RKT Ditjen Perkebunan Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

6

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan aparatur negara mencakup aspek yang luas. Dimulai dari peningkatan fungsi utama pemerintahan, kelembagaan yang efektif dan effisien dengan tata laksana yang jelas dan transparan, dilaksanakan oleh Sumber Daya Manusia aparatur yang profesional serta berakuntabilitas kepada mitra kerja (stakeholders). Pendayagunaan aparatur pada hakekatnya merupakan upaya pembinaan, penyempurnaan dan pengendalian manajemen pemerintahan secara terencana, sistematis, bertahap, komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja seluruh aparatur Negara dalam rangka menuju tata pemerintahan yang baik (good governance). Upaya reformasi aparatur salah satunya ditempuh dengan penataan akuntabilitas perencanaan kinerja.

Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, akuntabilitas perencanaan kinerja di setiap organisasi publik saat ini lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, organisasi publik diharapkan dapat membuat suatu rencana stratejik (Strategic Plan), Rencana Kinerja (Performance Plan) dan Laporan Pertanggungjawaban Kinerja (Performance Accountability Report) organisasi yang mencerminkan transparansi dan akuntabilitas organisasi.

Pada dasarnya Rencana Kinerja (Performance Accountability Report) yang disusun ini merupakan uraian lebih lanjut secara periodik dari rencana stratejik. Rencana stratejik sebagaimana diketahui merupakan rencana umum 5 tahunan yang harus diuraikan lebih lanjut kedalam rencana tahunan agar program dan kegiatan lebih terfokus. Dengan adanya rencana kinerja yang telah tersusun dengan baik diharapkan kinerja organisasi dapat semakin baik dan lebih terfokus. Setiap tahun rencana strategis dituangkan dalam suatu perencanaan kinerja tahunan. Rencana kinerja tahunan ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan strategis yang memuat seluruh target kinerja yang hendak dicapai dalam suatu tahun beserta indikator kinerjanya. Rencana kinerja tahunan ini berfungsi sebagai tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu periode tertentu.

Perencanaan kinerja (Performance Planning) merupakan suatu hal yang penting bagi terselenggaranya manajemen kinerja (Performance Management) yang baik. Untuk tujuan ini, perencanaan kinerja menjadi


(7)

7 suatu hal yang cukup kritikal yang harus dijadikan fokus perhatian oleh manajemen. Efisiensi dan efektifitas kinerja suatu organisasi ditentukan oleh kondisi 5 aspek yang terkait, yaitu: 1) Kelembagaan (Struktur Organisasi), 2) Ketatalaksanaan (manajemen), 3) Sumber daya manusianya, 4) Sarana dan Prasarana, dan 5) Anggaran. Perencanaan kinerja merupakan proses penting yang harus dilakukan oleh instansi agar tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis dapat dilaksanakan dan dipantau pencapaiannya. Perencanaan kinerja merupakan salah satu komponen SAKIP yang seyogyanya dilakukan oleh instansi pemerintah agar lebih mudah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerjanya.

Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) mengacu pada Ketetapan MPR RI nomor : XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme, Instruksi Presiden RI nomor : 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor : 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. SAKIP sebagai instrumen utama dalam penyelenggaraan birokrasi di lingkungan pemerintahan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder terkait lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan. Dengan pengimplementasian SAKIP tersebut dapat diketahui secara tepat seberapa jauh tingkat capaian kinerja, kendala/hambatan dan permasalahan serta upaya pemecahannya.

Dokumen rencana kinerja tahunan Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2014 memuat informasi tentang program, sasaran strategis, indikator kinerja dan target yang akan dicapai. Program pembangunan perkebunan pada dokumen RKT dilaksanakan dalam koridor jangka menengah pada periode tahun 2010-2014 dan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan bertanggungjawab dalam melaksanakan 1 program

pembangunan perkebunan yaitu “Peningkatan Produksi, Produktivitas dan

Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan”. Dari program utama tersebut dijabarkan kedalam kegiatan di setiap unit eselon II lingkup Ditjen. Perkebunan yaitu :

1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim; 2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan

Penyegar;


(8)

8 4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha;

5. Dukungan Perlindungan Perkebunan;

6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya;

7. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan;

8. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya;

9. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon.

Dengan disusunnya rencana kinerja tahunan ini diharapkan indikator kinerja serta target capaiannya akan didukung oleh semua pihak terkait sehingga hasil yang dicapai dapat optimal sesuai yang dikehendaki untuk mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil.

B. Tujuan

Tujuan dari penyusunan rencana kinerja tahunan (RKT) Direktorat Jenderal Perkebunan adalah :

1. Menghubungkan antara perencanaan strategis dan perencanaan operasional secara terinci;

2. Menyediakan data dan informasi secara tepat, cepat dan akurat yang menyangkut aspek perencanaan, aspek umum, aspek keuangan dan perlengkapan, serta aspek evaluasi dan pelaporan;

3. Membantu pencapaian hasil pelaksanaan program; 4. Memudahkan proses pengukuran dan penilaian kinerja; 5. Membantu pemantauan dan evaluasi kinerja;

6. Membantu dalam menetapkan target kinerja;

7. Mewujudkan koordinasi yang mantap dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan.


(9)

9

II. TUGAS POKOK DAN FUNGSI

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor : 61/Permentan/OT. 140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan adalah unsur pelaksana pada Kementerian Pertanian yang dipimpin oleh Direktur Jenderal yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Pertanian. Tugas Direktorat Jenderal Perkebunan adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perkebunan. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi :

1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan,

budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan; 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan.

Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Tanaman Semusim, Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan, Direktorat Perlindungan Perkebunan dan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

A. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan

Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Dalam penyelenggaraan fungsi, Sekretariat Direktorat Jenderal menjalankan :

1. Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran dan kerjasama di bidang perkebunan;

2. Pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;

3. Evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik;


(10)

10 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Perkebunan. B. Direktorat Tanaman Semusim

Direktorat Tanaman Semusim mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman semusim. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Semusim menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Semusim. C. Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar

Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman rempah dan penyegar. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan

sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;


(11)

11 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar; 5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Rempah dan

Penyegar.

D. Direktorat Tanaman Tahunan

Direktorat Tanaman Tahunan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman tahunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Tahunan menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Tahunan. E. Direktorat Perlindungan Perkebunan

Direktorat Perlindungan Perkebunan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perlindungan Perkebunan menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan

pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, tanaman


(12)

12 rempah dan penyegar dan tanaman tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan. F. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha

Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen dan pembinaan usaha. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha menyelenggarakan fungsi:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.


(13)

13

III. VISI DAN MISI

A. Visi

Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dan pembangunan pertanian, visi Direktorat Jenderal Perkebunan harus selaras dengan visi pembangunan nasional dan visi pembangunan pertanian. Visi Direktorat Jenderal Perkebunan yang ingin diwujudkan melalui pembangunan perkebunan selama 2010-2014 adalah "Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan".

Dalam rangka mendukung visi pembangunan perkebunan tahun 2010-2014, maka Visi Direktorat Jenderal Perkebunan adalah "Profesional dalam memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan".

B. Misi

Mengacu pada misi pembangunan nasional dan Kementerian Pertanian maka misi pembangunan perkebunan ditetapkan sebagai berikut:

1. Memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan;

2. Memfasilitasi penyediaan benih unggul bermutu serta sarana produksi;

3. Memfasilitasi penanganan perlindungan tanaman dan gangguan usaha perkebunan (GUP);

4. Memfasilitasi pengembangan usaha perkebunan serta penumbuhan kemitraan yang sinergis antar pelaku usaha perkebunan secara berkelanjutan;

5. Mendorong penumbuhan dan pemberdayaan kelembagaan petani serta memfasilitasi peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan harmonisasi antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi; 6. Memberikan pelayanan di bidang perencanaan, peraturan

perundang-undangan, manajemen pembangunan perkebunan dan pelayanan teknis lainnya yang terkoordinasi, efisien dan efektif.

