PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASA;AH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SERUI PAPUA.
LEMBAR PENGESAHAN
PERNYATAAN ……… i
KATA PENGANTAR ……….. ii
UCAPAN TERIMAKASIH ………. iv
ABSTRAK ………... vi
ABSTRACT ………. vii
DAFTAR ISI ……… viii
DAFTAR LAMPIRAN ……….. xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 13
C. Pertanyaan Penelitian ... 18
D. Definisi Oprasional ... 19
E. Tujuan Penelitian ... 21
F. Manfaat Penelitian ... 22
G. Kerangka Teori ... 24
BAB II MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA A. Pengertian Model Pembelajaran ……… 27
B. Konsep Pembelajaran Matematika ……… 30
C. Model Pembelajaran Kontekstual ………. 34
1. Landasan Pembelajaran Kontekstual ……….. 38
2. Penerapan Pembelajaran Kontekstual ……… 40
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual ………. 52
4. Skenario Pembelajaran Kontekstual ……….. 55
D. Teori Belajar Yang Mendukung Penelitian ……… 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 59
(2)
E. Analisis Data ……… 70
F. Waktu Penelitian ……….. . 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Studi Pendahuluan 1. Deskripsi ………. .... 72
2. Simpulan Hasil Penelitian ………... 78
B. Sosialisasi dan Perencanaan Model 1. Sosialisasi Model ………. 78
2. Perencanaan Model ………. 79
C. Pelaksanaan Uji Coba Model Pembelajaran Kontekstual Uji Coba Model ……….. ... 78
D. Hasil Uji Coba Model ……… . 82
E. Deskripsi Implementasi Pembelajaran ……… 86
F. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Kondisi Pembelajaran Matematika selama ini di Sekolah…136 a. Kondisi Guru ……… ... 141
b. Kondisi Siswa ……… 142
c. Lingkungan Pembelajaran ……… 143
2. Desain Model Pembelajaran Kontekstual ……… 145
3. Hasil Belajar ……… 162
4. Faktor – faktor Pendukung dan Penghambat a. Faktor Pendukung ……… 164
b. Faktor Penghambat ………. 165
G. Pandangan Siswa dan Guru Terhadap Model a. Pandangan Siswa ………. 165
b. Pandangan Guru ……… 170
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN 1. Kondisi Pembelajaran Matematika Selama ini ……… 172
2. Desain Model Pembelajaran ……….. 174
(3)
b. Faktor –Faktor Penghambat ………. 179
B. REKOMENDASI 1. Untuk Guru ……….. 180
2. Untuk Sekolah ……….. 182
3. Untuk Dinas Pendidikan ……….. 184
4. Bagi LPTK ………... 185
5. Untuk Peneliti Selanjutnya ……… 186
C. PENUTUP ……… 186
DAFTAR PUSTAKA ………. 187
(4)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan, hingga saat ini masih belum ditemukan alat ukur atau kriteria yang paling tepat dan dapat diandalkan yang disepakati oleh para ahli pada umumnya, termasuk untuk menentukan kualitas pembelajaran matematika.
Dalam pembelajaran matematika, para siswa harus dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki sekumpulan objek matematika yang abstrak. Belajar matematika juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan pengertian-pengertian. Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.
Dalam belajar matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita dituntut untuk berpikir dengan jelas dan pasti. Sebelum menyelesaikan masalah-masalah siswa harus memahami soal secara menyeluruh, ia harus tahu apa yang diketahui, apa yang dicari, rumus atau teori mana yang akan digunakan cara untuk menyelesaikan persoalan. Demikian pula halnya dalam kehidupan
(5)
sehari-hari, jika seseorang diharuskan menyelesaikan suatu persoalan atau tugas maka agar ia dapat menyelesaikan dengan baik ia harus memahami semua aspek dari tugas tersebut secara menyeluruh. Dengan adanya kesesuaian itu maka kebiasaan yang tumbuh selama belajar matematika dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kegiatan kehidupan manusiapun pada hakekatnya selalu berhadapan dengan masalah, baik dalam bentuk masalah yang besar maupun dalam bentuk masalah yang paling kecil dan sederhana. Pengalaman memecahkan masalah yang satu mungkin sangat berguna menghadapi langsung masalah-masalah yang lain serupa, tetapi juga tidak mungkin tidak berguna secara langsung. Keberhasilan seseorang dalam hidupnya banyak ditentukan oleh kemampuannya memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian jelas bahwa pendidikan sangat penting memberikan pengalaman dan kemampuan, khususnya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan matematika, yaitu pemecahan masalah dalam matematika.
Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu pula tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pandidikan pada sekolah menengah pertama mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia di masa yang
(6)
akan datang. Hal ini disebabkan pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama merupakan pondasi pada pendidikan selanjutnya, yakni pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan pada sekolah lanjutan tingkat pertama bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan kepada para peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya.
Pendidikan selalu berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dengan dunia pendidikan global. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan memberikan kebijakan untuk terus meningkatkan perbaikan sistem pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Kebijakan Undang-Undang tersebut melibatkan perkembangan pada berbagai aspek perubahan dalam kehidupan manusia, sebagaimana pandangan
Nigel Bennet (1992: 3) bahwa “perubahan di berbagai bidang tercakup dalam
komoditas pendidikan dan konteks perkembangan nilai”. Pendidikan dilandasi
pada nilai usaha sadar untuk memanusiakan manusia dan mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan
(7)
pendidikan menurut pandangan Murray priny (1993: 109) meliputi “bagian tertentu seperti sekolah, agama, dan sistem nilai, guru adalah orang yang sangat
tahu bagaimana mengembangkan potensi peserta didik”.
Keberadaan kurikulum merupakan diskursus yang terus mendapat perhatian dari para pemegang kebijakan, sehingga tercatat dalam perkembangan pendidikan bangsa bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil dari penyempurnaan dan pengembangan kurikulum sebelumnya. Meskipun kurikulum terus mengalami perubahan sejak puluhan tahun silam, tetapi mutu pendidikan masih jauh dalam pandangan dunia atau masih jauh dari harapan bangsa. Artinya bahwa perlunya perhatian serius dari para praktisi pendidikan dalam hal permasalahan pendidikan, maka sungguh perlu pendukung dari berbagai elemen. Pada kenyataan di lapangan upaya pemerintah yang dilakukan hanya sebatas mengubah kurikulum tanpa memperbaiki infrastruktur lainnya, baik berupa sarana maupun perlengkapan media pembelajaran sebagai penunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan secara integral.
Ada dua hal konsep kependidikan yang berkaitan dengan kegiatan pengembangan yakni belajar belajar dan pembelajaran. Artinya bahwa konsep belajar berakar pada peserta didik dan konsep pengajaran berakar pada pihak pendidik. Pelaksanaan pendidikan tidak cukup hanya seorang guru saja yang berperan aktif, tetapi perlu juga dari peserta didik sebagai subjek dari pembelajaran tersebut, sehingga kedua belah pihak dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan pendidikan secara komprehensif. Pada dasarnya
(8)
siswa adalah seorang pembelajar aktif. Mereka senantiasa berusaha menenmukan pengertian-pengertian, pemahaman-pemahaman, persamaan-persamaan realitas, fakta atau fenomena yang ditemui. Mereka aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu sehingga mencapai pengertian terhadap diri dan lingkungannya.
Sebagai pelaksana kurikulum di kelas, guru mempunyai peranan yang dominan dalam pencapaian tujuan pendidikan, sebagaimana dikatakan
Sukmadinata (2006: 191) “pendidik, peserta didik dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan, ketiganya membentuk suatu triangle,
jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan”.
Dari ketiga sisi segitiga peran pendidik menempati posisi utama dari dua sisi lainnya dan mempengaruhi kualitas hasil belajar. Banyak penelitian menunjukkan bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan guru. Dengan demikian secara kualitatif hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dalam proses belajar. Dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama, guru seyognyanya memahami perkembangan kognitif siswa yang masih berada dalam tahapan opersional konkrit, dan karena proses belajar berlangsung di kelas dimana guru berinteraksi dengan siswa maka dapat dipastikan bahwa keberhasilan proses belajar sangat bergantung kepada apa yang dilakukan guru, sebagaimana pendapat Sukmadinata (2004: 194) yang
menyatakan bahwa “betapapun bagusnya kurikulum (official) hasilnya sangat bergantung pada apa yang dilakukan guru di dalam kelas (actual)”.
(9)
Studi Blazely dkk melaporkan sebagaimana dikutip Depdiknas (2002: 2)
bahwa “pembelajaran di sekolah cenderung sangat teoritik dan tidak terkait dengan lingkungannya dimana anak berada”. Akibatnya peserta didik tidak
mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah guna memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penyusunan bahan ajaran menurut Dewey (Sukmadinata, 2006:43) hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
1) Bahan ajaran hendaknya konkret, dipilih yang betul-betul berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara sistematis dan mendetail,
2) Pengetahuan yang telah diperoleh sebagi hasil belajar, hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh. Dengan demikian bahan pelajaran bagi anak tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran, yang diklasifikasikan dalam mata-mata pelajaran yang terpisah. Bahan pelajaran harus memberikan kemungkinan-kemungkinan, harus mendorong anak untuk aktif dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan rangsangan pada anak-anak untuk bereksperimen. Bahan pelajaran tidak diberikan dalam disiplin ilmu yang ketat, tetapi merupakan kegiatan yang berkenaan dengan sesuatu masalah (problem).
