REVITALISASI KESENIAN DALANG JEMBLUNG DI DESA NOTOG KECAMATAN PATIKRAJA KABUPATEN BANYUMAS

REVITALISASI KESENIAN DALANG JEMBLUNG DI DESA NOTOG
KECAMATAN PATIKRAJA KABUPATEN BANYUMAS

SKRIPSI
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan

Oleh
Nama

: Sasetya Tunjung Widyati

NIM

: 2501410134

Program Studi

: Pendidikan Seni Tari

Jurusan


: Sendratasik

FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

i

ii

iii

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :
1.

Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan

atau diperbuatnya. (Ali Bin Abi Thalib)

2.

Kau akan berhasil dalam setiap pelajaran, dan kau harus percaya akan
berhasil, dan berhasillah kau; anggap semua pelajaran mudah, dan semua
akan jadi mudah; jangan takut pada pelajaran apa pun, karena ketakutan itu
sendiri kebodohan awal yang akan membodohkan semua. (Pramoedya
Ananta Toer)

Persembahan :
1. Jurusan Sendratasik Fakultas Bahasa dan Seni
2. Bapakku Slamet Pamuji, Ibukku Sugiarti dan
keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan
dukungan
3. Sahabat-sahabatku yang selalu setia mendengarkan
keluh kesahku
4. Seni Tari 2010

v


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
judul “Revitalisasi Kesenian Dalang Jemblung di Desa Notog Kecamatan
Patikraja Kabupaten

Banyumas”. Skripsi ini disusun dalam rangka

menyelesaikan studi strata satu untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari dan Musik Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak akan
berhasil tanpa adanya bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak secara
langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh
pendidikan di Universitas Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Agus Nuryatin, M. Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni yang

telah memberikan ijin untuk menyelesaikan skripsi.
3. Dr. Udi Utomo, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Seni Drama Tari dan
Musik yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk dalam
proses penyusunan skripsi.
4. Prof. Dr. M. Jazuli, M. Hum, selaku dosen pembimbing utama yang selalu
menyempatkan waktu untuk membimbing dan memotivasi selama
penyusunan skripsi ini.
vi

5. Dosen beserta staff tata usaha jurusan Pendidikan Sendratasik FBS
UNNES yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya.
6. Bapak Rusdiono pimpinan paguyuban Dalang Jemblung “Anom Trisno
Budoyo” yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
7. Keluarga besar paguyuban Dalang Jemblung “Anom Trisno Budoyo” yang
telah mendukung memberi, informasi dan semangat penyusunan skripsi
ini.
8. Kedua orang tua dan keluarga besar mbah Dasikin yang telah memberikan
do’a dan dukungan dalam penyelesaian penyusunan skripsi.
9. Iwan Aji Saputro yang selalu memberikan semangat dan dukungannya

selama penyelesaian skripsi.
10. Teman-teman Pendidikan Sendratasik 2010 yang telah memberikan
dukungannya.
11. Sahabat tersayang Arfi, Nira, Silvia, Fadila, Septi, Niken dan Rahajeng
yang selalu memberikan semangat dan kebahagiaan.
12. Semua pihak yang ikut membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amalan
baik serta mendapat pahala yang setimpal dai Allah SWT. Pada akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Semarang, 29 Oktober 2015
Penulis

vii

SARI
Sasetya Tunjung Widyati. 2015. Revitalisasi Kesenian Dalang Jemblung di Desa
Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Skripsi. Pendidikan Seni
Drama Tari dan Musik/Program Studi Pendidikan Seni Tari Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Semarang.

Dosen Pembimbing Prof. Dr. M. Jazuli, M.Hum.
Kata Kunci: Revitalisasi, Sejarah, Bentuk Pertunjukan dan Fungsi.
Dalang Jemblung merupakan kesenan tradisional Banyumas yang sudah
punah. Penelitian ini adalah mengamati ditampilkannya kembali kesenian yang
hampir punah atau revitalisasi yang dilakukan terhadap kesenian Dalang
Jemblung. Demikian juga dengan Kabupaten Banyumas yang memiliki beberapa
kesenian yang mulai punah salah satunya yaitu kesenian Dalang Jemblung.
Kesenian ini ditinggalkan begitu saja oleh masyarakat karena tidak ada lagi
generasi muda yang mau meneruskan kesenian ini, serta masyarakat yang kian
lama tidak berminat untuk mementaskan kesenian ini. Maka dari itu, kesenian
Dalang Jemblung mengalami rekonstruksi karena adanya program penelitian yang
bekerjasama dengan pemerintah Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten
Banyumas agar ditampilkan kembali.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana revitalisasi,
sejarah, bentuk pertunjukan dan fungsi kesenian Dalang Jemblung di Desa Notog
Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan mendeskripsikan revitalisasi, sejarah, bentuk pertunjukan
dan fungsi kesenian Dalang Jemblung di Desa Notog Kecamatan Patikraja
Kabupaten Banyumas.
Penelitian Revitalisasi Kesenian Dalang Jemblung di Desa Notog

Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian revitalisasi dilakukan dengan cara menampilkan kembali
dengan sedikit menginovasi bentuk pertunjukan yang meliputi dialog, dalang,
sinden, pengrawit, tata panggung, sesaji, tata busana/ kostum, tata rias, tata suara
agar kesenian Dalang Jemblung lebih menarik dan diminati oleh masyarakat. Dari
proses revitalisasi tersebut kemudian muncul sejarah dan fungsi kesenian Dalang
Jemblung.
Saran kepada seniman kesenian Dalang Jemblung di Kabupaten Banyumas
untuk tetap melestarikannya dengan cara sering mementaskan kesenian tersebut
dengan cerita yang berbeda yang dibentuk sekreatif mungkin sehingga penonton
tidak bosan. Saran kepada masyarakat selalu menanggap dan menonton
pertunjukan Dalang Jemblung. Dan saran kepada pemerintah khususnya bidang
kebudayaan dan pariwisata agar sering mementaskan kesenian Dalang Jemblung
disetiap acara-acara Kabupaten.

viii

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ..............................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................................................

ii

PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................

iii

PERNYATAAN .....................................................................................................

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .........................................................................

v


KATA PENGANTAR ...........................................................................................

vi

SARI .......................................................................................................................

viii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

ix

DAFTAR TABEL ..................................................................................................

xiv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................

xv


DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................

xvi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................

5

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................

6

1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................


6

1.5 Sistematika Skripsi ...........................................................................................

7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................

9

2.2 Landasan Teoritis ............................................................................................

11

2.2.1 Revitalisasi ....................................................................................................

10

ix

2.2.2 Sejarah Wayang ............................................................................................

15

2.2.3 Bentuk Pertunjukan Wayang ........................................................................

18

2.2.3.1 Dialog .........................................................................................................

18

2.2.3.2 Lakon ..........................................................................................................

19

2.2.3.3 Babak ..........................................................................................................

20

2.2.3.4 Alur .............................................................................................................

21

2.2.3.5 Amanat .......................................................................................................

21

2.2.3.6 Dalang ........................................................................................................

22

2.2.3.7 Sutradara .....................................................................................................

24

2.2.3.8 Sinden .........................................................................................................

25

2.2.3.9 Pemain/ aktor ..............................................................................................

26

2.2.3.10 Sesaji .......................................................................................................

26

2.2.3.11 Iringan ......................................................................................................

27

2.2.3.12 Tata Rias ..................................................................................................

28

2.2.3.13 Tata Busana ..............................................................................................

29

2.2.3.14 Tata Suara dan Bahasa .............................................................................

30

2.2.3.15 Tata Lampu ..............................................................................................

31

2.2.3.16 Tata Panggung .........................................................................................

32

2.3 Fungsi Seni Pertunjukan .................................................................................

33

2.4 Kerangka Berfikir ...........................................................................................

38

x

BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ......................................................................................

39

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian ..........................................................................

40

3.2.1 Lokasi Penelitian ...........................................................................................

40

3.2.2 Sasaran Penelitian .........................................................................................

40

3.3 Sumber Data .....................................................................................................

41

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................

41

3.4.1 Teknik Observasi ..........................................................................................

41

3.4.2 Teknik Wawancara ........................................................................................

42

3.4.3 Teknik Dokumentasi .....................................................................................

46

3.5 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ..............................................................

46

3.5.1 Sumber ..........................................................................................................

47

3.5.2 Metode ..........................................................................................................

48

3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................................

50

3.6.1 Pengumpulan Data ........................................................................................

52

3.6.2 Reduksi Data .................................................................................................

53

3.6.3 Penyajian Data ..............................................................................................

54

3.6.4 Kesimpulan ...................................................................................................

55

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...............................................................

56

4.1.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Notog ............................................................

56

4.1.2 Kependudukan ...............................................................................................

57

4.1.3 Kependidikan ................................................................................................

58

xi

4.1.4 Mata Pencaharian ..........................................................................................

59

4.1.5 Agama ...........................................................................................................

60

4.1.6 Jenis Kesenian yang Berkembang di Desa Notog ........................................

60

4.2 Revitalisasi Dalang Jemblung di Desa Notog .................................................

61

4.2.1 Sejarah Dalang Jemblung .............................................................................

62

4.3 Bentuk Pertunjukan Dalang Jemblung ............................................................

65

4.3.1 Pola Pertunjukan Dalang Jemblung ..............................................................

65

4.3.2 Elemen-elemen Bentuk Pertunjukan Dalang Jemblung ...............................

68

4.3.2.1 Urutan Sajian ..............................................................................................

68

4.3.2.2 Lakon ..........................................................................................................

77

4.3.2.3 Dalang ........................................................................................................

80

4.3.2.4 Sutradara .....................................................................................................

81

4.3.2.5 Sinden .........................................................................................................

81

4.3.2.6 Pemain/ aktor ..............................................................................................

82

4.3.2.7 Sesaji ..........................................................................................................

82

4.3.2.8 Iringan ........................................................................................................

83

4.3.2.9 Tata Rias .....................................................................................................

88

4.3.2.10 Tata Busana ..............................................................................................

92

4.3.2.11 Tata Suara dan Bahasa .............................................................................

96

4.3.2.12 Tata Lampu ..............................................................................................

97

4.3.2.13 Tata Panggung .........................................................................................

98

4.4 Fungsi Pertunjukan Dalang Jemblung ............................................................

101

xii

BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ..........................................................................................................

105

5.2 Saran .................................................................................................................

106

DAFTAR PUSTAKA

xiii

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Notog ...........................................

58

Tabel 4.2 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Notog ...........................................

59

xiv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Desa Notog .................................................................................

57

Gambar 4.2 Sesaji ..................................................................................................

83

Gambar 4.3 Tata Rias Sinden .................................................................................

90

Gambar 4.4 Tata Rias Dalang Jemblung ................................................................

91

Gambar 4.5 Tata Busana Dalang Jemblung ...........................................................

94

Gambar 4.6 Tata Busana Pemain/ aktor .................................................................

95

Gambar 4.7 Tata Busana Sinden ............................................................................

95

Gambar 4.8 Sound Panggung .................................................................................

97

Gambar 4.9 Tata Panggung ....................................................................................

100

xv

DAFTAR LAMPIRAN
1.

Instrumen Penelitian .......................................................................................

111

2.

Hasil Wawancara dan Biodata Narasumber ....................................................

117

3.

Peta Kecamatan Patikraja ................................................................................

124

4.

Biodata Penulis ...............................................................................................

125

5.

Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing ............................................

126

6.

Surat Permohonan Izin Penelitian Fakultas ....................................................

127

xvi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kesenian merupakan salah satu sektor kebudayaan kita yang masih jelas
menampilkan wajah bangsa yang sulit dilakukan oleh sektor budaya yang lain.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Koentjaraningrat (1993:121) yang menyatakan
bahwa ada satu unsur kebudayaan dapat menonjolkan sifat khas, mutu, dan amat
cocok sebagai unsur utama dari kebudayaan nasional Indonesia yaitu: Kesenian.
Banyak cabang-cabang kesenian yang tumbuh dan berkembang mengikuti
perkembangan sejarah, misalnya, seni musik, seni tari, dan seni rupa. Kesenian
sebagai salah satu bagian dari kebudayaan memang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan masyarakat. Sebagai unsur dari kebudayaan kesenian itu tidak berdiri
sendiri, tetapi berhubungan dengan kebudayan yang lain seperti, ilmu
pengetahuan, agama, ekonomi, filsafat, dan sebagainya. Melalui seni, pendidikan
bangsa dapat ditingkatkan, dan melalui seni pula kehidupan perekonomian dapat
dikembangkan. Di dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini, maka dapat kita rasakan betapa pentingnya peranan seni dalam berbagai segi
kehidupan masyarakat.
Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi di dunia ini, banyak
sekali hal-hal yang dianggap kuno atau ketinggalan jaman ditinggalkan oleh
masyarakat begitu saja tanpa melihat nantinya akan terjadi kerusakan ataupun
perubahan di masa yang akan datang. Dampak perubahan sering dihadapkan pada

1

2

Sistem nilai, norma, dan sejumlah gagasan yang didukung oleh media-media
komunikasi yang dapat mengubah sistem sosial, politik, ekonomi, pendidikan
maupun sistem budaya (Martono, 2011: 24). Dalam hal budaya seperti halnya seni
pertunjukan tradisional yang terkesan sangat membosankan juga ditinggalkan
begitu saja oleh masyarakat yang cenderung menggemari hal-hal yang modern.
Setiap daerah pasti memiliki sebuah seni pertunjukan, seni pertunjukan
yang ditinjau dari segi kondisinya terlihat maju ataupun kurang maju. Menurut
Soedarsono (1998:1), penyebab dari hidup dan matinya sebuah pertunjukan ada
bermacam-macam, ada yang disebabkan oleh perubahan yang terjadi dibidang
politik, dan ada pula yang karena tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk
pertunjukan yang lain. Begitu pula di masyarakat yang mulai menyukai hal-hal
yang lebih populer dibandingkan kesenian-kesenian tradisional, sehingga akan
mengakibatkan perubahan di lingkup masyarakat itu sendiri.
Apabila terjadi perubahan salah satu bagian, maka akan mempengaruhi
bagian lain yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi sistem sosial secara
keseluruhan. Begitu juga dengan seni pertunjukan tradisional tidak diminati oleh
penontonnya dikarenakan pertunjukan tradisional dirasakan sangat monoton yang
dilihat dari bentuk penyajiannya (Soedarsono, 1999:75). Begitu pula di daerah
Banyumas, terdapat kesenian yang ditinggalkan oleh masyarakatnya karena
dianggap sudah ketinggalan jaman dan tidak dapat bersaing dengan budayabudaya baru yang ada.
Kesenian yang semula adalah ekspresi dari impian kolektif menjadi
kesenian individual, di desa-desa tidak ada lagi sifat partisipatif dalam kesenian,

3

karena orang lebih tertarik menjadi penonton dari pameran profesional, televisi,
kaset dan radio (Kuntowijoyo, 2006:41). Masyarakat cenderung lebih menyukai
budaya-budaya barat yang kadang lebih dianggap modern daripada kebudayaan
sendiri, mereka juga terkadang lupa bahwa kebudayaan merupakan bagian dari
sejarah bangsanya. Akan tetapi, kini mulai ada keinginan dari berbagai pihak
yakni Dinporabudpar yang berperan besar dalam penggerakan revitalisasi untuk
mengangkat kembali kesenian-kesenian yang mulai punah di wilayah Banyumas
agar dapat disajikan kembali dengan gaya baru dan kesenian tersebut dapat
dinikmati lagi oleh masyarakat.
Salah satu kesenian tradisional yang mengalami revitalisasi tersebut ialah
Dalang Jemblung, Dalang Jemblung merupakan salah satu dari beragam kesenian
tradisional yang berkembang di daerah Banyumas. Kesenian ini ditinggalkan
begitu saja oleh masyarakat karena tidak ada lagi generasi muda yang mau
meneruskan kesenian ini, serta masyarakat yang kian lama tidak berminat untuk
mengundang atau mementaskan kesenian ini.
Dalang Jemblung mengalami revitalisasi karena adanya program Desa
agar diberdayakan kembali. Hal ini bertujuan agar warga Banyumas, khususnya
warga Desa Notog mengetahui kesenian tersebut. Kesenian Dalang Jemblung
dapat mengingatkan kembali bagaimana kisah mengenai Babad Sokaraja atau asal
mulanya adanya kesenian Dalang Jemblung. Biasanya lakon yang diceritakan
pada pertunjukan Dalang Jemblung juga mengenai Babad Banyumas, oleh karena
itu pemerintah desa memvitalkan kembali kesenian Dalang Jemblung. Dalang
Jemblung mengalami revitalisasi pada tanggal 23 Juli 2015, revitalisasi diadakan

4

di Desa Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas dikarenakan di desa
tersebut dilaksanakan pementasan berbagai kesenian tradisional Banyumas.
Dalang Jemblung ini juga telah mengalami perkembangan dari bentuk
pertunjukannya agar lebih menarik lagi. Dalang Jemblung yang tadinya hanya
dapat dinikmati di ruang tertutup kini dapat dinikmati di ruang terbuka dengan
menggunakan panggung setelah mengalami revitalisasi, dimaksudkan agar
kesenian Dalang Jemblung lebih menarik dan dapat diterima lagi oleh masyarakat.
Revitalisasi yang dilakukan di Desa Notog Kecamatan Patikraja
Kabupaten Banyumas ini menjadikan masyarakat dengan kata lain anak muda
yang belum mengetahui kesenian Dalang Jemblung dikarenakan mereka lebih
menyukai kesenian-kesenian modern, kini mereka memahami kesenian tersebut
dan bahkan menyukai kesenian-kesenian tradisional bahkan tertarik untuk
mengikutinya. Setelah Dalang Jemblung mengalami revitalisasi selanjutnya
peneliti akan mencari sejarah, bentuk pertunjukannya dan fungsi Dalang
Jemblung.
Penelitian sebelumnya yang telah mengkaji mengenai revitalisasi
diantaranya adalah Nurhayati mengenai Revitalisasi Seni Pertunjukan Dulmuluk:
Upaya Pemertahanan dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra tentang
strategi dan beberapa implikasi dalam pembelajaran sastra, selanjutnya penelitian
yang dilakukan oleh Dinar Anggraeni mengenai Revitalisasi dan Sosialisasi Tari
Daeng di SMA N 1 Bobotsari Kabupaten Purbalingga tentang revitalisasi bentuk
penyajian tari daeng beserta sosalisasinya terhadap masyarakat. Namun penelitian
yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya berbeda dengan

5

penelitian yang peneliti lakukan, hal ini dapat dilihat dari objek penelitian,
masalah yang dikaji serta tempat penelitiannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang Rvitalisasi Kesenian Dalang Jemblung di Desa
Notog Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Alasan peneliti untuk
mengadakan penelitian tersebut, karena Dalang Jemblung termasuk kesenian
tradisional yang harus tetap dilestarikan agar tidak mengalami kepunahan lagi dan
agar masyarakat tetap menjaga warisan budaya yang sudah ada. Selain itu
penggunaan bahasa yang unik, yaitu bahasa dialek Banyumasan yang dikenal
dengan sebutan Ngapak, iringannya pun tidak menggunakan alat musik
sebenarnya, yaitu dengan pengucapan mulut yang menyerupai bunyi musik yang
menambah keunikan dari kesenian Dalang Jemblung tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana revitalisasi kesenian Dalang Jemblung di Desa Notog
Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas dengan kajian pokok:
1.2.1.1 Bagaimana sejarah kesenian Dalang Jemblung Kabupaten Banyumas?
1.2.1.2 Bagaimana bentuk pertunjukan Dalang Jemblung?
1.2.1.3 Bagaimana fungsi kesenian Dalang Jemblung?

6

1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas penelitian bertujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan:
1.3.1 Hasil revitalisasi kesenian dalang jemblung di Desa Notog Kecamatan
Patikraja Kabupaten Banyumas dengan kajian pokok:
1.3.1.1 Sejarah kesenian Dalang Jemblung di Kabupaten Banyumas.
1.3.1.2 Bentuk pertunjukan Dalang Jemblung.
1.3.1.3 Fungsi kesenian Dalang Jemblung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara Teoritis
1.4.1.1 Sebagai dokumentasi tertulis tentang asal usul kesenian Dalang Jemblung
di Kabupaten Banyumas.
1.4.1.2 Sebagai sumbangan pemikiran bagi lembaga pendidikan Universitas
Negeri Semararang khusunya prodi Seni Tari dalam hal penelitian.
1.4.1.3 Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti
berikutnya.
1.4.2

Secara Praktis

1.4.2.1 Bagi peneliti, mendapatkan pengalaman langsung sehingga dapat
mengkaji secara lebih dalam tentang asal usul Kesenian Dalang Jemblung
di Kabupaten Banyumas.
1.4.2.2 Bagi Masyarakat, penelitian ini dapat memberikan informasi tentang asal
usul Kesenian Dalang Jemblung di Kabupaten Banyumas.

7

1.4.2.3 Bagi kelompok Kesenian Dalang Jemblung Banyumas, hasil penelitian ini
dapat

dijadikan

sebagai

motivasi

dalam

mengembangkan

dan

mempertahankan Kesenian Dalang Jemblung sebagai Kesenian daerah
setempat.
1.5 Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
1.5.1 Bagian awal terdiri dari lembar judul, persetujuan pembimbing, lembar
pengesahan, lembar pernyataan, motto dan persembahan, lembar abstrak,
kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran.
1.5.2

Bagian isi terdiri dari 5 bab, yaitu:
Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang, dan sistematika
skripsi.
Bab II Landasan teori yang berisi tentang Rekonstruksi seni, Dalang
Jemblung, Bentuk Pertunjukan dan Kerangka berpikir.
Bab III Metode penelitian, berisi tentang pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, sasaran penelitian, teknik pengumpulan data yang meliputi
observasi, wawancara, dokumentasi, teknik keabsahan data dan teknik
analisis data.
Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan mencakup tentang bentuk
pertunjukan Kesenian Dalang Jemblung, dan hasil rekonstruksi bentuk
pertunjukan Kesenian Dalang Jemblung
Bab V Penutup berisi simpulan dan saran.

8

1.5.3

Bagian akhir adalah berisi daftar pustaka serta lampiran-lampiran, antara
lain: Surat Keputusan Dosen Pembimbing, Surat Ijin Penelitian, Transkip
Wawancara,

Biodata

Narasumber,

dan

Biodata

Penulis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka
Skripsi yang berjudul Revitalisasi Kesenian Dalang Jemblung
Kabupaten Banyumas ini sudah pernah diteliti, namun dalam konteks yang
berbeda. Sehingga peneliti menggunakan penelitian sejenis yang pernah
dilakukan. Penelitian-penelitian tersebut antara lain:
2.1.1 Penelitian Nurhayati tahun 2014 yang berjudul “Revitalisasi Seni
Pertunjukan

Dulmuluk:

Upaya

Pemertahanan

dan

Implikasinya

dalam

Pembelajaran Sastra”. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana proses
revitalisasi kesenian Dulmuluk dan bagaimana upaya pemertahanan dan
implikasinya dalam pembelajaran sastra.
Hasil penelitian ini menunjukan proses revitalisasi seni pertunjukan
Dulmuluk dengan menggunakan teori struktural dan teori respons pembaca. Teori
struktural untuk membedah unsur-unsur pertunjukan Dulmuluk yang meliputi
naskah drama, sutradara, tata rias, pemain, tata busana, tata panggung, tata lampu,
tata suara dan penonton. Adapun teori respons pembaca digunakan untuk
membaca dan menjawab kebutuhan pada masyarakat, khususnya generasi muda
penerus bangsa. Penelitian ini memberikan gambaran kepada peneliti mengenai
proses revitalisasi dari proses awal yaitu ide hingga proses penggarapan sehingga
peneliti dapat menggunakan penelitian ini sebagai contoh untuk mendeskripsikan

9

10

proses revitalisasi seni khususnya kesenian Dalang Jemblung di Kabupaten
Banyumas.
2.1.2 Penelitian Esa Fatma Ariyani tahun 2012 berjudul “Makna Simbolik
Kesenian Wayang Tutus dalam Kehidupan Masyarakat Desa Balapulang Kulon
Kabupaten Tegal”. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana sejarah wayang,
makna simbolik dan bentuk pertunjukan wayang tutus.
Hasil penelitian ini menjelaskan bentuk pertunjukan dari pra acara,
pembukaan, inti pertunjukan dan akhir pertunjukan. Unsur-unsur pertunjukan
kesenian wayang tutus meliputi (dalang, niyaga, waranggono atau sinden dan
wayang tutus), iringan, tema, busana, tempat, tata lampu, properti, penonton,
sesaji, dan makna simbolik kesenian wayang tutus. Penelitian ini memberikan
gambaran kepada peneliti mengenai bentuk pertunjukan dari proses pra acara,
pembukaan, inti pertunjukan dan akhir pertunjukan. Unsur dalam pertunjukan
juga dijelaskan dalam penelitian ini sehingga peneliti dapat menggunakan
penelitian ini sebagai contoh untuk mendeskripsikan bentuk pertunjukan Dalang
Jemblung dari pra acara, pembukaan, inti hingga akhir pertunjukan.
2.1.3 Penelitian Sri Wahyuni tahun 2015 yang berjudul ”Audio Visual Wayang
Jemblung Sebagai Media Pembelajaran Menyimak Cerita Rakyat Siswa Kelas X
SMA di Kabupaten Banyumas”. Penelitian ini berisi tentang bagaimana
pengembangan media audio visual wayang jemblung dalam pembelajaran
menyimak cerita rakyat siswa kelas X SMA di Kabupaten Banyumas.
Hasil penelitian ini menjelaskan mengenai pengembangan audio visual
wayang jemblung dalam pembelajaran menyimak cerita rakyat siswa kelas X

11

SMA di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini memberikan gambaran kepada
peneliti mengenai wayang jemblung atau yang sering disebut dalang jemblung
dalam melakukan proses penelitian sesua dengan judul yang dibuat sehingga
peneliti dapat menggunakan penelitian ini sebagai bahan acuan guna membantu
proses penggarapan penelitian yang sedang peneliti garap khususnya mengenai
kesenian Dalang Jemblung di Kabupaten Banyumas setelah direvitalisasi.
2.2 Landasan Teoritis
2.2.1 Revitalisasi
Revitalisasi adalah proses menghidupkan kembali suatu hal apapun yang
sebelumnya terberdaya menjadi vital kembali. Revitalisasi di era modernisasi
menandakan adanya suatu kerinduan atau kebutuhan penting dalam kehidupan
desa yang kompleks, Jurnal Kependidikan UNY Trie wahyuni dan Ni Nyoman
Seriati (Vol 39, No 2 2009). Seperti halnya sebuah kesenian yang sudah
ditinggalkan kemudian dihidupkan kembali, salah satunya yaitu seni tradisional
yang mulai dihidupkan kembali oleh masyarakat yang pada awalnya sudah sangat
tidak diminati oleh masyarakat itu sendiri.
Kasiyan dalam Jurnal Humaniora, (Vol 15, No. 1, 2013) problematika
dalam jurnal berjudul Revitalisasi Dialektika Pliralitas Budaya Global dalam
Perspektif Poskolonial mengungkapkan permasalahan lebih disebabkan: pertama,
sikap kita dalam memaknai eksistensi kebudayaan diri yang perlu direvitalisasi;
dan kedua, sikap Barat yang telah demikian memaksakan dan melegitimasi posisi
dirinya sebagai ordinat hegemoni bagi semesta kebudayaan dunia, yang dalam hal

12

ini maknanya secara substansial, sebenarnya adalah tetap sebagai potret dari
riwayat penjajahan baru, di era pos kolonial.
Saat ini minat generasi muda untuk mempelajari seni tradisional masih
sangat rendah, khusunya seni pedalangan atau wayang. Apabila persoalaan ini
tidak segera diatasi maka bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kehilangan
jatidirinya di masa yang akan datang. Hasil penelitian mengenai revitalisasi seni
pertunjukan

tradisi

dalam

menunjang

pariwisata

di

Surakarta

dengan

menggunakan metode kualitatif, mengungkapkan bahwa generasi muda masih
banyak yang belum memahami dan juga belum yakin pengembangan seni
tradisional dalam bentuk revitalisasi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah
maupun non pemerintah dapat menjadi modal untuk pengembangan seni tradisi
dalam menunjang pariwisata di Surakarta (Jurnal Penelitian Humaniora UMS Ali
Imran A.M, Vol 6, No. 2, 2005).
Berbagai kegiatan revitalisasi kesenian selama ini telah banyak dilakukan
oleh para pihak yang menaruh perhatian terhadap masalah itu. Beberapa bentuk
revitalisasi kesenian seperti diungkap oleh Rahayu Supanggah (2008) yang
dikutip oleh Warto (Junal Paramita, Vol 24, No. 1, 2014), meliputi: (1)
rekonstruksi, yaitu dilakukan terutama untuk jenis kesenian yang sudah hilang
dari peredaran, namun oleh (beberapa) pihak tertentu dianggap masih punya
peluang bahkan potensial untuk dihidupkan dan digiatkan kembali; (2)
refungsionalisasi, yaitu menambah, mengembangkan, mengganti atau memberi
fungsi yang baru terhadap kesenian yang direvitalisasi, sehubungan dengan
aktivitas lama yang biasanya menggunakan jasa kesenian yang dimaksud, sudah

13

tidak eksis atau tidak berlangsung lagi. Refungsionalisasi yang sering dilakukan
adalah mengembangkan, menambah atau mengubah fungsinya yang lama dengan
fungsi yang baru; (3) representasi, artinya menyajikan kembali, baik dalam
frekuensi maupun dalam wujud, forum atau konteks yang bervariasi. Sebagai
contoh adalah peristiwa festival kesenian yang sampe saat ini di selenggarakan di
mana – mana dengan mementaskan beberapa jenis kesenian tradisional; (4)
reformasi, yaitu perubahan formasi atau bentuk penyajian kesenian dari yang lama
ke bentuknya yang baru, yang dianggap sesuai dengan kebutuhan, selera, waktu
dan tempatnya yang baru; (5) reinterpretasi, yaitu memberi tafsir atau memberi
makna baru terhadap suatu fenomena penyajian kesenian atau terhadap unsur
ekspresi yang digunakan dalam kesenian tersebut; (6) reorientasi. Kesenian
tradisional kehadirannya hampir selalu tidak mandiri, tapi berkaitan erat dengan
kegiatan keseharian masyarakat, keagamaan atau kerajaan. Orirntasi kesenian
tersebut tersirat dalam pesan yang di sampaikan oleh seniman melalui
kekaryaannya; dan, (7) rekreasi, yaitu membuat atau meng-create lagi sesuatu
yang (sama sekali) baru. Kesenian atau informasi lama digunakan sebagai sumber,
pijakan atau titik tolak untuk penciptaan kesenian yang baru, baik dalam format
maupun dalam genre.
Revitalisasi seni rakyat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu revitalisasi
teks dan revitalisasi konteks. Seperti dikatakan oleh Soedarso (2012), yang dikutip
Warto, (Jurnal Paramita, Vol 24, No. 1, 2014) mengungkapkan revitalisasi
tekstual adalah revitalisasi yang dilakukan dalam diri sesuatu cabang seni tertentu,
baik dengan jalan merestruktur sesuaitu cabang seni yang sedang digarap, maupun

14

yang berbeda, ataupun dengan meningkatkan fungsi dari teks-teks lain baik yang
sejenis maupun berbeda, ataupun dengan meningkatkan fungsi dari teks-teks yang
ada. Misalnya, mengadakan penyempurnaan pada unsur-unsur yang ada dalam
kesenian itu sendiri, seperti memperbaiki unsur dan gaya tarian, iringan musik,
dan aksesoris yang dipakai oleh seniman. Sementara itu, revitalisasi kontekstual
adalah revitalisasi yang dijalankan dengan menggabungkan teks dengan teks-teks
lain yang berasal dari luarnya, atau memanfaatkan sebuah teks untuk kepentinga
teks-teks lain, misalnya, teks (kethoprak) dipentaskan untuk penerangan
masyarakat, teks (wayang kulit) untuk kampanye politik, teks (pentas tari) untuk
menarik wisatawan, dan teks (wayang wahyu) untuk bimbingan agama. Dalam
revitalisasi kontekstual ini tidak ada yang harus dikorbankan; semua dapat
diselamatkan dari fungsinya sendiri-sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa revitalisasi
merupakan sebuah kegiatan menampilkan kembali kesenian oleh beberapa pihak
tertentu yang dianggap masih punya peluang bahkan potensial untuk dihidupkan
dan digiatkan kembali. Setelah mengalami revitalisasi sebuah kesenian biasanya
mengalami perkembangan tanpa menghilangkan ciri khasnya, namun biasanya
terjadi perkembangan pada sejarah, fungsi dan bentuk penyajiannya seperti cerita,
dialog, tokoh, iringan, tata rias, tata busana, tata lampu, tata panggung agar
terlihat lebih menarik dan diminati oleh masyarakat setempat.

15

2.2.2 Sejarah Wayang
Wayang adalah salah satu bentuk drama dan teater yang paling rumit dan
halus yang secara terus menerus dikembangkan dari generasi ke generasi
berikutnya (Usman, Isnawati, 2010: 4). Adapula yang mengatakan bahwa wayang
adalah gambaran yang berupa bayangan tentang tata kehidupan nenek moyang
kita dan didalamnya terdapat pesan dari tata kehidupan masa lampau (Soetomo,
2000: 80)
Menurut para ahli, wayang dikenal oleh bangsa Indonesia khusunya di
pulau Jawa sejak tahun 1500 SM karena nenek moyang percaya bahwa setiap
benda mati mempunyai roh yang baik dan jahat, agar tidak diganggu oleh roh
jahat maka roh-roh tersebut dilukis dalam bentuk gambaran atau bayangan
(wewayangan atau wayang) dan disembah serta diberi sesajen kepercayaan ini
dikenal dengan animisme, kepercayaan ini berlangsung lama namun setelah
kedatangan agama Hindu maka gambaran roh berubah fungsinya menjadi alat
peraga untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama dan kini menjadi tontonan serta
tuntunan (Pasha, 2011: 11). Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep
religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan
Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong
pada pergelaran Wayang kulit.
Sejak zaman Kartasura, pengubahan cerita wayang yang berinduk pada
Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah
masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh

16

dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Silsilah itu terus berlanjut hingga sampai
pada raja-raja di Pulau Jawa. Selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita
wayang pakem, yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang
diluar garis standar. Selain itu, masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang
sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem. Begitu kuatnya seni wayang berakar
dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara
cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah
Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun
menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa (Pasha,
2010: 12). Beberapa jenis wayang yang populer di Indonesia, antara lain:
1. Wayang Beber
Wayang beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam
pertunjukan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh sang dalang.
Wayang beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorejo, Jawa Timur.
Selain dari kisah-kisah Mahabarata dan Ramayana, wayang beber juga
menggunakan kisah-kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro
Bangun dan Dewi Sekartaji.
2. Wayang Kulit
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, jenis wayang yang paling populer adalah
wayang kulit atau wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat
dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bami
dan Jawa, pertunjkan wayang kulit sering kali menggabungkan cerita-cerita

17

Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat
serta mitos sering digunakan.
3. Wayang Klitik (Karucil)
Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan
kulit. Kata “Klitik” berasal dari suara kayu yang bersentuhan disaat wayang
digerakan atau saat adegan perkelahian. Kisah-kisah yang digunakan dalam
drama wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan
Jenggala, Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang
Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturuan asmara dan sangat
digemari oleh publik.
4. Wayang Golek
Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga dimensi yang terbut dari
kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa Barat. Ada dua macam wayang
golek, yaitu wayang golek papak cepak dan wayang golek purwa. Wayang
golek yang banyak dikenal orang adalah wayang golek purwa. Kisah-kisah
yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam, seperti kisah
Pangeran Panji, Damarwulan, dan Amir Hamzah, pamannya Nabi Muhammad
SAW.
5. Wayang Wong
Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk
memerankan

tokoh-tokoh

yang didasarkan

pada kisah-kisah wayang

tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah Ramayana atau kisah Rama

18

dan Sinta. Awalnya, wayang wong dipertunjukan sebagai hiburan para
bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer.
Berdasarkan wayang di atas tersebut merupakan beberapa contoh wayang
yang masih populer di Indonesia karena masih banyak diminati oleh masyarakat.
Bahkan dalam pertunjukannya pun semakin berkembang. Munculnya ide-ide
nyleneh para dalang dengan menggunakan berbagai peralatan elektronik mulai
ikut berperan dalam tata panggung maupun perangkat gamelan, begitu pula dalam
hal tata pakaian yang dikenakan oleh ki dalang, pesinden, maupun para juru
karawitan. Skenarionya pun senantiasa ada pergeseran sehingga kini sudah
semakin sulit dmembedakan mana yang cerita pakem dan mana cerita carangan.
Walau demikian, garis besar struktur dramatikanya relatif tetap pathet nem, pathet
sanga, lalu pathet manyura relatif standar dan tetap seperti juga mengenai inti
filsafatnya sendiri yaitu wayang merupakan perlambang kehidupan sehari-hari.
2.2.3 Bentuk Pertunjukan Wayang
Handayani dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran
Semarang (Vol 2, No. 1, Nopember 2014), Unsur bentuk dalam pertunjukan
wayang lebih utama menyangkut teknis pertunjukan meliputi dialog, cerita, tokoh,
babak, amanat, dalang, sinden, pemain, pengrawit, sesaji, iringan, tata rias, tata
busana, tata suara dan bahasa, tata lampu, tata panggung.
2.2.3.1 Dialog
Dialog merupakan unsur utama dari naskah yang berupa percakapan antara
tokoh dengan tokoh lain. Dialog harus dapat mempertinggi nilai gerak,
mencerminkan terjadi, pikiran serta perasaan para tokoh, tidak ada kata-kata yang

19

tidak perlu, harus bicara terus terang, dan menuju sasaran (Tri Priyatni, 2010:
186,190). Bakdi Soemanto (Tri Priyatni, 2010: 222), dialog para tokoh disebut
teks utama (hauptex), dan petunjuk lakuannya disebut teks sampingan (nebentext).
Menurut (Lisbijanto, 2013: 31), dialog adalah percakapan antar pemain sebagai
salah satu bentuk permainanya. Dialog memainkan peran yang amat penting
karena menjadi pengarah lakon drama. Artinya, jalannya cerita diketahui oleh
penonton lewat dialog para pemain. Agar dialog tidak hambar, pengucapannya
harus disertai dengan penjiwaan emosional. Selain itu pelafalan harus jelas dan
keras sehingga dapat di dengar penonton (Wiyanto, 2007 :13 ).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dialog dalam
ketoprak merupakan percakapan antar pemain yang memerankan antar tokoh,
dialog ini berperan menjadi pengarah lakon agar tidak hambar diaolog harus jelas,
tegas, keras, disertai dengan penjiwaan emosional.
2.2.3.2 Lakon
Salam dalam Jurnal Humaniora, (No. 10 Januari-April 1999) cerita adalah
suatu struktur yang utuh. Elemen-elemen struktur tersebut antara lain, tema dan
masalah, alur, penokohan dan pusat pengisahan. Dalam hal ini tema memegang
peranan penting, yakni sampai sejauh mana pengarang mengkristalkan berbagai
pengalamannya sehingga menjadikannya sebagai satu ide yang menggerakan
cerita. Di lain pihak, pusat pengisahan menjadi sangat relevan yakni dengan
melihat posisi pengarang dalam menempatkan dirinya pada cerita.
Menurut Nurgiyantoro (2009: 91) cerita termasuk dalam ilmu sastra yang
mempunyai bermacam-macam jenis wacana (genre). Dunia kesustraan mengenal

20

prosa (Inggris: prose) sebagai salah satu genre sastra disamping genre-genre yang
lain. Prosa dalam pengertian kesusastraan juga disebut fiksi (fiction), teks naratif
(narrative text) atau wacana naratif (narrative discourse. Istilah fiksi dalam
pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa cerita adalah rangkaian
peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) seperti,
legenda, ataupun tidak nyata (fiksi) seperti, dongeng dan fabel.
2.2.3.3 Babak
Babak adalah rangkuman peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan pada
waktu tertentu. Dalam pembagian babak dilakukan dengan saksama atas
pertimbangan yang matang dan didorong oleh keinginan nyata. Kebutuhan yang
berhubungan dengan pementasan, karena peristiwa yang dilukiskan tidak
selamanya di suatu tempat dan waktu (Tri Priyatni, 2010:189). Babak merupakan
bagian dari lakon dalam satu lakon drama terdiri dari satu,dua atau tiga babak bisa
juga lebih. Dalam pementasan, batas antara babak satu dan babak lain ditandai
dengan turunnya layar, atau lampu penerang panngung dimatikan. Bila lampu
menyala namun layar tertutup biasanya ada perubahan penataan panggung yang
menggambarkan setting yang berbeda, baik settting tempat, waktu, maupun
suasana terjadinya suatu peristiwa (Wiyanto, 2007: 12).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa babak dalam Dalang
Jemblung merupakan garis besar dari serangkaian peristiwa dalam cerita, dalam
satu cerita biasanya terdiri dari beberapa babak dengan lakon yang berubah-ubah.

21

2.2.3.4 Alur
Alur merupakan peristiwa atau beberapa peristiwa yang dapat disatu
kelompokan dihubungkan maka akan terlihatlah susunan peristiwa secara
kausalitas (sebab-akibat). Sebuah peristiwa akan menjadi penyebab atau akibat
dari peristiwa yang lain atau sekelompok peristiwa lain (Hasanuddin, 1996: 89).
Munculnya peristiwa yang dirangkai dengan peristiwa-peristiwa lain sehingga
menjadi rangkaian peristiwa. Alur yang berkembang secara bertahap mulai dari
konflik sederhana, kompleks, sampai penyelesaian konflik (Wiyanto, 2007: 25).
Berdasrkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan
peristiwa dalam sebuah cerita yang saling sambung menyambung berdasarkan
hubungan sebab-akibat.
2.2.3.5 Amanat
Amanat merupakan kristalik dari berbagai peristiwa, perilaku tokoh, latar
dan ruang cerita. Selain itu opini, kecenderungan, dan visi pengarang terhadap
tema yang dikemukakannya. Amanat dapat lebih dari satu, asal semuanya itu
terkait tema (Hasanudin, 1996: 103). Amanat merupakan pesan moral yang ingin
disampaikan peneliti kepada pembaca naskah atau penonton drama. Pesan tidak
disampaikan secara langsung, tetapi lewat lakon naskah drama yang ditulisnya
(Wiyanto, 2007:24).
Berdasarkan uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa amanat
merupakan pesan moral yang ingin disampaikan secara langsung oleh pemain
kepada penonton melalui pertunjukan drama, teater dan ketoprak.

22

2.2.3.6 Dalang
Dalang adalah manusia utama dan manusia inti dalam sajian pergelaran
wayang. Ditinjau secara teknis, dalanglah yang memainkan dan mewakili
pembicaraan tokoh-tokoh wayang. Dalang harus pandai memerankan watak
pemarah, peramah, pengecut dan lain-lainnya sesuai dengan perlambang pada
“wanda” dan warna muka tiap-tiap boneka wayang. Dengan kata lain dalanglah
yang memberi jiwa kepada boneka wayang, sehingga boneka wayang menjadi
tokoh-tokoh yang hidup. Dalanglah yang berperan menghayati kehidupan
manusia melalui tokoh-tokoh wayang (Witjaksono, 2006:19).
Dalang juga harus menguasai jalan cerita yang telah ditetapkan dalam
lakon. (lakon dari kata laku artinya lakunya orang hidup sejak lahir sampai mati
yang dilambangkan dalam perkeliran sejak “bedhol kayon” = adegan pertama
sampai “tancep kayon” = selesai pertunjukan). Dalam pergelaran wayang dalang
telah menyesuaikan dengan “pakem” atau kerangka pokok lakon. Dan dalang
pulalah yang mengkoordinasi, memberi aba-aba, dan menghentikan “gendhing”
(lagu). Disamping itu juga untuk mempercepat atau memperlambat tempo,
merubah irama gendhing, menguatkan atau melemahkan gendhing untuk
mengiringi adegan-adegan dalam cerita drama wayang yang sedang diolah oleh
dalang.
Dalang dalam kapasitasnya sebagai seniman senantiasa mendambakan
agar bisa menempatkan diri sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Tugas
utama (mendasar) dalang adalah menyampaikan isi lakon melalui aspek
pakeliran. Isi lakon biasanya berupa pesan kepada penontonnya. Pesan itu bisa

23

bersifat moral, estetis, pemikiran, politis, hiburan, keagamaan, filosofis, dan
sebagainya. Pesan yang disampaikan bukan berupa rumusan ilmiah, melainkan
suatu pesan (simbolis) yang menghimbau atau memotivasi yang diharapkan
mampu memicu alam imajinasi penonton (kesan) untuk memperoleh pengalaman
atau pencerahan jiwa ya