Untuk dapat berkontribusi secara efektif dalam misi pembangunan perkebunan 2010-2014, maka Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan misinya sebagai berikut:


(14)

14 1. Memberikan pelayanan perencanaan, program, anggaran dan kerjasama teknis yang berkualitas; pengelolaan administrasi keuangan dan aset yang berkualitas; memberikan pelayanan organisasi, tata laksana, kepegawaian, humas, hukum dan administrasi perkantoran yang berkualitas; melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyediaan data serta informasi yang berkualitas;

2. Meningkatkan kemampuan penyediaan benih unggul dan penyediaan sarana produksi;

3. Mendorong upaya peningkatan produksi dan produktivitas usaha budidaya tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar dan tanaman tahunan;

4. Memfasilitasi terwujudnya integrasi antar pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan dengan pendekatan kawasan; memotivasi penerapan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kondisi lokal; mendorong penumbuhan pemberdayaan petani dan kelembagaan petani;

5. Memfasilitasi ketersediaan teknologi, sistem perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT dan penanganan gangguan usaha serta dampak perubahan iklim;

6. Memfasilitasi peningkatan penyediaan teknologi dan penerapan pascapanen budidaya tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan; menfasilitasi peningkatan bimbingan dan penanganan usaha perkebunan berkelanjutan seperti ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), PIR (Perusahaan Inti Rakyat), Rekomtek (Rekomendasi Teknis); memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.


(15)

15

IV. TUJUAN DAN SASARAN

A. Tujuan

Untuk dapat mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan tujuan pembangunan pertanian maka tujuan pembangunan perkebunan yang ditetapkan Direktorat Jenderal Perkebunan adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya

saing perkebunan;

2) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan;

3) Meningkatkan penerimaan dan devisa negara dari sub sektor perkebunan;

4) Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan;

5) Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri dalam negeri;

6) Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedia bahan bakar nabati;

7) Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya secara arif dan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah;

8) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia perkebunan;

9) Meningkatkan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja;

10) Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.

Untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan perkebunan 2010-2014 sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Pembangunan Perkebunan 2010-2014, maka Direktorat Jenderal Perkebunan perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :

1) Memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar serta tanaman tahunan; 2) Memfasilitasi peningkatan kemampuan, kemandirian dan

profesionalisme pelaku usaha perkebunan serta hubungan sinergis antar pelaku usaha perkebunan;

3) Memfasilitasi peningkatan kontribusi perkebunan dalam mengembangkan perekonomian wilayah melalui pendekatan kawasan pengembangan perkebunan;


(16)

16 4) Memfasilitasi peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pekebun; 5) Memfasilitasi peningkatan penerimaan dan devisa negara;

6) Memfasilitasi penyediaan pangan di wilayah perkebunan;

7) Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan konsumsi dan penyediaan bahan baku industri dalam negeri;

8) Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah yang berwawasan lingkungan;

9) Mendukung pengembangan penyediaan bahan bakar nabati;

10) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan perkebunan;

11) Meningkatkan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim serta meningkatkan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan; 12) Memfasilitasi penyediaan lapangan kerja;

13) Menyusun perencanaan program dan anggaran, pelayanan perbendaharaan, sistem akutansi dan verifikasi, penatausahaan barang milik negara, pemutakhiran data dan informasi perkebunan, legislasi, advokasi dan penyelenggaraan hubungan masyarakat; penataan organisasi dan tata laksana serta kepegawaian; mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran pembangunan perkebunan.

Berdasarkan aspek komoditas, komoditi binaan Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditi tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006. Dari 127 jenis komoditi perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan membuat prioritas pengembangan komoditi perkebunan tahun 2010-2014 yang akan difokuskan pada 15 komoditas unggulan nasional yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kakao, Kelapa, Jarak Pagar, Teh, Kopi, Jambu Mete, Lada, Cengkeh, Kapas, Tembakau, Tebu, Nilam dan Kemiri Sunan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan perkebunan


(17)

17 selama 5 tahun ke depan adalah luas areal, produksi dan produktivitas pada ke-15 komoditas tersebut.

B. Sasaran

Sasaran luas areal komoditas unggulan nasional (kelapa sawit, kakao, karet, kelapa, kopi, tebu, jambu mete, cengkeh, teh, tembakau, kapas, lada, jarak pagar, nilam dan kemiri sunan) diproyeksikan tumbuh rata-rata sebesar 1,49% per tahun dari 20,36 juta hektar pada tahun 2010 menjadi 21,61 juta hektar pada tahun 2014 kecuali tembakau yang luasnya diproyeksikan konstan yaitu sebesar 205 ribu hektar selama periode tahun 2010-2014. Laju pertumbuhan sasaran luas areal tertinggi terdapat pada komoditi kemiri sunan yang mencapai 45,83% sampai dengan tahun 2014, sedangkan laju pertumbuhan terendah terdapat pada komoditi tebu. Sasaran luas areal komoditi kelapa sawit pada tahun 2014 mencapai angka tertinggi yaitu diproyeksikan mencapai luasan 8,98 juta hektar, sedangkan luas areal terendah pada komoditi kemiri sunan yang diproyeksikan mencapai 2 ribu hektar.

Laju pertumbuhan sasaran produksi tertinggi komoditas perkebunan unggulan nasional terdapat pada komoditi kapas yang mencapai 25,29% sampai dengan tahun 2014, sedangkan laju pertumbuhan terendah terdapat pada komoditi cengkeh. Sasaran produksi komoditi kelapa sawit pada tahun 2014 mencapai angka tertinggi yaitu diproyeksikan mencapai 28,4 juta CPO, sedangkan sasaran produksi terendah pada komoditi kemiri sunan yang diproyeksikan mencapai 6 ribu biji kering.

Adapun proyeksi produktivitas komoditas unggulan nasional pada tahun 2014 yang tertinggi terdapat pada komoditi kemiri sunan yang mencapai 16.000 kg/ha dan nilai produktivitas ini konstan dari tahun 2010. Untuk proyeksi produktivitas terendah terdapat pada komoditi cengkeh yang hanya mencapai 295 kg/ha pada tahun 2014, hal ini berakibat juga pada laju pertumbuhan sasaran produktivitas yang mencapai angka terendah dari tahun 2010. Pada komoditi jarak pagar diproyeksinya mengalami laju pertumbuhan untuk sasaran produktivitas yang tertinggi yaitu mencapai 18,99% dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.


(18)

18

V.

PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai salah satu institusi pelaksana pembangunan perkebunan harus merumuskan kebijakan dan menyusun strategi, program serta kegiatan yang dapat menjawab permasalahan dan tantangan pembangunan perkebunan sehingga sasaran-sasaran yang ditetapkan dapat tercapai. Adapun beberapa permasalahan yang sering kali terjadi dan memungkinkan terjadi dimasa mendatang di dalam mewujudkan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Permasalahan tersebut adalah :

A. Belum Optimalnya Pelayanan

Pelayanan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Perkebunan pada umumnya belum optimal sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 81 tahun 1993 dan Inpres (Instruksi Presiden) nomor 1 tahun 1995. Kelemahan pelayanan tersebut tercermin dari belum terlaksananya standar operasional prosedur (SOP) secara penuh.

B. Belum Optimalnya Koordinasi

Koordinasi merupakan proses pengintegrasian tujuan dan kegiatan pada satuan yang terpisah untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Belum optimalnya koordinasi di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan baik internal, institusi terkait maupun dengan daerah merupakan kelemahan yang harus mendapat perhatian serius. Sebagai contoh berbagai varietas benih unggul yang sudah dilepas oleh pemerintah belum terkait langsung dengan dunia usaha sehingga perbanyakan dan distribusinya kepada masyarakat belum memadai.

C. Keterbatasan Alokasi Anggaran

Sebagaimana diketahui bahwa investasi untuk pembangunan perkebunan setiap tahun mengalami peningkatan rata-rata 17,41% sejak tahun 2005. Akibat keterbatasan anggaran tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan tidak dapat memenuhi kebutuhan anggaran yang diusulkan daerah dan stakeholders perkebunan lainnya.

Berdasarkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan bahwa kebutuhan investasi untuk pembangunan perkebunan tahun 2014 sebesar Rp. 68,49 triliun sedangkan pagu anggaran indikatif (APBN) Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2014 hanya sebesar Rp. 1.497.056.700.000,-


(19)

19 D. Belum Optimalnya Monitoring dan Pelaporan

Meskipun sudah ada ketentuan terkait dengan monitoring dan pelaporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2010 tentang Sistem Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pembangunan Pertanian dan Peraturan Menteri Keuangan nomor : 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntabilitas dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, pelaksanaan pembangunan perkebunan di daerah belum termonitor dengan baik dan pelaporannya masih sering terlambat. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya format pelaporan yang harus diisi oleh daerah seperti form dari Bappenas, form dari Menteri Keuangan, form statistik dan form lainnya.

E. Agribisnis Perkebunan Belum Efisien

Meskipun untuk komoditas tertentu seperti kelapa sawit, Indonesia merupakan salah satu negara paling efisien dalam menjalankan agribisnisnya, namun secara umum efisiensi agribisnis perkebunan Indonesia masih belum memenuhi harapan. Kondisi ini tercermin dari beberapa hal, seperti belum terpenuhinya skala ekonomi usaha agribisnis perkebunan khususnya perkebunan rakyat, belum terintegrasinya usaha agribisnis perkebunan dalam suatu kawasan pengembangan perkebunan seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, sumber bahan baku belum terintegrasi dengan unit pengolahan, dominasi produk primer dalam perdagangan komoditas perkebunan yang mengakibatkan perolehan nilai tambah tidak diminati oleh para pelaku agribisnis perkebunan; belum optimalnya pemanfaatan limbah dan hasil samping perkebunan dan belum terlaksananya diversifikasi usaha perkebunan secara optimal yang dapat menjamin kelangsungan usaha.

F. Ketersediaan dan Pemanfaatan Lahan

Dari aspek pemanfaatan lahan, peningkatan jumlah penduduk yang pesat dan distribusinya yang tidak merata mengakibatkan daya dukung lahan terlampaui. Kondisi demikian menimbulkan terjadinya kompetisi pemanfaatan lahan yang kurang sehat bagi kepentingan multi sektor yang sering kali menjadi pemicu terjadinya kasus gangguan usaha perkebunan. Dari sisi lain, sebagian lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman perkebunan belum diusahakan dalam usaha dan hamparan yang ekonomis sehingga dapat mengurangi efisiensi dan efektivitas usaha yang pada gilirannya mengurangi nilai tambah bagi petani.


(20)

20 G. Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan

Dalam upaya peningkatan produksi dan mutu tanaman perkebunan menghadapi kendala yaitu kondisi infrastruktur perkebunan yang belum memadai seperti jalan usaha perkebunan yang umumnya sudah banyak yang rusak sedangkan pembangunan baru dan pemeliharaan infrastruktur sangat terbatas. Kondisi ini menghambat pekebun dan investor dalam mengembangkan agribisnis perkebunan.

Masalah lain yang juga menghambat upaya peningkatan produktivitas dan mutu tanaman perkebunan adalah belum optimalnya penggunaan dan ketersediaan benih unggul bermutu/bersertifikat serta sarana produksi lainnya, adanya serangan hama penyakit tanaman dan gangguan usaha perkebunan (GUP), belum terpenuhinya standar populasi tanaman per hektar dan didominasinya pertanaman oleh tanaman tua/rusak.

H. Akses Pekebun Terhadap Sumber Permodalan

Lemahnya permodalan masih merupakan kendala yang dihadapi oleh petani dalam memulai atau mengembangkan usahanya sehingga harus meminjam ke pihak lain. Sulitnya mengakses permodalan kepada perbankan atau lembaga keuangan resmi lainnya menyebabkan petani mencari pinjaman modal kepada para pemilik modal yang umumnya adalah pedagang hasil perkebunan dengan sistem ijon sehingga petani tidak leluasa menjual hasil panennya. Sebagian pekebun meminjam modal kepada rentenir dengan bunga pinjaman yang tinggi.

Meskipun pemerintah telah menyediakan kredit melalui skim kredit program Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun kredit komersial, namun fasilitas kredit tersebut pada kenyataannya masih sulit diakses oleh pekebun. Kesulitan mengakses perbankan atau lembaga keuangan resmi lainnya disebabkan : a) petani belum dapat memenuhi persyaratan administrasi perbankan, b) resiko agribisnis perkebunan yang cukup tinggi yang menyebabkan perbankan enggan memberikan kredit, c) belum tersedianya lembaga keuangan dan perbankan yang khusus bergerak di bidang perkebunan, dan d) belum tersedianya lembaga penjaminan resiko usaha perkebunan.

I. Liberalisasi Pasar Global

Secara umum komitmen negara-negara yang terlibat liberalisasi pasar global adalah menghilangkan secara bertahap hambatan tarif (tariff barrier) dan sebagai gantinya menerapkan hambatan non-tarif (non-tariff barrier) dalam mekanisme ekspor-impor. Meskipun masalah hambatan


(21)

21 tarif dapat diatasi secara bertahap, namun agribisnis perkebunan Indonesia akan menghadapi masalah yang lebih berat yaitu hambatan non-tarif berupa hambatan teknis (technical barrier) maupun aspek sanitasi dan fitosanitasi (sanitary and phytosanitary).

Hambatan teknis yang telah ada dan akan banyak dipakai dalam agribisnis perkebunan ke depan adalah isu mutu produk, isu lingkungan, isu hak asasi manusia dan isu ketenagakerjaan. Tidak jarang masing-masing Negara/kawasan tujuan ekspor menetapkan sendiri standar untuk ekspor atau impor produk perkebunan. Sebagai contoh Uni Eropa mengkaitkan impor CPO dengan isu pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup berkelanjutan.

Hambatan lainnya adalah konsumen menuntut atribut produk yang lebih detail seperti atribut keamanan produk, atribut nutrisi, atribut nilai, atribut pengepakan, atribut lingkungan dan atribut kemanusiaan. Sebagian dari atribut tersebut telah melembaga baik secara internasional seperti penerapan SPS (Sanitary and Phytosanitary) maupun secara individual melalui penerapan standar mutu produk pertanian setiap negara.

Liberalisasi pasar global juga berimplikasi pada “hilangnya” batas-batas

geografis dan administrasi suatu negara sehingga memungkinkan penguasaan sumberdaya oleh pihak asing/negara lain dalam memanfaatkan melimpahnya sumberdaya Indonesia melalui perusahaan global, aliansi strategis dan perusahaan multinasional.

J. Ketidaksinambungan Kebijakan Pusat dan Daerah

Dampak negatif dari otonomi daerah dirasakan oleh pelaku usaha perkebunan terutama kaitannya dengan beberapa kebijakan pemerintah daerah dalam bentuk peraturan daerah yang kurang selaras dengan kebijakan nasional seperti kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya alam. Konsekuensi dari hal tersebut adalah terjadinya kompetisi pemanfaatan sumber daya alam yang kurang menguntungkan bagi pembangunan perkebunan dan adanya ketimpangan antara Kabupaten/Kota yang satu dengan yang lain dalam satu Provinsi.

Faktor lain adalah pemberlakuan beberapa peraturan daerah yang membebani pelaku perdagangan dalam negeri/antar daerah dengan berbagai pungutan atau retribusi yang mengakibatkan terjadinya hambatan dalam internal trade (desa-kota, antar daerah dan antar pulau) yang bermuara pada berkurangnya daya saing produk lokal di pasar domestik.


(22)

22 K. Koordinasi Lintas Sektoral dan Daerah yang Belum Optimal

Salah satu tantangan yang dihadapi Direktorat Jenderal Perkebunan adalah lambatnya penyelesaian status aset pusat di daerah, optimalisasi potensi daerah yang belum sesuai dengan sasaran, pelayanan informasi dan pelaporan yang belum cepat dan akurat, belum lengkapnya peraturan perundang-undangan pelaksanaan Undang-Undang nomor 18 tahun 2004, ketidaksesuaian perencanaan kegiatan pusat dan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi lintas sektoral dan daerah yang belum optimal.

L. Populasi dan Mutu Belum Sesuai dengan Standar Teknis

Sebagian besar (72%) usaha tanaman perkebunan adalah perkebunan rakyat yang dalam pengelolaannya baik populasi tanaman per hektar maupun mutu benihnya belum sesuai dengan standar teknis yang ditentukan. Dengan pengelolaan kebun yang tidak teratur/tidak sesuai standar teknis tersebut mengakibatkan produksi dan produktivitas komoditas tanaman perkebunan belum optimal dan tidak sesuai yang diharapkan. Kondisi ini harus diupayakan agar kedepan produksi dan produktivitas komoditas perkebunan meningkat.

M. Perubahan Iklim yang Sulit Diprediksi

Dampak perubahan iklim global adalah terjadinya penurunan produksi dan berubahnya agro-ekosistem mikro yang dapat menjadi penyebab terjadinya eksplosi OPT. Selain itu, perubahan iklim global juga menyebabkan bergesernya pola dan kalender tanam serta meningkatnya intensitas kekeringan, kebanjiran dan kebakaran kebun. Disisi lain teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bagi sub sektor perkebunan belum begitu berkembang juga kurang tersosialisasinya informasi dalam antisipasi perubahan iklim terkait usaha tani perkebunan. N. Sumber Benih Belum Terintegrasi dengan Wilayah Pengembangan Kebutuhan benih bermutu yang semakin meningkat ini perlu diikuti ketersediaan sumber benih, namun demikian belum semua wilayah mempunyai sumber benih. Keberadaan industri benih hanya di daerah tertentu dan belum tersebar di wilayah pengembangan komoditas perkebunan. Sebagai langkah awal, upaya meningkatkan integrasi pengembangan sumber benih dengan wilayah pengembangan komoditas perkebunan dilakukan terutama untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) perbenihan dan sarana produksi.

O. Kepemilikan Lahan yang Terbatas

Lebih dari 80% produksi komoditi perkebunan berasal dari perkebunan rakyat yang terdiri dari kepemilikan lahan yang terbatas berbasis usaha


(23)

23 tradisional baik dari aspek budidaya, pascapanen dan pemasarannya. Sesuai dengan kebijakan Ditjen. Perkebunan maka fokus perhatian pengembangan perkebunan tidak hanya pada aspek hulu (on farm), namun juga pada aspek hilir (off farm) termasuk ketersediaan lahan dan kepemilikannya.

P. Daya Saing Komoditas yang Rendah

Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah suatu komoditas perkebunan. Pada kenyataannya, hasil perkebunan di Indonesia kerapkali kalah bersaing di pasar internasional karena mutu hasil rendah yang disebabkan terkontaminasi dengan kotoran dan benda-benda asing serta pengeringan kurang sempurna sehingga dalam perjalanan ke tangan konsumen sering mengalami kerusakan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen produk perkebunan belum dilakukan dengan optimal.

Q. Keterbatasan Akses Teknologi Pascapanen

Tantangan dari segi teknologi adalah kesenjangan dalam inovasi teknologi terutama teknologi pascapanen, rendahnya pengertian masyarakat tentang teknologi itu sendiri dan kurangnya pemerataan alih teknologi ke perdesaan sebagai pusat pengembangan lahan perkebunan. Perlunya bimbingan pelatihan kepada petani tentang teknologi dan sarana pascapanen akan dapat mengatasi permasalahan keterbatasan teknologi pascapanen. Selain itu dengan melakukan penerapan Good Handling Practise (GHP) dengan baik dan benar sehingga petani akan lebih memiliki struktur yang jelas tentang teknologi pascapanen dalam budidaya perkebunan, memberikan bantuan peralatan pascapanen, bantuan modal kerja kepada Gapoktan dan menyiapkan pedoman GHP.

R. Konflik dan Gangguan Usaha Perkebunan

Perkembangan perkebunan besar yang membuka lahan secara besar-besaran dengan mengkonversi hutan tropika basah dan hutan/lahan pasang surut telah memunculkan kritik nasional dan internasional yang memicu adanya konflik dan Gangguan Usaha Perkebunan (GUP). Konflik ini timbul karena masalah yang dikaitkan kerusakan lingkungan hidup. Permasalahan lain antara lain adanya sengketa atau kasus perkebunan antara masyarakat dan perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU), penjarahan hasil perkebunan dan pendudukan tanah perkebunan dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konflik ini bukan hanya membahayakan kelangsungan usaha perkebunan itu sendiri tetapi juga akan menurunkan minat investasi dan yang lebih berbahaya adalah menimbulkan disintegrasi sosial.


(24)

24 S. Keterbatasan Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan

Jumlah dan kualifikasi sumber daya manusia yang menangani bidang perkebunan masih sangat terbatas dan kurang memadai ditambah kurangnya pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas lapangan perkebunan sehingga akan menghambat perkembangan perkebunan kedepan. Masalah kelembagaan juga menjadi tantangan yang serius dimana belum optimalnya kemitraan antara perusahaan perkebunan besar dengan kelompok petani dan belum sempurnanya infrastruktur yang menunjang sistem distribusi dan transportasi hasil perkebunan rakyat. T. Hambatan Pelaksanaan Perizinan Usaha

Belum adanya sinergi antara kebijakan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota akan mempengaruhi pelaksanaan perizinan usaha sehingga dapat menghambat pembangunan perkebunan di Indonesia. Selain itu masalah banyaknya tumpah tindih izin lokasi usaha, reformasi birokrasi perizinan belum berjalan sebagaimana mestinya dan otonomi daerah belum sepenuhnya mendukung reformasi birokrasi.

U. Penurunan Kehilangan Hasil

Tujuan utama peningkatan pascapanen hasil perkebunan adalah untuk mengurangi kehilangan hasil. Menurunnya kehilangan hasil baik yang disebabkan kehilangan fisik maupun penyusutan dan penurunan kualitas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hasil perkebunan dan pasokan bahan baku industri. Kondisi yang diharapkan adalah dengan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan petani dalam penanganan pascapanen yang baik (Good Handling Practises) melalui pembinaan yang intensif dan berkelanjutan; peningkatan penggunaan mutu peralatan pascapanen dan pemanfaatannya yang optimal; serta mengembangkan kelembagaan pascapanen.

V. Kurangnya Investasi Usaha Perkebunan

Kurangnya kegiatan investasi usaha perkebunan dapat menghambat pembangunan perkebunan. Untuk itu perlunya mendorong iklim investasi yang kondusif dalam mengembangkan agro-bisnis perkebunan dan meningkatkan peran serta perkebunan, UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), masyarakat dan swasta.

W. Masalah Dukungan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Diperlukan upaya pemanfaatan sumber daya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga pelestariannya dapat tetap terjaga. Strategi yang dapat diterapkan antara lain dengan penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah perkebunan termasuk lahan kritis,


(25)

25 lahan miring, lahan gambut, DAS (Daerah Aliran Sungai) hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga yang mempunyai nilai konservasi tinggi sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, meningkatkan penerapan paket teknologi ramah lingkungan dan meningkatkan kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon dan penyedia oksigen serta peningkatan peran fungsi hidro-orologis.


(26)

26

VI. KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Kebijakan

Dengan memperhatikan arah kebijakan nasional dan pembangunan pertanian periode 2010-2014 dalam menjalankan tugas pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan menjadi kerangka pembangunan perkebunan periode tahun 2010-2014 yang dibedakan menjadi Kebijakan Umum dan Kebijakan Teknis Pembangunan Perkebunan Tahun 2010-2014. Kebijakan Umum Pembangunan Perkebunan adalah mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Adapun Kebijakan Teknis Pembangunan Perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan komoditas, sumber daya manusia (SDM), kelembagaan dan kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup dengan dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan.

Salah satu kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan adalah mengacu pada Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, tahun ini memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 (2010-2014) dan tahun 2013 merupakan tahun ke-4 dari pelaksanaan RPJMN tersebut. Pada RPJMN tahap ke-2 ini, pembangunan perkebunan tetap memegang peranan yang penting dan strategis. Peran strategis sub sektor perkebunan tersebut digambarkan melalui kebijakan untuk berkontribusi nyata dalam mensukseskan pencapaian Empat Target Utama Pembangunan Pertanian. Komoditi Tebu ditetapkan sebagai bahan baku pokok untuk mencapai Swasembada Gula Nasional yang menjadi komponen dari Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Selanjutnya, untuk Peningkatan Diversifikasi pangan, Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor serta peningkatan kesejahteraan petani difasilitasi juga pengembangan komoditi perkebunan lain yang dikategorikan sebagai 15


(27)

27 komoditi unggulan Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Jambu Mete, Kemiri Sunan, Lada, Cengkeh, Teh, Kakao, Kopi, Jarak Pagar, Nilam, Tembakau dan Kapas.

B. Strategi

Upaya Direktorat Jenderal Perkebunan dalam mendukung pencapaian Empat Target Utama Kementerian Pertanian tersebut menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang melingkupi dunia perkebunan saat ini, untuk itu Direktorat Jenderal Perkebunan berupaya memecahkan permasalahan dan tantangan tersebut melalui strategi pembangunan perkebunan yang terdiri dari strategi umum dan strategi khusus. Berikut ini adalah uraiannya :

1. Strategi Umum

Untuk mencapai sasaran, mewujudkan visi, misi dan tujuan serta mengimplementasikan kebijakan pembangunan perkebunan selama periode 2010-2014, strategi pembangunan pertanian tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi strategi umum Ditjen. Perkebunan dalam pembangunan perkebunan tahun 2010-2014. Komponen 7 (tujuh) Gema Revitalisasi dan penjelasannya secara garis besar sebagai berikut:

(1) Revitalisasi Lahan

Ketersediaan sumber daya lahan termasuk air yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor yang sangat fundamental bagi pertanian. Lahan dan air sebagai media dasar tanaman harus dijaga kelestariannya agar sistem produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian secara serius dalam revitalisasi lahan adalah ketersediaan, kesuburan atau pengelolaan, status dan kepemilikan lahan pertanian dan ketersediaan air pertanian.

