K3 PENTINGNYA PENERAPAN K3 DI RUANG TERB

K3

PENTINGNYA PENERAPAN K3 DI RUANG
TERBATAS (CONFINED SPACE) BAGI
MASYARAKAT UMUM DAN PERUSAHAAN
DECEMBER 25, 2013 YOKE AL-JAUZA LEAVE A COMMENT

Pentingnya Penerapan K3 di Ruang Terbatas (Confined Space) Bagi Masyarakat Umum
dan Perusahaan
Matakuliah Aspek Hukum dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dibina oleh Bapak
Djoko Kustono
Oleh : Isa Muhammad Said
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah bidang yang terkait dengan kesehatan,
keselamatan, dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah institusi maupun lokasi
proyek. Tujuan K3 adalah untuk memelihara kesehatan dan keselamatan lingkungan
kerja. K3 juga melindungi rekan kerja, keluarga pekerja, konsumen, dan orang lain yang
juga mungkin terpengaruh kondisi lingkungan kerja.
Kesehatan dan keselamatan kerja cukp penting bagi moral, legalitas, dan finansial.
Semua organisasi yang memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa pekerja dan orang
lain yang terlibat tetap berada dalam kondisi aman sepanjang waktu. Praktek K3 meliptui

pencegahan, pemberian sanksi, dan kompensasi, juga penyembuhan luka dan perawatan
untuk pekerja dan menyediakan perawatan kesehatan dan cuti sakit. K3 terkait dengan
ilmu kesehatan kerja, teknik keselamatan, teknik industri, kimia, fisika kesehatan,
psikologi organisasi dan industri, ergonomika, dan psikologi kesehatan kerja.
Adapun Peraturan perundang-undangan yang mengatur K3 adalah sebagai berikut.
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan
pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban
memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru
maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya
para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan
benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga
menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh
produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan
kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.


3. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan
ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga
mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait
penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja
Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran,
Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan
Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
Penerapan K3 di Ruang Terbatas (confined space)
Ruang terbatas (confined space) adalah ruang yang cukup besar dan luas serta
memungkinkan pekerja masuk dan bekerja di dalamnya dan pekerja mempunyai akses
untuk masuk dan keluar yang terbatas serta tidak dirancang untuk tempat kerja. Ciri-ciri

dari confined space adalah sebagai berikut.
Memiliki bukaan yang terbatas baik untuk masuk maupun keluar.
Ada ruang untuk masuk yang cukup besar atau setidaknya sebagian terbuka.
Tidak dirancang untuk manusia berada didalamnya terus menerus.
Ventilasi yang tidak memadai.
Berpontensi mengandung gas beracun.
Adapun karakteristik confined space menurut OSHA (lembaga K3 Amerika), Confined
space adalah sebagai berikut.
Mempunyai luas yang terbatas dan dikonfigurasi agar tubuh pekerja dapat masuk dan
melakukan tugasnya.
Mempunyai keterbatasan pintu untuk masuk dan keluar.
Tidak didisain untuk pekerjaan yang terus menerus.
Contoh-contoh dari Confined space ialah:
Boiler, Furnace (tungku),
Jalur pipa, lubang, stasiun pompa,
Septic tank, sewage digestor,
Silo, Tangki penyimpanan,
Terowongan, duct, Tangki (Ballast tank, fuel tank, water tank), dan lain sebagainya.
Confined space tidak hanya dapat kita temukan di dunia industri tapi juga dapat kita
temukan di tempat-tempat umum, misalnya pusat perbelanjaan dan kolam renang

umum. Beberapa kolam renang menempatkan pompanya di bawah tanah.
Terdapat beberapa potensi sumber bahaya saat bekerja di ruang terbatas, contohnya
ialah potensi bahaya yang berasal dari bahan kimia yang mengandung racun dan mudah
terbakar (dalam bentuk gas, uap, asap, debu dan sebagainya). Selain itu, masih terdapat
bahaya lain seperti terjadinya defisiensi (kekurangan) oksigen atau sebaliknya terjadi
kelebihan kadar oksigen, suhu yang ekstrem, terjebak atau terliputi (engulfment),

