama kelapa
Brontispa
longissima . Kasus yang paling baru adalah
terjadi di Indonesia adalah introduksi Curinus
coreolius dari Hawaii ke Indonesia untuk
mengendalikan hama kutu loncat lamtoro,
Heteropsyiia cubana . Mengingat introduksi
musuh alami, termasuk dalam rekayasa biologi
agar teknik ini berhasil diperlukan banyak
usaha persiapan dan studi yang mendalam
tentang sifat penyebaran, sifat biologi dan
ekologi spesies hama dan musuh alami yang
akan diintroduksikan, dan keadaan ekosistem
setempat.
Ada beberapa langkah klasik yang harus
ditempuh apabila kita ingin mengadakan
introduksi musuh alami pada suatu tempat
dapat diurutkan sbb. :
a) Penjelajahan atau eksplorasi luar negeri.
b) Pengiriman parasitoid dan predator dari luar
negri.
c) Karantina parasitoid dan predator yang
diimpor di dalam negri.
d) Perbanyakan parasitoid dan predator di
laboratorium.
e) Pelepasan dan pemapanan parasitoid dan
predator yang diimpor.
f) Evaluasi efektivitas pengendali hayati.
Nilai manfaat yang diperoleh dari
keberhasilan pemasukan musuh alami sangat
besar karena hasilnya mantap. mapan dan akan
berumur panjang sehingga mendatangkan
keuntungan yang maksimal. Namun memang
perlu
diperhatikan
adanya
beberapa
keterbatasan tehnik introduksi ini.
a) Tehnik ini umumnya berhasil diterapkan
pada spesies hama yang eksoktik (berasal
dari luar) sedangkan untuk pengendalian
ham yang asli di tempat itu kurang berhasil.
b) Banyak ahli percaya bahwa keberhasilan
teknik ini berkaitan dengan stabilitas agroekosistem. Umumnya introduksi berhasil
diterapkan pada pertanaman tahunan sepetti
perkebunan kelapa. Perkebunan jeruk dll.
Ekosistem di pertanaman tahunan relatif stabil bila dibandingkan dengan ekosistem

ISSN : 2088-2149

pertanian tanaman musiman seperti pada
persawahan. Upaya introduksi musuh alami
ke pertanaman musiman perlu dipelajari
lebih
lanjut
tentang
peluang
dan
kemungkinan peningkatan efektivitasnya.
b. Augmentasi
Augmentasi,
adalah
usaha
yang
menekankan pada tindakan untuk meningkatkan
jumlah musuh alami dan potensinya. Cara ini
dilakukan dengan pembiakan massal atau
perbanyakan musuh alami di laboratorium
kemudian
dilelepaskan
secara
berkala
kelapangan sesuai dengan jumlah yang
diperlukan sehingga dapat menekan populasi
serangga hama pada tingkat yang tidak
merugikan secara ekonomi. Augmentasi dapat
dilakukan
terhadap musuh alami yang ada
didaerah tersebut atau yang berasal dari luar
daerah atau negara. Contoh dari augmentasi
misalnya
perbanyakan
parasitoid
telur
Trichogramma sp. dilaboratorium dengan
menggunakan inang pengganti Sitotroga
cerealia (hama penyerang gabah).
Pelepasan sejumlah populasi musuh alami
di ekosistem secara teknik augmentasi
sebetulnya sama juga dengan pelepasan musuh
alami dengan teknik introduksi. Perbedaannya
dengan teknik augmentasi kita harapkan
populasi hama sementara waktu (satu musim
atau kurang) dengan cepat dapat ditekan
sehingga tidak merugikan, sedangkan pelepasan
musuh alami introduksi bertujuan untuk dalam
jangka panjang dapat menurunkan aras
keseimbangan populasi hama sehingga tetap
berada di bawah aras ekonomik. Oleh karena itu
maka pelepasan musuh alami secara
augmentatik harus dilakukan secara periodik.
Kecuali itu perbedaan yang lain pelepasan
augmentatik menggunakan musuh alami yang
sudah berfungsi di ekosistem, sedangkan
pelepasan introduksi menggunakan serangga
yang dimasukkan dari luar ekosistem. Agar
teknik augmentasi dengan pelepasan periodik
ini berhasil diperlukan informasi yang lengkap
tentang biologi dan ekologi hama dan musuh
alaminya terutama dalam menentukan tempat,
waktu, frektiensi dan cara pelepasan.
Pelepasan periodik menurut Stehr (1982)
dapat dibedakan dalam 3 bentuk tergantung
pada maksud dan frekuensi pelepasan serta
sumber musuh alami yang dilepaskan. Tiga cara
pelepasan periodik adalah :

