Sahabat Senandika
No.10, September 2003
Yayasan Spiritia
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Jalan-jalan
Kunjungan ke Thailand
Bangkok, Thailand, 13 - 16
September 2003
Oleh Hertin
Setelah selesai workshop di Pattaya, Thailand
sebagaian dari kami pergi ke Bangkok untuk
melakukan kunjungan ke organisasi layanan HIV/
AIDS. Diantaranya adalah dua orang dari Spiritia,
satu dari PITA (kelompok dukungan untuk
Ohidha di Jakarta) dan satu dari JOY (kelompok
dukungan sebaya untuk Odha di Yogyakarta).
Meskipun kami tidak ada dana untuk melakukan
perjalanan ini, kami tetap jalan dengan sedikit
bantuan dari Spiritia untuk mendanai transport
selama di Bangkok.
Hari pertama kami mengunjungi Klinik
Anonymous. Klinik ini semacam laboratorium
yang melayani tes HIV, CD4, Viral Load, hepatitis
B dan sifilis. Sesuai dengan namanya Anonymous
Clinic, klinik ini menggunakan kode angka saja
untuk mengetahui identitas pasiennya. Prosedur
untuk tes adalah mengisi formulir tanpa nama dan
menjawab angket. Setelah selesai, kertas jawaban
angket dimasukkan ke dalam kotak angket agar
orang tidak dapat mengetahui orangnya yang
mana. Selanjutnya masuk ke ruangan konseling,
apapun tesnya, pasien wajib mendapatkan pre dan
post konseling. Sebagian dari kami tes CD4 dan
tes HIV karena layanan yang ramah dan
kerahasian terjamin, disamping itu juga biayanya
cukup murah dibandingkan di Indonesia. Untuk
tes HIV: 80 Baht (Rp.16.000,-), CD4: 400 Baht (Rp.
80.000,-) selesai 3 hari. Viral load: 3000 Baht
(Rp.600.000,-) selesai 1 minggu. Jika ada yang ingin
hasil tes HIV-nya cepat, dibutuhkan 200 Baht dan
hasilnya akan keluar dalam 45 menit.
Klinik ini buka Senin sampai Jumat jam 12.00 19.00, untuk CD4 setiap Jumat dan Sabtu jam
08.00 – 12.00. Ada subsidi untuk orang-orang yang
tidak mampu dan jika CD4-nya rendah mereka
akan dirujuk ke dokter. Jika Tes HIV-nya positif,
mereka disarankan untuk menghadiri Wednesday
Friends Club yaitu kelompok dukungan sebaya
untuk orang yang positif HIV.
Hari kedua, kami pergi ke Thai Drug Use
Network. Mereka lebih bergerak dibidang
advokasi. Setelah itu kami mengunjungi hospis
shelter untuk anak-anak yang positif HIV yang
ditinggal orang tuanya karena AIDS. Tujuan
Shelter ini adalah mengembalikan anak-anak ini
ditengah-tengah keluarganya sendiri. Dengan cara
petugas Outreach mendatangi rumah keluarganya
untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS.
Sebelumnya anak-anak yang tinggal ada 12 orang
dan sekarang tinggal 2 orang, selebihnya sudah
kembali ke keluarganya masing-masing. Perjalanan
dilanjutkan ke hospis shelter untuk orang yang
terinfeksi HIV dari berbagai latar belakang, di sana
mereka diberdayakan dengan diberi pekerjaan
Daftar Isi
Jalan-jalan
Kunjungan ke Thailand
Laporan Kegiatan
Jogjakarta Roundtable Meeting
Pelatihan Keterampilan: Kepemimpinan
untuk Keberhasilan Program
Laporan Kunjungan Penguatan Daerah
November 2001 - Agustus 2003
Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS
Laporan Diskusi Sehari tentang Peran
Orang dengan HIV/AIDS dalam
Program Pencegahan
Pengetahuan adalah kekuatan
1
1
2
2
3
4
4
5
6
Orang HIV-positif Harus Menjadi Sasaran
Utama untuk Upaya Pencegahan
6
HIV Membuat Hepatitis B Lebih Gawat
Secara Bermakna
7
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Konsultasi
7
7
8
Tanya-Jawab
Tips
Tips untuk orang dengan HIV
Positif Fund
8
8
8
Laporan Keuangan Positif Fund
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
8
sesuai dengan kemampuannya. Sekarang yang
tinggal disitu ada 18 orang. Hospis didanai oleh
MSF Belgia.
Hari terakhir kami mengunjungi kantor MSF
Belgia yang mempunyai program untuk HIV/
AIDS. kami disana bertemu dengan dr. Koen, dia
menjelaskan tentang obat ARV dan kami juga
berkonsultasi tentang kesehatan kami masingmasing. Dr. Koen menjelaskan secara detail apa
efek dan keuntungan masing-masing obat hingga
berapa dosis mg yang harus kami gunakan. Kami
berpikir jika ada beberapa dokter seperti beliau di
Indonesia, pasti kesehatan masyarakat Indonesia
akan lebih baik. Sekarang di Indonesia yang benarbenar peduli dengan HIV/AIDS hanya beberapa
orang saja dan mereka sibuknya luar biasa dan
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
menjelaskan apa yang terjadi di dalam tubuh
pasiennya.
Setelah dari kantor MSF Belgia, kami
mengunjungi kantor TNP+. TNP+ membantu
akses obat ARV di Thailand. Berawal dari temanteman yang HIV+, yang tidak mempunyai akses
pengobatan hingga mereka satu persatu meninggal
karena AIDS. Dari situlah mereka mengadvokasi
untuk mendapatkan obat ARV. Kini Thailand
sudah memproduksi obat ARV yang generik dan
Indonesia mengimpor ARV salah satunya dari
Thailand disamping dari India.
Harapan dari kami semua adalah bagaimana
bekerja sama yang solid di semua sektor untuk
pengobatan, perawatan dan penanggulangan HIV/
AIDS dengan sistem payung yang berjalan. Kita
semua tahu pengobatan HIV sudah jauh berjalan
di depan kita. Dan kita masih kelimpungan
mencari dokter yang bekerja dari hati bukan hanya
karena pekerjaan dan rumah sakit yang
memperhatikan kenyamanan dan kerahasiaan
untuk pasien Odha.
Laporan Kegiatan
Jogjakarta
Meeting
Roundtable
Oleh Chris W. Green
Jogjakarta Roundtable Meeting (JRM) on Access
to HIV/AIDS Treatment dilakukan dari 1-4
September 2003. Ada lebih dari 70 peserta dari 14
negara, termasuk 46 dari Indonesia. Beberapa
peserta adalah Odha, dan JOY adalah salah satu
penyelenggara.
2
Tujuan pertemuan ini adalah tindak lanjut dari
Canberra Roundtable on Access, yang diadakan
satu tahun yang lalu. Pada pertemuan itu, peserta
mengingat tujuan WHO untuk memberi terapi
antretroviral (ART) pada 50 persen Odha di negara
berkembang yang membutuhkannya pada 2005.
Waktu itu, adalah jelas bahwa dibutuhkan
peningkatan yang luar biasa dalam program
penyediaan terapi bila tujuan tersebut dapat
tercapai. Sekarang tinggal dua tahun untuk
mencapai tujuan ini, dan oleh karena itu, memang
tepat waktu untuk meninjau kemajuan.
Program JRM terdiri terutama dari tiga kuliah
dan sepuluh studi kasus selama hari pertama dan
kedua, dengan hari ketiga disediakan untuk
pembahasan, pengembangan tindak lanjut dan
konferensi pers.
Sambutan pembukaan, yang dibaca atas nama
Menkokesra, mengingatkan peserta bahwa
pemerintah Indonesia sudah berjanji untuk
memberi subsidi sebesar Rp 200.000 per bulan
pada ART. Namun tidak ada penjelasan
bagaiamana ini akan dilakukan atau kapan mulai.
Pengkajian Elizabeth Reid (penyelenggara
Canberra Roundtable), dengan judul “The Spirit
of Canberra” membangkitkan semangat kami,
dengan mengingatkan kami mengenai janji yang
kami buat satu tahun yang lalu, dan harapan kami
dari pertemuan itu. Sesi ini diikuti oleh pengkajian
oleh Dr. Ying Ru Lo from WHO, yang membahas
pedoman terapi antiretroviral dari WHO, yang
baru diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Walaupun diakui bahwa ada beberapa bagian dari
pedoman ini yang tidak berlaku lagi, proses
memperbaruinya adalah lambat.
Studi kasus yang paling menarik
menggambarkan pengalaman MSF-Perancis di
Kamboja. Laporan ini sangat berguna dan sangat
meningkatkan semangat peserta, dengan memberi
informasi praktis berdasarkan pengalaman dari
program yang sangat berhasil. MSF-Perancis juga
menggambarkan pengalaman umumnya dalam
pemberian ART di negara berkembang selama
beberapa tahun terakhir ini, termasuk informasi
tentang programnya bekerja sama dengan
Pokdiksus, YPI dan Kios Informasi di Jakarta.
Program ini akan memberi ART pada 40 Odha
yang dirujuk oleh organisasi ini.
Dicatat bahwa intervensi MSF ini adalah untuk
menanggapi masalah ‘darurat’, seperti kegiatan
MSF di seluruh dunia, termasuk di Merauke.
Tujuannya bukan untuk mengembangkan
kemampuan atau melatih staf setempat, walaupun
ini mungkin menjadi efek samping. Lagi pula,
tidak ada maksud untuk mengembangkan
Sahabat Senandika No. 10
tanggapan yang berkesinambungan, dan
progamnya biasanya relatif jangka pendek, seperti
program di Kupang dulu. Kita harus wasapada agar
tidak menjadi tergantung pada program MSF ini,
dan harus mempertimbangkan bagaimana
program ini dapat dilanjutkan setelah MSF
menyelesaikannya. Sekali lagi, kita dapat belajar
dari Yayasan Tanpa Batas di Kupang, yang
sekarang mandiri tanpa bantuan MSF.
Karin Timmermans membahas tentang TRIPS,
dan mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan
informasi tentang ARV yang dipaten di Indonesia.
Sesi berikut, oleh Helene Lorinquer dari MSFBelgia, memberi pengarahan tentang advokasi
yang sebaiknya dilakukan.
Kami juga mendengarkan rencana Kimia Farma
untuk membuat ARV di Indonesia. Sesi ini dikaji
oleh Gunawan Pranoto, Direktur Utama Kimia
Farma. Produk yang akan dibuat termasuk AZT,
3TC dan nevirapine, tetapi diskusi dengan Pak
Gunawan, dia mengaku bahwa produksi dalam
negeri tidak akan lebih murah.
Sean Lim dari Action for AIDS di Singapura
mengkajikan masalah GIPA (keterlibatan lebih
luas oleh Odha). Ada beberapa ide untuk
pengembangan program Spiritia. Walaupun Sean
mengatakan belum ada Odha di Singapura yang
siap terbuka, ternyata maksudnya terbuka penuh,
termasuk di TV. Padahal ada banyak aktivis Odha
di sana yang terbuka di radio, dan sering
beradvokasi pada pemerintah Singapura.
Ibu Meiwita dari Ford Foundation membahas
filosofi lembaga donor dalam menilai proposal dan
program.
Sesi akhir adalah brainstorming yang dipimpin
oleh Elizabeth Reid. Tugas pertama adalah untuk
menentukan Spirit of JRM; hasilnya adalah
“Solidarity, Hope, Think Big, Act Now (Solidaritas,
Harapan, Pikiran Besar, Segera Bertindak).”
Setelah itu, kami membahas tindakan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan program agar 50
persen Odha yang membutuhkan ART dapat
memperolehnya pada 2005. Ada beberapa unsur:
Janji Politis; Tindakan Tingkat Wilayah;
Tindakan Tingkat Nasional; dan Dukungan untuk
Odha. Topik ini akan menjadi dasar laporan akhir.
Kesimpulan
Seperti semua pertemuan macam ini, adalah sulit
untuk menilai dampak segera setelah pertemuan
selesai. Yang jelas, untuk mencapai tujuan WHO
(yang sekarang diberi judul “3 by 5” (tiga juta Odha
memperoleh ART pada 2005) akan membutuhkan
upaya yang luar biasa dan pekerjaan yang berat,
serta semangat yang besar. Saya merasa sebagian
besar peserta merasa tugas ini hampir mustahil…
September 2003
Pelatihan Keterampilan:
Kepemimpinan
untuk
Keberhasilan Program
Pattaya, Thailand, 9-12 September 2003
Oleh Hertin
UNDP India melakukan pelatihan dengan tema
Kepemimpinan untuk Keberhasilan Program
untuk Odha se-Asia Pacifik. Peserta 130 orang dari
21 negara. Indonesia mengirimkan delapan orang,
yaitu: dua orang Spiritia, satu orang Pelita Plus
dari Jakarta, satu orang JOY dari Jogyakarta, dua
orang dari Surabaya, satu orang Bali Plus dan satu
orang Yakeba dari Bali dan penerjemah dari PITA
Jakarta.
Di dalam pelatihan tersebut kami diajarkan
menjadi pemimpin. Kami diajarkan bagaimana
membuat konsep dan tetap komitmen dalam visi
dan misi sebagai pemimpin. Setiap peserta
diharapkan membuat suatu terobosan untuk
negara masing-masing sesuai dengan keadaan HIV/
AIDS di negaranya. Peserta dari Indonesia
memilih untuk membuat kelompok dukungan
untuk Ohidha (orang yang hidup dengan HIV/
AIDS) misalnya: Orang tua, keluarga, pacar dan
teman dari Odha. Mengingat masih jarang
kelompok dukungan sebaya untuk Ohidha dan
kebaikan mereka untuk merawat dan
mendampingi Odha. Rencananya akan dibentuk
kelompok dukungan sebaya Ohidha di 4 kota,
yaitu: Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang
berkelanjutan. Di pertengahan bulan Januari 2004
akan diselenggarakan pelatihan yang kedua dengan
melaporkan kegiatan yang dilakukan setelah
pelatihan pertama. UNDP India tidak
memberikan kita dana untuk merealisasikan
kegiatan ini, kami diajarkan untuk tidak
berpatokan dengan dana jika melakukan suatu
kegiatan.
3
Laporan
Kunjungan
Penguatan
Daerah
November 2001 - Agustus
2003
Jakarta, 16 September 2003
Oleh : J.O Bayu Pradjanto
Acara ini diadakan dengan maksud agar pihak
pemerintah khususnya KPA serta pihak
penyandang dana dapat lebih mengetahui
gambaran tentang keadaan HIV/AIDS di
Indonesia yang mungkin unik dari berbagai daerah
yang telah dikunjungi oleh tim Spiritia.
Tim Spiritia yang biasanya berjumlah 4 orang
yang terdiri dari 2 odha dari Jaringan Odha
Indonesia dan 2 orang Spiritia sudah melakukan
kunjungan penguatan daerah ke 36 kota dan 20
propinsi di Indonesia, selama tiga tahun
belakangan ini.
Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dari
pemerintah, lembaga-lembaga donor, parlemen,
LSM, serta yang terpenting adalah temen-teman
odha di Jaringan Odha Indonesia, bertempat di
ruang rapat KPA, di gedung Menko Kesra. Acara
dibuka oleh Bayu yang menjelaskan maksud dan
tujuan diadakannya pertemuan ini, dilanjutkan
oleh Yuni yang memaparkan latar belakang dan
tujuan dari program kunjungan penguatan daerah.
Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi
hasil oleh Daniel, yang merupakan inti dari
pertemuan ini. Presentasi hasil ini cukup banyak
mengangkat kasus - kasus dari berbagai daerah
yang telah kita kunjungi. Dilanjutkan dengan
presentasi dari salah satu kelompok dukungan
sebaya yang dikunjungi dalam program ini, yaitu
Batam Spirit Support yang diwakili oleh dr
Francisca Tanzil. Hal ini menjadi perhatian
tersendiri bagi para undangan karena pengalaman
dari Batam ini sangat penting sebagai contoh bagi
daerah lain.
Acara dilanjutkan dengan rekomendasi oleh
Babe. Rekomendasi ini sangat diperlukan bagi
pemerintah khususnya KPA sebagai tindak lanjut
yang akan di lakukan di masa mendatang.
Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yang berisi
pertanyaan dan masukan dari para undangan,
antara lain dari KPA yang mengatakan bahwa
rekomendasi ini akan dijadikan bahan untuk
pertemuan KPA selanjutnya. Pihak lembaga
donor akan terus berusaha untuk terus membantu.
Dari badan POM mengatakan bahwa selain obat
4
yang sudah beredar, akan diadakan kerja sama
dengan Pokdisus untuk peredaran dan penyediaan
obat ART di Indonesia.
Tanggapan dari wakil parlemen adalah akan
melakukan beberapa aksi dan advokasi, baik
terhadap DPR di pusat atau di daerah. Beliau juga
akan bekerja sama dengan UNICEF untuk
melakukan kunjungan dalam rangka lebih
meningkatkan apresiasi mendorong DPRD
tingkat 1 dan 2 untuk mengatasi kekurangankekurangan yang terjadi.
Setelah diskusi selesai dilanjutkan dengan makan
siang bersama, acara selesai sekitar pukul satu siang
yang ditutup oleh Babe dengan harapan-harapan
kedepan tentang kunjungan penguatan daerah
kedepan yang berusaha terus diupdate, kita semua
berharap tindak lanjut dari berbagai pihak
terutama KPA dan lembaga donor agar
mempergunakan laporan hasil kunjungan
penguatan daerah ini paling tidak sebagai wacana
buat mereka.
Kami menawarkan bagi siapa saja yang ingin
mendapatkan buku laporan hasil kunjungan
penguatan daerah ini dapat menghubungi Spiritia.
Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS
Oleh Chris W. Green
Seperti dibahas sebelumnya di Sahabat
Senandika, sudah sejak tahun lalu ada program
Depkes untuk menyusun Pedoman Nasional
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi
Odha. Tanggung jawab untuk proyek ini
diserahkan pada Rumah Sakit Penyakit Infeksi
Sulianti Saroso (RSPI-SS) di Sunter, yang
sebetulnya sekarang di bawah Direktur-Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL) di Depkes.
Setelah 17 kali pertemuan, Tim Penyusun
telah berhasil menyelesaikan draf buku tersebut.
Untuk mulai mensosialisasikan bukunya, RSPISS melakukan Symposia Pertemuan Ilmiah di
Hotel Sahid Jaya Jakarta, pada 20-21 Agustus,
yang dihadiri oleh hampir 700 peserta, sebagian
besar profesional kesehatan. Di antara
presentasi, ada satu sesi yang mengkajikan
pandangan Odha, termasuk oleh Babe, Andreas
dan Sam Nugraha dari Yayasan Pita.
Program ilmiah termasuk presentasi mengenai
terapi antiretroviral, perawatan untuk anak, dan
VCT. Juga ada presentasi dari Kimia Farma
mengenai rencana produksi ARV di Indonesia
Sahabat Senandika No. 10
(diup-date) pada Jogja Roundtable (lihat artikel
mengenai pertemuan itu), dan oleh Indofarma,
yang bertanggung jawab untuk impor ARV
generik dari Thailand dan India.
Spiritia ambil kesepatan ini untuk membagi
buku kecil dan lembaran informasi kepada
semua peserta, dan kelihatan buku tersebut yang
paling dibaca oleh peserta. Spiritia juga
membuka stand bersama dengan YPI, dan
beberapa Odha menyediakan diri untuk
membagi pengalamannya dengan memakai
terapi antiretroviral, yang menarik cukup
banyak perhatian.
Pada pertemuan ini, juga diluncurkan draf
terjemahan pedoman terapi antiretroviral dari
WHO Wilayah Asia Tenggara (Pedoman
Penggunaan Terapi Antiretorviral: Suatu
pendekatan yang disederhanakan bagi negara
sumber daya terbatas), yang diedit dan diformat
oleh Spiritia untuk Depkes. Ada rencana versi
akhir kedua pedoman akan diluncurkan secara
resmi oleh Menteri Kesehatan pada Hari
Kesehatan Nasional 12 November 2003.
Catatan: Masih ada beberapa eksemplar draf
buku pedoman terapi antiretroviral. Yang
berminat untuk menerimanya, silakan hubungi
Spiritia.
Laporan Diskusi Sehari
tentang Peran Orang
dengan HIV/AIDS dalam
Program Pencegahan
Oleh: Christin Wahyuni
Dalam beberapa tahun terakhir ini kasus baru
HIV/AIDS di Indonesia meningkat sangat tajam,
padahal berbagai cara dan upaya telah dilakukan
untuk menekan penularan HIV/AIDS. Namun
sayangnya program-program pencegahan yang ada
saat ini hanya terfokus pada kelompok resiko
tinggi, seperti pekerja seks, waria, gay, dan
pengguna narkoba melalui IDU.
Sedang orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS,
kurang begitu dilibatkan, padahal dalam hal
pencegahan ini peran orang yang mengetahui
dirinya terinfeksi sangat dibutuhkan agar dapat
menekan kasus baru. Oleh karena itu keterlibatan
Odha (orang dengan HIV/AIDS) dalam
pencegahan penularan HIV ke orang lain sangatlah
penting. Dengan begitu orang yang mengetahui
dirinya terinfeksi HIV/AIDS, harus memiliki
September 2003
kesadaran, pengetahuan dan informasi serta
dukungan yang cukup memadai agar dapat
memutuskan mata rantai penularan HIV/AIDS.
Menyikapi
hal
tersebut,
Spiritia
mengembangkan ide program baru yang
sementara diberi nama “HIV Stop Disini” dan
untuk penerapan program tersebut, perlu disusun
suatu bentuk kegiatan yang jelas dan praktis serta
memungkinkan untuk dilaksanakan. Dan yang
terpenting program tersebut cocok dan nyaman
untuk diterapkan di Indonesia, khususnya untuk
orang dengan HIV/AIDS.
Untuk pembahasan program ini layaknya
seperti apa, Spiritia mengundang 17 Odha dari 9
kota di indonesia dilakukan di Jakarta tanggal 23
September 2003 untuk berdiskusi sehari penuh.
Dan nantinya program ini tidak hanya
dilaksanakan oleh Spiritia saja, namun juga bisa
dilakukan oleh teman-teman dari daerah.
Tujuan sementara dari program tersebut adalah
untuk memotong rantai penularan dengan
mendorong Odha agar melakukan praktek yang
aman dan bertanggung jawab. Selain itu kami juga
ingin memastikan bagaimana kondom bisa tersedia
pada kelompok dukungan sebaya dimana saja. Dan
yang paling penting adalah, orang dengan HIV/
AIDS bisa menunjukkan kepada masyarakat
bahwa kami punya kepedulian dengan upaya
mengurangi penularan HIV.
Diskusi ini dimulai dengan peninjauan tentang
program yang pernah dilakukan di AS dan juga
uraian tentang latar belakang dari pertemuan
diskusi tersebut. Setelah itu para peserta membahas
mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam
melaksanakan program pencegahan ini, termasuk
seperti kurangnya kepercayaan diri diantara Odha,
dukungan oleh masyarakat, dan kesulitan untuk
mengungkapkan status HIV-nya. Setelah iti
peserta membahas juga manfaat dari program
tersebut, seperti dapat memutus rantai penularan
HIV/AIDS dan hidup Odha dapat menjadi lebih
positif. Dengan keterlibatan Odha dalam
penanggulangan tersebut, diharapkan masyarakat
luas dapat memnberikan dukungan dan
kepedulianya.
Setelah brainstorming mengenai hambatan dan
manfaat dari program HIV Stop Disini, peserta
dibagi menjadi 3 kelompok untuk membahas dan
menyusun program apa yang sesuai dan dapat
dilaksanakan.
Program tersebut dapat mencakup
pemberdayaan Odha melalui kerjasama dengan
kelompok dukungan sebaya di daerah, dan
melalui pelatihan ketrampilan untuk
meningkatkan kepercayaan diri Odha. Dan setelah
5
setiap kelompok menyerahkan hasil diskusi dari
program yang mereka bahas, peserta mengusulkan
beberapa nama yang dipercaya dapat menyusun
hasil program yang diusulkan oleh masing-masing
kelompok dan akan dipresentasikan di depan
stakeholders yang telah diundang. Program yang
dibahas dan dipresentasikan meliputi:
• Media KIE yang dapat disebarluaskan melalui
buletin bulanan Senandika yang diterbitkan oleh
Spiritia sebagai alat komunikasi dengan sesama
Odha didalam jaringan
• Pemberdayaan dan dukungan bagi Odha agar
dapat terlibat secara terus menerus
• Kelompok Dukungan Sebaya yang dapat
melakukan program tersebut didaerahnya masingmasing dengan Program:
• Pembentukan Dukungan Sebaya
• Pelatihan ketrampilan konseling sebaya
• Ketersediaan kondom di masing-masing
Kelompok Dukungan Sebaya
• Pencegahan penularan dari ibu hamil HIVpositif ke bayinya
• Program-pogram pelatihan dan ketrampilan
tentang perubahan perilaku
• Advokasi untuk VCT, ARV, Kondom / jarum
suntik dan layanan kesehatan
• Mensosialisasikan program HIV Stop Disini
• Pemantauan dan evaluasi
Sedangkan dari stakeholder yang hadir termasuk
wakil dari:
• Komisi Penggulangan AIDS (KPA),
• Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS)
• Program Pengembangan PBB (UNDP)
• Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care
Project (IHPCP), lembaga donor yang didanai
oleh AusAID
• Aksi Stop AIDS (ASA), lembaga donor yang
didanai oleh USAID
Selain itu peserta juga membuat kesepakatan dan
suatu pernyataan yang bunyinya sebagai berikut:
Saat ini penggulangan HIV/AIDS di Indonesia
masih menjangkau kepada kelompok atau orangorang yang berisiko tinggi saja, sedangkan orang
HIV-positif kurang dilibatkan secara nyata.
Padahal sebagai oramg HIV-positif memegang
peranan penting dalam pemutusan mata rantai
rantai penularan.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang
HIV-positif adalah bagian dari masalah,
seharusnya orang HIV-positif ditempatkan sebagai
bagian dari solusi.
Kami, 17 Odha dari 9 kota di Indonesia, disni
bersama-sama sepakat untuk membuat suatu
komitment:
• Sepakat untuk melaksanakan HIV Stop
6
Disini, mulai dari kami sendiri
• Kami akan berusaha mensosialisasikan
kepada orang lain
• Keterlibatan kami disini, memerlukan
dukungan dari berbagai pihak
Pada sesi terakhir kami juga mengundang media
massa cetak dan elektronik untuk melakukan
konferensi pers. Dan kebetulan beberapa teman
peserta sudah siap terbuka untuk media apapun,
dan akhirnya koferensi pers berjalan lancar dengan
media dari TV, Radio dan Koran.
Pengetahuan
adalah kekuatan
Orang HIV-positif Harus
Menjadi Sasaran Utama
untuk Upaya Pencegahan
Oleh Michael Carter, 17 April 2003
Upaya pencegahan HIV yang terfokus pada
orang yang sudah terinfeksi HIV harus dianggap
“prioritas kesehatan masyarakat” menurut tajuk
rencana oleh sekelompok dokter kesehatan
masyarakat dan HIV di jurnal Sexually
Transmitted Infections edisi April 2003.
Karena hanya orang yang terinfeksi dapat
menularkan HIV, “upaya pencegahan harus
dikenali untuk mereka yang hidup dengan HIV.”
Ini menurut tajuk rencana tersebut. Para penulis
menyoroti tiga alasan mengapa upaya pencegahan
harus disasarkan pada orang yang sudah
didiagnosis HIV: bukti bahwa sedikitnya sepertiga
orang HIV-positif melakukan hubungan seks
vagina atau anal tanpa kondom; untuk
memperbaiki kesehatan orang HIV-positif dengan
mengurangi jumlah infeksi menular seksualnya
(IMS); dan, karena IMS dapat meningkatkan daya
menular HIV seseorang, mengurangi prevalensi
IMS pada Odha akan membantu mengurangi
penularan HIV sendiri.
Para penulis juga menyoroti risiko Odha
mengalami ‘superinfeksi’ (terinfeksi dengan jenis
HIV lain) dari hubungan seks tanpa kondom.
Para penulis menunjukkan bahwa ada
serangakain pengaruh biologis, perkembangan,
hubungan, sosial, psikologis, budaya dan
lingkungan yang berbeda yang menggarisbawahi
Sahabat Senandika No. 10
melakukan dan meneruskan perilaku yang
berisiko seksual atau yang melindungi. Namun
mereka menyoroti terapi antiretroviral sebagai
faktor risiko yang ‘muncul’, karena ini dapat
mengarah pada kecenderungan akan orang HIVpositif melakukan hubungan seks tanpa kondom.
Upaya pencegahan harus dipertingkatkan, akses
ke pengobatan harus diperluaskan, dan
pencegahan
HIV
dipadukan
dalam
penatalaksanaan klinis, penulis menyarankan.
Masalah sosial sering dihadapai oleh orang HIVpositif juga disoroti, sebagai rintangan potensial
pada upaya pencegahan, seperti juga ‘mosaik’
subkelompok yang dipengaruhi oleh HIV.
Para penulis juga melawan rasa cuwek terhadap
HIV yang sudah muncul di negara yang lebih kaya
sejak timbulnya terapi antiretroviral. Mereka
meminta tindakan secara mendesak, dengan
menyimpulkan bahwa “sudah waktu untuk
tanggapan yang cepat, tegas dan terpadu; jika kita
pasif, ini hanya akan mengabdikan epidemi HIV.”
Referensi: DiClemente RJ et al. Prevention interventions for HIV
positive individuals. Sexually Transmitted Infections, 39: 393–395,
2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=2023
HIV Membuat Hepatitis B
Lebih Gawat Secara
Bermakna
Para peneliti di Johns Hopkins menemukan
bahwa lelaki terinfeksi hepatitis B bersama dengan
HIV, 17 kali lebih mungkin meninggal
dibandingkan mereka dengan hepatitis B saja.
“Hasil ini menggarisbawahi pentingnya
pencegahan, pengobatan dan penatalaksanaan
hepatitis B secara luas pada orang terinfeksi HIV,”
kata dr. Chloe Thio, penulis utama penelitian dan
lektor kedokteran pada divisi penyakit menular
di Johns Hopkins.
Angka rendah kematian terkait penyakit hati
pada lelaki dengan hepatitis B saja cocok dengan
20-30 tahun yang dibutuhkan agar penyulitan
hepatitis B berkembang, jelas Thio. Laporan
komplet, “HIV-1, Hepatitis B Virus, and Risk of
Liver-Related Mortality in the Multicenter Cohort
Study (MACS),” diterbitkan di Lancet
(2002;360;9349).
Namun, karena HIV dan hepatitis B menular
dengan cara yang sama, infeksi bersama adalah
umum. Hingga sepuluh persen orang yang
terinfeksi HIV juga terinfeksi hepatitis B. “Hasil
kami mengesankan bahwa HIV meningkatkan
September 2003
keparahan infeksi hepatitis B, dan bahwa dokter
mungkin akan lihat peningkatan pada penyakit
hati terkait hepatitis B pada orang yang hidup
dengan HIV, yang berjumlah satu juta, di AS,”
kata Thio.
Thio dan rekan-rekan menganalisis data klinis,
dan contoh darah dan jaringan dari 5.293 lelaki
terlibat dalam Multicenter AIDS Cohort Study
dari 1994 hingga 2000. Para peneliti
membandingkan angka kematian akibat penyakit
hati untuk empat kelompok pasien: lelaki
terinfeksi HIV, lelaki terinfeksi hepatitis B, lelaki
dengan kedua virus, dan lelaki tanpa virus.
Mereka menemukan bahwa enam persen lelaki
(326) hepatitis B. Di antara mereka, 213 (65 persen)
juga HIV. Dari 4.987 lelaki tanpa hepatitis B, 2.346
(47 persen) HIV. Kematian terkait penyakit hati
terbesar pada lelaki dengan HIV tahap lanjut
(diukur dengan jumlah CD4) dan dua kali lebih
besar setelah 1996, waktu terapi HIV yang sangat
efektif mulai dipakai.
“Menentukan efek buruk yang mungkin dari
penggunaan terapi HIV jangka panjang, dan
menilai interaksi yang mungkin dengan infeksi
hepatitis B adalah pertanyaan kunci yang akan
dihadapi oleh penelitian lanjut kami,” katakan
Alvaro Mu, PhD, profesor epidemilogi di Johns
Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Sumber: AIDS Weekly, 6 Januari 2003
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Pada September 2003, Yayasan Spiritia telah
menerbit satu lagi lembaran informasi untuk
Odha, sbb:
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 432—Efavirenz
Dengan ini, sudah diterbitkan 76 lembaran
informasi dalam seri ini.
Juga ada 1 lembaran informasi yang direvisi:
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV)
dan HIV
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini
atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan
hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS
dapat akses file ini dengan browse ke:
7
Konsultasi
Positif Fund
Tanya-Jawab
Laporan Keuangan Positif
Fund
Apakah Orang Dapat Terinfeksi HIV
dari Nanah?
T: Apakah nanah yang keluar dari kuping yang
sakit dianggap dapat menularkan HIV?
J: Karena nanah terdiri terutama dari neutrofil
(yang tidak diketahui mengandung HIV), bukan
limfosit (sel yang terutama mengandung HIV),
nanah yang tidak berdarah lebih kecil
kemungkinan menularkan HIV dibandingkan
darah. Namun nanah tersebut dapat berisiko
menularkan infeksi lain, selain HIV. Saya
mengusulkan dipakai sarung tangan untuk jika
menangani atau membersihkan semua cairan
tubuh.
URL: http://www.hopkins-ssjs.org/forum/
view_question.html?section_id=62&id=73713&category_id=0
Tips
Tips untuk orang dengan HIV
Menjaga kebersihan makanan sangat penting
untuk melindungi dari infeksi yang bisa terbawa
oleh makanan atau air minum. Cuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan jaga semua
peralatan dapur, permukaan dan ruang dapur
tetap bersih.
Cuci semua buah dan sayuran. Jangan makan
daging atau telur mentah atau kurang matang
dan segera bersihkan cairan yang keluar dari
daging mentah. Simpan sisa makanan dalam
kulkas dan jangan disimpan lebih dari tiga hari.
Periksa tanggal kadaluwarsa makanan. Jangan
membeli atau memakai makanan yang sudah
kadaluwarsa.
Beberapa kuman disebarkan melalui air
ledeng. Sebaiknya menggunakan air kemasan
botol.
Periode September 2003
Saldo awal 1 September 2003
10,888,100
Penerimaan di bulan September 20031,231,600
Total penerimaan
12,119,700
Pengeluaran selama bulan September:
Item
Jumlah
Pengobatan
237,500
Transportasi
195,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
-
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
432,500
Saldo akhir Positive Fund per 30 Sep
11,687,200
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.
8
Sahabat Senandika No. 10
Yayasan Spiritia
Sahabat Senandika
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha
Jalan-jalan
Kunjungan ke Thailand
Bangkok, Thailand, 13 - 16
September 2003
Oleh Hertin
Setelah selesai workshop di Pattaya, Thailand
sebagaian dari kami pergi ke Bangkok untuk
melakukan kunjungan ke organisasi layanan HIV/
AIDS. Diantaranya adalah dua orang dari Spiritia,
satu dari PITA (kelompok dukungan untuk
Ohidha di Jakarta) dan satu dari JOY (kelompok
dukungan sebaya untuk Odha di Yogyakarta).
Meskipun kami tidak ada dana untuk melakukan
perjalanan ini, kami tetap jalan dengan sedikit
bantuan dari Spiritia untuk mendanai transport
selama di Bangkok.
Hari pertama kami mengunjungi Klinik
Anonymous. Klinik ini semacam laboratorium
yang melayani tes HIV, CD4, Viral Load, hepatitis
B dan sifilis. Sesuai dengan namanya Anonymous
Clinic, klinik ini menggunakan kode angka saja
untuk mengetahui identitas pasiennya. Prosedur
untuk tes adalah mengisi formulir tanpa nama dan
menjawab angket. Setelah selesai, kertas jawaban
angket dimasukkan ke dalam kotak angket agar
orang tidak dapat mengetahui orangnya yang
mana. Selanjutnya masuk ke ruangan konseling,
apapun tesnya, pasien wajib mendapatkan pre dan
post konseling. Sebagian dari kami tes CD4 dan
tes HIV karena layanan yang ramah dan
kerahasian terjamin, disamping itu juga biayanya
cukup murah dibandingkan di Indonesia. Untuk
tes HIV: 80 Baht (Rp.16.000,-), CD4: 400 Baht (Rp.
80.000,-) selesai 3 hari. Viral load: 3000 Baht
(Rp.600.000,-) selesai 1 minggu. Jika ada yang ingin
hasil tes HIV-nya cepat, dibutuhkan 200 Baht dan
hasilnya akan keluar dalam 45 menit.
Klinik ini buka Senin sampai Jumat jam 12.00 19.00, untuk CD4 setiap Jumat dan Sabtu jam
08.00 – 12.00. Ada subsidi untuk orang-orang yang
tidak mampu dan jika CD4-nya rendah mereka
akan dirujuk ke dokter. Jika Tes HIV-nya positif,
mereka disarankan untuk menghadiri Wednesday
Friends Club yaitu kelompok dukungan sebaya
untuk orang yang positif HIV.
Hari kedua, kami pergi ke Thai Drug Use
Network. Mereka lebih bergerak dibidang
advokasi. Setelah itu kami mengunjungi hospis
shelter untuk anak-anak yang positif HIV yang
ditinggal orang tuanya karena AIDS. Tujuan
Shelter ini adalah mengembalikan anak-anak ini
ditengah-tengah keluarganya sendiri. Dengan cara
petugas Outreach mendatangi rumah keluarganya
untuk memberikan informasi tentang HIV/AIDS.
Sebelumnya anak-anak yang tinggal ada 12 orang
dan sekarang tinggal 2 orang, selebihnya sudah
kembali ke keluarganya masing-masing. Perjalanan
dilanjutkan ke hospis shelter untuk orang yang
terinfeksi HIV dari berbagai latar belakang, di sana
mereka diberdayakan dengan diberi pekerjaan
Daftar Isi
Jalan-jalan
Kunjungan ke Thailand
Laporan Kegiatan
Jogjakarta Roundtable Meeting
Pelatihan Keterampilan: Kepemimpinan
untuk Keberhasilan Program
Laporan Kunjungan Penguatan Daerah
November 2001 - Agustus 2003
Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS
Laporan Diskusi Sehari tentang Peran
Orang dengan HIV/AIDS dalam
Program Pencegahan
Pengetahuan adalah kekuatan
1
1
2
2
3
4
4
5
6
Orang HIV-positif Harus Menjadi Sasaran
Utama untuk Upaya Pencegahan
6
HIV Membuat Hepatitis B Lebih Gawat
Secara Bermakna
7
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Konsultasi
7
7
8
Tanya-Jawab
Tips
Tips untuk orang dengan HIV
Positif Fund
8
8
8
Laporan Keuangan Positif Fund
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
8
sesuai dengan kemampuannya. Sekarang yang
tinggal disitu ada 18 orang. Hospis didanai oleh
MSF Belgia.
Hari terakhir kami mengunjungi kantor MSF
Belgia yang mempunyai program untuk HIV/
AIDS. kami disana bertemu dengan dr. Koen, dia
menjelaskan tentang obat ARV dan kami juga
berkonsultasi tentang kesehatan kami masingmasing. Dr. Koen menjelaskan secara detail apa
efek dan keuntungan masing-masing obat hingga
berapa dosis mg yang harus kami gunakan. Kami
berpikir jika ada beberapa dokter seperti beliau di
Indonesia, pasti kesehatan masyarakat Indonesia
akan lebih baik. Sekarang di Indonesia yang benarbenar peduli dengan HIV/AIDS hanya beberapa
orang saja dan mereka sibuknya luar biasa dan
tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
menjelaskan apa yang terjadi di dalam tubuh
pasiennya.
Setelah dari kantor MSF Belgia, kami
mengunjungi kantor TNP+. TNP+ membantu
akses obat ARV di Thailand. Berawal dari temanteman yang HIV+, yang tidak mempunyai akses
pengobatan hingga mereka satu persatu meninggal
karena AIDS. Dari situlah mereka mengadvokasi
untuk mendapatkan obat ARV. Kini Thailand
sudah memproduksi obat ARV yang generik dan
Indonesia mengimpor ARV salah satunya dari
Thailand disamping dari India.
Harapan dari kami semua adalah bagaimana
bekerja sama yang solid di semua sektor untuk
pengobatan, perawatan dan penanggulangan HIV/
AIDS dengan sistem payung yang berjalan. Kita
semua tahu pengobatan HIV sudah jauh berjalan
di depan kita. Dan kita masih kelimpungan
mencari dokter yang bekerja dari hati bukan hanya
karena pekerjaan dan rumah sakit yang
memperhatikan kenyamanan dan kerahasiaan
untuk pasien Odha.
Laporan Kegiatan
Jogjakarta
Meeting
Roundtable
Oleh Chris W. Green
Jogjakarta Roundtable Meeting (JRM) on Access
to HIV/AIDS Treatment dilakukan dari 1-4
September 2003. Ada lebih dari 70 peserta dari 14
negara, termasuk 46 dari Indonesia. Beberapa
peserta adalah Odha, dan JOY adalah salah satu
penyelenggara.
2
Tujuan pertemuan ini adalah tindak lanjut dari
Canberra Roundtable on Access, yang diadakan
satu tahun yang lalu. Pada pertemuan itu, peserta
mengingat tujuan WHO untuk memberi terapi
antretroviral (ART) pada 50 persen Odha di negara
berkembang yang membutuhkannya pada 2005.
Waktu itu, adalah jelas bahwa dibutuhkan
peningkatan yang luar biasa dalam program
penyediaan terapi bila tujuan tersebut dapat
tercapai. Sekarang tinggal dua tahun untuk
mencapai tujuan ini, dan oleh karena itu, memang
tepat waktu untuk meninjau kemajuan.
Program JRM terdiri terutama dari tiga kuliah
dan sepuluh studi kasus selama hari pertama dan
kedua, dengan hari ketiga disediakan untuk
pembahasan, pengembangan tindak lanjut dan
konferensi pers.
Sambutan pembukaan, yang dibaca atas nama
Menkokesra, mengingatkan peserta bahwa
pemerintah Indonesia sudah berjanji untuk
memberi subsidi sebesar Rp 200.000 per bulan
pada ART. Namun tidak ada penjelasan
bagaiamana ini akan dilakukan atau kapan mulai.
Pengkajian Elizabeth Reid (penyelenggara
Canberra Roundtable), dengan judul “The Spirit
of Canberra” membangkitkan semangat kami,
dengan mengingatkan kami mengenai janji yang
kami buat satu tahun yang lalu, dan harapan kami
dari pertemuan itu. Sesi ini diikuti oleh pengkajian
oleh Dr. Ying Ru Lo from WHO, yang membahas
pedoman terapi antiretroviral dari WHO, yang
baru diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Walaupun diakui bahwa ada beberapa bagian dari
pedoman ini yang tidak berlaku lagi, proses
memperbaruinya adalah lambat.
Studi kasus yang paling menarik
menggambarkan pengalaman MSF-Perancis di
Kamboja. Laporan ini sangat berguna dan sangat
meningkatkan semangat peserta, dengan memberi
informasi praktis berdasarkan pengalaman dari
program yang sangat berhasil. MSF-Perancis juga
menggambarkan pengalaman umumnya dalam
pemberian ART di negara berkembang selama
beberapa tahun terakhir ini, termasuk informasi
tentang programnya bekerja sama dengan
Pokdiksus, YPI dan Kios Informasi di Jakarta.
Program ini akan memberi ART pada 40 Odha
yang dirujuk oleh organisasi ini.
Dicatat bahwa intervensi MSF ini adalah untuk
menanggapi masalah ‘darurat’, seperti kegiatan
MSF di seluruh dunia, termasuk di Merauke.
Tujuannya bukan untuk mengembangkan
kemampuan atau melatih staf setempat, walaupun
ini mungkin menjadi efek samping. Lagi pula,
tidak ada maksud untuk mengembangkan
Sahabat Senandika No. 10
tanggapan yang berkesinambungan, dan
progamnya biasanya relatif jangka pendek, seperti
program di Kupang dulu. Kita harus wasapada agar
tidak menjadi tergantung pada program MSF ini,
dan harus mempertimbangkan bagaimana
program ini dapat dilanjutkan setelah MSF
menyelesaikannya. Sekali lagi, kita dapat belajar
dari Yayasan Tanpa Batas di Kupang, yang
sekarang mandiri tanpa bantuan MSF.
Karin Timmermans membahas tentang TRIPS,
dan mengingatkan kita bahwa kita membutuhkan
informasi tentang ARV yang dipaten di Indonesia.
Sesi berikut, oleh Helene Lorinquer dari MSFBelgia, memberi pengarahan tentang advokasi
yang sebaiknya dilakukan.
Kami juga mendengarkan rencana Kimia Farma
untuk membuat ARV di Indonesia. Sesi ini dikaji
oleh Gunawan Pranoto, Direktur Utama Kimia
Farma. Produk yang akan dibuat termasuk AZT,
3TC dan nevirapine, tetapi diskusi dengan Pak
Gunawan, dia mengaku bahwa produksi dalam
negeri tidak akan lebih murah.
Sean Lim dari Action for AIDS di Singapura
mengkajikan masalah GIPA (keterlibatan lebih
luas oleh Odha). Ada beberapa ide untuk
pengembangan program Spiritia. Walaupun Sean
mengatakan belum ada Odha di Singapura yang
siap terbuka, ternyata maksudnya terbuka penuh,
termasuk di TV. Padahal ada banyak aktivis Odha
di sana yang terbuka di radio, dan sering
beradvokasi pada pemerintah Singapura.
Ibu Meiwita dari Ford Foundation membahas
filosofi lembaga donor dalam menilai proposal dan
program.
Sesi akhir adalah brainstorming yang dipimpin
oleh Elizabeth Reid. Tugas pertama adalah untuk
menentukan Spirit of JRM; hasilnya adalah
“Solidarity, Hope, Think Big, Act Now (Solidaritas,
Harapan, Pikiran Besar, Segera Bertindak).”
Setelah itu, kami membahas tindakan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan program agar 50
persen Odha yang membutuhkan ART dapat
memperolehnya pada 2005. Ada beberapa unsur:
Janji Politis; Tindakan Tingkat Wilayah;
Tindakan Tingkat Nasional; dan Dukungan untuk
Odha. Topik ini akan menjadi dasar laporan akhir.
Kesimpulan
Seperti semua pertemuan macam ini, adalah sulit
untuk menilai dampak segera setelah pertemuan
selesai. Yang jelas, untuk mencapai tujuan WHO
(yang sekarang diberi judul “3 by 5” (tiga juta Odha
memperoleh ART pada 2005) akan membutuhkan
upaya yang luar biasa dan pekerjaan yang berat,
serta semangat yang besar. Saya merasa sebagian
besar peserta merasa tugas ini hampir mustahil…
September 2003
Pelatihan Keterampilan:
Kepemimpinan
untuk
Keberhasilan Program
Pattaya, Thailand, 9-12 September 2003
Oleh Hertin
UNDP India melakukan pelatihan dengan tema
Kepemimpinan untuk Keberhasilan Program
untuk Odha se-Asia Pacifik. Peserta 130 orang dari
21 negara. Indonesia mengirimkan delapan orang,
yaitu: dua orang Spiritia, satu orang Pelita Plus
dari Jakarta, satu orang JOY dari Jogyakarta, dua
orang dari Surabaya, satu orang Bali Plus dan satu
orang Yakeba dari Bali dan penerjemah dari PITA
Jakarta.
Di dalam pelatihan tersebut kami diajarkan
menjadi pemimpin. Kami diajarkan bagaimana
membuat konsep dan tetap komitmen dalam visi
dan misi sebagai pemimpin. Setiap peserta
diharapkan membuat suatu terobosan untuk
negara masing-masing sesuai dengan keadaan HIV/
AIDS di negaranya. Peserta dari Indonesia
memilih untuk membuat kelompok dukungan
untuk Ohidha (orang yang hidup dengan HIV/
AIDS) misalnya: Orang tua, keluarga, pacar dan
teman dari Odha. Mengingat masih jarang
kelompok dukungan sebaya untuk Ohidha dan
kebaikan mereka untuk merawat dan
mendampingi Odha. Rencananya akan dibentuk
kelompok dukungan sebaya Ohidha di 4 kota,
yaitu: Jakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Bali.
Pelatihan ini merupakan pelatihan yang
berkelanjutan. Di pertengahan bulan Januari 2004
akan diselenggarakan pelatihan yang kedua dengan
melaporkan kegiatan yang dilakukan setelah
pelatihan pertama. UNDP India tidak
memberikan kita dana untuk merealisasikan
kegiatan ini, kami diajarkan untuk tidak
berpatokan dengan dana jika melakukan suatu
kegiatan.
3
Laporan
Kunjungan
Penguatan
Daerah
November 2001 - Agustus
2003
Jakarta, 16 September 2003
Oleh : J.O Bayu Pradjanto
Acara ini diadakan dengan maksud agar pihak
pemerintah khususnya KPA serta pihak
penyandang dana dapat lebih mengetahui
gambaran tentang keadaan HIV/AIDS di
Indonesia yang mungkin unik dari berbagai daerah
yang telah dikunjungi oleh tim Spiritia.
Tim Spiritia yang biasanya berjumlah 4 orang
yang terdiri dari 2 odha dari Jaringan Odha
Indonesia dan 2 orang Spiritia sudah melakukan
kunjungan penguatan daerah ke 36 kota dan 20
propinsi di Indonesia, selama tiga tahun
belakangan ini.
Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan dari
pemerintah, lembaga-lembaga donor, parlemen,
LSM, serta yang terpenting adalah temen-teman
odha di Jaringan Odha Indonesia, bertempat di
ruang rapat KPA, di gedung Menko Kesra. Acara
dibuka oleh Bayu yang menjelaskan maksud dan
tujuan diadakannya pertemuan ini, dilanjutkan
oleh Yuni yang memaparkan latar belakang dan
tujuan dari program kunjungan penguatan daerah.
Kemudian acara dilanjutkan dengan presentasi
hasil oleh Daniel, yang merupakan inti dari
pertemuan ini. Presentasi hasil ini cukup banyak
mengangkat kasus - kasus dari berbagai daerah
yang telah kita kunjungi. Dilanjutkan dengan
presentasi dari salah satu kelompok dukungan
sebaya yang dikunjungi dalam program ini, yaitu
Batam Spirit Support yang diwakili oleh dr
Francisca Tanzil. Hal ini menjadi perhatian
tersendiri bagi para undangan karena pengalaman
dari Batam ini sangat penting sebagai contoh bagi
daerah lain.
Acara dilanjutkan dengan rekomendasi oleh
Babe. Rekomendasi ini sangat diperlukan bagi
pemerintah khususnya KPA sebagai tindak lanjut
yang akan di lakukan di masa mendatang.
Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yang berisi
pertanyaan dan masukan dari para undangan,
antara lain dari KPA yang mengatakan bahwa
rekomendasi ini akan dijadikan bahan untuk
pertemuan KPA selanjutnya. Pihak lembaga
donor akan terus berusaha untuk terus membantu.
Dari badan POM mengatakan bahwa selain obat
4
yang sudah beredar, akan diadakan kerja sama
dengan Pokdisus untuk peredaran dan penyediaan
obat ART di Indonesia.
Tanggapan dari wakil parlemen adalah akan
melakukan beberapa aksi dan advokasi, baik
terhadap DPR di pusat atau di daerah. Beliau juga
akan bekerja sama dengan UNICEF untuk
melakukan kunjungan dalam rangka lebih
meningkatkan apresiasi mendorong DPRD
tingkat 1 dan 2 untuk mengatasi kekurangankekurangan yang terjadi.
Setelah diskusi selesai dilanjutkan dengan makan
siang bersama, acara selesai sekitar pukul satu siang
yang ditutup oleh Babe dengan harapan-harapan
kedepan tentang kunjungan penguatan daerah
kedepan yang berusaha terus diupdate, kita semua
berharap tindak lanjut dari berbagai pihak
terutama KPA dan lembaga donor agar
mempergunakan laporan hasil kunjungan
penguatan daerah ini paling tidak sebagai wacana
buat mereka.
Kami menawarkan bagi siapa saja yang ingin
mendapatkan buku laporan hasil kunjungan
penguatan daerah ini dapat menghubungi Spiritia.
Pertemuan Ilmiah HIV/AIDS
Oleh Chris W. Green
Seperti dibahas sebelumnya di Sahabat
Senandika, sudah sejak tahun lalu ada program
Depkes untuk menyusun Pedoman Nasional
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi
Odha. Tanggung jawab untuk proyek ini
diserahkan pada Rumah Sakit Penyakit Infeksi
Sulianti Saroso (RSPI-SS) di Sunter, yang
sebetulnya sekarang di bawah Direktur-Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2MPL) di Depkes.
Setelah 17 kali pertemuan, Tim Penyusun
telah berhasil menyelesaikan draf buku tersebut.
Untuk mulai mensosialisasikan bukunya, RSPISS melakukan Symposia Pertemuan Ilmiah di
Hotel Sahid Jaya Jakarta, pada 20-21 Agustus,
yang dihadiri oleh hampir 700 peserta, sebagian
besar profesional kesehatan. Di antara
presentasi, ada satu sesi yang mengkajikan
pandangan Odha, termasuk oleh Babe, Andreas
dan Sam Nugraha dari Yayasan Pita.
Program ilmiah termasuk presentasi mengenai
terapi antiretroviral, perawatan untuk anak, dan
VCT. Juga ada presentasi dari Kimia Farma
mengenai rencana produksi ARV di Indonesia
Sahabat Senandika No. 10
(diup-date) pada Jogja Roundtable (lihat artikel
mengenai pertemuan itu), dan oleh Indofarma,
yang bertanggung jawab untuk impor ARV
generik dari Thailand dan India.
Spiritia ambil kesepatan ini untuk membagi
buku kecil dan lembaran informasi kepada
semua peserta, dan kelihatan buku tersebut yang
paling dibaca oleh peserta. Spiritia juga
membuka stand bersama dengan YPI, dan
beberapa Odha menyediakan diri untuk
membagi pengalamannya dengan memakai
terapi antiretroviral, yang menarik cukup
banyak perhatian.
Pada pertemuan ini, juga diluncurkan draf
terjemahan pedoman terapi antiretroviral dari
WHO Wilayah Asia Tenggara (Pedoman
Penggunaan Terapi Antiretorviral: Suatu
pendekatan yang disederhanakan bagi negara
sumber daya terbatas), yang diedit dan diformat
oleh Spiritia untuk Depkes. Ada rencana versi
akhir kedua pedoman akan diluncurkan secara
resmi oleh Menteri Kesehatan pada Hari
Kesehatan Nasional 12 November 2003.
Catatan: Masih ada beberapa eksemplar draf
buku pedoman terapi antiretroviral. Yang
berminat untuk menerimanya, silakan hubungi
Spiritia.
Laporan Diskusi Sehari
tentang Peran Orang
dengan HIV/AIDS dalam
Program Pencegahan
Oleh: Christin Wahyuni
Dalam beberapa tahun terakhir ini kasus baru
HIV/AIDS di Indonesia meningkat sangat tajam,
padahal berbagai cara dan upaya telah dilakukan
untuk menekan penularan HIV/AIDS. Namun
sayangnya program-program pencegahan yang ada
saat ini hanya terfokus pada kelompok resiko
tinggi, seperti pekerja seks, waria, gay, dan
pengguna narkoba melalui IDU.
Sedang orang yang sudah terinfeksi HIV/AIDS,
kurang begitu dilibatkan, padahal dalam hal
pencegahan ini peran orang yang mengetahui
dirinya terinfeksi sangat dibutuhkan agar dapat
menekan kasus baru. Oleh karena itu keterlibatan
Odha (orang dengan HIV/AIDS) dalam
pencegahan penularan HIV ke orang lain sangatlah
penting. Dengan begitu orang yang mengetahui
dirinya terinfeksi HIV/AIDS, harus memiliki
September 2003
kesadaran, pengetahuan dan informasi serta
dukungan yang cukup memadai agar dapat
memutuskan mata rantai penularan HIV/AIDS.
Menyikapi
hal
tersebut,
Spiritia
mengembangkan ide program baru yang
sementara diberi nama “HIV Stop Disini” dan
untuk penerapan program tersebut, perlu disusun
suatu bentuk kegiatan yang jelas dan praktis serta
memungkinkan untuk dilaksanakan. Dan yang
terpenting program tersebut cocok dan nyaman
untuk diterapkan di Indonesia, khususnya untuk
orang dengan HIV/AIDS.
Untuk pembahasan program ini layaknya
seperti apa, Spiritia mengundang 17 Odha dari 9
kota di indonesia dilakukan di Jakarta tanggal 23
September 2003 untuk berdiskusi sehari penuh.
Dan nantinya program ini tidak hanya
dilaksanakan oleh Spiritia saja, namun juga bisa
dilakukan oleh teman-teman dari daerah.
Tujuan sementara dari program tersebut adalah
untuk memotong rantai penularan dengan
mendorong Odha agar melakukan praktek yang
aman dan bertanggung jawab. Selain itu kami juga
ingin memastikan bagaimana kondom bisa tersedia
pada kelompok dukungan sebaya dimana saja. Dan
yang paling penting adalah, orang dengan HIV/
AIDS bisa menunjukkan kepada masyarakat
bahwa kami punya kepedulian dengan upaya
mengurangi penularan HIV.
Diskusi ini dimulai dengan peninjauan tentang
program yang pernah dilakukan di AS dan juga
uraian tentang latar belakang dari pertemuan
diskusi tersebut. Setelah itu para peserta membahas
mengenai tantangan yang akan dihadapi dalam
melaksanakan program pencegahan ini, termasuk
seperti kurangnya kepercayaan diri diantara Odha,
dukungan oleh masyarakat, dan kesulitan untuk
mengungkapkan status HIV-nya. Setelah iti
peserta membahas juga manfaat dari program
tersebut, seperti dapat memutus rantai penularan
HIV/AIDS dan hidup Odha dapat menjadi lebih
positif. Dengan keterlibatan Odha dalam
penanggulangan tersebut, diharapkan masyarakat
luas dapat memnberikan dukungan dan
kepedulianya.
Setelah brainstorming mengenai hambatan dan
manfaat dari program HIV Stop Disini, peserta
dibagi menjadi 3 kelompok untuk membahas dan
menyusun program apa yang sesuai dan dapat
dilaksanakan.
Program tersebut dapat mencakup
pemberdayaan Odha melalui kerjasama dengan
kelompok dukungan sebaya di daerah, dan
melalui pelatihan ketrampilan untuk
meningkatkan kepercayaan diri Odha. Dan setelah
5
setiap kelompok menyerahkan hasil diskusi dari
program yang mereka bahas, peserta mengusulkan
beberapa nama yang dipercaya dapat menyusun
hasil program yang diusulkan oleh masing-masing
kelompok dan akan dipresentasikan di depan
stakeholders yang telah diundang. Program yang
dibahas dan dipresentasikan meliputi:
• Media KIE yang dapat disebarluaskan melalui
buletin bulanan Senandika yang diterbitkan oleh
Spiritia sebagai alat komunikasi dengan sesama
Odha didalam jaringan
• Pemberdayaan dan dukungan bagi Odha agar
dapat terlibat secara terus menerus
• Kelompok Dukungan Sebaya yang dapat
melakukan program tersebut didaerahnya masingmasing dengan Program:
• Pembentukan Dukungan Sebaya
• Pelatihan ketrampilan konseling sebaya
• Ketersediaan kondom di masing-masing
Kelompok Dukungan Sebaya
• Pencegahan penularan dari ibu hamil HIVpositif ke bayinya
• Program-pogram pelatihan dan ketrampilan
tentang perubahan perilaku
• Advokasi untuk VCT, ARV, Kondom / jarum
suntik dan layanan kesehatan
• Mensosialisasikan program HIV Stop Disini
• Pemantauan dan evaluasi
Sedangkan dari stakeholder yang hadir termasuk
wakil dari:
• Komisi Penggulangan AIDS (KPA),
• Program PBB untuk HIV/AIDS (UNAIDS)
• Program Pengembangan PBB (UNDP)
• Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care
Project (IHPCP), lembaga donor yang didanai
oleh AusAID
• Aksi Stop AIDS (ASA), lembaga donor yang
didanai oleh USAID
Selain itu peserta juga membuat kesepakatan dan
suatu pernyataan yang bunyinya sebagai berikut:
Saat ini penggulangan HIV/AIDS di Indonesia
masih menjangkau kepada kelompok atau orangorang yang berisiko tinggi saja, sedangkan orang
HIV-positif kurang dilibatkan secara nyata.
Padahal sebagai oramg HIV-positif memegang
peranan penting dalam pemutusan mata rantai
rantai penularan.
Sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang
HIV-positif adalah bagian dari masalah,
seharusnya orang HIV-positif ditempatkan sebagai
bagian dari solusi.
Kami, 17 Odha dari 9 kota di Indonesia, disni
bersama-sama sepakat untuk membuat suatu
komitment:
• Sepakat untuk melaksanakan HIV Stop
6
Disini, mulai dari kami sendiri
• Kami akan berusaha mensosialisasikan
kepada orang lain
• Keterlibatan kami disini, memerlukan
dukungan dari berbagai pihak
Pada sesi terakhir kami juga mengundang media
massa cetak dan elektronik untuk melakukan
konferensi pers. Dan kebetulan beberapa teman
peserta sudah siap terbuka untuk media apapun,
dan akhirnya koferensi pers berjalan lancar dengan
media dari TV, Radio dan Koran.
