PERAN INFRASTRUKTUR DALAM MENUNJANG PEMB (1)

PERAN INFRASTRUKTUR DALAM MENUNJANG
PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA
Oleh

Tajuddin
Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakutas Ekonomi Universitas Haluoleo, Kendari
email-tajuddincila@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung infrastruktur dalam menunjang
pembangunan ekonomi di Sulawesi Tenggara, menggunakan data sekunder yang
kemudian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur jalan belum mendukung
pembangunan secara optimal, hal tersebut dilihat baik dari panjang maupun kualitas
jalan. Jumlah pelabuhan udara cukup memadai, namun kualitas pelayanan belum
optimal. Peranan pelabuhan laut sangat strategis karena Sulawesi Tenggara merupakan
daerah kepulauan. Meskipun beberapa daerah sudah terlayani oleh pelayaran laut
secara rutin namun beberapa daerah lainnya belum terlayani secara teratur.
Pembangunan irigasi belum berimbang dengan ketersediaan potensi lahan.
Kata kunci: Infrastruktur dan pembangunan ekonomi

I. Pendahuluan
Pendiri Bangsa Indonesia telah menetapkan tujuan pembangunan nasional
yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat serta ke arah yang
lebih baik dan merata. Untuk mencapainya maka peran pemerintah sebagai fasilitator
pembangunan sangat strategis. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator
untuk

mengukur

kinerja

pembangunan

termasuk

untuk

merumuskan

arah


pembangunan di masa yang akan datang.
Berdasarkan hal di atas, pembangunan dalam makro ekonomi adalah untuk
mencapai stabilitas ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Produk Domestik
Bruto serta penganguran yang sedikit. Pemerintah dalam rangka mencapai tujuan
tersebut memerlukan berbagai faktor pendukung yaitu salah satunya yang penting
adalah keberadaan infrastruktur. Dengan adanya infrastruktur yang baik diharapkan
merangsang dunia usaha akan menanamkan modalnya dalam investasi langsung
sehingga dapat mempertinggi pertumbuhan. Infrastruktur yang baik juga akan
memberikan akses yang lebih luas untuk menikmati sumber daya (Cahyono, 2010:1).

1

Peran infrastruktur sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah
sangat dibutuhkan untuk menggerakan roda pertumbuhan ekonomi. Secara ekonomi
makro, ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal
productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan
jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi.
Sehingga perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam
menunjang distribusi komoditi dan ekspor (Permana, 2009;1)

Bank Dunia (dalam Wahyuni, 2009:20-21)

mendefinisikan infrastruktur

ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi
baik dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi

public utilities (tenaga,

telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public work (jalan,
bendungan, kanal, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel
kereta api, angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).
Keterkaitan antara infrastruktrur dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari
fungsi dari infrastruktur sebgai enabler kegiatan ekonomi. Infrastruktur mempunyai
manfaat menggerakan berbagai sektor perkenonomian karena dianggap sebagai social
overhead capital (Hirchman dalam Yanuar dalam Permana, 2009:11).
Infrastruktur yang buruk dapat mengakibatkan turunnya tingkat pelayanan
sehingga dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja
dan pada akhirnya akan banyak perusahaan keluar dari bisnis atau membatalkan
ekspansinya. Karena itulah infrastruktur sangat berperan dalam proses produksi dan

merupakan prakondisi yang sangat diperlukan untuk menarik akumulasi modal sektor
swasta. Keberadaan infrastruktur juga akan mendorong terjadinya peningkatan
produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila mengabaikannya
maka akan menurunkan produktivitasnya. Infrastruktur bisa menjadi jawaban dari
kebutuhan negara-negara berkembang untuk mendorong pertumbuhan ekonominya
dengan membantu penanggulangan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup,
mendukung tumbuhnya pusat ekonomi dan meningkatkan mobilitas barang dan jasa
serta merendahkan biaya aktifitas investor dalam dan luar negeri.
Ketersediaan infrastruktur, seperti jalan, pelabuhan, bandara, sistem
penyediaan tenaga listrik, irigasi, sistem penyediaan air bersih, sanitasi, dan
sebagainya yang merupakan social overhead capital, memiliki keterkaitan yang sangat

2

kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain dicirikan oleh laju
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari
kenyataan bahwa daerah yang mempunyai kelengkapan sisteminfrastruktur yang lebih
baik

mempunyai tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pula


dibandingkan dengan daerah yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang
terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan
faktor

kunci

dalam

mendukung

pembangunan

nasional

(Bappenas

dalam

Permana,2009:12)

Penyediaan infrastruktur jalan masih menjadi tantangan utama pembangunan
Pulau Sulawesi. Secara umum, infrastruktur jalan di wilayah ini relatif terbatas, baik
dari segi kuantitas maupun kualitas. Padahal ketersediaan infrastruktur jalan yang
memadai sangat dibutuhkan
pertumbuhan

ekonominya,

oleh

Pulau Sulawesi

mempercepat

untuk menjaga momentum

penurunan

angka


kemiskinan,

mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, meningkatkan daya saing ekonomi
wilayah, dan memperbaiki akses penduduk terhadap sumberdaya, pasar, dan layanan
publik, seperti pendidikan dan kesehatan.
Bappenas dalam Wahyuni (2009) menyatakan bahwa secara umum paling
tidak terdapat 3 dimensi relasi antara ekonomi dan infrastruktur, yaitu:
1. Kegiatan ekonomi, seperti halnya keberadaan jalan, jembatan, listrik, dan telepon
yang mendasari terciptanya transaksi dalam perekonomian.
2. Infrastruktur juga merupakan input produksi, seperti halnya penggunaan listrik
3. untuk proses produksi di semua industri.
4. Akses terhadap infrastruktur menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat, dalam
hal ini misalnya; peran air minum dan sanitasi yang baik, layanan transportasi dan
listrik yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat modern.
Kaitan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi dalam pengertian
infrastruktur adalah aspek fisik dan finansial yang terkandung dalam jalan raya, jalur
kereta api, pelabuhan udara dan bentuk-bentuk sarana transportasi lainnya dan
komunikasi ditambah air bersih, lembaga-lembaga keuangan, listrik dan pelayanan
publik seperti pendidikan dan kesehatan. Tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu
negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan

pembangunan ekonomi Todaro (2000).

3

Kajian teori pembangunan menjelaskan bahwa untuk menciptakan kegiatan
ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu, dalam
mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan diperlukan dukungan penyediaan infrastruktur, yang pada
prinsipnya dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama, yaitu
penyediaan prasarana berdasarkan kebutuhan (demand approach) termasuk didalamya
untuk memelihara prasarana yang telah dibangun. Pendekatan kedua, yaitu penyediaan
prasarana untuk mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu
(supply approach). Pada saat ketersediaan dana sangat terbatas, maka prioritas lebih

diarahkan kepada pendekatan pertama (demand approach), sedangkan pada saat
kondisi ekonomi sudah membaik maka pembangunan prasarana baru untuk
mendorong tumbuhnya suatu wilayah dapat dilaksanakan (Propenas dalam Bulohlabna
dalam Permana, 2009).
Berdasarkan pemikiran di atas maka tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui mendapatkan gambaran tentang peranan infrastruktur bagi pembangunan

ekonomi Sulawesi Tenggara. Infrastruktur disini mencakup jalan, pelabuhan udara,
dan pelabuhan laut, irigasi, listrik dan air bersih.
II. Metode
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan fakta secara objektif, runtut berdasarkan trend data yang tersedia,
sepenuhnya menggunakan data sekunder sehingga teknik pengumpulan datanya adalah
metode dokumentasi baik melalui jalur koleksi perpustakaan maupun dengan cara
mengakses pada website yang relevan.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini

merupakan penelitian penjelas (explanatory research) karena menjelaskan keterkaitan
data infrasrukur dengan pembangunan ekononi. Lingkup penelitian ini meliputi
wilayah Sulawesi Tenggara.
III. Hasil
1.

Infrastruktur Jalan
Infrastruktur jalan di Sulawesi Tenggara sampai saat ini masih menjadi


masalah, baik dari aspek panjang maupun kualitas. Pada tahun 2011, panjang jalan di
Sulawesi Tenggara sebesar 9.822 km, angka ini masih dibawah panjang jalan rata-rata

4

Pulau Sulawesi yang sudah mencapai 12.311 km2 dan rata-rata nasional sebesar
162.802 km.
Meski panjang jalan di Sulawesi Tenggara masih dibawah pulau sulawesi dan
nasional, namun dalam dua tahun tidak terlihat adanya penambahan panjang jalan.
Meskipun pasca otonomi daerah intensitas pemekaran daerah sangat tinggi, namun
belum seiring dengan pembangunan jalan. Dalam jangka waktu dua tahun terakhir
(2010-2011) tidak terlihat adanya penambahan jalan baik jalan negara maupun jalan
provinsi bahkan terjadi penurunan panjang untuk jalan kabupaten/kota. Rendahnya
intensitas

pembangunan

infrastruktur

dapat


berdampak

pada

melambatnya

pembangunan ekonomi dan seringkali dijadikan sebagai isu politik dalam rangka
memprovokasi opini public terhadap rendahnya kinerja pemerintah.
Gambar 1.1
Panjang Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Dibawah Rata-rata Sulawesi dan
Nasional, Tahun 2009-2011
180000.0

162,343.33

162,802.40

160000.0
140000.0
120000.0
100000.0

Sulawesi Tenggara

80000.0

Rata-rata Sulawesi

60000.0

Rata-rata Indonesia

40000.0
20000.0

14,435.55 13,582.33
13,543.17
10,221.23
9,704.61

12,311.20

9,822.15

2009

2010

2011

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

Berdasarkan kewenangan, baik di Sulawesi Tengara, Pulau Sulawesi dan
secara nasional, sebagian besar jalan adalah jalan kabupaten/kota. Pada tahun 2011
panjang jalan di Sulawesi Tenggara terdiri dari 1.397 km adalah jalan negara, 906 km
jalan provinsi dan 7.519 km jalan kabupaten/kota. Pada tahun yang sama, pada level
pulau Sulawesi panjang jalan Negara sebesar 7.800 km, jalan provinsi 6.274 km dan
jalan kabupaten/kota sebesar 59.793 km.

5

Gambar 1.2
Sebagian besar jalan di Sulawesi Tenggara adalah jalan Kabupaten/Kota
Tahun 2011
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

77%

83%

81%

Jalan Kabupaten/Kota
Jalan Provinsi
Jalan Negara

9%
14%

8%
10%

11%
8%

Sulawesi
Tenggara

Pulau
Sulawesi

Indonesia

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

Sulawesi Tenggara memiliki tingkat kepadatan jalan (road density), baik
secara spasial maupun demografis masih relatif rendah. Rasio panjang jalan provinsi
Sulawesi Tenggara terhadap luas wilayah sebesar 25,75 km per 100 km 2, angka ini
lebih rendah dari rasio panjang jalan terhadap luas wilayah Indonesia sebesar 26,18
dan dibawah rata-rata rasio pulau sulawesi yang sudah mencapai 42,69 km per 100
km2. Begitupun rasio panjang jalan terhadap jumlah penduduk, Sulawesi Tenggara
berada dibawah Pulau Sulawesi namun sudah diatas angka nasional.
Gambar 1.3
Rasio panjang jalan/100 km2 dan jumlah penduduk/1000 jiwa
di Sulawesi Tenggara, 2011
100%
90%

26.18

2.08

80%
70%

4.57

60%
50%

Indonesia
Pulau Sulawesi
Sulawesi Tenggara

42.69

40%
30%
20%

10%

4.31
25.75

0%

Rasio Panjang jalan/ luas wilayah (100Rasio
km2)Panjang jalan/ Penduduk (1000 jiwa)

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

6

Panjang jalan tertinggi terdapat di Kota Kendari yaitu 131,68 km per 100
km2, menyusul Wakatobi dan Kota Bau-Bau. Sementara panjang jalan terendah
terdapat di kabupaten Konawe Utara dan Kolaka Utara. Persentase jalan “kondisi baik”
sebagian besar terdapat di Kota Bau-Bau dan Kota Kendari, sedangkan jalan “kondisi
tidak baik” terdapat di Kabupaten Kolaka Utara dan Konawe Utara.
Tabel 1.1
Rasio Panjang Jalan Terhadap Luas Wilayah dan Kondisi Jalan
di Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara, 2011
Panjang Jalan
Kabupaten/Kota
Kondisi Baik
per 100 km2
Buton
Muna
Konawe
Kolaka
Konawe Selatan
Bombana
Wakatobi
Kolaka Utara
Buton Utara
Konawe Utara
Kendari
Bau-Bau

32,85
39,19
14,71
16,35
22,86
21,78
88,22
11,65
0,00
6,92
131,68
59,22

31,4%
16,4%
37,3%
25,6%
31,0%
32,8%
34,3%
5,1%
8,9%
51,4%
87,4%

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012 (diolah)

Selain panjang jalan yang belum memadai, kualitas jalan juga belum
menunjukkan angka yang cukup menggembirakan, kualitas aspal jalan di Sulawesi
Tenggara cukup rendah. Lebih dari separuh jalan provinsi di Sulawesi Tenggara dalam
kondisi tidak baik hal ini menghambat mobilitas barang dan masyarakat antar
kabupaten.
Gambar 1.4
Kualitas Jalan di Sulawesi Tenggara Masih Relative Rendah, 2011

Jalan Negara

Rsk Berat

Rusak

Sedang

Baik

Rsk Berat

Rusak

Sedang

Baik

Rsk Berat

Rusak

Sedang

04% 09%
49% 25% 15% 10% 40% 22% 22% 17%
50% 37%
05% 09%
51% 25% 14% 10% 41% 16% 21% 22%
56% 30%
13% 22%
51% 25% 14% 09% 39% 20% 20% 21%
38% 26%

Baik

100%
80%
60%
40%
20%
0%

INDONESIA
SULAWESI
SULTRA

Jalan Provinsi Jalan Kab/Kota

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

7

Meskipun lebih dari separuh jalan provinsi dalam kondisi tidak baik, namun
persentase jalan beraspal cukup tinggi hal ini menggambarkan bahwa kualitas aspal
jalan provinsi di Sulawesi Tenggara cukup rendah.
Gambar 1.5
Persentase Jalan Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang Beraspal
Di Sulawesi Tenggara, 2011
13%
87%

78%

12%

07%

81%

11%

07%

51%

21%

06%

14%
86%

03%

05%

41%

23%

INDONESIA

36%

Jalan Provinsi

10%

Lainnya

40%

08%

Tanah

Lainnya

00%
00%

Aspal

08%

Tanah

11%

Kerikil

Lainnya

Tanah

Kerikil

Jalan Negara

Aspal

81%

64%

Aspal

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

SULAWESI
SULTRA

Jalan
Kabupaten

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka BPS, 2011 (dolah)

2. Infrastruktur Pelabuhan Udara
Ketersediaan Pelabuhan udara di Sulawesi Tenggara cukup memadai, melebihi jumlah
Pelabuhan udara di beberapa provinsi lainnya di Sulawesi. Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki enam pelabuhan udara yaitu pelabuhan udara Haluleo, Kendari: pelabuhan
udara Betoambari, Bau-Bau; pelabuhan udara Sangia Ni Bandera, Kolaka; pelabuhan
udara Matahora, Wakatobi; pelabuhan udara Sugimanuru, Raha; dan pelabuhan udara
Maranggo, Tomia.

No
1
2
3
4
5
6

Tabel 2.1
Ketersediaan Pelabuhan udara di Pulau Sulawesi
Provinsi
Jumlah Badar Udara
Sulawesi Utara
3
Sulawesi Tengah
5
Sulawesi Selatan
7
Sulawesi Tenggara
6
Gorontalo
1
Sulawesi Barat
1

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bandar_udara_di_Indonesia

Jumlah penerbangan ke Sulawesi Tenggara sebagian besar melalui pelabuhan
udara Haluoleo, hal ini wajar kerena pelabuhan ini berada di ibukota provinsi. Selama

8

tiga tahun terakhir, lalulintas penerbangan di pelabuhan udara Haluoleo sebanyak
2.600 kali; di pelabuhan udara Betoambari sebanyak 980 kali; pelabuhan udara Sangia
Ni Bandera sebanyak 478 kali dan di pelabuhan udara Matahora sebanyak 496 kali.
Jumlah penumpang yang datang dan yang berangkat melalui pelabuhan udara
di Sulawesi Tenggara tidak jauh berbeda, hal ini mencirikan bahwa pelabuhan udara di
Sulawesi Tenggara merupakan pelabuhan tujuan (bukan transit). Pada tahun 2011
jumlah penumpang yang datang ke Sulawesi Tenggara sebanyak 430.458 orang dan
penumpang yang berangkat dari Sulawesi Tenggara sebanyak 437.620 orang, sekitar
76 persen melalui pelabuhan udara Haluoleo Kendari.
Pertumbuhan jumlah penumpang dalam tiga tahun terakhir cukup bervariasi,
tertinggi di pelabuhan udara Sangia Ni Bandera dan Matahora, dan paling kecil di
pelabuhan udara Betoambari. Mobilitas penumpang tertingi di pelabuhan udara Sangia
Ni Bandera karena pelabuhan udara ini sangat strategis untuk digunakan oleh
masyarakat dari dua daerah yaitu Kolaka dan Kolaka Utara . Sedangkan Pelabuhan
Udara Matahora berkaitan dengan gencarnya promosi Kabupaten Wakatobi sebagai
daerah kunjungan wisata yang dikenal dengan “surga di bawah laut”.
Tabel 2.2
Jumlah Penumpang Melalui Pelabuhan Udara
di Sulawesi Tenggara, 2011
Pelabuhan Udara
Datang
Berangkat
Haluoleo
325.771
336.697
Betoambari
48.750
43.658
Sangia Ni Bandera
46.635
47.508
Matahora
9.302
9.756
Sumber: Statitik Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara 2012

Berdasarkan rasio jumlah penumpang terhadap lalulintas penerbangan, maka
pelabuhan udara Haluoleo paling efisien daripada pelabuhan udara lainnya. Selama
tiga tahun terakhir, rasio lalu lintas penumpang terhadap lalulintas penerbangan di
pelabuhan udara Haluoleo sebesar 114 yang datang dan 117 yang berangkat; di
pelabuhan udara Betoambari sebesar 28 yang datang dan 26 yang berangkat;
pelabuhan udara Sangia Ni Bandera sebesar 58 yang datang dan 61 yang berangkat dan
di pelabuhan udara Matahora sebesar 14 yang datang dan 15 yang berangkat. Dar sisi
ekonomi, pelabuhan Matahora sangat tidak efisien oleh karenanya beberapa waktu
yang lalu pihak penerbangan mengusulkan untuk diberikan subsidi.

9

3. Infrastruktur Pelabuhan Laut
Infrastruktur perhubungan laut merupakan sarana transportasi yang vital bagi
masyarakat Sulawesi Tenggara, hal ini disebabkan karena sekitar 75 persen wilayah
Sulawesi Tenggara adalah kepulauan. Wilayah kepulauan meliputi Kabupaten
Wakatobi, Buton, Buton Utara, Kota Baubau, Muna dan Kecamatan Kabaena
(Kabupaten Bombana). Meskipun Sulawesi Tenggara adalah daerah kepulauan, namun
belum semua pulau dapat dapat dilayani secara reguler oleh kapal laut baik angkutan
penumpang maupun barang.
Pelayanan kapal laut penumpang ke beberapa daerah sebagian sudah terlayani
dengan kapal cepat yaitu rute Kendari-Raha-Baubabu (pulang pergi), namun untuk
Kabupaten Buton Utara, Wakatobi, baru terlayani dengan kapal kayu. Kondisi ini
menggambarkan belum optimalnya aksesibilitas masyarakat ke Kendari sebagai ibu
kota provinsi.
Jenis-jenis usaha pelayaran yang sedang beroperasi di Sulawesi Tenggara saat
ini adalah: pelayaran umum, pelayaran rakyat, pelayaran perintis dan angkutan
penyeberangan, dan sesuai dengan kebutuhan telah berkembang pula jenis pelayaran
lain yang disebut pelayaran khusus.
Mobilitas penduduk ke Sulawesi Tenggara yang menggunakan pesawat udara
berbeda dengan yang menggunakan kapal laut. Berdasarkan data lima tahun terakhir,
penduduk pengguna kapal laut lebih banyak yang datang dari pada penduduk yang
berangkat. Sedangkan penduduk pengguna pesawat udara lebih banyak yang berangkat
daripada yang datang. Beberapa faktor yang menyebabkan kapal laut banyak
digunakan masyarakat Sulawesi Tenggara, antara lain Sulawesi Tenggara sebagai
daerah kepulauan, kapal laut lebih efiisien untuk daerah pelosok, biaya naik kapal laut
juga lebih murah dan pelabuhan laut terdapat pada seluruh kabupaten/kota di Sulawesi
Tenggara.
Jika dibandingkan rasio penumpang pesawat dengan penumpang kapal laut
maka semakin tampak bahwa sarana perhubungan laut sangat penting bagi mobilitas
penduduk Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2011 dari 100 penumpang yang datang ke
Sulawesi Tenggara, 19 orang menggunakan pesawat udara dan sisanya 81 orang
menggunakan kapal laut dan dari 100 orang yang berangkat, menggunakan pesawat
udara sebanyak 23 orang dan kapal laut sebanyak 87 orang.

10

Tabel 3.1
Jumlah Penumpang yang datang lebih banyak daripada yang berangkat
Tahun 2011
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Kabupaten/Kota
Buton
Muna
Konawe
Kolaka
Konawe Selatan
Bombana
Wakatobi
Kolaka Utara
Buton Utara
Buton Utara
Kendari
Bau-Bau
SULAWESI TENGARA

Datang
278.490
241.983
25.999
234.305
111.804
82.656
49.001
57.358
0
30.409
265.167
581.661
1.958.833

Berangkat
285.285
188.562
25.492
210.362
122.390
55.115
42.787
67.289
0
16.099
287.794
641.258
1.942.433

Jumlah
563.775
430.545
51.491
444.667
234.194
137.771
91.788
124.647
0
46.508
552.961
1.222.919
3.901.266

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012

Tabel 3.2
Rasio Penumpang Pesawat Udara/100 orang penumpang kapal laut
Tahun 2009-2011
Tahun

Pesawat Udara
Datang

Berangkat

Kapal Laut
Datang

Berangkat

Penumpang
Pesawat Udara/100
orang penumpang
kapal laut
Datan
Berangkat
g
18
17

2009

300.165

288.388

1.688.038

1.710.420

2010

386.254

360.773

1.615.431

1.601.861

24

23

2011

377.759

437.620

1.985.833

1.942.433

19

23

Sumber: Sulawesi Tenggara Dalam Angka, 2012 (diolah)

Kapal laut tidak hanya penting bagi angkutan penumpang manusia, tapi juga
lebih penting untuk angkutan barang. Selama periode 2006-2011, arus barang
melalui pelabuhan laut di Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, akan
tetapi tidak seimbang antara kondisi barang yang dibongkar dengan barang yang
akan keluar (imbalance cargo), Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Kabupaten Raha,
Kabupaten Buton, Kota Bau-Bau dan Kabupaten Buton Utara menunjukkan arus
barang masuk lebih besar dibandingkan dengan arus barang yang keluar, sementara
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten
Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara menunjukkan gambaran peningkatan arus
barang keluar lebih banyak dibandingkan dengan arus barang masuk yang sebagian
besar didominasi berupa barang hasil tambang nikel.

11

Secara garis besar pelabuhan yang ada di Sulawesi Tenggara

dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain : (1) hasil produksi dari industri lokal masih sangat
terbatas, (2) pertimbangan efesiensi bagi perusahaan lebih memilih pembuatan
pelabuhan sendiri ketimbang menggunakan pelabuhan yang ada, (3) pelabuhan masih
kurang memiliki kapasitas tampung yang besar, (4 ) kecepatan bongkar muat barang
masih relatif lambat, dan (5) akses angkutan barang keluar negeri masih kurang.
Meskipun Kendari mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi cukup
tinggi, namun tingkat pertumbuhan bongkar muat barang melalui pelabuhan Kendari
masih rendah dibandingkan dengan pelabuhan yang ada di Kota Makassar. Arus
bongkar barang dipelabuhan Kendari mengalami tingkat pertumbuhan yang positif
dengan rata – rata 15,89 persen setiap tahun selama periode 2006-2011. Pertumbuhan
bongkar muat barang di Pelabuhan Kendari erat kaitannya dengan skala ekonomi yang
masih kecil.
Gambar 3.1
Imbalance Cargo di Sulawesi Tengara 2006-2011

Bongkar
muat

Sumber : BPS, Statistik perhubungan 2012

Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana pelabuhan pada masing –
masing Pelabuhan di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas.
Beberapa fasilitas dan peralatan yang dapat menunjang aktivitas pelabuhan, namun
ketersediaannya sangat minim, seperti kedalaman kolam, container yard, container
freht station, container crane, reffer plug, rubber typed grantries, reach stacker,
chassis , head treak dan forklift. Keterbatasan fasilitas tersebut terjadi di semua

Pelabuhan di Sulawesi Tenggara.

12

3. Infrastrktur Irigasi
Selama periode 2006-2011, kondisi bangunan jaringan irigasi dan bendung di
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan, akan tetapi tidak seimbang antara kondisi
pembangunan bendung dan jaringan irigasi dengan luas lahan yang potensial untuk
dikembangkan menjadi daerah irigasi dengan jumlah daerah irigasi sebanyak 97 buah
yang terdiri dari irigasi teknis 42 buah dan semi teknis 54 buah, sedangkan untuk
irigasi desa sebanyak 302 buah yang tersebar di semua Kabupaten/Kota yang ada di
Sulawesi Tenggara. Luas tanah sawah sesuai data statistik tahun 2012 sebanyak
108.655 Ha atau sekitar 2,85 % dari luas lahan yang ada. Namun secara garis besar
irigasi yang ada di Sulawesi Tenggara dipengaruhi oleh faktor, antara lain : (i).
Kondisi Hidrologi daerah irigasi yang bervariasi, (ii). Kondisi daerah aliran sungai (
DAS ) yang tidak konstan, ( iii). Luas areal yang potensial untuk dikembangkan
menjadi daerah irigasi, (iv). Kondisi sumber air, apakah menggunakan air permukaan
atau menggunakan air tanah, ( v ). Kondisi produksi hasil pertanian yang masih
terbatas, dan (vi). Kondisi masyarakat yang masih kurang dalam penerapan alat dan
proses pengolahan pertanian.
Meskipun Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi, namun tingkat pembangunan dan rehabilitasi bangunan bendung
dan jaringan irigasi masih rendah. Prosentase Produksi padi hasil pertanian yang ada
di Propinsi Sulawesi Tenggara dengan rata – rata 41,34 persen, dengan kondisi padi
sawah yang menggunakan irigasi berkisar 42,13 persen dan untuk padi ladang/tanah
hujan sekitar 30,62 persen. Kondisi pertanian tanah hujan yang ada masih sangat tinggi
dan hampir sama produksi yang dihasilkan, ini terlihat bahwa pengolahan dan
pemanfaat jaringan irigasi yang ada masih kurang dan masih banyak daerah yang
mengandalkan air melalui hujan.
Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana bangunan

irigasi pada

masing –masing Kabupaten di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat
terbatas. Beberapa fasilitas dan bangunan yang dapat menunjang aktivitas pertanian
masih sangat kurang seperti rehabilitasi bendung dan jaringan irigasi, pembangunan
bendung dan jaringan irtigasi dan, peningkatan lahan potensial menjadi lahan produktif
masih relatif kecil dibandingkan dengan luas lahan yang ada di Sulawesi Tenggara.

13

Gambar 3.1
Luas Kondisi Lahan Beberapa Kabupaten di Sulawesi Tenggara, 2012
Teknis
Semiteknis
Sederhana
Irigasi Desa
Tanah Hujan

Sumber : BPS, Statistik 2012

Kondisi lahan yang ada memperlihatkan Kabupaten yang menggunakan
irigasi teknis yang terbanyak adalah Kabupaten Konawe kondisi ini didukung dengan
adanya bendung Wowotobi di Unahaa dengan luas lahan irigasi teknis 16.250 ha ini
sebenarnya masih kurang dari luas areal perencanaan irigasi Wowotobi dengan luas
areal potensial 16.500 ha, sedangkan di konawe terdapat 15 buah daerah irigasi dengan
luas lahan potensial sebesar 27.489 Ha.
Kabupaten yang tidak mempunyai areal persawahan adalah Kabupaten
Wakatobi, yang hanya mengandalakan potensi pariwisata dan sektor kelautan.
Sedangkan untuk Kabupaten Buton Utara tidak terdapat irigasi teknis ,semiteknis dan
sederhana, padahal Kabupaten Buton Utara merupakan Kabupaten yang mempunyai
potensi sumber daya air permukaan yang sangat besar yang terdapat sungai Buranga,
Sungai Soloi, Sungai Laeya Langkumbe, sungai laura, sungai Labota dan sungai
Labana, sungai – sungai tersebut mengalirkan air yang potensial untuk dimanfaatkan ,
daerah Buton Utara mulai dari datar, bergelombang dan berbukit, kondisi datar sangat
luas didaerah Buranga, Soloi Agung, Triwacu-wacu dan daerah Laeya. Begitupun
untuk daerah Kabupaten yang lain masih kurang pemanfaatn lahan yang potensial
untuk daerah irigasi seperti di Kabupaten Konawe Utara, Kolaka Utara, Bombana dan
Kota Kendari.

14

Gambar 3.2
Kondisi Luas Lahan Potensial dan Fungsional di Sulawesi Tenggara

Potensial
Fungsional

Sumber : Balai Sumber Daya Air Sulawesi Tenggara, 2013

IV.

Pembahasan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Dan Manajemen (P3KM)

Universitas Hasanuddin (2013), menyebutkan bahwa dibandingkan dengan jenis
infrastruktur lainnya, infrastruktur jalan dianggap sebagai faktor penting untuk
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan pertumbuhan inklusif di
Pulau Sulawesi.
Infrastruktur jalan masih menjadi problem bagi pembangunan masyarakat
Sulawesi Tenggara baik kuantitas maupun kualitasnya. Panjang jalan dan rasio
terhadap luas wilayah masih dibawah rata-rata salawesi dan nasional dan dalam kurun
waktu dua tahun terakhir tidak terlihat adanya penambahan jalan yang signifikan.
Disamping kuantitas, rendahnya kualitas jalan juga ditunjukkan oleh angka yang masih
dibawah 50% jalan dengan kondisi baik. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa
infrastruktur jalan masih belum mendukung mobilitas pembangunan daerah di
Sulawesi Tenggara secara maksimal. Infrastruktur pelabuhan udara dari segi kuantitas
cukup memadai, namun kualitas pelayanan dan kenyamana pelabuhan perlu mendapat
perhatian.
Secara umum, ketersediaan sarana dan prasarana pelabuhan pada masing –
masing Pelabuhan di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas.
Beberapa fasilitas dan peralatan yang dapat menunjang aktivitas pelabuhan, namun
ketersediaannya sangat minim.

15

V.
1.

Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data maka disimpulkan:

a)

Ketersediaan jalan, baik kuantitas maupun kualitasnya belum mendukung
pembangunan ekonomi daerah. Lebih dari separuh jalan belum dalam dalam
baik.

b)

Terjadi paradox antara kondisi jalan yang masih sebagian besar tidak baik dan
panjang jalan yang permukaannya sudah beraspal, sehingga dapat dikatakan
bahwa kualitas aspal jalan di Sulawesi Tenggara cukup redah.

c)

Ketersediaan jumlah lapangan udara di Sulawesi Tenggara cukup memadai
bahkan mengalahkan beberapa provinsi di pulau Sulawesi, namun pelayanan
belum optimal. Jumlah penumpang datang dan berangkat hampir sama
mengindikasikan bahwa Sulawesi Tenggara adalah daerah tujuan. Rasio lalu
lintas penumpang melalui lapangan udara Haluleo terhadap jumlah penerbangan
cukup tinggi, mengindikasikan bahwa penerbangan di lapangan udara Haluleo
cukup efisien.

d)

Peranan pelabuhan laut cukup penting bagi pembangunan ekonomi Sulawesi
Tenggara. Meskipun seluruh kabupaten/kota telah terlayani oleh pelayaran
namun kuantitas dan kuntinyutas pelayaran pada beberapa daerah belum
memadai.

e)

Pembangunan jaringan irigasi dan bendung di Sulawesi Tenggara mengalami
peningkatan, akan tetapi tidak seimbang antara kondisi pembangunan bendung
dan jaringan irigasi dengan luas lahan yang potensial. Secara umum,
ketersediaan sarana dan prasarana bangunan

irigasi pada masing –masing

Kabupaten di Sulawesi Tenggara cukup bervariasi dan relatif sangat terbatas.
2.

Saran-Saran

a)

Dalam rangka meningkatkan mobilitas dan percepatan pembanguan di Sulawesi
Tengga, maka perlu peningkatan jalan baik kuantitas maupun kualitasnya.

b)

Kuantitas lapangan udara telah mencukupi namun pelayanan dan kenyamanan
lapangan udara perlu ditingkatkan. Pelayaran pada beberapa daerah yang selama
ini belum terlayani secara maksimal perlu mendapat perhatian.

16

c)

Untuk pemanfaatan potensi lahan pertanian secara optimal pembangunan irigasi
perlu ditingkatkan.

VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013., Kondisi Luas Lahan Potensial dan Fungsional di Sulawesi Tenggara,
Balai Pengembangan Sumber Daya Air Sulawesi Tenggara,
BPS. 2012, Sulawesi Tenggara Dalam Angka , 2012
-------------, Sulawesi Tengah Dalam Angka , 2012
-------------, Statistik Perhubungan Provinsi Sulawesi Tenggara , 2012
Bandar Udara di Indonesia.
di_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bandar_udara_

Cahyono Eko Fajar Dan Kaluge David. 2010. Analisis Pengaruh Infrastruktur Publik
Terhadap Produk Domestik Bruto Perkapita Di Indonesia . Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang
Permana Chandra Darma. 2009. Analisis Peranan Dan Dampak Investasi Infrastruktur
Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output. Departemen Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Statistik Perhubungan, Dinas Perhubungan Sulawasi Tenggara, 2013
Todaro, P. L. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta.
Wahyuni, Krismanti Tri.2009. Analisis Pengaruh Infrastruktur Ekonomi dan Sosial
Terhadap roduktivitas Ekonomi di Indonesia . Bogor: Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.Institut Pertanian Bogor
Worl Bank-P3KM. 2013. Pembangunan Infrastruktur Untuk Menjaga Momentum dan
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Pulau Sulawesi. Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Kebijakan Dan Manajemen (P3KM) Universitas
Hasanuddin, 2013.

17