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

8

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

a). Pelepasan inokulatif .
Pelepasan musuh alami dilakukan hanya
satu kali dalam satu musim atau dalam satu
tahun dengan tujuan agar musuh alami tersebut
dapat mengadakan kolonisasi dan menyebar
luas secara alami dan menjaga populasi hama
tetap berada pada aras keseimbangannya.
Pelepasan musuh alami di sini dimaksudkan
agar secara teratur kita memperkuat peranan
dan kondisi musuh alami yang secara periodik
terbunuh oleh keadaan lingkungan yang tidak
sesuai.
b). Pelepasan suplemen
Pelepasan musuh alami dilakukan setelah
diketahui dari kegiatan sampling populasi hama
mulai meninggalkan populasi musuh alaminya.
Tujuannya untuk membantu musuh alami agar
kembali berfungsi dan dapat mengendalikan
populasi hama.
c). Pelepasan inundatif atau pelepasan
massal
Apabila pada kedua cara pelepasan
sebelumnya diharapkan keturunan dari individu
musuh alami yang dilepaskan yang terus
berfungsi memperkuat berfungsinya kembali
musuh alami sebagai pengendali alami, maka
pelepasan inundatif mengharapkan agar
individu-individu musuh alami yang dilepas
secara sekaligus dapat menurunkan populasi
hama secara cepat terutama setelah ratusan ribu
atau jutaan individu parasitoid atau predator
dilepaskan. Pelepasan inundatif sering disebut
"insektisida biologik" karena dalam hal ini
musuh alami kita harapkan dapat bekerja
secepat insektisida yang biasa.
Karena jumlah musuh alami yang
dilepaskan sangat banyak untuk inundasi
diperlukan adanya teknik pembiakan massal
musuh alami yang cepat, dan ekonomik.
Umumnya untuk digunakan sebagai inang bagi
perbanyakan massal musuh alami bukan
serangga hama tetapi serangga inang altematif
yang lebih mudah untuk diperbanyak di ruang
perbanyakan.
Sukses yang dicapai oleh teknik inokulatif
yang paling umum adalah dilepaskannya secara
massal parasitoid telur Trichogramma sp. untuk
mengendalikan berbagai hama penting seperti
penggerek pucuk tebu dan penggerek batang
tebu, hama penggerek buah kapas, dll. Menurut
Boedijono (1990) pelepasan 150.000 telur

ISSN : 2088-2149

Trtchogramma sp per hektar dapat menurunkan
populasi dan kerusakan penggerek pucuk tebu,
sedangkan untuk
pengendalian penggerek
batang tebu diperlukan 250.000 telur per hektar.

c. Konservasi
Konservasi adalah usaha pengawetan atau
pelestarian musuh alami yang telah ada di suatu
daerah dengan memanipulasi lingkungan.
Dengan demikian musuh alami dapat
berkembang dengan baik dan potensinya
sebagai agensia pengendali hayati meningkat.
Dengan keadaan ekosistem yang telah
dimodifikasi diharapkan daya reproduksi dan
lama hidup musuh alam ditingkatkan serta
untuk menambah daya tarik suatu daerah bagi
musuh alami. Untuk melakukan perubahan
lingkungan yang lebih menguntungkan musuh
alami perlu diketahui faktor lingkungan apa saja
yang
membatasi
atau
menghalangi
pertumbuhan populasi musuh alami.
Dengan mengetahui penyebab kurang
berfungsinya musuh alami dapat diambil
tindakan yang dapat menyelamatkan dan
meningkatkan populasi musuh alam. Ada
banyak cara modifikasi ekosistem yang dapat
dilakukan menurut Stehr (1982) antara lain :
a) Preservasi fase musuh alami yang tidak
aktif (pupa atau fase diapause).
b) Penjagaan keanekaragaman komunitas.
c) Penyediaan mang alternatif.
d) Penyediaan makanan alam! (nektar, pollen,
embun madu).
e) Penyediaan suplemen makanan buatan.
f) Pembuatan tempat berlindung musuh alami
secara buatan.
g) Pengurangan
predator
yang
tidak
diinginkan.
h) Pengendalian semut pemakan embun madu.
i) Pengaturan suhu yang menyenangkan
musuh alam .
j) Menghindarkan debu-debu jalan yang
mengganggu musuh alam .
Banyak tindakan agronomik yang secara
langsung dan tidak langsung dapat merugikan
populasi musuh alami terutama penggunaan
pestisida. Dengan tidak menggunakan pestisida
atau kalau digunakan dilakukan secara selektif
berarti kita sudah melaksanakan usaha
konservasi musuh alami. Beberapa teknik
augmentasi yang memanipulasi ekosistem dapat
juga dimasukkan sebagai teknik konservasi
seperti penyediaan tanaman yang dihuni oleh

