PENGARUH RAKE ANGLE CUTTING FEED DAN CUT

REVIEW JURNAL
PENGARUH RAKE ANGLE, CUTTING FEED DAN CUTTING
DEPTH TERHADAP RESIDUAL STRESSES
PADA PROSES HARD TURNING

Disusun Oleh :
1. Rizha Yushak
2. Setiawan Eka Prawira

( I 1414035 )
( I 1414037 )

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

DAFTAR TABEL
Tabel 1.

Perencanaan pengujian dengan nilai parameter..................................... 16


1

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Parameter pemesinan dalam proses bubut [Rochim,1983]................

7

Gambar 2. Profil permukaan [Rochim, 2001]......................................................

10

Gambar 3. Spesimen untuk pembubutan face......................................................

13

Gambar 4. Geometri pahat untuk sisi chamfer....................................................

14


Gambar 5. Residual stresses yang diukur dengan metode difraksi X-Ray pada
feed dan speed direction........................................................................

15

Gmbar 6. Diagram Alir Penelitian .......................................................................

17

Gambar 7. Residual stresses pada rake angle – 6 ◦..............................................

18

Gambar 8. Residual stresses pada rake angle - 21◦..............................................

19

Gambar 9. Residual stresses pada rake angle –41◦..............................................

19


Gambar 10. Residual stresses pada rake angle - 61◦............................................

20

Gambar 11. Speed direction residual stresses sebagai sebuah fungsi dari feed rate,
Vc = 10 m/min, ap = 0.15 mm..............................................................

21

Gambar 12. Feed direction residual stresses sebagai sebuah fungsi dari feed rates,
Vc = 10 m/min, ap = 0.15 mm..............................................................

21

Gambar 13. Speed direction residual stresses untuk perbedaan cutting depth....

22

2


Abstrak
Hard turning adalah suatu proses permesinan yang digunakan sebagai
pengganti proses grinding dalam memproduksi pruduk-pruduk baja yang presisi.
Ada beberapa laporan karya penelitian yang membahas mengenai efek – efek dari
residual stresses dan pengembangan umur fatique dari produk-pruduk hard turning.
Dalam makalah ini digambarkan bagaimana suatu rake angle serta parameter –
parameter pemotongan dalam proses bubut atau turning dapat mempengaruhi
residual stresses. Material AISI 52100 digunakan untuk proses face turning, dengan
kecepatan yang konstan. Cutting feed dan cutting depth diteliti, namun fokus
utamanya adalah tentang pengaruh dari rake angle. Sedangkan residual stresses
diukur dengan menggunakan metode difraksi sinar-X di kedua speed dan feed
direction. Material digores dengan kedalaman 100 µm untuk memantau residual
stresses diseluruh kedalaman yang terkena goresan. Cutting feed dan rake angle yang
diubah jelas menghasilkan perubahan yang signifikan terhadap residual stresses yang
ditimbulkan. Pada hasil penelitian ditunjukkan bahwa rake angle

mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap residual stresses. Compressive stress menjadi lebih besar

seiring dengan peningkatan feed rate. Perbedaan kedalaman pemotongan tidak
menghasilkan perbedaan tingkat tegangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
kemungkinan untuk menghasilkan tingkat residual stresses yang dapat dibuat khusus dengan pengaturan atau pengontrolan geometri pahat dan beberapa parameter
pemotongan.

3

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.........................................................................................................1
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................2
ABSTRAK....................................................................................................................3
DAFTAR ISI.................................................................................................................4

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................5

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................5

BAB II


DASAR TEORI.......................................................................7

2.1 Tinjauan Pustaka..................................................................................................7

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN............................................13

3.1 Alat dan Bahan...................................................................................................13
3.1.2 Pahat............................................................................................................14
3.1.3 Mesin Bubut................................................................................................15
3.1.4 Alat Uji........................................................................................................15

BAB IV
4.1.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................18


Hasil dan Pembahasan..................................................................................19

