PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

(1)

12 A. Konsep Tentang Guru

1. Pengertian Guru

Ada beragam julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu yang paling terkenal adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini mengindikasikan betapa besarnya peran dan jasa yang dilakukan guru sehingga guru di sebut pahlawan. Guru juga merupakan sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan mendidik siswa.1

Sementara menurut Chotimah yang kutip oleh Asmani pengertian guru adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.2 Guru (dalam bahasa Jawa) adalah seorang yang harus digugu

dan ditiru oleh semua muridnya. Harus di gugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini kebenaran oleh semua murid. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua muridnya.3

Karena alasan di atas, profesi menjadi guru bukanlah profesi yang mudah. Seorang guru hendaknya senantiasa memiliki spirit yang kuat untuk meningkatkan kualitas pribadi maupun sosialnya, maka keberhasilan dalam

1 Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2011) ,hal .1

2 Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:

Diva Press, 2014) ,hal.20

3 Ainurrofiq Dawam, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)


(2)

menjalankan tugasnya akan lebih cepat untuk tercapai, yaitu mampu melahirkan para siswa yang memiliki budi pekerti yang luhur, memiliki karakter sosial dan professional sebagaimana yang menjadi tujuan fundamental dari pendidikan. Adapun karakter pribadi dan sosial bagi seorang guru dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk sikap, yaitu:4

a. Guru hendaknya menjadi orang yang mempunyai wawasan yang luas. Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha secara maksimal untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. Sebagai pendidik, prinsip belajar sepanjang hayat (long life education) harus menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan seorang guru.

b. Apa yang disampaikan oleh seorang guru harus merupakan sesuatu yang benar dan memberikan manfaat. Guru adalah panutan, terutama bagi siswa. Menyampaikan ilmu yang tidak benar dan tidak membawa manfaat merupakan sebuah bentuk penyebaran kesesatan secara terstrukur. Jika apa yang disampaikan tidak memiliki landasan kebenaran keilmuan yang kukuh serta tidak memberikan nilai kemanfaatan, maka belajar akan kehilangan relevasinya bagi siswa.

c. Dalam menghadapi setiap permasalahan, seorang guru harus mengedepankan sikap yang objektif. Sikap objektif merupakan bentuk usaha dari seorang guru untuk memahami dan menyikapi setiap persoalan secara proporsional.


(3)

d. Seorang guru hendaknya memiliki dedikasi, motivasi, dan loyalitas yang kuat. Karakter semacam ini akan menjadikan seorang guru semakin berwibawa dan menjalankan profesinya dengan penuh penghayatan dan loyalitas.

e. Kualitas dan kepribadian moral harus menjadi aspek penting yang melekat dalam diri guru. Tugas seorang guru bukan sekedar mengajar, tetapi juga menjadi teladan karena apapun yang ada pada diri guru akan menjadi perhatian dan sorotan pada siswanya.

f. Perkembangan Iptek yang kian pesat juga mengharuskan seorang guru untuk senantiasa mengikutinya dan memiliki inisiatif yang kreatif. Kondisi ini mengaharuskan seorang guru untuk melek informasi dan teknologi.

2. Fungsi dan Tugas Guru Secara Umum

Selain sebagai aktor utama dalam kesuksesan pendidikan, guru memiliki fungsi dan tugas sebagai guru, antara lain:5

a. Educator (pendidik)

Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan materi pelajaran yang diberikan kepadanya, sebagai seorang edukator, ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi mengikuti informasi, dan reponsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang peningkatan kualitas ilmu guru.

5 Jamal Ma’mur Asmani,Tips menjadi guru inspiratif,kreatif dan inovatif,


(4)

b. Leader (pemimpin)

Guru juga seorang pemimpin kelas, karena itu ia harus bisa menguasai, mengendalikan dan mengarahkan kelas menuju tercapainya tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru harus terbuka, demokratis, egaliter dan menghindari cara-cara kekerasan. c. Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimentasi maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.

d. Motivator

Sebagai seorang motivator, seorang guru harus mampu membangkitkan semangat dan mengubur kelemahan anak didik bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.

e. Administrator

Sebagai seeorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain. Urusan yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur admistrasi yang rapi dan tertib.


(5)

f. Evaluator

Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang perlu dibenahi dan disempurnakan. Disinilah pentingnya evaluasi seorang guru,. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih obyektif, meminta pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain dan murid-muridnya.

3. Fungsi Guru Pendidikan Agama Islam

Selain melakukan tugas secara umum, fungsi guru Pendidikan Agama Islam sangat luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari peserta didik sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini berarti bahwa perkembangan sikap dan kepribadian tidak terbatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain, fungsi guru Pendidikan Agama Islam dalam membina peserta didik tidak terbatas pada interaksi belajar mengajar saja. Menurut Zakiyah Darajat dalam bukunya Novan Ardi Wiyani, fungsi guru Pendidikan Agama Islam yaitu:6

a. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pengajar

Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru Pendidikan Agama islam adalah mengajar, bahkan masih banyak di antara para guru sendiri yang beranggapan demikian atau tampak masih dominan dalam karier sebagian besar guru, sehingga dua tugas lainnya menjadi tersisihkan atau

6 Novan Ardi Wiyani ,Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Takwa,(Yogakarta :Teras


(6)

terabaikan. Padahal hakikatnya sebagai pengajar, guru bertugas membina perkembangan pengetahuan, sikap atau tingkah laku, dan ketrampilan. b. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pembimbing atau pemberi

bimbingan

Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mancintai peserta didiknya. Perlu pula diingat bahwa pemberian bimbingan itu, bagi guru Pendidikan Agama Islam meliputi bimbingan belajar dan bimbingan perkembangan sikap atau tingah laku. Dengan demikian membimbing dan pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap peserta didik diinsyafkan mengenai kemampuan dan potensi diri peserta didik yang sebenarnya dalam kapasitas belajar dan bersikap. Jangan sampai peserta didik menganggap rendah atau meremehkan kemampuannya sendiri dalam potensinya untuk belajar dan bersikap atau bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama lain.

c. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin (manajemen kelas) Guru bertugas pula sebagai administrasi, bukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau pengelola (manajer) interaksi belajar mengajar. Terdapat dua aspek dari masalah pengelolaan yang perlu mendapat perhatian oleh guru Pendidikan Agama Islam, yaitu:

1) Membantu perkembangan anak didik sebagai individu dan kelompok.


(7)

2) Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya di dalam maupun di luar kelas.

4. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam

Menjadi seorang guru Pendidikan Agama Islam tidaklah sekedar hanya bertugas mengajar pada peserta didiknya saja, akan tetapi seorang guru Pendidikan Agama Islam pada dasarnya memiliki dua tugas pokonya, yaitu: 7

a. Tugas instruksional

Yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengetahuan agama kepada peserta didiknya untuk dapat diterjemahkan ke dalam tingkah laku dalam kehidupannya.

b. Tugas moral

Yaitu mengembangkan dan membersihakan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari keburukan dan menjaganya agar tetap pada fitrahnya yaitu religiusitas.

Sedangkan menurut Kementrian Agama RI dalam bukunya Novan Ardi Wiyani, tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam adalah:8

a. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pengajar

Guru Pendidikan Agama Islam harus menjadi pengajar yang baik, dalam arti persiapan mengajar, pelaksanaan pengajaran, sikap di depan kelas, dan pemaham peseta didik terhadap pelajaran yang diberikan. Di samping itu, seorang guru Pendidikan Agama Islam juga harus dapat memilih bahan

7 Ibid,.hal 103-104


(8)

yang akan disampaikan, metode yang sesuai dengan kondisi, situasi, dan tujuan serta pengadaan evaluasi.

b. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pendidik

Yaitu sebagai guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya mempuanyai tugas menyampaikan atau mentransfer ilmu kepada peserta didiknya, tetapi yang lebih penting adalah membentuk jiwa dan batin peserta didik sehingga dapat menjadikan mereka berakhlaq mulia .

c. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai da’i

Fungsi ini dalam arti sempit, artinya guru Pendidikan Agama Islam yang mengajar di sekolah umum mendapat tanggapan positif dari guru-guru lain di sekolah tersebut.

d. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai konsultan

Maksudnya di samping sebagai pengajar dan pendidik, guru Pendidikan Agama Islam juga berfungsi sebagai konsultan bagi peserta didik atau guru lainnya dalam mengatasi permasalahan-permsalahan pribadi atau permasalahan belajar.

e. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin pramuka

Kegiatan pramuka dapat dijadikan sebagai tempat mengambangkan Pendidikan Agama Islam, lebih sempuna lagi apabila guru Pendidikan Agama Islam aktif di dalamnya.


(9)

Artinya guru Pendidikan Agama Islam bukan hanya sebagai pengajar dan pendidik, tetapi sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat.

B.Konsep tentang Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Sebelum membahas pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih dahulu akan dibahas pengertian pendidikan pada umumnya. Istilah pendidikan berasal dari kata”didik” dengan memberi awalan “pe”dan akhiran “an” mengandung arti perbuatan (hal,cara dan sebagainya) istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan, dan juga sering diterjemahkan dengan

tarbiyah, yang berarti pendidikan.sehingga dapat didefinisikan bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan ketrampilan kepada anak didik, demi terciptanya insan kamil. Sedangkan pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah Pendidikan Agama Islam. Adapun kata Islam dalam istilah Pendidikan Agama Islam menunjukkan sikap pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang memiliki warna-warni Islam.9 Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain pendidikan agama. Dan dalam penjelasanya


(10)

dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.10 Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi rohani (iman) yang di sebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial ( solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajad ketakwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah SWT.11

Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, ajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.12 Sedangkan menurut Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan

10 Muhaimin, M.A., et. al Paradigma Pendidikan (Bandung:Remaja Rosdakarya 2012)

hal 75

11 Ibid, hal 75


(11)

jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat Zakiah Daradjat, yang mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu pandangan hidupya demi keselamatan dan kesejahteraaan hidup di dunia dan di akhirat kelak. 13

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pengertian pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dari hal tersebut di harapkan munculnya karakter-karakter religius pada siswa yang nantinya akan bermanfaat baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial.

2. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu yang dapat membedakan dengan mata pelajaran lainnya, tidak terkecuali


(12)

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, karakteristik agama Islam antara lain:14

a. Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itulah Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau dari segi isinya, Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata pelajaran yang bertujuan mengembangkan moral dan kepibadian peserta didik.

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti yang luhur (berakhlakul karimah), memiliki pengetahuan tentang ajaran Agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari- hari, serta memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga memadai baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi.

c. Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah program pengajaran, diarahkan pada:

1) Menjaga aqidah dan ketaqwaan peserta didik.

2) Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari ilmu-ilmu lain yang diajarkan disekolah.


(13)

3) Mendorong peserta didik untuk kritis, kreatif, dan inovatif. 4) Menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. d. Pembelajaran Agama Islam tidak hanya menekankan penguasaan

kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotoriknya.

e. Isi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam didasarkan dan dikembangkan dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw (dalil naqli). Disamping itu, materi Pendidikan Agama Islam juga diperkaya dengan hasil-hasil istimbath atau ijtihad (dalil aqli) para ulama sehingga ajaran-ajaran pokok yang bersifat umum lebih rinci dan mendetail.

f. Materi Pendidikan Agama Islam dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Aqidah merupakan penjabaran dari konsep iman. Syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga konsep dasar itulah berkembang kajian keislaman, termasuk kajian-kajian yang terkait dengan ilmu, teknologi, seni dan budaya

3. Dasar- Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah mempunyai dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk dalam bukunya Abdul Majid dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut.15

15 Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran (Pendidikan Agama Islam), (Bandung:Remaja


(14)

a. Dasar Yuridis/ Hukum

Dasar yuridis, yakni perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga macam.

1. Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Dasar struktural/ konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.

3. Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No IV/MPR/1973 yang kemudian dikukuhkan dalam Tap MPR No IV/MPR 1978. Ketetapan MPR No II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap MPRNo II/MPR?1988 dan Tap MPR No II/MPR 1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai darisekolah-sekolah dasar hingga perguruan tinggi.


(15)

b. Dasar Religius

Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran agama Islam pendidikan agama adalah perintah dari Tuhan dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain:

1. Q.S Al-Nahl ayat 125: ”Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…”

2. Q.S Ali-Imron yat 104: “ Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar…” 3. Al-Hadis: “ Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walau

hanya sedikit.” c. Aspek Psikologis

Psikologis, yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya, manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana dikemukakan oleh Zuhairini dkk (1983:25) bahwa: semua manusia di dunia ini selalu membutuhkan adanya peganagan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakuai adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada


(16)

masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern. Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat yang Maha Kuasa.

Berdasarkan uraian diatas , jelaslah bahwa untuk membuat hati tenang dan tentram adalah dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 28, yaitu ”….Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram’.

4. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai berikut.16

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaam peserta

didik kepada Allah Swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan

hidup di dunia dan di akhirat.


