PROGRAM MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN id

PELAYANAN PUBLIK DI BANDAR UDARA POLONIA MEDAN

  Oleh : YULI SUDOSO HASTONO NIM : 057024047

PROGRAM MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

  Public service nowadays have come to central issue in creation of development in Indonesia. And the thesis study about implementation of public service in Office of Administrator Airport of Polonia.

  Public service or the public service can be defined as all the form of service, good in the form of public goods and also service of public which in principle become responsibility and executed by governmental institution in Center and in environment of BUMN or BUMD, in order to effort of accomplishment of requirement socialize and also in order to execution of law and regulation rule. Equally, organizer of public service [is] governmental institution.

  Along with concept of service of public which progressively extend demand socialize to be applied by a public service do not only in autonomous framework of nearer area at governance system. But nowadays socialize to wish public service conducted by all area. Every institution of public service have to own standard of service and publicized to consumer as guarantee of existence of certainty for service receiver. type of public Service in Airport of Polonia of Field cover first, service activities landing, location and depository of aeroplane ( PJP4U). Second, service activities of Aeroplane Passenger ( PJP2U). Third, service activities Air transport (PJP). Fourth, service activities of Usage Counter. Fifth, service activities of Usage Garbarata. In research of this thesis will focussed at Service Activities of Aeroplane Passenger ( PJP2U).

  Result of research show first that, procedure of permanent service there have that is Decree of Director-General of Communication of Air of Number SKEP284X1999. Second, time of solving of disagree with standard of service in Airport of Polonia covering check in which is lost time etc. Third, expense of service which is disagree with service accepted by society. Fourth, product of service that is result of service not yet as according to standard of existing service. Fifth, medium which not yet adequate. Sixth, interest of worker which not yet as according to requirement in airport of Polonia Field.

  Key Words : Public Service, PJP2U

ABSTRAK

  Pelayanan publik kini telah menjadi isu sentral dalam penciptaan pembangunan di Indonesia. Dan tesis membahas tentang implementasi pelayanan publik di Kantor Administrator Bandar Udara Polonia

  Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah.

  Seiring dengan konsep pelayanan publik yang semakin meluas tuntutan masyarakat untuk diterapkan pelayanan publik tidak hanya dalam kerangka otonomi daerah yang lebih dekat pada sistem pemerintahan. Namun kini masyarakat menginginkan pelayanan publik dilakukan disegala bidang. Setiap penyelenggaran pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan kepada konsumen sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Jenis pelayanan publik di Bandar Udara Polonia Medan meliputi pertama, pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U). Kedua, pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U). Ketiga, pelayanan Jasa Penerbangan (PJP). Keempat, pelayanan Jasa Pemakaian Counter. Kelima, pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata. Dalam penelitian tesis ini akan memfokuskan pada Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U).

  Hasil penelitian menunjukkan bahw pertama, prosedur pelayanan yang baku telah ada yaitu Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP284X1999. Kedua, waktu penyelesaian tidak sesuai dengan standar pelayanan di Bandar Udara Polonia yang meliputi check in yang terlambat dll. Ketiga, biaya pelayanan yang tidak sesuai dengan jasa yang diterima oleh masyarakat. Keempat, produk pelayanan yaitu hasil pelayanan belum sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Kelima, sarana dan prasarana yang belum memadai. Keenam, kompetensi petugas yang belum sesuai dengan kebutuhan di bandar udara Polonia Medan.

  Kata Kunci : Pelayanan Publik, PJP2U

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Keberadaan suatu Bandara selain sebagai pintu gerbang masuk ke suatu daerah atau negara juga merupakan simbol prestise suatu daerah atau negara yang akan dikenal atau dikenang oleh penumpang pesawat udara baik domestik maupun internasional yang datang dan pergi menggunakan pesawat udara. Demikian halnya dengan Bandara Polonia sebagai bandar udara pusat penyebaran (hub airport) merupakan pintu gerbang Indonesia bagian barat mempunyai nilai strategis dan prestise terhadap pengembangan perekonomian wilayah .

  Bandara Polonia dengan luas areal 144 hektar merupakan bandara enclave sipil, artinya bandar udara milik TNI AU yang dipergunakan selain untuk mendukung operasi militer juga untuk melayani penerbangan sipil (penerbangan umum). Sebagai bandara Internasional tentunya selain melayani penerbangan domestik juga melayani penerbangan internasional artinya Polonia sebagai entryport bagi penumpang pesawat udara yang datang maupun berangkat ke luar negeri.

  Pelayanan publik kini telah menjadi isu sentral dalam penciptaan pembangunan di Indonesia. Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik

  Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kep.Menpan No. 632003). Pada saat ini masyarakat sangat menuntut pelayanan yang baik yang bisa diberikan oleh negara atau dalam hal ini pemerintah. Demikian pula dengan masyarakat pengguna jasa penerbangan selalu mengharapkan ketersediaan dan keandalan pelayanan jasa bandar udara baik dari segi keselamatan, keamanan dan kenyamanan.

  Sedangkan penyelenggaraan pelayanan di suatu bandar udara internasional membutuhkan sinergitas antara pengelola bandar udara dan pihak lain yang saling terkait seperti instansi Bea Cukai, Imigrasi, Karantina, instansi lain terkait dengan intelijen dan pengamanan, maskapai penerbangan, perusahaan penunjang kegiatan penerbangan (diantaranya jasa ground handling, pengisisian bahan bakar pesawat, ,jasa ramp handling, cleaning sevice pesawat,catering service pesawat), perusahaan penunjang kegiatan bandar udara (diantaranya jasa porter, greeting service, jasa ekspor impor atau ekspedisi muatan pesawat udara,parkir service, taxi service,kontraktor layanan kebersihan, konsesioner-konsesiner dan lain-lain). Apabila salah satu instansi atau perusahaan jasa pelayanan saja yang bermasalah tentu akan mempengaruhi kinerja pelayanan bandar udara secara keseluruhan.

  Dalam penyelenggaraan pelayanan di bandar udara harus ada keseimbangan antara pertumbuhan pengguna jasa moda transportasi angkutan udara dengan penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan di bandar udara, termasuk jasa pelayanan dan informasi bagi masyarakat konsumen pengguna jasa bandar udara. Dari hasil pantauan di lapangan banyak keluhan masyarakat pengguna jasa penerbangan yang belum merasakan adanya pelayanan yang baik di bandar udara

  Polonia, dan nampaknya sudah menjadi pembicaraan publik seperti diantaranya adalah yang dimuat harian Sinar Harapan (Krisman Kaban-2002)”..Wartawan SH yang mendarat di sana beberapa waktu lalu mendapat kesan bahwa bandara Polonia tak beda jauh dengan terminal bus.Fasilitas dengan standar internasonal sulit ditemukan, misalnya absennya penyejuk udara di tempat-tempat konsentrasi penumpang, tidak nyamannya ruang check-in dan check out serta di tempat pegambilan bagasi”. Begitu pula yang dialami oleh Srimaya tenaga kerja yang bekerja di Malaysia mereka merasa tidak nyaman di bandara Polonia Medan, diperlakukan berbelit, dia harus tertahan selama kurang lebih 20 menit untuk kepengurusan pelayanan debarkasi, sementara keluarga dan sahabatnya sudah lama menunggu di luar terminal bandara. Kemudian informasi yang paling baru adalah hasil kerjasama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen bidang program konsultasi publik untuk perbaikan pelayanan jasa bandar udara Polonia mendapatkan 975 pengaduan dari penumpang pengguna jasa terhadap kualitas pelayanan, fasilitas dan sarana prasarana di bandar udara Polonia yang dinila jauh dari memuaskan ( Harian Suara Indonesia Baru,

  13 Februari 2008)

  Berangkat dari informasi dan pemikiran tersebut, maka melalui tesis ini akan dikaji lebih mendalam terhadap implementasi pelayanan publik di bandar udara Polonia. Pelayanan Publik di bandar udara biasa disebut pelayanan jasa kebandarudaraan yang diselenggarakan oleh berbagai instansi dan perusahaan jasa lainnya.

  Pengkajian ini tentunya akan dicoba memandang dari berbagai aspek yang

  mendasari, diantaranya adalah penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana untuk mengimbangi laju pertumbuhan pengguna jasa transportasi, tingkat pemahaman mendasari, diantaranya adalah penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana untuk mengimbangi laju pertumbuhan pengguna jasa transportasi, tingkat pemahaman

1.2 Perumusan Masalah

  Mengingat pelayanan jasa kebandarudaraan terdiri dari berbagai pelayanan dalam bentuk pelayanan jasa kepada pengguna bandar udara dan berbagai pelayanan jasa pengaturan lalu-lintas udara dan pelayanan lainnya ,sedangkan yang paling dominan berhubungan langsung dengan publik adalah Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara, maka penulis merumuskan masalah yaitu “bagaimana implementasi pelayanan publik di Bandar udara Polonia Medan khususnya terkait dengan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U)”

1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah

  1. Untuk mengetahui pelayanan publik di Bandar Udara Polonia.

  2. Untuk mengetahui kinerja pelayanan terhadap masyarakat yang menggunakan jasa bandar udara Polonia.

1.4. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis peroleh selama perkuliahan di Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara

  2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran sebagai masukan dalam rangka peningkatan pelayanan publik di Bandar Udara Polonia.

  3. Bagi Program Studi Magister Studi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan referensi bahan bacaan dan referensi dari satu karya ilmiah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pelayanan

  Sama halnya dengan defenisi manajemen, konsep pelayanan didefinisikan juga oleh banyak pakar. Soetopo (1999) dalam (Dr.Paimin Napitupulu Msi) mendefinisikan pelayanan sebagi “suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Atau dapat diartikan bahwa pelayanan adalah serangkaian kegiatan atau proses pemenuhan kebutuhan orang lain secara lebih memuaskan berupa produk jasa dengan sejumlah ciri seperti tidak terwujud, cepat hilang, lebih dapat dirasakan dari pada dimiliki dan pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam mengkonsumsi jasa tersebut. Defenisi yang sangat simpel diberikan oleh Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997: 448) ”Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia yang menggunakan peralatan.” ini adalah defenisi yang paling simpel. Sedangkan defenisi yang paling rinci diberikan oleh Groonroos (1990: 27) sebagaimana dikutip di bawah ini.

  ”Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumenpelanggan”

  Kotler (1994) dalam (DR Paimin Napitupulu Msi) menyebutkan sejumlah

  karakteristik pelayanan sebagai berikut:

  1. Intangibility (tidak berwujud);tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium sebelum ada transaksi. Pembeli tidak mengetahui dengan pasti atau dengn baik hasil pelayanan (service outcome) sebelum pelayanan dikonsumsi.

  2. Inseparability (tdak dapat dipisahkan), dijual lalu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan karena tidak dapat dipisahkan. Karena itu, konsumen ikut berpartisipasi menghasilkan jasa layanan. Dengan adanya kehadiran konsumen, pemberi pelayanan berhati-hati terhadap interaksi yang terjadi antara penyedia dan pembeli. Keduanya mempengaruhi hasil layanan.

  3. Variability (berubah-ubah dan bervariasi).Jasa beragam selalu mengalami perubahan, tidak selalu sama kualitasnya bergantung kepada siapa yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan.

  4. Perishability ( cepat hilang, tidak tahan lama); jasa tidak dapat disimpan dan permintaannya berfluktuasi.Daya tahan suatu layanan bergantung kepada situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor.

  Dari beberapa defenisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan.

2.2. Pengertian Pelayanan Publik

  Pengertian pelayanan publik adalah berbagai aktivitas yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa (Pamudji 1999) dalam (DR. Paimin Napitupulu Msi).

  Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003

  mendefenisikan pelayanan publik sebagai:

  ”Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Miliki Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Keputusan MENPAN Nomor 632003 )

  Mengikuti defenisi tersebut di atas, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Miliki Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Pelayanan publik atau pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemeritah atau perijinan tersebut mungkin dilakukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan- kebutuhan masyarakat, misalnya upaya Kantor Pertanahan untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dengan menerbitkan akta tanah, pelayanan penyediaan air bersih, pelayanan transportasi, pelayanan penyediaan listrik dan lain-lain. Pelayanan publik, pelayanan umum dan pelayanan administrasi pemerintahan atau pelayanan perijinan juga mungkin diselenggarakan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Misalnya karena ada ketentuan pelaksanaan peraturan perundang- undangan bahwa setiap pengendara harus memiliki Surat Ijin Mengemudi, maka diselenggarakan pelayanan pengadaan SIM.

2.3. Makna dan Tujuan Pelayanan Publik

  Dukungan kepada pelanggan dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang memberikan kepuasaan bagi pelanggannya, selalu dekat dengan pelanggannya sehingga kesan yang menyenangkan senantiasa diingat oleh para pelanggannya.

  Bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Selain itu membangun kesan yang dapat memberikan citra positif dimata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan biaya yang terkendaliterjangkau bagi pelanggan yang membuat pelanggan terdorong atau termotivasi untuk bekerjasama dan berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.

  Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan keinginan masyarakat atau pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas pelayanan adalah kesesuaian antara harapan dan keinginan dengan kenyataan.

  Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

2.4. Pemberdayaan Pengguna Pelayanan Publik

  Jika membahas mengenai pelayanan publik ini maka, kata kuncinya ialah kemampuan pemerintah mengatur penyediaan beragam pelayanan publik yang responsif, kompetitif dan berkualitas kepada rakyatnya (Abdul Wahab, 1998 : 4). Tuntutan politik yang berkembang di arus global sejak dasawarsa 1980-an memang menunjukkan bahwa pemberian pelayanan publik yang semakin baik pada sebagian besar rakyat merupakan salah satu tolok ukur bagi legitimasi kredibilitas dan sekaligus kapasitas politik Jika membahas mengenai pelayanan publik ini maka, kata kuncinya ialah kemampuan pemerintah mengatur penyediaan beragam pelayanan publik yang responsif, kompetitif dan berkualitas kepada rakyatnya (Abdul Wahab, 1998 : 4). Tuntutan politik yang berkembang di arus global sejak dasawarsa 1980-an memang menunjukkan bahwa pemberian pelayanan publik yang semakin baik pada sebagian besar rakyat merupakan salah satu tolok ukur bagi legitimasi kredibilitas dan sekaligus kapasitas politik

  Karena itu diperlukan refleksi kritis untuk mencari alternatif solusi yang dianggap cocok dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan baru akan pelayanan publik yang efisien dan berkualitas. Di sinilah menurut hemat saya relevansi teori Governance dengan salah satu pendekatannya yang disebut sociocybernetics approach (Rhodes, 1996). Inti dari pendekatan ini ialah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan kian kompleknya isu yang harus segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat madani (civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan (policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah. Kebijakan publik yang efektif dari sudut pandang teori Governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor atau institusi (flat Rhodes, 1996; Stoker, 1998- Kazaneigil, 1998; Dowbor, 1998).

  Di negara-negara maju, konsep pemberdayaan (empowering) terhadap para pengguna pelayanan publik telah cukup lama menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan penyadaran hak-hak konsumen (consumerism) atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan publik yang berkualitas (Abdul Wahab, 1997; 1998). Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak konsumen itu, menurut Pollitt (1988) bervariasi, mulai dari yang sekedar bersifat "kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak instansi pemerintah (di Pusat dan daerah) dengan cara menyediakan informasi kepada para konsumen atau menyediakan kotak saran, hingga partisipasi langsung konsumen dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut konteks dan konten pelayanan itu sendiri. Pada Di negara-negara maju, konsep pemberdayaan (empowering) terhadap para pengguna pelayanan publik telah cukup lama menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan penyadaran hak-hak konsumen (consumerism) atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan publik yang berkualitas (Abdul Wahab, 1997; 1998). Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak konsumen itu, menurut Pollitt (1988) bervariasi, mulai dari yang sekedar bersifat "kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak instansi pemerintah (di Pusat dan daerah) dengan cara menyediakan informasi kepada para konsumen atau menyediakan kotak saran, hingga partisipasi langsung konsumen dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut konteks dan konten pelayanan itu sendiri. Pada

  Penggunaan nomenklatur pelanggan atau konsumen dalam konteks pelayanan publik mengandung makna bahwa hakikat dan pendekatan dalam pemberian pelayanan publik yang semua berkiblat pada kepentingan birokrasi (bureacratic-oriented) atau berorientasi pada produsen (producer-oriented) berubah menjadi berorientasi pada konsumen (consumer-driven approach). Pollitt (1988:86), menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan sekedar untuk menyenangkan hati para penerima pelayanan publik, melainkan untuk memberdayakan mereka. Sebab, orientasi kearah pelayanan publik yang lebih baik (better public service delivery) juga mencerminkan penegasan akan arti penting posisi dan perspektif para pengguna dalam sistem pelayanan publik tersebut. publik tidak hanya diperlakukan sebagai obyek (sebagai klien jasa pelayanan semata), tetapi juga sebagai warganegara yang aktif (active citizen). Bagi pembuat kebijakan dan administrator publik (pada semua level) perspektif demikian membawa konsekuensi mendasar atau berupa kewajiban ganda yang harus mereka pikul sebagai perwujudan akuntabilitas kepada publik (lihat Abdul Wahab, 1998).

  Kewajiban ganda yang diemban oleh pejabat publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut Sebagai warganegara yang aktif, menurut Clarke dan Steward (1987), para pengguna jasa pelayanan publik sesungguhnya memiliki sejumlah hak-hak untuk memperoleh pelayanan yang baik, hak untuk mengetahui bagaimana keputusan- Kewajiban ganda yang diemban oleh pejabat publik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut Sebagai warganegara yang aktif, menurut Clarke dan Steward (1987), para pengguna jasa pelayanan publik sesungguhnya memiliki sejumlah hak-hak untuk memperoleh pelayanan yang baik, hak untuk mengetahui bagaimana keputusan-

  “.... regulations, together with increased bureaucratic discretion, have provided and incentive for corruption, since regulations goveming acces to good and services can be exploited by civil servants to extract service charges from the need fuli” (Dwivedi, 1999 : 170 ).

  Dalam spektrum yang lebih luas, salah satu, sumber penyebab timbulnya fenomena the high cost economy (ekonomi biaya tinggi) di Indonesia adalah masih bercokolnya kartel, monopoli, favoritisme, praktik standard ganda dan masih merajalelanya berbagai bentuk pungutan mulai dari yang setengah resmi hingga tak resmi yang menyertai pemberian pelayanan publik oleh dinas-dinas pemerintah.

  Memang kita sudah sering mendengar propaganda yang dilancarkan oleh pemerintah Orde Baru maupun pemerintah transisional Habibie yang kurang lebih berkaitan dengan reformasi birokrasi pelayanan publik Beberapa contoh, misalnya, kampanye tentang pendayagunaan aparatur negara yang bersih dan berwibawa, perang melawan ekonomi biaya tinggi, gerakan efisiensi nasional, gerakan penegakan disiplin Memang kita sudah sering mendengar propaganda yang dilancarkan oleh pemerintah Orde Baru maupun pemerintah transisional Habibie yang kurang lebih berkaitan dengan reformasi birokrasi pelayanan publik Beberapa contoh, misalnya, kampanye tentang pendayagunaan aparatur negara yang bersih dan berwibawa, perang melawan ekonomi biaya tinggi, gerakan efisiensi nasional, gerakan penegakan disiplin

  Namun, sejauh ini, kesemua itu masih berupa retorika politik, belum berdampak nyata pada publik karena belum ada tindakan yang serius untuk mengimplementasikannya. Lemahnya institusi masyarakat madani semisal adanya lembaga konsumen bebas, dibarengi dengan lemahnya law enforcement yang bisa berperan efektif dalam melindungi kepentingan konsumen dan kepentingan publik pada umumnya, makin memperburuk situasi di sektor pelayanan publik, di Tanah Air kita. Kita sering mendengar, membaca surat-surat pembaca di berbagai surat kabar dan bahkan menyaksikan sendiri betapa masih rendahnya respon birokrasi terhadap kerugian- kerugian yang diketahui publik dan konsumen. Padahal, dalam penentuan kualitas suatu pelayanan publik apakah ia bagus ataukah buruk hanyalah publik yang dilayani itulah yang sesungguhnya dapat menilai. Konsumen pula yang dapat menilai dengan tepat bagaimana kinerja pelayanan publik yang telah diberikan kepada mereka (Clarke and Steward, 1987:34).

  Dalam arti yang seluas-luasnya, peran penting yang dimainkan oleh para pengguna jasa pelayanan publik dalam rangka menyempumakan kualitas pelayanan publik dapat kita kategorikan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat (empowering society). Sebagaimana halnya barang, jasapelayanan itu adalah merupakan sesuatu yang dihasilkan artinya, ia adalah sesuatu produk. Pelayanan disektor publik umumnya memiliki dimensi kualitatif, sebab lahir dari rahim sistem politik. Kendati dibanding sektor swasta, persoalan kualitas disektor publik ini diakui lebih sukar untuk merumuskan Dalam arti yang seluas-luasnya, peran penting yang dimainkan oleh para pengguna jasa pelayanan publik dalam rangka menyempumakan kualitas pelayanan publik dapat kita kategorikan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat (empowering society). Sebagaimana halnya barang, jasapelayanan itu adalah merupakan sesuatu yang dihasilkan artinya, ia adalah sesuatu produk. Pelayanan disektor publik umumnya memiliki dimensi kualitatif, sebab lahir dari rahim sistem politik. Kendati dibanding sektor swasta, persoalan kualitas disektor publik ini diakui lebih sukar untuk merumuskan

  Sebab, satu-satunya ukuran atas kualitas pelayanan publik adalah apakah ia memberikan kepuasan tertentu pada diri konsumen. Makna kualitas kata Jackson dan Palmer (1992), ialah persepsi konsumen terhadap ciri-ciri dan tampilan tertentu yang dianggap ada pada sebuah pelayanan, dan nilai-nilai yang mereka (konsumen) berikan pada ciri-ciri dan tampilan tersebut. Jadi, sebagai sebuah konsep, kualitas pada hakikatnya merupakan sesuatu nilai yang dilihat dari sudut pandang mereka yang dilayani, bukan hasil rekayasa dari mereka yang memberikan pelayanan (Jackson and Palmer, 1992:50). Salah satu tolok ukur bagi pelayanan publik yang baik (good service) dengan demikian adalah the ability to meet the needs of each individual served (Morgan and Bacon, 1996:361-362).

2.5. Standarisasi Pelayanan Perizinan Minimal

  Penerapan standarisasi pelayanan perizinan minimal ini berbasis pada teori negara hukum modern (negara hukum demokratis) yang merupakan perpaduan antara konsep negara hukum (rechtsstaat) dan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai acuan tertinggi dalam penyelenggaraan negara atau pemerintahan (supremasi hukum).

  Menurut Bagir Manan (1994:18) hukum yang supreme mengandung makna:

  1. Bahwa suatu tindakan hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan

  aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan-ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan-ketentuan hukum hanya dapat dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau

  2. Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi

  maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya .

  Dengan demikian dalam suatu negara hukum setiap kegiatan kenegaraan atau pemerintahan wajib tunduk pada aturan-aturan hukum yang menjamin dan melindungi hak-hak warganya, baik di bidang sipil dan politik maupun di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Dengan perkataan lain, hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil, dan bermakna. Oleh karena itu, setiap kegiatan kenegaraan atau pemerintahan harus dilihat sebagai bentuk penyelenggaraan kepentingan masyarakat (public service) yang terpancar dari hak-hak mereka yang mesti dilayani dan dilindungi. Itulah sebabnya konsep negara hukum yang dikembangkan dewasa ini selalu terkait dengan konsep negara kesejahteraan.

  Konsep negara kesejahteraan itu sendiri menurut Mustamin Dg. Matutu seperti yang dikutip Aminuddin Ilmar (2004:15), adalah menempatkan peran negara tidak hanya terbatas sebagai penjaga ketertiban semata seperti halnya dalam konsep “Nachtwakerstaat”, akan tetapi negara juga dimungkinkan untuk ikut serta dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Tujuan negara dalam konsep negara hukum kesejahteraan tidak lain adalah untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warganya. Berdasar tujuan tersebut, maka negara diharuskan untuk ikut serta dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan ide dasar tentang tujuan negara, sebagaimana digariskan dalam Pembukaan UUD 1945.

  Dalam kepustakaan istilah pelayanan umum seringkali dikaitkan dengan pelayanan yang disediakan untuk kepentingan umum. Istilah pelayanan sendiri mengandung makna perbuatan atau kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurus hal-hal yang diperlukan masyarakat. Dengan kata lain, pelayanan umum itu sendiri bukanlah sasaran atau kegiatan, melainkan merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran tertentu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Tjosvold sebagaimana dikutip dari bukunya Sadu Wasistiono (2003:42) mengemukakan, bahwa melayani masyarakat baik sebagai kewajiban maupun sebagai kehormatan merupakan dasar bagi terbentuknya masyarakat yang manusiawi.

  Pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama bagi pemerintah. Peranan pemerintah dalam proses pemberian pelayanan, adalah bertindak sebagai katalisator yang mempercepat proses sesuai dengan apa yang seharusnya. Dengan diperankannya pelayanan sebagai katalisator tentu saja akan menjadi tumpuan organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Oleh karenanya, pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyedia jasa pelayanan kepada masyarakat sangat ditentukan oleh kinerja pelayanan yang diberikan. Sejauhmana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dapat terjangkau, mudah, cepat dan efisien baik dari sisi waktu maupun pembiayaannya.

  Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai sebuah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda sehingga menimbulkan diskriminasi pelayanan bagi masyarakat. Selain itu, manajemen pelayanan perlu pula mendapat pembenahan melalui keterbukaan dan Pelayanan publik dalam perkembangannya timbul dari adanya kewajiban sebagai sebuah proses penyelenggaraan kegiatan pemerintahan baik yang bersifat individual maupun kelompok. Dalam pemberian pelayanan tidak boleh tercipta perlakuan yang berbeda sehingga menimbulkan diskriminasi pelayanan bagi masyarakat. Selain itu, manajemen pelayanan perlu pula mendapat pembenahan melalui keterbukaan dan

  Dalam kaitan dengan pelayanan perizinan investasi sekarang ini telah dikembangkan suatu sistem pelayanan yang tujuan utamanya diarahkan pada terciptanya kemudahan pelayanan perizinan investasi baik asing maupun dalam negeri, dengan tidak mengurangi syarat-syarat yang harus dipenuhi dengan menerapkan konsep “one roof service system”. Sebelumnya, konsep pelayanan perizinan investasi yang diusung adalah “one stop service system” dengan bertumpu kepada “one door service system”. Namun, konsep pelayanan perizinan tersebut tidak banyak membawa perubahan pada level bawah, dimana investor masih merasakan prosedur yang berbelit-belit dimana persyaratan, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor tidak dapat diukur atau dipastikan.

  Melihat kenyataan tersebut di atas tentu saja diperlukan adanya perubahan paradigma pelayanan khususnya pelayanan perizinan investasi, agar tercipta prosedur perizinan investasi yang dapat dikategorikan murah, cepat dan jelas sesuai dengan standar pelayanan publik yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pelayanan perizinan khususnya pelayanan perizinan investasi di daerah haruslah sesuai dengan prosedur, syarat dan ketentuan yang diadakan untuk itu agar tercipta persepsi yang sama dalam pemberian pelayanan baik pada dasar hukum pemberian pelayanan, jenis, persyaratan, biaya yang harus dikeluarkan dan lamanya pelayanan diberikan.

  Dengan adanya standardisasi pelayanan publik dalam pemberian pelayanan perizinan investasi tentu saja akan diperoleh sistem pelayanan yang baku dan Dengan adanya standardisasi pelayanan publik dalam pemberian pelayanan perizinan investasi tentu saja akan diperoleh sistem pelayanan yang baku dan

2.6. Pelayanan Publik Sebagai Sebuah Teori Produk Administrasi Negara

  Jika pelayanan publik sebagai produk dari orientasi pemikiran administrasi pembangunan, dan administrasi pembangunan sebagai orientasi baru dari reformasi administrasi negara; maka muncul pertanyaan, adakah teori khusus yang berkaitan dengan pelayanan publik? Gerald Caiden (1986) sebagai seorang pakar administrasi negara pernah menyindir tentang keberadaan teori administrasi negara ini. Menurut Caiden, administrasi negara itu terlalu banyak teori, tetapi tidak terdapat satu teoripun yang dapat diberlakukan secara umum dari administrasi negara.

  Hal yang bernada sama pernah disampaikan pula oleh Fred.W Riggs (1964) dan Ferrel Heady (1966) yang mempertanyakan perihal isi dan kecenderungan dari teori administrasi negara yang dianggapnya tidak jelas metodologinya. Dipihak lain, dalam Hal yang bernada sama pernah disampaikan pula oleh Fred.W Riggs (1964) dan Ferrel Heady (1966) yang mempertanyakan perihal isi dan kecenderungan dari teori administrasi negara yang dianggapnya tidak jelas metodologinya. Dipihak lain, dalam

  Secara ideal, persyaratan teori administrasi yang menyangkut pelayanan publik antara lain :

  1 . Harus mampu menyatakan sesuatu yang berarti dan bermakna yang dapat

  diterapkan pada situasi kehidupan nyata dalam masyarakat (konteksual) 2. Harus mampu menyajikan suatu perspektif kedepan 3. Harus dapat mendorong lahirnya cara-cara atau metode baru dalam situasi

  dan kondisi yang berbeda 4. Teori administrasi yang sudah ada harus dapat merupakan dasar untuk

  mengembangkan teori administrasi lainnya, khususnya pelayanan publik 5. Harus dapat membantu pemakainya untuk menjelaskan dan meramalkan

  fenomena yang dihadapi

  6. Bersifat multi disipliner dan multi dimensional (komprehensif )

  Berpedoman dari persyaratan diatas, maka Ferrel Heady (1966) menyarankan adanya

  a. Tindakan modifikasi terhadap teori administrasi negara klasik tradisional

  b. Perubahan isi dari teori administrasi yang lebih diorientasikan kepada b. Perubahan isi dari teori administrasi yang lebih diorientasikan kepada

  pengembangan d. Menemukan perumusan baru teori administrasi yang bersifat middle range

  theory.

  Adapun Fred. W Riggs (1964) menyarankan adanya pergeseran pendekatan metodologi penelitian administrasi (khususnya yang berkaitan dengan pengamatan fenomena pelayanan publik) dari :

  (1) Pendekatan normatif ke pendekatan empiris (2) Pendekatan ideografik ke pendekatan nomotetik (3) Pendekatan struktural ke pendekatan ekologi, dan (4) Pendekatan behavior ke pendekatan post-behavior (pendekatan analogi).

2.7. Budaya Birokrasi Pelayanan Publik

  Ada asumsi menarik yang dipertanyakan, Apakah budaya organisasi birokrasi mempengaruhi proses pelayanan publik, ataukah tradisi pelayanan publik akan mempengaruhi dan menciptakan budaya organisasi birokrasi ?

  Jika yang pertama muncul maka akan terjadi stagnasi dan kekuatan statusquo dalam organisasi birokrasi; tetapi jika yang kedua muncul maka akan tercipta perubahan dan pengembangan organisasi birokrasi yang dinamis. Budaya organisasi (birokrasi) merupakan kesepakatan bersama tentang nilainilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan (Sondang P.Siagian,1995). Oleh karena itu budaya organisasi birokrasi akan menentukan apa yang Jika yang pertama muncul maka akan terjadi stagnasi dan kekuatan statusquo dalam organisasi birokrasi; tetapi jika yang kedua muncul maka akan tercipta perubahan dan pengembangan organisasi birokrasi yang dinamis. Budaya organisasi (birokrasi) merupakan kesepakatan bersama tentang nilainilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan (Sondang P.Siagian,1995). Oleh karena itu budaya organisasi birokrasi akan menentukan apa yang

  Begitu kuatnya pengaruh budaya organisasi (birokrasi) terhadap perilaku para anggota organisasi, maka budaya organisasi (birokrasi) mampu menetapkan tapal batas untuk membedakan dengan organisasi (birokrasi) lain; mampu membentuk identitas organisasi dan identitas kepribadian anggota organisasi; mampu mempermudah terciptanya komitmen organisasi daripada komitmen yang bersifat kepentingan individu; mampu meningkatkan kemantapan keterikatan sistem sosial; dan mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan simbul-simbul kendali perilaku para anggota organisasi.

  Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi (birokrasi), keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Dengan kata lain, apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi publik. Oleh karena itu Dennis A.Rondinelli (1981) pernah mengingatkan Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja organisasi (birokrasi), keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah kuat. Dengan kata lain, apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi publik. Oleh karena itu Dennis A.Rondinelli (1981) pernah mengingatkan

  Pelayanan publik yang modelnya birokratis cocok untuk budaya masyarakat hirarkhis; pelayanan publik yang modelnya Privati asi cocok untuk budaya masyarakat individual (yang anti hirarkhis); pelayanan publik yang modelnya kolektif cocok untuk budaya masyarakat fatalis (yang mendukung budaya hirarkhis dan anti budaya individu); sedangkan pelayanan publik yang modelnya memerlukan pelayanan cepat dan terbuka cocok untuk budaya masyarakat egaliter (yang anti budaya hirarkhis, anti budaya individu dan anti budaya fatalis).

  Masalahnya sekarang, untuk masyarakat Indonesia dewasa ini tergolong dalam kategori budaya masyarakat yang mana ? Ini harus dipahami. Menurut Grabiel A.Almond (1960) proses perubahan pembudayaan ini harus disebar luaskan atau disosialisasikan secara merata kepada masyarakat, dicarikan rekruitmen tenagatenaga kerja (birokrasi) yang profesional, dipahami atau diartikulasikan secara tepat dan benar, ditumbuh Masalahnya sekarang, untuk masyarakat Indonesia dewasa ini tergolong dalam kategori budaya masyarakat yang mana ? Ini harus dipahami. Menurut Grabiel A.Almond (1960) proses perubahan pembudayaan ini harus disebar luaskan atau disosialisasikan secara merata kepada masyarakat, dicarikan rekruitmen tenagatenaga kerja (birokrasi) yang profesional, dipahami atau diartikulasikan secara tepat dan benar, ditumbuh

2.8. Efektivitas Pelayanan Publik

  Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non- pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi terdepan yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dan jika non- pemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain.

  Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai programprogram pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan, birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai programprogram pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi

  a . Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan

  pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan

  b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan

  organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani

  (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat) c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur

  kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni: pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

  d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada

  sebagai agen pembaharu (change of agent ) pembangunan e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, flrksibel dan responsif.

  Dari pandangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada Dari pandangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada

2.9. Tolok Ukur Kualitas Pelayanan Publik

  Dalam tinjauan manajemen pelayanan publik, ciri struktur birokrasi yang terdesentralisir memiliki beberapa tujuan dan manfaat antara lain :

  ( 1) Mengurangi (bahkan menghilangkan) kesenjangan peran antara organisasi

  pusat dengan organisasi-organisasi pelaksana yang ada dilapangan (2) Melakukan efesiensi dan penghematan alokasi penggunaan keuangan (3) Mengurangi jumlah stafaparat yang berlebihan terutama pada level atas dan

  level menengah ( prinsip rasionalisasi) (4) Mendekatkan birokrasi dengan masyarakat pelanggan

  Mencermati pandangan ini, maka dalam kontek pelayanan publik dapat digaris bawahi bahwa keberhasilan proses pelayanan publik sangat tergantung pada dua pihak yaitu birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Dengan demikian untuk melihat kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua aspek pokok yakni :

  Pertama, aspek proses internal organisasi birokrasi (pelayan); Kedua, aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat pelanggan.

  Dalam hal ini Irfan Islamy (1999) menyebut beberapa prinsip pokok yang harus dipahami oleh aparat birokrasi publik dalam aspek internal organisasi yaitu :

  (a ) Prinsip Aksestabelitas, dimana setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau

  secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan (misal: masalah tempat, jarak dan prosedur pelayanan)

  (b) Prinsip Kontinuitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan harus secara terus

  menerus tersedia bagi masyarakat dengan kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut

  (c) Prinsip Teknikalitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan proses pelayanannya harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan

  (e) Prinsip Profitabilitas, yaitu bahwa proses pelayanan pada akhirnya harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas.

  (f) Prinsip Akuntabelitas, yaitu bahwa proses, produk dan mutu pelayanan yang

  telah diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.

  Begitu pentingnya profesionalisasi pelayanan publik ini, pemerintah melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan Nomer.63KEPM.PAN72003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasar prinsip-prinsip pelayanan sebagai berikut :

  1. Kesederhanaan

  Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan

  2. Kejelasan

  a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;

  Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3 Kepastian Waktu

  c .

  Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun wakrtu yang telah ditentukan.

  4. Akurasi

  Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. 5. Keamanan

  Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. 6. Tanggung jawab

  Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

  7. Kelengkapan sarana dan prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).

  8. Kemudahan Akses

  Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

  9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

  10. Kenyamanan

  Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

  Oleh karena itu dalam merespon prinsip-prinsip pelayanan publik yang perlu dipedomani oleh segenap aparat birokrasi peleyanan publik , maka kiranya harus disertai pula oleh sikap dan perilaku yang santun, keramah tamahan dari aparat pelayanan publik baik dalam cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan dengan proses pelayanan maupun dalam hal ketapatan waktu pelayanan.

  Hal ini dimungkinkan agar layanan tersebut dapat memuaskan orang-orang atau kelompok orang yang dilayani. Ada 4 (empat) kemungkinan yang terjadi dalam mengukur kepuasan dan kualitas pelayanan publik ini, yaitu : (1) Pihak aparat birokrasi Hal ini dimungkinkan agar layanan tersebut dapat memuaskan orang-orang atau kelompok orang yang dilayani. Ada 4 (empat) kemungkinan yang terjadi dalam mengukur kepuasan dan kualitas pelayanan publik ini, yaitu : (1) Pihak aparat birokrasi

  Dalam hal ini teori analisa yang dapat dipergunakan antara lain teori “Impression Management” yaitu bagaimana mengukur tingkat responsif, tingkat responsibility dan tingkat representatif seseorang atau kelompok orang terhadap fenomena tertentu (Fred Luthans, 1995). Sayangnya, dalam praktek dan tinjauan teoritis untuk menentukan tolok ukur kualitas pelayanan publik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Suatu misal Richard M.Steers (1985) menyebutkan beberapa faktor yang berkepentingan dalam upaya mengidentifikasi kualitas pelayanan publik antara lain : variabel karakteristik organisasi, variabel karakteristik lingkungan, variabel karakteristik pekerjaaparat, variabel karakteristik kebijaksanaan, dan variabel parkatek-praktek manajemennya.

  Untuk melengkapi pendapat ini, maka Sofian Effendi (1995) menyebutkan beberapa faktor lagi yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik (di Indonesia) antara lain adanya: (a) Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan Untuk melengkapi pendapat ini, maka Sofian Effendi (1995) menyebutkan beberapa faktor lagi yang menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik (di Indonesia) antara lain adanya: (a) Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan

Dokumen yang terkait

STUDI KANDUNGAN BORAKS DALAM BAKSO DAGING SAPI DI SEKOLAH DASAR KECAMATAN BANGIL – PASURUAN

15 183 17

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22