PERAN PESANTREN DALAM PENGEMBANGAN PEREK

PERAN PESANTREN DALAM

PENGEMBANGAN PEREKONOMIAN RAKYAT ♣
Oleh: achmad room fitrianto √

Sekarang ini sering muncul anggapan bahwa agama dan ekonomi dua hal yang berbeda,
jika kita berbicara tentang ekonomi maka tidak bisa kita gabungkan dengan
membicarakan dengan agama, karena yang satu menuntut keihlasan yang biasanya
diartikan sebagai bentuk ketidak berharapan terhadap “keuntungan” sedangkan yang satu
selalu di hubungkan dengan masalah keuangan, keuntungan dan pamrih (baca: ketidak
ihlasan). Sehingga jika kita berbicara pesantren seolah olah tidak ada hubungannya
dengan masalah ekonomi, lebih lebih jika kita membahasa masalah keagamaan yang
lebih mendalam. Padahal dua masalah ini adalah dua mata uang yang tidak bisa
dipisahkan, ibaratnya hadist rosulullah yang menyatakan “Hampir-hampir karena
kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur”

Masalah kemiskinan (baca: ekonomi) bukan hanyalah masalah keduniawian
saja akan tetapi juga masalah yang terkait dengan kebahagian lahir dan batin, seperti
yang tersirat dalam surah al Dhuha, yang mempunyai arti ”Bukankah Allah telah
mendapatimu miskin, kemudian Dia menganugerahkan kepadamu kecukupan?” (Qs, 93:
8) bahkan di surat jumat di siratkan untuk segera bertebaran dimuka bumi untuk mencari

penghidupan sebagai mana isi dari surah al Jum’ah, yang mempunyai arti ”Apabila telah
selesai shalat (jum’at) maka bertebaranlah di bumi dan carilah fadhl (kelebihan) dari
Allah” (Qs, 62: 10)
Bahkan orientalis barat pun masih mengakui tentang peran agama dalam
perekonomian, menurut Wallace, agama akan mempunyai fungsi berupa “obat” yang
dapat mengurangi kegelisahan, memantapkan kepercayaan akan eksistensi diri serta
memberikan oreintasi hidup lebih panjang. Dengan demikian, ada beberapa “kawasan”


Disampaikan Pada acara diskusi panel Penguatan Ekonomi Pesantren dan Tantangan
Perubahan oleh Center For Islam And Democracy Studies, Bangkalan; 26 september 2005


Dosen Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Alumni Ekonomi Pembangunan Universitas
Airlangga Surabaya

1

kehidupan manusia yang membutuhkan peran agama. Kawasan tersebut adalah: Pertama,
kawasan yang memandang bahwa kebutuhan


manusia akan dapat dipenuhi dengan

kekuatan manusia sendiri. Manusia tidak perlu lari kepada kekuatan adi kodrati. Kedua,
meliputi wilayah yang manusia merasa

aman secara moral. Tingkah laku dan tata

pergaulan manusia diatur lewat norma-norma rasional yang dibenarkan agama, seperti
norma sopan santun, norma hukum serta aturan-aturan dalam masyarakat. Ketiga,
merupakan wilayah yang manusia secara total mengalami ketidakmampuannya. Usaha
manusia di daerah ini mengalami suatu titik putus yang tidak dapat dilalui. Hal ini
mendorong manusia mencari kekuatan lain di luar dirinya, yaitu kekuatan adikodrati.
Maka terciptalah beberapa upara ritual untuk berkomuniasi dengan kekuatan itu. Dengan
itu, manusia meyakinkan dirinya, bahwa dia sanggup mengatasi problem yang paling
mendasar berupa ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan sehingga manusia
merasa menemukan kepastian, keamanan dan jaminan (Hendropuspito, 1983: 39).
Keterkaitan antara agama dan struktur sosial, terutama yang bersentuhan dengan
kepentingan sosial ekonomi, bagi weber, adalah keniscayaan. Religion is really
economics, politics is really religion and economics is really politics 1. Dari penjelasan

ini, ternyata keterkaitan agama dengan ekonomi dan sosial adalah merupakan implikasi
dari keterkaitan agama dengan pola pikir, prilaku dan tindakan manusia.