(17)

c. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkunganya sesuai dengan ajaran agama Islam.

d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,

kekurangan-kekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya

atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam

nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya.

g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat

khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.

5. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Menurut Zakiyah Darodjat tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha tau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola taqwa.17


(18)

Mahmud Yunus mengatakan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup hidup diatas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya bahkan sesama umat manusia.18

Sedangkan Imam Al ghazali mengatakan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah, dan kesempurnaan insan yang tujuannya kebahagiaan dunia akhrat. Adapun Muhammad Athyah Al-Abrasy merumuskan bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna. Dengan mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dari Pendidikan Agama Islam ialah mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa.19

Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu: “agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mangamalkan ajaran Islam sehingga manjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt dan berakhlak mulia”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah

18 Ibid ,hal. 90


(19)

dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses intrenalisasi ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan peserta didik menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.20

Pendidikan Agama Islam sendiri pada dasarnya memiliki dua tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, yaitu meningkatkan keberagaman peserta didik dan mengembangkan sikap toleransi hidup antar umat beragama. Secara ekskulisif Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat meningkatkan dimensi-dimensi keberagaman Islam yang dibawa peserta didik dari lingkungan keluarga. Secara inklusif, Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu mengantarkan peserta didik menjadi individu yang memiliki sikap toleransi beragama yang tinggi dalam rangka membina kehidupan berbangsa. 21

20 Muhaimin, M.A., et al, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan

Pendidikan Agama Islam di Sekolah), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, hal 78


(20)

Dalam konteks tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah umum, Kemendiknas merumuskannya sebagai berikut:22

a. Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaanya kepada Allah SWT.

b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin dan beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

C. Konsep Pendidikan Karakter Religius

1. Pengertian karakter

Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin

character, yang antara lain berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian dan akhlak. Istilah karakter juga diadopsi dari bahasa Latin kharakter, kharessian, dan xharaz yang berarti tool for marking, to engrave, dan pointed stake. Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan menjadi

character. Character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Dalam kamus


(21)

Psikologi, arti karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang. 23

Dalam bahasa Arab, karakter diartikan ‘khuluq, sajiyyah, tha’u’

(buku pekerti, tabiat atau watak. Kadang juga diartikan syakhiyyah yang artinya lebih dekat dengan personality (kepribadian). Sementara secara terminology (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti. Sebaliknya, bangsa yang tidak berkarakter adalah bangsa yang tidak berakhlak atau tidak memiliki standar norma dan perilaku yang baik.24

Karakter juga dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung

23 Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah

(Jogjakarta: Ar_Ruzz Media, 2012) ,hal .20


(22)

jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika.25

Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Karakter dipengaruhi oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku ayah ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal istilah “Kacang ora ninggal lanjaran” (pohon kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau bambu tempatnya melilit dan menjalar). Faktor lingkungan juga berpengaruh, baik lingkungan sosial dan alam.26

2. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menurut Burke dalam bukunya ssemata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik.27

Dalam konteks kajian P3, karakter didefinisikan sebagai “Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku

25 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:

PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal 41-42

26 Ibid.,hal .43


(23)

anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah. Definisi ini mengandung makna:

1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran;

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh. Asumsinya anak merupakan organism manusia yang memiliki potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan.

3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk sekolah (lembaga).28

3. Dasar Pembentukan Karakter

Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni baik dan buruk. Di dalam Al-Quran surah Al-Syams (91):8 dijelaskan dengan istilah Fajur (celaka/fasik) dan takwa (takut kepada tuhan). Manusia memiliki dua kemungkinan jalan, yaitu menjadi makhluk yang beriman atau ingkar terhadap Tuhannya. Keberuntungan berpihak pada orang yang senantiasa menyucikan dirinya dan kerugian berpihak pada orang-orang yang mengotori dirinya, sebagai firman Allah berikut ini.





Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)kefasikan dan ketakwaannya. (QS Al-Syams [91]:8.29

28 Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal 5-6

29 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm


(24)

Berdasarkan ayat diatas, setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan perintah Tuhan atau melanggar larangan-Nya, menjadi orang yang beriman atau kafir, mukmin atau musyrik. Manusia adalah makhluk tuhan yang sempurna. Akan tetapi, ia bisa menjadi hamba yang paling hina dan bahkan lebih hina daripada binatang, sebagaimana keterangan Al-Quran berikut ini.











Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya ( neraka). (QS Al-Tin [95]:4-5)30















…..mereka mempunyai hati, tetapi dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raf [7]: 179)31

Dengan dua potensi di atas, manusia dapat menentukan dirinya untuk menjadi baik dan buruk. Sifat baik manusia digerakkan oleh hati yang baik pula (qolbun salim), jiwa yang tenang (nafsul mutmainnah), akal sehat (aqlus salim), dan pribadi yang sehat (jismus salim). Potensi menjadi buruk digerakkan oleh hati yang sakit (qolbun maridh), nafsu pemarah (amarah),

30 Ibid hlm 708-714


(25)

lancer (lawwamah), rakus (sab’iyah), hewani (bahimah), dan pikiran yng kotor (aqlussu’i).

Sikap manusia yang dapat menghancurkan diri sendiri antara lain dusta (bohong, menipu), munafik, sombong,congkak (takkabur), riya’, sum’ah, materialistik (duniawi), egois, dan sifat syaithoniyah yang lain yang memberikan energy negatif kepada setiap individu sehingga melahirkan manusia-manusia yang berkarakter buruk. Sebaliknya, sikap jujur,rendah hati ,qonaah, dan sifat positif lainnya dapat melahirkan manusia-manusia yang berkarakter baik.

Dalam teori lama yang dikembangkan oleh dunia barat, disebutkan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya, berkembang pula teori yang berpendapat bahwa seseorang hanya ditentukan oleh pengaruhi oleh lingkungan

(empirisme). Sebagai sintesisnya, kemudian dikembangkan teori ketiga yang berpendapat bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan (koveregensi).

Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani,akal,maupun rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain pembawaan); aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain pembawaan); aspek ruhani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu (selain pembawaan). Pengaruh itu menurut Al-Syaibani, dimulai sejak bayi berupa embrio dan barulah berkhir setelah orang tersebut mati. Tingkat dan kadar pengaruh tersebut berbeda anatara seseorang dengan orang lain, sesuai


(26)

dengan segi-segi pertumbuhan masing-masing. Kadar pengaruh tersebut juga berbeda, sesuai perbedaan umur dan perbedaan fase perkembangan. Faktor pembawaan lebih dominan pengaruhnya saat orang masih bayi. Lingkungan ( alam dan budaya) lebih dominan pengaruhnya saat orang lain mulai dewasa.