Pengetahuan
adalah kekuatan
Orang HIV-positif Harus
Menjadi Sasaran Utama
untuk Upaya Pencegahan
Oleh Michael Carter, 17 April 2003
Upaya pencegahan HIV yang terfokus pada
orang yang sudah terinfeksi HIV harus dianggap
“prioritas kesehatan masyarakat” menurut tajuk
rencana oleh sekelompok dokter kesehatan
masyarakat dan HIV di jurnal Sexually
Transmitted Infections edisi April 2003.
Karena hanya orang yang terinfeksi dapat
menularkan HIV, “upaya pencegahan harus
dikenali untuk mereka yang hidup dengan HIV.”
Ini menurut tajuk rencana tersebut. Para penulis
menyoroti tiga alasan mengapa upaya pencegahan
harus disasarkan pada orang yang sudah
didiagnosis HIV: bukti bahwa sedikitnya sepertiga
orang HIV-positif melakukan hubungan seks
vagina atau anal tanpa kondom; untuk
memperbaiki kesehatan orang HIV-positif dengan
mengurangi jumlah infeksi menular seksualnya
(IMS); dan, karena IMS dapat meningkatkan daya
menular HIV seseorang, mengurangi prevalensi
IMS pada Odha akan membantu mengurangi
penularan HIV sendiri.
Para penulis juga menyoroti risiko Odha
mengalami ‘superinfeksi’ (terinfeksi dengan jenis
HIV lain) dari hubungan seks tanpa kondom.
Para penulis menunjukkan bahwa ada
serangakain pengaruh biologis, perkembangan,
hubungan, sosial, psikologis, budaya dan
lingkungan yang berbeda yang menggarisbawahi
Sahabat Senandika No. 10
melakukan dan meneruskan perilaku yang
berisiko seksual atau yang melindungi. Namun
mereka menyoroti terapi antiretroviral sebagai
faktor risiko yang ‘muncul’, karena ini dapat
mengarah pada kecenderungan akan orang HIVpositif melakukan hubungan seks tanpa kondom.
Upaya pencegahan harus dipertingkatkan, akses
ke pengobatan harus diperluaskan, dan
pencegahan
HIV
dipadukan
dalam
penatalaksanaan klinis, penulis menyarankan.
Masalah sosial sering dihadapai oleh orang HIVpositif juga disoroti, sebagai rintangan potensial
pada upaya pencegahan, seperti juga ‘mosaik’
subkelompok yang dipengaruhi oleh HIV.
Para penulis juga melawan rasa cuwek terhadap
HIV yang sudah muncul di negara yang lebih kaya
sejak timbulnya terapi antiretroviral. Mereka
meminta tindakan secara mendesak, dengan
menyimpulkan bahwa “sudah waktu untuk
tanggapan yang cepat, tegas dan terpadu; jika kita
pasif, ini hanya akan mengabdikan epidemi HIV.”
Referensi: DiClemente RJ et al. Prevention interventions for HIV
positive individuals. Sexually Transmitted Infections, 39: 393–395,
2003.
URL: http://www.aidsmap.com/news/
newsdisplay2.asp?newsId=2023
HIV Membuat Hepatitis B
Lebih Gawat Secara
Bermakna
Para peneliti di Johns Hopkins menemukan
bahwa lelaki terinfeksi hepatitis B bersama dengan
HIV, 17 kali lebih mungkin meninggal
dibandingkan mereka dengan hepatitis B saja.
“Hasil ini menggarisbawahi pentingnya
pencegahan, pengobatan dan penatalaksanaan
hepatitis B secara luas pada orang terinfeksi HIV,”
kata dr. Chloe Thio, penulis utama penelitian dan
lektor kedokteran pada divisi penyakit menular
di Johns Hopkins.
Angka rendah kematian terkait penyakit hati
pada lelaki dengan hepatitis B saja cocok dengan
20-30 tahun yang dibutuhkan agar penyulitan
hepatitis B berkembang, jelas Thio. Laporan
komplet, “HIV-1, Hepatitis B Virus, and Risk of
Liver-Related Mortality in the Multicenter Cohort
Study (MACS),” diterbitkan di Lancet
(2002;360;9349).
Namun, karena HIV dan hepatitis B menular
dengan cara yang sama, infeksi bersama adalah
umum. Hingga sepuluh persen orang yang
terinfeksi HIV juga terinfeksi hepatitis B. “Hasil
kami mengesankan bahwa HIV meningkatkan
September 2003
keparahan infeksi hepatitis B, dan bahwa dokter
mungkin akan lihat peningkatan pada penyakit
hati terkait hepatitis B pada orang yang hidup
dengan HIV, yang berjumlah satu juta, di AS,”
kata Thio.
Thio dan rekan-rekan menganalisis data klinis,
dan contoh darah dan jaringan dari 5.293 lelaki
terlibat dalam Multicenter AIDS Cohort Study
dari 1994 hingga 2000. Para peneliti
membandingkan angka kematian akibat penyakit
hati untuk empat kelompok pasien: lelaki
terinfeksi HIV, lelaki terinfeksi hepatitis B, lelaki
dengan kedua virus, dan lelaki tanpa virus.
Mereka menemukan bahwa enam persen lelaki
(326) hepatitis B. Di antara mereka, 213 (65 persen)
juga HIV. Dari 4.987 lelaki tanpa hepatitis B, 2.346
(47 persen) HIV. Kematian terkait penyakit hati
terbesar pada lelaki dengan HIV tahap lanjut
(diukur dengan jumlah CD4) dan dua kali lebih
besar setelah 1996, waktu terapi HIV yang sangat
efektif mulai dipakai.
“Menentukan efek buruk yang mungkin dari
penggunaan terapi HIV jangka panjang, dan
menilai interaksi yang mungkin dengan infeksi
hepatitis B adalah pertanyaan kunci yang akan
dihadapi oleh penelitian lanjut kami,” katakan
Alvaro Mu, PhD, profesor epidemilogi di Johns
Hopkins Bloomberg School of Public Health.
Sumber: AIDS Weekly, 6 Januari 2003
Pojok Info
Lembaran Informasi Baru
Pada September 2003, Yayasan Spiritia telah
menerbit satu lagi lembaran informasi untuk
Odha, sbb:
• Terapi Antiretroviral
Lembaran Informasi 432—Efavirenz
Dengan ini, sudah diterbitkan 76 lembaran
informasi dalam seri ini.
Juga ada 1 lembaran informasi yang direvisi:
• Infeksi Oportunistik
Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV)
dan HIV
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini
atau seri Lembaran Informasi komplet, silakan
hubungi Yayasan Spiritia dengan alamat di
halaman belakang. Anggota milis WartaAIDS
dapat akses file ini dengan browse ke:
7
Konsultasi
Positif Fund
Tanya-Jawab
Laporan Keuangan Positif
Fund
Apakah Orang Dapat Terinfeksi HIV
dari Nanah?
T: Apakah nanah yang keluar dari kuping yang
sakit dianggap dapat menularkan HIV?
J: Karena nanah terdiri terutama dari neutrofil
(yang tidak diketahui mengandung HIV), bukan
limfosit (sel yang terutama mengandung HIV),
nanah yang tidak berdarah lebih kecil
kemungkinan menularkan HIV dibandingkan
darah. Namun nanah tersebut dapat berisiko
menularkan infeksi lain, selain HIV. Saya
mengusulkan dipakai sarung tangan untuk jika
menangani atau membersihkan semua cairan
tubuh.
URL: http://www.hopkins-ssjs.org/forum/
view_question.html?section_id=62&id=73713&category_id=0
Tips
Tips untuk orang dengan HIV
Menjaga kebersihan makanan sangat penting
untuk melindungi dari infeksi yang bisa terbawa
oleh makanan atau air minum. Cuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan jaga semua
peralatan dapur, permukaan dan ruang dapur
tetap bersih.
Cuci semua buah dan sayuran. Jangan makan
daging atau telur mentah atau kurang matang
dan segera bersihkan cairan yang keluar dari
daging mentah. Simpan sisa makanan dalam
kulkas dan jangan disimpan lebih dari tiga hari.
Periksa tanggal kadaluwarsa makanan. Jangan
membeli atau memakai makanan yang sudah
kadaluwarsa.
Beberapa kuman disebarkan melalui air
ledeng. Sebaiknya menggunakan air kemasan
botol.
Periode September 2003
Saldo awal 1 September 2003
10,888,100
Penerimaan di bulan September 20031,231,600
Total penerimaan
12,119,700
Pengeluaran selama bulan September:
Item
Jumlah
Pengobatan
237,500
Transportasi
195,000
Komunikasi
-
Peralatan / Pemeliharaan
-
Modal Usaha
-
Total pengeluaran
432,500
Saldo akhir Positive Fund per 30 Sep
11,687,200
Sahabat Senandika
Diterbitkan sekali sebulan oleh
Yayasan Spiritia
dengan dukungan
T H E FORD
AT I ON
DA
FOU N D
Kantor Redaksi:
Jl Radio IV/10
Kebayoran Baru
Jakarta 12130
Telp: (021) 7279 7007
Fax: (021) 726-9521
E-mail: [email protected]
Editor:
Hertin Setyowati
Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).
Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi
dengan dokter.
8
Sahabat Senandika No. 10