SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL (7)

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

1. Pengertian Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan internasional, setiap negara dibatasi oleh hukum yang mengatur
kepentingan suatu negara dengan negara lain. Hukum tersebut adalah hukum internasional.
Hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hukum publik internasional dan hukum
privat internasional.
o Menurut Para Ahli :
1. Mochtar Kusumaatmadja
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara, negara dan subjek
hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara yang satu dengan yang lain.
2. J.G Strke
Mendefinisikan hukum internasional sebagai sekumpulan hukum ( Body of Law ) yang sebagian
besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu
sama lain.
3. Ivan A. Shearer
Hukum internasional adalah sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur
prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh negara-negara ( subjek hukum
internasional ) dan hubungannya satu sama lain, yang meliputi :
a. Aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan fungsi-fungsi instusi atau organisasi-organisasi,

hubungan antara instusi dan organisasi-organisasi tersebut, serta hubungan antara instusi dan
organisasi-organisasi tersebut dengan negara dan individu-individu.
b. Aturan-aturan hukum tertentu yang berhubungan dengan individu-individu yang menjadi
perhatian komunitas internasional selain entitas negara.
o Jadi, Hukum Internasional adalah merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
negara dan negara,negara dan subjek hukum lain bukan negara, atau subjek hukum bukan negara
satu sama lain.

2. Asas Hukum Internasional
Hukum internasional haruslah memperhatikan asas-asas berikut :
a.

Asas Teritorial
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara atau wilayahnya. Menurut asas ini, negara
melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang ada di wilayahnya. Jadi,

b.

c.


d.

e.

f.
1.
2.
3.

g.

h.

i.

terhadap semua orang atau barang yang berada diluar wilayah tersebut, berlaku hukum asing
( internasional ) sepenuhnya.
Asas Kebangsaan
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini, setiap
warga negara, di mana pun dia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya. Asas

ini mempunyai kekuatan ekstrateritorial. Artinya, hukum negara tersebut tetap berlaku bagi
warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
Asas Kepentingan Umum
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam
kehidupan bermasyarakat. Menurut asas ini, negara dapat menyesuaikan diri dengan semua
keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada
batas-batas wilayah suatu negara.
Asas Persamaan Derajat
Hubungan antara bangsa hendaknya didasarkan pada asas bahwa negara yang berhubungan
adalah negara yang berdaulat. Secara formal memang negara-negara di dunia sudah lama
derajatnya, tetapi secara faktual dan substansi masih terjadi ketidaksamaan derajat, khususnya
dalam bidang ekonomi.
Asas Keterbukaan
Dalam hubungan antar bangsa yang berdasarkan hukum internasional diperlukan adanya
ketersediaan masing-masing untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa
keadilan. Sehingga masing-masing pihak mengetahui secara jelas manfaat, hak, serta kewajiban
dalam menjalin hubungan internasional.
Ne Bis In Idem
Maksud dari asas tersebut yaitu :
Tidak seorang pun dapat diadili sehubungan dengan perbuatan kejahatan yang untuk itu uang

bersangkutan telah diputus bersalah atau dibebaskan.
Tidak seorang pun dapat diadili di pengadilan lain untuk kejahatan dimana orang tersebut telah
dihukum atau dibebaskan oleh pengadilan pidana Internasional.
Tidak seorang pun yang telah diadili oleh suatu pengadilan disuatu negara mengenai suatu
perbuatan yang dilarang berdasarkan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 boleh diadili berkenaan
dengan perbuatan yang sama.
Pacta Sunt Servanda
Merupakan asas yang dikenal dalam perjamjian Internasional. Asas ini menjadi kekuatan Hukum
dan Moral bagi semua negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian Internasional.
Jus Cogent
Dalam perjanjian Internasional dikenal asas Jus Congents. Maksudnya ialah bahwa perjanjian
Internasional dapat batal demi hukum jika ada pembentukannya bertentangan dengan suatu
kaidah dasar dari hukum Internasional Umum (Pasal 53 Konvensi Wina 1969).
Inviolability dan Immunity
Dalam hukum diplomatik dan Konsuler dikenal asas Inviolability dan Immunity. Dalam Pedoman
tertib Diplomatik dan Prootokoler , “ Involability “ merupakan terjemahan dari istilah “
Inviolable “ yang artinya seorang pejabat diplomatik tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat

perlengkapan Negara penerima dan sebaiknya negara penerima berkewajiban mengambil
langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pribadi penjabat

diplomatik yang bersangkutan.

3. Konsep Dasar Hukum Internasional
Hukum internasional dibedakan menjadi dua, yaitu :
a.

Hukum Publik Internasional , adalah kumpulan peraturan hukum yang mengatur hubungan
antarnegara merdeka dan berdaulat. Hukum publik internasional disebut juga hukum antarnegara
atau hukum internasional.
b. Hukum Privat ( Perdata ) Internasional , adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur
hubungan hukum antar seseorang dan orang lain yang berlainan warga negaranya dalam sebuah
negara yang berkenaan dengan keperdataan. Hukum privat ( perdata ) internasional disebut juga
dengan istilah hukum antar bangsa.

4. Sumber-Sumber Hukum Internasional
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Hukum Internasional Humaniter ( 1980 ),
sumber hukum internasional dibedakan atas sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum
dalam arti material. Sumber hukum internasional formal diatur dalam Piagam PBB. Sumber
hukum internasional material membahas tentang dasar berlakunya hukum suatu negara.


 Sumber hukum material

Terdiri dari dua aliran berikut :
1. Aliran Naturalis. Aliran ini bersandar pada Hak Asasi atau hak-hak alamiah yang bersumber
pada hukum Tuhan, sehingga menempati posisi lebih tinggi dari hukum nasional ( Grotius ).
2. Aliran Positivisme. Aliran ini mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan
bersama negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servada (Hans Kelsen)

 Sumber hukum formal

Sumber Hukum Internasional dalam arti Formal merupakan sumber Hukum Internasional
yang paling Utama dan memiliki Otoritas tertinggi serta otentik yang dapat dipergunakan oleh
Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa internasional sebagaimana
tercantum dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional, yaitu sebagai berikut :

1. Perjanjian Internasional ( Traktat )

a.
b.
c.

d.
e.

Perjanjian internasional adalah suatu ikatan hukum yang terjadi berdasarkan kata sepakat
antar negara-negara sebagai anggota Organisasi bangsa-bangsa dengan tujuan melaksanakan
hukum tertentu yang mempunyai akibat hukum tertentu. Konvensi-konvensi atau perjanjian
internasional merupakan sumber utama hukum internasional. Konvensi tersebut dapat berbentuk
Bilateral maupun Multilateral. Konvensi-konvensi Internasional yang merupakan sumber utama
hukum Internasional adalah konvensi yang berbentuk Law Making Treaties adalah perjanjianperjanjian Internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku secara umum,
yaitu sebagai berikut :
Konvensi-konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai hukum perang dan penyelesaian
sengketa secara damai.
General treaty for the renunciation of war, 27 Agustus 1928.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Konvensi-konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik 1961 dan Hubungan Konsuler 1963.
Konvensi PBB tentang hukum laut, 1982.

2. Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan berasal dari prakti Negara-negara melalui sikap dan tindakan yang
diambilnya terhadap suatu persoalan. Terbentuknya suatu hukum kebiasaan didasari oleh Praktik

yang sama, dijalankan secara konstan tanpa adanya pihak yang menentang serta diikuti oleh
banyak negara.
3. Prinsip-prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip hukum umum yang dimaksud adalah dasar-dasar sistem hukum pada
umumnya,yang berasal dari asas hukum Romawi. Menurut Sri Setianingsih Suwardi, S.H.,
fungsi prinsip-prinsip hukum umum ini terdiri atas tiga hal berikut :
1. Sebagai pelengkap hukum kebiasaan dan perjanjian internasional.
2. Sebagai penafsiran perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.
3. Sebagai pembatas perjanjian internasional dan hukum kebiasaan.
4. Yurisprudensi dan Anggapan-anggapan Para Ahli Hukum Internasional
Yurisprudensi Internasional ( Judicial Decisions ) dan anggapan-anggapan para ahli
hukum internasional hanya digunakan untuk membuktikan dipakai tidaknya kaidah hukum
internasional berdasarkan sumber hukum primer, seperti perjanjian internasional, kebiasaan
internasional, dan prinsip-prinsip hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional.
Oleh karena itu, apabila terjadi perselisihan internasional, banyak yang segan menyelesaikan
masalahnya melalui pengadilan internasional. Mahkamah internasional tidak berwenang
memaksa negara yang berselisih untuk membawa masalahnya ke hadapan pengadilan
internasional.
Anggapan-anggapan para ahli hukum internasional memilliki peranan penting sebagai
sumber hukum. Maksudnya, walaupun anggapan-anggapan itu tidak menimbulkan hukum, tetapi

dapat menjadi penting jika secara langsung dapat menyelesaikan suatu masalah hukum
internasional.

 Sumber umum hukum internasional, yaitu :
Sumber hukum internasional dapat dikategorikan dalam lima bentuk yaitu sebagai berikut :
1. Kebiasaan internasional.
2. Traktat ( Treaty ) : Perjanjian Internasional.
3. Asas hukum umum yang diakui bagi Negara-negara yang beradab.
4. Doktrin : Ajaran Para Ahli terkemuka.
5. Yuris Prudensi : keputusan hakim terdahulu yang dijadikan sebagai dasar Hukum Pengambilan
Keputusan Hakim.

5.Subjek-subjek Hukum Internasional
Berikut ini subjek-subjek hukum internasional :
a. Negara
Negara yang dapat menjadi subjek hukum Internasional adalah negara yang merdeka, berdaulat,
dan bukan merupakan bagian dari negara lain. Negara yang berdaulat artinya negara tersebut
mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh atau mempunyai kekuasaan penuh terhadap
warga negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.
b. Tahta Suci ( Vatikan )

Tahta Suci ( Heilige Stoel ) adalah Gereja Khatolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan.
Walaupun Vatikan bukan merupakan negara seperti pada umumnya, Tahta Suci mempunyai
kedudukan sama dengan sebuah negara sebagai subjek hukum internasional.
c.

Palang Merah Internasional
Kedudukan Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional diperkuat dengan
adanya beberapa perjanjian. Di antaranya, Konvensi Jenewa tentang perlindungan korban
perang.

d. Organisasi Internasional
Dalam pergaulan internasional yang menyangkut hubungan antarnegara, banyak sekali
organisasi yang diadakan ( dibentuk ) oleh negara-negara itu. Menurut perkembangannya,
organisasi internasional yang berdiri tahun 1815 dinyatakan menjadi lembaga hukum
internasional sejak Kongres Wina.
e.

Orang Perseorangan ( Individu )
Manusia sebagai individu dianggap sebagai subjek hukum internasional jika dalam tindakan atau
kegiatan yang dilakukannya memperoleh penilaian positif atau negatif sesuai kehendak damai

kehidupan masyarakat dunia. Individu juga dapat mengajukan perkara kepada Mahkamah
Arbitrase Internasional.

f.

Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa
Pemberontak dan pihak dalam sengketa dianggap sebagai salah satu subjek hukum internasional
karena merekan memiliki hak yang sama untuk :
1.) Menentukan nasibnya sendiri ;
2.) Memilih sistem ekonomi, politik, sosial sendiri ;
3.) Menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang didudukinya.
Contohnya : Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) yang melakukan perundingan dengan
Pemerintahan Indonesia di Swedia.

6. Lembaga Peradilan Internasional
a. Mahkamah Internasional
Mahkamah internasional merupakan pengadilan tertinggi dalam kehidupan
bernegara di dunia ini. Sebagai alat perlengkapan PBB, Mahkamah Internasional beranggotakan
15 orang hakim yang dapat dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Masa jabatan
para hakim Mahkamah Internasional adalah 9 tahun dengan ketentuan dapat dipilih kembali.
Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag ( Belanda ). Sebagai
pengadilan internasional, Mahkamah Internasional bertugas menyelesaikan perselisihan
internasional negara-negara anggota PBB karena semua anggota PBB adalah ipsofacto Piagam
Mahkamah Internasional menurut pasal 93 ayat 1 Piagam PBB. Ayat 2 menyatakan bahwa “
negara yang bukan anggota PBB boleh menjadi peserta dari Piagam Internasional sesuai syaratsyarat yang ditetapkan oleh Majelis Umum atas anjuran Dewan Keamanan” . Berdasarkan
ketentuan ini, Mahkamah Internasional dapat mengadili negara-negara bukan anggota PBB yang
berselisih. Mahkamah Internasional mengadili masalah yang berkenaan dengan perselisihan
kepentingan dan kepentingan hukum.
b. Pengadilan Internasional
Dalam penyelenggaraan Pengadilan Internasional, setiap negara anggota PBB
tidak diwajibkan membawa masalah perselisihan yang mereka hadapi ke pengadilan, kecuali
bagi negara-negara yang telah menandatangai optional clause. Ketentuan tersebut tercantum
dalam pasal 36 ayat 2 Piagam Mahkamah Internasional, yang menyatakan bahwa “negara-negara
peserta Piagam Mahkamah Internasional dapat menerangkan bahwa mereka mengakui
kekuasaan Mahkamakh Internasional sebagai kekuasaan yang mengikat berdasar hukum dan
dapat tidak mengikat berdasarkan perjanjian istimewa”.
Dalam hal ini, hubungan internasional mengenai proses perkara didasarkan surat
gugatan. Optional clause menunjukkan suatu langkah penting menuju suatu pengadilan
internasional yang bersifat wajib, walaupun penandatanganan negara-negara anggota hanya
mengenai penyelesaian perselisihan hukum saja.

B. SENGKETA INTERNASIONAL
1. Sebab-Sebab Sengketa Internasional
Sengketa adalah permasalah antara dua negara atau lebih
Tujuan hukum internasional ialah untuk mengatur hubungan-hubungan antarnegara
berdasarkan keadilan, perikemanusiaan, kesusilaan, baik masa perang maupun masa damai.
Hukum damai mengurus hubungan antar negara walaupun dalam keadaan damai. Peranan
hukum internasional, misalnya mengatur batas negara, mengatur hubungan diplomasi, membuat,
melaksanakan, dan menghapus traktat. Selain mengatur masalah kepentingan bersama dalam
ekonomi, sosial, dan budaya. Hukum damai juga mengatur cara memecahkan perselisihan
dengan jalan damai, seperti perundingan diplomatik dan mediasi dengan meminta pihak ketiga
sebagai perantara.
Hukum perang adalah hukum yang mengatur hubungan antarnegara yang berperang dan
menentukan larangan-larangan cara berperang. Dalam konteks hukum internasional, sengketa
internasional melibatkan hubungan antarnegara. Jika dilihat dari cakupannya, maka sengketa
internasional mencakup sengketa antarnegara dan negara, negara dan individu, negara dan
korporasi asing serta sengketa antarnegara dan kesatuan kenegaraan bukan negara. Dari beberapa
permasalahan mengenai suatu tindakan yang dapat menimbulkan sengketa internasional dapat
dibagi dalam pelanggaran internasional.

 Macam-macam Pelanggaran Internasional, yaitu :
a.

Pelanggaran Traktat atau berkenan dengan kewajiban-kewajiban kontraktual ; pengambilan hak
milik. Prinsip hukum internasional adalah bahwa “ setiap pelanggaran atas perjanjian
menimbulkan suatu kewajiban untuk mengganti rugi “
b. Pelanggaran-pelanggaran Internasional ( kesalahan-kesalahan yang tidak ada kaitannya dengan
kewajiban-kewajiban kontraktual ).
c. Klaim-klaim.
 Tindakan-tindakan yang membahayakan atau dapat membahayakan Perdamaian Internasional,
seperti :
- Agresi;
- Gangguan terhadap kemerdekaan nasional;
- Gangguan terhadap hubungan persahabatan negara-negara.

 Pelanggaran internasional yang dapat menimbulkan sengketa, yaitu :
a.

Pelanggaran agresi;

b. Mempertahankan dominasi kolonial dengan ketentuan ( yang bertentangan dengan penentuan
nasib sendiri );
c. Pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya serius terhadap larangan melakukan perbudakan ,
genocide,apartheid serta pencemaran besar-besaran terhadap atmosfer dan udara.
 Faktor yang menyebabkan terjadinya Sengketa Internasional, yaitu :
a. Faktor Ideologi, yaitu pertentangan atau sengketa Internasional yang dipicu oleh perbedaan
Ideologi. Misalnya, pertentangan antara Negara pendukung Negara Liberal dan Negara
pendukung Ideologi Sosialis-Komunis.
b. Faktor Politik, yaitu pertentangan atau sengketa antar negara yang dipicu oleh adanya
kepentingan untuk menguasai bagian wilayah Negara atau perbatasan wilayah Negara. Misalnya,
sengketa antara Malaysia dan Indonesia mengenai Pulau Sipandan dan Ligitan.
c. Faktor Ekonomi, yaitu pertentangan atau sengketa antar negara yang dipicu oleh adanya
perebutan Sumber Daya Alam ( SDA ). Misalnya ketika Amerika Serikat menyerang Irak,
banyak pengamat politik yang menduga bahwa disamping faktor politik, juga faktor ekonomi,
yaitu ingin menguasai Minyak di Timur Tengah.
d. Faktor Sosial Budaya, yaitu pertentangan atau sengketa yang terjadi karena perbedaan sosial
budaya. Misalnya, Fanatisme Budaya Arab terhadap Dunia Non-Arab sehingga terjadi
pemberontakkan dan teror ( Mesir, Iran, Aljazair, dan Libya )
e. Faktor Pertahanan dan Keamanan, yaitu pertentangan atau sengketa yang terjadi karena
masing-masing pihak mempertahankan daerahnya atau kekuasaannya. Misalnya, saat Irak
menduduki dan mempertahankan wilayah Kuwait, kemudian diserang oleh pasukan Amerika
Serikat dengan pasukan multinasional dari berbagai negara.

2. Batas Negara, Daerah Perbatasan, dan Sengketa
a.

Batas Negara dan Daerah Perbatasan
Sejak awal peradaban, manusia merasa perlu membagi dunia atas teritorial-teritorial yang
menyatukan anggota kelompok mereka dan memisahkannya dari kelompok lain. Pembagian
awal ini sering didasarkan atas luas tanah pertanian atau pengaruh pusat kota atas daerah
sekitarnya. Ketika kelompok-kelompok yang terbagi atas kerajaan mulai mengembangkan
teritiorialnya, mereka melanggar batas kerajaan lain. Perang pun pecah yang akhirnya diikuti
dengan perdamaian. Hasilnya adalah daerah transisi antardua wilayah kerajaan berupa daerah
perbatasan.
b. Sengketa
Sengketa batas negara muncul ketika suatu negara mengklaim daerah yang berdekatan dengan
negara yang lain karena hal-hal tertentu yang dimiliki oleh daerah tersebut. Hal-hal yang
dimaksud meliputi catatan sejarah atau budaya, posisi strategis, atau sumber daya ekonomi
seperti minyak bumi dan air tanah. Sengketa tidak akan terjadi sebelum konfllik militer atau
upaya diplomatik terjadi, meskipun klaim informal oleh suatu negara juga dapat menimbulkan
ketegangan.
Ada empat jenis sengketa jenis batas negara, antara lain sebagai berikut :

1.) Sengketa Posisi
Lokasi batas disengketakan oleh satu kelompok atau lebih. Suatu negara bisa tidak sepakat
tentang suatu batas karena survei yang tidak akurat atau catatan yang sudah tua, atau karena
alasan lain. Ciri-ciri geografis seperti sungai dan pegunungan sering digunakan sebagai batas
alam karena posisisnya yang pasti. Namun, dari waktu ke waktu ciri-ciri geografis ini berubah
karena proses geofisika. Sebagian Sungai Kongo yang membentuk batas antara negara Kongo
dan Republik Demokratik Kongo dipersengketakan karena pergeseran pulau dan aliran sungai.
2.) Sengketa Teritorial
Terjadi jika suatu negara mengklaim sebuah wilayah yang berada di wilayah negara lain atau
ketika batasnya dipersengketakan. Jenis sengketa ini sering terjadi karena alasan sejarah atau
budaya. Kelompok budaya tertentu mungkin telah menempati sebuah daerah dalam jangka waktu
yang lama dan mendasar klaim mereka atas hal ini. Contohnya, invasi Irak ke Kuwait tahun 1990
dan sengketa Semenanjung Bsi antara Nigeria dan Kamerun.
3.) Sengketa Sumber Daya
Sangat lazim terjadi akhir-akhir ini. Sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia juga
disebabkan adanya sumber daya minyak bumi di wilayah itu. Perubahan kecil terhadap suatu
batas atau akuisisi pulau lain yang tidak signifikan ( dalam kasus ini Pulau Sipadan dan Ligitan
oleh Malaysia ) dapat menghasilkan banyak manfaat ekonomi di bawah hukum internasional,
seperti diperolehnya Zona Ekonomi Eksklusif ( ZEE ) yang memberikan pemasukan kepada
negara di perairan internasional. Contoh lain yang mirip adalah Rockall Island di Samudera
Atlantik yang diklaim oleh Irlandia, Denmark, dan Eslandia. Selain itu, Kepulauan Spratly di
Laut Cina Selatan juga diklaim oleh tidak kurang dari enam negara.
4.) Sengketa Budaya
Terjadi jika kelompok yang berbeda secara budaya memilih untuk memisahkan diri dari
kelompok lain di wilayah mereka, bila perlu dengan menggunakan kekuatan bersenjata. Sebuah
kelompok dapat berbeda secara budaya karena berbagai faktor. Umumnya, faktor-faktor itu
adalah latar belakang suku bangsa, afiliasi agama, keyakinan politik, dan bahasa. Sengketa
budaya paling sulit diselesaikan karena mengandung nilai pribadi dan nasional.

3. Cara Menyelesaikan Sengketa Internasional
a. Metode-metode Diplomatik
1.) Negosiasi
Merupakan metode penyelesaian sengketa yang paling tradisional dan sederhana. Dalam metode
negosiasi, penyelesaian sengketa tidak melibatkan pihak ketiga. Pada dasarnya, negosiasi hanya
berpusat pada diskusi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait. Apabila kedua pihak

menemukan jalan keluar sengketa, maka setiap pihak memberikan konsesi kepada pihak lawan.
Terkadang negosiasi merupakan cara pertama sebelum para pihak menggunakan cara-cara lain.
2.) Mediasi
Merupakan bentuk lain negosiasi. Perbedaannya, mediasi melibatkan pihak ketiga yang
bertindak sebagai pelaku mediasi ( mediator ). Seorang mediator merupakan pihak ketiga
memiliki peran aktif untuk mencari solusi yang tepat dalam melancarkan terjadinya kesepakatan
di antara pihak-pihak yang bertikai. Mediasi hanya dapat terlaksana apabila para pihak
bersepakat dan mediator menerima syarat-syarat yang diberikan oleh para pihak yang
bersengketa.
3.) Inquiry
Metode ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah sengketa dengan cara mendirikan
sebuah komisi atau badan yang bersifat internasional guna mencari dan mendengarkan buktibukti yang relevan dengan permasalahan. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, badan ini dapat
mengeluarkan sebuah fakta disertai dengan penyelesaian permasalahan.
4.) Konsiliasi
Merupakan metode penyelesaian pertikaian yang bersifat internasional dalam suatu komisi yang
dibentuk oleh pihak-pihak, baik bersifat permanen atau sementara.
Perbedaan antara konsiliasi dan mediasi adalah mediasi merupakan perluasan dari negosiasi,
sedangkan konsiliasi memberikan peran bagi pihak ketiga yang setaraf dengan inquiry atau
arbitrase. Dalam konsiliasi, pencarian fakta bukanlah hal yang mutlak harus ada. Kemiripannya
dengan mediasi terletak pada penyelesaian yang diajukan tidak memiliki kekuatan memaksa.

b. Metode-metode Legal
Metode ini merupakan cara penyelesaian sengketa internasional secara yudisial ( hukum ) dalam
hukum internasional, yang tentu saja berbeda dengan sistem hukum nasional. Beberapa metode
penyelesaian secara legal adalah sebagai berikut :
1.) Arbitrase
Metode ini digunakan dalam hukum nasional dan hukum internasional. Secara tradisional,
arbitrasi digunakan dalam persoalan-persoalan hukum, biasanya dalam persengketaan mengenai
perbatasan dan wilayah. Arbitrase memberikan keleluasaan kepada para pihak yang bersengketa
untuk menentukan proses perkara. Hal ini terbukti dengan adanya kebebasan para pihak untuk
memilih arbitrator.
2.) Mahkamah Internasional
Merupakan pengadilan yang memiliki yuridiksi atas berbagai persoalan internasional.
Mahkamah Internasional berwenang untuk memutuskan suatu kasus dengan persetujuan semua
pihak yang bersengketa. Fungsi Mahkamah Internasional dinyatakan dalam Piagam PBB Pasal

38 ayat ( 1 ), yaitu memutus perkara sesuai dengan hukum internasional atau berlandaskan
sumber-sumber hukum internasional. Dalam memutus perkara, Mahkamah Internasional harus
memerhatikan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa. Bahkan, tidak
menutup kemungkinan bagi Mahkamah Internasional untuk mengunjungi objek sengketa.
Menurut Pasal 60, putusan Mahkamah Internasional bersifat final dan mengikat yang dibatasi
oleh Pasal 59, yaitu putusan hanya mengikat para pihak yang terkait. Dalam hal salah satu pihak
gagal menjalankan kewajibannya, pihak yang dirugikan dapat mengajukan ke Dewan Keamanan
( Pasal 94 ).
3.) Pengadilan-pengadilan lainnya
Salah satu persoalan hukum yang acapkali timbul dalam era globalisasi adalah persengketaan
dalam perdagangan internasional. WTO sebagai sebuah organisasi perdagangan dunia memiliki
sistem peradilan tersendiri untuk menyelesaikan sengketa. Sistem peradilan ini dibentuk tahun
1994 bersamaan dengan berdirinya WTO. Tujuannya untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait
dengan perjanjian-perjanjian perdagangan dengan menggunakan konsultasi-konsultasi
antarpihak, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.
Contoh lain adalah pengadilan yang didirikan atas dasar Konvensi Hukum Laut 1982.
Pengadilan ini ditujukan untuk menangani persoalan-persoalan yang timbul akibat hukum laut
yang baru.

4. Penyelesaian Sengketa Melalui Organisasi
a. Organisasi regional
Dalam Deklarasi Manila ( 1982 ) tentang penyelesaian sengketa secara damai, dinyatakan bahwa
sengketa dapat diselesaikan melalui organisasi regional. Contoh organisasi regional adalah
NATO, Uni Eropa, ASEAN, dan Liga Arab. Salah satu fungsi utama organisasi regional adalah
menyediakan wadah yang terstruktur bagi pemerintah negara untuk melakukan hubunganhubungan diplomatik.
b. PBB
Sebagaimana amanat Pasal 1 Piagam PBB, salah satu tujuan PBB adalah mempertahankan
perdamaian dan keamanan internasional. Tujuan tersebut sangat terkait dengan upaya
penyelesaian sengketa secara damai. Tidak mungkin perdamaian dapat tercipta apabila sengketa
antarnergara tidak terselesaikan. Oleh karena itu, sebuah mekanisme penyelesaian sengketa
merupakan hal penting demi tercapainya tujuan PBB.
Institusi PBB yang berperan penting dalam penyelesaian pertikaian secara damai adalah Dewan
Keamanan, Majelis Umum, dan Sekretaris Jenderal.

C. PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA

1. Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional ( MI ) merupakan organ hukum utama PBB yang didirikan tahun 1945
berdasarkan Piagam PBB sebagai kelanjutan Mahkamah Permanen Keadilan Internasional Liga
Bangsa-Bangsa. Lembaga ini bertugas memutuskan kasus hukum antarnegara dan memberikan
pendapat hukum kepada PBB dan lembaga-lembaganya tentang hukum internasional. Markas
besar MI terletak di Den Haag, Belanda.
Seluruh anggota PBB secara otomatis menjadi anggota MI. Sebuah negara yang bukan anggota
MI dapat menjadi pihak Statuta MI atau menggunakan MI jika menerima syarat-syarat yang
ditetapkan oleh PBB dan setuju memberikan kontribusi dana kepada MI.
Sengketa dapat dibawa ke MI melalui dua cara :
Pertama, melalui kesepakatan khusus antarpihak, yaitu semua pihak setuju mengajukan
persoalan kepada MI.
Kedua, melalui permohonan sendiri oleh suatu pihak yang bertikai. Ini terjadi, jika pemohon
percaya bahwa lawannya diwajibkan oleh syarat traktat tertentu untuk menerima yuridiksi MI
dalam hal sengketa. Atau, negara yang merupakan para pihak dalam statuta dapat menyatakan
lebih dahulu penerimaan otomatis mereka atas yurisdiksi MI untuk suatu atau seluruh jenis
sengketa hukum. Pernyataan ini dikenal sebagai menerima yurisdiksi wajib ( Compulsory
Jurisdiction ). Setelah permohonan diajukan, diadakan pemeriksaan perkara. Pemeriksaan
perkara dilakukan melalui :
a. Pemeriksaan naskah dan pemeriksaan lisan untuk menjamin setiap pihak dalam mengemukakan
pendapatnya;
b. Sidang-sidang MI terbuka untuk umum, sedangkan sidang-sidang arbitrase tertutup. Rapat-rapat
hakim-hakim MI diadakan dalam sidang tertutup.
Selanjutnya, sesuai Pasal 26 statuta, MI dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau
beberapa kamar yang terdiri atas 3 hakim atau lebih untuk memeriksa kategori tertentu atas
kasus-kasus, seperti perburuhan atau masalah-masalah yang berkaitan dengan transit dan
komunikasi.
MI memberikan pendapat hukum tentang pertanyaan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan,
dan organ serta lembaga khusus PBB lain yang telah diberi wewenang oleh Majelis Umum untuk
meminta pendapat seperti itu atau yang diizinkan oleh konstitusi.

2. Hakim dalam Mahkamah Internasional
MI terdiri atas 15 Hakim, yang masing-masing dipilih melalui Sistem Mayoritas Absolut oleh
Dewan Keamanan dan Majelis Umum, yang masing-masing mengambil suara secara
Independen. Para hakim dipilih untuk jangka waktu 9 tahun dan dapat dipilih kembali ; tidak
boleh ada dua hakim MI dari Negara yang sama.

3. Prosedur Penyelesaian
Internasional

1.)
2.)

3.)
4.)

5.)

Sengketa

Internasional

Melalui

Mahkamah

Sengketa internasional dapat diselesaikan oleh Mahkamah Internasional melalui prosedur berikut
:
Telah terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter ( kemanusiaan ) di suatu negara
terhadap negara lain atau rakyat negara lain.
Adanya pengaduan dari korban ( rakyat ) dan pemerintahan yang menjadi korban terhadap
pemerintahan dari negara yang bersangkutan karena didakwa telah melakukan pelanggaran
HAM atau kejahatan humaniter lainnya.
Pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya.
Pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan. Jika ditemui
bukti-bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, maka
pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional.
Dimulailah proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi. Sanksi dapat dijatuhkan apabila terbukti
bahwa pemerintahan atau individu yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap
konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter;
mempunyai wewenang untuk mencegah terjadinya pelanggaran itu, tetapi tidak dilakukan; dan
tidak melakukan apa-apa untuk mencegah terjadinya perbuatan itu.
Mahkamah Internasioanl memutuskan sengketa berdasarkan hukum. Keputusan dapat
dilakukan berdasarkan kepantasan dan kebaikan apabila disetujui oleh negara yang
bersengketa. Keputusan Mahkamah Internasional bersifat mengikat, final, dan tanpa banding.
Keputusan Mahkamah Internasional mengikat para pihak yang bersengketa dan hanya untuk
perkara yang dipersengketakan.
Dalam Pasal 57 statuta, hakim Mahkamah Internasional dapat mengemukakan pendapat
terpisah atau Dissenting Opinion ( pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu
keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan
tersebut ).

4. Dukungan Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan
Sengketa Internasional
Piagam PBB menciptakan mesin untuk menjaga perdamaian dan keamanan serta
menyelesaikan konflik antar Bangsa. Piagam PBB juga secara khusus mengarahkan Majelis
Umum untuk mendorong perkembangan berkelanjutan dan Kodifikasi Hukum Internasional.
Untuk menjalankan tugas ini, Majelis Umum menciptakan dua organ turunan yaitu Komisi
Hukum Internasional ( 1947 ) dan Komisi Hukum Perdagangan Internasional ( 1966 ). Selama
bertahun-tahun Komisi Hukum Internasional mempersiapkan draft traktat untuk mengkodifikasi

dan memodernsasi sejumlah topik dalam Hukum Internasional termasuk Hukum Laut, Hubungan
Diplomatik, Hubungan Konsular, Hukum Traktat antarbangsa, Hukum traktat antar bangsabangsa dan Organisasi Internasional, kekebalan Negara dari Yurisdiksi Negara lain keberlanjutan
suatu negara dalam hal traktat, serta hukum perairan air tawar internasional.
Komisi Hukum Perdagangan Internasional merumuskan hukum tentang perdagangan
internasional dan perkembangan ekonomi. Setelah disetujui oleh Majelis Umum, draft dari
komisi ini biasanya diajukan ke konferensi internasional yang diadakan PBB untuk pelaksaan
konvensi.