Manusia mempunyai banyak kecenderungan yang disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan yang disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi orang baik dan kecenderungan menjadi orang jahat. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dapat memfasilitasi dan mengembangkan nilai-nilai positif agar secara alamiah –naturalistik dapat membangun dan membentuk seseorang menjadi pribadi-pribadi yng unggul dan berakhlak mulia.32

4. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola piker, sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi positif dan berakhlak karimah sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 33

32Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah ( Ar-Ruzz

Media:Jogjakarta, 2012 )hal,.34-37


(27)

Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing dan memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik). Tujuan pendidikan karakter yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan umum pembelajaran. Secara umum, kata tujuan dalam pendidikan di Amerika memiliki beberapa istilah, antara lain aim (tujuan pendidikan nasional), goal

(tujuan institusional) dan objective (tujuan pembelajaran). Ketiga istilah tersebut memiliki konteks yang berbeda antara satu dengan yang lain.

Sementara itu menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara lain:34

a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa,

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius,

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa,

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan,

34 Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta:


(28)

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan,serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.

Sedangkan tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai berikut:35

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan,

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah

c. Membangun koneksi yang harmoi dengan keluarga dan masyarakat daalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama

5. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembinaan karakter

Apabila dicermati, kondisi pendidikan di Indonesia sekarang berada pada masa kritis. Berbagai hambatan dan tantangan yang ada harus dihadapi oleh semua pihak. Baik tantangan yang bersifat makro mapun mikro. Dalam kaitannya dengan penanaman karakter religius, hambatan dan tantangan tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi oleh pendidikan formal. Hal ini disebabkan nilai karakter religius merupakan bagian dari pendidikan formal, dan pendidikan formal meupakan subsistem pendidikan nasional.


(29)

Menurut Masnur Mushlich ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembinaan karakter36. Utamanya pada upaya penanaman

karakter religius. yaitu: a. Guru

Faktor pertama dan utama didalam perkembangan jiwa siswa adalah guru. Baik tidaknya guru akan berpengaruh pada kualitas karakter siswa. Oleh karenanya guru harus berkenan dihati siswa. Guru harus menunjukan perfomansi yang menyenangkan dihadapan siswa serta memiliki akhlakul karimah sebagai teladan siswa dalam bertingkah laku.

b. Selebritis/artis

Selebritis atau artis yang dijadikan sebagai public figur yang tidak jarang merubah pola pikir dan gaya hidup seseorang. Kemunculannya membawa dampak besar bagi perkembangan mental anak sehingga harus ada bimbingan yang utuh dari orang tua atau guru untuk senantiasa memantau perkembangan anak. Selebritis mungkin akan memotivasi anak untuk mengarah kepada yang terpuji, Akan tetapi lainnya halnya kepada selebritis yang berperilakunya diluar norma agama, maka akan membawa kerusakan kepada anak. Sering terdengar slogan “Guru digaji sedikit untuk membentuk karakter anak, artis digaji mahal untuk merusak kakarkter anak”.

36 Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisi Multidimensional,


(30)

c. Pejabat dan Tokoh Masyarakat

Pejabat dan tokoh masyarakat sangat berperan terhadap masa depan wilayah. Kelangsungan hidup masyarakat berada pada kebijakan-kebijakan mereka. Mereka harus dapat memberikan teladan bagi bawahan atau masyarakat. Misalnya mendengar aspirasi rakyat, transparan dalam melaksanakan tugas, terbuka, dan sikap positif lainnya. Sebaliknya pemimpin yang arogan, tertutup, egois, tentu akan merusak ruh pendidikan karakter.

d. Teman Sejawat dan Kedua Orang tua

Orang terdekat dari siswa adalah teman sejawat dan orang tua. Mereka yang memiliki andil besar pada perkembangan peserta didik karena sebagian besar waktu anak dihabiskan bersama mereka. Terdidik tidaknya anak tergantung bagaimana perhatian dia dari orang tua. Mayoritas anak yang berada diluar batas kenakalan memiliki latar belakang orang tua yang kurang memperhatikan, orang tua yang broken home atau orang tua yang jauh merantau untuk bekerja. Teman juga berpengaruh pada anak, oleh karena itu seyogyanya anak selektif dalam memilih teman.

e. Media Cetak dan Media Elektronik

Adanya media massa dapat membantu peningkatan pemahaman siswa dengan tayangan dan program pendidikan yang bernilai. Melalui media massa siswa lebih mudah ingat pada materi pembelajaran karena banyak indra manusia yang aktif dari pada


(31)

pelaksanaan pembelajaran tanpa IT. Namun disisi lain, ada banyak pengaruh negatif yang berasal dari tayangan atau gambar melalui media massa. Sehingga anak harus benar-benar selektif dalam memilih tayangan media massa.

Faktor diatas adalah faktor dari luar (eksternal). Sedangkan ada faktor dari dalam (internal) yang sangat berpengaruh dan menentukan berhasilnya proses penanaman karakter religius kepada siswa yakni motivasi oleh karenanya guru (juga orang tua) harus memotivasi siswa agar membangun niat untuk mengikuti cara-cara yang diselenggarakan oleh sekolah dalam kaitannya dengan penanaman nilai, arah perhatian yang terpusat, dan keterbukaan untuk berkembang dan menerima kekurangan yang dimilikinya sampaidia berusaha memperbaiki kekurangan tersebut menjadi suatu kelebihan.

6. Pengertian Karakter religius

Karakter adalah akar dari semua tindakan, baik itu tindakan baik maupun tindakan yang buruk. Karakter yang kuat adalah sebuah pondasi bagi umat manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta keamanan yang terbebas dari tindakan-tindakan tak bermoral.37

Salah satu karakter yang penting diajarkan disekolah adalah karakter religius. Manusia berkarakter adalah manusia yang religius. Ada beberapa pendapat yang umum menyatakan bahwa religius tidak selalu sama dengan agama. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak sedikit orang

37 Abdul Majid.Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perpektif Islam,(Bandung:PT Remaja


(32)

beragama, tetapi tidak menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Mereka disebut beragama, tetapi kurang religius.38

7. Bentuk- Bentuk Budaya Religius

Nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya kehidupan baragama terdiri dari tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah, dan akhlak:39

a. Keimanan/ Aqidah/ Tauhid

Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan aqidah dalam islam, menurut bahasa Aqidah bahasa arab aqadahu ya’qiduhu jamaknya adalah aqaid artinya ikatan atau sangkutan, sedangkan menurut istilah aqidah adalah iman keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama islam, oleh karena itu aqidah selalu ditautkan dengan rukun iman atau arkanul iman yang merupakan asas bagi setiap ajaran Islam.40

Islam telah menjadiakan tanda bukti akidah pada manusia dengan pengakuan, bahwa Allah itu Esa dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ikhlas.













Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.Dia

38 Ngainun Naim ,Character Building, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 2012 hal 124

39 Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah ….hal.69.


(33)

tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."(Q.S. Al.Ikhlas: 1-4)41

Ahmad Tafsir berpendapat bahwa iman ialah rasa, bukan pengertian. Iman sebenarnya bukan terletak pada mengerti, melainkan pada rasa iman. Tegasnya iman adalah rasa selalu melihat atau dilihat Allah.42 Seseorang yang beriman akan selalu membawa imannya,

kemampuan, dan akan takut melakukan suatu kesalahan atau maksiat karena merasa malu dan dilihat oleh Allah Swt. demikian pula anak-anak yang mempunyai keimanan akan selalu mematuhi aturan agamanya apabila keimanan dapat mengontrol mereka. Unsur-unsur iman itu mencangkup rukun iman, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah swt:













Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya. (QS.an-Nisa’)43

41 Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Kudus: Menara Kudus, 2006), hal.112

42 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,(Bandung: PT.Remaja Rosda

Karya,1999), hal.188

43


(34)

Dari firman diatas menyebutkan macam-macam atau lebih dikenal dengan rukun iman, Rukun iman tersebut meliputi:

a) Iman kepada Allah Swt. b) Iman kepada para malaikat.

c) Iman kepada kitab-kitab Allah Swt. d) Iman kepada Rasul-rasulnya Allah Swt. e) Iman kepada hari akhir.

f) Iman kepada takdir Allah Swt.

Keenam dasar keimanan ini wajib dimiliki oleh hamba-hamba Allah Swt, termasuk anak-anak sebagai dasar penghambaan diri terhadap Allah.

Ahmad Tafsir menyebutkan ada tujuh usaha yang berpengaruh terhadap penanaman iman. Tujuh usaha tersebut adalah:44

1) Memberikan contoh atau teladan. 2) Membiasakan yang baik.

3) Menegakkan disiplin. 4) Memberikan motivasi.

5) Memberikan hadiah, terutama psikologis.

6) Memberikan sangsi (dalam rangka pendisiplinan) 7) Penciptaan suasana yang mendukung.

Itulah beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dalam menanamkan keimanan kepada anak.

44


(35)

Keimanan tidak mengenal masa dan tempat, artinya kapanpun dan dimanapun iman harus tetap melekat dalam hati. Memang bisa diakui iman dapat bisa bertambah dan berkurang, lebih-lebih iman seorang hamba yang masih awam. Keimanan akan bertambah apabila ketaatan kepada Allah Swt. dan Rasulnya selalu dilakukan. Sebaliknya keimanan akan berkurang apabila kedurhakaan terhadap Allah Swt dan RasulNya tetap dilakukan.

Keyakinan pada Aqidah tauhid mempunyai konsekuensi, yaitu bersikap tauhid dan berfikir tauhid. Akidah tauhid ini selanjutnya akan mewarnai pada perilaku di kehidupannya antara lain:

Akidah tauhid pada ucapan sehari-hari yang senantiasa dikembalikan kepada Allah, seperti:

a) Mengawali pekerjaan yang baik dengan Bismillah, atas nama Allah.

b) Mengakhiri pekerjaan dengan Alhamdulillah, segala puji bagi Allah

c) Berjanji, Insya Allah, kalau Allah menghendaki.

d) Menghadapi kegagalan Masya Allah, semua berjalan atas kehendak Allah.

e) Mendengar musibah, innalillahi wa inailaihi roji’un.

f) Mengagumi sesuatu, Subhanallah, Maha Suci Allah.

g) Terlanjur berbuat khilaf, Astagfirullah, aku mohon ampun kepada Allah.


(36)

b. Ibadah

Ibadah adalah tata cara hubungan manusia dengan Allah, secara bahasa ibadah berarti taat, tunduk, turut, mengikuti, dan do’a. Bisa juga diartikan menyembah, sedangkan dalam “Uruf Islam digunakan dalam dua arti, yaitu umum dan khusus. Ibadah dalam arti luas meliputi amal shaleh yang dikerjakan manusia, karena mengharap ridho Allah SWT, sedangkan ibadah dalam arti sempit terbatas kepada perbuatan sholat, zakat, puasa, dan haji.45

Sebagaimana dalam firman Allah:





Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.( Q.S Adz Dzariyat:56)46

Dari ayat ini jelas bahwa tujuan manusia hidup hanya untuk beribadah kepada Allah Swt, bukan untuk selain-Nya. Beribadah kepadanya hanya untuk mengikuti semua perintahnya dan menjahui larangan-Nya. Apapun yang kita lakukan harus menuju Allah Swt.

Setiap perbuatan harus ada ketetapan dari Allah Swt. dengan demikian yang bisa disebut dengan ibadah adalah makan, minum, bekerja, tidur, berbicara, membaca buku, dan sebagainya adalah termasuk kedalam ibadah. Demikian dengan ruang lingkup ibadah adalah hubungan kita dengan tetangga, keluarga, dan lain sebagainya.

45

Derektorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metedologi Pengajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: IAIN Pembinaan dan Prasarana dan Perguruan Tinggi, 1985), hal.132


(37)

Jadi ibadah sebenarnya adalah mengikuti hukum dan aturan-aturan Allah Swt. dan menjalankan semua perintahNya. Ibadah dilakukan sepanjang waktu.

Yang termasuk kedalam pembiasaan ibadah adalah sebagai berikut: 1) Sholat

Menurut bahasa artinya do’a, sedangkan menurut istilah berarti ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan.

2) Zakat

Zakat menurut istilah artinya kadar harta yang tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa syarat.

3) Puasa

Menurut bahasa puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan bicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.


(38)

4) Haji

Haji menurut syara’ sengaja mengunjungi Ka’bah (Rumah satu) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu.47

c. Akhlak

Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang berarti (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata khuluqun), (b) kejadian, buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun). Sedangkan menurut Ibnu Maskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melewati pemikiran dan pertimbangan.48

Buah dari keimanan yang direalisasikan melalaui pelaksanaan ibadah sebagai wujud penghambatan kepada Allah swt adalah akhlakul karimah. Akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan tanpa melalui pertimbangan akal pikiran. Ruang lingkup ajaran akhlaq meliputi:49

47 Sulaiman Rasjid, Fiqh Isam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), hal.247

48 Muhammad Alim, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, Upaya Pembentukan Pemikiran dan

Kepribadian Muslim,(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hal.151

49 Yasin Mustofa, EQ untuk anak Manusia dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sketsa,


(39)

a) Akhlak terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai khalik.

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah: 1) Iman, yaitu sikap yang penuh kepercayaan kepada Tuhan. 2) Ihsan, kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah

senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun dia berada. 3) Taqwa, sikap sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi

manusia.

4) Ikhlas, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata demi memperoleh keridhoan Allah dan bebas dari pamrih lahir dan batin, tertutup terbuka.

5) Tawakal, sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Dia akan menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik.

6) Syukur, sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya yang dianugrahkan Allah kepada manusia.

7) Sabar, sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, lahir dan batin, fisiologis maupun psiologis.


(40)

Nilai- nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai kemanusiaan) antara lain:

1) Silaturrahmi, yaitu pertalian cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai tauladan, tetangga dan seterusnya.

2) Persaudaraan (Ukuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih sesama kaum beriman (biasa disebut (ukhuah Islamiyah) 3) Persamaan (al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua

manusia sama harkat dan martabatnya.

4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balanced) dalam memandang menilai atau mennyikapi sesuatu atau seseorang. 5) Baik sangka (husnuzh-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka

kepada sesama manusia.

6) Rendah hati (tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena keinsyafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah.

7) Tepat janji (al-wafa’), yaitu salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.

8) Lapang dada (insyiraf), yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain.

9) Dapat dipercaya (al-amanah), salah satu konsekuensi iman adalah amanah atau penampilan diri dapat yang dapat dipercaya.


(41)

10) Perwira (‘iffah atau ta’affuf), yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongn orang lain.

11) Hemat (qawamiyah) yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam mengunakan harta, melainkan sedang (qawan) antara keduanya.

12) Dermawan (al- munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung dengan mendermakan sebagian harta benda yang dikaruniakan dan diamantkan Tuhan kepada mereka.

c) Akhlak Terhadap Lingkungan

Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Dalam pandangan islam seseorang tidak dibenarkan mengambil buah matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya.

Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi manusia dengan


(42)

sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaanya.

Binatang, tumbuhan-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milikNya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepadaNya. 50

8. Faktor pendukung dan penghambat dalam membangun budaya religius

di sekolah

Pembentukan budaya relegius dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.

1. Faktor pendukung terbentuknya sikap keberagamaan,

a. Faktor Internal (dari dalam) meliputi:

a) Lingkungan keluarga

Para ahli psikologi dan pendidikan sepakat akan pentingnya rumah tangga dan keluarga bagi pembentukan pribadi dan perilaku seseorang. Dalam kehidupan, keluarga adalah batu pertama bagi pembinaan setiap masyarakat.

Oleh karena itu setiap keluarga muslim harus mampu mewujudkan keluarga yang diwarnai dan hiasi oleh nilai-nilai Islam dan semangat keagamaan. Semangat keagamaan itu tergambar kepada kebaikan kedua orang tua, orang-orang yang dewasa dalam sebuah keluarga, dimana mereka mau


(43)

melakukan kewajiban-kewajiban agama dan menjauhi hal-hal yang mungkar, menghindari dosa, konsisten dan sopan santun dan keutamaan, memberikan kesenangan, perhatian dan kasih sayang kepada yang kecil, membiasakan mereka belajar mengajar kepada prinsip-prinsip agama yang sesuai dengan perkembangan mereka dan menanamkan bentuk-bentuk keyakinan serta iman dalam jiwa mereka.51

Dengan demikian dalam membina pribadi manusia yang bertangung jawab penuh dan etis secara moral terhadap Tuhan YME, dapat dilakukan melalui lingkungan yang optimal bagi perkembangan pribadi.

b) Motivasi siswa

Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.52

Jika siswa itu mempunyai motivasi yang timbul dalam diri maka siswa akan mengerti tentang apa gunanya belajar dan tujuan yang ingin dicapainya.

b. Faktor Eksternal ( dari Luar) meliputi:

a) Lingkungan Sekolah

51 K.H. Sahlan Mahfud, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKIS, 2003), hal. 92.

52Alek Sabur, Psikolgi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: CV. Pustaka Pelita,


(44)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berperan penting dalam kehidupan seseorang sesudah keluarga.53 Makin

besar kebutuhan anak akan pendidikan yang tidak diimbangi dengan kemampuan tenaga maupun pikiran mendorong orang tua menyerahkan tangung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak. Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.54

Dengan demikian peran sekolah terhadap pendidikan dalam membina pribadi anak didik menjadi sangat penting. Mengingat sekolah merupakan media pertengahan antara media keluarga yang relative sempit dengan media sekolah yang lebih luas.

b) Media Massa (positif)

Keberadaan media massa membantu meningatkan pembelajaran nilai pada siswa dengan tayangan program pendidikan dan nilai.55

Oleh karena itu media masa yang positif dapat membentuk anak mempunyai nilai dan karakter yang baik.

53

A.D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Al-Maarif), hal.68

54 Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 179.

55 Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter berbasis Nilai & Etika di Sekolah,


(45)

c) Komunikasi yang harmonis antar pihak

Pentingnya komunikasi antara orang tua, guru dan siswa. Sebab komunikasi yang mampet berakibat pada nilai yang dihayati anak di rumah dengan nilai yang ada di lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat tidak sesuai.56

Dengan demikian komunikasi yang baik yang dilakukan antara guru, orang tua dan siswa dapat membentuk kepribadian yang baik.

d) Keteladanan orang tua, guru dan tokoh masyarakat.

Keteladanan (contoh) dapat didapat dari semua pihak yang bersangkutan. Keteladanan ini biasa didapat dari orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. Secara psikologis manusia memang memerlukan tokoh didalam hidupnya, ini adalah sifat pembawaan. Meniru adalah salah satu sifat pembawaan manusia, oleh karena itu dalam pendidikan agama siswa perlu adanya tokoh yang dijadikan teladan baik sehingga siswa akan meniru sesuatu yang baik.

e) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.


(46)

Sarana dan prasarana adalah fasilitas yang ada suatu lembaga sekolah guna menunjang keberhasilan pendidikan.

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.57

2. Faktor penghambat membangun budaya relegius.

Dalam membangun budaya religius membiasakan nilai-nilai agama islam kepada siswa adalah cara yang efektif dalam membangun budaya religius siswa.