maupun resiko fisik lainnya yang timbul seperti kebisingan, permukaan yang basah/licin
dan kejatuhan benda keras yang terdapat di dalam ruang terbatas tersebut yang dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja sampai dengan kematian tenaga kerja yang bekerja
didalamnya.
Bekerja di dalam ruang terbatas (confined spaces) mempunyai resiko terhadap
keselamatan dan kesehatan pekerja. Oleh karenanya diperlukan aturan dalam rangka
memberikan jaminan perlindungan terhadap pekerja dan aset lainnya, baik melalui
peraturan perundang-undangan, program memasuki ruang terbatas dan persyaratan
ataupun prosedur untuk memasuki dan bekerja di dalam ruang terbatas.
Pekerjaan Beresiko “Masyarakat Umum dan Pekerja di Perusahaan” di Ruang
Terbatas
Setiap pekerjaan memiliki resiko, resiko akibat kerja bisa saja terjadi pada siapa saja bagi
mereka yang tidak melakukan pekerjaan sebagaimana semestinya, berikut ini adalah

contoh kecelakaan kerja di ruang terbatas yang terjadi di masyarakat umum dan
perusahaan.
1. 5 Pekerja tewas di septic tank, polisi periksa 7 saksi
Merdeka.com – Kepolisian Metro Pasar Minggu terus mendalami penyebab tewasnya 5
orang pekerja dan 2 orang kritis di Proyek Pembangunan Gedung The Manhattan Square
di Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Saat ini, Polisi tengah memeriksa
7 orang saksi terkait insiden kecelakaan kerja tersebut. “Saksi yang kita periksa yaitu,
RLA dan IF dan berikut 5 orang tim K3S (Tim Keselamatan, Kesehatan Kerja Waskita),”
kata Kapolsek Pasar Minggu, Komisaris Adri Desas Furyanto kepada merdeka.com, Selasa
(12/2).
Adri menjelaskan, dua orang pekerja kritis merupakan saksi kunci kecelakaan tersebut
hingga saat ini masih belum bisa dimintai keterangan dan masih menjalani pemeriksaan
di RS Mintohardjo, Jakarta Pusat. Dia juga mengatakan, petugas saat ini masih terus
mengumpulkan alat bukti penyebab kecelakaan tersebut. “2 Orang korban yang kritis,
saksi kunci sampai saat ini masih di ruang ICU di RS Mintoharjo,” ujarnya.
Dia menjelaskan, peristiwa nahas itu diketahui sekitar pukul 10.00 WIB pagi tadi dan di
laporkan ke Polsek Pasar Minggu pukul 12.00 WIB oleh manajemen Waskita Karya.
Kejadian bermula saat seorang pekerja terjeblos septic tank dan tidak kunjung muncul.
Melihat kejadian itu, teman korban akhirnya mencoba menolong namun bernasib sama
hingga penolong yang ke enam. “Niatnya ingin menolong namun nasibnya sama tidak

muncul-muncul (tidak dapat diketahui siapa yang kejeblos dan siapa menolong secara
bergiliran, karena saksi kunci belum sadar),” Papar Adri. Tidak berapa lama, enam orang
Tim Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Waskita Karya kemudian menolong ketujuh
korban untuk dievakuasi selanjutnya dilarikan ke RS Marinir Cilandak. Dari ke tujuh
korban, 5 orang pekerja tewas dan 2 orang pekerja saat ini masih kritis.
2. Dua penggali sumur tewas keracunan CO2
Sindonews.com – Nahas menimpa Suyatno (37) warga Jalan Imam Bonjol, Salatiga dan
Parmin (40), warga Pakis, Kabupaten Magelang. Keduanya tewas setelah menggali sumur
yang berada di kompleks rumah makan Joglo Rini di Jalan Imam Bonjol, Kelurahan dan
Kecamatan Sidorejo.
Diduga kedua korban tewas karena keracunan gas karbondioksida (CO2) yang berasal
dari mesin penyedot air yang digunakan untuk menguras sumur sedalam sekitar 15
meter itu. Menurut saksi mata Sariyanto (36), warga Sinoman, Kelurahan dan Kecamatan

Sidorejo, kejadian itu bermula ketika kedua korban sedang bekerja menggali sumur di
warung makan Joglo Rini bersama dua orang pekerja lain, yakni Slamet (38), warga Pakis,
Magelang dan Totok (30), warga Candi, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Saat
itu, kedua korban berada di dasar sumur. Sedang kedua pekerja lainnya berada di atas
dan bertugas membantu proses penyedotan air dari dalam sumur.
“Mereka menyedot air menggunakan mesin diesel. Setelah mesin dihidupkan, asap yang

keluar dari knalpot masuk kedalam lubang sumur. Saat itu juga kedua korban berteriak
minta tolong karena tidak kuat menahan asap. Lantas kedua pekerja lain berniat
menolong korban. Namun mereka tidak menolong korban karena tidak kuat menahan
asap dan langsung naik ke atas dengan tali,” tutur Sariyanto menjelaskan kepada
wartawan, Senin (9/7/2012). Setibanya di atas sumur kedua pekerja tersebut langsung
pingsan dan dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga untuk
mendapatkan pertolongan medis. Beruntung Totok dan Slamet cepat dilarikan ke RSUD
Salatiga sehingga nyawanya bisa terselamatkan. Kejadian ini langsung dilaporkan ke
Polres Semarang. Sejumlah polisi langsung mendatangi lokasi kejadian. Dengan dibantu
petugas dari PMI Salatiga dan warga mereka langsung melakukan evakuasi korban.
Kedua korban akhirnya berhasil dievakuasi dari dalam sumur sekitar pukul 13.30 WIB.
Kasubag Humas Polres Salatiga AKP Paulina menyatakan, pihaknya masih melakukan
penyelidikan untuk mengungkap penyebab kematian korban. “Kami masih menyelidiki
penyebab kematian kedua korban dan meminta keterangan saksi-saksi,” katanya.
Sementara itu, salah satu petugas yang melakukan evakuasi dari PMI Kota Salatiga
Suhono menuturkan, dari hasil pemeriksaan tim medis disimpulkan, kedua korban tewas
karena terlalu banyak menghirup gas karbondioksida. Sehingga mereka tidak bisa
bernafas dan akhirnya meninggal dunia.
3. Kekurangan oksigen, seorang penggali sumur tewas
Merdeka.com – Seorang penggali sumur, Hamdani (52) tewas sementara dua lainnya,

Rohmatulloh dan Abdul Latif, sekarat saat menggali sumur di RT 05 RW 05 No 7
Kelurahan Cawang, Kramat Jati, Jakarta Timur, Minggu (26/8) sekitar pukul 16.00 WIB.
Informasi dari Humas Polda Metro Jaya, Senin (27/8), saat kejadian Hamdani masuk ke
dalam sumur untuk melakukan penggalian karena mengalami kekeringan. Selang berapa
lama, ia berteriak meminta pertolongan karena tak bisa bernafas.
Rohmatulloh dan Abdul Latif kemudian berusaha mengangkat korban dengan cara turun
ke dalam sumur. Namun nahas, sesampainya di dalam sumur, keduanya ikut mengalami
sesak nafas. Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) setempat akhirnya diterjunkan ke lokasi
setelah keluarga korban meminta pertolongan. Rohmatulloh dan Abdul Latif kemudian
dapat diselamatkan dan dilarikan ke RS setempat. Sementara Hamdani tidak dapat
diselamatkan nyawanya. Dia diduga tewas karena kekurangan oksigen.
4. Freeport: 38 Pekerja Tertimbun, Hanya 10 yang Berhasil Dievakuasi
JAKARTA (Pos Kota) – Pemerintah mulai melakukan penyelidikan dan investigasi di lokasi
runtuhan atap terowongan Big Gossan PT Freeport, setelah seluruh korban berhasil
dievakuasi pagi ini. “Penyelidikan dan investigasi dilakukan untuk mengetahui penyebab
utama terjadinya kasus kecelakaan kerja ini,” kata Menakertrans A. Muhaimin Iskandar,
Rabu (22/1).
Korban tewas akibat runtuhan tambang bawah tanah Bog Gossan milik PT Freeport
Indonesia (PTFI) di Papua total menjadi 28 orang. Emergency Response Team berhasil
mengevakuasi dan mengidentifikasi pekerja terakhir yang terkubur dalam reruntuhan


pada pagi dini hari tadi. Investigasi, lanjut Muhaimin akan dilakukan secara detail dengan
melibatkan tim ahli yang disupervisi langsung oleh Kementerian ESDM dan
Kemnakertrans secara bersama. “Pemerintah sangat menyesalkan terjadinya kecelakaan
kerja ini dan akan mengusut secara tuntas kasus ini. Investigasi akan dilakukan untuk
mengungkap penyebab utamanya, apakan murni kecelakaan karena faktor alam atau
terdapat unsur keteledoran. Seperti yang disampaikan oleh bapak Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Setiap pelanggaran peraturan harus dimintai pertanggung
jawaban,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI yang antara lain membidangi pengawasan
ketenagakerjaan, Irgan Chairul Mahfiz, menegaskan pihak manajemen PT Freeport
Indonesia sudah melakukan pengabaian aspek keselamatan kerja terhadap para
karyawan yang dibiarkan mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas K3 (Kesehatan dan
Kesehatan Kerja) di ruang kelas bawah tanah area terowongan Big Gossan, Mimika,
Papua pada Selasa (14/5) lalu. Akibat pembiaran itu, kata Irgan, sebanyak 38 pekerja
Indonesia tertimbun, dan hanya 10 orang berhasil dievakusi selamat, sisanya tewas.
“Banyaknya korban ini jelas mengindikasikan suatu pengabaian yang sulit diterima akal
sehat, sebab perusahaan sama sekali tidak mempertimbangkan faktor K3 untuk wajib
diproritaskan kepada karyawan,” ujar politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. Ia
justru menilai aneh, perusahaan tambang raksasa internasional asal Amerika Serikat itu

tidak bersikap hati-hati dalam memberlakukan adanya K3 bagi karyawannya sendiri. “Jika
ada fakta-fakta untuk dilanjutkan secara hukum maka PT Freeport harus mendapatkan
konsekuensi hukum, di samping menetapkan sejumlah ganti rugi yang memadai bagi
para korban dan keluarganya,”jelas Irgan.
Presiden Direktur PTFI, Rozik B. Soetjipto mengatakan sejak terjadinya insiden tersebut,
Emergency Response Team PTFI telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk melakukan
evakuasi terhadap korban yang masih tertimbun. Usaha penyelamatan mereka menjadi
lebih sulit karena terbatasnya ruang dalam terowongan dan risiko runtuhan atap lebih
lanjut di lokasi.
Hari ini, (Rabu 22/5) PTFI melakukan dengan upacara bela sungkawa di Kantor Freeport di
Jakarta dan Papua. Sementara 10 pekerja yang berhasil diselamatkan kini dilaporkan
tengah dalam kondisi yang stabil. Daftar lengkap korban jiwa dari insiden Big Gossan
adalah: Aan Nugraha, Amir Tika, Aris Tikupasang, Artinus Magal, Daniel Tedy Eramuri,
David Gobai, Febry Tandungan, Ferry Edison Pangaribuan, Frelthon Wantalangi, Gito
Sikku, Hengky Ronald Hendambo, Herman Susanto, Jhoni Michael Ugadje, Joni Tulak,
Lestari Siahaan, Lewi Mofu, Ma’mur, Mateus Agus Marandof, Muntadhim Ahmad, Petrus
Frengo Marangkerena, Petrus Padak Duli, Retno Bone, Rooy Rogers Kailuha, Selpianus
Edowai, Suleman, Victoria Sanger, Wandi, dan Yapinus Tabuni. (tri/d)
5. Tertimbun Tanah Galian Pipa Petrokimia
indosiar.com, Lamongan – (Senin : 29/07/2013) Menjelang berbuka puasa, warga desa

Kesambi kecamatan Pucuk Lamongan, digegerkan dengan tewasnya seorang pekerja
pemasangan pipa PT. Petrokimia. Korban tewas akibat tertimbun material tanah galian
pipa.
Kecelakaan kerja ini terjadi, ketika tiga orang pekerja pemasangan pipa yakni Ainur Rofiq
warga Sukosongo kecamatan Kembangbahu, Nasik warga Sugio, dan Ahmad Udin 25
tahun warga desa Sukobendu Mantup Lamongan, sedang menggali tanah sedalam satu

setengah meter.
Namun setelah menggali selama satu jam, tiba tiba tanah galian runtuh. Beruntung Ainur
Rofiq dan Nasik berhasil menyelamatkan diri, dan lolos dari maut. Namun, nasib Ahmad
Udin tidak tertolong, karena tertimbun tanah dengan kondisi tertelungkup.
Runtuhnya tanah galian diduga akibat getaran tanah, akibat dari aktifitas eskavator yang
berada di dekat lokasi galian. Selain itu, kondisi tanah yang labil, membuat tanah mudah
longsor. Petugas kepolisian masih menyelidiki, penyebab pasti tewasnya ahmad Udin,
selain faktor longsornya tanah galian.(Safari Ranuwijaya/Supri)
Analisis Kesalahan Kasus Kecelakaan Kerja
Pada kasus 1, 4, dan 5 diketahui bahwa para pekerja tewas tertimbun, banyak kasus
kecelakaan kerja seperti ini terjadi, yang paling sering terjadi ialah diruang terbatas
(confined space) seperti lorong, tangki, atau galian, hal tersebut disebabkan karena
beberapa hal seperti : karena faktor struktur tanah, kesalahan prosedur saat menggali,
atau kelalaian karena terpeleset atau tertimpa. Untuk kasus 1, 4, dan 5 disebabkan oleh
kelalaian pekerjanya (human error) dan dapat dikategorikan kecelakaan murni.
Kecelakaan murni seperti kecelakaan tersebut bukan semata-mata karena takdir tuhan,
namun kecelakaan seperti itu memang bisa dihindari. Solusi untuk permasalahan seperti
kejadian tersebut ialah perlu pentingnya dukungan perusahaan untuk lebih intensif
memberikan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para karyawannya sejalan
dengan perundang-undangan yang telah disusun sebagai manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pada kasus 2 dan 3 diketahui bahwa pekerja penggali sumur tewas karena kekurangan
oksigen, kejadian serupa memang kerap terjadi khususnya di masyarakat umum yang
menggunakan cara tradisional seperti menggali sumur. Walapun keselamatan dan teknik
penggalian terbilang cukup handal dan pekerja tersebut mempunyai pengalaman untuk
menggali sumur, namun perlu diperhatikan lagi jika bahaya didalam sumur berbedabeda, pekerja tidak pernah tahu apa sumur yang digalinya berbahaya atau tidak, karena
bagi masyarakat umum, pekerjaan menggali tidak pernah diselidiki dahulu sebelumnya
apa terdapat gas berbahaya atau tidak, apa oksigen didalam memenuhi persyaratan
atau tidak. Sumur pada umumnya berbentuk tabung, lebar atau diameter sumur
umumnya kecil, dalamnya bisa berbeda tergantung kebutuhan saat penggalian,
tergantung debit air yang ditemukan, pekerjaan didalam sumur termasuk dalam ketegori
pekerjaan diruang terbatas atau confined space, ruang terbatas adalah ruang yang
paling mematikan jika bekerja tidak sesuai prosedur entah tertimpa, tertimbun, ataupun
kehilangan nyawa karena pernapasan. Untuk itu, pekerja seharusnya menyiapkan alat
pelindung diri (APD) sebelum melakukan pekerjaan di ruang terbatas, untuk menggali
sumur, yang terpenting adalah persiapan oksigen sebagai langkah menghindari
tingginya kadar CO2 didalam sumur.
Pentingnya K3
Pada tahun 2011, di Indonesia tercatat 96.314 kasus kecelakaan kerja dengan korban
meninggal sebanyak 2.144 orang dan mengalami cacat sebanyak 42 orang. Sedangkan,
berdasarkan laporan International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 6.000
kasus kecelakaan kerja di dunia yang mengakibatkan korban fatal (setiap kecelakaan
sedikitnya menyebabkan tiga hari absen dari pekerjaan). Sementara di Indonesia setiap
100 ribu tenaga kerja terdapat 20 korban fatal akibat kecelakaan kerja.
Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi

begitu saja terjadi namun kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang
semata-mata hanya memusatkan diri pada keuntungan serta kegagalan pemerintah
dalam meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan
buruh merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja.
Negara kaya sering mengekspor pekerjaan berbahaya ke negara miskin dengan upah
buruh yang lebih murah dan standar keselamatan pekerja yang lebih rendah juga. Selain
itu, di negara-negara berkembang seperti Indonesia, undang-undang keselamatan kerja
yang berlaku tidak secara otomatis meningkatkan kondisi di tempat kerja, disamping
hukuman yang ringan bagi yang para pelanggar peraturan. Padahal meningkatkan
standar keselamatan kerja yang lebih baik akan menghasilkan keuangan yang baik pula.
Pengeluaran biaya akibat kecelakaan dan sakit yang berkaitan dengan kerja sebenarnya
hanya merugikan ekonomi dunia dimana lebih dari seribu miliar dollar (850 miliar euro)
diseluruh dunia atau dua puluh kali jumlah bantuan umum yang diberikan untuk dunia
berkembang. Menurut kalkulasi ILO, kerugian yang harus ditanggung akibat kecelakaan
kerja di negara-negara berkembang juga tinggi yaitu mencapai 4% dari produk nasional
bruto (PNB). Angka keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia
secara umum ternyata masih rendah berdasarkan data ILO, Indonesia menduduki
peringkat ke- 26 dari 27 negara.
Menteri tenaga kerja dan transmigrasi “Muhaimin Iskandar” mengatakan bahwa seluruh
pihak harus mulai melakukan upaya dan kerja keras di tahun 2013 agar penerapan
sistem manajemen K3 (SMK3) di setiap jenis kegiatan usaha dan berbagai kegiatan
masyarakat dapat menekan angka kecelakaan kerja.
Kesimpulan
Dalam sistem manajemen K3 (SMK3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja
nomor PER.05/MEN/1996 pada lampiran I poin 3.1.5 tentang pelatihan (training)
disebutkan bahwa penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif
ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap tenaga kerja di perusahaan.
Pelatihan merupakan salah satu alat penting dalam menjamin kompetensi kerja yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan keselamatan dan kesehatan kerja. OHSAS 18001
section 4.4.2 mensyaratkan bahwa setiap pekerja harus memiliki kompetensi untuk
melakukan tugas-tugas yang berdampak pada K3. Kompetensi harus ditetapkan dalam
hal pendidikan yang sesuai, pelatihan dan / atau pengalaman.Training K3 merupakan
program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, dari
berbagai studi yang dilakukan terhadap prilaku tidak aman dari pekerja diperoleh
beberapa alasan (National Safety Council, 1985):
1. Pekerja tidak memperoleh intruksi kerja secara spesifik dan detil.
2. Kesalahpahaman terhadap intruksi kerja.
3. Tidak mengetahui instruksi kerja.
4. Menganggap instruksi kerja tersebut tidak penting atau tidak perlu.
5. Mengabaikan instruksi kerja.
Untuk mencegah hal tersebut diatas terjadi maka sangat diperlukan training bagi pekerja
untuk memahami setiap instruksi kerja secara baik dan akibat yang dapat terjadi jika
tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa training dapat meningkatkan
kompetensi dan pengetahuan pekerja. Kemudian pengetahuan dan kompetensi pekerja
tersebut dapat mengurangi kecelakaan dan parameter proses yang disebabkan oleh

faktor pekerja, dimana kesalahan tersebut dapat mengakibatkan kematian. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dingsdag (2008) yang menyimpulkan
bahwa untuk meningkatkan budaya dan prilaku K3 untuk mengurangi kecelakaan kerja
maka diperlukan training K3 untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman K3 pada
seluruh line management dan pekerja.
Setiap pekerja baru harus mendapatkan training yang cukup sebelum melaksanakan
tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan. Training yang diberikan harus sesuai
dengan kebutuhan dari area kerja masing-masing pekerja. Untuk memastikan bahwa
pekerja baru sudah menguasai tugas dan tanggung jawab yang diberikan maka
diperlukan tolok ukur sebagai umpan balik dari training yang diberikan. Training tidak
hanya diberikan pada pekerja baru, akan tetapi pekerja lama pun harus diberikan
training penyegaran. Pihak manajemen perusahaan harus membuat program training
tahunan yang meliputi topik-topik baru maupun topik-topik lama sebagai penyegaran
(re-fresh training).
Training yang diberikan harus meliputi pengetahuan (knowledge) dan keahlian (skill)
untuk meningkat kompetensi pokok (core competency) dan kompetensi K3 (safety
competency). Kompetensi pokok adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki pekerja
untuk menjalankan tugas pokok yang dibebankan, misalnya operator produksi harus
memahami dan mampu menjalankan mesin produksi, laboran harus mampu melakukan
analisa dasar bahan kimia dan seterusnya. Namun kompetensi pokok saja tidak cukup
untuk melakukan pekerjaan secara aman, maka diperlukan kompetensi K3. Pada
umumnya training kompetensi pokok tidak dilengkapi dengan kompetensi K3 atau tidak
mengandung aspek-aspek K3 (Dingsdag, 2008).
Secara garis besar training K3 yang diperlukan adalah sebagai berikut (National Safety
Council, 1985):
1. Training untuk karyawan baru, misalnya: peraturan umum perusahaan, profil
perusahaan, peraturan K3 secara umum, kebijakan K3, program pencegahan kecelakaan,
intruksi kerja yang dibutuhkan, bahaya ditempat kerja, alat pelindung diri, dst.
2. Job Safety Analysis (JSA); pemahaman terhadap JSA dan proses JSA.
3. Job instruction training (JIT); training yang secara spesifik menjelaskan prosedur kerja
standar di area kerja masing-masing, misalnya; prosedur kalibrasi, prosedur pembuatan
produk, prosedur pembersihan tangki.
4. Other method instruction; training untuk trainer, bagaimana mempersiapkan dan
melakukan training secara baik.
Saran
Melihat banyaknya kasus kecelakaan kerja yang terjadi maka penerapan budaya K3
harus diintegrasikan pada setiap jenjang manajemen perusahaan dan masyarakat
umum, sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja. Integrasi penerapan budaya K3 di
perusahaan dan masyarakat umum dapat dilakukan melalui pendekatan prinsip-prinsip
manajemen agar tidak hanya mengurangi kecelakaan kerja, tapi juga menekan tingkat
keparahan dan pencapaian kecelakaan nihil.
Daftar Rujukan
2013. Editor Metro TV News. Kecelakaan Kerja di Indonesia Masih Tinggi.
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/15/2/122976/Kecelakaan-Kerja-diIndonesia-masih-Tinggi. Online
2008. Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3). PT TIRA AUSTENITE Tbk

Rahimah Azmi D. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja oleh
P2K3 untuk 2008. Meminimalkan Kecelakaan Kerja di PT Wijaya Karya Beton Medan.
Universitas Sumatra Utara
Wirahadikusumah D. Reini. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Proyek Konstruksi di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB