PENGGUNAAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS XI SMK PADA MATERI FLUIDA STATIS.
Sudirman, 2012
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... ……….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian... 7
E. Hipotesis penelitian ... 7
F. Definisi Operasional ... 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 10
B. Metode Eksperimen ... 15
C. Media Set Eksperimen ... 19
D. Penguasaan Konsep ... 23
E. Keterampilan Berfikir Kritis ... 28
F. Materi Fluida Statis ... 31
G. Kaitan antara Pembelajaran dengan Variabel Penelitian ... 38
I. Penelitian yang Relevan... 41
BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 44
B. Prosedur Penelitian ... 45
C. Subyek Penelitian ... 46
D. Alur Penelitian... 48
E. Instrumen Penelitian ... 49
F. Data dan Teknik Pengolahan Data ... 56
G. Prosedur dan Teknik Analisis Data ... 57
H. Deskripsi Hasil Uji Coba Instrumen ... 63
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65
1. Deskripsi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 65
(2)
Sudirman, 2012
3. Peningkatan Keterampilan Berfikir Kritis ... 76
4. Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran ... 84
B. Pembahasan ... 86
1. Keterlaksanaan Model pembelajaran berbasis masalah (Problem Basesd Learning) dari Aktifitas Siswa dan Guru Selama Proses Pembelajaran ... 86
2. Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Fluida Statis ... 89
3. Keterampilan Berfikir Kritis Siswa pada Materi Fluida Statis ... 94
4. Tanggapan Siswa Terhadap Model Pembelajaran ... 98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 101
B. Saran... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 103
(3)
Sudirman, 2012
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Sintaksis dalam Problem Based Learning ... 14
Tabel 2.2. Kata Kerja operasional Tingkatan Kognitif Menurut Anderson ... 27
Tabel 2.3. klasifikasi keterampilan berfikir kritis ... 29
Tabel 3.1. Desain Penelitian the static group pretest-posttest ... 44
Tabel 3.2. Kategori Validitas Butir Soal ... 52
Tabel 3.3. Kategori Reliabelitas Butir Soal ... 54
Tabel 3.4. Kategori Tingkat Kesukaran ... 55
Tabel 3.5. Kategori daya pembeda ... 56
Tabel 3.6. Kriteria nilai N-gain ... 60
Tabel 3.7. Hasil Uji Coba Tes Soal Penguasaan Konsep ... 64
Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Tes Keterampilan Berfikir Kritis ... 65
Tabel 4.1. Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Pada Guru ... 66
Tabel 4.2. Hasil Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran Pada Siswa ... 68
Tabel 4.3. Hasil uji Normalitas pretest dan N-gain penguasaan konsep kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ... 71
Tabel 4.4. Hasil uji homogenitas skor pretes dan N-gain penguasaan konsep kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ... 72
Tabel 4.5. Hasil uji-t pada pretest dan N-gain untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ... 74
Tabel 4.6. Hasil uji normalitas pretest dan N-gain keterampilan berfikir kritis siswa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ... 79
Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas skor pretest dan N-gain Kelas Eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 ... 80
Tabel 4.8. Hasil Uji-t pada pretest dan N-gain untuk kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 ... 82
(4)
Sudirman, 2012
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Alur Pembelajaran Problem Based Learning... 13
Gambar 2.2. Tekanan hidrostatis yang di alami oleh sebuah titik terhadap kedalaman ... 32
Gambar 2.3 Bejana Berhubungan (Merupakan Aplikasi Hukum Paskal).... 34
Gambar 2.4 Sebuah Bola yang Dicelupkan ke Dalam Air ... 35
Gambar 2.5 Keadaan benda di dalam zat cair (fluida) ... 37
Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 48
Gambar 3.2 Alur Pengolahan Data... 59
Gambar 4.1. Diagram Perbandingan Skor Rata-Rata Pretest, Posttest dan N-gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep Siswa Kelas Ekseperimen dan Kelas Kontrol ... 69
Gambar 4.2. Diagram Pretest, Posttest dan N-gain penguasaan konsep tiap indikator ... 76
Gambar 4.3. Diagram Perbandingan Skor Rata-Rata Pretest, Posttest dan N-gain yang Dinormalisasi Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77
Gambar 4.4. Diagram Pretest, Posttest dan N-gain Keterampilan Berfikir Kritis Tiap Indikator ... 84
(5)
Sudirman, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 107
Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 146
Lampiran C : Lembar Judgement Instrumen ... 191
Lampiran D : Hasil penelitian ... 208
Lampiran E : Pengolahan Data ... 219
(6)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kurikulum SMK terdiri atas berbagai kelompok mata pelajaran salah satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berperan penting sebagai dasar membentuk pengetahuan siswa untuk mengetahui bagaimana terjadinya fenomena alam. IPA juga memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, IPA perlu dipelajari, baik dalam jenjang pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Salah satu komponen mata pelajaran IPA di dalam struktur kurikulum SMK yaitu Fisika.
Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Selain itu Haratua, Stepanus, Hairida, (2002) mengatakan bahwa dalam pelajaran fisika selain mempelajari peristiwa atau fenomena alam juga dapat berperan untuk melatih siswa berpikir secara kritis.
Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang diyakini dan apa yang dilakukan (Ennis, 1995). Selain berpikir kritis siswa juga di tuntut untuk menguasai konsep-konsep yang ada dalam Fisika. Rosser (dalam Dahar 1996: 80) mengatakan bahwa konsep merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama. Karena itu merujuk pada pernyataan
(7)
tersebut dan tidak ada dua orang yang memiliki pengalaman yang persis sama, maka konsep-konsep yang dibentuk orang mungkin berbeda pula. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep dianalogikan seperti batu-batu pembangunan berpikir. Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.