Beikut ini kami paparkan peranan penting perekonomian pesantren dari sisi prespektif
geoekonomi politik:

KONDISI EKONOMI REGIONAL JAWA TIMUR
Dengan jumlah penduduk Jawa Timur pada akhir tahun 2004 sekitar 35.709.997 2
jiwa dengan konsentrasi penduduk beragama Islam sekitar 85%, menjadikan pesantren
dan komunitas yang terkait dengannya menjadi satu kekuatan yang cukup di
perhitungkan, ini di buktikan dengan menangnya Partai Kebangkitan Bangsa yang
berbasis NU dalam pemilihan umum tahun 2005 di Jawa Timur.

1

Max Weber, (1930), The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, London, 7

2

BPS, 2004


2

Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan di jawa timur pada tahun 2001 sebesar
3.33% meningkat hingga tahun 2002 menjadi 3.41%. Pada tahun 2004 mencapai angka
lebih dari 5% 3 dan Tahun 2005 diprediksi perkembangan mencapai kurang 4% . Hal ini
di picu oleh kenaikan Harga BBM. Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan
tersebut menunjukkan adanya peningkatan pendapatan (kesejahteraan ) masyarakat Jawa
Timur secara riil dibanding dengan tahun sebelumnya.
Sedangkan PDRB perkapita atas dasar harga yang berlaku tahun 2004 telah
mencapai Rp.7.87 juta, dari tahun ke tahun nilainya naik secara signifikan ,kenaikan per
tahun sebesar 13.95% 4.Angka tersebut menunjukkan bahwa pembangunan di jawa timur
berjalan dengan baik dan beberapa sektor pembangunan telah menghasilkan output yang
dapat diandalkan.
Kondisi perekonomian Jawa Timur yang secara rata rata diatas pertumbuhan
nasional ini diakui oleh Dick (1993) 5, Jawa Timur pada tahun 1980-an merupakan
propinsi di Indonesia yang paling mendekati bentuk ideal pembangunan berimbang
(balanced development). Disisi lain juga Jawa timur berhasil melakukan penyebaran
diantara sektor industri yang ada, namun demikian masih terdapat sentra sentra
perkembangan industri manufaktur diantaranya Surabaya, yang merupakan tempat

konsentrasi industri yang terbesar, yang pada meluber ke Kabupaten Sidoarjo dan
Kabupaten Gresik. Konsentrasi pertumbuhan industri manucfaktur ini berkembang ke
Pasuruan, Malang dan Kediri, maka dapat dikatakan bahwa pada tahun 1986 industri
manufaktur besar dan menengah secara spasial terkonsentrasi di koridor SurabayaMalang di tambah Kota Kediri 6.
Dari titik titik pertumbuhan yang ada di jawa timur inilah yang akan memicu
pertumbuhan disekitarnya, dalam hal ini peranan pesantren akan kami eksplorasi sejauh
mana tingkat eksistensinya. Jumlah pesantren di jawa timur yang mendekati jumlah
1000-an dengan jumlah santri 946.945 orang dengan sebaran yang hampir merata di
3

http://www.jatim.go.id/sekilas_jatim.php?id=010125&t=184704&link2=Produk+Domestik+Regional+Bru
to+(PDRB)
4
ibid
5
sebagaimana dikutip oleh Mudrajad kuncoro 1999 dalam tulisannya Konsetelasi spasial dan dinamikan
pertumbuhan industri manufactur di jawa timur
6
Zainal Arifin dan Mudrajad Kuncoro, Konsentrasi Spasial Dan Dinamika Pertumbuhan Industri
Manufaktur Di Jawa Timur , universitas Gajah Mada, Yogyakarta 1999, h3-4


3

setiap kabupaten menjadikan pesantren sebagai instrumen yang tidak bisa diabaikan
dalam pertumbuhan ekonomi. Meskipun pada era Orde Baru telah usaha pengembangan
pesantren namun usaha ini merupakan salah satu pemasung kreatifitas pesantren dalam
pengembangan kelembagaan. Hal ini di karenanakan program bantuan yang diberikan
oleh pemerintah Orde baru cenderung digunakan agar pesantren tidak “berulah” dan
menjauhi hal hal yang berbau pemberdayaan dan berbau “politik”.

Berbagai Hambatan Keagamaan dalam Pengembangan Ekonomi Pesantren
Pesantren yang memiliki multi fungsi sosial khususnya fungsi sebagai agen perubahan
seharusnya bisa merefleksikan kenyataan sosial dan menjadi konstruktor ideologi
perubahan, ternyata justeru menjadi pelestari ideologi patriarki. Banyak Pesantren yang
masih melestarikan konsep feminitas tradisional model Patriarki Birokrasi yang sangat
Kolot, yang menjadikan perkembangan pesantren menjadi tergantung kepada satu inovasi
sesorang yang memiliki peranan sentral ( baca : Kyai). Hambatan ini diperparah dengan
keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki, diantaranya adanya keterbatasan lahan
untuk pengembangan pertanian atau adanya paham para santri “dilarang” berhubungan
dengan segal sesuatu yang berbau Teknologi Informasi seperti Internet, televisi, radio dan

sebagainya, yang menjadikan kurang lancarnya informasi yang terjaring oleh pesantren.
Kondisi ini tercermin dari tulisannya Abdurrahman Wahid dalam Menggerakkan Tradisi:
Esai-Esai Pesantren, (2001:171)

menyebutkan

“pondok pesantren mirip dengan

akademi militer atau biara (monestory, convent) dalam arti bahwa mereka yang berada di
sana mengalami suatu kondisi totalitas.”
Sehingga Birokratisasi

dan senioritas akan sangat kental dengan kehidupan

Pesantren , lebih lanjut Abdurramahman wahid menyebutkan (2001: 98) “para santri akan
menerima semua yang diajarkan tanpa ada kebutuhan untuk mempertanyakan
kebenarannya, karena sikap menerima dengan rela apa yang diberikan kyai atau guru
adalah sebagian dari sikap beribadat pula, seperti juga halnya kepercayaan akan
kebenaran semua yang diuraikan itu secara mutlak.”
Namun demikian dengan masa keterbukaan seperti saat ini peranan pesantren

menjadi sangat penting baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya lebih lebih dari sisi politik,
terutama bagi mereka yang telah melepaskan diri dari keterbatasan yang dimiliki.

4

PERANAN PESANTREN DALAM PEREKONOMIAN
 Sebagai Lembaga Produksi

Pesantren sebagai lembaga produksi yang di tunjukkan

dengan adanya

penguasaan terhadap sejumlah bidang tanah, memiliki tenaga kerja untuk
memanfaatkan dan memiliki teknologi untuk mengelolah (memprodusi-red)
menunjukan pesantren sebagai salah satu produsen, jika sebuah pesantren bergerak
dalam bidang pertanian , maka pesantren ini merupakan produsen dalam bidang
pertanian, jika pesantren bergerak dalam bidang indsutri (kerajinan, kecil) maka
pesantren sebagai produsen dalam bidang industri.

 Pesantren sebagai lembaga produksi agar bisa melanjutkan eksistensi dalam dunia

usaha maka pesantren harus berinovasi dalam pengembangan produknya, jika
hanya mengandalkan pasar tradisional yang dimiliki maka perkembangannya
akan cenderung stagnan. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan
mengefisienkan factor produksi yang dimiliki yang kemudian mengembangkan
diversifikasi produk dan tenaga kerja. Dengan demikian akan memunculkan
efisiensi ekonomis. Sedangkan efisiensi ekonomis mengacu pada nilai output
terhadap input, atau nilai sumberdaya (faktor produksi) yang dipakai
menghasilkan output tersebut. Pengukuran efisiensi ekonomis mensyaratkan nilainilai ditempatkan pada komoditi. Dalam analisis kesejahteraan, nilai yang
ditempatkan (sebagai satuan hitung atau pengukur) pada komoditi itu adalah nilainilai yang diberikan oleh pasar sempurna. Ekonomi Italia, Dilfredo Pareto, telah
menspesifikasikan suatu kondisi atau syarat terciptanya alokasi sumberdaya
secara efisien atau optimal, yang kemudian terkenal dengan istilah syarat atau
kondisi pareto (pareto condition). Definisi kondisi pareto adalah suatu alokasi
barang sedemikian rupa, sehingga bila dibandingkan dengan alokasi lainnya,
alokasi tersebut tidak akan merugikan pihak manapun dan salah satu pihak pasti
diuntungkan. Atas kondisi pareto juga bisa didefinisikan sebagai suatu situasi
dimana sebagian atau semua pihak/individu takkan mungkin lagi diuntungkan
oleh pertukaran sukarela. Inilah peranan ekonomi pesantren sebagai produsen,

5


lebih lanjut kami mengestimasi peranan pesantren dalam menyediakan out put
barang produksi.
Di Indonesia, usaha mikro dan usaha kecil telah memberikan kontribusi
yang signifikan kepada perekonomian nasional.Sebagai gambaran, pada tahun
2000 tenaga kerja yang diserap industri rumah tangga (salah satu bagian dari
usaha mikro sektor perindustrian) dan industri kecil mencapai 65,38% dari tenaga
kerja yang diserap sektor perindustrian nasional.
Pada tahun yang sama sumbangan usaha kecil terhadap total PDB
mencapai 39,93% Dari industri kecil dan rumah tangga ini 60% digerakkan oleh
pesantren dan para alumninya
Contoh Pesantren yang bisa mengembangkan ekonomi local




Pesantren Masturiyah Jawa Barat Pimpinan K.H.E. Fachrudin Masturo
Pesantren Alquran Babussalam di kawasan Bandung Utara tepatnya di
Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan. Pesantren ini didirikan oleh KH




Drs Muchtar Adam pada 18 Januari 1981.
Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo

 Sebagai Lembaga Konsumsi
Pesanten sebagai lembaga lembaga konsumsi di tunjukkan dari jumlah barang
produksi yang di serap oleh pesantren

baik oleh santri sebagai peserta didik

maupun pesantren sebagai lembaga pendidikan, jika ditambahkan bila pesantren
memiliki usaha produksi, maka bahan baku usaha produksi ini juga akan
menyerap barang produksi yang tidak sedikit.

 Jika di jawa timur terdapat 280.397 santri mukim putra dan 237.669 santri
mukim Putri 213.647 Kalong Putra dan 215.232 kalong Putri dengan total
946.945 santri dan masing masing santri setiap harinya mengkonsumsi secara
rata rata Rp 5000 maka dalam 1 bulan mereka mengkonsumsi sebesar Rp
150.000, ini artinya total konsumsi para santri setiap bulannya adalah Rp
142.041.750.000 belum lagi untuk biaya operasional pesantren yang bisa 2-25
kali lebih besar dari junlah konsumsi santri, ini berarti besarnya konsumsi

6

pesantren sebagai lembaga pendidikan berkisar antara 284.083.500.0003.551.043.750.000, ini berati merupakan serapan yang cukup besar terhadap
total produksi yang di keluarkan oleh Industri.
 Sebagai Lembaga Penyeimbang
Pesantren sebagai lembaga penyeimbang dalam tulisan ini kami menyoroti dalam
4 paradigma, yaitu ; Pesantren sebagai kekuatan social, pesantren sebagai
lembaga Tinkthank, pesantren sebagai lembaga politik dan Pesantren sebagai
Agen perubahan.

 Pesantren sebagai kekuatan social
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang
diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu. Sejak saat itu, lembaga
pesantren tersebut telah mengalami banyak perubahan dan memainkan
berbagai macam peran dalam masyarakat Indonesia 7.
Asumsi yang kita pergunakan adalah jumlah santri yang sebesar
946.945 dan masing masing santri bisa menjadi contoh dan tauladan
dalam keluarganya, maka jika dalam 1 keluarga ada 3 orang yang bisa
dipengaruhi maka total individu yang berpotensi memiliki pemahaman
yang sama adalah 426.125.250.000 orang. Atau sama dengan 2,13 % 8 dari
jumlah penduduk secara nasional. Dan ini merupak satu kekuatan yang
cukup signifikan untuk melakukan perubahan sosial di masyarakat.

 Pesantren sebagai wadah para ekspert (lembaga Thinkthank)
Pada zaman walisongo, pondok pesantren memainkan peran penting
dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Juga pada zaman
penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah
kolonial Belanda bersumber atau paling tidak dapat dukungan sepenuhnya

7

Mayra Walsh, Pondok Pesantren Dan Ajaran Golongan Islam Ekstrim, 2002; ACICIS Program Fakultas
Ilmu Sosial Dan Politik, Universitas Muhammadiyah Malang, h 4

8

Dengan perkiraan jumlah penduduk sebesar 200.000.000 jiwa

7

dari pesantren 9 Pondok pesantren membentuk banyak karakteristik dan
jenis jenis. Perbedaan jenis-jenis pondok pesantren di Jawa dapat dilihat
dari segi ilmu yang diajarkan, jumlah santri, pola kepemimpinan atau
perkembangan ilmu teknologi. Lebih lanjut Azyumardi Azra menyatakan
pondok pesantren berperan dalam era kebangkitan Islam di Indonesia dan
ini terlihat dalam dua dekade terakhir ini.
Namun di balik itu semua, jika kita merujuk pemikir negeri ini dari
almarhum Nurkholis Majid, sampai ketua MPR Hidayat Nur Wahid
adalah alumni alumni pesantren yang mampu mewarnai kehidupan politik
Indonesia. Belum lagi bila kita melihat dengan kaca mata lokal, maka
tidak lepas dari tokoh pesantren yang memiliki pemikiran yang cukup
brilian dan di segani di daerahnya, seperti KH Ali Masruri dari Sidoarjo
dan masih banyak lagi.

 Pesantren sebagai lembaga politik
Menangnya Partai Kebangkitan Bangsa di Jawa Timur tidak lepas dari
fungsi politik pesantren, dengan dukungan basis NU yang cukup kental,
pesantren pesantren di jawa timur mampu menggerakkan warga di
sekitarnya untuk memiliki salah satu partai politik dalam pemilihan
umum. Satu kasus yang menarik terjadi di Bondowoso, Kyai Fawaid tidak
mendukung partai Kebangkitan Bangsa dan mendukung PPP dan suara
PPP dikabupaten ini cukup siqnifikan jika di bandingkan dengan daerah
daerah lain, hal ini juga karena peranan pesantren dan kyai sebagai satu
lembaga politik.
 Sebagai Agen Perubahan
Fungsi terpenting pesantren adalah sebagai mesin penggerak
perubahan di masyarakat. Sejak awal masuknya Islam ke Indonesia,
pendidikan Islam merupakan kepentingan tinggi bagi kaum muslimin.
Pada masa penjajahan pesantren sebagai agen perubahan sangat terasa,
9

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, 1999; PT Raja Grafindo Persada, Jakarta)149.
8

pesantren sebagai ujung tombak perjuangan bangsa yang menyediakan
syuhada’

syuhada’

mudah

untuk

merebut

dan

mempertahankan

kemerdekaan, namun saat ini terasa fungsi ini agak mengendur,
Namun

demikian

pesantren

sebagai

penggerak

perubahan

masyarakat lambat laun tidak bisa di pungkiri, terutama setelah era 90 an
dengan semakin di akomodirnya tokoh Islam oleh penguasa Orde baru
saat itu. Pesantren sekarang ini dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu
pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan pesantren
tradisional sering disebut sistem salafi. Yaitu sistem yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem
pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem
tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah).
Dengan dua pola pendidikan di pesantren seperti inilah yang
memberikan balansing di masyarakat dari pemahaman terhadap nilai dan
kaidah

kaidah

Islam

kontemporer

dan

penyesuaiannya

dengan

perkembangan zaman, saat ini pesantren mulai akrab dengan metodologi
ilmiah modern, lebih terbuka atas perkembangan di luar dirinya,
diversifikasi program dan kegiatan di pesantren makin terbuka dan luas,
dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat 10.
Lebih lanjut Imam Tholkhah menyebutkan , pesantren seharusnya
mampu menghidupkan fungsi-fungsi sebagai berikut, 1) pesantren sebagai
lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh
fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic vaues); 2) pesantren sebagai
lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial; dan 3) pesantren
sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social
engineering) atau perkembangan masyarakat (community development).
Semua itu, menurutnya hanya bisa dilakukan jika pesantren mampu
melakukan proses perawatan tradisi-tradisi yang baik dan sekaligus

10

Ibid, 155
9

mengadaptasi perkembangan keilmuan baru yang lebih baik, sehingga
mampu memainkan peranan sebagai agent of change.

Penutup
Dalam kondisi masyarakat yang masih cenderung feodal, di mana ketertindasan dan
ketidakadilan masih menimpa sebagian besar masyarakat seperti yang diuraikan pada
awal makalah ini, peran pesantren yang lebih jelas untuk ikut serta melakukan
perubahan-perubahan keadaan merupakan hal yang urgen untuk diwujudkan. Terkecuali
jika pesantren memang memiliki prinsip untuk menutup mata terhadap kesadarankesadaran palsu yang berkembang, dan atau memilih menjadi pengawet tradisi-tradisi
yang dianggap given yang memang telah diterima secara naif oleh masyarakat pada
umumnya.
Untuk itu agar pesantren memiliki peranan yang siqnifikan terhadap perkembangan
masyarakat, khususnya perannnya terhadap pengembangan perekonomian rakyat maka
kami merekomendasikan pesantren untuk:
1. Pesantren Harus memiliki RENSTRA
Artinya pesantren harus memiliki rencana pengembangan kedepan, baik itu dalam
jangka pendek dan jangka menengah dan jangka panjang yang terukur dan
terdokumentasi, yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat.
2. Pesantren Harus menjalin Komunikasi dengan lembaga pendidikan
“sekuler”
Pesantren saatnya mengembangkan dengan membangun jaringan dengan lembaga
lain guna membandingkan, mengkopilasi sistem pendidikan dan membangun
kompetisi yang sehat, guna membangun melahirkan pemikir pemikir handal yang
bisa bersaing di segala bidang.
3. Pesantren Harus Akomodatif dengan segala kepentingan masyarakat
Satu fungsi mutlak yang harus di penuhi pesantren adalah mengakomodasi
kepentingan masyarakat, jika tidak maka pelan tapi pasti akan di tinggalkan oleh
masyarakat. Namun demikian jangan sampai kepentingan masyarakat (khususnya
yang kurang ideal bagi pesantren) menunggai pesantren, untuk tujuan tujuan
khusus.

10

4. Pesantren harus memiliki standart
Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi yang penting
dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,
serta besarnya jumlah siswa pada tiap pesantren menjadikan pesantren lembaga
yang layak diperhitungkan dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa di
bidang pendidikan dan moral. Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus
dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum)
maupun fasilitas menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot
yang selama ini disandangnya. Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model
dari lembaga pendidikan yang leading. Salah satu yang menyebabkan pesantren
menjadi penting untuk dibicarakan dan diperhitungkan dalam dunia pendidikan
adalah karena jangkauannya yang tidak sekadar merambah ranah pesekolahan
yang umumnya dijangkau oleh sekolah-sekolah. Pesantren memiliki jangkauan
yang lebih luas dari sekadar training di dalam kelas.

11

Referensi

Biro Pusat Statistik
O'Neil, William.. Ideologi-Ideologi Pendidikan. 2002;Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Imam Tholkhah dkk.. Membuka Jendela Pendidikan. 2004;Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Max Weber, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism, (1930),London
Zamakhsyari Dhofier, 1985, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
LP3ES, Jakarta.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, 1999; PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (hl 24-27, 138-161)
Zuhairini, dll., Sejarah Pendidikan Islam, 1997; Bumi Aksara, Jakarta.
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
2001; Penerbit Kalimah, Jakarta.
Mayra Walsh, Pondok Pesantren Dan Ajaran Golongan Islam Ekstrim, 2002; ACICIS
Program Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik, Universitas Muhammadiyah Malang
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren,

2001; LkiS,

Yogyakarta..
Farid Hasyim, Visi Pondok Pesantren Dalam Pengembangan SDM: Studi Kasus di
Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Hikam, 1998; UMM, Program Pasca Sarjana,
Tesis.
Zainal Arifin dan Mudrajad Kuncoro, Konsentrasi Spasial Dan Dinamika Pertumbuhan
Industri Manufaktur Di Jawa Timur , Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

12