PENENTUAN KINERJA SUB DAS JUNGGO DALAM PENGELOLAAN DAERAH HULU DAS BRANTAS Performance Determination Junggo Sub-Watershed In Management Regional an Upstream Area Brantas Watershed

47
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

PENENTUAN KINERJA SUB DAS JUNGGO DALAM PENGELOLAAN
DAERAH HULU DAS BRANTAS
Performance Determination Junggo Sub-W atershed In M anagement Regional
an Upstream Area Brantas W atershed
Afrike Riskihadi1, Bambang Rahardi 2*, Bambang Suharto

2

1Mahasiswa

Keteknikan Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
2Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
*Email

Korespondensi : jbrahadi@ub.ac.id


ABSTRAK

Kekritisan lahan daerah aliran sungai (DAS) menimbulkan masalah pada pengelolaan DAS
berupa perubahan alih fungsi hutan yang mana secara mendasar berakibat mulai turunnya
jumlah hutan, berkurangnya sumber mata air, tererosinya lapisan tanah yang subur, timbulnya
longsor, dan pendangkalan sungai khususnya daerah hulu yang sebagian besar memiliki lereng
curam, salah satunya adalah Sub DAS Junggo yang terletak di Desa Tulung Rejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu. Tujuan penelitian adalah melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Sub
DAS Junggo menggunakan dua kriteria yaitu penggunaan lahan dan tata air. Kriteria
penggunaan lahan ditentukan dengan indikator penutupan oleh vegetasi, kesesuaian
penggunaan lahan, dan indeks erosi, sedangkan kriteria tata air ditentukan dengan indikator
debit air sungai.Penentuan kinerja Sub DAS masing-masing kriteria dan indikator kemudian
didapatkan nilai dari pembobotan dan skoring yaitu 3.15, dan Sub DAS Junggo termasuk
dalam kategori sedang. Kategori sedang menggambarkan bahwa Sub DAS Junggo memiliki
tingkat kinerja yang belum maksimal,karena masih memiliki potensi untuk terjadi kehilangan
tanah, terjadi banjir pada musim hujan dan terjadi kekeringan pada musim kemarau. Dalam
kondisi ini Sub DAS Junggo memerlukan penanganan tambahan untuk mengantisipasi
penurunan atau peningkatan kualitas dikarenakan terdapat indikator yang menunjukkan
adanya penuruna kinerja.
Kata Kunci : Daerah Aliran Sungai, Sub DAS Hulu, Kota Batu, Kinerja DAS

Abstract

Criticalitywatershedsland(DAS) to cause problemsonwatershed managementchangesof
functions ofthe forestwhich fundamentallyresulted from thedecline of the forest, reducedwater
resources, erosion offertile soil layer, landslides,andsilting riverespecially upstream areas most
of which have a steep slope, one of them is Junggo sub-watershed, it located in Tulungrejo
Village Bumiaji subdistrict of Batu city. The purpose of the research was to monitor and
evaluate performance of Junggo sub-watershed two criteriausing, namely landuse and water
management. Landuse criteria determined with indicator of vegetation, landuse of suitability,
and erosion index, while criteria of water determined with indicator of river water discharge.
Performance criteria and indicators determination Sub-watershed obtained values of weighting
and scoring is 3.15, and Junggo sub-watershed included medium category. Illustrated medium
category Junggo sub-watershed that have level performance is not maximal, because it has the
potential soil loss occurs, in raining season of floods, and dry season of dryness. Junggo subwatershed conditions require treatment to anticipate slope or increase quality because drop
exist performance indicators.
Keywords : W atershed, Sub DAS Upstream, Batu City, DAS Performance

48
Hadi, et al.


Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PENDAHULUAN

DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami. Batas di darat
berupa pemisah topografi dan batas di laut
hingga daerah perairan masih terpengaruh
aktivitas daratan. Sub DAS adalah bagian
dari DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke
sungai utama, sehingga DAS terbagi habis
di dalam Sub-sub DAS (Menurut UU
Nomor 7 Tahun2004).
Salah satu peran penting DAS yaitu
sebagai daerah tangkapan hujan dimana
fungsinya adalah sebagai penyedia air pada

musim kemarau, pengendali sedimentasi
waduk, dan pengendali banjir (Sunaryo,
2001). Kenyataannya terdapat berbagai
macam masalah yang
terjadi pada
pengelolaan daerah aliran sungai tersebut
dimana dapat menghambat fungsi DAS
yaitu contohnya berupa perubahan alih
fungsi hutan yang mana secara mendasar
berakibat mulai turunnya jumlah hutan di
lokasi ini, berkurangnya sumber mata air,
tererosinya lapisan tanah yang subur,
timbulnya longsor, pendangkalan sungai
dan pada akhirnya membawa dampak
perubahan ke arah lahan kritis.
Kekritisan lahan di DAS Brantas daerah
hulu sebagian besar terjadi di wilayah yang
memiliki lereng curam dengan kemiringan
berkisar 40-60% hingga > 60% yang berada
di

pegunungan
Anjasmoro,
Arjuno,
Panderman dan sebagian kecil Gunung
Wukir. Karena DAS Brantas sudah
teridentifikasi
memiliki
banyak
permasalahan, sehingga perlu dilakukan
pengkajian kembali terhadap masingmasing Sub DAS yang terletak di daerah
huluDAS Brantas. Salah satunya adalah Sub
DAS Junggo yang terletak di Desa Tulung
Rejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Permasalahan DAS ditinjau pada aspek
lahan disebabkan oleh tingginya tingkat
erosi
dan
sedimentasi
menyebabkan
meluasnya lahan kritis serta menurunnya

produktivitas lahan. Salah satu contohnya
adalah wilayah DAS Brantas, DAS Brantas
merupakan DAS strategis sebagai penyedia

air baku untuk berbagai kebutuhan seperti
sumber tenaga untuk pembangkit tenaga
listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain.
DAS Brantas di Jawa Timur mempunyai
panjang 320 km dan memiliki luas sebesar
12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25
% luas Propinsi Jawa Timur. Hal ini pula
yang mendasari bahwa DAS sebagai salah
satu ekosistem memiliki peran yang penting
dalam pengelolaan sumber daya air (Jasa
Tirta, 2007).
Dalam Lampiran Surat Keputusan
Menteri Kehutanan tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, bahan
monitoring dan evaluasi kinerja Sub DAS
dapat dibagi menjadi lima kriteri yaitu

penggunaan lahan, tata air, sosial, ekonomi,
dan kelembagaan (Menteri Kehutanan,
2001). Penggunaan lahan dapat ditentukan
melalui empat indikator yaitu indeks
penutupan lahan, kesesuaian penggunaan
lahan, indeks erosi, dan pengelolaan lahan.
Kriteria tata air terdiri dari empat indikator
yaitu debit air sungai, kandungan sedimen,
kandungan pencemar, dan nisbah hantar
sedimen. Kriteria sosial terdiri dari tiga
indikator yaitu
kepedulian individu,
partisipasimasyarakat,
dan
tekanan
penduduk terhadap lahan.
Kriteria
ekonomi terdiri dari empat indikator yaitu
ketergantungan penduduk terhadap lahan,
tingkat pendapatan , produktivitas lahan,

dan jasa lingkungan. Kriteria kelembagaan
terdiri
dari
empat
indikator
yaitu
pemberdayaan
lembaga
lokal/ adat,
ketergantungan
masyarakat
kepada
pemerintah, KISS (Koordinasi, Integrasi,
Sinkronisasi, Simplifikasi), dan kegiatan
usaha bersama.
Pada penelitian ini, kriteria yang
digunakan dalam monitoring dan evaluasi
kinerja Sub DAS Juggo adalah penggunaan
lahan dan tata air. Kriteria penggunaan
lahan dimaksudkan untuk memperoleh

gambaran mengenai perubahan jenis,
tingkat kesesuaian penggunaan lahan dan
erosi pada suatu Sub DAS. Indikator yang
digunakan pada penggunaan lahan ada tiga
yaitu indek penutupan lahan, kesesuaian
penggunaan lahan, dan indeks erosi.Kriteria
tata air dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan kuantitas, dan kontinuitas
aliran air dari Sub DAS bersangkutan
setelah dilaksanakan kegiatan pengelolaan

49
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Sub DAS. Indikator yang digunakan pada
tata air hanya ada satu yaitu debit air
sungai.
M ETODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Sub DAS Brantas Hulu secara geografis
terletak di 1150 17’ 0” hingga 1180 19’ 0”
Bujur Timur dan 70 55’ 30” hingga 70 57’ 30”
Lintang Selatan. Lokasi Sub DAS Junggo
berada di Desa Tulung Rejo Kecamatan
Bumiaji Kota Batu.

didapatkan dari Rahardi (2013), dan data
pendugaan erosi didapatkan dari Afsolin
(2012).
Analisis Indikator Kinerja
Indeks Penutupan Lahan

DAS

Vegetasi merupakan lapisan pelindung atau
penyangga antara atmosfer dan tanah. Suatu
vegetasi penutup tanah yang baik seperti

rumput yang tebal atau rimba yang lebat
akan menghilangkan pengaruh hujan dan
topografi terhadap erosi.
Pengolahan data pada penentuan
nilai indeks penutupan lahan, diperlukan
data luas vegetasi permanen dan luas
daerah aliran sungainya. Vegetasi permanen
merupakan tanaman yang memiliki akar
kuat, dan termasuk dalam tanaman tahunan
sedangkan luas daerah aliran sungai
merupakan luasan daerah sungai beserta
penggunaan lahan yang terdapat pada Sub
DAS.
Indeks Penutupan Lahan (IPL)
didapatkan dari data luas lahan bervegetasi
permanen (LVP) dan luas Sub DAS yang
terdapat pada peta penutupan lahan
(Persamaan 1). Berdasarkan Lampiran Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No 52/ KptsII/ 2001.

=
Gambar 1. Peta Administratif Sub DAS
Junggo

Sub





× 100%

(1)

M onitoring Kinerja Sub DAS

Monitoring pengelolaan DAS adalah proses
pengamatan
data
dan
fakta
yang
pelaksanaannya dilakukan secara periodik
dan terus menerus terhadap masalah :
jalannya kegiatan, penggunaan input, hasil
akibat kegiatan yang dilaksanakan (output),
dan faktor luar atau kendala yang
mempengaruhinya.
Data yang digunakan adalah data
sekunder yaitu peta landuse Kota Batu yang
tediri dari peta administratif, peta sungai,
peta kecamatan/ desa Batu dan data curah
hujan 2006-2012. Selain itu, data luas
vegetasi
permanen
didapatkan
dari
Bakosurtanal (2003), data luas penggunaan
lahan yang sesuairujukan kesesuaian
penggunaanlahan adalah rencana tata ruang
wilayah
atau
polarencana
RLKT)

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Sub
DAS Junggo
Kesesuaian Penggunaan Lahan

Kesesuaian penggunaan lahan (KPL)
didapatkan dari kelas masing-masing
penggunaan lahan yang ada di Sub DAS
Junggo. Penentuan kelas didasarkan pada
kelerengan, erosi serta kedalaman batuan
yang terdapat pada penggunaan lahan

50
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

tersebut, selain itu, sesuain dengan
penggunaan lahan yang dilakukan.
KPL didapatkan dari data LPS dan luas
Sub DAS diambil dari penelitian terdahulu
yaitu
Rahadi
(2013)
berdasarkan
petalanduse. KPL ditentukan berdasarkan
Lampiran
Surat
Keputusan
Menteri
Kehutanan No 52/ Kpts-II/ 2001 (Persamaan
2).

=





× 100%

(2)

Tabel 1. Erosi yang masih diperbolehkan di
Indonesia
Sifat Tanah

Tanah sangat dangkal di
atas batuan
Tanah sangat dangkal di
atas bahan telah melapuk
(tidak terkonsolidasi)
Tanah dangkal di atas
bahan telah melapuk
Tanah dengan kedalaman
sedang di atas bahan telah
melapuk
Tanah yang dalam dengan
lapisan bawah yang kedap
air, di atas substrata telah
melapuk

T (Ton ha1tahun-1)

0.0
4.8

9.6
14.4

16.8

Sumber : Arsyad, 1989
Keterangan : Berat volume tanah diasumsikan 1.2
g/ cm3, T = erosi yang diperbolehkan, kedalaman tanah
>90 cm = dalam, 50-90 cm = sedang, 25-50 cm =
dangkal, < 25 cm = sangat dangkal.

Gambar 3. Peta Kesesuaian Penggunaan
Lahan Sub DAS Junggo
Indeks Erosi

Indeks
erosi didapatkan dari data
pendugaan erosi (Ea) (Persamaan 3). Nilai
pendugaan erosi semua penggunaan lahan
dibagi dengan erosi yang diperbolehkan (T)
berdasarkan jenis tanah yang terdapat di
Sub DAS Junggo (Tabel 1).

=

× 100%

(3)

Gambar 4. Peta Nilai Pendugaan Erosi

Koefisien Regim Sungai

Koefisien Regim Sungai adalah bilangan
yang menunjukkan perbandingan antara
nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai
debit minimum (Qmin) pada suatu Sub
DAS. Data Qmaks dan Qmin diperoleh dari
nilai rata-rata debit harian (Q) dari hasil
pengamatan SPAS di Sub DAS yang
dipantau.
Pengukuran
debit
sungai
merupakaninformasi yang penting bagi
penentuan kinerjaSub DAS. Debit puncak
(banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir, sementara data
debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air
untuk berbagai macam keperluan, terutama
pada musim kemarau panjang. Debit aliran
rata-rata tahunan dapat memberikan
gambaran potensi sumberdaya air yang
dapat dimanfaatkan dari suatu daerah aliran
sungai. Parameter hidrologi Sub DAS yang
di peroleh dari perbandingan antara debit
maksimum (Qmaks) dengan debit minimum
(Qmin) merupakan indikator besaran
hidrologi untuk menyatakan fungsi Sub
DAS tersebut baik atau tidak yang
kemudian dapat ditinjau dari nilai
perbandingan tersebut.
Pengukuran
debit
air
sungai
membutuhkan data curah hujan harian dan

51
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

tahunan pada Sub DAS Junggo yang
diperoleh dari Bappeda Kota Batu.
Pengolahan data di Sub DAS Junggo
menggunakan model FJ. Mock. Metode FJ.
Mock merupakan cara perhitungan simulasi
aliran
sungai
dari
data
hujan,
evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi
Sub DAS. Model ini dihasilkan dari
penelitian empiris dengan memasukkan
data hujan bulanan, evapotranspirasi
potensial bulanan dan parameter-parameter
fisik lainnya yang sifatnya juga bulanan,
sehingga menghasilkan debit aliran simulasi
bulanan.
Dalam
aplikasinya
hasil
perhitungan simulasi hujan aliran sungai
model FJ. Mock, perlu dilakukan kalibrasi
dengan data pengamatan debit jangka
pendek minimal 1 tahun untuk mengetahui
ketepatan nilai parameter sebagai input
pada model.Model FJ. Mock paling sering
digunakan terutama di daerah dengan
curah hujan tinggi sampai sedang seperti
daerah Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Bali
(Nugroho, 2011).Kriteria perhitungan model
FJ. Mockadalah: hujan, evapotranspirasi
terbatas (Et), keseimbngan air (Ds), aliran
dan simpangan air tanah, dan debit aliran
sungai.
Hasil perhitungan dari FJ. Mock
kemudian didapatkan nilai debit Qmaks
tertinggi dari tahun 2006-2012 dan Qmin
terendah dari tahun 2006-2012. Koefisien
Regim Sungai (KRS) didapatkan dari hasil
perbandingan antara Qmaks dan Qmin
(Persamaan 4).

=

(4)

Evaluasi Indikator Penentu Kinerja

Nilai persentase yang diperoleh dari
masing-masing parameter (IPL, KPL, IE, dan
KRS) ditentukan dengan standar yang telah
ditentukan (Tabel 2) untuk menentukan
kualitas daerah sungai dari masing-maing
indikator tersebut, setelah itu ditentukan
skornya untuk mengetahui kinerja Sub DAS
Junggo.

Tabel 2. Standar
Penentuan

Evaluasi

Parameter

Kategori
Parameter
No

Baik

Penentuan

Sedang
Sko

Jelek
Sko

N ilai

N ilai
r

1.

IPL

˃ 75 %

1

2.

KPL

˃ 75 %

3.

IE

˂ 50 %

4.

KRS

˂ 50

Sko
N ilai

r

r

˂ 30 %

5

3

˂ 40 %

5

3

˃ 100 %

5

3

˃ 120

5

30 – 75 %

3

1

40 – 75 %

1

50 – 100 %

1

50 -120

Sumber: Menteri Kehutanan, 2001

Penentuan kinerja Sub DAS diperoleh
dengan metode pembobotan dan skoring
yang mana hasil perhitungan akhirnya
diambil berdasarkan bobot dari masingmasing parameter dikali dengan skor
masing-masing parameter dan hasilnya
dibagi dengan total bobot dari masingmasing parameter, setelah itu ditentukan
kategorinya (Tabel 3).
Tabel 3. Klasifikasi Kategori Nilai Kinerja
DAS
No

Nilai Klasifikasi
Kinerja DAS

Kategori

1.
2.
3.
4.
5.

< 1.7
1.7 – 2.5
2.6 – 3.4
3.5 – 4.3
> 4.3

Baik
Agak Baik
Sedang
Agak Buruk
Buruk

Sumber : Menteri Kehutanan, 2001

HASIL DAN PEM BAHASAN
Penentuan Kriteria Penggunaan Lahan

Penentuan kriteria penggunaan lahan
dengan ketiga indikator yaitu IPL, KPL, dan
IE diperoleh dari beberapa parameter.
IndikatorIPL
ditentukan
berdasarkan
perbandingan antara parameter LVP dan
luas Sub DAS, Indikator KPL ditentukan
berdasarkan perbandingan parameter LPS
dan luas Sub DAS, dan indikator IE
ditentukan berdasarkan perbandingan EA
dan T (Tabel 4).

52
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Tabel 4.Hasil Analisis IPL, KPL, dan IE
Pengg
unaan
Lahan

LPS
(Sesuai)

Non
LPS
(Tdk

Luas
DA S (ha)

Ea
(Ton
ha1thun-1)

9.892
76.355
13.761

262.698
6.920
735.280

Sesuai)

1181.562

Lahan Vegetasi Tidak Permanen

PD
STH
T

9.892
76.355
13.761

-

Non
100.008
LV P
Lahan Vegetasi Permanen

HP
HA
SB
LV P

92.486
824.538
138.199
1081.554

26.331

IE
(% )

66.37
92.486
824.538
164.530

45.560
0.001
64.570

Total

1155.231
26.331
1181.562
1115.03
*T = 16.8 (Tabel 1)
Analisis:
IPL = LVP/ Luas DA S = 1081.554/ 1181.562 = 91.53%
KPL = LPS/ Luas DAS = 1155.231/ 1181.562 = 97.77%
IE = Ea/ T = 1115.03/ 16.8 = 66.37%
Keterangan :
PD : Padang Rumput, STH : Sawah Tadah Hujan, T : Tegalan, HP : Hutan
Produksi, HA : Htuan Alam, dan SB : Semak Belukar.

Vegetasi merupakan lapisan pelindung
atau penyangga antara atmosfer dan tanah.
Vegetasi yang ada diatas permukaan tanah,
seperti daun dan batang, menyerap energi
perusak hujan, sehingga mengurangi
dampaknya terhadap tanah. Sedangkan
bagian vegetasi yang ada didalam tanah,
yang terdiri atas sistem perakaran akan
meningkatkan kekuatan mekanik tanah
(Styczen and Morgan, 1995).
Penggunaan lahan di Sub DAS Junggo
Desa Tulung Rejo Kecamatan Bumiaji Kota
yang termasuk dalam LVP adalah semak
belukar, hutan produksi, dan hutan alam.
Sedangkan yang tidak termasuk dalam LVP
adalah padang rumput, tegalan, dan sawah
tadah hujan. IPLdidapatkan nilai sebesar
91.53%, dapat disimpulkan bahwa nilai
indeks tersebut termasuk dalam kategori
“ Baik” dalam fungsi penutupan vegetasi di
Sub DAS Junggo dan berdasarkan nilai
skoring yaitu 1 juga dikatakan “ Baik” .
Sehingga Sub DAS termasuk dalam Sub
DAS yang memiliki kategori “ Baik” .
Klasifikasi kemampuan lahan adalah
klasifikasi lahan yang dilakukan dengan
metode faktor penghambat. Dengan metode
ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan
diurutkan dari yang terbaik sampai yang
terburuk atau dari yang paling kecil
hambatan atau ancamanya sampai yang
terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria
untuk setiap kelas; penghambat yang
terkecil untuk kelas yang terbaik dan

berurutan semakin besar hambatan semakin
rendah kelasnya.
Menurut Sitanala Arsyad (2006), Tanah
dikelompokan dalam delapan kelas yang
ditandai dengan huruf Romawi dari I
sampai VIII. Ancaman kerusakan atau
hambatan meningkat berturut-turut dari
Kelas I sampai kelas VIII. Untuk
menerapkan dan menggunakan sistem
klasifikasi ini secara benar setidaknya
terdapat 14 asumsi yang perlu dimengerti :
Lahan kelas kemampuan I sesuai untuk
berbagai penggunaan pertanian, mulai dari
tanaman semusim (tanaman pertanian pada
umumnya), tanaman rumput, padang
rumput, hutan produksi, dan cagar alam.
Lahan kelas kemampuan II sesuai untuk
penggunaan tanaman semusim, tanaman
rumput, padang penggembalaan, hutan
produksi, dan cagar alam.Lahan kelas
kemampuan III dapat digunakan untuk
tanaman semusim dan tanaman yang
memerlukan pengolahan tanah, tanaman
rumput, padang rumput, hutan produksi,
hutan lindung, dan suaka marga satwa.
Lahan kelas IV dapat digunakan untuk
tanaman semusim, dan tanaman pertanian,
dan pada umumnya, tanaman rumput,
hutan produksi, padang penggembalaan,
hutan lindung, dan cagar alam. Lahan kelas
V mempunyai hambatan yang membatasi
pilihan macam penggunaan, dan tanaman,
dan menghambat pengolahan tanah bagi
tanaman semusim. Lahan kelas VI
mempunyai hambatan yang berat yang
menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai
untuk pengunaan pertanian. Lahan kelas VII
tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika
digunakan untuk padang rumput atau
hutan produksi harus dilakukan dengan
usaha pencegahan erosi yang berat. Lahan
kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya
pertanian, tetapi lebih sesuai untuk
dibiarkan dalam keadaan alami.
KPL didapatkan nilai sebesar 97.77%,
nilai tersebut termasuk dalam kategori
“ Baik” dan berdasarkan nilai skoringnya
yaitu 1 dikatakan “ Baik” juga. Sehingga Sub
DAS Junggo berdasarkan indikator KPL
termasuk dalam kategori “ Baik” .
Parameter erosi merupakan proses
penting dalam pembentukan suatu Sub DAS
serta memiliki konsekuensi lingkungan
yang penting di Sub DAS tersebut. Erosi

53
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

secara
alami
akan
mempengaruhi
pembentukan landskap suatu Sub DAS dan
erosi merupakan salah satu penyebab utama
degradasi lahan (Linsley et al., 1996). Selain
itu, Sub DAS yang baik adalah dengan
memiliki
kemampuan
memberikan
produktivitas lahan yang tinggi, sehingga
dapat mendukung kehidupan lingkungan,
mampu
mewujudkan
pemerataan
produktivitas di seluruh Sub DAS, dan
dapat menjamin kelestarian sumber daya
air. Semua parameter tersebut tergantung
dari erosi yang terjadi di Sub DAS tersebut.
IE didapatkan nilai sebesar yaitu
66.37%, termasuk dalam kategori “ Sedang”
dan berdasarkan nilai skoringnya yaitu 3
termasuk
dalam
kategori
“ Sedang” .
Sehingga Sub DAS Junggo menurut IE
termasuk dalam kategori “ Sedang” .
Penentuan Kriteria Tata Air
Output yang diperoleh dari Model FJ. Mock

adalah nilai debit perbulan dalam setiap
tahunnya.
Kemudian
diambil
nilai
maksimum dan nilai minimumnya dari
tahun 2006-2012 (Tabel 5).
Tabel 5. Nilai Qmax/ Qmin dan KRS Tahun
2006-2012
Tahun

2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Qmax
(Ls-1)

Qmin (Ls-1)

40.90
53.34
80.27

54.55
60.40
42.05
53.71

0.05

0.06
0.24
0.09
1.83
0.18
0.06

Sumber: Hasil Perhitungan
KRS = Qmaks tertinggi/ Qmin terendah
= 80.27/ 0.05 = 1605.4

Koefisien regim sungai didapatkan
nilai sebesar 1605.4. Hasil nilai tersebut
termasuk dalam kategori “ Jelek” karena
nilai yang didapatkan lebih besar dari 120
dan berdasarkan skornya yaitu 5 juga
termasuk dalam kategori “ Jelek.
Kinerja Sub DAS Junggo

Kinerja Sub DAS Junggo didapatkan bobot
26 %. Hasil dari perhitungan masing-masing
parameter penentuan menunjukkan bobot
dan skor (Tabel 6).

Tabel 6.Indikator Penentu Kinerja Sub DAS
Indikator /
Parameter

1.

Bobot

Skor

%

Indeks
4
1
Penutupan
Lahan (IPL)
2. Kesesuaian
4
1
Penggunaan
Lahan
3. Indeks
Erosi
8
3
(IE)
4. Koefisien Regim
10
5
Sungai (KRS)
Jumlah Total
26
10
Hasil Kinerja = 82/ 26 = 3.15
Sumber : Hasil Perhitungan

Nilai
Indikator

4

4

24
50
82

Hasil
akhir
kinerja
Sub
DAS
didapatkan nilai 3.15. Klasifikasi kategori
nilai Sub DAS Junggo memiliki kategori Sub
DAS yang “ Sedang” .
Kinerja Sub DAS tergolong sedang
menggambarkan bahwa dari keempat
indikator yang digunakan dalam penilaian
kinerja Sub DAS adalah salah satu
parameter atau lebih yang mengarah ke
penurunan kinerja. Sub DAS Junggo
memiliki penyangga pada puncak kejadian
hujan dengan penutupan lahan dan
kesesuaian
penggunaan
lahan
yang
sesuaidan penggunaan lahan berupa ruang
terbuka hijau masih tergolong baik namun
berdasarkan
erosi
tergolong
sedang
dikarenakan pelepasan air secara perlahan
yang kurang baik dan perpindahan massa
tanah karena erosi yang sudah terjadi serta
kemiringan lereng yang tinggidan rasio
Qmaks/ Qmin tergolong jelek atau dalam
mentransmisi air tidak sepenuhnya berjalan
dengan baik (Noordwijk et al., 2004).
Berdasarkan kondisi ini maka dapat
dikatakan bahwa Sub DAS Junggo memiliki
tingkat kinerja yang belum maksimal,
karena masih memiliki potensi untuk terjadi
kehilangan tanah, terjadi banjir pada musim
hujan dan terjadi kekeringan pada musim
kemarau. Sub DAS dengan kondisi ini
memerlukan penanganan tambahan untuk
mengantisipasi penurunan kualitas atau
peningkatan kualitas, dikarenakan terdapat
indikator yang menunjukkan adanya
penurunan kinerja.

54
Hadi, et al.

Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan
KESIM PULAN

Penyelenggaraan Pengelolaan
Aliran Sungai. Jakarta.

Luasan masing-masing penggunaan lahan
di Sub DAS Junggo yaitu Padang Rumput
9.892 ha, Sawah Tadah Hujan 76.355 ha,
Semak Belukar 164.53 ha, Tegalan 13.761,
Hutan Alam 824.538 ha, dan Hutan
Produksi 92.486 ha.Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan dalam penentuan
kinerja Sub DAS Junggo dengan evaluasi
kinerjanya bahwa kondisi penggunaan
lahan di Sub DAS Junggo pada tahun 2012
dapat dikatakan “ Baik” berdasarkan pada
kedua indikator penentu yaitu IPL dan KPL,
dan kinerja Sub DAS Junggo termasuk
dalam kategori “ Sedang” berdasarkan
keempat indikator penentuan (IPL, KPL, IE,
dan KRS).
DAFTAR PUSTAKA

Afsolin, Zamahsyari. 2012. Skripsi : Penilaian
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu
Terhadap Laju Erosi. FTP-UB. Malang.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.

IPB Press. Bogor.
. 2006. Konservasi Tanah dan Air.
Cetakan

Kedua.

Institut

Pertanian.

Bogor Press, Darmaga, Bogor
Jasa Tirta. 2007. Tinjauan Hidrologi dan
Sedimentasi
DAS
Kali
Brantas
Hulu.http:/ / www.hks.harvard.edu/ v

ar/ ezp_site/ storage/ fckeditor/ file/ p
dfs/ centersprograms/ centers/ mrcbg/ programs/
ssp/ docs/ events/ workshops/ 2007/ b
oundary/ Tinjauan_Hidrologi_dan_Se
dimentasi_Das_Kali_Brantas_Hulu_0
60313_Bahasa.pdf
diakses pada
tanggal 15 Oktober 2013. Pukul 22:30
WIB.
Khadiyanto, P. 2005. Tata Ruang Berbasis
Pada Kesesuaian Lahan. Edisi Pertama.

Badan
Penerbit
Universitas
Diponegoro. Semarang.
Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief. 2010. Tata
Ruang Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Linsley, Ray K dan Joseph B Franzini. 1996.
Teknik

Sumber

Daya

Air

Jilid

2.

Erlangga, Jakarta.
Menteri Kehutanan. 2001. Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No 52/ KptsII/ 2001
Tentang
Pedoman

Daerah

Noordwijk, M.V.F., Agus, D. Suprayogo, K.
Hairiah, G. Dan Pasya. 2004. Peranan
Agroforestri Dalam M empertahankan
Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai.

Agrivita 6:1.
Nugroho, Hadisusanto. 2011. Aplikasi
Hidrologi. Penerbit Jogja Mediautama.
Malang.
Rahadi, Bambang., Elih Nurlaelih. 2013.
M odel Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Berbasis Daya Dukung Lingkungan
untuk Penataan Ruang dan Wilayah
Dalam Pemanfaatan Su berdaya Alam
yang Optimal. UB. Malang.
Sunaryo, M. T. 2001. Pengelolaan Daerah
Pengaliran sungai. M akalah Seminar
Peranan Lingkungan Dalam Pengelolaan
Daerah Pengaliran Sungai. Jakarta 24

Maret 2001. BAPEDAL. Jakarta.
Styczen, M.E. and R.P.C. Morgan. 1995.
Engineering Properties Of Vegetation. In
R.P.C. Morgan, and R.J. Rickson (eds).
Slope stabilization and
erosion
control: a bioengineering approach. E
& FN SPON.