Namun dalam pelaksaannya membangun budaya religius selalu ada faktor penghambat yang mempengaruhi membangun budaya religius siswa adalah sebagai berikut:

a. Faktor penghambat internal (dari dalam) meliputi:

1. Kurangnya motivasi dan minat para siswa.

Kurangnya minat anak dalam mempelajari pembelajaran nilai karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan kurangnya materi pembelajaran.58

2. Lingkungan Keluarga yang kurang harmonis

57Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 81-82

58


(47)

Kondisi keluarga yang kurang harmonis menyebabkan terjadinya split personality dan kurang keteladana dari orang tua dan masyarakat. Kemiskinan keteladanan merupakan faktor yang paling dominan. Kemiskinan keteladanan ini akan dapat dihindari kalau orang tua sering berkomunikasi dengan anaknya. Kurangnya komunikasi orang tua dan guru akan menyebabkan perilaku anak tidak terkontrol.59

Kondisi keluarga yang kurang harmonis akan menyebabkan anak bertingkah laku sesuai dengan keinginannya karena contoh yang diberikan oleh orang tua menjadikan siswa mengikuti apa yang orang tuanya ajarakan.

b. Faktor penghambat eksternal (dari Luar) meliputi:

1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.60

Jadi guna menunjang strategi guru agama islam dalam pembentukan sifat keagamaan pada siswa maka harus ada kegiatan-kegiatan yang bisa mendukungnya. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa berjalan lancar apabila sarana dan

59 Ibid., hal. 137

60


(48)

prasarana dapat terpenuhi, namun apabila sarana dan prasarana kurang maka hal terset menjadi kendala bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. Keberadaan sarana yang kurang memadai dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar.

2. Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan

Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan. Kekurang pedulian ini ini juga dapat diartikan terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa adanya larangan dari orang tua yang permisif, tidak selamanya jelek dan tidak jelek. Hal ini bergantung pada kondisi dari penyikapan terhadap perilaku anak sehingga sikap pemisif orang tua mempunyai nilai fungsional bagi anak.61

Kekurang pedulian guru, orang tua dan lingkungan menyebabkan anak akan melakukan hal-hal yang diinginkannya. Tidak ada kepedulian yang baik antara guru, orang tua, guru, dan siswa maka tujuan dari sebuah pembelajaran tidak dapat berjalan dengan baik.

3. Media massa (negatif)

Adanya pengaruh tayangan program pendidikan yang berasal dari gambar atau tayangan media masa pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa satu sisi media masa mempunyai nilai


(49)

pedagogis yang tinggi namun, di sisi lain dapat menghambat penanaman nlai-nilai pedagogis di sekolah.62

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama, Skripsi yang berjudul “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Siswa MAN

Wonosari” ditulis oleh Dwi Rangga Vischa Dewiyanie, UIN Sunan Kalijaga

2002.63 Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriftif. Hasil

penelitiannya adalah sebagai berikut : (1) Peran guru pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter siswa MAN Wonosari begitu penting, tanpa adanya guru maka proses penanaman proses karakter siswa sulit dikembangkan. (2) Dengan adanya penanaman nilai karakter secara terus menerus terhadap siswa terdapat tingkat perubahan yang baik walaupun masih ada beberapa siswa yang sulit menerapkannya. (3) Faktor-faktor pendukung dalam proses penanaman pendidikan karakter guru pendidikan agama Islam dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap sisiwa MAN Wonosari adalah dukungan dari sekolah, dan dari masyarakat sekitar.

Penelitian kedua skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana Religius di Madrasah (Studi Kasus di MTsN Bakalan Rayung Keboan Ngusikan Jombang)”64 oleh Muthiatul Millah mahasiswa UIN Malang.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah suasana

62Ibid., hal. 134

63

Dwi Rangga Vischa Dewiyanie Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam

Pembentukan Karakter Siswa MAN Wonosari (yogjakarta :UIN Sunan Kalijaga, 2002)

64 Muthiatul Millah, Penciptaan Suasana Religius Di Madrasah (Studi Kasus di MTsN


(50)

kehidupan beragama di MTsN Bakalan Keboan Ngusikan Jombang sudah cukup baik. Upaya penciptaan suasana Religius di MTsN bakalan Rayung Keboan Jombang dapat dilihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan, sedangkan fakta pendukung dan penghambatnya dalam menciptakan suasana religius yaitu dukungan dari guru-guru Pembina, sistem yang berlaku di madrasah, fasilitas di madrasah yang menunjang orang tua sebagai motivator utama sedangkan faktor penghambatnya, tenaga pengajar yang terbatas, lingkungan yang kurang mendukung, kurangnya perhatian serta motivasi dari orang tua. Agar upaya penciptaan suasana religius dapat terwujud, maka aspek fisik sarana ibadah, aspek kegiatan keagamaan serta aspek sikap dan perilaku masyarakat madrasah diusahakan harus mencerminkan suasana religius.

Penelitian ketiga, skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana Religius dalam Menumbuhkan Perilku Terpuji (Studi Kasus di MA Al Hidayah Donowarih Karangploso Malang)”65 oleh Anas Firdaus mahasiswa UIN Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, hasil penelitian adalah sebagai berikut menunjukan bahwa guru MA Al Hidayah terus berpartisipasi dalam program penciptaan suasana religius di lingkungan madrasah sehingga dapat menumbuhkan perilaku terpuji siswa. Kesiapan tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan yang berkaitan dengan suasana religius, kegiatan istighosah, tadarus Al-Qur’an, bersalaman, kegiatan BBQ, Sholat berjamaah

65 Anas Firdaus, Penciptaan Suasana Religius Dalam Menumbuhkan Perilaku Terpuji

Siswa (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Al Hidayah Karangploso Malang). (Malang: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2008).


(51)

dhuha dan dhuhur, kegiatan seni religius, dan setiap mata pelajaran selalu mengkaitkan dengan nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan perilaku yang terpuji. Dan akhirnya sang peneliti mengambil kesimpulan bahwa, MA Al Hidayah Donowarih Karangploso Malang telah melakukan penciptaan suasana religius untuk menumbuhkan perilaku terpuji siswa, walaupun masih terdapat penataan dan penambahan mengenai kekurangan-kekurangan yang ada. Adanya kerjasama guru dengan orangtua dan juga didukungnya fasilitas yang memadai sehingga dengan adanya suasana religius siswa mampu menumbuhkan perilaku yang terpuji baik disekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.


(1)

Sarana dan prasarana adalah fasilitas yang ada suatu lembaga sekolah guna menunjang keberhasilan pendidikan.

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.57

2. Faktor penghambat membangun budaya relegius.

Dalam membangun budaya religius membiasakan nilai-nilai agama islam kepada siswa adalah cara yang efektif dalam membangun budaya religius siswa.

Namun dalam pelaksaannya membangun budaya religius selalu ada faktor penghambat yang mempengaruhi membangun budaya religius siswa adalah sebagai berikut:

a. Faktor penghambat internal (dari dalam) meliputi:

1. Kurangnya motivasi dan minat para siswa.

Kurangnya minat anak dalam mempelajari pembelajaran nilai karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan kurangnya materi pembelajaran.58

2. Lingkungan Keluarga yang kurang harmonis

57Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 81-82

58


(2)

Kondisi keluarga yang kurang harmonis menyebabkan terjadinya split personality dan kurang keteladana dari orang tua dan masyarakat. Kemiskinan keteladanan merupakan faktor yang paling dominan. Kemiskinan keteladanan ini akan dapat dihindari kalau orang tua sering berkomunikasi dengan anaknya. Kurangnya komunikasi orang tua dan guru akan menyebabkan perilaku anak tidak terkontrol.59

Kondisi keluarga yang kurang harmonis akan menyebabkan anak bertingkah laku sesuai dengan keinginannya karena contoh yang diberikan oleh orang tua menjadikan siswa mengikuti apa yang orang tuanya ajarakan.

b. Faktor penghambat eksternal (dari Luar) meliputi:

1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.60

Jadi guna menunjang strategi guru agama islam dalam pembentukan sifat keagamaan pada siswa maka harus ada kegiatan-kegiatan yang bisa mendukungnya. Kegiatan-kegiatan tersebut bisa berjalan lancar apabila sarana dan

59Ibid., hal. 137

60


(3)

prasarana dapat terpenuhi, namun apabila sarana dan prasarana kurang maka hal terset menjadi kendala bagi pelaksanaan kegiatan tersebut. Keberadaan sarana yang kurang memadai dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar.

2. Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan

Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan. Kekurang pedulian ini ini juga dapat diartikan terlalu permisif. Artinya, membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa adanya larangan dari orang tua yang permisif, tidak selamanya jelek dan tidak jelek. Hal ini bergantung pada kondisi dari penyikapan terhadap perilaku anak sehingga sikap pemisif orang tua mempunyai nilai fungsional bagi anak.61

Kekurang pedulian guru, orang tua dan lingkungan menyebabkan anak akan melakukan hal-hal yang diinginkannya. Tidak ada kepedulian yang baik antara guru, orang tua, guru, dan siswa maka tujuan dari sebuah pembelajaran tidak dapat berjalan dengan baik.

3. Media massa (negatif)

Adanya pengaruh tayangan program pendidikan yang berasal dari gambar atau tayangan media masa pada anak. Hal ini menunjukkan bahwa satu sisi media masa mempunyai nilai


(4)

pedagogis yang tinggi namun, di sisi lain dapat menghambat penanaman nlai-nilai pedagogis di sekolah.62

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama, Skripsi yang berjudul “Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Siswa MAN

Wonosari” ditulis oleh Dwi Rangga Vischa Dewiyanie, UIN Sunan Kalijaga

2002.63 Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriftif. Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut : (1) Peran guru pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter siswa MAN Wonosari begitu penting, tanpa adanya guru maka proses penanaman proses karakter siswa sulit dikembangkan. (2) Dengan adanya penanaman nilai karakter secara terus menerus terhadap siswa terdapat tingkat perubahan yang baik walaupun masih ada beberapa siswa yang sulit menerapkannya. (3) Faktor-faktor pendukung dalam proses penanaman pendidikan karakter guru pendidikan agama Islam dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap sisiwa MAN Wonosari adalah dukungan dari sekolah, dan dari masyarakat sekitar.

Penelitian kedua skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana Religius di Madrasah (Studi Kasus di MTsN Bakalan Rayung Keboan Ngusikan Jombang)”64 oleh Muthiatul Millah mahasiswa UIN Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah suasana

62Ibid

., hal. 134

63

Dwi Rangga Vischa Dewiyanie Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam

Pembentukan Karakter Siswa MAN Wonosari (yogjakarta :UIN Sunan Kalijaga, 2002)

64 Muthiatul Millah, Penciptaan Suasana Religius Di Madrasah (Studi Kasus di MTsN


(5)

kehidupan beragama di MTsN Bakalan Keboan Ngusikan Jombang sudah cukup baik. Upaya penciptaan suasana Religius di MTsN bakalan Rayung Keboan Jombang dapat dilihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang diselenggarakan, sedangkan fakta pendukung dan penghambatnya dalam menciptakan suasana religius yaitu dukungan dari guru-guru Pembina, sistem yang berlaku di madrasah, fasilitas di madrasah yang menunjang orang tua sebagai motivator utama sedangkan faktor penghambatnya, tenaga pengajar yang terbatas, lingkungan yang kurang mendukung, kurangnya perhatian serta motivasi dari orang tua. Agar upaya penciptaan suasana religius dapat terwujud, maka aspek fisik sarana ibadah, aspek kegiatan keagamaan serta aspek sikap dan perilaku masyarakat madrasah diusahakan harus mencerminkan suasana religius.

Penelitian ketiga, skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana Religius dalam Menumbuhkan Perilku Terpuji (Studi Kasus di MA Al Hidayah Donowarih Karangploso Malang)”65 oleh Anas Firdaus mahasiswa UIN Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, hasil penelitian adalah sebagai berikut menunjukan bahwa guru MA Al Hidayah terus berpartisipasi dalam program penciptaan suasana religius di lingkungan madrasah sehingga dapat menumbuhkan perilaku terpuji siswa. Kesiapan tersebut dilakukan melalui berbagai kegiatan yang berkaitan dengan suasana religius, kegiatan istighosah, tadarus Al-Qur’an, bersalaman, kegiatan BBQ, Sholat berjamaah

65 Anas Firdaus, Penciptaan Suasana Religius Dalam Menumbuhkan Perilaku Terpuji

Siswa (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Al Hidayah Karangploso Malang). (Malang: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2008).


(6)

dhuha dan dhuhur, kegiatan seni religius, dan setiap mata pelajaran selalu mengkaitkan dengan nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan perilaku yang terpuji. Dan akhirnya sang peneliti mengambil kesimpulan bahwa, MA Al Hidayah Donowarih Karangploso Malang telah melakukan penciptaan suasana religius untuk menumbuhkan perilaku terpuji siswa, walaupun masih terdapat penataan dan penambahan mengenai kekurangan-kekurangan yang ada. Adanya kerjasama guru dengan orangtua dan juga didukungnya fasilitas yang memadai sehingga dengan adanya suasana religius siswa mampu menumbuhkan perilaku yang terpuji baik disekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.