KESIMPULAN......................................................................25

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................26

4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegunaan proses hard turning tidak hanya menjadi lebih luas saja, tetapi
sekarang menjadi sebuah metode dalam mencapai peningkatan kualitas produk pada
pekerjaan finishing. König et al. (1993) menunjukkan bahwa penggunaan hard
turning adalah sebagai pengganti dari proses grinding, yang mana lebih mudah untuk
mengontrol integritas permukaan suatu produk. Pada proses grinding, sisi gerinda
atau multiple edge tersebar secara acak di roda gerinda dan rake angle bervariasi pada
area yang luas. Sedangkan pada proses turning, diketahui bila sebuah titik pada
permukaan pahat dapat menimbulkan keausan. Pada hard turning, rake angle dapat

dimodifikasi secara presisi. Hal ini yang memungkinkan untuk mengadaptasi hard
turning untuk rough dan finish turning. Semenjak sebuah mesin bubut penyetingan
ulangnya lebih mudah dari penyetingan ulang pada mesin gerinda, maka fleksibilitas
yang lebih tinggi dapat dicapai dengan menggunakan proses hard turning. Ketika
pengerjaan mesin yang terakhir adalah proses honing, maka proses hard turning lebih
menguntungkan dari pengerjaan proses grinding.
Pembentukan residual stresses pada proses hard machining telah banyak diteli
oleh para peneliti. Terutama yang penting adalah penelitian yang menunjukkan bahwa
umur fatique dapat ditingkatkkan dengan proses inducing terhadap residual stresses
secara kompresif ke dalam wilayah atau daerah permukaan. Thiele and Melkote [8]
telah menunjukkan bahwa pada proses hard turning, geometri rake angle memiliki
dampak secara langsung pada tingkatan tegangan yang dihasilkan dalam proses
finishing. Pengujian Thiele dan Melkote yang utama mencakup perbedaan dari sisi
hones pada insert dan mereka menyimpulkan bahwa penambahan radius pada sisi
hones pada insert dapat menghasilkan kekuatan potong atau gaya potong yang lebih
tinggi. Sebuah gaya tangensial pasif yang lebih tinggi pada permukaan menghasilkan
kompresi residual stresses yang lebih tinggi. Ketika menggunakan sebuah radius
5

hone yang luas secara bersama-sama dengan kecepatan dan kedalaman yang rendah,

secara terus menerus sisi radius memotong material atau benda kerja. Sehingga
sebuah rake angle yang efektif dapat disesuaikan. Pengujian pada insert dengan
perbedaan rake angle tidak dilakukan. Pada pengujian yang dilakukan oleh Capello
(1999), pengaruh dari feed rate radius nose dilaporkan memiliki dampak residual
stresses pada permukaan. Namun tidak dilakukan pengujian untuk permukaan bagian
bawah.
Meskipun ada banyak kontribusi dalam pembangkitan residual stresses yang
berkaitan tentang sisi persiapan, masih ada area-area untuk diteliti, khususnya
pengaruh-pengaruh dari rake angle terhadap cutting depth dan feed rate.

6

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Mesin bubut adalah sarana yang digunakan untuk proses pemesinan bentuk
silinder luar dan dalam serta bentuk-bentuk konus. Benda kerja dicekam pada chuck
di spindel utama dalam keadaan berputar dan sebuah pahat bermata tunggal
digerakkan secara longitudinal, maka proses pemesinan terjadi pada benda kerja.
Ada beberapa parameter yang harus diatur agar proses pemesinan [Rochim,

1983] bisa menghasilkan benda kerja dengan spesifikasi yang diharapkan, yaitu
sebagai berikut :

Gambar 1. Parameter pemesinan dalam proses bubut [Rochim,1983]
1. Kecepatan putar bendakerja (n)
Kecepatan putar bendakerja pada mesin bubut biasa disebut putaran spindel
yang mana sebenarnya merupakan variabel yang diturunkan dari variabel
kecepatan potong (Vc) dan diameter bendakerja (D). Adapun kecepatan potong
7

dipengaruhi oleh material bendakerja dan pahat potong. Persamaan yang
menyatakan hubungan tersebut adalah [Rochim, 1983]:

……………………………………………………………..(1)

dimana :
Vc = Kecepatan potong (m/menit)
D = Diameter rata-rata benda kerja (mm)
n = putaran spindel (rpm)
2. Gerak makan (f) dan kecepatan makan (vf)

Gerak makan adalah perpindahan mata pahat potong saat spindel utama
berputar satu putaran. Hubungan antara gerak makan dan kecepatan makan adalah
sebagai berikut [Rochim, 1983] :
vf = f x n ………………………………………………………………….. (2)
dimana :
vf = kecepatan makan (mm/menit)
f = gerak makan (mm/putaran)

8

3. Kedalaman pemakanan (a)
Kedalaman pemakanan, bersama-sama kecepatan potong dan gerak makan
menentukan kecepatan penghasilan geram (material removal rate). Persamaan
yang menyatakan hubungan tersebut adalah [Rochim, 1983] :
Z = f x a x Vc ……………………………………………………….

(3)

Dimana :
Z = kecepatan penghasilan geram (cm3/menit)
Kedalaman pemakanan juga menentukan lebar geram sebelum terpotong.
Persamaan yang menyatakan hubungan tersebut adalah [Rochim, 1983] :

…………………………………………………………. (4)

Permukaan suatu bendakerja sebenarnya dapat terdiri dari lapisan-lapisan
[Rochim, 1983]. Lapisan ini diantaranya ada yang terlihat lebih menonjol membentuk
pola yang kompleks yang disebut profil. Berdasarkan profil ini permukaan bendakerja
dapat terdiri dari empat ketidakteraturan, yaitu :
1.

Ketidakteraturan makro geometri.

2.

Ketidakteraturan gelombang.

3.

Ketidakteraturan alur.

4.

Ketidakteraturan serpihan.

9

Dari keempat ketidakteraturan tersebut, yang disebut dengan kekasaran
permukaan adalah kombinasi dari ketidakteraturan alur dan serpihan.
Kekasaran permukaan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kualitas suku cadang, diantaranya mengenai:
1. Daya tahan
2. Kekuatan suku cadang.
3. Ketahanan terhadap karat.
4. Kekokohan suku cadang yang dirangkai dengan komponen lain.
Untuk memproduksi profil suatu permukaan maka jarum peraba dari alat ukur
kekasaran permukaan akan bergerak sepanjang lintasan yang berupa garis lurus
dengan jarak yang telah ditentukan terlebih dahulu. Panjang lintasan ini disebut
dengan panjang pengukuran (lm). Sesaat setelah jarum berhenti maka secara elektronis
alat ukur melakukan perhitungan berdasarkan data yang telah terdeteksi oleh jarum
peraba. Bagian dari panjang pengukuran dimana dilakukan analisa profil permukaan
disebut panjang sampel (l).
Reproduksi dari profil sesungguhnya adalah terlihat seperti gambar di bawah
ini dengan penambahan keterangan [Rochim, 2001] sebagai berikut:
Gambar 2. Profil permukaan [Rochim, 2001]

10

a. Profil geometrik ideal
adalah profil permukaan ideal.
b. Profil terukur
adalah profil permukaan terukur.
c. Profil referensi
adalah profil yang digunakan sebagai acuan untuk menganalisa dari
ketidakteraturan konfigurasi permukaan. Profil ini dapat berupa garis lurus
atau garis yang bentuknya sesuai dengan profil geometrik ideal serta
menyinggung puncak tertinggi dari profil terukur.
d. Profil alas
adalah profil referensi yang digeserkan ke bawah (arah tegak lurus terhadap
profil geometrik ideal) pada suatu panjang sampel hingga menyinggung titik
terendah dari profil terukur.
e. Profil tengah

11

adalah nama yang diberikan kepada profil referensi yang digeserkan ke bawah
pada suatu panjang sampel sedemikian rupa sehingga jumlah luas daerah
diatas profil tengah sampai ke profil terukur sama dengan luas daerah profil di
bawah profil tengah sampai ke profil terukur.
Berdasarkan profil– profil yang diterangkan di atas maka dapat didefinisikan
beberapa parameter kekasaran permukaan yang berhubungan dengan dimensi pada
arah tegak dan arah mendatar. Untuk dimensi arah tegak dikenal beberapa parameter
[Rochim, 2001] yaitu :
1. Kekasaran total (Rt)
Adalah jarak antara profil referensi dengan alas.
2. Kekasaran perataan (Rp)
Adalah jarak rata-rata antara profil referensi dengan profil tengah.

