IMPLEMENTASI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI DALAM MENINGKATKAN KINERJA :Studi Pada Pelatihan Berbasis Kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar di Kabupaten Bandung.

(1)

viii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

UCAPAN TERIMA KASIH ...ii

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ...vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR BAGAN ...xii

DAFTAR GRAFIK ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...8

C. Perumusan Masalah ...11

D. Pertanyaan Penelitian ...11

E. Tujuan Penelitian.. ...12

F. Manfaat Penelitian. ...13

G. Definisi Operasional ...14

H. Kerangka Pemikiran ...15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...20

A. Konsep Pelatihan ...20

B. Konsep Kompetensi ...59

C. Konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi ...60

D. Konsep Kinerja ...67

E. Konsep Pembangunan Kesejahteraan Sosial ...75


(2)

ix

BAB III METODE PENELITIAN ...83

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ...83

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ...91

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian. ...96

D. Langkah-langkah Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif... ...103

E. Langkah-Langkah Pengolahan Dan Analisis Data Kuantitatif... ...111

BAB IV TEMUAN ...124

A. Temuan Hasil Penelitian ...124

B. Keterbatasan Hasil Penelitian ...124

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...126

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...126

1. Profil Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung ...126

2. Tugas Pokok ...127

B. Deskripsi dan Analisis Hasil Penelitian ...129

C. Identitas Responden ...206

D. Deskripsi Hasil Analisis ...210

1. Perhitungan Kecenderungan Skor Umum ...210

2. Uji Normalitas Distribusi Frekuensi ...211

3. Regresi Linier Sederhana...212

4. Analisis Varians dalam Regresi (ANAVA)...214

5. Pengujian Koefisien Korelasi ...216

6. Pengujian Koefisien Determinasi ...217

E. Pembahasan Hasil Penelitian ...217

1. Tinjauan Terhadap Perencanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi ...217

2. Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Program Pelatihan Berbasis Kompetensi ...225


(3)

x

3. Tinjauan terhadap hasil pelaksanaan program Pelatihan Berbasis

Kompetensi ...235

4. Tinjauan Terhadap Dampak Hasil Pelatihan Terhadap Peningkatan Kinerja Ditinjau Secara Kualitatif ...239

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...253

A. Kesimpulan ...253

B. Rekomendasi ...259

DAFTAR PUSTAKA ...262 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kelebihan dan Kekurangan Mixed Approach...85 Tabel 3.2 Distribusi Penyebaran Angket ...102 Tabel 3.3 Nilai Proporsi Menurut Guillford ...120 Tabel 3.4 Analisis Varians Untuk Uji Linieritas Regresi dan Uji

Independen Dalam Regresi Linier ...123 Tabel 5.1 Pelaksanaan Evaluasi Pelatihan Berbasis Kompetensi ...148 Tabel 5.2 Hasil Pre test dan Post test Pelatihan Berbasis Kompetensi bagi

PSM Tingkat Dasar... ...154 Tabel 5.3 Hasil Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi bagi PSM

Tingkat Dasar ...155 Tabel 5.4 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat Berdasarkan Usia ...206 Tabel 5.5 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ...207 Tabel 5.6 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Berdasarkan

Mata Pencaharian ...208 Tabel 5.7 Deskripsi Data Hasil Penelitian ...210 Tabel 5.8 Hasil Analisis Uji Normalitas ...211 Tabel 5.9 Hasil Perhitungan Analisis Varians Untuk Uji Independensi

Variabel Y Terhadap Variabel X ...215 Tabel 5.10 Perubahan Kinerja Setelah Mengikuti Pelatihan ...250


(5)

xii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Berfikir ...18

Bagan 3.1 Strategi Triangulasi Konkruen ...91

Bagan 5.1 Langkah-langkah Pelatihan ... 138


(6)

xiii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Hasil Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Dilihat dari Keterlibatan Peserta Pelatihan dalam Memberi Tanggapan ...156 Grafik 5.2 Hasil Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Dilihat dari

Aspek Kognitif ...157 Grafik 5.3 Hasil Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Dilihat dari

Aspek Afektif ...158 Grafik 5.4 Hasil Pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Dilihat dari

Aspek Psikomotor ...159 Grafik 5.5 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Berdasarkan

Usia ...207 Grafik 5.6 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ...209 Grafik 5.7 Penggolongan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Berdasarkan

Mata Pencaharian ...209 Grafik 5.8 Diagram Pencar Variabel Y Atas Variabel X ...212


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dewasa ini sedang menghadapi sejumlah tantangan yang sangat

besar. Tantangan yang paling menonjol dalam era globalisasi adalah semakin

ketatnya kompetensi antar bangsa dalam berbagai kehidupan, serta meningkatkan

standar kompetensi untuk bekerja di berbagai sektor. Agar mampu berkompetensi

dalam tatanan global, dibutuhkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang

unggul dan kompeten. Menurut Marzuki (2000: 69) untuk memperoleh kompetensi

seorang profesional perlu dibekali dengan kemampuan untuk menggunakan prosedur,

teknik dan pengetahuan dalam bidang tertentu (technical skills), kemampuan untuk

memahami, memotivasi dan bekerja sama dengan orang lain, baik secara individual

maupun di dalam kelompok (human skills). Oleh Karena itu, peran pendidikan sangat

menentukan kemampuan seseorang untuk bersaing. Kita telah banyak pengalaman

dari Negara-negara: Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Thailand

bahwa investasi yang besar perlu diimbangi dengan tersedianya tenaga yang terampil.

Kehidupan ekonomi dan sosial dunia masa depan tidak lagi ditentukan sepenuhnya

oleh sumber alam ataupun jumlah penduduk yang besar, tetapi oleh kualitas yang

dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidupnya.


(8)

Hal tersebut sesuai dengan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) yang

menyatakan:

Pembangunan nasional diarahkan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.

Selanjutnya menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

Tahun 2010-2014 (Inpres No 5 Tahun 2010) menyatakan bahwa:

Pembangunan (development) ditujukan untuk menghasilkan Kesejahteraan (prosperity), Demokrasi (democracy) dan Keadilan (justice). 6 Kebijakan dan Strategi Dasar dalam Pembangunan untuk Semua (development for all), yaitu: (1) Pembangunan harus bersifat inklusif, (2) Pembangunan harus berdimensi wilayah, (3) Mengintegrasikan dan menyatukan potensi-potensi ekonomi yang ada di daerah menjadi satu kesatuan geo-ekonomi secara nasional, (4) Pengembangan ekonomi-ekonomi lokal, (5) Keserasian antara pertumbuhan dan pemerataan (pro growth, pro job, pro poor), (6) Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.

Berkenaan dengan terwujudnya arah pembangunan tersebut, maka

pembangunan pendidikan ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan

mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman, dan

bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, memiliki

pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sejalan dengan hal tersebut, Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi faktor

penentu dalam melaksanakan dan mengembangkan tugas umum pembangunan


(9)

tetapi akan menjadi kendala ketika Sumber Daya Manusia tersebut berkualitas

rendah & akan berdampak negatif pada pengembangan Sumber Daya Manusia

sendiri. Hal ini merupakan tantangan yang harus dicarikan solusinya.

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) adalah Sumber Daya Manusia yang

potensial dalam bidang usaha kesejahteraan sosial dituntut kesediaannya untuk

bekerja sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, memiliki dedikasi yang tinggi

pada pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial, menjadi pendamping institusi

masyarakat, mampu melakukan komunikasi baik komunikasi intra personal,

komunikasi antara personal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi atau

komunikasi massa. Sementara itu, untuk melakukan seluruh tugasnya penyuluh

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) perlu memiliki motivasi kerja yang cukup, artinya

pekerjaan yang dilakukan tidak terlepas dari tujuan yang akan dicapai, baik yang

berkenaan dengan dirinya maupun yang berkenaan dengan organisasi.

Berbagai tugas yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang

paling dominan adalah bagaimana melakukan pelatihan melalui keterampilan

komunikasi. Terjadinya kesulitan atau kendala dalam melakukan komunikasi

merupakan kesenjangan organisasi. Salah satu intervensi yang dilakukan oleh Forum

Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) adalah terselenggaranya program

pengembangan dan pembinaan, refresing, dan supervisi secara berkala. Sementara

itu, program pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)


(10)

Pendidikan di Indonesia sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional dibagi

menjadi dua golongan, yaitu jalur Pendidikan Sekolah dan jalur Pendidikan Luar

Sekolah. Pendidikan Nasional menurut UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, berfungsi untuk mengembangkan & meningkatkan mutu

kehidupan serta martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan

Nasional.

Dalam pelaksanaan program-programnya, Pendidikan Luar Sekolah lebih

mendasarkan kebutuhan masyarakat yang relevansi dengan arah dan tujuan

pembangunan nasional. Tujuan program Pendidikan Luar Sekolah berorientasi pada

waktu pendidikan yang singkat, isi program berpusat pada lulusan dan kepentingan

perorangan, menekankan kepada pelatihan dan praktik, persyaratan masuk ditentukan

bersama peserta didik, berpusat pada peserta didik, pengawasan diatur sendiri, dan

demokratis (D. Sudjana, 2004: 13).

Penjabaran kebijakan dilaksanakan dalam bentuk strategi dan program. Salah

satu strategi Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung

adalah pemberdayaan dengan meningkatkan profesionalisme dan kinerja Pekerja

Sosial Masyarakat (PSM) dalam menanggulangi masalah-masalah sosial melalui

penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) antara lain pendidikan dan pelatihan serta

studi banding. Dalam melaksanakan program yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial

Kependudukan dan Catatan Sipil diperlukan adanya tenaga pekerja sosial yang


(11)

Pelatihan merupakan satuan pendidikan luar sekolah termasuk pendidikan

sejenis di samping keluarga, kelompok belajar, dan kursus yang mencakup komponen

pendidikan luar sekolah. Pendidikan mencakup semua komunikasi nyata masyarakat,

lingkungan keluarga, lembaga, dunia kerja, dan lingkungan kehidupan lainnya. (D.

Sudjana, 2004: 13).

Pasal 9 UU No. 2 Tahun 1990 menyatakan adanya dua jalur penyelenggaraan

pendidikan, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Kedua

jalur pendidikan saling komplementer dalam sistem pendidikan nasional. Apabila

satuan pendidikan yang disebut sekolah berjenjang dan berkesinambungan,

sedangkan satuan pendidikan luar sekolah tidak harus berjenjang dan

berkesinambungan. Satuan pendidikan luar sekolah ini meliputi pendidikan keluarga,

kelompok belajar, kursus, dan pendidikan yang sejenis. Dalam pengertian kedua jenis

pendidikan terselip konsep pendidikan yang tidak terbatas usia dan ruang sekolah

yang formal. Akan tetapi di dalam pengertiannya dibedakan antara pelatihan dan

pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pelatihan mengasumsikan adanya dasar pendidikan formal. Pelatihan mempunyai

konotasi menguasai baik keterampilan fisik maupun mental akademik yang

diperlukan dalam profesi tertentu. Dengan demikian pelatihan dikaitkan dengan

dunia kerja dan produktivitas. Sebaliknya, pendidikan mempunyai orientasi


(12)

2. Modalitas kelembagaan untuk pendidikan dan pelatihan berbeda. Pendidikan

sekolah bersifat formal, berjenjang, dan berkesinambungan, sedangkan pelatihan

tidak selalu harus berjenjang. Oleh sebab itu salah satu ciri spesifik dari pelatihan

ialah sifatnya praktis.

3. Dimensi pengembangan perilaku yang dominan dari kedua jenis itu adalah jika

pendidikan formal berdimensi idiografik, yakni pengembangan individu dan

kepribadian seseorang sesuai dengan disposisinya, maka pelatihan lebih

berdimensi nomotetik, artinya tuntutan-tuntutan lembaga dan peranan yang

diharapkan dari seseorang yang sesuai dengan tujuan lembaga. Dalam hal ini,

perilaku sosial seseorang sebagai hasil pelatihan akan ditentukan oleh interaksi

antara pendidikan formal dan pelatihan yang diperoleh (D. Anastasia, 1996: 16).

Penyelenggaraan pelatihan akan secara optimal dapat mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dan dapat menjawab permasalahan tuntutan pekerjaan serta

perkembangan program pembangunan kesejahteraan sosial yang semakin kompleks

dalam melayani kebutuhan para pegawai, organisasi dan masyarakat apabila dapat

dikelola dengan baik.

Dengan demikian, pelatihan bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) penting

dilakukan untuk meningkatkan kompetensi. Pekerja sosial merupakan tenaga

pelaksana dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang saat ini mendapatkan citra

yang kurang menguntungkan karena peranan dan sumbangan serta kinerjanya dalam


(13)

masalah sosial belum cukup bermakna keberadaannya, sehingga pengakuan

masyarakat akan keberadaan pekerja sosial menjadi lemah. Masyarakat beranggapan

bahwa profesi pekerja sosial dapat dilakukan oleh setiap orang. Oleh karena itu,

keberadaan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebagai tenaga pelaksana di Jajaran

Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil perlu ditingkatkan dan dikembangkan

melalui salah satu bentuk di antaranya dengan pendidikan dan pelatihan agar mereka

dapat berkiprah sejajar dengan profesi yang lainnya.

Peningkatan kualifikasi dan kompetensi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari dan harus selalu dilakukan sebagai

langkah antisipasi dan responsif terhadap perubahan-perubahan yang ada di

masyarakat pada umumnya dan perkembangan pendidikan non formal khususnya,

terlebih lagi teknologi yang berkembang saat ini menuntut Pekerja Sosial Masyarakat

(PSM) untuk selalu mengejar ketertinggalannya. Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi tidak dapat dihindari, siap atau tidak siap teknologi ini akan hadir di

tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

dalam menjalankan tugasnya, antara lain kompetensi yang dimilikinya, motivasi

berprestasi, ketersediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kinerjanya di

masyarakat, dukungan dan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Sosial


(14)

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dituntut dapat mengakomodasi perubahan

dengan berpegang pada fungsi dan tujuan pendidikan. Oleh karena itu Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM) harus memiliki kompetensi yang disyaratkan sebagai tenaga

profesional. Untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja Pekerja Sosial Masyarakat

(PSM), dilakukan berbagai pelatihan antara lain pelatihan berbasis kompetensi bagi

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Topik yang diteliti dalam penelitian ini adalah

bagaimana Implementasi Hasil Pelatihan Berbasis Kompetensi Bagi Pekerja Sosial

Masyarakat Tingkat Dasar dalam Meningkatkan Kinerja yang dilaksanakan oleh

Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung.

B. Identifikasi Masalah

Pekerja Sosial merupakan salah satu tenaga di Lingkungan Dinas Sosial yang

berada di daerah. Mereka merupakan ujung tombak pelaksana teknis yang diberi

tugas secara khusus dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada

perorangan, kelompok, dan masyarakat Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

(PMKS). Banyaknya kebijakan pemerintah dalam menangani permasalahan

kesejahteraan sosial memerlukan implementasi kebijakan itu melalui program dan

kegiatan yang efektif dan efisien serta didukung Sumber Daya Manusia dari berbagai

lapisan masyarakat yang professional.

Untuk menjaring, membina, dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh


(15)

Sosial Masyarakat yang dapat memecahkan permasalahan sosial, melaksanakan

penanganan kesejahteraan sosial di daerahnya, mampu memecahkan permasalahan

sosial serta mampu mendewasakan generasi muda menjadi generasi yang memiliki

kemampuan untuk hidup mandiri. Dalam upaya mewujudkan kondisi tersebut, maka

pekerja sosial perlu mendapatkan pelatihan berbasis kompetensi yang sesuai dengan

tuntutan kebutuhan di dalam melaksanakan tugas di lapangan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengudentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut :

1. Ketenagaan di lingkungan Dinas Sosial dari tingkat pusat sampai daerah

mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengemban Visi Dinas

Sosial “Kesejahteraan sosial oleh dan untuk semua”. Oleh karena itu, tidak

dapat dipungkiri keberhasilan pelaksanaan program pembangunan

kesejahteraan sosial sangat dipengaruhi oleh kualitas ketenagaan di

lingkungan Dinas Sosial.

2. Pekerja sosial merupakan salah satu tenaga di lingkungan Dinas Sosial yang

berada di daerah adalah ujung tombak pelaksana teknis yang diberi tugas

secara profesional dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada

perorangan, kelompok, dan masyarakat penyandang masalah sosial. Dari fakta

yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa pekerja sosial belum

sepenuhnya dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana yang


(16)

3. Pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) perlu

mendapatkan perhatian yang serius agar dapat menghasilkan tenaga pekerja

sosial yang profesional. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM) perlu mendapatkan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan

kebutuhan di dalam melaksanakan tugasnya di lapangan.

4. Berdasarkan hasil pengamatan dan studi dokumentasi bahwa program

pelatihan yang telah dilaksanakan belum optimal mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Program pelatihan yang selama ini dilaksanakan belum mamadai

untuk menjawab permasalahan dan tuntutan pekerjaan di lapangan.

5. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dihadapkan dengan berbagai hambatan

dalam mengimplementasikan hasil pelatihan pada pelaksanaan kegiatan di

lapangan sehingga dapat berdampak pada kinerja. Sebagai contoh hambatan

yang sering dirasakan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam

mengimplementasikan hasil pelatihan adalah sarana/fasilitas belajar dan

reward (imbalan) yang kurang memadai.

6. Penyelenggaraan pelatihan berbasis kompetensi akan secara optimal dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dapat menjawab permasalahan

tuntutan pekerjaan serta perkembangan program pembangunan kesejahteraan

sosial yang semakin kompleks dalam melayani kebutuhan para pegawai,


(17)

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dirumuskan masalah dalam

penelitian sebagai berikut: Bagaimana perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak

pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar

dalam meningkatkan kinerja?

Untuk menjawab dan mencapai pemahaman dalam penelitian, maka

permasalahan pokok penelitian ini dibatasi pada: Bagaimana Implementasi pelatihan

berbasis kompetensi dilihat dari perencanaan, pelaksanaan, hasil, dan dampak

pelatihan dalam meningkatkan kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar

di Kabupaten Bandung?

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk membatasi & menyederhanakan rumusan masalah tersebut,

dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang lebih spesifik dan terfokus pada:

Implementasi hasil pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat

(PSM) Tingkat Dasar dalam meningkatkan kinerja sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja

Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar di Kabupaten Bandung?

2. Bagaimana pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja


(18)

3. Bagaimana hasil pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar di Kabupaten Bandung ?

4. Bagaimana dampak pelatihan berbasis kompetensi terhadap peningkatan

kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar di Kabupaten

Bandung?

E. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran

yang jelas mengenai Implementasi Hasil Pelatihan Berbasis Kompetensi bagi Pekerja

Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar yang dilakukan oleh Dinas Sosial

Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung.

Berdasarkan tujuan umum tersebut, secara khusus tujuan penelitian dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan perencanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar di Kabupaten Bandung.

2. Mendeskripsikan pelaksanaan program pelatihan berbasis kompetensi bagi

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar di Kabupaten Bandung.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis hasil pelatihan berbasis kompetensi bagi


(19)

4. Mendeskripsikan dan menganalisis dampak pelatihan berbasis kompetensi

dalam meningkatkan kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar

di Kabupaten Bandung.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, Peneliti berharap dapat memberikan manfaat sebagai

berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori

pendidikan serta dapat menjadi salah satu referensi untuk mengembangkan

program Pendidikan Luar Sekolah khususnya yang berkaitan dengan pelatihan

berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar dan

kajian tentang penyelenggaraan pembinaan dan pelatihan ketenagaan

khususnya pada peningkatan dan pengembangan Sumber Daya Manusia

(SDM).

2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pemikiran dalam

perbaikan kegiatan pelatihan berbasis kompetensi sehingga dapat menunjang

keberhasilan penyelenggaraan pelatihan dan pengembangan pelatihan profesi

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) di Kabupaten Bandung dan peningkatan

Program Latihan Pada Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil

Kabupaten Bandung, dan hasil penelitian ini bertujuan untuk mengukur

keberhasilan program pelatihan yang telah dilaksanakan oleh Pekerja Sosial


(20)

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh pemahaman yang jelas dan tepat serta untuk menghindari

kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah yang digunakan dalam penelitian ini,

diperlukan definisi operasional dari beberapa istilah yang berkenaan dengan judul dan

fokus permasalahan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Kedua: 1995)

adalah pelaksanaan & penerapan. Pengertian implementasi hasil pelatihan

dalam penelitian ini adalah penerapan hasil pelatihan (pengalaman belajar)

berbasis kompetensi yang diperoleh dari suatu pelatihan Pekerja Sosial

Masyarakat Tingkat Dasar di Kabupaten Bandung.

2. Hasil Pelatihan

Adalah keluaran (output) yaitu kuantitas lulusan yang disertai kualitas

perubahan tingkah laku yang didapat melalui kegiatan belajar membelajarkan.

Pengertian hasil pelatihan dalam penelitian ini adalah adanya kualitas

perubahan tingkah laku Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Perubahan kinerja

berupa tingkah laku yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor

yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka perlukan.

3. Kompetensi

Adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berupa


(21)

pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara

profesional, efektif dan efisien.

4. Kinerja

Kinerja mengandung pengertian kemampuan kerja atau performansi secara

keseluruhan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

sehari-hari dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Adapun kinerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah unjuk

kerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam melakukan pembangunan

kesejahteraan sosial dengan menerapkan pendekatan pembelajaran orang

dewasa.

5. Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Pekerja Sosial Masyarakat adalah warga masyarakat yang atas dasar rasa

kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan,

kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi pada

pembangunan kesejahteraan sosial. Adapun Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang mampu memotivasi

masyarakat, menggerakan, memfasilitasi, & memperantai.

H. Kerangka Berfikir

Pelatihan merupakan kegiatan untuk membantu para pegawai di dalam


(22)

dibutuhkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Agar pelatihan dapat

terselenggara dengan baik dan berhasil meningkatkan kualitas kinerja dan

produktivitas kerja dari para pegawai, perlu diterapkan manajemen pelatihan yang

baik.

Dengan manajemen pelatihan yang baik, segala kegiatan yang dilakukan akan

secara sistematis, terkoordinasi, dan kooperatif di dalam memanfaatkan sumber daya

manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Manajemen pelatihan juga merupakan pedoman pemikiran dan

tindakan mengenai langkah-langkah tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Sebagai pedoman & langkah-langkah yang harus dilakukan, perlu ditetapkan

suatu rencana (plan), dengan melakukan penentuan, pengelompokan, pengaturan

kegiatan, penempatan, dan melimpahkan wewenang kepada yang akan melaksanakan

(organizing), serta untuk mewujudkan rencana menjadi tindakan-tindakan nyata

dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka perlu dilaksanakan

(process) dan untuk mengetahui apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana yang

telah ditetapkan dan apakah hasil-hasil yang dicapai sudah baik atau terdapat deviasi,

perlu melakukan penilaian (evaluation). Dengan demikian dalam manajemen

pelatihan pada intinya meliputi empat (4) komponen dasar, yaitu perencanaan,


(23)

Pelatihan untuk Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) merupakan program

bimbingan dalam bentuk pemberian bimbingan, bantuan, petunjuk, arahan, motivasi

agar peserta belajar secara efisien, dan efektif. Pelatihan Pekerja Sosial Masyarakat

(PSM) bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, sikap, dan ketermpilan dalam

kegiatan pembangunan kesejahteraan sosial. Dengan pelatihan ini diharapkan Pekerja

Sosial Masyarakat (PSM) dapat menunjukan kinerja dalam mengelola program

kesejahteraan sosial.

Pelatihan dan kinerja merupakan dua faktor penting yang saling berhubungan,

hubungannya lebih bersifat searah, yakni pelatihan terhadap kinerja. Pelatihan akan

berdampak terhadap kinerja, manakala pelatihan itu mempertimbangkan

prinsip-prinsip pelatihan yang secara umum dapat dikelompokan dalam empat kategori yaitu

berkaitan dengan peserta penyelenggara dan materi pelatihan serta situasi pelatihan.

Secara umum, penelitian ini diarahkan untuk meneliti implementasi hasil

pelatihan terhadap kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam pengelolaan

pembangunan yang pada akhirnya dapat mendorong pencapaian keberhasilan

Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) di Kabupaten Bandung.

Dampak pelatihan terhadap kinerja lebih berkaitan dengan fase pelaksanaan

dan fase pasca pelatihan. Fase pelaksanaan pelatihan dapat dilihat dari hasil atau

pengalaman belajar yang diperoleh dari proses pelatihan. Sedangkan fase pasca

pelatihan dapat dilihat pada implementasi hasil pelatihan dalam pengelolaan


(24)

Apabila diadakan penelitian, hasil implementasi ini dapat menunjukan kinerja

dalam pengelolaan pembelajaran. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam implementasi

hasil pelatihan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dihadapkan dengan beberapa faktor

penghambat dan faktor pendukung sehingga dapat berpengaruh terhadap kinerja

Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) dalam pengelolaan pembangunan kesejahteraan

sosial meliputi:

1. Menyusun rencana program pelatihan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM),

2. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif,

3. Mendorong partisipasi aktif dalam pembelajaran,

4. Penggunaan metode pembelajaran, dan

5. Melakukan penilaian terhadap peserta belajar.

Bagan 1.1 Kerangka Berfikir

INPUT PROSES OUTPUT OTHER INPUT

Perencanaan Pelaksanaan Hasil

Sasaran beserta karakteristik Pembelajaran (teori dan praktek) bimbingan Perubahan Kinerja

1. Peningkatan pengetahuan 2. Sikap

3. Keterampilan social dan potensial (motifator, komunikator,

dinamisator, penghubung antar system

4. Mandiri / Berdaya 5. Membelajarkan

masyarakat

Outcom 1. Education for sustainable

development/keberlanjuta n program dalam pembelajaran masyarakat 2. Social responsibility 3. Solidaritas dan

kesejawatan antar PSM

Instrumental dan Environmental

Bahan ajar dan sumber belajar Kualitas dan Kuantitas Dampak Evaluasi Kerangka Berfikir


(25)

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya,

berikut ini sistematika penulisan yang digunakan pada penulisan tesis ini sebagai

berikut:

BAB I berisi : Pendahuluan yaitu meliputi latar belakang masalah, identifikasi

masalah, perumusan dan pembatasan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, kerangka berfikir, dan sistematika

penulisan.

BAB II berisi : Landasan teoritis atau kajian teoritis, yakni konsep yang

berhubungan dengan judul dan permasalahan.

BAB III berisi : Metodologi penelitian yakni membahas mengenai metoda dan

teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, subyek penelitian, teknik

pengumpulan dan analisis data serta langkah-langkah penelitian.

BAB IV berisi : Temuan penelitian.

BAB V berisi : Hasil penelitian dan pembahasan yakni menjabarkan mengenai profil

lokasi penelitian dan profil penyelenggara program, serta .deskripsi hasil penelitian

dan pembahasan hasil penelitian mengenai implementasi hasil pelatihan berbasis

kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar dalam meningkatkan

kinerja.

BAB VI berisi : Kesimpulan dan saran akan membahas tentang kesimpulan dan

saran-saran terhadap penelitian sehubungan dengan permasalahan penelitian.


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode merupakan hal yang sangat penting diperlukan dalam suatu penelitian dengan tujuan untuk memandu seseorang peneliti. Suatu penelitian akan efektif dalam mencapai tujuannya sesuai dengan yang diharapkan apabila memperhatikan metode yang akan digunakan, seperti yang dikemukakan oleh Nazir (1993: 31) bahwa metode penelitian akan memandu seorang peneliti mengenai urutan-urutan bagaimana penelitian dilakukan. Kemudian Surachmad (1998: 131) mengemukakan bahwa metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh data empiris tentang Implementasi Pelatihan Berbasis Kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) Tingkat Dasar di Kabupaten Bandung, maka untuk mencapai tujuan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yang mengkombinasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dan pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Penelitian ini pada hakekatnya ingin memahami dan mengungkapkan secara mendalam bagaimana interaksi sosial pengelola program, fasilitator, panitia penyelenggara dan peserta pelatihan yang memanfaatkan hasil penelitian serta


(27)

dampak dari hasil Pelatihan Berbasis Kompetensi dalam meningkatkan kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar.

Sukmadinata (2008: 130) mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan asumsi dan prinsip-prinsip dasar dari penelitian kualitatif dan kuantitatif, tetapi ada ahli-ahli yang berpandangan pragmatis, lebih melihat penerapan antara kedua pendekatan penelitian tersebut. Mereka yang berpandangan pragmatis memadukan kedua pendekatan menjadi pendekatan campuran.

Setiap metode penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu keberadaan metode kualitatif dan metode kuantitatif tidak perlu diperdebatkan karena keduanya justru saling melengkapi satu dengan yang lain. Metode penelitian kualitatif cocok digunakan untuk meneliti dimana masalahnya belum jelas dilakukan pada situasi sosial yang tidak luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Sedangkan metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan pada populasi yang luas sehingga hasil penelitian kurang mendalam.

Karena penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed approach) yaitu dengan prosedur kualitatif dan kuantitatif maka tentu saja data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan data kuantitatif. Sukmadinata (2008: 130) mengatakan bahwa meskipun ada perbedaan asumsi dan prinsip-prinsip dasar dari penelitian kuantitatif dan kualitatif, tetapi ada ahli-ahli yang berpandangan pragmatis, lebih melihat penerapan antara kedua pendekatan penelitian tersebut. Mereka yang berpandangan pragmatis memadukan kedua pendekatan menjadi pendekatan campuran.


(28)

Setiap metode penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu keberadaan metode kualitatif dan metode kuantitatif tidak perlu diperdebatkan karena keduanya justru saling melengkapi satu dengan yang lain. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara, studi dokumentasi, dan observasi lapangan sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner.

Tabel 3.1

Kelebihan dan Kekurangan Mixed Approach

Kelebihan Kekurangan

Kata-kata, gambar dan narasi bisa digunakan untuk menambah makna bagi angka-angka yang didapat

Peneliti sulit untuk menerapkan dua jenis metode atau pendekatan ini sendirian, kalau kedua jenis metode atau pendekatan diterapkan secara bersamaan (concurrent). Hal ini memerlukan satu tim penelitian

Angka-angka bisa digunakan untuk memperkuat makna dari kata-kata, gambar dan narasi

Peneliti harus belajar banyak tentang kedua jenis metode/pendekatan ini sehingga mampu mengintegrasikan kedua jenis metode atau pendekatan ini dengan baik

Metode/pendekatan ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan dari pendekatan kualitatif dan kuantitatif

Metode atau pendekatan campuran ini cenderung lebih banyak mengeluarkan biaya Peneliti bisa mengajukan dan

menguji grounded theory

Metode atau pendekatan campuran ini juga memerlukan waktu yang lebih banyak

Pendekatan/metode campuran ini bisa menjawab pertanyaan penelitian yang lebih luas dan lengkap karena peneliti tidak

terikat oleh satu

pendekatan/metode saja

Masih terdapat beberapa perdebatan diantara para ahli metodologi penelitian (Seperti

bagaimana mencampur

pertanyaan penelitian, bagaimana menganalisis data kuantitatif secara kualitatif, bagaimana menginterpretasikan hasil penelitian yang berlawanan.


(29)

Peneliti bisa memanfaatkan kelebihan dari satu metode/pendekatan untuk menutupi kelemahan dari metode/pendekatan lainnya (ini merupakan prinsip dan saling melengkapi)

Bisa memperkuat kesimpulan penelitian melalui convergence dan corroboration dari temuan penelitian (ini adalah prinsip dari triangulasi)

Metode/pendekatan campuran ini bisa menambah wawasan dan pemahaman yang mungkin terlewatkan oleh suatu pendekatan

Bisa digunakan untuk meningkatkan generalisasi dari hasil penelitian

Penggunaan metode/pendekatan kualitatif dan kuantitatif secara bersama-sama bisa memberikan pengetahuan yang lebih lengkap guna menunjang semua teori dan praktek.

(Diterjemahkan

dari:http://www.southalabama.edu/coe/bset/johnson/lectures/lec 14. Htm)

Menurut John W. Creswell (2010: 316-324) terdapat 6 strategi dalam menggunakan metode campuran diantaranya:

1. Strategi Eksplanatoris Sekuensial. Ini merupakan strategi yang cukup populer dalam penelitian metode campuran dan sering kali digunakan oleh para peneliti yang lebih condong pada proses kuantitatif. Strategi ini diterapkan dengan pangumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama yang diikuti oleh pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot atau prioritas lebih diberikan pada data kuantitatif. Untuk itulah, dua jenis data


(30)

ini terpisah namun tetap berhubungan. Teori yang eksplisit bisa saja disajikan tetapi bisa juga tidak, dalam bentuk keseluruhan prosedur.

2. Strategi Eksploratoris Sekuensial. Strategi ini mirip dengan strategi sebelumnya, hanya tahap pengumpulan dan analisis datanya saja yang dibalik. Strategi eksploratoris sekuensial melibatkan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap pertama, yang kemudian dikuti oleh pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap kedua yang didasarkan pada hasil-hasil tahap pertama. Bobot/prioritas lebih cenderung pada tahap pertama, dan proses pencampuran (mixing) antar kedua metode terjadi ketika peneliti menghubungkan antara analisis data kualitatif dan pangumpulan data kuantitatif. Strategi eksploratoris sekuensial bisa atau tidak bisa, diimplementasikan berdasarkan perspektif teoritis tertentu. 3. Strategi Transformatif Sekuensial. Strategi ini terdiri dari dua tahap

pengumpulan data yang berbeda, satu tahap mengikuti tahap yang lain seperti halnya dua strategi sekuensial sebelumnya. Strategi transformatif sekuensial merupakan proyek dua-tahap dengan perspektif teoritis tertentu (seperti gender, ras, teori ilmu sosial) yang turut membentuk prosedur-prosedur di dalamnya. Strategi ini terdiri dari tahap pertama (baik itu kuantitatif ataupun kualitatif) yang diikuti oleh tahap kedua (baik itu kualitatif dan kuantitatif). Perspektif teoritis diperkenalkan di bagian pendahuluan. Perspektif ini dapat membentuk rumusan masalah yang akan dieksplorasi (seperti ketidaksetaraan, diskriminasi, ketidakadilan), menciptakan sensitivitas pengumpulan data dari kelompok-kelompok


(31)

marginal, dan diakhiri dengan ajakan akan perubahan. Dalam strategi ini, peneliti dapat menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama, dan bobotnya dapat diberikan pada salah satu dari keduanya atau ddistribusikan secara merata pada masing-masing tahap. Dalam strategi transformatif sekuensial ini proses pencampuran (mixing) terjadi ketika peneliti menggabungkan antara dua metode penelitian seperti yang dilakukan dalam strategi-strategi sekuensial sebelumnya.

4. Strategi Triangulasi Konkruen. Strategi ini mungkin menjadi satu-satunya dari enam strategi metode campuran yang paling populer saat ini. Dalam strategi triangulasi konkruen, peneliti mengumpulkan data kuantitatif, dan kualitatif secara konkruen (dalam satu waktu), kemudian membandingkan dua data base ini untuk mengetahui apakah ada konvergensi, perbedaan-perbedaan atau beberapa kombinasi. Strategi ini pada umumnya menerapkan metode kualitatif dan kuantitatif secara terpisah untuk menutupi atau menyeimbangkan kelemahan-kelemahan satu metode dengan kekuatan-kekuatan metode lain (atau sebaliknya, kekuatan satu metode menambah kekuatan metode yang lain). Dalam strategi ini, pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif dilakukan secara bersamaan (konkruen) dalam satu tahap penelitian. Idealnya, bobot antara dua metode ini setara/seimbang, tetapi dalam praktiknya seringkali ada prioritas yang lebih dibebankan pada satu metode ketimbang pada metode lain.

5. Strategi Embedded Konkruen. Seperti halnya strategi triangulasi konkruen, strategi embedded konkruen juga dapat dicirikan sebagai strategi metode


(32)

campuran yang menerapkan satu tahap pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dalam satu waktu. Meski demikian, yang membedakan strategi ini dengan strategi konkruen sebelumnya adalah bahwa strategi embedded konkruen memiliki metode primer yang memandu proyek dan database sekunder yang memainkan peran pendukung dalam prosedur-prosedur penelitian. Metode sekunder yang kurang diprioritaskan (kualitatif atau kuantitatif) di tancapkan (embedded) atau disarangkan (nested) ke dalam metode yang lebih dominan (kualitatif atau kuantitatif). Penancapan ini dapat berarti bahwa metode sekunder menjabarkan rumusan masalah yang berbeda dari metode primer (seperti, dalam penelitian eksperimen, data kuantitatif menjelaskan outcome yang diharapkan dari proses treatment, sementara data kualitatif mengeksplorasi proses-proses yang dialami oleh masing-masing individu dalam kelompok treatment) atau mencari informasi dalam tingkatan analisis yang berbeda (Seperti analogi dalam analisis hierarkis kualitatif sangat membantu dalam mengkonseptualisasi level-level hierarki ini).

Dalam strategi ini, pencampuran (mixing) dua data terjadi ketika peneliti mengkomparasikan satu sumber data dengan sumber data yang lain, biasanya pencampuran ini banyak muncul dalam bagian pembahasan penelitian. Meski demikian, dua data tersebut bisa saja tidak dikomparasikan, tetapi dideskripsikan secara berdampingan sebagai dua gambaran berbeda yang mempresentasikan penelitian gabungan terhadap suatu masalah. Hal ini terjadi jika peneliti menggunakan strategi ini untuk


(33)

mengevaluasi dari dua rumusan masalah yang berbeda (antara kualitatif dan kuantitatif) atau meneliti level-level yang berbeda dalam suatu organisasi. Mirip dengan strategi konkruen sebelumnya, strategi ini juga menerapkan perspektif teoritis tertentu untuk menjelaskan metode primer. 6. Strategi transformatif konkruen. Strategi ini diterapkan dengan

mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif secara serempak serta didasarkan pada perspektif teoritis tertentu. Perspektif ini bisa berorientasi pada ideologi-ideologi seperti teori kritis, advokasi, penelitian partisipatoris, atau pada kerangka konseptual tertentu. Perspektif ini biasanya direfleksikan dalam tujuan penelitian atau rumusan masalah. Bahkan, perspektif inilah akan menjadi kekuatan utama dalam mendefinisikan masalah, mengidentifikasi rancangan dan sumber-sumber, menganalisis, menginterpretasi dan melaporkan laporan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, strategi yang digunakan adalah strategi triangulasi konkruen yaitu merupakan strategi yang diterapkan dengan mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif secara serempak serta didasarkan pada perspektif teoritis tertentu. Perspektif ini biasanya direfleksikan dalam tujuan penelitian, atau rumusan masalah. Bahkan, perspektif inilah yang akan menjadi kekuatan utama dalam mendefinisikan masalah, mengidentifikasikan rancangan dan sumber-sumber data, menganalisa, menginterpretasi dan melaporkan hasil penelitian. Strategi metode campuran konkruen/satu waktu (concurrent mixed methods) merupakan prosedur-prosedur dimana di dalamnya peneliti mempertemukan atau menyatukan data kualitatif dan data kuantitatif untuk memperoleh analisis


(34)

komprehensif atas masalah penelitian. Dalam strategi ini peneliti mengumpulkan dua jenis data tersebut pada satu waktu, kemudian menggabungkannya menjadi satu informasi dalam interpretasi hasil keseluruhan.

Bagan 3.1

Strategi Triangulasi Konkruen

KUAL KUAN

Pengumpulan Pengumpulan

Data Data

KUAL KUAN

Analisis Analisis

Data Hasil-hasil Data yang dikomparasikan Data

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian diperlukan teknik pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data menurut Suharsimi Arikunto (1990: 121) adalah : “alat pada waktu peneliti menggunakan suatu teknik pengumpulan data dalam memecahkan masalah penelitian yang berkaitan dengan instrumen yang akan digunakan dalam rangka memperoleh data”.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam rangka memperoleh data semaksimal mungkin agar tercapai keutuhan yaitu sebagai berikut :


(35)

a. Angket

Angket yaitu penyelidikan mengenai suatu masalah yang menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dengan jalan mengedarkan formulir daftar pertanyaan, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subjek, untuk mendapatkan jawaban (tanggapan responden) tertulis seperlunya. (Kartini Kartono, 1990: 217)

Teknik angket ini tepat sebagai alat untuk memperoleh data yang cukup luas dari kelompok orang atau anggota masyarakat yang berpopulasi besar dan beraneka ragam serta bertebaran tempat kediamannya, sehingga pelaksanaannya menjadi efisien dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang relatif singkat. Jenis angket yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, artinya jawaban atas pertanyaan yang diajukan telah tersedia dan responden tinggal memilih salah satu jawaban yang tersedia. Pemberian skor dalam instrumen penelitian ini didasarkan pada skala likert dan jawaban yang diperoleh diberi skala 5, 4, 3, 2, 1 untuk pertanyaan yang bersifat positif ke arah negatif.

Dalam kegiatan penelitian ini angket merupakan alat pengumpul data utama untuk memperoleh data tentang implementasi pelatihan berbasis kompetensi yang dihubungkan dengan kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Angket ini ditujukan kepada Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). yang disusun menurut Skala Likert dengan lima alternatif jawaban untuk setiap item pertanyaan.

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dimana terjadinya komunikasi secara verbal antara pewawancara dengan subjek pewawancara.


(36)

Sejalan dengan pengertian diatas, dapat diperjelas bahwa wawancara atau interview yaitu percakapan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartini Kartono, 1990: 187).

Wawancara yang mendalam dengan responden dilakukan dalam bentuk tanya jawab dan diskusi yang mengarah pada pemanfaatan hasil pelatihan berbasis kompetensi. Dalam wawancara ini diminta agar responden memberikan informasi sesuai dengan yang dialami, diperbuat atau dirasakan, yang pernah diketahui ataupun dipelajari yang mengarah kepada pemanfaatan pelatihan berbasis kompetensi yang telah diikuti.

Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menghindari dan menutupi kelemahan dari salah satu teknik wawancara, maka pedoman wawancara ini peneliti menggunakan secara terpadu yaitu pedoman wawancara yang terstruktur dan bersifat terbuka. Kita menyadari bahwa dengan wawancara terstruktur jawaban-jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan telah disediakan oleh peneliti, dan responden tinggal memilih atau mengkategorikan saja, hal ini memungkinkan jawaban tidak objektif, karena responden merasa terpengaruh atau diarahkan oleh peneliti.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dipadukan dengan wawancara yang bersifat terbuka, sehingga responden tidak perlu merasa diarahkan, karena jawaban yang akan diberikan bersifat bebas sesuai dengan keyakinan responden sendiri.


(37)

c. Teknik Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Margono, 1996: 158). Adapun tujuan dari observasi adalah selain sebagai eksplorasi (untuk memperkaya atau memperluas pandangan peneliti terhadap suatu masalah) juga untuk mendeskripsikan kehidupan sosial dengan menjaring prilaku individu sebagaimana prilaku itu terjadi dalam kenyataan yang sebenarnya.

Adapun tujuan observasi itu sendiri adalah: “mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interelasi elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks dalam pola-pola kultural tertentu”. (Kartini Kartono, 1990: 157). Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian adalah dengan cara mengamati situasi dan objek penelitian. Melalui cara inilah, peneliti diharapkan dapat mengamati kejadian-kejadian dalam lokasi penelitian sehingga dapat memberikan pengalaman yang mendalam dan komprehensif secara holistik.

Sebelum melakukan pengamatan, peneliti menyiapkan pedoman observasi berupa garis besar atau butir-butir kegiatan umum kegiatan yang akan diobservasi. Rincian dari aspek-aspek yang diobservasi dikembangkan di lapangan dalam proses pelaksanaan observasi.

d. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan usaha penelaahan terhadap beberapa dokumen (barang-barang tertulis) atau arsip dari kegiatan pelatihan berbasis kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Suharsimi Arikunto (1990: 206) mengemukakan bahwa “metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai


(38)

hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya”.

Penggunaan studi dokumentasi dalam penelitian ini guna melengkapi data yang tidak dapat diperoleh melalui wawancara dan observasi. Cara ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM).

e. Studi Literatur

Studi literatur adalah dimaksudkan untuk memberikan landasan teoritis atau pemahaman masalah dan studi perbandingan dengan jalan membaca buku-buku, pendapat-pendapat dan teori-teori sebagai pendukung terhadap permasalahan teori sehingga dapat memperluas wawasan berfikir yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan dapat didefinisikan sebagai suatu teknik mendapatkan data teoritis guna memperoleh pendapat para ahli dan teorinya melalui sumber bacaan. Dalam penelitian ini, studi literatur/kepustakaan diterapkan penulis untuk memperoleh informasi mengenai masalah yang diteliti dari buku-buku, majalah-majalah, surat kabar dan bahan cetak lain (elektronik misal internet dan sebagainya) yang menunjang penelitian ini dan dapat dijadikan landasan pemikiran dalam penulisan tesis ini sehingga diperoleh keterkaitan antara teori dengan tujuan penelitian.


(39)

C. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam judul tesis ini dengan jelas disebutkan lokasi dimana penelitian ini dilakukan, yakni di Kabupaten Bandung. Selanjutnya populasi dari penelitian ini adalah seluruh PSM yang ada di Kabupaten Bandung yang sudah mengikuti pelatihan berbasis Kompetensi bagi Pekerja Sosial Masyarakat Tingkat Dasar.

Menurut Arikunto (1990: 102) subjek penelitian yaitu: “benda, hal, orang dan tempat dimana data yang dipermasalahkan melekat. Oleh karena itu agar pengamatan terhadap individu dapat lebih mendalam, maka subjek yang diteliti dibatasi”.

Nasution (2003: 13) mengemukakan bahwa: “penelitian kualitatif umumnya mengambil informan (subjek peneliti) lebih kecil dan pengambilannya cenderung memilih purposif daripada acak”.

Cara dalam menentukan responden yang dijadikan subjek penelitian adalah sebagai berikut:

a. Mengadakan penjajagan ke Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,

b. Meminta informasi kepada Ketua Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kabupaten Bandung, dan

c. Mengadakan observasi terhadap Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) yang ada di Kabupaten Bandung.

Dalam penelitian ini subyek yang akan diteliti terdiri dari dua bagian, pertama, sebagai “sumber informasi”, yaitu responden yang terdiri dari anggota Penyuluh Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebagai peserta didik/pelatihan yang dapat memberikan data tentang dirinya serta bagaimana pengalamannya yang


(40)

berkaitan dengan Pelatihan Pekerja Sosial Tingkat Dasar. Kedua, “sumber informan”, yaitu sumber data lain yang dapat memberikan informasi pelengkap tentang hal-hal yang tidak terungkap dari subyek penelitian, dan sekaligus sebagai triangulasi untuk menjamin akurasi data. Informan ini terdiri dari penyelenggara program pelatihan Pekerja Sosial tingkat dasar, nara sumber serta klien.

Untuk memperoleh informasi tentang implementasi pelatihan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar maka subyek penelitian dipilih secara purposif (sesuai dengan tujuan). Hal ini berdasarkan pendapat Nasution (2003: 11) yang menyatakan bahwa “metode naturalistik tidak menggunakan sampling random atau acak, dan tidak pula menggunakan populasi sampel yang banyak”. Sampel atau subyek penelitian biasanya sedikit dan dipilih berdasarkan tujuan (purposive) penelitian.

Dengan demikian pendekatan penelitian kualitatif tidak membutuhkan populasi dan sampel yang banyak. Populasi tergantung kepada konsep yang digunakan terbatas pada unit penelitiannya. Jumlah subyek penelitian tidak ditentukan secara ketat, tetapi tergantung kepada tercapainya redudancy, ketuntasan atau kejenuhan data, jadi cenderung bersifat snowball sampling.

Berdasarkan hasil studi penjajagan dan observasi serta orientasi dengan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) serta melakukan diskusi dengan pihak penyelenggara, akhirnya didapat informasi bahwa subjek yang sesuai dengan tujuan penelitian adalah tiga orang anggota Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) sebagai sumber primer.


(41)

Pemilihan responden secara purposif tersebut dipilih dari para responden yang memiliki kriteria: 1) Telah selesai mengikuti program pelatihan Pekerja Sosial Tingkat Dasar, 2) Kemampuan dalam Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, 3) Orang yang diembani amanah serta bersedia mengabdi untuk kepentingan umum, 4) Rapih di dalam pengelolaan administrasi serta memiliki semangat dan ketekunan yang tinggi, 5) Adanya penerimaan masyarakat, 6) Memiliki jaringan kerjasama yang baik dengan lembaga lain. Selain dari alasan tersebut ketiga responden tersebut dirasakan memiliki pemahaman yang lebih utuh dibandingkan dengan peserta lainnya.

Selain pemilihan atas dasar kriteria tersebut diatas, pemilihan secara purposif juga didasarkan pada keistimewaan responden dalam hal posisi (kedudukan) pengaruh dimasyarakat, kemudian termasuk dalam unsur penyelenggara, dimana penulis beranggapan bahwa pihak penyelenggara mengetahui secara utuh dari awal pelaksanaan kegiatan sampai kegiatan berakhir. Untuk mendapatkan data yang akurat dan tepat setelah mengumpulkan hasil observasi dan wawancara dengan keempat sumber primer, maka peneliti mengadakan triangulasi. Kegunaan triangulasi adalah untuk membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi, hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Untuk keperluan triangulasi dan sebagai pelengkap data, maka dipergunakan tenaga informan lain di luar subyek penelitian yaitu subyek yang diduga kuat dapat memberikan data atau informasi tambahan mengenai responden yang diteliti. Triangulasi dilakukan terhadap dua orang pelatih yang


(42)

memberikan materi pelatihan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) tingkat dasar, seorang sumber belajar/narasumber dan tiga orang klien yang menjadi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Kegunaan triangulasi adalah untuk membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan orang secara pribadi, hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan. Untuk keperluan triangulasi dan sebagai pelengkap data, maka dipergunakan tenaga informan lain di luar subyek penelitian yaitu subyek yang diduga kuat dapat memberikan data atau informasi tambahan mengenai responden yang diteliti. Dengan demikian jumlah subyek penelitian seluruhnya adalah lima orang.

Untuk mengetahui tentang kinerja Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) digunakan penarikan populasi dan sampling Populasi adalah sifat-sifat atau karakteristik dari sekelompok subjek gejala atau objek. Sifat dan karakteristik tersebut dijaring melalui instrumen yang telah dipilih dan dipersiapkan oleh peneliti.

Sedangkan menurut Sugiyono (2008: 57) bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Didasari pengertian tersebut, maka penelitian ini yang menjadi anggota adalah seluruh anggota Pekerja Sosial Masyarakat yang sudah mengikuti pelatihan berbasis kompetensi di Kabupaten Bandung yang berjumlah 310 orang tersebar di 31 Kecamatan.


(43)

Secara ideal, guna mendapatkan gambaran masalah yang diinginkan dengan sempurna, kita seharusnya meneliti seluruh populasi. Namun mengingat luasnya populasi, sehingga kalau membutuhkan total sampel akan membutuhkan waktu, biaya, tenaga yang sangat banyak, maka penelitian mengenal sampel, yaitu mengambil sebagian dari anggota populasi untuk dijadikan objek penelitian.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun yang dimaksud dengan sampel menurut Kartini Kartono (1990: 129) adalah “Contoh, monster, representert atau wakil dari populasi yang cukup besar jumlahnya dan tujuan pengambilan sampel adalah untuk memperoleh keterangan mengenai objek penelitian dengan jalan hanya mengatasi sebagian saja dari populasi.

Dengan mempertimbangkan pendapat Kartini Kartono (1990: 135) bahwa “ pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat untuk secara mutlak menentukan berapa besar sampel tersebut harus diambil dari populasi”.

Akan tetapi menurut Suharsimi Arikunto (1990: 121) yang menjelaskan bahwa:

Besar kecilnya penarikan sampel, sekedar ancer-ancer apabila jumlah subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua sebagai penelitiannya yang merupakan populasi atau dikenal istilah sampel total. Sedangkan apabila sumbernya lebih besar dapat diambil sebanyak 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Karena berbagai alasan yaitu keterbatasan waktu dan dana yang tersedia maka tidak semua populasi dijadikan objek penelitian. Teknik penentuan sampel itu menjadi sangat penting peranannya dalam penelitian. Sehubungan dengan hel tersebut, maka penulis mengambil sampelnya dengan teknik Simple Random Sampling.


(44)

Berdasarkan pendapat diatas, maka penulis mengambil sampelnya sebanyak 120 orang dari populasi 310 orang. Pengembilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

xn

N

N

N

1

1

(Moh. Nazir, 1993 : 351) Keterangan:

N = Besar sampel n = Besar Populasi

N1= Besar sub populasi stratum ke-i

Dengan rincian perhitungan pengambilan sampel untuk tiap Pekerja Sosial Masyarakat adalah sebagai berikut:

4 124 310

10

1= x =

n 124 4

310 10

17= x =

n

4 124 310

10 2= x =

n 124 4

310 10

18= x =

n

4 124 310

10

3= x =

n 124 4

310 10 19= x = n

4 124 310

10 4= x =

n 124 4

310 10 20= x = n

4 124 310

10 5= x =

n 124 4

310 10 21= x = n

4 124 310

10

6= x =

n 124 4

310 10 22= x = n

4 124 310

10

7= x =

n 124 4

310 10 23= x = n

4 124 310

10 8= x =

n 124 4

310 10

24= x =

n

1 124 310

2 9= x =

n 124 4

310 10

25= x =

n

4 124 310

10

10= x =

n 124 4

310 10

26= x =

n

4 124 310

10

11= x =

n 124 4

310 10

27= x =

n

4 124 310

10

12= x =

n 124 4

310 10

28= x =

n

4 124 310

10

13= x =

n 124 4

310 10 29= x = n


(45)

4 124 310

10

14= x =

n 124 4

310 10

30= x =

n

3 124 310

8

15= x =

n 124 4

310 10 31= x = n

4 124 310

10

16= x =

n

Dengan distribusi penyebaran angketnya adalah sebagai berikut: Tabel 3.2

Distribusi Penyebaran Angket

No Nama Kecamatan Populasi (N) Sampel (n)

1. Soreang 10 4

2. Rancabali 10 4

3. Ciwidey 10 4

4. Pasir Jambu 10 4

5. Kutawaringin 10 4

6. Dayeuh kolot 10 4

7. Margahayu 10 4

8. Katapang 10 4

9. Margaasih 2 1

10. Bojongsoang 10 4

11. Pangalengan 10 4

12. Banjaran 10 4

13. Cangkuang 10 4

14. Pameungpeuk 10 4

15. Arjasari 8 3

16. Cimaung 10 4

17. Ibun 10 4

18. Kartasari 10 4

19. Pacet 10 4

20. Ciparay 10 4

21. Baleendah 10 4

22. Cicalengka 10 4

23. Cilengkrang 10 4

24. Cimenyan 10 4

25. Cileunyi 10 4

26. Rancaekek 10 4

27. Solokan Jeruk 10 4

28. Cikancung 10 4

29. Nagreg 10 4

30. Paseh 10 4

31. Majalaya 10 4


(46)

Keterangan:

N= Jumlah populasi anggota posyandu n = jumlah sampel anggota posyandu

D. Langkah-langkah Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif a. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk memperoleh data lapangan peneliti mencoba menguraikan dan mendeskripsikan data yang diperoleh menurut apa adanya. Kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan pedoman-pedoman studi kepustakaan dan dikembangkan suatu pola pengolahan yang sesuai dengan masalah dan objek yang diteliti.

Model pola pengolahan data yang telah dikembangkan dalam penelitian ini digunakan sebagai pedoman pola pikir untuk menganalisis data lapangan yang diperoleh. Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam penelitian ini, maka peneliti berusaha untuk mengungkap kenyataan-kenyataan atau fenomena-fenomena yang sesungguhnya di lapangan.

Mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan tentang peristiwa atau objek terhadap Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), maka hasil pengumpulan data dan informasi disajikan secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dianalisis dengan menggunakan komparasi teoritik. Sedangkan analisis datanya dengan langkah-langkah sebagai berikut: tahap reduksi, tahap


(47)

Pengolahan dan analisis data dilakukan sesuai dengan ketentuan penelitian kualitatif, yaitu diinterpretasikan dan dianalisis secara terus menerus sejak awal hingga akhir penelitian. Analisis data merupakan proses mengurutkan dan mengamati secara sistematis transkrip wawancara (interview), catatan lapangan (hasil observasi) dan bahan-bahan yang ditemukan untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diamati dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain. Dalam hal ini langkah-langkah yang ditempuh yaitu: 1) reduksi data, 2) display data, 3) mengambil kesimpulan dan verifikasi. Hal ini sejalan dengan menurut pendapat Nasution (2003: 129) analisis data secara umum mengikuti langkah-langkah berikut:

1) Tahap Reduksi

Tahap ini dilakukan untuk menelaah data secara keseluruhan yang di dapat dari lapangan, sehingga dapat ditemukan hal-hal yang penting yang berhubungan dengan fokus penelitian. Hasil wawancara dan observasi di lapangan dituangkan ke dalam bentuk tulisan berupa uraian atau laporan terinci dan sistematis. Laporan-laporan terperinci tentang data yang diperoleh dari lapangan sebagai bahan mentah perlu direduksi, disingkatkan, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi memberi gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan yang mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan.

Pada tahap reduksi kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan diantaranya: a. Mengumpulkan data dan informasi dari hasil observasi, wawancara dan studi


(48)

b. Menentukan inti atau pokok yang urgen dari setiap temuan penelitian. 2) Tahap Display

Display data yaitu agar bisa melihat gambaran data secara keseluruhan dan bagian-bagian tertentu. Dalam hal ini dilakukan dengan cara membuat beberapa matrik, grafik atau chart dan deskripsi secara rinci dengan mengklasifikasikan data berdasarkan kode yang telah ditentukan sebelumnya.

Pada tahap display kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan antara lain: a. Membuat rangkuman atau abstraksi secara deskriptif dan sistematis

sehingga dapat ditemukan tema sentral dari data penelitian tersebut, dan b. Memberi makna setiap rangkuman tersebut dengan memperhatikan

kesesuaian dengan penataan penelitian 3) Tahap Kesimpulan dan Verifikasi

Mengambil kesimpulan dan verifikasi yaitu peneliti berusaha untuk mencari makna data yang dikumpulkan dengan cara mencari pola, tema, hubungan, persamaan, hal yang sering timbul dan sebagainya. Kesimpulan ini mula-mula masih sangat tentatif dan lebar. Agar diperoleh kesimpulan yang lebih mantap, maka kesimpulan harus senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung. Proses analisis data berlangsung sejak data terkumpul sampai akhir penelitian dengan diarahkan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian. Sejak peneliti melaksanakan studi aksplorasi, data yang diperoleh dari lapangan dituangkan dalam bentuk uraian tertulis secara langkap. Kemudian dirangkum dan dicari kesimpulan untuk dijadikan pegangan dalam melaksanakan kegiatan penelitian selanjutnya.


(49)

b. Pelaksanaan Penelitian

Secara garis besar penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yang menurut Nasution (2003: 33-34) terdiri dari: tahap persiapan (orientasi), tahap pelaksanaan (eksplorasi) dan tahap akhir (member check).

1) Tahap Persiapan (orientasi)

Tahap ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dan lengkap tentang permasalahan-permasalahan yang akan diteliti sekaligus untuk memantapkan desain dan fokus penelitian berikut nara sumbernya.

Pada kegiatan orientasi ini peneliti mengadakan kunjungan resmi kepada kepala Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung untuk menjajagi lapangan dan mencari informasi awal guna menentukan permasalahan dan fokus penelitian. Selama itu pula peneliti dengan pengarahan dari dosen pembimbing serta teman sejawat, menyusun dan memantapkan desain penelitian untuk dijadikan arahan kerja pada tahap selanjutnya.

Secara singkat dan berurutan kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan (orientasi) ini adalah:

a) Penyusunan desain penelitian,

b) Review dan revisi rancangan penelitian, c) Penyusunan, review dan revisi instrumen, d) Pengadaan instrumen terbatas, dan

e) Orientasi kepada pihak-pihak terkait sekaligus pemantapan desain dan instrumen penelitian.


(50)

2) Tahap Pelaksanaan (eksplorasi)

Tahap ini dilakukan setelah peneliti memperoleh rekomendasi dari instansi yang berwanang yaitu Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung. Mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2011. Pada tahap ini dilakukan penggalian data dan informasi, pengumpulan data sesuai dengan fokus permasalahan dan tujuan penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara dengan sumber data yang representatif berdasarkan pada pedoman wawancara sebagaimana terlampir. Hal ini dilakukan agar dalam wawancara dapat lebih terarah dan tetap dalam konteks fokus penelitian. Pada tahapan ini peneliti berusaha memperoleh informasi tentang latar penelitian secara tepat. Untuk itu dijalin hubungan baik secara formal maupun informal dengan responden yang akan diminta keterangan. Fleksibilitas dan adaptabilitas sangat perlu dipertahankan agar proses pengumpulan data dalam pelaksanaannya berjalan lancar. Selain itu untuk melengkapi data yang diperoleh dan sekaligus sebagai trianggulasi dilakukan observasi dan untuk mereka data atau informasi lengkap digunakan buku catatan.

Dalam tahap pelaksanaan ini juga dilakukan analisis data dengan cara mereduksi data atau informasi yang telah diperoleh yaitu dengan cara menyeleksi catatan lapangan yang ada dan merangkum hal-hal yang penting secara sistematis agar ditemukan polanya dan mempermudah peneliti untuk mempertajam peneliti untuk mempertajam gambaran tentang fokus penelitian.


(51)

3) Tahap Akhir (member check)

Untuk mengecek kebenaran data atau informasi yang telah dikumpulkan sehingga hasil penelitian dapat dipercaya maka perlu dilakukan member check. Setiap perolehan data atau informasi selalu dikonfirmasikan dan diteliti kembali kepada sumber datanya.

Untuk memantapkan lagi dilakukan observasi dan triangulasi dengan sumber data dan pihak-pihak yang lebih kompeten. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahpahaman dalam menafsirkan data atau informasi yang disampaikan tahap eksplorasi dan member check merupakan siklus artinya informasi atau data yang dikumpulkan selalu diperbaiki, disempurnakan dan dimantapkan sehingga kebenarannya dapat ditingkatkan.

c. Validitas Hasil Penelitian

Validitas hasil penelitian ini dilakukan dengan menetapkan tingkat kepercayaan dan kebenaran, menurut Nasution (2003: 114) tergantung kepada kredibilitas (validitas internal), dipendabilitas (reliabilitas), transferabilitas (validitas eksternal, dan konfirmabilitas (objektivitas).

Validitas dan objektivitas data dalam penelitian ini dilakukan melalui : 1) Kredibilitas

Kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan memperpanjang pengamatan, meningkatkan ketekunan dalam melakukan penelitian, melakukan triangulasi, mendiskusikan dengan teman sejawat tentang data yang diperoleh, menganalisis kasus negatif, dan melakukan member chek.


(52)

Untuk mencapai krediblitas atau kebenaran data yang diperoleh dan mencari kecocokan antara konsep peneliti dengan konsep responden dilakukan kegiatan seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2003: 114-118) sebagai berikut:

a. Triangulasi yaitu mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber data lain artinya kebenaran data atau informasi yang diberikan responden harus dilakukan pengecekan lebih lanjut. b. Membicarakannya dengan orang lain yaitu membahas catatan lapangan

dengan teman atau pejabat di lingkungan akademis terutama yang berkepentingan dengan penelitian ini.

c. Penggunaan bahan referensi, yaitu untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran dan dapat digunakan hasil rekaman atau bahan dokumentasi memanfaatkan berbagai buku yang berfungsi sebagai landasan teoritis dari aspek yang diteliti.

d. Mengadakan member check yaitu melakukan pengecekan ulang untuk menghindari perbedaan-perbedaan persepsi antara peneliti dengan responden. 2) Tranferability

Tranferability dilakukan agar penelitian kualitatif dapat dimengerti orang lain dan dapat diterapkan. Pada tahap ini peneliti dalam membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca jelas atas hasil penelitian tersebut sehingga dapat memutuskan data atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian di tempat lain.


(53)

3) Depenability

Depenability dilakukan dengan melakukan audit terhadap proses keseluruhan penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti itu perlu dilakukan defenabilty nya, apabila proses penelitian tersebut tidak dilakukan tapi datanya ada, meka penelitian tersebut tidak reliabel. Jika peneliti tidak memiliki data dan tidak dapat menunjukkan ”jejak aktivitas lapangannya” maka defenabilitas penelitiannya patut diragukan.

4) Konfirmability

Menguji konfirmability berarti menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability. Dalam penelitian jangan sampai terjadi proses penelitian tidak ada, tetapi hasilnya ada.

Realisasi kegiatan ini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Merekapitulasi data mentah yang dihimpun di lapangan secara lengkap dan cermat,

b. Menyusun hasil analisis dengan menyeleksi, merangkum dalam bentuk deskripsi yang sistematis,

c. Membuat hasil sintesa, yaitu menyesuaikan dengan tema dengan tujuan penafsiran kesimpulan, dan


(1)

Fraenkel, J.R. (1993). How To Design and Evaluate Research In Education. Singapore: Mc Graw-Hill Inc.

Goad, T.W. (1982). Delivering Effective Training. San Diego: University Associate, Inc.

Gordon, J. (1988). Approach Competency Based Training. Florida: Departemen of Education.

Hamalik, O. (2007). Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu Pengembangan SDM. PT Bumi Aksara.

Hasibuan, M.S.P. (1987). Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: CV. H. Masagung.

Hidayat. (1986). Konsep Produktivitas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Jarvis, P. (1983). Adult and Continuing Education: Theory and Practice. London:

Croom Helm.

Jones, H. (1990). Social Welfare in Third World Development. London: MacMillan.

Kamil, M. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan (Konsep dan Aplikasi). Bandung: Alfabeta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1998). Jakarta : Balai Pustaka. Kartono, K. (1990). Evaluasi Pendidikan. Bandung: Mandar Maju.

Kubr & Prokopenko. (1989). Competition Based Training. Newyork: College press.

Laird, D. (1985). Approaches to Training Job and Development (Second ed). Canada: Addison-Wesley Publishing Company.

Lynton. R.P. (1992). Perilaku Organisasi Pedoman ke arah Pemahaman Proses Komunikasi Antar Pribadi dan Metode Kerja. Jakarta: IPPM dan Pustaka Binaman Pressindo.

Mangkuprawira, S. (2008). Pemberdayaan dan Partisipasi Karyawan. Bogor: Penerbit IPB.

Manullang M. (1981). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mappa. S. dan Basleman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta: Depdiknas.


(2)

Marzuki. S. (2000). Strategi dan Model Pelatihan Suatu Pengetahuan Dasar Bagi Instruktur dan Pengelola Lembaga Latihan, Kursus, dan Penataran. Malang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

_________. (1992). Strategi dan Model Pelatihan. Malang: Jurusan PLS FIP-IKIP Malang.

Mayo, D. (1987). The Complete Book of Training: Theory, Principles, and Techniques. San Diego California: University Associates, Inc 8517 Production Avenue.

McClelland, D.C. (1981). The Achievement Motive. New York: Appleton Centure Crofts Inc.

Moekijat. (1991). Pengembangan Manajemen Pelatihan. Bandung: Angkasa. _______. (1993). Manajemen Kepegawaian. Bandung: Alumni Bandung. Mulyana, E. (2005). Pengantar Komunikasi. Bandung: PLS, UPI.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

__________. (2007). Model Tukar Belajar (Learning Exchange) Dalam Perspektif PLS. Bandung: Mutiara Ilmu.

Nasution, S. (2003). Metode Research (penelitian ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Nazir, M. (1993). Metode Penelitian . Jakarta: Ghalia.

Notoatmodjo, S. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Pareek. (1992). Perilaku Organisasi, Pedoman Kearah Pemahaman Proses Komunikasi Antar Pribadi dan Metode Kerja. Jakarta: IPPM dan Pustaka Binaman Pressindo.

Prabu-Mangkunegara, A. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Refika Aditama.

Purwanto, N. (1990). Evaluasi Program Diklat. Jakarta: STIA-LAN.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (Inpres No 5 Tahun 2010).

Saeful, A. (2002). Manajemen Pelatihan Keahlian Sosial. Bandung: IKIP Bandung.

Sihombing, U. (2000). Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategik. Jakarta: PD Mahkota.


(3)

Simamora, H. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Pertama. Yogyakarta:STIE YKPN.

Soenarto. (1999). Training Needs Assessment (Analisis Kebutuhan Pelatihan). Buletin Visi Media Informasi Pendidikan Luar Sekolah. Direktorat Pendidikan Tenaga Teknis, Ditjen PLSPO, Depdiknas. IV (5).062.

Spicker, P. (1995). Social Policy: Themes and Approaches. London: Prentice Hall.

Stanislaus-S, U. (2006). Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Sudijono, A. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana, D. (2006). Sistem &Manajemen Pelatihan (Teori & Aplikasi). Bandung: Falah Production.

________, (2004). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah dan Fakta Pendukung Azas. Bandung : Falah Production.

________, (2000). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber daya Manusia .Bandung: Fallah Production.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat, Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

________. (2005b). Praktik Pekerjaan Sosial dalam Penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS), makalah pada Pendidikan dan Pelatihan mengenai Sinkronisasi Program dan Kegiatan Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Jawa Tengah. Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah: Kampus Diklat Eksekutif Semarang, 16 Februari).

________. (2004a). Social Welfare Problems and Social Work in Indonesia: Trends and Issues (Masalah Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial di Indonesia: Kecenderungan dan Isu), makalah yang disampaikan pada International Seminar on Curriculum Development for Social Work Education in Indonesia, Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 2 Maret.


(4)

________. (2002b). Human Development and The Urban Informal Sector in Bandung: The Poverty Issue, International Journal. New Zealand: Journal of Asia Studies December Special Edition.

________. (1997). Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS (LSP-STKS).

Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Supriatna, S. (2004). Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Bandung: PLS, UPI. Supriharto. (1986). Produktivitas Kerja. Jakarta: Gunung Agung.

Surachmad, W. (1998). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.

Swasono, Sri-Edi. (2004). Kebersamaan dan Asasa Kekeluargaan. Jakarta: UNJ Press.

Syamsuddin, E. (2006). Membangun Budaya Kerja dalam Meningkatkan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal. Jurnal Ilmiah Visi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal (PTK-PNF).” 1(1), 2.

Timpe, D. (1992). Seri Ilmu dan Seni Manajemen Kinerja. Jakarta: Elek Media Komputindo.

Werther, Jr. (1991). Human Resources and Personal Management. New York: McGraw-Hill, Inc.

Zainudin, A. (1981). Suatu Petunjuk Untuk Pelatih dalam Pendekatan Andragogi “Konsep, Pengalaman dan Aplikasi”. BPKB Jayagiri : Unit Sumber Pendayagunaan Inovasi (USPI).

________. (1987). Supervisi, Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Karunika, Universitas Terbuka.

2. Sumber dari Publikasi Departemen

Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil (2010). Profil Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bandung: Dinsos.

Direktorat Kelembagaan Sosial Masyarakat Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial Departemen Sosial R1. (2005). Kebijakan dan Strategi Pemberdayaan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Jakarta: Depsos RI.


(5)

Direktorat Peningkatan Peran Kelembagaan Sosial Masyarakat dan Kemitraan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial. (2003). Buku Pegangan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM). Jakarta: Depsos RI.

Direktorat Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI. (1997). Petunjuk Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM). Jakarta: Depsos RI.

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2010. Universitas Pendidikan Indonesia Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006 Tentang Sistem

Pelatihan Kerja Nasional.

Perpres No. 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.

3. Sumber Dari Jurnal

Sudjana, D. (2006). “Peranan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Dalam Peningkatan Kualitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal”. Jurnal Ilmiah Visi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal (PTK-PNF). 1 (1), 15-16, Bandung.

Sudrajat, T. (2009). “Jurnal Strategic Action Plan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Provinsi Jawa Barat”, Bandung.

Sukarman. (2007). Analisis Kompetensi Pamong Belajar di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Jawa Tengah (Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Kompetensi Pamong Belajar). Jurnal Ilmiah Visi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Nonformal (PTK-PNF). 2(1), 73.


(6)

4. Sumber Dari Internet

1. www.bappenas.go.id. Html [20 Mei 2011]

2. http://www.southalabama.edu/coe/bset/johnson/lectures/lec 14. html. [21 Mei 2011.