this PDF file KONSEP ULUL ALBAB DI ERA SEKARANG | Herawati | FIKRAH 1 SM
Aksiologi Ilmuwan Modal Bagi Generasi Berjati Diri: Belajar
Azizah
dariHerawati
Sejarah
FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan
Volume 3, No.1, Juni 2015
KONTEKSTUALISASI KONSEP
ULUL ALBAB DI ERA SEKARANG
Azizah Herawati
Penyuluh Agama Ahli Muda Magelang
[email protected]
ABSTRACT
This paper discusses Ulul Albab proile. An explanation
about who ulul albab is, what the characteristics are
and how the application of ulul albab characteristic in
today’s era. Ulul albab is a group of humans created
by Allah with all its advantages. They are a group
of the choice people who have the power of high
spiritual, intellectual and social. Their commitment to
the teachings of Allah “Islam” is very high. They also
are not easily affected by the temptation of the times
and lost in lust seduction. Ulul Albab excellences do
not only stand out from human view, but also have
to stand in the sight of Allah. So that the elements
of personality formation of Ulul Albab stated in AlQur’ân as tafakkur, tadabbur and tazakkur becomes
a necessity. Ulul Albab terms are sixteen times
mentioned in the Qur’an. Al-Quran does not give a
deinitive concept of ulul albab, but only mentions
the signs. So that the experts of tafsir provide a
different understanding about ulul albab. Qur’an
mentions the term ulul albab repeatedly with various
characteristics, indicating that the proile ulul albab is
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
123
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
the desire proile of the people since the irst, present
and future.
Keywords: Ulul Albab, Proiles, Intellectual
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang proil ulul albab.
Sebuah paparan tentang siapa itu ulul albab, apa ciricirinya dan bagaimana penerapan ciri ulul albab di
era sekarang ini. Ulul albab merupakan sekelompok
manusia yang diciptakan Allah SWT dengan segala
kelebihannya. Mereka adalah sekelompok manusia
pilihan yang mempunyai kekuatan spiritual,
intelektual dan sosial yang tinggi. Komitmen mereka
terhadap ajaran Allah SWT yakni ajaran Islam sangat
tinggi. Mereka juga tidak mudah terpengaruh godaan
perkembangan zaman dan hanyut dalam rayuan hawa
nafsu yang melenakan. Keunggulan ulul albab tidak
semata menonjol dari pandangan manusia, akan tetapi
juga harus menonjol dalam pandangan Allah SWT.
Sehingga unsur-unsur pembentukan kepribadian ulul
albâb yang tertera dalam Al-Qur’ân yaitu tafakkur,
tadabbur dan tadzakkur menjadi sebuah keniscayaan.
Istilah ulul albab ١٦ kali disebut dalam Al-Qur’an. AlQur’an tidak menjelaskan secara deinitive konsepnya
tentang ulul albab, tapi hanya menyebutkan tandatandanya saja. Sehingga para mufassir kemudian
memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang
ulul albab. Berulangkalinya Al-Qur’an menyebut
istilah ulul albab dengan berbagai ciri, menunjukkan
bahwa proil ulul albab merupakan proil dambaan
umat sejak dahulu, kini dan masa yang akan datang.
Kata kunci : Ulul albab, proil, intelektual
124
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna, AlQuran telah menyebutkan kesempurnaan manusia dalam surat
At-Tin ayat 4. Menurut Quraish Shihab bahwa kesempurnaan
manusia sering mendapat pujian dari Tuhan, seperti pernyataan
terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan sebaik-baiknya.
Letak kesempurnaan manusia berbeda dengan makhluq Allah
lainnya, sebab manusia memiliki potensi akal budi. Akal pula
yang menjadi manusia terpilih sebagai khalifah di muka bumi
dan berkewajiban untuk membangun dengan sebaik-bainnya.
Ternyata tidak hanya akal budi yang diberikan kepada
manusia, Allah memberi amanah kepada manusia sebagai
khalifahtullah atau wakil Allah dalam mengelola alam ini.
Kuntowijoyo menyebutkan bahwa di dalam Al-Quran posisi
manusia sangat penting, posisi itu dapat dilihat dalam predikat
yang diberikan Tuhan sebagai Khalifah Allah. Ahmad Azhar
menambahkan bahwa Allah menundukkan isi langit dan
bumi kepada manusia guna melayani hidup manusia dalam
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah . Sebagai khalifah
manusia harus memaksimalkan potensi Akal, yang telah diberi
oleh Allah SWT. Berikir tentang ayat kauniyah yakni ayat-ayat
mengenai visi cosmos dan menganalisa serta menyimpulkan
sehingga melahirkan gagasan inovatif demi pengembangan
peradaban manusia.
Menggunakan akal artinya menggunakan kemampuan
pemahaman, baik dalam kaitannya dengan realitas yang konkret
maupun realitas spiritual. Musa Asy’ari memahami bahwa realitas
konkrit dipahami oleh pemikiran dan realitas spiritual dipahami
oleh Qalb. Al-Qur’an mengekspos keluhuran orang yang beriman
dan berilmu sebagai hamba Allah yang memiliki kedudukan
tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki
kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah Allah. Al
Quran juga menggambarkan aktivitas keduanya dengan sebutan
Ulil Albab.
Mendengar
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
istilah ulul albab, pikiran kita langsung
125
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
tertuju kepada sekelompok manusia yang diciptakan Allah
SWT dengan segala kelebihannya. Mereka adalah sekelompok
manusia pilihan yang mempunyai kekuatan spiritual, intelektual
dan sosial yang tinggi. Komitmen mereka terhadap ajaran Allah
SWT yakni ajaran Islam sangat tinggi. Mereka juga tidak mudah
terpengaruh godaan perkembangan zaman dan hanyut dalam
rayuan hawa nafsu yang melenakan.
Memang tidak terlalu berlebihan jika kita berpikir
demikian. Karena Al-Qur’an sendiri menempatkan mereka dalam
posisi istimewa. Merekalah orang-orang yang mampu memikirkan
hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh sekelompok orang pada
umumnya. Di era globalisasi seperti saat ini, di mana pengaruh
tekhnologi terutama informasi,komunikasi dan transportasi
yang begitu cepat, sangat sulit menemukan proil ulul albab yang
benar-benar dijadikan patokan dalam Al-Qur’an. Karena ulul
albab tidak terbatas pada kemampuan intelektual semata, tapi
juga harus memiliki kemampuan lain yang bersifat emosional
dan spiritual.
Siapakah Ulul Albab Itu?
Ulul Albab adalah istilah khusus yang dipakai AlQur’an untuk menyebut sekelompok manusia pilihan semacam
intelektual. Istilah Ulul Albab 16 kali disebut dalam Al-Qur’an.
Namun, sejauh itu Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara
deinitive konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan
tanda-tandanya saja. Karena itulah, para mufassir kemudian
memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang ulul albab.
Imam Nawawi, misalnya, menyebut bahwa ulul albab adalah
mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut dalam derasnya
arus. Dan yang terpenting, mereka mengerti, menguasai dan
mengamalkan ajaran Islam. Sementara itu, Ibn Mundzir
menafsirkan bahwa ulul albab sebagai orang yang bertaqwa
kepada Allah, berpengetahuan tinggi dan mampu menyesuaikan
diri di segala lapisan masyarakat, elit ataupun marginal.1
1
A. Khudori Soleh, Ulul Albab, Konsep Al-Qur’an tentang
Intelektualisme, www.scribd.com, diakses tanggal 18 Januari 2012.
126
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Dalam kamus Al-Munawwir, secara etimologi, kata ulul
albâb terdiri dari dua suku kata yaitu ûlu merupakan sinonim
dari kata dhawu artinya yang empunya (untuk jama’ berjenis lakilaki). Albâb ialah bentuk jama’ dari lubbu yang artinya isi, inti,
sari, bagian terpenting. Ia merupakan antonim “kulit”. Menurut
Yusuf Qardhawi, dalam konteks ini al-Qur’ân menunjukkan
bahwa manusia terdiri atas dua bagian yaitu kulit dan isi. Bentuk
isik adalah kulit, sedangkan akal adalah isi. Sedangkan secara
terminologi, dalam Al-Qur’ân Al-Karim dan Terjemahan, Zaini
Dahlan, ulul albâb adalah orang yang berakal cerdik, dapat
mengambil pelajaran, berpikir cerdas, orang yang menggunakan
akal, orang yang berpikir tajam.
Menurut Al-Quran, ulul-albab adalah kelompok manusia
tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT Di antara
keistimewaannya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksaan,dan
pengetahuan, di samping pengetahuan yang mereka peroleh
secara empiris. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 269 berikut ini :
à ÂÁ À ¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ ¸ ¶ μ
ÈÇÆ ÅÄ
“Allah menganugerahkan Al -Hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al- Quran dan As -Sunnah) kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dan barangsiapa yang dianugerahi
hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari irman Allah)”.
Disebutkan pula dalam Al-Quran Surat Yusuf [12] ayat
111 bahwa Allah SWT berirman :
É È Ç Æ Å ÄÃ Â Á À ¿ ¾ ½
ÕÔ ÓÒÑÐÏÎ ÍÌËÊ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al- Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
127
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ulul albab mempelajari sejarah berbagai bangsa,
kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat,
yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan di
dalam kehidupan ini. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat
7 dijelaskan sebagai berikut :
¼ » º ¹ ¸ ¶ μ´ ³ ² ± ° ¯ ® ¬ « ª
.Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:
“Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orangorang yang berakal”.
Sebelum berbicara lebih jauh tentang ulul-albab, sekedar
untuk membedakan, perlu ditinjau terlebih dahulu beberapa
istilah lain dalam bahasa Indonesia yang hampir semakna
yaitu sarjana, ilmuwan, intelektual. Sarjana diartikan sebagai
orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar.
Jumlahnya banyak, karena setiap tahun perguruan tinggi atau
universitas memproduksi sarjana. Ilmuwan ialah orang yang
mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya, baik
dengan pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri. Di antara
sekian banyak sarjana, beberapa orang sajalah yang kemudian
berkembang menjadi ilmuwan. Sebagian besar terbenam dalam
kegiatan rutin, dan menjadi tukang-tukang profesional.
Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya
menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan
tinggi dan memperoleh gelar sarjana (asli atau aspal). Mereka juga
bukan sekadar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan
ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok
orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya,
menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang
dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif
pemecahan masalah. Memang, istilah ini biasa diberi bermacam-
128
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
macam arti. Begitu beragamnya deinisi intelektual, sehingga
Raymond Aron sepenuhnya melepaskan istilah itu. Tetapi James
Mac Gregor Burns, ketika bercerita tentang intellectual leadership
sebagai transforming leadership, berkata bahwa intelektual ialah
a devotee of ideas, knowledge, values. Intelektual ialah orang
yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita, yang
mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis. “Dalam deinisi ini,
orang yang menggarap hanya gagasan-gagasan dan data analitis
adalah seorang teoritisi; orang yang bekerja hanya dengan gagasangagasan normatif adalah seorang moralis; orang yang menggarap
sekaligus menggabungkan keduanya lewat imajinasi yang teratur
adalah seorang intelektual,” kata Burns. Jadi, intelektual adalah
orang yang mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasangagasan analitis dan normatifnya. Sedang menurut Edward A.
Shils, dalam Internasional Encyclopaedia of the Social Science,
tugas intelektual ialah “menafsirkan pengalaman masa lalu
masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan ketrampilan
masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman
estetis dan keagamaan berbagai sektor masyarakat”.
Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan
saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup
melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang
cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam, dia adalah
seorang Islamologis. Untuk pengertian ini, Al-Quran sebenarnya
mempunyai istilah khusus yang dikenal dengan istilah ululalbab. Al-Quran dan Terjemahannya Departeman Agama
Republik Indonesia mengartikan ulul-albab sebagai “orangorang yang berakal” tidak terlalu tepat. Terjemahan Inggris men
of understanding men of wisdom, mungkin lebih tepat.2
Sosok ulul albâb merupakan sosok yang ideal yang
digambarkan oleh Allah melalui beberapa ayat dan juga mendapat
pujian dari Allah SWT. Al-Qur’ân memberikan penghargaan dan
penghormatan kepada kaum ulul albâb. Bentuk penghargaan
tersebut, Allah SWT menyebut ulul albâb beberapa kali dalam
2
Oman Abdurahman, Ulul Albab, Proil Intelektual Plus, http://
quran.al-shia.org/id/lib/005/10, diakses tanggal 19 Januari 2012
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
129
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Al-Qur’ân dan diulang pada periode Makkah dan Madinah.
Sembilan diantaranya diturunkan pada periode Makkah yang
disebut dengan ayat-ayat Makkiyah dan tujuh lainnya diturunkan
pada periode Madinah yang sering disebut dengan ayat-ayat
Madaniyah. Periodisasi dari turunnya ayat-ayat yang berkaitan
dengan ulul albâb memiliki makna tersendiri dan bentuk perhatian
Allah SWT yang lebih atas kepribadian ulul albâb. 3
Ciri-Ciri Ulul Albab
Seperti apakah ciri-ciri orang yang termasuk dalam
kelompok ulul albab ini? Ciri-ciri ulul albab menyangkut
beberapa aspek kehidupan, baik ritual, sosial, emosional maupun
intelektual. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan.
Menyelidiki dan mengamati semua rahasia wahyu (AlQur’an maupun gejala-gejala alam), menangkap hukum-hukum
yang tersirat di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam
masyarakat demi kebaikan bersama. Firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat 190 :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal”.
Menurut Ibn Katsir, selain mampu memahami fenomena
alam dengan segenap hukumnya yang menunjukkan tandatanda keagungan, kemurahan dan rahmat Illahy, ulul albab juga
seorang yang senantiasa berdzikir dan berpikir, yang melahirkan
kekuatan intelektual, kekayaan spiritual dan keluhuran moral
dalam dirinya. Ibn Salam isikawan muslim yang mendapatkan
hadiah Nobel tahun 1979 menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an
terdapat dua perintah; tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah
merenungkan serta memikirkan semua kejadian yang timbul
dalam alam semesta, kemudian menangkap hukum-hukumnya
3
Yusuf Qardawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan AlBanna, terjemahan Bustani A. Ghani dan Zainal Abidin (Jakarta: Bulan
Bintang, 1998), hlm. 30
130
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
yang dalam bahasa modern dikenal dengan istilah science. Sedang
tasyakur adalah memanfaatkan segala nikmat dan karunia
Allah dengan akal pikiran, sehingga nikmat tersebut semakin
bertambah yang kemudian dikenal dengan istilah teknologi.
Ulul Albab menggabungkan keduanya; memikirkan sekaligus
mengembangkan dan memanfaatkan hasilnya, sehingga nikmat
Allah semakin bertambah (Jalaluddin Rahmad, 1988, 213).
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat
Ibrahim [14] ayat 7 berikut ini :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”.
Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai
manusia, serta mampu menaklukkan jagat raya bila mau berpikir
dan berdzikir. Berpengetahuan tinggi serta menguasai teknologi.
Sebagaimana disebut dalam Al- Qur’an Surat Ar-Rahman [55]
ayat 33 berikut ini :
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan”.
b. Selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan.
Ulul Albab mampu memisahkan yang baik dari yang
jahat, untuk kemudian memilih yang baik. Selalu berpegang dan
mempertahankan kebaikan tersebut walau sendirian dan walau
kejahatan didukung banyak orang. Ia tidak hanya asyik dalam
acara ritual atau tenggelam dalam perpustakaan; sebaliknya
tampil di hadapan umat. Bertabligh untuk memperbaiki ketidak
beresan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, memberikan
peringatan bila terjadi ketimpangan dan memprotesnya bila
terjadi ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan.4 (A. Khudlori
4
A. Khudlori Sholeh, Ulul Albab ..., www.scribd.com, diakses 18
januari 2012
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
131
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Sholeh, Op. Cit.). Al-Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 100
menyebutkan :
z y x w vu t s r q p o n m
}|{
Katakanlah: “tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu,
Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang
berakal, agar kamu mendapat keberuntungan”.
c. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbangnimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan
oleh orang lain. (Oman Abdurahman, Op. Cit.)
Ulul albab tidak mau taqlid pada orang lain,sehingga ia
tidak mau menelan mentah-mentah apa yang diberikan orang
lain, atau gampang mempercayainya sebelum terlebih dahulu
mengecek kebenarannya. (.). Dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar
ayat 18 Allah SWT berirman :
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orangorang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
d. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk
memperbaiki masyarakatnya; memperingatkan mereka
kalau terjadi ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat
ketidakadilan.
Dia tidak duduk berpangku tangan di labolatorium; dia
tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan;
dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk
memperbaiki ketidak beresan di tengah-tengah masyarakat.
Allah SWT berirman dalam Al-Qur’an surat Ibrahim [14] ayat
52 sebagai berikut :
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan denganNya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia
adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang
yang berakal mengambil pelajaran”.
132
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Allah SWT juga berirman dalam Al-Qur’an surat ArRa’du [13] ayat 19-22 berikut ini :
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar
sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang
yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan
takut kepada hisab yang buruk, dan orang-orang yang
sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terangterangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan
(yang baik)”.
e. Sanggup mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu.
Sejarah adalah penafsiran nyata dari suatu bentuk
kehidupan. Dengan memahami sejarah kemudian membandingkan
dengan kejadian masa sekarang, ulul albab akan mampu membuat
prediksi masa depan, sehingga mereka mampu membuat
persiapan untuk menyambut kemungkinan-kemungkinan yang
bakal terjadi. Allah berirman dalam Al-Qur>an surat Al-Hasyr
[59] ayat 18 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
f. Rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk di hadapan Allah
SWT.
Ulul Albab senantiasa “membakar” singgasana Allah
dengan munajadnya ketika malam telah sunyi. Menggoncang
Arasy-Nya dengan segala rintihan, permohonan ampun dan
pengaduan segala derita serta kebobrokan moral manusia di
muka bumi. Ulul Albab sangat»dekat» dengan Tuhannya. Hal
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
133
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
ini ditegaskan oleh Allah SWT Surat Az-Zumar [39] ayat 9
berikut ini :
“(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktuwaktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”.
g. Tidak takut kepada siapapun, kecuali Allah semata.
Sadar bahwa semua perbuatan manusia akan dimintai
pertanggungan jawab, dengan bekal ilmunya, ulul albab tidak
mau berbuat semena-mena. Tidak mau menjual ilmu demi
kepentingan pribadi (menuruti ambisi politik atau materi). Ilmu
pengetahuan dan teknologi ibarat pedang bermata dua. Ia dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan baik, tapi bisa juga digunakan
dan dimanfaatkan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak benar.
Tinggal siapa yang memakainya. Ilmu pengetahuan sangat
berbahaya bila di tangan orang yang tidak bertanggung jawab.
Sebab, ia tidak akan segan-segan menggunakan hasil teknologinya
untuk menghancurkan sesama, hanya demi menuruti ambisi dan
nafsu angkara murkanya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
Surat Al-Isra’ [17] ayat 36 :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya”.
h. Mampu memahami substansi dari suatu permasalahan secara
mendalam.
Allah SWT berirman dalam A-Qur’an Surat Al-Baqarah
[2] ayat 179 sebagai berikut :
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa”.
134
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Secara substansi, ayat ini menegaskan melalui ketetapan
hukum qishash terdapat jaminan kelangsungan hidup bagi
manusia. Karena bagaimanapun juga ketika seseorang mengetahui
bahwa hukuman bagi pembunuh akan dibunuh, maka mereka
akan mempertimbangkan ketika akan membunuh. Ulul albâb
dalam konteks ini merupakan sosok kepribadian yang mampu
memahami substansi dari suatu permasalahan. Mereka mampu
melihat sisi positif dari perintah pelaksanaan hukuman qishash.
Albâb menurut Al-Harali adalah sisi terdalam akal yang berfungsi
untuk menangkap perintah Allah dalam hal-hal yang dapat
diindera, mereka juga mampu menyaksikan Rabb-nya melalui
ayat-ayat-Nya.5
i. Mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa
terdahulu.
Sebagaimana irman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat
Yusuf [12] ayat 111 berikut ini :
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya Al-Maraghi
melihat pada kisah Nabi Yusuf AS tersebut merupakan salah satu
kisah penting bagi mereka yang berakal dan berpikiran tajam
yaitu ulul albâb. Karena itulah kisah ini disebut sebagai qashasha
al-khabara yang berarti menyampaikan berita dalam bentuk yang
sebenarnya. Kata ini diambil dari perkataan qashasha al-atsara
wa iqtashashahu yakni menunjukkan kisah ini menuturkan cerita
secara lengkap dan benar-benar mengetahui.
Hal senada diungkapkan oleh al-Nahlawi dalam bukunya,
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat halaman
240 menuliskan bahwa kisah Yusuf AS mampu memuaskan
pikiran melalui dua cara, yaitu :
5
Yusuf Qardawi, Pendidikan Islam..., hlm. 31.
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
135
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
1. Pemberian sugesti, keinginan dan keantusiasan.
Keteguhan dan ketabahan menghadapi cobaan merupakan
satu sisi menakjubkan dan dapat diambil pelajaran
2. Perenungan atau pemikiran.
Nilai otentik dari kisah Yusuf AS yaitu penalaran yang
logis, semangat berkorban demi kebenaran, semangat
ketuhanan dan keteguhan dengan penuh kearifan dalam
bertindak.
j. Memiliki kejernihan pikiran dan kelembutan hati untuk
bertaqwa kepada Allah SWT
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq [65]
ayat 10 :
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,
maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang
mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan
kepadamu”.
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, ayat ini
berfungsi sebagai penjelas atau tempat bagi ulul albâb. Kalimat
tersebut mengisyaratkan bahwa keilmuan yang menghiasi jiwa
mereka dikarenakan kejernihan pikiran mereka. Sedangkan
menurut Az-Zamarkasyi dalam tafsirnya Al-kasafu ‘an Haqâiqi
Tanzil wa’uyuni i wujuhi ta’wil seakan-akan Allah menyiapkan
siksa bagi mereka yang ingkar dan tidak beriman. Ulul albâb
yaitu orang-orang yang beriman yang memiliki kelembutan
hati untuk bertaqwa kepada Allah dengan menghidari segala
hukuman-Nya.
k. Mampu meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.
Sebagaimana irman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat AlBaqarah [2] ayat 269 berikut ini :
“Allah menganugerahkan al- hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al-Quran dan As- Sunnah) kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang
136
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari irman
Allah)”.
Pada ayat ini dijelaskan oleh Sayyid Qutb dalam Tafsir
Fi Dhilalil Qur’an bahwa orang yang berhak mengambil
manfaat dari hikmah adalah kaum ulul albâb yaitu mereka yang
meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya dan memberikan
kepada masing-masing yang berhak. Maka bagi mereka telah
mendapatkan kemuliaan dari Allah dari sisi ilmu pengetahuan.
Apabila dikaji lebih dalam sebenarnya masih banyak
ciri-ciri dari ulul albab yang diungkap dalam Al-Qur’an, namun
11 ciri ini saja sudah sangat sulit ditemukan di zaman seperti
sekarang ini.
Penerapan Fungsi Ulul Albab di Zaman Sekarang
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulul
albab adalah cendekiawan muslim yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Mengerahkan secara optimal semua potensi intelektual
yang dimiliki untuk mencari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan serta beijtihad dalam rangka memahami
ayat-ayat Alah SWT baik yang qauliyah maupun yang
kauniyah.
b. Mampu menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki
sebagai alat untuk mencari karunia sebanyak-banyaknya
(khairan katsiran) dari Allah SWT untuk kebaikan umat
manusia, bukan untuk menimbulkan kerusakan dan
kebinasaan.
c. Bersedia menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dalam rangka memimbing, membina dan
memimpin masyarakat.
d. Menyadari bahwa sekalipun orang-orang yang
berilmu pengetahuan tidak sama dengan yang tidak
berilmu pengetahuan, tapi derajat kemuliaan seorang
cendekiawan tidak hanya ditentukan oleh ketinggian ilmu
pengetahuannya semata, tetapi—dan lebih utama lagi—
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
137
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
ditentukan oleh sejauh mana kedekatan (taqarrub) nya
dengan Allah SWT. Oleh sebab itu cendekiawan muslim
harus senantiasa berzikir kepada Allah SWT di mana saja
berada dan dalam kondisi bagaimana pun. Baik zikir hati,
lisan, maupun amal perbuatan.
e. Mempunyai sikap furqan, yaitu mampu membedakan
antara yang hak dan yang batil; selalu konsekuen mengikuti
dan membela yang hak serta menjauhi dan menentang
yang batil; serta bersedia berkorban dan menentang arus
dalam mempertahankan yang hak dan menentang yang
batil tersebut.
f. Memiliki iman yang kuat dan akhlaq yang mulia yang
tercermin antara lain dalam beberapa sikap berikut :
Mengakui kekuasaan Allah SWT, tidak takut kepada
siapapun kecuali kepada Allah SWT, selalu mengikuti
hidayah-Nya, senantiasa ikhlas dalam setiap amalannya,
cenderung menjauhkan diri dari perilaku menyimpang
dan kembali kepada prilaku yang mendapat keridhaan
Allah SWT, senantiasa menyadari kekhilafan, tabah dan
dapat belajar dari segala macam cobaan.6
Apabila diterapkan di zaman sekarang, tentu sangat
luar biasa kalau ditemukan igur muslim seperti ini. Meskipun
tidak mustahil ditemukan, namun perlu usaha sungguh-sungguh,
mengerahkan segenap jiwa, raga , spiritual, intelektual dan
emosional. Ada empat kata kunci yang menjadi esensi proil ulul
albab menurut Al-Qur’an Al-Karim, yaitu zikir, tazakkur, tafakkur
dan taqwa. Bahkan khusus tazakkur (kemampuan dan kesediaan
untuk mendapatkan pelajaran) disebut oleh Al-Qur’an 9 tempat
dari keseluruhan ayat-ayat tentang ulul albab di atas. Hal itu
menunjukkan bahwa ulul albab memang diingatkanuntuk lebih
waspada dan hati-hati dengan ilmu dan tugas yang dipikulkan
dipundaknya.
6
Yunahar Ilyas, Ulul
Tahun 2002
138
Albab, Suara Muhammadiyah Edisi 2
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Penutup
Secara individual, kepribadian ulul albâb mencerminkan
satu ciri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut lahir dari usaha
dan kesungguhan untuk mencari hakekat segala sesuatu dengan
cara olah pikir dan dzikir. Keluarga berkewajiban untuk
mendorong dan menyiapkan generasi yang akan datang agar
memiliki keunggulan tidak semata di sisi manusia, akan tetapi
di sisi Allah. Untuk itulah, perlu memperhatikan unsur-unsur
pembentukan kepribadian ulul albâb yang tertera dalam AlQur’ân yaitu tafakkur dan tadzakkur, tadabbur (memperhatikan
secara seksama), focus pada kualitas, bersabar, menjaga kesucian
diri dan beribadah.
Dari uraian di atas diharapkan dapat diterapkan dalam
mengasah diri menjadi lebih berkualitas, baik yang bersifat hablun
minallah maupun hablun minannas. Sehingga menjadi pribadi
yang ditunjuk oleh Allah SWT sebagai pribadi yang benar-benar
terpilih. Amin. Wallahu a’lamu bish-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,Oman, Ulul Albab, Proil Intelektual Plus, http://
quran.al-shia.org/id/lib/005/10, diunduh 19 Januari
2012.
Al-Maraghi , Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi. Mesir,
Musthafa Al-Babi Al-Halabi. (terjemah) Anwar Rasyidi
dkk., Semarang: Toha Putra, 1988.
Al-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah
dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Dahlan, Zaini, Al-Qur’ân Al-Karim dan Terjemahan Artinya,
Yogyakarta: UII Press, 2000.
Ilyas, Yunahar, Ulul Albab, Suara Muhammadiyah Edisi 2 Tahun
2002
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir ArabIndonesia Terlengkap,
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
139
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Qardawi , Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan AlBanna, terjemahan Bustani A. Ghani dan Zainal Abidin,
Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Qutub, Sayyid, Tafsir Fi dhilalil Qur’an, Isa Al-babi Al-halabi,
tt.
Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati, 2003.
Sholeh, A Khudori, Ulul Albab, Konsep Al-Qur’an tentang
Intelaktualisme, www.scribd.com, diunduh 18 Januari
2012.
140
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah
dariHerawati
Sejarah
FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan
Volume 3, No.1, Juni 2015
KONTEKSTUALISASI KONSEP
ULUL ALBAB DI ERA SEKARANG
Azizah Herawati
Penyuluh Agama Ahli Muda Magelang
[email protected]
ABSTRACT
This paper discusses Ulul Albab proile. An explanation
about who ulul albab is, what the characteristics are
and how the application of ulul albab characteristic in
today’s era. Ulul albab is a group of humans created
by Allah with all its advantages. They are a group
of the choice people who have the power of high
spiritual, intellectual and social. Their commitment to
the teachings of Allah “Islam” is very high. They also
are not easily affected by the temptation of the times
and lost in lust seduction. Ulul Albab excellences do
not only stand out from human view, but also have
to stand in the sight of Allah. So that the elements
of personality formation of Ulul Albab stated in AlQur’ân as tafakkur, tadabbur and tazakkur becomes
a necessity. Ulul Albab terms are sixteen times
mentioned in the Qur’an. Al-Quran does not give a
deinitive concept of ulul albab, but only mentions
the signs. So that the experts of tafsir provide a
different understanding about ulul albab. Qur’an
mentions the term ulul albab repeatedly with various
characteristics, indicating that the proile ulul albab is
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
123
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
the desire proile of the people since the irst, present
and future.
Keywords: Ulul Albab, Proiles, Intellectual
ABSTRAK
Tulisan ini membahas tentang proil ulul albab.
Sebuah paparan tentang siapa itu ulul albab, apa ciricirinya dan bagaimana penerapan ciri ulul albab di
era sekarang ini. Ulul albab merupakan sekelompok
manusia yang diciptakan Allah SWT dengan segala
kelebihannya. Mereka adalah sekelompok manusia
pilihan yang mempunyai kekuatan spiritual,
intelektual dan sosial yang tinggi. Komitmen mereka
terhadap ajaran Allah SWT yakni ajaran Islam sangat
tinggi. Mereka juga tidak mudah terpengaruh godaan
perkembangan zaman dan hanyut dalam rayuan hawa
nafsu yang melenakan. Keunggulan ulul albab tidak
semata menonjol dari pandangan manusia, akan tetapi
juga harus menonjol dalam pandangan Allah SWT.
Sehingga unsur-unsur pembentukan kepribadian ulul
albâb yang tertera dalam Al-Qur’ân yaitu tafakkur,
tadabbur dan tadzakkur menjadi sebuah keniscayaan.
Istilah ulul albab ١٦ kali disebut dalam Al-Qur’an. AlQur’an tidak menjelaskan secara deinitive konsepnya
tentang ulul albab, tapi hanya menyebutkan tandatandanya saja. Sehingga para mufassir kemudian
memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang
ulul albab. Berulangkalinya Al-Qur’an menyebut
istilah ulul albab dengan berbagai ciri, menunjukkan
bahwa proil ulul albab merupakan proil dambaan
umat sejak dahulu, kini dan masa yang akan datang.
Kata kunci : Ulul albab, proil, intelektual
124
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Pendahuluan
Manusia adalah ciptaan Allah yang sempurna, AlQuran telah menyebutkan kesempurnaan manusia dalam surat
At-Tin ayat 4. Menurut Quraish Shihab bahwa kesempurnaan
manusia sering mendapat pujian dari Tuhan, seperti pernyataan
terciptanya manusia dalam bentuk dan keadaan sebaik-baiknya.
Letak kesempurnaan manusia berbeda dengan makhluq Allah
lainnya, sebab manusia memiliki potensi akal budi. Akal pula
yang menjadi manusia terpilih sebagai khalifah di muka bumi
dan berkewajiban untuk membangun dengan sebaik-bainnya.
Ternyata tidak hanya akal budi yang diberikan kepada
manusia, Allah memberi amanah kepada manusia sebagai
khalifahtullah atau wakil Allah dalam mengelola alam ini.
Kuntowijoyo menyebutkan bahwa di dalam Al-Quran posisi
manusia sangat penting, posisi itu dapat dilihat dalam predikat
yang diberikan Tuhan sebagai Khalifah Allah. Ahmad Azhar
menambahkan bahwa Allah menundukkan isi langit dan
bumi kepada manusia guna melayani hidup manusia dalam
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah . Sebagai khalifah
manusia harus memaksimalkan potensi Akal, yang telah diberi
oleh Allah SWT. Berikir tentang ayat kauniyah yakni ayat-ayat
mengenai visi cosmos dan menganalisa serta menyimpulkan
sehingga melahirkan gagasan inovatif demi pengembangan
peradaban manusia.
Menggunakan akal artinya menggunakan kemampuan
pemahaman, baik dalam kaitannya dengan realitas yang konkret
maupun realitas spiritual. Musa Asy’ari memahami bahwa realitas
konkrit dipahami oleh pemikiran dan realitas spiritual dipahami
oleh Qalb. Al-Qur’an mengekspos keluhuran orang yang beriman
dan berilmu sebagai hamba Allah yang memiliki kedudukan
tinggi. Bahkan, diberi gelar khusus untuk mereka yang memiliki
kedudukan ini, yang mampu mendayagunakan anugrah Allah. Al
Quran juga menggambarkan aktivitas keduanya dengan sebutan
Ulil Albab.
Mendengar
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
istilah ulul albab, pikiran kita langsung
125
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
tertuju kepada sekelompok manusia yang diciptakan Allah
SWT dengan segala kelebihannya. Mereka adalah sekelompok
manusia pilihan yang mempunyai kekuatan spiritual, intelektual
dan sosial yang tinggi. Komitmen mereka terhadap ajaran Allah
SWT yakni ajaran Islam sangat tinggi. Mereka juga tidak mudah
terpengaruh godaan perkembangan zaman dan hanyut dalam
rayuan hawa nafsu yang melenakan.
Memang tidak terlalu berlebihan jika kita berpikir
demikian. Karena Al-Qur’an sendiri menempatkan mereka dalam
posisi istimewa. Merekalah orang-orang yang mampu memikirkan
hal-hal yang tidak mampu dilakukan oleh sekelompok orang pada
umumnya. Di era globalisasi seperti saat ini, di mana pengaruh
tekhnologi terutama informasi,komunikasi dan transportasi
yang begitu cepat, sangat sulit menemukan proil ulul albab yang
benar-benar dijadikan patokan dalam Al-Qur’an. Karena ulul
albab tidak terbatas pada kemampuan intelektual semata, tapi
juga harus memiliki kemampuan lain yang bersifat emosional
dan spiritual.
Siapakah Ulul Albab Itu?
Ulul Albab adalah istilah khusus yang dipakai AlQur’an untuk menyebut sekelompok manusia pilihan semacam
intelektual. Istilah Ulul Albab 16 kali disebut dalam Al-Qur’an.
Namun, sejauh itu Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara
deinitive konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan
tanda-tandanya saja. Karena itulah, para mufassir kemudian
memberikan pengertian yang berbeda-beda tentang ulul albab.
Imam Nawawi, misalnya, menyebut bahwa ulul albab adalah
mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut dalam derasnya
arus. Dan yang terpenting, mereka mengerti, menguasai dan
mengamalkan ajaran Islam. Sementara itu, Ibn Mundzir
menafsirkan bahwa ulul albab sebagai orang yang bertaqwa
kepada Allah, berpengetahuan tinggi dan mampu menyesuaikan
diri di segala lapisan masyarakat, elit ataupun marginal.1
1
A. Khudori Soleh, Ulul Albab, Konsep Al-Qur’an tentang
Intelektualisme, www.scribd.com, diakses tanggal 18 Januari 2012.
126
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Dalam kamus Al-Munawwir, secara etimologi, kata ulul
albâb terdiri dari dua suku kata yaitu ûlu merupakan sinonim
dari kata dhawu artinya yang empunya (untuk jama’ berjenis lakilaki). Albâb ialah bentuk jama’ dari lubbu yang artinya isi, inti,
sari, bagian terpenting. Ia merupakan antonim “kulit”. Menurut
Yusuf Qardhawi, dalam konteks ini al-Qur’ân menunjukkan
bahwa manusia terdiri atas dua bagian yaitu kulit dan isi. Bentuk
isik adalah kulit, sedangkan akal adalah isi. Sedangkan secara
terminologi, dalam Al-Qur’ân Al-Karim dan Terjemahan, Zaini
Dahlan, ulul albâb adalah orang yang berakal cerdik, dapat
mengambil pelajaran, berpikir cerdas, orang yang menggunakan
akal, orang yang berpikir tajam.
Menurut Al-Quran, ulul-albab adalah kelompok manusia
tertentu yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT Di antara
keistimewaannya ialah mereka diberi hikmah, kebijaksaan,dan
pengetahuan, di samping pengetahuan yang mereka peroleh
secara empiris. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2] ayat 269 berikut ini :
à ÂÁ À ¿ ¾ ½ ¼ » º ¹ ¸ ¶ μ
ÈÇÆ ÅÄ
“Allah menganugerahkan Al -Hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al- Quran dan As -Sunnah) kepada siapa
yang dikehendaki-Nya dan barangsiapa yang dianugerahi
hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari irman Allah)”.
Disebutkan pula dalam Al-Quran Surat Yusuf [12] ayat
111 bahwa Allah SWT berirman :
É È Ç Æ Å ÄÃ Â Á À ¿ ¾ ½
ÕÔ ÓÒÑÐÏÎ ÍÌËÊ
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al- Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
127
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ulul albab mempelajari sejarah berbagai bangsa,
kemudian disimpulkannya satu pelajaran yang bermanfaat,
yang dapat dijadikan petunjuk dalam mengambil keputusan di
dalam kehidupan ini. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat
7 dijelaskan sebagai berikut :
¼ » º ¹ ¸ ¶ μ´ ³ ² ± ° ¯ ® ¬ « ª
.Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:
“Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orangorang yang berakal”.
Sebelum berbicara lebih jauh tentang ulul-albab, sekedar
untuk membedakan, perlu ditinjau terlebih dahulu beberapa
istilah lain dalam bahasa Indonesia yang hampir semakna
yaitu sarjana, ilmuwan, intelektual. Sarjana diartikan sebagai
orang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar.
Jumlahnya banyak, karena setiap tahun perguruan tinggi atau
universitas memproduksi sarjana. Ilmuwan ialah orang yang
mendalami ilmunya, kemudian mengembangkan ilmunya, baik
dengan pengamatan maupun dengan analisisnya sendiri. Di antara
sekian banyak sarjana, beberapa orang sajalah yang kemudian
berkembang menjadi ilmuwan. Sebagian besar terbenam dalam
kegiatan rutin, dan menjadi tukang-tukang profesional.
Kaum intelektual bukanlah sarjana yang hanya
menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan
tinggi dan memperoleh gelar sarjana (asli atau aspal). Mereka juga
bukan sekadar ilmuwan yang mendalami dan mengembangkan
ilmu dengan penalaran dan penelitian. Mereka adalah kelompok
orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya,
menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang
dapat dipahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif
pemecahan masalah. Memang, istilah ini biasa diberi bermacam-
128
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
macam arti. Begitu beragamnya deinisi intelektual, sehingga
Raymond Aron sepenuhnya melepaskan istilah itu. Tetapi James
Mac Gregor Burns, ketika bercerita tentang intellectual leadership
sebagai transforming leadership, berkata bahwa intelektual ialah
a devotee of ideas, knowledge, values. Intelektual ialah orang
yang terlibat secara kritis dengan nilai, tujuan, dan cita-cita, yang
mengatasi kebutuhan-kebutuhan praktis. “Dalam deinisi ini,
orang yang menggarap hanya gagasan-gagasan dan data analitis
adalah seorang teoritisi; orang yang bekerja hanya dengan gagasangagasan normatif adalah seorang moralis; orang yang menggarap
sekaligus menggabungkan keduanya lewat imajinasi yang teratur
adalah seorang intelektual,” kata Burns. Jadi, intelektual adalah
orang yang mencoba membentuk lingkungannya dengan gagasangagasan analitis dan normatifnya. Sedang menurut Edward A.
Shils, dalam Internasional Encyclopaedia of the Social Science,
tugas intelektual ialah “menafsirkan pengalaman masa lalu
masyarakat, mendidik pemuda dalam tradisi dan ketrampilan
masyarakatnya, melancarkan dan membimbing pengalaman
estetis dan keagamaan berbagai sektor masyarakat”.
Di dalam masyarakat Islam, seorang intelektual bukan
saja seorang yang memahami sejarah bangsanya, dan sanggup
melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang
cemerlang, melainkan juga menguasai sejarah Islam, dia adalah
seorang Islamologis. Untuk pengertian ini, Al-Quran sebenarnya
mempunyai istilah khusus yang dikenal dengan istilah ululalbab. Al-Quran dan Terjemahannya Departeman Agama
Republik Indonesia mengartikan ulul-albab sebagai “orangorang yang berakal” tidak terlalu tepat. Terjemahan Inggris men
of understanding men of wisdom, mungkin lebih tepat.2
Sosok ulul albâb merupakan sosok yang ideal yang
digambarkan oleh Allah melalui beberapa ayat dan juga mendapat
pujian dari Allah SWT. Al-Qur’ân memberikan penghargaan dan
penghormatan kepada kaum ulul albâb. Bentuk penghargaan
tersebut, Allah SWT menyebut ulul albâb beberapa kali dalam
2
Oman Abdurahman, Ulul Albab, Proil Intelektual Plus, http://
quran.al-shia.org/id/lib/005/10, diakses tanggal 19 Januari 2012
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
129
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Al-Qur’ân dan diulang pada periode Makkah dan Madinah.
Sembilan diantaranya diturunkan pada periode Makkah yang
disebut dengan ayat-ayat Makkiyah dan tujuh lainnya diturunkan
pada periode Madinah yang sering disebut dengan ayat-ayat
Madaniyah. Periodisasi dari turunnya ayat-ayat yang berkaitan
dengan ulul albâb memiliki makna tersendiri dan bentuk perhatian
Allah SWT yang lebih atas kepribadian ulul albâb. 3
Ciri-Ciri Ulul Albab
Seperti apakah ciri-ciri orang yang termasuk dalam
kelompok ulul albab ini? Ciri-ciri ulul albab menyangkut
beberapa aspek kehidupan, baik ritual, sosial, emosional maupun
intelektual. Ciri-ciri tersebut antara lain :
a. Bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan.
Menyelidiki dan mengamati semua rahasia wahyu (AlQur’an maupun gejala-gejala alam), menangkap hukum-hukum
yang tersirat di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam
masyarakat demi kebaikan bersama. Firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an Surat Ali Imran [3] ayat 190 :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal”.
Menurut Ibn Katsir, selain mampu memahami fenomena
alam dengan segenap hukumnya yang menunjukkan tandatanda keagungan, kemurahan dan rahmat Illahy, ulul albab juga
seorang yang senantiasa berdzikir dan berpikir, yang melahirkan
kekuatan intelektual, kekayaan spiritual dan keluhuran moral
dalam dirinya. Ibn Salam isikawan muslim yang mendapatkan
hadiah Nobel tahun 1979 menyatakan bahwa dalam Al-Qur’an
terdapat dua perintah; tafakur dan tasyakur. Tafakur adalah
merenungkan serta memikirkan semua kejadian yang timbul
dalam alam semesta, kemudian menangkap hukum-hukumnya
3
Yusuf Qardawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan AlBanna, terjemahan Bustani A. Ghani dan Zainal Abidin (Jakarta: Bulan
Bintang, 1998), hlm. 30
130
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
yang dalam bahasa modern dikenal dengan istilah science. Sedang
tasyakur adalah memanfaatkan segala nikmat dan karunia
Allah dengan akal pikiran, sehingga nikmat tersebut semakin
bertambah yang kemudian dikenal dengan istilah teknologi.
Ulul Albab menggabungkan keduanya; memikirkan sekaligus
mengembangkan dan memanfaatkan hasilnya, sehingga nikmat
Allah semakin bertambah (Jalaluddin Rahmad, 1988, 213).
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat
Ibrahim [14] ayat 7 berikut ini :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku
sangat pedih”.
Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai
manusia, serta mampu menaklukkan jagat raya bila mau berpikir
dan berdzikir. Berpengetahuan tinggi serta menguasai teknologi.
Sebagaimana disebut dalam Al- Qur’an Surat Ar-Rahman [55]
ayat 33 berikut ini :
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup
menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan”.
b. Selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan.
Ulul Albab mampu memisahkan yang baik dari yang
jahat, untuk kemudian memilih yang baik. Selalu berpegang dan
mempertahankan kebaikan tersebut walau sendirian dan walau
kejahatan didukung banyak orang. Ia tidak hanya asyik dalam
acara ritual atau tenggelam dalam perpustakaan; sebaliknya
tampil di hadapan umat. Bertabligh untuk memperbaiki ketidak
beresan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, memberikan
peringatan bila terjadi ketimpangan dan memprotesnya bila
terjadi ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan.4 (A. Khudlori
4
A. Khudlori Sholeh, Ulul Albab ..., www.scribd.com, diakses 18
januari 2012
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
131
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Sholeh, Op. Cit.). Al-Qur’an Surat Al-Maidah [5] ayat 100
menyebutkan :
z y x w vu t s r q p o n m
}|{
Katakanlah: “tidak sama yang buruk dengan yang baik,
meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu,
Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang
berakal, agar kamu mendapat keberuntungan”.
c. Kritis dalam mendengarkan pembicaraan, pandai menimbangnimbang ucapan, teori, proposisi atau dalil yang dikemukakan
oleh orang lain. (Oman Abdurahman, Op. Cit.)
Ulul albab tidak mau taqlid pada orang lain,sehingga ia
tidak mau menelan mentah-mentah apa yang diberikan orang
lain, atau gampang mempercayainya sebelum terlebih dahulu
mengecek kebenarannya. (.). Dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar
ayat 18 Allah SWT berirman :
“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orangorang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka
itulah orang-orang yang mempunyai akal”.
d. Bersedia menyampaikan ilmunya kepada orang lain untuk
memperbaiki masyarakatnya; memperingatkan mereka
kalau terjadi ketimpangan, dan diprotesnya kalau terdapat
ketidakadilan.
Dia tidak duduk berpangku tangan di labolatorium; dia
tidak senang hanya terbenam dalam buku-buku di perpustakaan;
dia tampil di hadapan masyarakat, terpanggil hatinya untuk
memperbaiki ketidak beresan di tengah-tengah masyarakat.
Allah SWT berirman dalam Al-Qur’an surat Ibrahim [14] ayat
52 sebagai berikut :
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan denganNya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia
adalah Tuhan yang Maha Esa dan agar orang-orang
yang berakal mengambil pelajaran”.
132
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Allah SWT juga berirman dalam Al-Qur’an surat ArRa’du [13] ayat 19-22 berikut ini :
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar
sama dengan orang yang buta? hanyalah orang-orang
yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran,
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan
tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya
dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan
takut kepada hisab yang buruk, dan orang-orang yang
sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami
berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terangterangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang Itulah yang mendapat tempat kesudahan
(yang baik)”.
e. Sanggup mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu.
Sejarah adalah penafsiran nyata dari suatu bentuk
kehidupan. Dengan memahami sejarah kemudian membandingkan
dengan kejadian masa sekarang, ulul albab akan mampu membuat
prediksi masa depan, sehingga mereka mampu membuat
persiapan untuk menyambut kemungkinan-kemungkinan yang
bakal terjadi. Allah berirman dalam Al-Qur>an surat Al-Hasyr
[59] ayat 18 :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
f. Rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk di hadapan Allah
SWT.
Ulul Albab senantiasa “membakar” singgasana Allah
dengan munajadnya ketika malam telah sunyi. Menggoncang
Arasy-Nya dengan segala rintihan, permohonan ampun dan
pengaduan segala derita serta kebobrokan moral manusia di
muka bumi. Ulul Albab sangat»dekat» dengan Tuhannya. Hal
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
133
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
ini ditegaskan oleh Allah SWT Surat Az-Zumar [39] ayat 9
berikut ini :
“(apakah kamu hai orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktuwaktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran”.
g. Tidak takut kepada siapapun, kecuali Allah semata.
Sadar bahwa semua perbuatan manusia akan dimintai
pertanggungan jawab, dengan bekal ilmunya, ulul albab tidak
mau berbuat semena-mena. Tidak mau menjual ilmu demi
kepentingan pribadi (menuruti ambisi politik atau materi). Ilmu
pengetahuan dan teknologi ibarat pedang bermata dua. Ia dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan baik, tapi bisa juga digunakan
dan dimanfaatkan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak benar.
Tinggal siapa yang memakainya. Ilmu pengetahuan sangat
berbahaya bila di tangan orang yang tidak bertanggung jawab.
Sebab, ia tidak akan segan-segan menggunakan hasil teknologinya
untuk menghancurkan sesama, hanya demi menuruti ambisi dan
nafsu angkara murkanya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an
Surat Al-Isra’ [17] ayat 36 :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak
mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya”.
h. Mampu memahami substansi dari suatu permasalahan secara
mendalam.
Allah SWT berirman dalam A-Qur’an Surat Al-Baqarah
[2] ayat 179 sebagai berikut :
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan)
hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya
kamu bertakwa”.
134
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Secara substansi, ayat ini menegaskan melalui ketetapan
hukum qishash terdapat jaminan kelangsungan hidup bagi
manusia. Karena bagaimanapun juga ketika seseorang mengetahui
bahwa hukuman bagi pembunuh akan dibunuh, maka mereka
akan mempertimbangkan ketika akan membunuh. Ulul albâb
dalam konteks ini merupakan sosok kepribadian yang mampu
memahami substansi dari suatu permasalahan. Mereka mampu
melihat sisi positif dari perintah pelaksanaan hukuman qishash.
Albâb menurut Al-Harali adalah sisi terdalam akal yang berfungsi
untuk menangkap perintah Allah dalam hal-hal yang dapat
diindera, mereka juga mampu menyaksikan Rabb-nya melalui
ayat-ayat-Nya.5
i. Mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari peristiwa
terdahulu.
Sebagaimana irman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat
Yusuf [12] ayat 111 berikut ini :
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya Al-Maraghi
melihat pada kisah Nabi Yusuf AS tersebut merupakan salah satu
kisah penting bagi mereka yang berakal dan berpikiran tajam
yaitu ulul albâb. Karena itulah kisah ini disebut sebagai qashasha
al-khabara yang berarti menyampaikan berita dalam bentuk yang
sebenarnya. Kata ini diambil dari perkataan qashasha al-atsara
wa iqtashashahu yakni menunjukkan kisah ini menuturkan cerita
secara lengkap dan benar-benar mengetahui.
Hal senada diungkapkan oleh al-Nahlawi dalam bukunya,
Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat halaman
240 menuliskan bahwa kisah Yusuf AS mampu memuaskan
pikiran melalui dua cara, yaitu :
5
Yusuf Qardawi, Pendidikan Islam..., hlm. 31.
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
135
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
1. Pemberian sugesti, keinginan dan keantusiasan.
Keteguhan dan ketabahan menghadapi cobaan merupakan
satu sisi menakjubkan dan dapat diambil pelajaran
2. Perenungan atau pemikiran.
Nilai otentik dari kisah Yusuf AS yaitu penalaran yang
logis, semangat berkorban demi kebenaran, semangat
ketuhanan dan keteguhan dengan penuh kearifan dalam
bertindak.
j. Memiliki kejernihan pikiran dan kelembutan hati untuk
bertaqwa kepada Allah SWT
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat At-Thalaq [65]
ayat 10 :
“Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras,
maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang
mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan
kepadamu”.
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, ayat ini
berfungsi sebagai penjelas atau tempat bagi ulul albâb. Kalimat
tersebut mengisyaratkan bahwa keilmuan yang menghiasi jiwa
mereka dikarenakan kejernihan pikiran mereka. Sedangkan
menurut Az-Zamarkasyi dalam tafsirnya Al-kasafu ‘an Haqâiqi
Tanzil wa’uyuni i wujuhi ta’wil seakan-akan Allah menyiapkan
siksa bagi mereka yang ingkar dan tidak beriman. Ulul albâb
yaitu orang-orang yang beriman yang memiliki kelembutan
hati untuk bertaqwa kepada Allah dengan menghidari segala
hukuman-Nya.
k. Mampu meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.
Sebagaimana irman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat AlBaqarah [2] ayat 269 berikut ini :
“Allah menganugerahkan al- hikmah (kefahaman yang
dalam tentang Al-Quran dan As- Sunnah) kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak dan hanya orang-orang yang
136
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari irman
Allah)”.
Pada ayat ini dijelaskan oleh Sayyid Qutb dalam Tafsir
Fi Dhilalil Qur’an bahwa orang yang berhak mengambil
manfaat dari hikmah adalah kaum ulul albâb yaitu mereka yang
meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya dan memberikan
kepada masing-masing yang berhak. Maka bagi mereka telah
mendapatkan kemuliaan dari Allah dari sisi ilmu pengetahuan.
Apabila dikaji lebih dalam sebenarnya masih banyak
ciri-ciri dari ulul albab yang diungkap dalam Al-Qur’an, namun
11 ciri ini saja sudah sangat sulit ditemukan di zaman seperti
sekarang ini.
Penerapan Fungsi Ulul Albab di Zaman Sekarang
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ulul
albab adalah cendekiawan muslim yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
a. Mengerahkan secara optimal semua potensi intelektual
yang dimiliki untuk mencari dan mengembangkan ilmu
pengetahuan serta beijtihad dalam rangka memahami
ayat-ayat Alah SWT baik yang qauliyah maupun yang
kauniyah.
b. Mampu menjadikan ilmu pengetahuan yang dimiliki
sebagai alat untuk mencari karunia sebanyak-banyaknya
(khairan katsiran) dari Allah SWT untuk kebaikan umat
manusia, bukan untuk menimbulkan kerusakan dan
kebinasaan.
c. Bersedia menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dalam rangka memimbing, membina dan
memimpin masyarakat.
d. Menyadari bahwa sekalipun orang-orang yang
berilmu pengetahuan tidak sama dengan yang tidak
berilmu pengetahuan, tapi derajat kemuliaan seorang
cendekiawan tidak hanya ditentukan oleh ketinggian ilmu
pengetahuannya semata, tetapi—dan lebih utama lagi—
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
137
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
ditentukan oleh sejauh mana kedekatan (taqarrub) nya
dengan Allah SWT. Oleh sebab itu cendekiawan muslim
harus senantiasa berzikir kepada Allah SWT di mana saja
berada dan dalam kondisi bagaimana pun. Baik zikir hati,
lisan, maupun amal perbuatan.
e. Mempunyai sikap furqan, yaitu mampu membedakan
antara yang hak dan yang batil; selalu konsekuen mengikuti
dan membela yang hak serta menjauhi dan menentang
yang batil; serta bersedia berkorban dan menentang arus
dalam mempertahankan yang hak dan menentang yang
batil tersebut.
f. Memiliki iman yang kuat dan akhlaq yang mulia yang
tercermin antara lain dalam beberapa sikap berikut :
Mengakui kekuasaan Allah SWT, tidak takut kepada
siapapun kecuali kepada Allah SWT, selalu mengikuti
hidayah-Nya, senantiasa ikhlas dalam setiap amalannya,
cenderung menjauhkan diri dari perilaku menyimpang
dan kembali kepada prilaku yang mendapat keridhaan
Allah SWT, senantiasa menyadari kekhilafan, tabah dan
dapat belajar dari segala macam cobaan.6
Apabila diterapkan di zaman sekarang, tentu sangat
luar biasa kalau ditemukan igur muslim seperti ini. Meskipun
tidak mustahil ditemukan, namun perlu usaha sungguh-sungguh,
mengerahkan segenap jiwa, raga , spiritual, intelektual dan
emosional. Ada empat kata kunci yang menjadi esensi proil ulul
albab menurut Al-Qur’an Al-Karim, yaitu zikir, tazakkur, tafakkur
dan taqwa. Bahkan khusus tazakkur (kemampuan dan kesediaan
untuk mendapatkan pelajaran) disebut oleh Al-Qur’an 9 tempat
dari keseluruhan ayat-ayat tentang ulul albab di atas. Hal itu
menunjukkan bahwa ulul albab memang diingatkanuntuk lebih
waspada dan hati-hati dengan ilmu dan tugas yang dipikulkan
dipundaknya.
6
Yunahar Ilyas, Ulul
Tahun 2002
138
Albab, Suara Muhammadiyah Edisi 2
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
Azizah Herawati
Penutup
Secara individual, kepribadian ulul albâb mencerminkan
satu ciri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut lahir dari usaha
dan kesungguhan untuk mencari hakekat segala sesuatu dengan
cara olah pikir dan dzikir. Keluarga berkewajiban untuk
mendorong dan menyiapkan generasi yang akan datang agar
memiliki keunggulan tidak semata di sisi manusia, akan tetapi
di sisi Allah. Untuk itulah, perlu memperhatikan unsur-unsur
pembentukan kepribadian ulul albâb yang tertera dalam AlQur’ân yaitu tafakkur dan tadzakkur, tadabbur (memperhatikan
secara seksama), focus pada kualitas, bersabar, menjaga kesucian
diri dan beribadah.
Dari uraian di atas diharapkan dapat diterapkan dalam
mengasah diri menjadi lebih berkualitas, baik yang bersifat hablun
minallah maupun hablun minannas. Sehingga menjadi pribadi
yang ditunjuk oleh Allah SWT sebagai pribadi yang benar-benar
terpilih. Amin. Wallahu a’lamu bish-Shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman,Oman, Ulul Albab, Proil Intelektual Plus, http://
quran.al-shia.org/id/lib/005/10, diunduh 19 Januari
2012.
Al-Maraghi , Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi. Mesir,
Musthafa Al-Babi Al-Halabi. (terjemah) Anwar Rasyidi
dkk., Semarang: Toha Putra, 1988.
Al-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah
dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Dahlan, Zaini, Al-Qur’ân Al-Karim dan Terjemahan Artinya,
Yogyakarta: UII Press, 2000.
Ilyas, Yunahar, Ulul Albab, Suara Muhammadiyah Edisi 2 Tahun
2002
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir ArabIndonesia Terlengkap,
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015
139
Kontekstualisasi Konsep Ulul Albab di Era Sekarang
Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Qardawi , Yusuf, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan AlBanna, terjemahan Bustani A. Ghani dan Zainal Abidin,
Jakarta: Bulan Bintang, 1998.
Qutub, Sayyid, Tafsir Fi dhilalil Qur’an, Isa Al-babi Al-halabi,
tt.
Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur’ân, Jakarta: Lentera Hati, 2003.
Sholeh, A Khudori, Ulul Albab, Konsep Al-Qur’an tentang
Intelaktualisme, www.scribd.com, diunduh 18 Januari
2012.
140
Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015