3. Kekasaran rata-rata aritmatik (Ra)
Adalah rata-rata aritmatik dari harga absolut antara profil terukur dengan
profil tengah. Dapat dirumuskan sebagai berikut [Rochim, 2001] :

………………………………….(5)

4. Kekasaran rata-rata kuadratik (Rq)

12

Adalah akar dari jarak kuadrat rata-rata antara profil terukur dengan profil
tengah. Dapat dirumuskan [Rochim, 2001] :

……………………………………….. (6)
5. Kekasaran rata-rata total (Rz)
Merupakan jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima puncak
tertinggi dikurangi jarak rata-rata profil alas ke profil terukur pada lima
lembah terendah [Rochim, 2001].
Rz = (P1 + P2 + … + P5 – V1 – V2 - … - V5)/…………………..(7)
Dari bermacam parameter kekasaran permukaan diatas, parameter R a relative
lebih banyak digunakan untuk menentukan tingkat kekasaran permukaan suatu
produk. Parameter Ra cocok apabila digunakan untuk memeriksa kualitas permukaan
komponen mesin yang dihasilkan dalam jumlah banyak dengan menggunakan suatu
proses tertentu. Dibandingkan dengan parameter lainnya, harga Ra lebih sensitif
terhadap penyimpangan yang terjadi pada proses pemesinan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Material Benda Kerja

13

Spesimen atau benda kerja yang dipakai adalah sebuah Ring dengan
diameter luar 340 mm dan diameter dalam 180 m. Material yang digunakan pada
penelitian ini adalah hardened steel AISI 52100, nilai kekerasannya diukur 62
HRC. Ring tersebut dibubut permukaannya ( face turning) , lihat gambar 1.

Gambar 3. Spesimen untuk pembubutan permukaan (face turning)

Dimensi untuk ketebalan Ring adalah 50 mm supaya proses pembubutan
berlangsung stabil.

14

3.1.2 Pahat
Pembubutan dilakukan menggunakan solid CBN insert (CBN 100)
dengan sebuah radius nose (rε) 0.8 mm dari pahat Seco. Rake angle efektif
adalah jumlah dari sudut chamfer (ᵧ0) dan kemiringan insert di tool holder (tilt
angle ‫גּ‬s), lihat gambar 2.

Gambar 4. Geometri pahat untuk sisi chamfer
Ketika pemotongan dengan kedalaman potong 0.1 mm, zona kontak chip
terhadap insert hanya terkonsentrasi pada sisi permukaan chamfer. Untuk
kedalaman pemotongan yang lebih tinggi, bagian dari deformasi mengambil
tempat pada pemmukaan rake biasa dengan sudut -6◦. Semua eksperimen
dilakukan dalam dry condition.
3.1.3 Mesin Bubut

15

Mesin bubut yang digunakan yaitu Torshalla 250C. Ini memberikan
penyetingan yang stabil, mengurangi vibrasi.

3.1.4 Alat Uji
Residual stresses diukur menggunakan alat dengan metode difraksi X-ray,
sebuah alat portable untuk menganalisa residual stresses dari StreesTec. Gambar
3 menunjukan penggunaan alatnya. Sebuah tabung chromium pada ferrit
digunakan untuk mengukur ujung dari baja {211}. X-ray yang dihasilkan
menggunakan 35kv dan 7mA. Setelah beberapa evaluasi pengujian yang
dilakukan untuk menilai waktu paparan secara exposure dari 5-120 detik,
disimpulkan bahwa pada 15 detik akan memberikan akurasi yang cukup.
Tegangan-tegangan diukur dalam 2 arah, speed Vc dan feed f. Semua titik
pengukuran diambil disepanjang feed track yang sama pada permukaannya.

16

Gambar 5. Residual stresses yang diukur dengan metode difraksi X-ray
pada feed dan speed direction

Supaya memperoleh banyak tekanan sebagai sebuah fungsi dari deep of
cut, 9-10 lubang dari variasi kedalaman dietsa pada permukaannya. Ini
menghilangkan ketidakpastian pada nilai pengukuran dikarenakan keausan pahat.
Proses etsa diatur untuk memberikan peningkatan yang sama dari kedalaman
lubang. Kedalaman dari semua lubang diukur secara terpisah. Kedalaman
maksimal proses etsa adalah 100 µm. Itu adalah titik yang dimana kebanyakan
efek dari proses pengerjaan machining diabaikan. Pada kedalaman tersebut
tegangan awal sudah di-induce oleh pengerjaan hardening yang bisa terbaca.
Ada tiga perbedaan, faktor pertama desain yang digunakan sampai setiap
faktor membutuhkan investigasi lebih lanjut. Jika nilai maksimum pada
pemakanan, deep of cut dan rake angle dikombinasiakan, maka masalah-masalah
mengenai pahat akan muncul. Perencanaan pengujian untuk tiga pengujian yang
terpisah, ditampilkan dalam tabel 1.

Tabel 1. Perencanaan pengujian dengan nilai parameter

17

3.2 Diagram Alir Penelitian

18

Gambar 6. Diagram alir penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Hasil dan Pembahasan
19

Pada umumnya, residual stresses adalah tensile atau kekuatan tarik pada
permukaan untuk perbedaan rake angle. Namun, pada kedalaman antara 5-10 µm
hanya compressive stresses yang diamati. Dengan sebuah rake angle efektif -6◦,
compressive stresses maksimal yang terjadi, pada kedalaman 15 µm. Tegangan tarik
pada permukaan bervariasi dari 125 - 225 MPa tergantung pada arah pengukuran,
lihat gambar 7.

Gambar 7.

Residual

stresses pada

rake angle – 6◦

Kedalaman ketika residual strees dipengaruhi oleh pengerjaan machining
antara 30 µm pada titik dimana tegangan-tegangan yang tersisa dari pengerjaan
heat treatment menjadi merata pada -100 MPa. Ketika rake angle diturunkan
sampai -21◦ terjadi dua fenomena. Yang pertama, level compressive stresses
meningkat sampai 500 MPa pada feed direction dan 600 MPa pada speed
direction. Yang kedua, kedalaman yang terkena dampak meningkat sampai 40
µm, lihat gambar 8. Posisi dari compressive stresses maksimal masih pada 15 µm.

20

Gambar

8. Residual

stresses pada rake angle - 21◦
Penggunaan rake angle - 41◦, compressive stresses maksimal sudah tidak
meningkat, lihat gambar 9.

Gambar

9. Residual

stresses

pada rake

angle –
41◦
Namun, kedalaman yang terlena dampak dari residual stresses menjadi
lebih besar, kebanyakan pada 90 µm. Ini disebabkan sebuah perbedaan differensi
yang besar pada total level tegangan dari daerah permukaan, disebabkan oleh
perubahan rake angle. Posisi dari tegangan maksimal dipindahkan lebih dalam
pada material sampai kedalaman 25 µm.
Dengan rake angle maksimum -61◦, tingkat tegangan ekstrim telah diinduced, lihat gambar 10. Pada feed direction, tegangan kompresi maksimal
setinggi 1050 MPa 30 µm dibawah permukaan. Pada kedalaman permukaan 100
µm dibawah permukaan residual stresses sekitar -550 MPa pada kedua direction.
Pada level ini pengukuran dihentikan disebabkan karena tingkat kesulitan dari
keakuratan pengukuran lebih dalam.

21

Gambar 10.
pada rake

Residual stresses
angle - 61◦
Tegangan

permukaan bervariasi dengan perbedaan rake angle. Banyak sekali percobaan
yang ditunjukkan untuk memastikan hal ini. Pada dry turning, chip yang panas
tidak secara merata dihilangkan dari zona pemotongan, yang menimbulkan
pemanasan kecil dan tidak teratur dari lapisan permukaan terluar. Meskipun
tegangan permukaan bervariasi sudut kemiringannya sama diantara perbedaan
rake angle.
Ketika meningkatkan rake angle semua level tegangan meningkat.
Perubahan signifikan yang diamati yaitu pada seberapa jauh tingkat residual
stresses yang berpengaruh magnitudonya dari pengukuran residual stresses; dari
20 µm untuk rake angle - 61◦ sampai lebih dari 100 µm untuk rake angle - 61◦.
Ini memaparkan kemungkinan dari penggunaan rake angle yang berbeda supaya
pengontrolan compressive stresses dalam hard turning kedua - duanya berkaitan
antara nilai maksimum dan nilai kedalaman. Thiele dan Melkcote (1999) telah
menyajikan persamaan hubungan tapi dengan peningkatan sisi hones. Namun,
teori mereka tentang generasi dari induced residual stresses secara mekanik dapat
diaplikasikan untuk rake angle yang berbeda.
Hubungan yang jelas antara peningkatan feed rate dan residual strees
telah ditemukan pada percobaan kedua. Dilihat paling terbaik ketika proses
analisa tegangan-tegangan pada speed direction, lihat gambar 11.

22

Gambar 11.
direction

Speed
residual
stresses sebagai sebuah fungsi dari feed rates,
Vc = 10 m/min, ap = 0.15 mm.

Gambar

12. Feed

direction

residual

stresses sebagai sebuah fungsi dari feed rates, Vc = 10 m/min, ap = 0.15 mm.
Untuk f = 0.1 mm/ref, posisi tegangan maksimal terjadi pada kedalaman
15 µm, ini juga berlaku untuk f = 0.2 dan 0.3 mm/ref. Namun, untuk f = 0.5 m/ref
feed, perubahan maksimal sampai 20 µm. Tingkat kompresi tegangan dibawah
permukaan terjadi peningkatan secara konstan dengan feed rate yang lebih tinggi.
Ini dapat menjadi sebuah konsekuensi dari feed rate yang lebih tinggi
menghasilkan gaya potong yang lebih tinggi dan karena itu deformasi plastis
yang berlebih.
Pada feed direction ada penyebaran yang lebih besar pada pengukuran
tingkat tegangan pada permukaan, berkisar dari tekanan -80 MPa

sampai

tegangan tarik 220 MPa, lihat gambar 12. Nilai dari f = 0.1 dan 0.2 mm/ref juga

23

sangat dekat satu sama lain. Namun, ketika feed lebih tinggi penelitian itu dapat
dilihat dengan jelas bahwa kompresi tegangan meningkat dengan feed yang lebih
tinggi.
Dengan mempertimbangkan percobaan 3 pada table 1, kedalaman
pemotongan. Sebuah hubungan yang menarik ditemukan. Lihat gambar 13.

Gambar

13. Speed

direction

residual

stresses

untuk

perbedaan

cutting depth.

Yang dapat dilihat bahwa tegangan-tegangan di speed direction pada
umumnya sama untuk percobaan kedalaman pemotongan. Sebuah penyimpangan
yang kecil dapat terlihat pada kedalaman pemotongan antara 20 dan 100 µ m.
Tegangan-tegangan permukaan juga berbeda, namun gradiennya menurun
sampai 10 mikro meter sama diantara percobaan kedalaman potong. Dengan
demikian kedalaman pemotongan yang berbeda tidak mempengaruhi residual
stresses. Ketika meningkatkan kedalaman pemotongan gaya aksial mengalami
sedikit peningkatan. Namun, gaya tangensial berhubungan langsung dengan
kedalaman pemotongan dan itu tidak berkontribusi untuk deformasi dibawah
permukaan. Oleh karena itu, residual stresses harusnya tidak menjadi pengaruh,
konsisten dengan hasil ini. Hal ini sangat berguna untuk kepresisian proses
manufacturing dari produk-produk yang keluar dari roundness, seperti itu
mungkin membuat beberapa kalibrasi pemotongan tanpa mempengaruhi residual

24

stresses. Produk yang mengalami distorsi dimensional disebabkan karena
ketidakmerataan.

BAB V
KESIMPULAN
Pengujian dilakukan untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana
geometri pahat serta parameter pemotongan berdampak pada residual stresses. Dari
hasil dapat ditarik kesimpulan :
a. Sebuah rake angle negatif yang lebih besar memberikan compressive stresses
yang lebih tinggi sekaligus mempengaruhi zona yang lebih dalam dibawah
permukaan. Dengan peningkatan rake angle, posisi tegangan maksimum
dipindahkan ke material.
b. Kedalaman pemotongan tidak mempengaruhi residual stress.

25

c. Peningkatan pemakanan atau feed menghasilkan compressive stresses yang
lebih tinggi secara signifikan.
d. Dengan mengontrol pemakanan atau feed dan rake angle memungkinkan
menghasilkan tegangan yang dibuat khusus pada produk. Tegangan maksimal
terjadi pada kedua tingkatan dan pada kedalaman.
e. Semua pengujian yang dilakukan menunjukan bahwa compressive stresses
yang dihasilkan selalu di bawah permukaan atau surface.

DAFTAR PUSTAKA

D. Patrik, G. Fredrik, J.Michael. The influence of rake angle, cutting feed and cutting
depth on residual stresses in hard turning. Gothenburg. (2003) 412-96
J.D. Thiele, S.N. Melkote, Effect of cutting edge geometry and workpiece hardness
on surface generation in the finish hard turning of AISI 52100 steel, J. Mater.
Process. Technol. 94 (1999) 216–226
E. Capello, P. Davoli, G. Bassanini, A. Bisi, Residual stresses and surface roughness
in turning, J. Eng. Mater. Technol. 121 (1999) 346–351.
Rochim, Taufiq. 1993. Teori danTeknologi Proses Permesinan.

26