Untuk memahami konsep-konsep abstrak dalam fisika secara umum dibutuhkan kemampuan penalaran yang tinggi. Untuk mencapai kemampuan penalaran yang tinggi siswa perlu dibiasakan dengan cara belajar yang menuntut penggunaan penalaran. Dengan terlatih menggunakan kemampuan penalarannya maka dalam proses memahami konsep para siswa tidak hanya menggunakan pengalaman empiris, tetapi juga terbiasa memahami konsep melalui penalaran. Proses pembelajaran fisika tidak mengutamakan banyaknya pengetahuan yang dapat diperoleh, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan dan keterampilan siswa untuk dapat belajar lebih lanjut. Apabila hal ini diterapkan dalam materi fluida statis, maka bentuk pembelajaran fluida statis sebaiknya dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar siswa.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran adalah masih rendahnya daya serap peserta didik (Trianto 2007: 1). Penyataan ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan guru fisika pada salah satu SMA di Kabupaten Sambas untuk tugas mata kuliah studi kasus dan hasilnya menunjukkan bahwa
(8)
daya serap siswa pada pelajaran fisika sangat kurang hal tersebut dapat dilihat dengan nilai rata-rata siswa 5,7, dimana nilai tersebut masih berada dibawah KKM yaitu 6,5, Dan berdasarkan wawancara dengan beberapa orang siswa menyatakan siswa tidak menyukai mata pelajaran fisika karena pelajaran fisika sulit dipahami. Hal ini dikarenakan mereka banyak menjumpai persamaan matematik sehingga fisika diidentikkan dengan angka dan rumus. Selain itu siswa juga menyatakan bahwa gaya mengajar guru yang masih monoton dan konvensional sehingga siswa menjadi pasif. Padahal Menurut kompetensi profesional guru, peran guru dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat penting diantaranya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan belajar, perencanaan pembelajaran, supervior, motivator, dan sebagai evaluator. Peran guru dalam melaksanakan proses belajar harus memperhatikan beberapa hal salah satunya adalah menggunakan alat peraga yang dapat dirancang sendiri. Mengingat alat seperti ini sangat membantu proses belajar mengajar, dengan harapan siswa tidak terlalu jenuh. Guru harus berupaya menguasai penggunaan alat-alat bantu tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru fisika SMK N X pada penelitian awal, guru mengatakan bahwa siswa SMK N X mengalamai kesulitan dalam memahami konsep fisika, dan bahkan siswa lebih cepat lupa dengan materi fisika yang telah diajarkan. Selain itu, di sekolah SMK N X Paloh Kabupaten Sambas Kalimantan Barat siswa juga tidak pernah melakukan atau melaksanakan praktikum fisika karena sekolah ini sekolah baru sehingga alat-alat laboratorium fisika belum ada. Selain itu KKM yang harus dicapai pada
(9)
materi fisika adalah 70 namun rata-rata siswa belum mencapai KKM yang telah di tetapkan oleh sekolah.
Oleh karena itu dalam penelitian yang direncanakan penulis akan mamanfaatkan sebuah media pembelajaran berupa set eksperimen fluida statis dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning. Set eksperimen ini dapat digunakan untuk melakukan percobaan pada materi fluida statis, set eksperimen ini dibuat dari material lokal dan bahan sisa industri yang manfaatnya membantu guru mengatasi masalah kekurangan set eksperimen fisika di sekolah. Dengan demikian pelaksanaan praktikum di sekolah dapat terlaksanakan dengan baik. Selain itu guru lebih inovatif dan dapat merancang sendiri eksperimen yang di inginkan.
Penggunaan set eksperimen sebagai media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi (Arshad 2007: 15-16). Jadi media pembelajaran posisinya sebagai penyampaian pesan dari guru ke siswa tanpa media pembelajaran komunikasi tidak akan berlangsung secara optimal.
Menurut Dutch (dalam Amir 2010: 21) problem based learning merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah
(10)
ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem based learning mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis, berpikir analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Pernyataan tersebut ditunjang oleh pendapat Smit (dalam Amir 2010: 27) yang mengemukakan manfaat dari problem based learning adalah dapat meningkatkan kecakapan pemecahan masalah, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahaman, meningkatkan pengetahuan yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan, kerja sama, kecakapan belajar dan memotivasi pembelajar.
Penelitian Akinouglu (2006) yang meneliti efek dari pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran IPA terhadap prestasi akademik siswa dan belajar konsep yang dilakukan pada 50 orang sampel siswa kelas 7 tahun ajaran 2004-2005. Dan hasil yang diperoleh bahwa pelaksanaan model pembelajaran berbasis masalah memiliki dampak positif terhadap prestasi akademik siswa dan sikap mereka terhadap program sains. Selain itu ditemukan juga bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah aktif mempengaruhi secara positif pengembangan konseptual siswa dan menjaga miskonsepsi mereka pada tingkat terendah.
Merujuk pada permasalahan di atas maka penulis mencoba untuk menggunakan model problem based learning dengan memanfaatkan media set eksperiman diharapkan nantinya mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dan bisa menanamkan penguasaan konsep terhadap siswa.
(11)
B. Rumusan Masalah
Bedasarakan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penggunaan model problem based learning dapat meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI SMK pada materi fluida statis?” masalah ini dapat disajikan lebih rinci menjadi beberapa submasalah yaitu:
1.Apakah penggunaan model Problem based lerning dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep yang dimiliki siswa kelas XI di SMK Paloh pada materi fluida statis dibanding pembelajaran konvensional? 2.Apakah penggunaan model Problem based lerning dapat lebih
meningkatkan keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa kelas XI di SMK Paloh pada materi fluida statis dibanding pembelajaran konvensional?
3.Bagaimanakah tanggapan siswa SMK terhadap pembelajaran fisika dengan mengggunakan model problem based learning pada materi Fluida Statis?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris tentang peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa setelah diberikan perlakuan dengan model problem based learning dibanding dengan pembelajaran konvensional. Serta data empiris tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model problem based learning.
(12)
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dalam penelitian ini adalah Penelitian ini diharpkan dapat dijadikan sebagai bukti empirik tentang model problem based learning dalam mengembangkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa pada materi fluida statis.
E. Hipotesis Penelitian
H11 = Penggunaan model problem based learning dapat lebih
meningkatkan penguasaan konsep siswa kelas XI SMK di Paloh pada materi fluida statis disbanding pembelajaran kovensional. H0 : µ1 = µ1 (α = 0,05) dan H1: µ1 > µ2 (α = 0,05)
H12 = Penggunaan model problem based learning dapat lebih
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas XI SMK di Paloh pada materi fluida statis disbanding pembelajaran konvensional.
H0 : µ1 = µ1 (α = 0,05) dan H1 : µ1 > µ2 (α = 0,05) F. Definisi operasional
1. Model pembelajaran problem based learning
Menurut Tan (dalam Rusman, 2010: 232) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas.
(13)
Sintak pembelajaran berbasis masalah adalah pengorganisasian peserta didik, pemberian masalah, analisis masalah, pengembangan dan penyajian hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam penelitian ini sintak pembelajaran menggunakan model problem based learning di atas namun pada sintak analisi masalah siswa melaksanakan praktikum inkuiri menggunakan set eksperimen. Set eksperimen dalam penelitian ini adalah set eksperimen yang dibuat dari material lokal dan perabot-perabot sisa industri seperti selang, botol, suntikan bekas mengisi tinta, kayu, paralon dan lain-lain. Untuk melihat keterlaksanaan penggunaan model problem based learning dalam pembelajaran diukur menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran problem based learning.