Saat ini pemerintah (Departemen Pendidikan Nasional) telah membuat suatu landasan pembelajaran yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau disebut juga dengan Kurikulum 2006. Adapaun tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
(10)
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusinyang diperoleh.
4. mengomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai keguanaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Tujuan-tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP di atas sejalan dengan pembelajaran matematika, yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); kedua, belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); ketiga, belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); keempat, belajar untuk mengaitkan pengertian ide (mathematical connections); dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes mathematics).
Berdasarkan hasil analisis yang penulis lakukan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di SMP, dapat dinyatakan bahwa:
1. Pembelajaran matematika masih bersifat teacher centered. Artinya sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Pendekatan belajar ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa akan terkesan pasif dan
(11)
hanya menerima yang diberikan guru saja sehingga hal ini akan menghhambat kreativitas siswa.
2. Tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai suatu mata pelajaran yang sangat membosankan, menyeramkan, bahkan menakutkan. Membosankan, karena faktor guru yang tidak variatif dalam penyampaian di kelas sehingga siswa merasa jenuh. Pembelajaran seperti ini memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajarn berpusat pada guru, pendekatan yang diguanakan lebih bersifat ekspositori, guru lebih mendominasi proses aktivitas kelas, latihan-latihan yang diberikan lebih banyak bersifat rutin. Menyeramkan dan bahkan menakutkan karena selama ini dipandang bahwa guru matematika itu galak sehingga banyak yang berusaha menghindari mata pelajaran tersebut.
3. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan konsep, yang bersifat hapalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti seperti keterampilan berpikir, keterampilan dalam mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari, dan bekerjasama dalam diskusi serta mengemukakan pendapat.
4. Pembelajaran matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa dan mereka tidak diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika, sehingga lemah dalam kemampuan matematikanya. Padahal mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak
(12)
denga ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran lebih bermakna.
5. Kesulitan mengkomunikasikan ide-ide ke dalam bahasa matematika pada saat diberikan soal-soal yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih lebih banyak berorientasi pada hasil, tetapi mengabaikan proses, sehingga menyebabkan siswa dipaksa untuk menghapal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru.
Berdasarkan kesulitan-kesulitan yang dikemukakan di atas, timbul sebuah
pertanyaan, “apa yang harus dilakukan dalam usaha untuk menangggulangi
proses pembelajaran matematika agar sesuai denga harapan yang diinginkan?”.
Salah satu jawabannya adalah tentu saja perlu adanya perubahan dalam pembelajaran matematika. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut pendekatan atau model pembelajaran yang dilakukan dalam pembelajaran matematika agar matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan bukan menyeramkan sehingga dapat meningkatkan motivasi sekaligus mempermudah pemahaman siswa dalam belajar matematika. Salah satu pembelajaran matematika yang dipandang tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan di atas adalah dengan model pembelajan kontekstual.
Pada dasarnya, pembelajaran matematika yang kontekstual mengacu pada konstruktivisme bahwa siswa sendiri yang harus aktif menemukan dan membangun pengetahuan yang akan menjadi miliknya. Selain konstruktivisme,
(13)
pembelajaran matematika yang kontekstual juga mengacu pada teori belajar bermakna yang tergolong pada aliran psikologi belajar kognitif. Belajar dapat dikategorikan dalam dua dimensi yaitu berhubungan dengan cara pengetahuan (informasi, materi pelajaran) disajikan kepada siswa dan cara mengaitkan pengetahuan itu pada struktur kognitif siswa yang telah ada atau dimiliki siswa. Pembelajaran matematika dengan model kontekstual berhubungan dengan (1) fenomena kehidupan sosial masyarakat, bahasa, lingkungan hidup, harapan dan cita yang tumbuh, (2) fenomena dunia pengalaman dan pengetahuan siswa, dan (3) kelas sebagai fenomena sosial. Penulis berpendapat bahwa kontekstualitas merupakan fenomena yang bersifat alamiah, tumbuh dan terus berkembang, serta beragam karena berkaitan dengan fenomena kehidupan sosial masyarakat.
Pada KTSP, pendekatan kontekstual ini sejalan dengan salah satu prinsip pengembangan silabus yang menyatakan bahwa “cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan system penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi” (Departemen Pendidikan Nasional, 2006).Oleh karena itu pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontektual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika yang pada akhirnya mereka dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu penyebab rendahnya hasil belajar matematika ini adalah karena banyak siswa yang belajar
(14)
matematika belum dapat memahami bagian matematika yang sederhana sekalipun, selain itu banyak pula konsep yang dipahami secara keliru (Ruseffendi, 1991: 156). Kondisi tersebut merupakan tantangan bagi setiap pendidik agar berupaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika, sehingga pemahaman dan matematika siswa meningkat dan hasil belajarnya pun akan lebih baik lagi. Adapun pendekatan atau metode pembelajaran yang diterapkan adalah pendekatan atau metode yang memperhatikan aspek-aspek internal dan eksternal siswa.
Sebagai aspek eksternal, seorang pendidik (guru), harus memiliki kemampuan untuk memperhatikan aspek internal dalam diri siswa. Salah satunya adalah minat siswa. Agar siswa berminat terhadap matematika paling tidak siswa harus dapat melihat kegunaannya, melihat keindahannya atau karena matematika itu menantang. Sebagaimana yang dikemukakan Ruseffendi (1991:12), bahwa guru
yang ”ideal” adalah guru yang mampu membangkitkan minat siswanya.
Kemampuan guru untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar matematika akan berakibat pada positif tidaknya sikap siswa terhadap pembelajaran matematika.
Selain harus mampu membangkitkan minat siswa, pendekatan atau metode yang dipilih guru harus dapat meningkatkan aktivitas dan kesadaran psikologis siswa bahwa ia mampu mempelajari matematika, sehingga kemampuan matematisnya lebih meningkat dibandingkan pembelajaran pasif. Pembelajaran matematika sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan cara mentransfer
(15)
pengetahuan kepada siswa, tetapi juga dengan cara membantu siswa untuk membentuk dan menganalisis pengetahuan mereka sendiri, serta memberdayakan mereka untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Beberapa faktor yang menyebabkan kurang mampunya siswa dalam memecahkan masalah dalam matematika di antaranya:
1. Faktor Guru
Guru pada umumya mengajarkan matematika dengan metode ceramah sehingga siswa merasa bosan, pelajaran matematika diajarkan hanya sebatas konsep dan hapalan sehingga tidak menggali dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Palajaran matematika juga diajarkan dengan pendekatan yang berorientasi kepada guru, padahal idealnya pelajaran disampaikan dengan pendekatan yang berorientasi kepada siswa dan dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
2. Faktor Siswa
Siswa kurang tertarik dalam proses pembelajaran matematika, karena proses pembelajarannya bersifat konvensional. Siswa kurang termotivasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, siswa bersifat pasif, siswa masih kurang pemahaman akan pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari.
3. Faktor Sarana dan Lingkungan
Sarana yang digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran matematika kurang memadai dan faktor lingkungan kurang memberikan dukungan untuk
(16)
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika, seperti tidak dibangunnya kebiasaan berdiskusi.
Dari berbagai pemikiran di atas dipandang perlu untuk mengadakan perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Uraian latar belakang di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dalam Pelajaran Matematika Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas bahwa proses pembelajaran belum optimal, konsep-konsep pengembangan pembelajaran Matematika belum mampu mengembangkan kemampuan keterampilan berfikir siswa yang sesuai dengan tujuan pendidikan Matematika yang terdapat dalam Permen Sisdiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
Adapun tujuan mata pelajaran Matematika pada Sekolah Menengah Pertama adalah sebagai berikut:
1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
(17)
4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Kegiatan proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor atau variabel seperti: kondisi siswa, kondisi guru, sarana dan prasarana. Peta variabel menurut Sukmadinata (2006: 276) tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Kondisi Siswa SMP : Kecerdasan Minat
terhadap matematika Kebiasaan
belajar
Proses Pengembangan Model Pembelajaran
Matematika
Kompetensi Lulusan Matematika SMP : Kemampuan
memecahkan masalah Kemampuan bekerja
sama
Mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari
Faktor Pendukung Proses Belajar : Sarana prasarana
Media pembelajaran Sumber belajar
Kondisi Guru Matematika : Latar Belakang Pendidikan Kemampuan mengajar
(18)
Ada empat variabel pokok yang saling mempengaruhi terhadap proses pengembangan model pembelajaran matematika. Aspek yang terkait tersebut dikategorikan dalam variabel-variabel pembelajaran, yang meliputi:
1. Variabel penanda (presange variables), meliput karakteristik guru, pengalaman mengajar, pelatihan dan bahan lain yang dapat mempengaruhinya.
2. Variabel konteks, melibatkan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
3. Variabel proses, meliputi sebuah pengaruh langsung dari proses pembelajaran terhadap perkembangan intelektual anak.
4. Variabel produk, variabel ini merupakan hasil yang diakibatkan dari proses pembelajaran.
Dari rumusan variabel di atas, penelitian ini difokuskan pada variabel proses dan variabel yang lain merupakan variabel pendukung dan hasil yang dipengaruhi oleh pelaksanaan variabel proses.
Permasalahan dalam pembelajaran matematika berkenaan dengan metodologi pembelajaran dan sumber-sumber pendukung selama proses pembelajaran tersebut. Untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika perlu diperhatikan mulai dari tahap: Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi.
Pendekatan pembelajaran dikembangkan berdasarkan tujuan pembelajaran dan sarana yang tersedia. Pengembanggan pembelajaran tersebut bertujuan untuk
(19)
mencapai target minimal pada mata pelajaran matematika. Adapun permasalahan dalam pengembangan pembelajaran meliputi perencanaan, desain, dan implementasi pembelajaran secara maksimal yang diduukung oleh keberadaan sarana dan prasarana. Berdasarkan deskripsi perumusan di atas, penelitian ini difokuskan pada kegiatan guru dalam proses pengembangan pembelajaran matematika. Adapun fokus permasalahannya yang penulis rumuskan adalah
“Model pembelajaran yang bagaimana yang dikembangkan dan mampu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam pelajaran matematika?”.
2. Pembatasan Masalah
Menurut Sukmadinata (2006: 276) “Tidak semua aspek atau variabel yang
dipetakan dalam peta teoritis diteliti”. Hal itu didasarkan atas beberapa
pertimbangan: pertama variabel-variabel tersebut sangat banyak, kedua tidak semua varibel memiliki kekuatan atau kualitas hubungan yang sama terhadap variabel fokus dan variabel lainnya, ketiga peneliti sendiri telah mempunyai tujuan yang ingin dicapai dengan pemilihan fokus dan keempat pertimbangan praktis berkenaan dengan instrumen, kemudahan mendapatkan data, ketersediaaan waktu dan biaya.
Pembatasan variabel atau pembatasan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pelajaran Matematika pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri Serui Papua.
(20)
Guna mencapai tujuan tersebut, guru hendaknya mampu merencanakan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi harapan berbagai komponen tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan Sukmadinata (2006: 161) pemilihan model akan sangat didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikan serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Artinya bahwa pengembangan model pembelajaran akan sangat ditentukan oleh adanya sistem pendidikan yang berlaku dan sistem masyarakat sebagai pengguna dan sekaligus pengelola pendidikan yang ada di lingkungannya.
Pengembangan model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu pengembangan model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Dasar pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah berkaitan dengan masih adanya kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Dimana dalam perkembangannya terjadi pergeseran peran guru dari pemberi ilmu (pengajar) menjadi fasilitator yang mampu membimbing, membangkitkan dan mengarahkan anak kepada aktivitas dan pengoptimalan kemampuan diri. Oleh karena itu melalui penelitian model pembelajaran kontekstual, akan diketahui ketercapaian tujuan pendidikan yang dilaksanakannya. Dari berbagai dimensi permasalahan pembelajaran matematika, dapat dirumuskan masalah, yakni model pembelajaran kontekstual yang bagaimanakah yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di sekolah menengah.
(21)
C. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan lebih terarahnya penelitian ini, maka dari permasalahan tersebut diajukan beberapa pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana kondisi pembelajaran matematika selama ini di sekolah (guru, siswa dan fasilitas serta lingkungan) ?
2. Disain model pembelajaran kontekstual yang bagaimana yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Menengah Pertama?
3. Bagimana mengimplementasikan model pembelajaran kontekstual yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa di Sekolah Menengah Pertama?
4. Faktor-faktor apakah yang mendukung dan menghambatan implementasi model pembelajaran kontekstual dalam membuat perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi ?
D. Definisi Operasional
Berikut ini akan akan dijelaskan beberapa istilah yang dipandang penting untuk dipahami pengertiannya, yaitu:
1. Pengembangan
Pengembangan dimaknai sebagai suatu kegiatan memperluas atau menyempurnakan sesuatu yang telah ada.
(22)
Model adalah suatu pola atau gaya dari suatu proses pembelajaran yang berlangsung untuk mencapai keberhasilan dari suatu program pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu upaya yang sistematis dan sisengaja untuk menciptakan kondisi agar terjadi keggiatan belajar membelajarkan.
Adapun pemaknaan model pembelajaran menurut Joyce & Weil (2000: 6),
bahwa “model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur pengorganisasian pengalaman belajar secara sistematis untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman dalam
melaksanakan aktivitas belajar mengajar”.
3. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).
Pembelajaran kontekstual mendasarkan dari pada kecenderungan pemikiran
tentang belajar sebagai berikut; “Anak belajar dari mengalami sendiri
mengkonstruksi pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu” (Nurhadi, 2003: 4). Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri. Startegi belajar lebih dipentingkan dari pada hasil belajar.
Pembelajaran Matematika kontekstual adalah pembelajaran matematika yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan yang sesuai dengan situasi nyata di lingkungan siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
(23)
Pembelajaran matematika berpandangan kontruktivisme dimana materi yang disajikan dalam satu konteks yang dikenal siswa.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menemukan dan mengaitkan antara topik untuk menyelesaikan masalah dengan baik dalam matematika dalam kehidupan sehari-hari dan membiasakan latihan berfikir secara mandiri dengan pemecahan masalah. George Polya (Kasmidi, 2002:18) mengatakan,
“What is problem solving?. The ability to solve problem-not merely reutine problem’s requiring some degree of independent judgement, originality,. There for activity there ore an foremost duty at the high scool, in teaching mathematicsis to emphasize methodic work in problem solving”.
Pengembangan pembelajaran ini dapat membantu siswa dalam menangkap makna pada permasalahan yang sebelumnya telah ditetapkan, fokus pertanyaan yang menuntut siswa berfikir kritis dan reflektif.
5. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah suatu proses yang dilakukan siswa dengan difasilitasi guru, untuk memperoleh suatu perubahan stimulus respon dengan cara siswa membentuk pengetahuannya sendiri.
E. Tujuan Penelitian
Secara Umum tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk menghasilkan model pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama, terutama dari
(24)
segi pengembangan model Pembelajaran Kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, pada mata pelajaran Matematika di SMP sesuai dengan kondisi siswa, sekolah dan kurikulum yang berlaku. Gambaran serta model pembelajaran yang diperoleh tersebut, selanjutnya dapat dijadikan masukan bagi piihak-pihak terkait dalam memperbaiki pembelajaran, terutama yang berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran Matematika.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi pembelajaran matematika selama ini di sekolah (guru, siswa dan fasilitas serta lingkungan)
2. Mengembangkan desain model pembelajaran kontekstual yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada mata pelajaran matematika siswa SMP Negeri.
3. Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran kontekstual.
4. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam pengembangan model pembelajaran kontekstual.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil kajian konseptual, temuan-temuan di lapangan, harapannya penelitian ini dapat memberikan kontribusi konstruktif dalam proses pembelajaran matematika. Kontribusi tersebut baik untuk keperluan secara teoritis maupun secara praktis, guna dapat memecahkan persoalan-persoalan
(25)
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi pembelajaran. Penelitian ini memeberikan manfaat untuk mengembangkan pembelajaran matematika lebih luas lagi. Ada jenis manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini untuk menghasilkan prinsip yang terkait dengan pembelajaran matematika melalui pendekatan pembelajaran kontekstual, serta dapat dapat dijadikan bahan kajian bagi pengembangan pendekekatan model pembelajaran khususnya matematika, juga pada mata pelajaran lain di sekolah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pendekatan model pembelajaran matematika dan juga akan dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di semua jenjang pendidikan.
2. Secara praktis
Secara praktis yang dapat ditimba dari penelitian ini antara lain:
1. Memberikan suatu masukan dalam memperluas pengetahuan/kontribusi yang berharga untuk proses pembelajaran matematika bagi guru dan peserta didik, dalam kegiatan belajar mengajar, dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika, sehingga dapat menumbuhkan aktivitas kreativitas belajar siswa secara mandiri.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi input atau umpan balik dalam upaya meningkatkan pelaksanaan tugas-tugas profesional pembelajaran dalam
(26)
mengimplementasikan kurikulum SMP pada proses pencapaian target matematika.
3. Bagi peserta didik, dengan pembelajaran ini diharapkan dapat memperoleh pengalaman berharga sehingga dapat dijadikan sebagai untuk mempelajari dan mengembangkan matematika.
4. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan profesional guru dan memotivasi para guru dalam menjalankan tugasnya 5. Bagi pemda dan Dinas terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan
untuk membuat beberapa regulasi kebijakan dalam mengembangkan profesionalisasi guru matematika di SMP dalam mengimplementasikan KTSP 6. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat menjadikan landasan untuk
penelitian lebih lanjut dalam rangka meningkatkan hasil belajar matematika melalui pengembangan pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah.
(27)
G. Kerangka Teori
Pengembangan pembelajaran diartikan sebagai usaha dalam memperluas atau menyempurnakan desain pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran merupakan suatu pola atau gaya dalam mengembangkan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Pembelajaran diartikan sebagai sebuah interaksi antara pendidik dan peserta didik atau konsep mengajar dan belajar. Menurut Johnson dalam Oliva (1992: 10) bahwa “pembelajaran sebagai
interaksi antara pengajar dengan beberapa individu untuk belajar”. Pembelajaran
mempunyai dua makna yaitu intruction dan teaching, menurut Sukmadinata (2004: 101) mengungkapkan konsepsinya bahwa “pembelajaran dan pengajaran
secara prinsip memiliki makna yang sama”. Proses pembelajaran yang efektif
harus dapat mewariskan pengetahuan dan kemampuan. Kemampuan yang dimaksud di arahkan pada kemampuan produktif, yaitu kemampuan memecahkan masalah.
Sekolah mengajarkan berbagai disiplin ilmu salah satunya adalah matematika. Di mana pendidikan matematika tidak hanya dituntut memberi pengetahuan, tetapi harus mampu pula berperan dalam hal yang berhubungan dengan pembentukan kepribadian dalam sikap, karena pendidikan matematika adalah merupakan integral yang tidak dapat dipisahkan darri usaha pengembangan bangsa melalui peningkatan mutu sumber daya manusia. Namun kecenderungan prestasi belajar matematika yang dicapai siswa kurang memuaskan. Untuk itu harus ada kerjasama antara guru dan siswa, serta
(28)
pemilihan dan penetuan model pembelajaran yang tepat dengan menggunakan pendekatan yang tepat pula. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan daya serap siswa, tidak semua siswa mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif singkat. Daya serap siswa terhadap bahan yang diberikan bermacam-macam, ada yang cepat, ada yang sedang, dan ada yang lambat. Cepat lambatnya penerimaan siswa terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi. Selain itu, terdapat siswa kurang mengetahui cara mengorganisasikan informasi. Hal ini mengakibatkan adanya kekeliruan dalam memahami konsep pembelajaran terlebih pada mata pelajaran matematika, karena dalam memahami konsep matematika itu perlu memperhatikan konsep-konsep sebelumnya, matematika tersusun secara hirarkis yang satu sama lainnya berkaitan erat. Konsep lanjutan tidak mungkin dapat dikuasai sebelum menguasai dengan baik konsep sebelumnya. Ini berarti belajar matematika harus bertahap dan berurutan secara sistematis serta di dasarkan pada pengalaman belajar yang lalu.
Kegiatan belajar mengajar, penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan efesiensi pembelajaran. Pemilihan suatu metode dan pendekatan pembelajaran membutuhkan konsentrasi yang maksimal dengan tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran kontekstual dapat diterapkan sebagai pendekatan yang tepat guna meningkatkan mutu pendidikan, yaitu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran di kelas.
(29)
Salah satu fungsi pendidikan adalah membimbing siswa ke arah suatu tujuan yang mempunyai nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha berhasil membawa semua siswa kepada tujuan yang telah ditetapkan dan apa yang telah diajarkan hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua guru dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan dari proses mengajar adalah agar bahan pelajaran yang dipelajari oleh siswa dikuasai pesenuhnya oleh siswa. Di sisi lain tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian informasi kepada siswa. Sesuai
kemajuan dan tuntutan zaman, “guru harrus memiliki kamampuan untuk
memahami peserta didik dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu
mereka dalam menghadapi kesulitan belajar” (E. Mulyasa, 2007: 21), sehingga bahan pelajaran yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi.
Hasil belajar matematika tidak sepenuhnya baik, karena ada sebagian besar anak-anak tidak mengerti betul apa yang di ajarkan guru. Matematika yang dianggap sebagai ilmu yang sukar, ruwet, dan banyak memperdayakan, terdapat banyak anak-anak yang keliru memamhami konsep matematika. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai metode pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing siswa secara optimal dan akan membuka jalan baru ke arah hasil belajar lebih maksimal, untuk itu pengembangan model pembelajaran kontekstual bisa digunakan sebagai suatu pendekatan dalam pemecahan masalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika.
(30)
(31)
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode “Research and Development” atau penelitian dan pengembangan. Bab ini membahas tentang (a) metode penelitian, (b) lokasi dan subjek penelitian, (c) teknik pengumpulan data, (d) teknik analisis data, dan (e) tahapan penelitian. Metode penelitian dan pengembangan menurut Sukmadinata (2007: 164) adalah:
Suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada yang dapat dipertanggung jawabkan, produk di sini tidak selalu berbentuk benda keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium tetapi bisa juga berupa perangkat lunak (software), misalnya suatu program pembelajaran di kelas atau model-model pendidikan.
Prosedur penelitian ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan metode dan langkah-langkah penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik dan alat pengumpulan data, analisa data, waktu dan jadwal penelitian.
Penelelitian ini juga dimaksudkan untuk menelusuri pengembangan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dalam mata pelajaran matematika pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Dari aspek metodologi, penelitian ini ialah penelitian pengembangan (research and development) menggunakan pendekatan kualitatif. Borg dan Gall (1983: 624) menyatakan “a process used to develop and validate educational product”. Langkah-langkah dalam penelitian ini mengarah kepada siklus yang berdasarkan kajian dan temuan penelitian,
(32)
pendahuluan, diuji dalam suatu situasi dan dilakukan revisi terhadap hasil uji coba sampai pada akhirnya diperoleh suatu model (product) yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil.
Sebagai dasar pertimbangan pemakaian Research and Development, adalah bahwa pendekatan ini dapat mengembanggakan dan memvalidasi produk pendidikan dan merupakan strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dan karena menurut peneliti memiliki keunggulan jika dilihat dari prosedur kerjanya yang sistematik, dan bersifat siklus. Hal ini didasarkan pada langkah-langkah penelitian dalam proses penelitian mengarah kepada siklus yang didasarkan pada setiap langkah yang akan dilalui atau dilakukan selalu mengacu pada hasil langkah sebelumnya yang sudah diperbaiki hingga akhirnya diperoleh suatu produk pendidikan yang baru atau model pembelajaran yang efektif dan adaptabel. Produk yang dimaksud adalah model pembelajaran matematika kontekstual yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.
B. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian menggunakan research and development yang merujuk kepada teori Borg dan Gall (dalam Sukmadinata 2007: 169) yang mengemukakan 10 langkah yang harus ditempuh dalam penelitian dan pengembangan, yaitu :
1. Penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collection); termasuk di dalamnya review literatur, observasi kelas dan persiapan laporan. Pengumpulan informasi mengenai data lapangan berdasarkan studi awal dan
(33)
pemecahan masalah.
2. Perencanaan (planning); termasuk di dalamnya menetapkan tujuan, menetapkan urutan pelajaran dan uji kelayakan dalam skala kecil, yaitu uji terbatas pengembangan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemecahan masalah.
3. Mengembangkan bentuk model awal (develop preliminary from of product); termasuk di dalamnya mempersiapkan materi belajar, buku-buku yang digunakan, media dan evaluasi. Mengembangkan bentuk awal model yang dimaksud adalah menyusun model pembelajaran matematika kontekstual. 4. Uji coba model pendahuluan (preliminaryfield testing), yang melibatkan
sekolah dan subjek dalam jumlah terbatas. Dalam hal ini dilakukan berdasarkan wawancara dan observasi, dan melakukan uji coba terbatas pada satu sekolah tertentu dan satu kelas tertentu pula dalam rangka pengembangan model pembelajaran matematika kontekstual.
5. Perbaikan terhadap model pendahuluan (main product revision), perbaikan dilakukan terhadap hasil uji coba model pendahuluan mengenai implementasi pengambangan model pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika dimana hasilnya untuk bahan uji caba luas.
6. Uji coba model lebih luas (main field testing) yang melibatkan sekolah dan subjek dalam jumlah banyak. Data kuantitatif pretes dan postes dikumpulkan dan hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan. Uji coba luas akan terhadap tiga sekolah menengah pertama, yaitu SMP Negeri 3 Desa Menawi, SMP Negeri 1
(34)
Provinsi Papua.
7. Perbaikan hasil uji coba model lebih luas (operational product rivision), perbaikan model pembelajaran berdasarkan uji coba model lebih luas yang dilakukan peneliti berkolaborasi dengan guru mata pelajaran matematika untuk menghasilkan bentuk model ideal.
8. Uji coba model (operational field testing) yang melibatkan lebih banyak lagi sekolah dan subjek. Pada langkah ini dikumpulkan data angket, observasi dan hasil wawancara untuk kemudian dianalisis.
9. Perbaikan model akhir (final product testing), berdasarkan hasil uji coba model lebih luas.
10.Penyebaran dan distribusi (dissemination and implementation). Pada langkah ini dilakukan monitoring sebagai kontrol terhadap kualitas model.
Dari kesepuluh langkah (10) yang dikembangkan oleh Borg dan Gall, Sukmadinata (2007: 189) membagi dalam tiga kelompok yaitu, studi pendahuluan, pengembangan dan pengujian. Untuk lebih jelas kaitan ketiga kelompok tersebut dapat dilihat dalam diagram sebagai berikut:
(35)
Untuk memperjelas langkah penelitian, perlu dijelaskan secara sistematis sebagai berikut:
Gambar 1 : Penyempurnaan langkah-langkah penelitian
Dari bagan di atas, pelaksanaan penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa pengembangan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemecahan masalah matematika siswa SMP menggunakan prosedur sebagai berikut: Studi Pendahuluan Perencanaan dan
Menyusun Model
Uji Coba Model
Hasil Literatur/ Hasil Penelitian
Terdahulu
Pra survey lapangan
Kondisi Guru Kondisi
Siswa
PBM
Lingkungan Sekolah Sarana &
Prasarana
Hasil Kajian Literatur dan Pra
survey
1. Perencanaan Model meliputi ( tujuan, materi, urutan, kegiatan dan alat
evaluasi ) 2. Perencanaan uji
lapangan ( kegiatan,
tempat dan waktu )
3. Menyusun draft
awal model
Draft awal yang siap untuk diujicobakan
1. Uji coba terbatas Desain
Pembelajran Pre Tes Implementasi Pos Tes Revisi untuk
penyempurnaan 2. Uji coba yang
lebih luas Pre test Desain
pembelajaran Implementasi
Model Pembelajaran Kontekstual
(36)
Kegiatan pendahuluan ini dilakukan untuk lebih mendalami permasalahan serta untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat guna mengembangkan modl pembelajaran kontekstual yang tepat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kabupaten Kepulauan Yapen Serui Papua. Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap proses pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru di kelas untuk merefleksikan terhadap bagaimana proses pembelajaran yang biasa dilakukan. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini meliputi:
a) Mengkaji teori-teori yang relevan dengan model pembelajaran kontekstual b) Mengkaji hasil-hasil terdahulu yang relevan berkenaan dengan pembelajaran c) Melakukan kegiatan di sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian yaitu
SMP Negeri 3 Desa Menawi, SMP Negeri 1 Desa Warari, dan SMP Negeri 2 Serui. Kegiatan pra survey dimaksudkan uuntuk memperoleh gambaran umum tentang:
Studi dokumentasi (1) mengkaji kebijakan kurikulum matematika, kurikulum 2006 (KTSP) beserta suplemennya; (2) desain pembelajaran mengenai program tahunan, program semester dan renccana pengajaran matematika.
Melakukan kegiatan pendahuluan lapangan pada SPM negeri yang dijadikan tempat penelitian di kabupaten kepulauan Yapen Serui Papua terdapat: (1) desain dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yyang dilakukan guru; (2) Kemampuan dan aktivitas belajar siswa; (3) kondisi siswa; dan (4) kondisi dan pemanfaatan fasilitas dan lingkungan penduukung pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran matematika.
(37)
mengembangkan mpdel pembelajaran kontekstual dalam mengimplementasikan kurikulum matematika di SMP yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan setempat yang meliputi berbagai aspek pendukung.
2) Tahap Perencanaan dan Penyusunan Model Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:
(a) mengkaji kurikulum Matematika Sekolah Menengah Pertama kelas VIII, sebagai acuan program pengajaran,
(b) merumuskan tujuan pembelajaran yang spesifik, (c) merumuskan mekanisme pembelajaran kontekstual, (d) merumuskan alat penilaian,
(e) menentukan partisipan dalam pengembangan desain (f) menentukan prosedur penelitian dan
(g) melakukan uji kelayakan desain pembelajaran.
3). Tahap Pelaksanaan dan Pengembangan (Uji coba Model)
Pada tahap ini adalah melakukan kegiatan uji coba model di sekolah (tempat penelitian), dalam melaksanakan pengembangan model pembelajaran kontekstual dengan pemecahan masalah Matematika yang disesuaikan denggan kondisi dan kemampuan yang ada, ada dua tahap uji coba model:
1). Uji Coba Terbatas
Uji coba terbatas dilaksanakan pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Desa Menawi Serui Papua, dengan sampel kelas VIII semester 2 (sebanyak satu kelas)dengan jumlah siswa sebanyak 33 orang.
(38)
pembelajaran kontekstual melalui observasi pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, dan hasil belajar siswa dengan membandingkan hasil yang dicapai siswa pada saat sebelum (pretest) dan sesudah pembelajaran kontekstual dilaksanakan (Postest).
2). Uji Coba Lebih Luas
Uji coba lebih luas dalam penelitian ini akan dilakukan pada tiga sekolah yaitu: SMP Negeri 3 Desa Menawi, SMP Negeri 1 desa Warari,dan SMP Negeri 2 Serui, Semuanya di kepulauan Yapen Serui Provinsi Papua.
Kemudian dilakukan evaluasi terhadap proses, melalui observasi pada saat pembelajaran kontekstual berlangsung dan evaluasi hasil dengan membandingkan pretes dan postest. Adapun untuk mengembangkan model dalam penelitian ini diuji coba hingga memperoleh model yang prima dan sesuai dengan kondisi yang ada. Sejalan dengan uji coba, akan dilakuukan monitoring yang cermat dan produktif sehingga diperoleh data untuk bahan refleksi. Hasil pengamatan fase uuji coba ini merupakan bahan untuk dilakukannya revisi dan uji coba berikutnya.
C. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian untuk uji coba terbatas pada SMP Negeri 3 Desa Menawi. Adapun untuk uji coba lebih luas akan dilaksanakan pada SMP Negeri 1 Desa Warari ,SMP Negeri 2 Serui , dan SMP Negeri 3 Desa Menawi, Semuanya di Kepulauan
(39)
ini dapat menjadi sumbangan ilmiah kepada daerah tempat asal peneliti.
Subjek penelitian adalah guru matematika, siswa kelas VIII yang mengikuti kegiatan pembelajaran pada SMP Negeri 3 Desa Menawi, SMP Negeri 1 Desa Warari dan SMP Negeri 2 Serui. Sekolah tersebut memungkinkan dapat dilakukan uji coba, artinya tidak ada hambatan dan kendala baik dari kepala sekolah maupun guru-gurunya bahkan diharapkan ada kemauan dari pihak guru uuntuk melaksanakan pembelajaran dengan pengembangan model. Adapun model pembelajaran tersebut ialah pembelajaran kontekstual dalam pengajaran matematika. Di samping itu juga diharapkan terciptanya kerja sama yang baiik antara guru dan peneliti, karena keterlibatan guru menjadi faktor penentu bagi keberhasilan penelitian ini.
Subjek penelitian ini adalah guru mata pelajaran Matematika dan siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Serui Papua. Penetapan sampel dilakukan sebagai berikut:
1. Dalam penelitian prasurvey , guru mata pelajaran Matematika yang sedang mengajar di kelas VIII SMP Negeri Serui Papua, sejumlah 3 orang guru Matematika dan siswa sejumlah 135 orang dijadikan subjek penelitian dalam rangka memperoleh informasi yang menggambarkan proses pembelajaran kontekstual dengan pemecahan masalah di Sekolah Menengah Pertama yang sedang berlangsung.
2. Langkah selanjutnya melakukan penetapan satu SMP yang akan dijadikan subjek penelitian pengembangan yakni tempat dilakukan uji coba terbatas terhadap model
(40)
Matematika di SMP.
3. Setelah diperoleh model yang sesuai dengan kondisi setempat langkah selanjutnya dilakukan uji coba lebih luas pada tiga SMP Negeri di Serui Papua
D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
Instrumen dan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: wawancara, observasi, studi dokumenter, instrumen tes hasil belajar dan angket.
1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap guru matematika, siswa dan kepala sekolah untuk mendapatkan data pelaksanaan pembelajaran kontekstual serta pendukung dan kendala saat ini bagi pengembangan model pembelajaran. Adapun bentuk pertanyaan pada waktu pra survey atau studi pendahuluan adalah wawancara tak berstruktur artinya wawancara secara bebas.
Wawancara dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh melalui observasi ataupun survei. Melalui wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (indepht information) karena beberapa hal, antara lain: “(1) peneliti dapat menjelaskan atau memparafrasekan pertanyaan yang tidak dimengerti responden; (2) peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow up question); (3) responden cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan; (4) responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang”. (Alwasilah, 1991: 26).
(41)
yang belum diperoleh pada saat survey dan observasi, yaitu mengenai model pembelajaran kontekstual dengan pemecahan masalah pada mata pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama pada saat ini. Teknik wawancara dilakukan ketika melakukan penelitian pendahuluan.
2. Studi Dokumenter
Studi dokumenter dilakukan terhadap kurikulum 2006 (KTSP) dan administrasi kelengkapan mengajar, yaitu pengajaran yang disusun oleh guru Matematika, serta data pendukung pembelajaran matematika di kelas.
3. Observasi
Observasi dilakukan terhadap guru, siswa, proses pembelajaran, sarana maupun lingkungan sekolah. Pada tahap studi pendahuluan observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara cermat terhadap semua hal yang berkaitan erat dengan proses pembelajaran yang diselenggarakan. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas guru dalam pembelajaran, misalnya cara guru membuka pelajaran, menjelaskan dan menutup pelajaran dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual. Selain itu teknik ini juga digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Oservasi dilakukan dengan pengamatan langsung di kelas oleh guru partisipan yang sudah mengetahui pembelajaran kontekstual, untuk menginventaris data tentang respon belajar siswa, proses pembelajaran (kelemahan dan kelebihan) dengan harapan yang tidak teramati oleh peneliti selama penelitian berlangsung dapat ditemukan. 3. Studi Dokumenter
(42)
pengajaran yang disusun oleh guru Matematiika, serta data pendukung pembelajaran. 4. Instrumen Hasil Belajar
Tes untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pelaksanaan model pembelajaran kontekstual. Instrumen penelitian hasil belajar dikembangkan dalam bentuk tes. Tes hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian, dengan alasan ingin melihat kemampuan tahapan dalam pemecahan masalah matematika siswa.
5. Angket
Angket dipakai untuk mengetahui pandangan siswa dan guru di sekolah terhadap pembelajaran kontekstual dengan pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan hasil belajar Matematika
E. Analisa Data
Setelah data terkumpul melalui alat pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan rasional (induktif dan deduktif). Dan hasil belajar siswa dianalisis dengan menggunakan komputer SPSS, teknik uji-t. Pengumpulan dan penganalisaan data dilakukan selama proses penelitian berlangsung. Prosedur yang dilakukan dalam analisis data meliputi; analisis data, refleksi, dan tindakan.
F. Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri pada kelas VIII semester 2 tahun ajaran 2008/2009 mulai bulan Maret sampai Mei
(43)
kemampuan pemecahan masalah dalam pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri di Kepulauan Yapen Serui Provinsi Papua.
(44)
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, pada bab ini akan dideskripsikan mengenai penelitian tentang model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran matematika pada siswa SMP Negeri di Serui Papua dapat disimpulkan beberapa temuan sebagai berikut :
1. Kondisi Pembelajaran Matematika Selama ini di Sekolah.
Berdasarkan hasil deskripsi studi pendahuluan, maka dapat disimpulkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru secara klasikal, para siswa umunya tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar, guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat. Proses pembelajaran matematika berlangsung dengan cara konvensional dan menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru. Guru berperan sebagai penyampai ilmu pengetahuan atau aspek kognitif, dan mengeyampingkan aspek afektif dan psikomotor. Kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan menarik bagi siswa belum dilaksanakan dalam pembelajaran Guru mengajar cenderung mengejar target kurikulum, pembelajaran berpusat pada guru, pengejaran dimulai dengan menjjelaskan teori, latihan secara rutinitas. Kegiatan pembelajaran secara klasikal. Guru merasa berhasil kalau siswa dalam pembelajaran sunyi. Hasil belajar siswa diukur dengan tes. Siswa dalam belajarnya hanya menerima informasi dan
(45)
latihan tugas. Menurut guru kondisi ini disebabkan karena muatan materi pelajaran matematika terlalu banyak dan kegiatan pembelajaran yang bervariasi akan memerlukan banyak waktu untuk dilaksanakan. Guru selayaknya memikirkan suatu kegiatan atau atau metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi pencapaian fungsi tersebut. Variasi metode pembelajaran dapat digunakan oleh guru dengan mempertimbangkan karakteristik materi yang diajarkan, kompetensi yang akan dicapai, karakteristik siswa, kompetensi guru dalam metode yang akan digunakan, dan ketersediaan sarana dan waktu (Ginting, 2008: 81).
Pada sebagian besar sekolah, proses pengajaran matematika mengikuti urutan yang ada dalam buku teks, sehingga materi apapun yang diajarkan guru akan sangat tergantung pada urutan materi pada buku yang digunakan. Untuk mengembangkan materi pembelajaran hendaknya guru memahami pengalaman belajar yang dimiliki siswanya sehingga pengalaman belajar tersebut dapat disusun sedemikian rupa sehingga siswa memiliki kesempatan untuk mebangun apa yang telah mereka ketahui, memiliki rasa indra yang jelas, dan mengembangkan pemahaman mereka, Kessler (1992: 166). Pengajaran nampak belum terarah dan sistematis karena materi pembelajaran tidak terfokus dalam satu SK dan KD yang akan tercapai. Langkah-langkah pemilihan bahan ajar seperti mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar, mengidentifikasi jenis-jenis materi pembelajaran, dan penentuan urutan bahan ajar hendaknya benar-benar dipahami oleh guru Depdiknas (Yustisia, 2008: 197). Akan lebih baik para
(46)
guru dalam wadah MGMP merancang pengembangan materi pembelajaran yang terarah dan sistematis.
2. Desain Model Pembelajaran yang Dihasilkan
Desain model pembelajaran yang dihasilkan meliputi tiga jenis desain, yakni desain model pembelajaran kontekstual, desain implementasi model pembelajaran kontekstual dan desain model pembelajaran kontekstual.
Desain model pembelajaran kontekstual berisi komponen-komponen yang sama dengan pembelajaran biasa digunakan di sekolah, yang biasa disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), tetapi memiliki penekanan pada sapek-aspek kemampuan pembelajaran kontekstual, seperti kemampuan memimpin, saling memotivasi, kerjasama, saling memberikan bantuan dan saling mendengarkan. Rencana pelaksanaan pembelajaran terdiri atas lima komponen utama, yakni:
1). Tujuan pembelajaran, merupakan sasaran yang akan dicapai dalam pembelajaran. Komponen rumusan tujuan berisi rumusan tujuan pembelajaran khususs yang mengacu kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan diajarkan.
2). Materi pembelajaran, merupakan isi atau substansi bahan yang akan diajarkan untuk menunjang penguasaan kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran. Materi pelajaran mengandung nilai-nilai yang bermakna, terpadu, dan dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Selain itu materi pembelajaran ditentukan berdasarkan standar komptensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
(47)
Untuk memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran variatif dan sistematis, peneliti mengembangkan lembar kegiatan siswa (LKS) bersumber dari buku paket dan beberapa bbuku penunjang lainnya. LKS ini kemudian didiskusikan denggan guru yang dijadikan mitra pembelajaran.
3). Kegiatan pembelajaran, pada komponen ini dirumuskan model pembelajaran kontekstual dengan lima langkah, yakni: pendahuluan, kegiatan inti, kegiatan penutup, evaluasi dan refleksi.
4). Media/Alat dan sumber pelajaran, berisi rumusan tentang media atau alat bantu pembelajaran, dan buku sumber yang digunakan untuk membantu memperjelas atau mempermudah penguasaan materi atau kompetensi yang ingin dicapai. Media pembelajaran dapat menggunakan media yang ada di sekeliling. Sumber belajar dapat berupa buku dan sumber pembelajaran yang ada di lingkungan masyarakat.
5). Evaluasi pembelajaran, merupakan kegiatan untuk mengukur dan menilai pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Evaluasi ini meliputi evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran. Evaluasi proses digunakan untuk mengukur proses pembelajaran matematika, sedangkan evaluasi hasil belajar ditujukan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa dalam kompetensi dan materi
(48)
yang dirumuskan dalam tujuan. Pengukuran dalam bentuk tes uraian.
3. Hasil Belajar Siswa Setelah Pembelajaran Model Kontekstual
Berdasarkan analisis statistik ternyata model pembelajaran kontekstual yang dikembangkan juga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemampuan siswa dalam menguasai bahan pelajaran dengan kenaikan tingkat homogenitas penguasaan siswa terhadap materi pelajaran antara pretest dan postest pada uji coba lebih luas di sekolah SMP Negeri 3 desa Menawi, SMP Negeri 1 Desa Warari dan SMP Negeri 2 Serui Papua, diperoleh peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan diikuti dengan semakin meratanya penguasaan materi pelajaran.
Hasil SPSS pada sekolah SMP Negeri 3 Desa Menawi menunjukkkan bahwa dari jumlah n (33) dengan sebelum (pretest) dilakukan uji coba sebesar 3,15 dengan standar deviasi sebesar 1,4 dan dengan n yang sama, di dapat standar deviasi sebesar 0,9 dengan nilai postest sebesar 6,85. Karena standar deviasi (SD) postest sebesar 0.9 < SD Pretest sebesar 1,41, berarti kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran pada postest diikuti semakin meratanya tingkat penguasaan materi palajaran siswa. Setelah dilakukan uji signifikansi dengan uji- t diperoleh harga t –hitung sebesar 27,58. Ternyata nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel (27,58 >1,69) pada tingkat signifikan 95% dan derajat kebebasan df = 32. Dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor nilai pretest terhadap skor nilai postest secara statistik adalah signifikan.
(49)
Perbandingan hasil belajar pretest dan postes pada sekolah SMP Negeri 1 Desa Warari juga signifikan dengan diikuti tingkat homoginitas siswa (n) = 33 dengan standar deviasi 1,49 diperoleh skor rata-rata pretest sebesar 4,78. Pada n yang sama, dengan standar deviasi 0,93. Setelah dilakukan uji signifikan dengan uji t diperole harga t-hitung sebesar 15,82 sedangkan harga t-tabel sebesar 1,69 dengan df = n – 1. Dengan demikian, karena t –hitung sebesar 15,82 > t – tabel sebesar 1,69 pada taraf kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa kenaikan skor pretest terhadap skor postest di sekolah SMP Negeri 1 Desa Warari Serui Papua secara statistik adalah signifikan.
Adapun penghitungan SPSS mengenai hasil belajar pertest dan postest di Sekolah SMP Negeri 2 Serui juga menunjukkan hasil belajar yang signifikan dengan diikuti semakin meratanya tingkat kemampuan siswa terhadap materi pelajaran yang diajarkan. Dari jumlah siswa (n) = 33 dengan standar deviasi 1,09 diperoleh rata-rata skor pretest sebesar 2,72 dan dengan n yang sama, pada postest diperoleh skor rata-rata sebesar 6,78 dengan standar deviasi 0,89. Dengan demikian, skor siswa pada postest lebih homogin dibandingkan dengan skor siswa pada pretest karena SD postest 0,89 < SD pretest sebesar 1,09. Dengan demikian kenaikan tingkat penguasaan materi pelajaran siswa pada postest diikuti semakin meratanya tingkat penguasaan materi pelajaran siswa. Selain itu, setelah diadakan uji signifikan dengan uji-t diperoleh harga t – hitung sebesar 31,20. harga t –tabel sebesar 1,69 dengan df = n – 1. Dengan demikian, karena t – hitung sebesar 31,20 > t – tabel sebesar
(50)
1,69 pada taraf kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa di sekolah SMP Negeri 2 Serui secara statistik adalah signifikan.
4. Faktor – Faktor Pendukung dan penghambat Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual.
a. Faktor – Faktor Pendukung
Berdasarkan proses uji coba pengembangan model pembelajaran kontekstual pada sejumlah sekolah atau kelas yang menjadi sample, ditemukan beberapa faktor pendukung model pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika siswa SMP Negeri, antara lain:
1). Faktor Guru
Guru mata pelajaran matematika pada tiga sekolah SMP Negeri adalah guru yang memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran. Pada penelitian ini para guru tersebut sangat antusias mengembangkan model pembelajaran kontekstual, memberikan motivasi yang tinggi kepada siswa untuk belajar. Dalam setiap diskusi untuk mengevaluasi penampilan guru dan proses pembelajaran mereka sangat terbuka menerima masukan, sehingga proses pengembangan berjalan dengan baik. Selain itu mereka kadangkala bertanya kepada peneliti jika mereka belum jelas tentang sesuatu hal.
2). Siswa
Siswa secara umum sangat mendukung pelaksanaan pengembangan model pembelajaran kontekstual. Hal ini berdasarkan pengamatan peneliti, dimana siswa memiliki tingkat apresiasi dan motivasi yang tinggi ini mengakibatkan
(51)
cepatnya pengemabangan model dan tingginya hasil belajar yang diperoleh siswa.
3). Kepala Sekolah
Kepala Sekolah sangat antusias dan apresiatif terhadap pelaksanaan model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran matematika, karena sesuai dengan tujuan umum pendidikan matematika pada KTSP yakni: (1) belajar untuk berkomunikasi, (2) belajar untuk bernalar, (3) belajar untuk memecahkan masalah, (4) belajar untuk mengaitka ide, (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika.
b. Faktor – Faktor Penghambat
Adapun faktor yang menjadi penghambat pengembangan model kontekstual pada mata pelajaran matematika pada penelitian ini adalah:
1. Adanya budaya mengajar yang masih konvensional, di mana guru merasa cukup puas dengan menggunakan metode ceramah yang monoton, dan penugasan.
2. Pengaturan waktu antara satu tahapan dengan tahapan lainnya sulit diatur, dan menurut pengamatan peneliti tahap penyajian kelas oleh guru memerlukan waktu yang cukup lama.
3. Buku atau sumber-sumber materi pembelajaran masih kurang tersedia maksimal di sekolah tempat penelitian dilaksanakan.
(52)
B. REKOMENDASI
Penelitian yang berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemecahan masalah siswa, penulis memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait, diantaranya; (1) pihak guru, (2) Pihak Dinas Pendidikan, (3) LPTK dan (4) pihak peneliti selanjutnya.
1. Untuk Guru
Guru adalah ujung tombak pendidikan sebab ditangan gurulah siswa dapat menguasai suatu pengetahuan atau mewarisi suatu nilai yang penting. Guru yang memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan keprofesinalannya dalam mengajar akan terbuka terhadap suatu inovasi dan berusaha untuk memahami serta mempraktikkan inovasi tersebut dalam pengajarannya sehari-hari.
Berkaitan dengan ini, guru-guru kelas VIII dapat menggunakan model pembelajaran kontekstual yang dikembangkan dalam penelitian ini di kelasnya. Untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sama, rencana pembelajaran yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan secara langsung, dengan terlebih dahulu membaca dan memahami secara cermat. Untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar yang lain dalam mata pelajaran matematika kelas VIII, rencana pembelajaran harus disesuaikan dengan karakteristik SK dan KD yang akan diajarkan.
Model pembelajaran ini dapat digunakan pada level sekolah dengan beberapa penyempurnaan sesuai dengan karakteristik, tingkat kemampuan
(53)
atau pengalaman belajar yang telah dimiliki siswa, dan tujuan yang hendak dicapai.
Efektivitas penerapan model ini terkait erat dan sangat didukung oleh kemauan dan kemampuan guru untuk mengembangkan berbagai inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran. Bentuk kreativitas atau inovasi guru dapat dikembangkan melalui variasi metode atau kegiatan, pengembangan materi pembelajaran, media atau pengelompokan anak. Semakin banyak kreativitas guru maka kegiatan pembelajaran akan semakin menarik bagi siswa.
Guna meningkatkan pembelajaran di sekolah pada tingkat SMP khusus pada pelajaran matematika, dimana guru sebagai ujung tombak dilapangan perlu secara optimal menumbuhkembangkan kemampuan siswa. Dengan demikian sangat perlu dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut :
Pertama; guru harus mampu mendesain pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemecahan masalah siswa secara sistematis dan mampu menumbuhkembangkan kemampuan siswa secara optimal, baik untuk tujuan model pembelajaran ini ke berbagai materi yang akan diajarkan khususnya pelajaran matematika.
Kedua; guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran matematik mandiri maupun untuk kelompok, sehingga siswa merasa berminat untuk memecahkan masalah, tertantang dan memperoleh
(54)
pengalaman pembelajaran yang bermakna dan kesan menyenangkan dalam melaksanakan model pembelajaran ini.
Ketiga; guru dalam menyiapkan media akan digunakan hendaknya mampu mengoptimalkan lingkungan yang ada disekitar siswa disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan sehingga siswa lebih mudah memahami materi pelajarannya.
Empat; untuk meransang berpikir siswa dan bermakna dalam pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keinginan sehingga siswa benar-benar mampu menujukkan kemampuannya dan hendaknya guru mampu menciptakan siswa betah di sekolah, giat belajar dan guru dalam pembelajaran memperlihatkan kesan yang menyenangkan.
Lima; hargailah setiap kemampuan siswa dari sekecil apapun, janganlah tes akhir dijadikan patokan keberhasilan seorang siswa tetapi berilah penilaian sejak proses hingga akhir pembelajaran.
Enam; bentuklah team teaching sesama guru matematika, jalin kerjasama dengan wali kelas, guru bidang studi, guru BP, orang tua dan kalau memungkinkan dengan dunia industri yang berhubungan dengan pelajaran matematika.
2. Untuk Kepala Sekolah
Kepala sekolah adalah pengelola dan sekaligus juga pemimpin di sekolah. Inovasi dan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan guru harus diarahkan, didorong, dan difasilitasi oleh kepala
(55)
sekolah. Untuk itu diperlukan sikap ingin tahu kepala sekolah untuk mengembangkan berbagai inovasi baik dalam inovasi manajerial sekolah maupun inovasi dalam pembelajaran. Selain itu, kepala sekolah juga dituntut untuk memperluas wawasan tentang pendidikan yang berlangsung saat ini dan masa depan, dan pendidikan yang berlangsung di sekolah-sekolah unggulan sehingga mereka menjadi terpacu untuk mengembangkan keprofesionalan diridan sekolah yang dipimpinnya.
Dukungan dan motivasi dari kepala sekoalh sangat berarti bagi pengembangan keprofesionalan guru. Salah satu bentuknya adalah memberikan kesempatan dan fasilitass bagi pengembangan model pembelajaran yang inovatif, seperti pengembangan model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir, model pembelajaran berbasis masalah, dan model-model pembelajaran lainnya. Dukungan dalam bentuk fasilitas yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah adalah berkenaan dengan ketersediaan, kecukupan, serta keberfungsian sarana dan prasarana serta sumber belajar yang digunakan pada model pembelajaran tersebut.
Konsolidasi secara iklim sosial dan psikologis di lembaga yang dipimpin perlu dipertahankan untuk mengembangkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Untuk itu kepala sekolah perlu memberikan motivasi untuk meningkatkan pelajarannya, guru dirangsang agar senantiasa dapat mengembangkan kemampuan dala proses pembelajaran serta mencoba untuk meningkatkan pembelajarannya. Kepala sekolah hendaknya terus
(56)
memberikan dorongan kepada setiap guru, khususnya guru matematika untuk dapat menggunakan model pembelajaran kontekstual sebagai inovatif dan variasi pembelajaran di kelas.
3. Untuk Dinas Pendidikan
Seiring dengan otonomi daerah, dan berlakunya kurikulum 2006. Dinas Pendidikan hendaknya lebih mengintensifkan lagi dalam mengimplementasikan program pelatihan-pelatihan yang telah peneliti kembangkan. Berkaitan dengan itu perlu di susun langkah-langkah sebagai berikut :
a. Sosialisasikan tentang fenomena hasil penelitian ini berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran kontekstual kepada pejabat yang terkait dan guru-guru.
b. Pembentukan tim khusus yang melibatkan pihak birokrasi, pakar pendidikan, dan kalangan praktisi yang dimiliki komitmen untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual yang berkenaan dengan pendekatan pemecahan masalah.
c. Melakukan survey untuk mengapatkan gambaran empirik tentang indikator, dan faktor yang menyebabkan guru sulit menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah.
d. Penyusunan program latihan, sebagai pedoman pengembangan program pelatihan.
(1)
184
memberikan dorongan kepada setiap guru, khususnya guru matematika untuk dapat menggunakan model pembelajaran kontekstual sebagai inovatif dan variasi pembelajaran di kelas.
3. Untuk Dinas Pendidikan
Seiring dengan otonomi daerah, dan berlakunya kurikulum 2006. Dinas Pendidikan hendaknya lebih mengintensifkan lagi dalam mengimplementasikan program pelatihan-pelatihan yang telah peneliti kembangkan. Berkaitan dengan itu perlu di susun langkah-langkah sebagai berikut :
a. Sosialisasikan tentang fenomena hasil penelitian ini berkenaan dengan pengembangan model pembelajaran kontekstual kepada pejabat yang terkait dan guru-guru.
b. Pembentukan tim khusus yang melibatkan pihak birokrasi, pakar pendidikan, dan kalangan praktisi yang dimiliki komitmen untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual yang berkenaan dengan pendekatan pemecahan masalah.
c. Melakukan survey untuk mengapatkan gambaran empirik tentang indikator, dan faktor yang menyebabkan guru sulit menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah.
d. Penyusunan program latihan, sebagai pedoman pengembangan program pelatihan.
(2)
185
e. Pelaksanaan pelatihan, pelatihan dapat dilakukan di dinas pendidikan kota yang melibatkan guru-guru matematika.
f. Evaluasi program pelatihan, evaluasi dilakukan terhadap proses pelatihan dan efektifitasnya mengenai pelaksanaan model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan pemecahan masalah.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di kabupaten, maka dinas pendidikan kiranya perlu secara terus menerus merencanakan atau mengadakan pembinaan penyegaran dan pelatihan kepada guru-guru mata pelajaran sehubungan dengan metode dan inovasi pembelajaran di wilayah tugasnya.
4. Bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
LPTK berfungsi mencetak dan mempersiapkan guru, perlu membekali para mahasiswa dengan kemampuan tersebut secara seimbang. Oleh karena itu mahasiswa di samping dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan proses pendidikan secara maksimal, di antaranya mengembangkan model pembelajaran kontekstual dan perlu dilatiih untuk memraktekkan dii lapangan (sekolah), sebagai lembaga formal yang perlu mendapatkan perhatian dari para pelaksana pendidikan, atau merupakan masukan bagi intitusi untuk melatih calon-calon pendidik untuk dikembangkan lebih lanjut.
Pengembangan model pembelajaran yang dilaksanakan oleh mahasiswa pascasarjana untuk menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk
(3)
186
tesis dan disertasi kiranya dapat menjadi masukan bagi LPTK untuk menambah kumpulan model-model pembelajaran yang nantinya bisa diteruskan kepada mahasiswa. Ilmu praktis pengajaran berupa pengembangan model pembelajaran yang telah diuji cobakan melalui penelitian tentunya merupakan penerapan teori pembelajaran yang telah dibuktikan tingkat keefektifannya secara ilmiah.
5. Untuk Peneliti Selanjutnya.
Pertama; bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih luas lagi, model pembelajaran ini tidak hanya cocok dalam pelajaran matematika saja tetapi bisa digunakan pada pelajaran IPA, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan pelajaran lainnya.
Kedua; peneliti menyadari dengan segala keterbatasannya dalam melakukan penelitian ini hasilnya kurang memuaskan hal ini berkaitan dengan subjek, waktu dan biaya. Untuk itu model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan siswa dalam pemecahan masalah kiranya perlu diadakan penelitian lebih luas lagi.
Ketiga; semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan sebagai acuan bagi pengembangan peneliti selanjutnya.
C. Penutup
Dengan terselesainya analisis, pembahasan hasil penelitian, kesimpulan dan rekomendasi maka selesai pula penulisan laporan hasil penelitian dalam bentuk tesis ini.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (1992). Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung; Sinar Baru.
Borg, W.R. & Gall, M.D.(1979). Education Research An Introduction. New York & London : Longman.
Depdikbud. Kurikulum Pendidikan Dasar (1993). GBPP Matematika (1998). Jakarta : Dirjen Didasmen.
Dahlan, M.D. 1990). Model-model Mengajar. Bandung; Diponogoro.
Hamalik, O. (2000). Pendidikan Guru Berdasarkan Sistem. Bandung: PPS UPI Hamalik, O. (2001). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, O. (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Heruman. (2003). Pembelajaran Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV Sekolah Dasar. Tesis, Bandung; PPS UPI
Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta, P2LPTK.
Johnson, E. (2002). Contextual Teaching and Learning. California; Corwin Press, Inc. Joyce, B. Dan Weil, M. (1989). Models Of Teaching. New Jersey Englewood Cliffs. Lestari, T. (1997). Dampak Penerapan Metode Pemecahan Masalah Terhadap
Kemampuan Berpikir Siswa Dalam Pengajaran Matematika. Tesis, Bandung; PPS UPI.
Maesuri, S. (2002). Hands-on Activity Dalam Contextual Teaching and Learning Dalam Pembelajaran Matematika dan IPA. Makalah. UNESA; tidak diterbitkan.
Nur. M. (2000). Strategi-Strategi Belajar. Surabaya; UNESA-University Press. Nur. M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. UNESA-University Press.
Hurhadi. (2002). Pendekatan Kontekstual, Contextual Teaching And Learning (CTL). Jakarta. Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Paris-Winograd. (2001). The Role Of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Priciples and Practice For Teacher Preparation. (on line).Spring/2001/html.(2 Mei 2002).
(5)
Oliva, P. F. (1992). Developing the Curriculum, Third Edition, United States. Harper Collin Publisers.
Permana Y. (2001). Analisis Tingkat Penguasaan Siswa Dalam Menyelesaikan Persoalan Kontekstual Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi. Bandung: UPI
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensi Dalam Pengajaran Matematika. CBSA. Bandung; Tarsito. Ruseffendi, E.T. (1998). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung,
IKIP Bandung Press.
Rusman, (2009). Manajemen Kurikulum: Seri Manajemen Sekolah Bermutu. Jakarta, Rajawali Pers; PT Raja Grafindo Persada.
Reigeliuth, C.M. (1983). Instructional Deign theories and Model An Overview Of Their Current Status. London : Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. Rustana, C.E. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. jakarta
Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Sabandar, J. (2001). Aspek Kontekstual Dalam Soal Matematika Dalam Realistic Matematika Education. Seminar Sehari Tentang RME : FPMIPA UPI Bandung; tidak diterbitkan.
Saylor, et al. (1981). Curriculum Palanning For Better Teaching and Learning, Fourth edition. Tokyo; Holt-Saunders Japan.
Sugijono. M.C.A. (2006). Matematika SLTP Kelas VIII. Jakarta, Erlangga
Sugiono. (2008). Motode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N.S. (2004). Kurikulum & Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kusuma Karya.
Sukmadinata, N.S. (2006). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung. Rosda Karya.
Sukmadinata, N.S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. (2007). Landasan Psikologi dan Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan & Konseling dalam Praktek Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro
(6)
Sudjana. N. (1990). Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. Rosda Karya.
Soedjadi, (2001). Pembelajaran Matematika Berjiwa RME (Suatu Pemikiran Rintisan ke Arah Upaya Baru). Bahan Seminar Naisonal Pengambangan Pendidikan MIPA: UNY Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
Sears, S. dan Hersh, S. (2001). Preparing Teacher to Use Contextual Teaching and Learning Stategis To Enhance Student Succses in and Beyond school. (on line) Available.
Sugandi, A.I (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe TAI Pada Siswa SMU. Tesis; PPS UPI.
Sumarmo. U. (1999). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Sekolah Dasar. Laporan Penelitian: FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo. U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada guru dan Siswa SMPl. Laporan Penelitian: FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Suparno. P. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Kanisius.
Taba, H. (1962). Curriculum Develomment, Theory and Practices. New York: Harcourt, World. Inc.
Undang-undang Pendidikan Nasionall Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sisten Pendidikan Nasional. Jakarta.
Zais S. Robert (1976). Curriculum Principles and Foundations. New York: Harper and Row