(2) Revitalisasi Perbenihan

Setelah lahan dan air maka dalam aspek budidaya ketersediaan benih dan bibit unggul merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Perpaduan antara lahan yang subur dengan benih/bibit yang unggul akan memproduksi/melahirkan produksi yang unggul. Secara historis peran benih unggul telah dibuktikan pada saat keberhasilan dalam peningkatan produksi pada era Revolusi Hijau di tahun 1960-an dan keberhasilan swasembada beras dan jagung yang dicapai baru-baru ini juga karena penggunaan benih unggul. Dengan demikian untuk mencapai dan


(28)

28 mempertahankan swasembada pangan yang berkelanjutan maka perangkat perbenihan/perbibitan harus kuat.

(3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana

Jalan usaha tani sangat penting meningkatkan efisiensi usaha tani terutama dalam hal pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Upaya untuk membuat jalan usaha tani dan jalan tingkat desa perlu terus dilakukan. Untuk hal ini koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah setempat sangat diperlukan terutama untuk membuka akses ke daerah sentra produksi pertanian.

(4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia

Manusia merupakan sumberdaya yang sangat vital karena merupakan pelaku utama pembangunan termasuk pertanian. Tanpa pelaku yang handal dan berkompeten maka pembangunan pertanian tidak dapat berjalan secara optimal. Kementerian Pertanian mengembangkan berbagai kegiatan bagi peningkatan sumber daya manusia pertanian melalui pendidikan, pelatihan, magang dan sekolah lapang. Pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia ini diperuntukkan bagi petani dan aparatur pertanian.

(5) Revitalisasi Pembiayaan Petani

Kendala yang dialami petani utamanya petani menengah kebawah adalah akses terhadap permodalan. Hal ini disebabkan karena masalah klasik yaitu tidak adanya jaminan/agunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani terpaksa berhubungan dengan rentenir yang sudah barang tentu dengan bunga yang sangat mencekik. Untuk memperbaiki kendala ini maka upaya-upaya yang selama ini dilakukan perlu diteruskan seperti penyediaan skim perkreditan dengan kemudahan proses administrasi seperti KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), KPEN-RP (Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan), KUPS (Kredit Usaha Pembibitan Sapi), memperluas skim baru yang lebih mudah, menumbuhkan kelembagaan ekonomi mikro di pedesaan, melakukan koordinasi dengan instansi di pusat dan di daerah untuk mempermudah petani dalam mengakses sumber pembiayaan koperasi termasuk skim pembiayaan yang sudah ada dan menumbuhkan kembali koperasi khusus di bidang pertanian.

(6) Revitalisasi Kelembagaan Petani

Kegiatan pertanian secara alami melibatkan sumber daya manusia (SDM petani) yang cukup banyak, sarana produksi dan permodalan yang cukup besar. Selain itu juga sangat berhubungan erat dengan sumber inovasi teknologi dan informasi pasar mulai dari hulu sampai hilir. Dengan


(29)

29 karakteristik seperti ini maka untuk mempermudah melakukan koordinasi sangat diperlukan kelembagaan petani. Melalui kelembagaan petani, mereka dengan mudah melakukan koordinasi diantara mereka dan antara kelompok. Demikian juga melalui kelompok mereka akan menjadi kuat untuk bisa mengakses pasar dan informasi.

(7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir

Hal yang perlu dilakukan dalam rangka revitalisasi teknologi dan industri hilir adalah meningkatkan kegiatan penelitian khususnya dalam rangka penciptaan inovasi teknologi benih, bibit, pupuk, obat hewan dan tanaman, alsintan (alat dan mesin pertanian) dan produk olahan, pemanfaatan sumber daya lahan dan air, pengelolaan limbah kebun menjadi suatu produk bermanfaat, mempercepat diseminasi hasil penelitian dengan mengoptimalkan kelembagaan pengkajian, diklat, penyuluhan, tenaga teknis pertanian lapangan dan kelembagaan petani, mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di pedesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan daya saing di pasar dalam negeri dan internasional, meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga komoditas pertanian, meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir.

2. Strategi Khusus

Strategi umum Ditjen. Perkebunan dalam pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 merupakan strategi yang mengacu pada target utama pembangunan pertanian sehingga sifatnya masih sektoral. Agar lebih sesuai dengan karakteristik khusus sub sektor Perkebunan, strategi umum dimaksud diformulasikan ke dalam strategi khusus sebagai berikut :

(1) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan;

(2) Pengembangan komoditas;

(3) Peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan; (4) Investasi usaha perkebunan;

(5) Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan; (6) Pengembangan sumber daya manusia;

(7) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha;

(8) Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;


(30)

30 (1) Strategi Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman

Perkebunan Berkelanjutan

Strategi ini merupakan upaya untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan baik melalui penerapan teknologi budidaya yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) berupa penyediaan benih unggul bermutu/bersertifikat dan sarana produksi, optimasi pemanfaatan sumber daya lahan dan dukungan perlindungan perkebunan yang optimal. Adapun rencana aksi dari strategi tersebut meliputi:

a. Mengembangkan budidaya tanaman perkebunan melalui penerapan IPTEK dan 4-ASI (Intensifikasi, Rehabilitasi, Ekstensifikasi dan Diversifikasi) yang didukung dengan sistem penyuluhan dan pendampingan yang intensif;

b. Mengoptimalkan dukungan penyediaan benih unggul bermutu dan sarana produksi, dukungan perlindungan perkebunan dan penanganan gangguan usaha perkebunan (GUP) serta dukungan manajemen dan teknis lainnya;

c. Mendorong pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan pada wilayah perbatasan, pemekaran, penyangga, kawasan ekonomi khusus (KEK) dan optimalisasi pemanfaatan lahan.

(2) Strategi Pengembangan Komoditas

Sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tanggal 22 September 2006 dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3399/Kpts/PD.310/10/2009 tanggal 19 Oktober 2009, komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan berjumlah 127 jenis tanaman. Strategi pengembangan komoditas dilakukan melalui upaya-upaya memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan nasional yang meliputi Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Kopi, Kakao, Teh, Jambu Mete, Cengkeh, Lada, Jarak Pagar, Tebu, Tembakau, Kapas, Nilam dan Kemiri Sunan serta mendorong pemerintah daerah untuk memfasilitasi pengembangan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya. Rencana aksi untuk strategi ini adalah:

a. Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan lokal sesuai dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi wilayah dengan penerapan teknologi budidaya yang baik;

b. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan seperti lahan pekarangan, lahan pangan, lahan cadangan dan sisa aset lahan lainnya dengan pengembangan cabang usaha tani lain yang sesuai;


(31)

31 c. Menumbuhkembangkan kawasan komoditas unggulan berbasis pedesaan dengan pengelolaan dari hulu sampai hilir dalam satu kawasan;

d. Mendorong pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk mendukung penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi pada wilayah khusus antara lain wilayah perbatasan dan penyangga (buffer zone), wilayah konflik/pasca konflik, wilayah bencana alam serta wilayah pemekaran;

e. Mendorong pengembangan aneka produk (products development) perkebunan dan upaya peningkatan mutu untuk memperoleh peningkatan nilai tambah;

f. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan perkebunan.

(3) Strategi Peningkatan Dukungan Terhadap Sistem Ketahanan Pangan Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan). Sebagai tindak lanjut dari target utama Kementerian Pertanian yaitu Peningkatan Diversifikasi Pangan yang diindikasikan dari skor PPH (93,3 pada tahun 2014), sub sektor perkebunan diamanahkan secara khusus untuk berkontribusi dalam pemenuhan skor PPH tersebut dari komponen minyak, lemak dan gula yang ditargetkan rata-rata 15 point per tahun sampai dengan 2014.

Rencana aksi yang akan dilakukan meliputi:

a. Meningkatkan pengembangan diversifikasi usaha tani dengan komoditas bahan pangan di areal perkebunan secara intensif dan berkelanjutan;

b. Meningkatkan penyediaan protein hewani melalui integrasi cabang usaha tani ternak yang sesuai pada areal perkebunan;

c. Mendorong ketersediaan dan keterjangkauan sumber pangan yang berasal dari perkebunan.

(4) Strategi Investasi Usaha Perkebunan

Strategi ini dimaksudkan untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dalam pengembangan agribisnis perkebunan dan meningkatkan peran serta pekebun, usaha mikro kecil dan menengah, masyarakat dan swasta. Perbankan telah menyediakan kredit program dan kredit komersial untuk investasi di bidang perkebunan. Kredit program untuk


(32)

32 petani meliputi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta kredit komersial lainnya. Selain itu Pemerintah juga memberikan bantuan melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).

Rencana aksi dari strategi ini adalah:

a. Memberikan fasilitasi, advokasi dan bimbingan dalam memperoleh kemudahan akses untuk pelaksanaan investasi usaha perkebunan; b. Mendorong pelaksanaan pemanfaatan dana perbankan untuk

pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah;

c. Mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha;

d. Memberikan fasilitasi tersedianya sumber dana dari pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan;

e. Mendorong lembaga penjamin kredit untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan.

(5) Strategi Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Perkebunan Sistem informasi manajemen adalah serangkaian sub sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi yang secara rasional serta mampu mentransfer data sehingga menjadi informasi guna meningkatkan produktivitas. Berbagai capaian yang telah diraih yaitu Simonev, SAI, Simpeg, website dan e-form maupun e-government. Dalam rangka pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan ini ditempuh rencana aksi sebagai berikut:

a. Mengembangkan sistem informasi mencakup kemampuan menyusun, memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai SDM (sumber daya manusia), teknologi, peluang pasar, manajemen, permodalan, usaha perkebunan untuk mendorong dan menumbuhkan minat pelaku usaha, petani dan masyarakat;

b. Meningkatkan jejaring kerja dengan institusi terkait. (6) Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia

Strategi ini diarahkan untuk mendukung berlangsungnya proses perubahan guna terwujudnya sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang bertumpu kepada kemampuan dan kemandirian pelaku usaha


(33)

33 perkebunan. Berkenaan dengan hal tersebut, rencana aksi yang akan dilaksanakan mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik petugas, pekebun maupun masyarakat dengan cara:

1. Petugas :

a. Meningkatkan kualitas moral dan etos kerja petugas termasuk di dalamnya petugas fungsional;

b. Meningkatkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun sistem pengawasan yang efektif;

c. Meningkatkan penerapan sistem recruitment dan karir yang terprogram serta transparan untuk mewujudkan petugas yang profesional;

d. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan sikap prakarsa petugas yang proaktif dalam mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan pelaku usaha.

2. Sumber Daya Manusia (SDM) Pekebun dan Masyarakat :

a. Meningkatkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, kemandirian pekebun dan masyarakat untuk mengoptimasikan usahanya secara berkelanjutan;

b. Memfasilitasi dan mendorong kemampuan pekebun dan masyarakat untuk dapat mengakses berbagai peluang usaha dan sumberdaya dalam memperkuat/mempertangguh usaha taninya; c. Menumbuhkan kebersamaan, mengembangkan kemampuan dan

keterampilan pekebun dan masyarakat dalam mengelola kelembagaan petani dan kelembagaan usaha serta menjalin kemitraan.

(7) Strategi Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan Usaha

Kelembagaan petani didorong untuk tumbuh dari bawah yang dimulai dari kelompok tani, gabungan kelompok tani sampai koperasi komoditas yang berbadan hukum. Kelembagaan petani dikelompokkan menjadi kelembagaan petani yang bersifat sosial dan yang berfungsi ekonomi. Kelembagaan petani yang bersifat sosial berupa asosiasi petani. Sedangkan kelembagaan petani yang berfungsi ekonomi berupa koperasi komoditas.

Strategi pengembangan kelembagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelembagaan agribisnis perkebunan dalam memanfaatkan peluang usaha yang ada. Adapun strategi pengembangan


(34)

34 kemitraan usaha dimaksudkan untuk dapat memperoleh manfaat maksimal dari kegiatan agribisnis perkebunan. Untuk itu rencana aksi yang akan ditempuh adalah:

a. Mendorong peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan petani untuk menjalin kerjasama usaha dengan mitra terkait serta mengakses berbagai peluang usaha dan sumberdaya yang tersedia; b. Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan komoditas yang tumbuh dari

bawah;

c. Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan keuangan pedesaan;

d. Meningkatkan fungsi pendampingan kepada petani dan kelembagaan usahanya;

e. Memperkuat kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan. Disisi lain kalangan usaha dapat berperan dalam memperkuat asosiasi komoditas maupun dewan komoditas perkebunan.

(8) Strategi Pengembangan Dukungan terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Strategi ini merupakan upaya untuk memanfaatkan sumber daya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga kelestariannya dapat tetap terjaga. Melalui strategi ini, pengembangan perkebunan dapat dilaksanakan secara harmonis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi secara berkelanjutan. Rencana aksi dari strategi ini adalah:

a. Meningkatkan penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah perkebunan termasuk lahan kritis, gambut, DAS (Daerah Aliran Sungai) Hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga sesuai kaidah konservasi tanah dan air;

b. Meningkatkan penerapan paket teknologi ramah lingkungan;

c. Meningkatkan pemanfaatan pupuk organik, pestisida nabati, agens pengendali hayati serta teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang ramah lingkungan;

d. Meningkatkan kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon, penyedia oksigen dan peningkatan peran serta fungsi hidro-orologis.


(35)

35 e. Meningkatkan upaya penerapan pembukaan lahan tanpa bakar.

(9) Strategi pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan Strategi ini merupakan suatu upaya untuk mencapai produktifitas hasil pertanian/perkebunan yang lebih baik dengan memperhatikan karakteristik wilayah yang ada berdasarkan pendekatan perwilayahan bagi komoditas pertanian. Pendekatan perwilayahan bagi pengembangan komoditas pertanian diperlukan antara lain disebabkan :

a. Komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai agar produkstifitas lahan yang diusahakan mencapai optimal sehingga mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif didalam pemasaran;

b. Setiap jenis komoditas pertanian akan memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah, topografi dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian; c. Menyusun tata ruang pertanian melalui pendekatan perwilayahan

komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung dan/atau kesesuaian lahan akan dapat menjamin produktifitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan;

d. Dengan pendekatan perwilayahan komoditas pertanian diharapkan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif;

e. Pendekatan kewilayahan akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektifitas fungsi perencanaan pembangunan daerah karenanya perlu pemanfaatan se-optimal mungkin potensi wilayah, sumberdaya dan aspirasi masyarakat setempat.

Dengan perencanaan yang berbasis kawasan pengembangan pemerintah dapat dengan mudah menata prasarana penunjang baik transportasi maupun kebijakan untuk meningkatkan jangkauan pasar serta dapat dilakukan efisiensi pada pemanfaatan sumber daya alam. Untuk dapat dicapai program pembangunan pertanian yang efisien dengan kawasan sebagai titik berat pengembangan maka integrated farming system akan diwujudkan melalui pengembangan berbagai kawasan pendukung suatu usaha tani dengan sistem agribisnis. Arah pengembangan komoditi perkebunan adalah menempatkan komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional melalui pengembangan industri perkebunan


(36)

36 yang menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial sedangkan pengembangan dilakukan melalui Pendekatan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan. Secara garis besar bahwa pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan memiliki beberapa kriteria-kriteria umum sebagai berikut : 1. Kawasan eksisting atau kawasan berpotensi dari masing-masing jenis

budidaya tanaman perkebunan;

2. Jenis pengusahaannya : rakyat atau besar;

3. Pengusahaan dengan skala terintegrasi dengan unit pengolahannya; 4. Mitra dengan usaha perkebunan rakyat berkelanjutan;

5. Memiliki keterkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil; 6. Dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya;

7. Pengembangan pengolahan skala wilayah;

8. Pengembangan kebersamaan ekonomi petani melalui pemberdayaan; 9. Arah pengembangan menuju prinsip pembangunan berkelanjutan; 10. Sejalan dengan Renstra Kementerian Pertanian dan Renstra

Direktorat Jenderal Perkebunan;


(37)

37

VII. PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Program

Berdasarkan Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 bahwa visi pembangunan nasional jangka panjang adalah mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Untuk mencapai visi tersebut maka pembangunan perkebunan jangka panjang membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi agenda dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang saat ini merupakan tahapan RPJM ke 2 (2010-2014). RPJM ke-2 ini, Direktorat Jenderal Perkebunan mengarahkan pembangunan perkebunan yang ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia disegala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan IPTEK serta penguatan daya saing perekonomian bidang perkebunan.

Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan Nomor SE-1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas nomor: 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output.

Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang menjadi tanggung

jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah: “Peningkatan produksi,

produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan”. Program ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman tahunan dan tanaman rempah penyegar yang didukung oleh penanganan pascapanen dan pembinaan usaha serta dukungan pelaksanaan perlindungan perkebunan.

Perencanaan program pembangunan perkebunan yang dicanangkan Direktorat Jenderal Perkebunan dilaksanakan melalui pendekatan komoditas unggulan yang menekankan motor penggerak pembangunan


(38)

38 suatu daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan perkebunan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Komoditas unggulan dapat ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sementara dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah.

Dalam rangka pengembangan komoditas unggulan nasional, Direktorat Jenderal Perkebunan secara intensif telah melakukan berbagai langkah strategis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi komoditas unggulan tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menetapkan komoditi unggulan nasional perkebunan didalam suatu kawasan pengembangan. Dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, prioritas penanganan difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Jambu Mete, Teh, Cengkeh, Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam sedangkan Pemerintah Daerah didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing.

B. Kegiatan

Mengacu pada RPJMN 2010-2014 (berdasarkan Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2010) bahwa kebijakan dasar dalam pembangunan nasional termasuk dalam pembangunan pertanian diharapkan berpegangan pada 6 strategi dasar pembangunan untuk semua (development for all) yaitu pembangunan harus bersifat inklusif; pembangunan harus berdimensi wilayah; mengintegrasikan dan menyatukan potensi-potensi ekonomi yang ada di daerah menjadi satu kesatuan geo-ekonomi secara nasional; mengembangan ekonomi-ekonomi lokal; keserasian antara pertumbuhan dan pemerataan (pro-growth, pro-job, pro-poor dan pro-environment); dan meningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pembangunan


(39)

39 perkebunan yang berdaya dan berhasil guna dan melanjutkan revitalisasi perkebunan, meningkatkan daya saing produk perkebunan, meningkatan pendapatan pekebun serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam maka kebijakan pembangunan perkebunan hendaknya perlu memperhatikan beberapa substansi inti diantaranya :

1. Pengembangan kawasan/lahan perkebunan beserta tata ruangnya; 2. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur yang mendukung

usaha agribisnis perkebunan;

3. Peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang perkebunan yang mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil komoditas perkebunan nasional yang tinggi;

4. Dorongan untuk investasi usaha perkebunan dan industri yang berbasis produk lokal oleh pelaku usaha dan pemerintah; penyediaan pembiayaan yang terjangkau serta sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji; pupuk, teknologi dan sarana pascapanen yang sesuai secara tepat waktu, tepat jumlah dan terjangkau.

5. Pengambilan langkah-langkah kongkrit terkait adaptasi dan antisipasi terhadap perubahan iklim.

6. Target peningkatan produksi komoditas perkebunan terutama menuju swasembada berkelanjutan harus memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk secara nasional, permintaan bahan baku industri dalam negeri, kebutuhan stok nasional dalam rangka stabilitas harga dan pemenuhan peluang ekspor.

7. Peningkatan nilai tambah akan difokuskan pada 2 hal yakni peningkatan kualitas dan jumlah olahan produk/komoditas perkebunan untuk mendukung peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan kualitas produk perkebunan (segar dan olahan) diukur dari peningkatan jumlah produk perkebunan yang mendapatkan sertifikasi jaminan mutu (SNI, Organik, Good Agricultural Practices, Good Handling Practices, Good Manucfacturing Practices, dll).

8. Peningkatan daya saing difokuskan pada pengembangan produk berbasis sumber daya lokal yang bisa meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri dan bisa mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor). Ukurannya adalah besarnya pangsa pasar (market share) di pasar dalam negeri dan penurunan nett impor.


(40)

40 9. Peningkatan ekspor akan difokuskan pada pengembangan produk yang punya daya saing di pasar internasional baik segar maupun olahan yang kebutuhan di pasar dalam negeri sudah tercukupi. Indikatornya adalah pertumbuhan volume ekspor.

Sebagai penjabaran dari program masing-masing unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai satu kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terdapat 9 kegiatan pembangunan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 61/Permentan/T.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yaitu: 1) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim; Prioritas pengembangan tanaman semusim difokuskan pada 4 komoditas strategis yaitu Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam. Fokus kegiatan tanaman semusim adalah Swasembada Gula Nasional (Tebu), Pengembangan Komoditas Ekspor (Nilam dan Tembakau), Pengembangan Komoditas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (Kapas) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

2) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar;

Prioritas pengembangan tanaman rempah dan penyegar difokuskan pada 5 komoditas strategis yaitu Kakao, Kopi, Lada, Teh dan Cengkeh. Fokus kegiatan tanaman rempah dan penyegar adalah Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao), Pengembangan Komoditas Ekspor (Kopi, Lada, Teh dan Kakao), Pengembangan Komoditas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (Cengkeh) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

3) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan; Prioritas pengembangan tanaman tahunan difokuskan pada 6 komoditas strategis yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Jambu Mete, Jarak Pagar dan Kemiri Sunan. Fokus kegiatan tanaman tahunan adalah Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Kakao dan Karet), Penyediaan Bahan Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati/Bio-Energi (Jarak Pagar, Kelapa Sawit, Kelapa dan Kemiri Sunan), Pengembangan Komoditas Ekspor (Kelapa, Kelapa Sawit, Karet dan Jambu Mete) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

4) Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha;

Prioritas kegiatan ini adalah untuk menfasilitasi peningkatan penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman


(41)

41 tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta menfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.

5) Dukungan Perlindungan Perkebunan;

Prioritas kegiatan ini adalah menurunkan luas areal perkebunan yang terserang OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) pada tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan serta penanganan antisipasi perubahan iklim (pencegahan kebakaran, kekeringan dan banjir).

6) Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya;

Prioritas kegiatan ini adalah jumlah Provinsi yang memperoleh pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di bidang perencanaan (program, anggaran dan kerjasama), evaluasi pelaporan, data dan informasi, pelayanan organisasi, kepegawaian, hukum dan humas, administrasi perkantoran, serta keuangan dan aset.

7) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan;

Prioritas kegiatan ini adalah memfasilitasi pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan.

8) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya;

Prioritas kegiatan ini adalah memfasilitasi pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan.

9) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon.

Prioritas kegiatan ini adalah memfasilitasi pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan.


(42)

42

VIII. RENCANA KERJA TAHUN 2014

Untuk mencapai target indikator kinerja pada RKT Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2014 ini didukung oleh rencana kerja Direktorat Jenderal Perkebunan berupa kegiatan sebagai berikut :

1. Kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim meliputi :

a. Pencapaian swasembada gula nasional yaitu melalui pengembangan tebu seluas 79.000 ha yang terdiri dari kegiatan bongkar ratoon seluas 15.000 ha, kegiatan rawat ratoon seluas 55.000 ha, perluasan 9.000 ha, penataan varietas sebanyak 8 paket, pelatihan petani tebu sebanyak 10 paket, operasional tenaga pendamping sebanyak 443 orang, bantuan peralatan 650 unit (putus akar 268 unit, traktor 127 unit, hand traktor 145 unit dan alat tebang 110 unit), sensus tebu online lanjutan sebanyak 10 paket dan pengawalan monev tebu sebanyak 12 paket;

b. Pengembangan komoditas ekspor berupa pengembangan nilam seluas 50 ha dan pemberdayaan pekebun berupa pelatihan penerapan SPO nilam sebanyak 8 paket;

c. Pengembangan komoditas pemenuhan konsumsi dalam negeri berupa pengembangan kapas seluas 10.050 ha yang terdiri dari pembangunan benih sebar kapas seluas 50 ha, penanaman kapas seluas 1.000 ha, operasional tenaga pendamping sebanyak 90 orang dan pelatihan petani kapas sebanyak 181 orang;

d. Peningkatan kegiatan eksibisi, perlombaan dan penghargaan perkebunan dalam bentuk pemberian penghargaan petani/kelompok tani berprestasi sebanyak 31 paket;

e. Penyusunan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi untuk tanaman semusim selama 1 tahun.

2. Kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar meliputi :

a. Pengembangan komoditas ekspor meliputi pengembangan kakao seluas 10.095 ha (perluasan seluas 750 ha, Intensifikasi seluas 4.400 ha, Rehabilitasi 3.245 ha, Peremajaan 1.700 ha, TKP/PLP-TKP di 8 provinsi, operasional sub station di 4 provinsi dan penerapan model desa kakao di 1 provinsi), pengembangan kopi seluas 4.250 ha (Kopi Arabika seluas 1.900 ha dan Kopi Robusta


(1)

45 4. Kegiatan dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan

usaha meliputi :

a. Penanganan pascapanen tanaman semusim berupa penanganan pascapanen komoditi nilam 8 KT;

b. Penanganan pascapanen tanaman rempah dan penyegar berupa penanganan pascapanen komoditi kakao 16 KT, komoditi kopi 17 KT, komoditi pala 9 KT, komoditi lada 4 KT dan komoditi cengkeh 4 KT;

c. Penanganan pascapanen tanaman tahunan yaitu penanganan pascapanen komoditi karet 75 KT, komoditi kelapa 71 KT dan komoditi jambu mete 15 KT;

d. Evaluasi pelaksanaan penilaian usaha perkebunan di 26 provinsi dan 233 Kabupaten;

e. Pembinaan, monitoring dan evaluasi penerapan perkebunan berkelanjutan pada kelapa sawit ISPO di 21 provinsi dan 131 Kabupaten;

f. Fasilitasi inventarisasi dan identifikasi serta penanganan kasus gangguan usaha perkebunan serta konflik usaha perkebunan yang berada di 27 provinsi dan 164 kabupaten;

g. Pemantauan, pengawasan dan fasilitasi penanganan masalah perkebunan pola kemitraan (PIR-TRANS/KKPA, PIRBUN) yang berada di 25 provinsi dan 160 kabupaten;

h. Pertemuan/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan sebanyak 26 kegiatan di 26 provinsi;

i. Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Perizinan Usaha Perkebunan yang berada di 31 provinsi dan 251 kabupaten;

j. Sosialisasi Standar Perkebunan Kopi Berkelanjutan Indonesia (ISCoffee) sebanyak 11 kegiatan di 11 provinsi;

k. Fasilitasi Rintisan Penerapan ISCoffee (5 Provinsi) sebanyak 5 kegiatan;

l. Penyusunan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi untuk penanganan pascapanen dan pembinaan usaha selama 1 tahun.

5. Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan meliputi :

a. Identifikasi (pengamatan, peramalan dan pemantauan) berupa insentif petugas pengamat hama dan penyakit sebanyak 961 orang;


(2)

46 b. Pemberdayaan perangkat yaitu operasional laboratorium lapangan 28 unit, operasional brigade proteksi tanaman 26 unit, operasional laboratorium hayati 4 unit serta operasional sub laboratorium hayati 14 unit;

c. Fasilitasi pengendalian OPT berupa :

- Pengendalian OPT tanaman rempah dan penyegar : OPT lada 300 ha, OPT kopi 425 ha, OPT cengkeh 525 ha, OPT kakao 1.275 ha, demfarm OPT kopi 30 ha, demfarm OPT kakao 20 ha, demfarm OPT cengkeh 10 ha, demfarm OPT lada 10 ha, demplot lada 1 ha dan demplot kopi 1 ha;

- Pengendalian OPT tanaman tahunan : OPT kelapa 3.900 ha, OPT karet 660 ha, OPT jambu mete 205 ha, demfarm OPT karet 70 ha, demfarm OPT jambu mete 10 ha dan demfarm OPT kelapa 20 ha dan demplot karet 1 ha;

- Pengendalian OPT tanaman semusim : OPT tembakau 100 ha, OPT kapas 225 ha dan OPT tebu 4.400 ha, demfarm OPT tebu 10 ha, demplot tebu 11 ha (penggerek batang/pucuk 1 ha dan hama tikus 10 ha) dan demplot nilam 12 ha;

- Pengendalian eksplosi OPT di pusat.

d. Fasilitasi pencegahan kebakaran, dampak perubahan iklim serta bencana alam berupa :

- Fasilitasi pemantauan kebakaran, dampak perubahan iklim serta bencana alam di 9 provinsi, 16 Kabupaten;

- Pemberdayaan Masyarakat Dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Lahan dan Kebun di 5 provinsi, 5 kabupaten;

- Pertemuan koordinasi pencegahan kebakaran dan penanganan dampak perubahan iklim di 6 provinsi (6 kali);

- Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di 12 Provinsi (12 paket); - Pengembangan Model Perkebunan Rendah Emisi Karbonpada

Perkebunan Kopi Rakyat di 10 provinsi (10 paket).

e. Sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL-PHT) perkebunan dengan peserta 132 kelompok tani dan SL-PHT Tebu sebanyak 62 KT;

f. Penyusunan kebijakan, norma, standar, prosedur, kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi untuk perlindungan perkebunan selama 1 tahun.


(3)

47 6. Kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya

meliputi :

a. Layanan perkantoran selama 12 bulan;

b. Peralatan dan fasilitas perkantoran sejumlah 100 unit;

c. Norma, standar, pedoman, perencanaan, evaluasi, keuangan, ortala, kepegawaian, dll (Pusat) selama 12 bulan;

d. Administrasi kegiatan Dana Dekonsentrasi (DK) dan administrasi kegiatan Dana Tugas Pembantuan (TP) di 32 provinsi dan 106 kabupaten selama 12 bulan;

e. Dukungan Kegiatan Manajemen dan Teknis Lainnya yang terdiri dari :

- Dukungan Kegiatan Manajemen dan Teknis Lainnya yang meliputi Sertifikasi dan pengawasan peredaran benih di 31 provinsi serta Bantuan benih untuk penghijauan dan pameran di 31 provinsi;

- Perencanaan selama 12 bulan;

- Pengelolaan Keuangan dan Aset selama 12 bulan; - Data informasi dan Statistik selama 12 bulan;

- Insentif Mantri Statistik Perkebunan sejumlah 5.727 orang; - Monitoring dan Evaluasi selama 12 bulan;

- Insentif Pengawas Benih Tanaman sejumlah 290 orang; - Operasional PPNS di 30 provinsi.

f. Dokumen Perencanaan sejumlah 3 dokumen;

g. Dokumen Keuangan dan Perlengkapan sejumlah 3 dokumen; h. Dokumen Kepegawaian, Hukum dan Humas sejumlah 3 dokumen; i. Dokumen Evaluasi dan Pelaporan sejumlah 3 dokumen.

7. Kegiatan dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan (BBP2TP Medan, BBP2TP Surabaya, BBP2TP Ambon dan BPTP Pontianak) secara umum terdiri atas kegiatan Sertifikasi benih dan kegiatan Pengadaan teknologi terapan perlindungan perkebunan. Dalam hal ini, penjabaran kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :

a. Layanan perkantoran : BBP2TP Medan, BBP2TP Surabaya, BBP2TP Ambon dan BPTP Pontianak masing-masing selama 12 bulan;


(4)

48 b. Pengadaan kendaraan bermotor untuk BBP2TP Medan sebanyak

20 unit;

c. Perangkat pengolahan data dan komunikasi untuk BBP2TP Surabaya sebanyak 5 unit;

d. Peralatan dan fasilitas perkantoran untuk BBP2TP Surabaya sebanyak 2 paket, BBP2TP Ambon sebanyak 300 paket dan BPTP Pontianak sebanyak 1 paket;

e. Gedung dan bangunan untuk BBP2TP Surabaya sebanyak 1 unit; f. Operasional laboratorium : BBP2TP Medan, BBP2TP Surabaya,

BBP2TP Ambon dan BPTP Pontianak masing-masing selama 12 bulan;

g. Pembangunan kebun contoh, demplot, uji koleksi, dll untuk BBP2TP Ambon seluas 50 ha, BBP2TP Surabaya seluas 1 ha dan BPTP Pontianak seluas 30 ha;

h. Pengawasan peredaran benih untuk BBP2TP Medan sebanyak 13 dokumen, BBP2TP Surabaya sebanyak 16 dokumen dan BPTP Pontianak sebanyak 1 dokumen;

i. Rakitan teknologi spesifikasi proteksi tanaman perkebunan untuk BBP2TP Medan sebanyak 10 paket, BBP2TP Surabaya sebanyak 6 paket dan BPTP Pontianak sebanyak 1 paket;

j. Pemanfaatan agensia hayati untuk BBP2TP Medan sebanyak 4 paket, BBP2TP Surabaya sebanyak 6 paket dan BPTP Pontianak sebanyak 1 paket;

k. Sertifikasi dan pengujian mutu benih untuk BBP2TP Surabaya sebanyak 1 kegiatan;

l. Administrasi keuangan dan kepegawaian untuk BBP2TP Medan, BBP2TP Surabaya dan BPTP Pontianak masing-masing selama 12 bulan;

m. Penyusunan rencana kerja untuk BBP2TP Medan sebanyak 1 dokumen, BBP2TP Surabaya sebanyak 6 dokumen dan BPTP Pontianak sebanyak 1 dokumen;

n. Peningkatan kapabilitas pegawai/petugas untuk BBP2TP Medan sebanyak 43 orang, BBP2TP Surabaya sebanyak 180 orang, BBP2TP Ambon sebanyak 53 orang dan BPTP Pontianak sebanyak 105 orang;

o. Monitoring dan evaluasi untuk BBP2TP Medan sebanyak 9 dokumen, BBP2TP Surabaya sebanyak 20 dokumen, BBP2TP


(5)

49 Ambon sebanyak 7 dokumen dan BPTP Pontianak sebanyak 1 dokumen.


(6)