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

9

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

serangga herbivora yang dapat menjadi inang
pengganti bagi musuh alami.
Modifikasi lingkungan bertujuan untuk
meningkatkan peranan musuh alam yang sudah
ada dilapangan. Cara yang bisa dilakukan
antara lain :
a) Melakukan pembajakan, pengeringan, cara
mengatur waktu panen sehingga sesuai
dengan kehidupan musuh alami.
b) Dengan mengatur penyinaran sehingga
kelembaban dapat diatur sesuai dengan
yang dikehendaki.
c) Menambah tanaman inang alternatif
kadang sangat perlu untuk menjamin
selalu tersedianya serangga inang bila
tanaman pokok inang tak ada.
d) Penyediaan
tanaman
yang
dapat
menyediakan karbohidrat dan protein bagi
musuh alam
e) Menanam tanaman lain untuk “ shelter “
(tanaman pelindung). Contohnya peranan
predator
Crytorhinus
levidipennis
(pemangsa wereng) agar terjamin maka
ditempat daerah yang banyak predator ini
harus
ditanam
rumput-rumputan
Caracana sp dan Digitaria sp.
f) Penambahan tanaman bunga-bungaan
jenis tertentu sangat perlu karena sebagai
sumber madu dan hektar terutama
serangga parasit dewasa yang termasuk
ordo Hymenoptera.
Contoh dari kegiatan konservasi
misalnya pemberian pohon pelindung dan
pengairan dengan system pancaran untuk
menjaga kelembaban udara sehinga cocok
untuk
pertumbuhan
jamur
Botrytis
stophanoderis untuk mengendalikan hama
bubuk buah kopi Hypothenemos hampei
C. SIMPULAN
Pengendalian hayati adalah salah satu
komponen PHT yang dilakukan secara sengaja
dengan memanfaatkan atau memanipulasi
musuh alami seperti predator, parasitoid dan
patogen untuk menurunkan atau menekan
populasi hama hingga kepadatan populasi
organisme tersebut berada dibawah rata-ratanya
dibandingkan bila tanpa pengendailan.
Optimalisasi pengendalian hayati perlu
dilakukan
secara
menyeluruh
dengan
memperhatikan factor-faktor bioekologi hama
maupun
musuh
alamnya
agar
dapat
meningkatkan peran musuh alam secara

ISSN : 2088-2149

maksimal dalam mengatur populasi hama
dilapangan ke aras keseimbangan dan tidak
merugikan secara ekonomi.
Optimalisasi musuh alam tersebut dapat
dilakukan dengan langkah diantaranya :
a. Introduksi yaitu dilakukan dengan cara
memindahkan musuh alami dari suatu
daerah atau negara kedaerah atau negara lain
untuk mengendalikan serangga hama yang
menyerang
suatu
jenis
tanaman.
Keberhasilan introduksi sangat dipengaruhi
oleh studi dasar yang dilakukan sebelumnya,
seperti studi mengenai diapause, biologi,
ekologi, taksonomi dll)
b. Augmentasi
yaitu
tindakan
untuk
meningkatkan jumlah musuh alami dan
potensinya. Cara ini dilakukan dengan
pembiakan massal atau perbanyakan musuh
alami
di
laboratorium
kemudian
dilelepaskan secara berkala kelapangan
sesuai dengan jumlah yang diperlukan
sehingga dapat menekan populasi serangga
hama pada tingkat yang tidak merugikan
secara ekonomi
c. Konservasi adalah usaha pengawetan atau
pelestarian musuh alami yang telah ada di
suatu
daerah
dengan
memanipulasi
lingkungan agar
musuh alami dapat
berkembang dengan baik dan potensinya
sebagai
agensia
pengendali
hayati
meningkat , serta untuk menambah daya
tarik suatu daerah bagi musuh alami.
Pengetahuan mengenai faktor lingkungan
yang mempengaruhi sangat diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2002. Biological Control of Insect
Pests.
http://www.agnet.
org/
library.php?func=view&id
=20110706170313&type_id=1. Food &
Fertilizer Technology Center. 5F.14
Wenchow St., Taipei 10616 Taiwan
R.O.C Diunduh 10 Februari 2012
Anonimus, 2007. Useful Products and Insect
Control Measures Under Development
in the Invasive Insect Biocontrol and
Behavior Laboratory.
http://www.ars.usda. gov/
Services/Services.htm? modecode=1275-18-00. Diunduh 7 Februari 2012

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

10

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

David Keith, 2006. Tomato Hornworm with
Braconid Cocoons.
http://aggie-horticulture.tamu.edu/
galveston/beneficials_intros/beneficials_types_of_beneficials.htm. Diunduh 7
Februari 2012
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1999.
Modul Pelatihan Pemanfaatan Agens
Hayati.
Gibbs, T, 2008. Insect Control? Look To
Natural Predator. http://birds-andthings. blogspot. com /2008/06/insectcontrol-look-to-natural-predator.html.
Diunduh 7 Februari 2012

Huffaker, C. B., P. S. Mesenger, dan P. de
Bach. 1971. The natural enemy
component in natural control and the
theory of biological control. Dalam C.
B. Huffaker dan P. S. Messenger (ed.)
Theory and Practise of Biology Control
Acad. Press. New York.
Jim Kalisch, 2011. Egg Parasitoids
http://entomology.uni.edu/images/beeswa
ps/eggparasites.jpg) University of
Nebraska–Lincoln. Diunduh 7 Februari
2012
Kalshoven, L. G. E. 1981. Pests of Crops. in
Indonesia (Edisi teIjemahan dan
revisi) PA Van der Laan. P. T. Ichtiar
Baru-Van Hoeve. Jakarta.

ISSN : 2088-2149

selectivity and optimization. Dalam
Proceed.FAOjIRRI
Workshop
on
Judicious and Efficient Use of
Insecticides on Rice. IRRI. Los Banos.
Philippines.

Shepard, B. M., E. R Ferre, D. E. Kenmore, J.
P. Sumangil, dan J. A. Listinger. 1987.
Sampling methods. Sequential Sampling
for Rice Planthoppers, Predators,
Caterpilars, and Yellow Stemborers . The
International Workshop on Brown
Planthoppers. Yogyakarta. Desember
1987.
Smith, R F. 1978. Distory and complexity of
integrated pest management. Dalam Pest
ontrol Strategies
Supartha I W, dan I W Susila, 1999. Parasitoid
dan Patogen Serangga : Prospek dan
Pengendaliannya sebagai Agens hayati.
Stehr, D. W. 1982. Parasitoid and predator in
pest management. Dalam R. L. Metcalf
dan W. H. Luckmann (ed.) Introduction
to Insect Pest Management. John Wiley
& Sons. New York.
Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan
Hama Terpadu. Gadjah mada University
Press. Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah mada.

Mahrub, E., S.Mangoendihardjo., 1989.
Pengendalian
Hayati.
Pendidikan
Program Diploma Satu Pengendalian
Hama Terpadu.
Natawigena,
H.
1994.
Dasar-dasar
Perlindungan
Tanaman .
Penerbit
Trigenda Karya. Bandung.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian hama Terpadu
dan Implementasinya di Indonesia .
Gadjah Mada University Press.
Price. P. W. 1982. Insect Ecology. Second
Edition. Wiley Interscience. New York..
Shepard, M. dan T. M. Brown. 1984.
Insecticide
specificity :
Intrinsic
Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

11

Bakti Saraswati Vol. 01 No. 02 (September 2011)

ISSN : 2088-2149

Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat
Universitas Mahasaraswati Denpasar

12