2. Model konvensional
Model konvensional merupakan model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dengan langkah sebagai berikut penyajian masalah, pengumpulan data verifikasi, pengumpulan data eksperimentasi, organisasi data dan formulasi kesimpulan.
Dalam penelitian ini model konvensional yang digunakan adalah praktikum demonstrasi dengan sintak sebagai berikut: pada tahap pendahuluan yaitu pemberian masalah pada siswa dilaksanakan, pada kegiatan inti yaitu pengorganisasian siswa (pembentukan kelompok), demonstrasi yang dilakukan oleh guru, siswa melakukan percobaan dan berhipotesis, penyajian hasil berupa persentasi, mengevaluasi, dan pada kegiatan penutup yaitu merefleksi dan mereviu kembali kegiatan pembelajaran serta memberikan tes kepada siswa.
(14)
3. Penguasaan konsep
Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep secara ilmiah, baik konsep secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari hasil tes awal dan tes akhir dengan butir soal pilihan ganda. Pertanyaan tes berhubungan dengan level berpikir dari domain kognitif Bloom yang dibatasi dari C1 sampai C4 yaitu mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), dan menganalisis (C4).
Dalam penelitian ini penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes penguasaan konsep dalam bentuk pilihan ganda yang dikembangkan berdasarkan Taksonomi Bloom.
4. Keterampilan berpikir kritis
Berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir yang bertujuan membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang diyakini dan apa yang dilakukan (Ennis, 1995). Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis diukur dengan menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda yang dikembangkan berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Ennis (dalam stiggin 1994) yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberi penjelasan lanjut, dan mengatur strategi serta taktik.
Dalam penelitian ini penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes Keterampilan berpikir kritis dalam bentuk pilihan ganda yang dikembangkan berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis.
(15)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen “the
static group pretest-posttest” (Fraenkel and Wallen, 2007) yang penentunya dilakukan secara acak kelas. Eksperimen dilakukan dengan memberikan pembelajaran dengan model Problem Based Learning pada kelompok eksperimen 1 dan pembelajaran dengan menggunakan model konvensional pada kelompok eksperimen 2. Kedua kelompok diberikan pretest dan posttest yang diharapkan dapat mengukur penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa pada kedua kelompok sebelum dan sesudah mendapat pembelajaran. Tabel desain yang dilakukan seperti pada tabel. 3.1 berikut :
Tabel 3.1. Desain penelitian the static group pretest-posttest Kelompok Pretest perlakuan Postest
Eksperimen 1 O X1 O
Eksperimen 2 O X2 O
Keterangan :
O : Pretes-Postes
X1 : Pembelajaran dengan model problem based learning.
X2 : Pembelajaran dengan metode konvensional.
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Soal yang diberikan pada pretest dan posttest adalah soal yang sama. Data mengenai jawaban siswa, kemudian diolah,
(16)
dianalisis, dan dilakukan perhitungan secara statistik untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa.
B. Prosedur Penelitian
Adapun langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tahap perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan yaitu:
a. Studi pendahuluan, Studi pendahuluan dapat berupa menganalisis Mata Pelajaran fisika Pada Kurikulum KTSP SMK, melihat penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa untuk mata pelajaran fisika, serta mengobservasi pembelajaran yang dilakukan di sekolah. b. Merumuskan masalah penelitian.
c. Studi literatur.
d. Merumuskan perangkat pembelajaran dan instrumen Perumusan perangkat pembelajaan dapat berupa menyusun rencana pembelajaran, dan membuat instrument angket serta instrumen penilaian pemahamaan konsep siswa pada materi fluida statis
e. Menguji validitas instrumen oleh dua dosen fisika. Instrumen yang divalidasi adalah instrument tes penguasaan konsep siswa dan keterampilan berpikir kritis siswa.
f. Melakukan revisi terhadap instrument penelitian yang telah divalidasi g. Menguji coba instrument ke siswa-siswa di luar subjek penelitian tetapi
(17)
2. Tahap pelaksanaa
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah :
a. Memberikan pretest bagi kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 untuk mengetahui pengetahuan awal terhadap penguasaan konsep fluida statis dan keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa.
b. Pelaksanaan kegiatan belajar fluida statis menggunakan model problem based learning dengan media set eksperimen
c. Melakukan observasi kegiatan belajar mengajar
d. Memberikan posttest untuk mengetahui peningkatan penguasaan konsep siswa pada pembelajaran fluida statis dan keterampilan berpikir kritis yang dimiliki siswa.
3. Tahap akhir
a. Mengolah data hasil penelitian
b. Menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian c. Menarik kesimpulan
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI semester 2 pada salah satu SMK di Paloh Kabupaten Sambas Kalimantan Barat untuk tahun ajaran 2011/2012 yang akan mengikuti pelajaran fisika pada pokok bahasan fluida statis yang terdiri atas 4 kelas. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas yang dipilih berdasarkan metode convenient sampling. Dari dua kelas XI yang ada pada SMK tersebut diambil dan digunakan untuk kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Pemilihan kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2
(18)
berdasarkan saran dari guru bidang studi yang bersangkutan mengacu pada kemampuan yang dimiliki siswa. Kelas yang diambil sebagai populasi adalah kelas yang sedang akan mempelajari submateri pokok yang ingin diteliti, yaitu fluida statis.
(19)
D. Alur Penelitian
secara garis besar bagan alur penelitian ini diperlihatkan pada gambar berikut ini :
Tes akhir Pembelajaran menggunakan
metode eksperimen demonstrasi
Analisis Data
Kesimpulan Angket
Observasi
Penyusunan Rencana Pembelajaran Validasi, Uji coba, Revisi
Tes awal Kelas
Eksperimen 1
Kelas eksperimen 2 Pengembangan
pembelajaran menggunakan set eksperimen dengan
model problem
based learning Judgment dan revisi
Pembuatan set eksperimen Penyusunan Instrumen
1. soal tes pilihan ganda 2. angket siswa
3. pedoman observasi
Masalah
Studi Literatur
Penyusunan Proposal Studi pendahuluan
Implementasi pembelajaran menggunakan set eksperimen dengan model problem based
(20)
E. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan empat macam Instrumen yaitu: tes penguasaan konsep, tes keterampilan berpikir kritis, lembar observasi dan angket tanggapan siswa.
1. Test penguasaan konsep
Tes penguasaan konsep ini berupa tes tertulis. Instrumen tes penguasaan konsep ini berbentuk tes objektif (pilihan ganda) untuk materi fluida statis. Instrumen ini diberikan sebanyak dua kali yaitu pada awal pembelajaran (pretest) dan pada akhir pembelajaran (posttest). Tes yang digunakan pada awal dan akhir pembelajaran ini merupakan instrumen tes yang sama dan digunakan untuk mengukur penguasaan konsep yang dimiliki oleh siswa sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung. Penguasan konsep yang diukur oleh tes ini adalah penguasan konsep pada tingkatan C1 sampai C5 pada taksonomi Bloom.
2. Tes keterampilan berpikir kritis
Tes keterampilan berpikir kritis ini berupa tes tertulis. Instrumen tes keterampilan berpikir kritis ini berbentuk tes objektif (pilihan ganda) untuk materi fluida statis. Instrumen ini diberikan sebanyak dua kali yaitu pada awal pembelajaran (pretest) dan pada akhir pembelajaran (posttest). Tes yang digunakan pada awal dan akhir pembelajaran ini merupakan instrumen tes yang sama dan digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yang dimiliki oleh siswa sebelum dan sesudah pembelajaran berlangsung. Keterampilan berpikir kritis yang diukur dalam tes ini adalah keterampilan
(21)
berpikir kritis yang di klasifikasikan oleh Ennis yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan memberi penjelasan lanjut, dan mengatur strategi serta taktik.
3. Angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran
Angket tanggapan yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu objek tanggapan yang dapat diberikan dalam bentuk skala rating atau daftar cek. Dalam penelitian ini digunakan angket tertutup artinya jawaban dari setiap pertanyaan sudah diseiapkan sehingga responden tinggal memilih. Pertanyaan dalam angket meliputi pertanyaan yang terdiri dari aspek tanggapan siswa terhadap pembelajaran setelah mengikuti kegiatan pembelajaran menggunakan model problem based learning. Dalam pengukuran tanggapan dikenal berapa jenis skala model summated ratings (skala likert). Ada dua jenis pertanyaan dalam skala likert yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif.
Skala likert dikatagorikan dengan skala sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
4. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Lembar pengamatan ini bertujuan untuk mengamati keterlaksanaan model problem based learnig sesuai dengan skenario kegiatan pembelajaran berbasis masalah. Skenario model problem based learnig mencakup lima tahap utama yaitu tahap orientasi siswa pada masalah; tahap mengorganisasi siswa untuk belajar (pemberian masalah); analisi masalah menggunakan
(22)
media; mencari informasi tambahan; penyajian solusi; mensintesa serta mengevaluasi. Bertindak sebagai pengamat yaitu peneliti.
Untuk memperoleh data yang dipercaya, diperlukan tes yang mempunyai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda yang dapat dipertangggungjawabkan. Oleh karena itu, pembuatan instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Menyusun kisi-kisi tes
Pembuatan kisi-kisi tes berdasarkan kutikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) mata pelajaran fisika SMK kelas XI mengenai konsep fluida statis untuk menentukan konsep yang di ukur yang sesuai dengan indikator pembelajaran.
a. Menentukan Validitas Butir Soal
Validitas tes berkaitan dengan tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas adalah satu ukuran yang dapat menunjukkan tingkat-tingkat kavalidan atau kesahihan suatu instumen. Sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif pada penelitian ini adalah validitas isi dengan cara judgement (timbangan) kelompok ahli.
Untuk mneghitung validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validasi yang tinggi jika skor soal tersebut memliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas
(23)
suatu butir soal digunakan rumus korelasi. Salah satu persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien korelasi adalah rumus
korelasi product moment pearson seperti berikut; (Arikunto, 2003).
2 2
2 2
) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy
...(3.1) keterangan: rxy= koefisien korelasi antara dua variabel yaitu X
dan Y
X = Skor butir soal Y = Skor total
N = jumlah mahasiswa
Interpretasi untuk besarnya koefesien korelasi adalah sebagai berikut;
Tabel 3.2. Kategori Validitas Butir Soal
Batasan Kategori
0,80< rxy≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik) 0,60< rxy≤ 0,80 tinggi (baik)
0,40< rxy≤ 0,60 cukup(sedang)
0,20< rxy≤ 0,40 rendah (kurang) xy
r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)
(Arikunto, 2003) Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus berikut; (Sudjana, 2005)
2 1 2 xy xy r N r t
...(3.2)
(24)
Keterangan: t = koefisien validitas dari uji t N = Jumlah siswa
rxy= Koefisien korelasi
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kestabilan skor yang diperoleh ketika dilakukan ujian ulang dengan menggunakan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Perhitungan koefisien reliabilitas tes dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut; (Arikunto, 2002)
2 1 2 1 2 1 2 1 11 1 2 r r
r ...(3.3)
keterangan:
r = koefesien reliabilitas yang telah disesuaikan 11
2 1 2 1
r = koefesien korelasi antara soal ganjil dan genap Harga dari
2 1 2 1
r dapat ditentukan dengan cara mengkorelasikan skor soal nomor ganjil dan skor nomor genap, menggunakan rumus korelasi product moment Pearson. Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes menurut Arikunto (2003) adalah sebagai berikut;
(25)
Tabel 3.3. Kategori Reliabilitas Butir soal
Batasan Kategori
0,80< r11≤ 1,00 sangat tinggi (sangat baik) 0,60<r 11 ≤ 0,80 tinggi (baik) 0,40< r11≤ 0,60 cukup(sedang) 0,20< r11≤ 0,40 rendah (kurang)
11
r ≤ 0,20 sangat rendah (sangat kurang)
(Arikunto, 2003) Kemudian nilai r11 dan r1/2 dihitung dengan persamaan rumus
korelasi product momen pearson, seperti berikut:
2 2
2 2
) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy ...(3.4) c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut; (Arikunto, 2003)
N
B
P ... (3.5)
keterangan: P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya mahasiswa yang menjawab soal itu dengan betul
(26)
Klasifikasi untuk indeks kesukaran adalah sebagai berikut; Tabel 3.4. Kategori tingkat Kesukaran
Batasan Kategori
P < 0,30 soal sukar
0,30 ≤ P < 0,70 soal sedang
0,70 ≤ P < 1,00 soal mudah
(Arikunto, 2003) d. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara mahasiswa yang berkemampuan tinggi dengan mahasiswa yang berkemampuan rendah. Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi atau Daya Pembeda adalah sebagai berikut; (Arikunto, 2003)
A B
B B A
A P P J
B J B
D ... (3.6) keterangan: JA = Banyaknya peserta kelompok atas
JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA= Banyaknya kelompok atas yang menjawab benar
BB= Banyaknya kelompok bawah yang menjawab
benar
PA= proporsi kelompok atas yang menjawab benar
(27)
Kategori daya pembeda adalah sebagai berikut : Tabel 3.5. Kategori Daya Pembeda
Batasan Kategori
D ≤ 0,20 Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 Baik
0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali
(Arikunto, 2003) Hasil uji coba instrumen tes di analisis menggunakan anates untuk tes penguasaan konsep sedangkan untuk tes berpikir kritis menggunakan microsft excel. Dimana hasil rekapitulasinya terlampir dalam lampiran. F. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu data kualitatif dan kuantitatif.
1. Data Kuantitatif
Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian ini adalah skor tes awal, skor tes akhir dan hasil angket tanggapan siswa. Tes awal dan tes akhir terdiri dari tes untuk mengetahui penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa. Tanggapan siswa diperoleh melalui angket yang diberikan setelah selesai pembelajaran. Hasil angket ini dinyatakan dalam persentase tanggapan siswa untuk tiap pernyataan.
(28)
2. Data Kualitatif
Data kualitatif dalam penelitian ini ialah aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Data ini diperoleh dengan menggunakan lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran.
G. Prosedur dan Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh adalah (1) Hasil tes tertulis (tes awal dan tes akhir); (2) Hasil angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning; (3) Hasil observasi berupa keterlaksanaan pembelajaran.
Adapun prosedur analisi data dalam penelitian ini adalah :
1. Data yang diperoleh dari hasil tes (pretest dan posttest) dikelompokkan berdasarkan indikatornya.
2. Menghitung skor total pretest dan posttest
3. Menentukan nilai persentase skor pretest dan posttest
4. Menentukan uji signifikansi perbedaan rata-rata pretest dan posttest dengan menggunakan spss 18
5. Menghitung n-gain antara nilai pretest dan posttest dengan menggunakan rumus yang digunakan Hake (1998) sebagai berikut :
...(3.7) 6. Menafsirkan nilai N-Gain sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh
(29)
Tabel 3.6 Kriteria nilai N-gain Nilai (g) Klasifikasi
g ≥ 0,7 Tinggi
0,7 > g ≥ 0,3 Sedang
g < 0,3 Rendah
Hake (1998)
7. Menganalisis hasil observasi dan hasil angket tanggapan siswa
Teknik pengolahan data dalam penelitian ini ada tiga macam yaitu teknik pengolahan data untuk tes tertulis, angket tanggapan siswa dan Lembar Pengamatan Keterlaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Adapun teknik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tes Tertulis
a. Skor Tes Penguasaan Konsep dan kemampuan berpikir kritis.
Tes yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes awal dan tes akhir untuk kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2 pada test penguasaan konsepn dan tes kemampuan berpikir kritis. Skor mentah tes bernilai 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah. Selanjutnya dilakukan penskoran total untuk masing-masing tes dengan rumus sebagai berikut.
Nilai x
maksimal skor
mentah skor
100%...(3.8) Peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa setelah pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning diperoleh dengan menghitung nilai rata-rata gain yang dinormalisasi. Rumus yang digunakan adalah: (Hake, 1998)
(30)
...(3.9) Interpretasi nilai rata-rata gain yang dinormalisasi ditunjukkan oleh Tabel 3.6 (Hake, 1998)
Setelah nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk kedua kelompok diperoleh, maka selanjutnya dibandingkan untuk melihat perbedaan peningkatan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa untuk kedua kelas. Jika nilai rata-rata gain yang dinormalisasi dari suatu pembelajaran lebih tinggi dari nilai rata-rata gain yang dinormalisasi dari pembelajaran lainnya, maka dikatakan bahwa pembelajaran tersebut lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dengan keterampilan berpikir kritis siswa dibandingkan pembelajaran lain.
Alur pengolahan data untuk menguji hipotesis mengenai afektivitas penggunaan model problem based learning pada materi fluida statis untuk meningkatkan pemahaman konsep ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
(31)
b. Uji Normalitas Distribusi Nilai Rata-Rata Gain yang Dinormalisasi. Uji normalitas dimaksud untuk menguji kenormalan data yang diperoleh dari hasil penelitian. Uji normalitas ini juga dilakukan untuk mengetahui uji yang digunakan selanjutnya. Jika data terdistribusi normal maka pengujian hipotesis dengan uji-t dan jika tidak terdistribusi normal menggunakan uji Mann-Whitney. Dalam penelitian ini, pengujian dilakukan dengan menggunakan SPSS 16 dengan menggunakan uji normalitas one-sample Kolmogorov-Smirnov Test (Uyanto, 2009). Pada
uji ini menggunakan α = 0,05 dengan melihat nilai P-value dari hasil
analisis. Jika P-value lebih besar dari 0,05 maka data berdistribusi normal dan jika P-value lebih kecil dari 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
c. Uji Homogenitas
Setelah diketahui data berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians dengan uji levene menggunakan SPSS 16. Uji hipotesis levene digunakan untuk mengetahui apakah varian kedua kelompok data sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi. Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dengan H0 adalah skor kedua kelompok memiliki variansi homogen dan
(32)
pengambilan keputusan, jika P-value > α maka H0 diterima sedangkan
jika P-value < α maka H0 ditolak dan H1 diterima.
d. Uji Hipotesis dengan Uji-t
Setelah diketahui kedua data berdistribusi normal, maka pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan uji-t. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t satu sisi untuk sisi atas. Pada uji-t ini ini menggunakan software SPSS 16 dengan uji-t dua sampel independen. Dengan SPSS ini juga melakukan uji hipotesis Levene’s Test untuk mengetahui apakah asumsi kedua variance sama besar terpenuhi atau tidak terpenuhi dengan hipotesis: H0: terhadap H1 :
dimana = variance group 1 dan = variance group 2. Dari hasil Levene’s Test kita kita dapatkan p-value, jika lebih besar dari
maka H0: diterima, dengan kata lain asumsi kedua varians sama
besar terpenuhi. Jika dari hasil Levene’s Test didapat p-value lebih kecil maka H1 : diterima atau kedua varians tidak sama
besar.
Uji-t dengan SPSS mempunyai dua keluaran yaitu pertama, untuk kedua varians sama besar (equal variances assumed) terpenuhi; maka kita menggunakan hasil uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians sama (equal variances assumed) dengan hipotesis H0 : µ1 ≤ µ2 terhadap H1 : µ1 > µ2. Kedua, untuk kedua varians sama besar tidak
terpenuhi (equal variances not assumed); maka kita menggunakan hasil uji-t dua sampel independen dengan asumsi kedua varians tidak sama
(33)
besar (equal variances not assumed) dengan hipotesis H0 : µ1 ≤ µ2
terhadap H1 : µ1 > µ2.
Pada hasil uji tes ini terdapat keluran nilai t dan p-value, untuk mengetahui hasil hipotesis ada dua cara, pertama membandingkan nilai thitung dengan t Tabel. Jika thitung > t Tabel maka H0 ditolak dan H1
diterima, begitu juga sebaliknya. Kedua membandingkan p-value dengan tingkat kepercayaan yang kita ambil yaitu . P-value yang dihasilkan untuk uji dua sisi, maka hasil p-value tersebut dibagi dua dan dibandingkan dengan tingkat kepercayaan yang kita gunakan . Jika p-value/2 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, begitu juga
sebaliknya.
jika sampel tidak berasal dari populasi yang normal dan homogen, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis nonparametrik, statistik nonparametrik yang sesuai adalah uji mann-whitney U karena kedua data bersifat bebes.
e. Uji Hipotesis dengan Uji Mann-Whitney
Uji Mann-Whitney (Mann-Whitney Test) merupakan uji Statistik Nonparametrik. Uji Mann-Whitney ekivalen dengan Uji Jumlah Peringkat Wilcoxon (Wilcoxon Rank Sum Test), merupakan alternative dari uji-t dua sampel independen. Uji Mann_Whitney digunakan untuk membandingkan dua sampel independen dengan skala ordinal atau skala interval tapi tidak terdistribusi normal.
(34)
Pada penelitian ini digunakan uji hipotesis satu sisi (one-tailed test) untuk sisi atas dengan hipotesis: H0: µ1 ≤ µ2 terhadap H1: µ1 > µ2. Pada
uji ini untuk melihat hasil analisis dengan cara mendapatkan nilai p-value, tampilan pada p-value SPSS adalah untuk uji dua sisi (two-tailed), sehingga untuk uji satu sisi membagi dua menjadi p-value/2. Kemudian hasilnya dibandingkan dengan nilai kepercayaan = 0,05. Jika p-value/2 < 0,05 maka H0: µ1 ≤ µ2 ditolak atau H1: µ1> µ2 diterima, begitu juga
sebaliknya.
2. Angket Tanggapan Siswa
Pengolahan data yang dilakukan untuk melihat tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah, setelah mengikuti pembelajaran secara keseluruhan. Pernyataan angket yang meliputi tanggapan siswa terhadap model pembelajaran berbasis masalah, diolah sebagai berikut.
Data yang di peroleh dari angket di hitung persentasinya menggunakan rumus sebagai berikut :
…….... (3.10)
Keterangan : T = persentase sikap terhadap setiap pertanyaan J = jumlah jawaban siswa setiap kelompok sikap N = jumlah siswa
H. Deskripsi hasil uji coba instrumen
Uji coba soal dilakukan dengan menggunakan anates dan menggunakan microsoft excel, uji coba anates digunakan untuk uji coba tes penguasaan konsep dan microsoft excel digunakan untuk uji coba tes keterampilan berpikir kritis.
(35)
hasil uji coba soal untuk tes penguasaan konsep tersaji pada lampiran C. soal yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 soal dari 51 soal yang di ujicoba. Adapun soal-soal yang digunakan dalam penelitian ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.7 dan 3.8
Tabel.3.7 Hasil Uji Coba Tes Soal Penguasaan Konsep No.
soal
Daya pembeda Tingkat
kesukaran Validitas Reliabilitas ket
D Kriteria P Kriteria t-hit Kriteria Nilai Kriteria 1 54.55 Baik 58.97 Sedang 0.34 Signifikan
0.79 Tinggi
Dipakai
2 45.45 Baik 61.54 Sedang 0.347 Signifikan Dipakai
3 45.54 Baik 56.41 Sedang 0.343 Signifikan Dipakai
4 36.36 Cukup 69.23 Sedang 0.347 Signifikan Dipakai
9 63.64 Baik 41.03 Sedang 0.433 Sangat sign Dipakai
10 54.55 Baik 33.33 Sedang 0.419 Sangat sign Dipakai
11 36.36 Cukup 35.90 Sedang 0.333 Signifikan Dipakai
13 36.36 Cukup 17.95 Sukar 0.344 Signifikan Dipakai
17 36.36 Cukup 33.33 Sedang 0.325 Signifikan Dipakai
21 36.36 Cukup 15.38 Sukar 0.429 Sangat sign Dipakai
22 81.82 Baik
sekali 38.46 Sedang 0.637 Sangat sign Dipakai
24 36.36 Cukup 17.95 Sukar 0.421 Sangat sign Dipakai
25 45.45 Baik 43.59 Sedang 0.424 Sangat sign Dipakai
27 63.64 Baik 43.59 Sedang 0.573 Sangat sign Dipakai
29 45.45 Baik 51.28 Sedang 0.382 Signifikan Dipakai
Tabel 3.10 hasi uji coba tes keterampilan berpikir kritis No.
soal
Daya pembeda Tingkat
kesukaran Validitas Reliabilitas Ket D Kriteria P Kriteria T-hit Kriteria Nilai Kriteria
1 0,34 Cukup 0,58 Sedang 6,77 Valid
0,6 tinggi
Dipakai
2 0,41 Baik 0,73 Mudah 2,58 Valid Dipakai
3 0,4 Cukup 0,55 Sedang 3,23 Valid Dipakai
4 0,28 Cukup 0,55 Sedang 2,69 Valid Dipakai
7 0,34 Cukup 0,58 Sedang 6,66 Valid Dipakai
10 0,28 Cukup 0,61 Sedang 2,6 Valid Dipakai
12 0,51 Baik 0,48 Sedang 5,79 Valid Dipakai
14 0,57 Baik 0,39 Sedang 9,43 Valid Dipakai
(36)
(37)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan : Model Problem Based Learning dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa dibanding dengan pembelajaran yang menggunakan model konvensional. Serta Tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model problem based learning pada konsep fluida statis memberikan respon positif, siswa merasakan bahwa materi ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari karena fluida statis dapat ditemukan secara langsung.
B. Saran
Penelitian yang telah dilakukan ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu peneliti menyrankan sebagai berikut :
1. Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model problem based learning masih belum terlaksana dengan sempurna. Tahapan-tahapan tersebut belum terlaksana dengan sempurna dikarenakan pengetahuan siswa dalam melakukan eksperimen terlalu fokus pada set eksperimen yang di berikan. Peneliti menyarankan sebaiknya melakukan penelitian berikutnya di sekolah yang pernah melaksanakan praktikum fisika
2. Keterlaksanaan penelitian juga dipengaruhi oleh kondisi guru yang mengajar. Guru yang mengajar kurang menguasai materi fisika dan model
(38)
terlalu mendadak dan dilakukan dengan waktu yang singkat. Peneliti menyarankan untuk penelitian berikutnya agar guru terlebih dahulu diberikan penyampaian model dan simulasi dapat berupa TOT tentang model problem based learning jauh-jauh hari sebelum melaksanakan penelitian.
3. Hasil penelitian juga dipengaruhi oleh kondisi keadaan siswa yang mengikuti pelajaran. Mungkin karena pembelajaran fisika di SMK bersifat adaftif yang tidak telalu diperhitungkan dibandingkan dengan pebelajaran yang produktif (dengan kata lain produktif 70% adaftif 30%). Selain itu siswa masih belum semangat untuk mengikuti pelajaran karena siswa baru saja selesai PSG jadi terlebih dahulu perlu pencerahan. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya bisa di ujicobakan ke SMA atau SMK untuk materi yang lain pada siswa kelas X (siswa yang tidak mengikuti PSG).
4. Karena pembelajaran di SMK sebagian bersifat produktif dan pada kurikulum siswa dituntut untuk lebik kreatif. Peneliti menyarankan agar pembelajaran di SMK sebaiknya bersifat inkuiri (penemuan).
5. Jika PBL ingin dicobakan di sekolah yang belum pernah melakukan kegiatan PBL siswa sebaiknya terlebih siswa terlebih dahulu dikondisikan dengan menjelaskan tahapan-tahapan pembelajaran dan tujuan pembelajaran serta siswa seharusnya diberikan konsep yang dasar dari materi yang akan diajarkan.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Akinoglu, Orhan dan Tandogan, R, O. (2007) The Effects Of Problem-Based Learning In Science Education On Students’ Academic Achievement, Attitude And Concept Learning : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 3(1), 71-81.
Amin, M. (1987). Mengajar IPA dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry Bagian I. Jakarta : Depdikbud.
Amir. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar Di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana.
Arends. (2008). Learning To Teach belajar untuk mengajar (seventh ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Arsyad. (2007), Media Pembelajaran, Jakarta : Raja grafindo persada.
Baharuddin. (1982). Peranan kemampuan dasar intelektual sikap dan pemahaman dalam fisika terhadap kemampuan siswa di Sulawesi Selatan membangun model mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.
Beers, W Geri. (2005). The Effect of Teaching Method on Objective Test Scores : Problem-Based Learning Versus Lecture : Journal Of Nursing Education. 44 (7), ProQuest, 305
Bilgin, ibrahim. (2009). The Effects Of Problem-Based Learning Instruction on University Students’ Performance of Conceptual and Quantitative Problems in Gas Concepts : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 5(2), 153-164.
Dahar, R.W. (1996), Teori-teori belajar. Jakarta : Erlangga.
Dahar, R.W. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. jakarta : erlangga Daryanto. (2010), Media pembelajaran perannya sangat penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Yogyakarta : gava media. Ennis. (1995). Critical thinking. New Jersey : Prentice Hall.
(40)
Fahrizal. M. (2009). Model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan penguasaan konsep cahaya dan keterampilan proses sains siswa smp. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Fraenkell, J.R. and Wallen, N (1993), How to design and evaluate research in
education, N.Y : Mc. Graw Hill.
Giancoli. (2001). Fisika (fith ed.) jakarta: Erlangga.
Hake, R. (1997). Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods : A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data For Introductory Physics Courses: Journal american association of physic teacher. 66, 1, 64-74.
Haratua, Stepanus, Hairida. (2002), Penerapan Model Belajar Generatif Dalam Pembelajaran Fisika di SMU. Pontianak : FKIP UNTAN.
Herayanti. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Fisika Pada Materi Listrik Statis. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.
Komalasari. (2010), Pembelajaran kontekstual konsep dan aplikasi. Bandung : refika aditama.
Liliasari. (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2001-2002. Bandung : FMIPA UPI.
M. Nur. (2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah jilid 2. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Mitra Arnold. (2008), Penyampaian Konsep Fisika yang Sering Keliru pada Pendidikan Dasar. (Online). (jeperis.blogspot.com/penyampaian-konsep-fisika-yang-sering.html diakses pada tanggal 16 September 2008).
Rusman. (2010), Model-model pembelajaran mengembangkan profesional guru. Jakarta: raja grafindo persada.
(41)
Sahin, mahmet. (2009). A comparison of problem based learning and traditional lecture students’ expectations and course grades in an introductory physics clasroom : Scientific Research and Essay, 4(8) 753-762.
Sahin, mahmet. (2009). Explorating University Students’ Expectations and Beliefs about Physics Learning in a Problem-Based Learning context : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 5(4), 321-333.
Sanjaya. (2010). Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Sari. (2009). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Penguasaan Konsep IPA Siswa Sekolah Dasar. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Serway. (2008). Physics for scientist and engineers with modern physics edisi 7. USA : Thomson higher eduction
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bandung : Rineka cipta.
Stiggin, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company, Inc.
Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Suparno, paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. Yogyakarta : univeresitas sanata dharma.
Suratman. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah Menggunakan Simulasi Virtual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP Pada Konsep Tekanan. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Teplitsky, et, al (2006). Problem- Based Learning and Creative Instructional Approaches for Laboratory Exercises in Introductory Crop Science : Journal of Natural Resources and Life Sciences Educational, 35, ProQuest,209.
Tipler. (1991), Fisika untuk sains dan teknik (third ed) jilid 1 alih bahasa lia prassetyo. Jakarta : Erlangga.
(42)
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrtruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wenning. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes : J. Phys. Tchr. Educ. Online 2(3). Hal 3-11.
Wenning. (2011). Experimental inquiry in introductory physics courses. J. Phys. Tchr. Educ. Online, 6(2), hal 2-8.
Yuristira. (2010). Penerapan Problem Based Learning pada Konsep Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
(1)
101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan : Model Problem Based Learning dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa dibanding dengan pembelajaran yang menggunakan model konvensional. Serta Tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan model problem based learning pada konsep fluida statis memberikan respon positif, siswa merasakan bahwa materi ini sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari karena fluida statis dapat ditemukan secara langsung.
B. Saran
Penelitian yang telah dilakukan ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu peneliti menyrankan sebagai berikut :
1. Keterlaksanaan pembelajaran menggunakan model problem based learning masih belum terlaksana dengan sempurna. Tahapan-tahapan tersebut belum terlaksana dengan sempurna dikarenakan pengetahuan siswa dalam melakukan eksperimen terlalu fokus pada set eksperimen yang di berikan. Peneliti menyarankan sebaiknya melakukan penelitian berikutnya di sekolah yang pernah melaksanakan praktikum fisika
2. Keterlaksanaan penelitian juga dipengaruhi oleh kondisi guru yang mengajar. Guru yang mengajar kurang menguasai materi fisika dan model problem based learning dikarenakan penyampaian model kepada guru
(2)
102
Sudirman, 2012
terlalu mendadak dan dilakukan dengan waktu yang singkat. Peneliti menyarankan untuk penelitian berikutnya agar guru terlebih dahulu diberikan penyampaian model dan simulasi dapat berupa TOT tentang model problem based learning jauh-jauh hari sebelum melaksanakan penelitian.
3. Hasil penelitian juga dipengaruhi oleh kondisi keadaan siswa yang mengikuti pelajaran. Mungkin karena pembelajaran fisika di SMK bersifat adaftif yang tidak telalu diperhitungkan dibandingkan dengan pebelajaran yang produktif (dengan kata lain produktif 70% adaftif 30%). Selain itu siswa masih belum semangat untuk mengikuti pelajaran karena siswa baru saja selesai PSG jadi terlebih dahulu perlu pencerahan. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya bisa di ujicobakan ke SMA atau SMK untuk materi yang lain pada siswa kelas X (siswa yang tidak mengikuti PSG).
4. Karena pembelajaran di SMK sebagian bersifat produktif dan pada kurikulum siswa dituntut untuk lebik kreatif. Peneliti menyarankan agar pembelajaran di SMK sebaiknya bersifat inkuiri (penemuan).
5. Jika PBL ingin dicobakan di sekolah yang belum pernah melakukan kegiatan PBL siswa sebaiknya terlebih siswa terlebih dahulu dikondisikan dengan menjelaskan tahapan-tahapan pembelajaran dan tujuan pembelajaran serta siswa seharusnya diberikan konsep yang dasar dari materi yang akan diajarkan.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Akinoglu, Orhan dan Tandogan, R, O. (2007) The Effects Of Problem-Based Learning In Science Education On Students’ Academic Achievement, Attitude And Concept Learning : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 3(1), 71-81.
Amin, M. (1987). Mengajar IPA dengan Menggunakan Metode Discovery dan Inquiry Bagian I. Jakarta : Depdikbud.
Amir. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar Di Era Pengetahuan. Jakarta: Kencana.
Arends. (2008). Learning To Teach belajar untuk mengajar (seventh ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Arsyad. (2007), Media Pembelajaran, Jakarta : Raja grafindo persada.
Baharuddin. (1982). Peranan kemampuan dasar intelektual sikap dan pemahaman dalam fisika terhadap kemampuan siswa di Sulawesi Selatan membangun model mental. Disertasi Doktor FPS IKIP Bandung, IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.
Beers, W Geri. (2005). The Effect of Teaching Method on Objective Test Scores : Problem-Based Learning Versus Lecture : Journal Of Nursing Education. 44 (7), ProQuest, 305
Bilgin, ibrahim. (2009). The Effects Of Problem-Based Learning Instruction on University Students’ Performance of Conceptual and Quantitative Problems in Gas Concepts : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 5(2), 153-164.
Dahar, R.W. (1996), Teori-teori belajar. Jakarta : Erlangga.
Dahar, R.W. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. jakarta : erlangga Daryanto. (2010), Media pembelajaran perannya sangat penting dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Yogyakarta : gava media. Ennis. (1995). Critical thinking. New Jersey : Prentice Hall.
(4)
Sudirman, 2012
Fahrizal. M. (2009). Model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan penguasaan konsep cahaya dan keterampilan proses sains siswa smp. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Fraenkell, J.R. and Wallen, N (1993), How to design and evaluate research in
education, N.Y : Mc. Graw Hill.
Giancoli. (2001). Fisika (fith ed.) jakarta: Erlangga.
Hake, R. (1997). Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods : A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data For Introductory Physics Courses: Journal american association of physic teacher. 66, 1, 64-74.
Haratua, Stepanus, Hairida. (2002), Penerapan Model Belajar Generatif Dalam Pembelajaran Fisika di SMU. Pontianak : FKIP UNTAN.
Herayanti. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa Fisika Pada Materi Listrik Statis. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.
Komalasari. (2010), Pembelajaran kontekstual konsep dan aplikasi. Bandung : refika aditama.
Liliasari. (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Mahasiswa Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi. Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 2001-2002. Bandung : FMIPA UPI.
M. Nur. (2011). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah jilid 2. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya
Mitra Arnold. (2008), Penyampaian Konsep Fisika yang Sering Keliru pada Pendidikan Dasar. (Online). (jeperis.blogspot.com/penyampaian-konsep-fisika-yang-sering.html diakses pada tanggal 16 September 2008).
Rusman. (2010), Model-model pembelajaran mengembangkan profesional guru. Jakarta: raja grafindo persada.
(5)
Sahin, mahmet. (2009). A comparison of problem based learning and traditional lecture students’ expectations and course grades in an introductory physics clasroom : Scientific Research and Essay, 4(8) 753-762.
Sahin, mahmet. (2009). Explorating University Students’ Expectations and Beliefs about Physics Learning in a Problem-Based Learning context : Eurasia Journal Of Mathematics, science & Technology Educational, 5(4), 321-333.
Sanjaya. (2010). Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Jakarta : Kencana.
Sari. (2009). Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Penguasaan Konsep IPA Siswa Sekolah Dasar. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Serway. (2008). Physics for scientist and engineers with modern physics edisi 7. USA : Thomson higher eduction
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bandung : Rineka cipta.
Stiggin, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company, Inc.
Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito
Suparno, paul. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. Yogyakarta : univeresitas sanata dharma.
Suratman. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah Menggunakan Simulasi Virtual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa SMP Pada Konsep Tekanan. Tesis, Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia
Teplitsky, et, al (2006). Problem- Based Learning and Creative Instructional Approaches for Laboratory Exercises in Introductory Crop Science : Journal of Natural Resources and Life Sciences Educational, 35, ProQuest,209.
Tipler. (1991), Fisika untuk sains dan teknik (third ed) jilid 1 alih bahasa lia prassetyo. Jakarta : Erlangga.
(6)
Sudirman, 2012
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konsrtruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wenning. (2005). Levels of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes : J. Phys. Tchr. Educ. Online 2(3). Hal 3-11.
Wenning. (2011). Experimental inquiry in introductory physics courses. J. Phys. Tchr. Educ. Online, 6(2), hal 2-8.
Yuristira. (2010). Penerapan Problem Based Learning pada Konsep Pencemaran Lingkungan untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia