BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe TGT terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD N Ngrombo 3 Kecamatan Tangen Kab

BAB II KAJIAN PUSTAKA KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Pembelajaran

  Secara umum, Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai “upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar (Wahyudi, 2013), dan secara lebih terinci, Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai “seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal. Menurut Depdikbud (dalam Wahyudi, 2013) kata pembelajaran adalah kata benda yang diartikan sebagai “proses, cara, menjadikan orang atau mahkluk hidup belajar”. Kata ini berasal dari kata kerja atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Dari beberapa sumber tersebut terlihat bahwa pembelajaran berpusat pada proses belajar siswa bukan berpusat pada guru.

  Slameto (2007:4) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui belajar, mengajar, dan pengalaman.Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2008:57) menyebutkan pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Darsono (2001:15) berpendapat bahwa pembelajaran itu ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

  Menurut Sudjana (1989:134) terdapat lima prinsip yang menjadi landasan pengertian pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: a.

  Pembelajaran sebagai usaha memperoleh perubahan perilaku Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama proses pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalam diri individu walaupun tidak semua perubahan perilaku individu merupakan hasil pembelajaran.

  b.

  Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara keseluruhan, perubahan perilaku sebagai hasil pembelajaran adalah meliputi semua aspek perilaku dan bukan hanya satu atau dua aspek saja. Perubahan itu meliputi aspek kognitif , afektif dan motorik.

  c.

  Pembelajaran merupakan suatu proses Prinsip ketiga ini mengandung makna bahwa pembelajaran itu merupakan suatu aktivitas yang berkesinambungan didalam aktivitas itu terjadi adanya tahapan-tahapan aktivitas yang sistematis dan terarah.

  d.

  Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya suatu tujuan yang akan dicapai Prinsip ini mengadung makna bahwa pembelajaran itu terjadi karena adanya kebutuhan yang harus di puaskan dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Belajar tidak akan efektif tanpa adanya dorongan dan tujuan.

  e.

  Pembelajaran merupakan bentuk pengalaman Pengalaman pada dasarnya adalah kehidupan melalui situasi yang ternyata dengan tujuan tertentu, pembelajaran merupakan bentuk interaksi individu dengan lingkungannya sehingga banyak memberikan pengalaman diri situasi nyata.

  Dari pendapat beberapa tokoh mengenai pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan yang baru melalui aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

2.1.1 Pengertian Matematika

  Menurut Suprapto dalam Aningsih (2012) secara etimologi kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani kuno “mathema” yang berarti pengkajian, pembelajaran ilmu. Sementara itu Riedsel, Schwartz dan Clements dalam Aningsih (2012) berpendapat bahwa matematika adalah sekedar aritmatika; (2) pendalaman masalah (problem posing) dan pemecahan masalah (problem solving); (3) aktivitas penemuan dan belajar tentang pola-pola dan hubungan; (4) bahasa; (5) suatu cara berfikir dan alat untuk berfikir; (6) dapat mengubah pokok pengetahuan; (7) digunakan oleh setiap orang; (8) matematika untuk matematika; (9) jalan untuk berfikir bebas dan mandiri.

  Herman Hudojo (1988:3), mengartikan matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya, simbol-simbol diperlukan. Simbul ini penting untuk membantu manipulasi aturan-aturan dengan operasi yang ditetapkan. Matematika berkenaan dengan konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif. Menurut Gagne (dalam Hudojo, 1988:23), dalam belajar khususnya metematika terdapat fase-fase. Fase tersebut adalah; (1) fase motivasi, yaitu fase dimana menunjukkan harapan akan tujuan yang akan dicapai, (2) fase pemahaman, yaitu fase perhatian terhadap unsur-unsur tertentu sehingga merupakan tanggapan selektif, (3) fase penguasaan, yaitu fase pengkodean untuk dimasukkan dalam ingatan, (4) fase ingatan, yaitu fase penyimpanan dalam ingatan, (5) fase pengungkapan kembali, yaitu fase pengetahuan yang disimpan dalam ingatan dicari kembali , (6) fase generalisasi, yaitu fase transfer pengetahuan yang dimiliki ke pengetahuan sejenis, (7) fase perbuatan, yaitu fase yang menyatakan bahwa tujuan belajar tercapai, (8) fase umpan balik, yaitu fase penguatan terhadap pencapaian tujuan belajar. Fase ini dalam kenyataannya sulit untuk diamati, dan kebanyakan peserta didik tidak menyadari telah mengalami fase-fase ini. Ruang lingkup pada mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek- aspek sebagai berikut. 1) Bilangan, 2) Geometri dan pengukuran, 3) Pengolahan data.

  Tinggih (Hudojo, 2003:40) menyimpulkan “matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir dan tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur memenuhi sasaran matematika yang lain, yaitu yang ditujukan kepada hubungan pola, bentuk, dan struktur”.

  Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, maka dapat disimpulkan bahwa matematika disamping sebagai ilmu yang terstruktur yang berisikan simbol-simbol atau hal-hal yang abstrak dan deduktif, besaran dan konsep-konsep tetapi juga matematika adalah bahasa simbolis sekaligus bahasa universal yang dapat membantu manusia untuk berpikir logis, dan berpikir kritis dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

  2.1.2 Pembelajaran Matematika

  Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika (Wahyudi, 2013). Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi yang akan diajarkan dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut Wahyudi (2013) menyatakan bahwa dalam pengertian pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/ sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika sekolah. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa guru sebagai salah satu perancang proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan sedangkan matematika adalah obyek yang dibahas dalam pembelajaran tersebut.

  2.1.3 Hasil Belajar

  Menurut W.S Winkel (2007) dalam bukunya Psikologi Pengajaran, dikutip bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental yang berlangsung

  • – dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan
Perubahan itu bersikap konstan atau tetap dan tahan lama. Para ahli teori belajar modern menyatakan bahwa hasil belajar pada dasarnya adalah suatu kemampuan yang berupa ketrampilan dan perilaku baru, sebagai akibat dari latihan atau pengalaman. Sudjana (dalam Vita, 2012) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Arikunto (dalam Yunita, 2014) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diamati dan diukur, sedangkan menurut Nasution 1999 (dalam Subiyatmi 2012) hasil belajar adalah segala sesuatu yang dapat dilakukan atau dikuasai siswa sebagai hasil pembelajaran.

  Menurut Sudjana (dalam Yunita, 2014) hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri berikut : a.

  Kepuasan dan kebanggan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar instrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya mempertahankan apa yang telah dicapai.

  b.

  Menambah keyakainan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

  c.

  Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.

  d.

  Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh, yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif dan ranah psikomotorik, ketrampilan atau perilaku e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan

  Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dapat diamati dan diukur sebagai hasil belajar dan penguasaan pengetahuan yang dicapai siswa dalam segi kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari pembelajaran yang telah dilakukan.

2.2 Model Pembelajaran

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran

  Menurut Komaruddin (Sagala, Syaiful, 2006: 175) model diartikan

  sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan . Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau

  desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan interferensi- interferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau peristiwa; (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya.

  Model mengajar menurut Joyce dan Weil (Sagala, Syaiful 2006: 176) adalah

  “suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multimedia dan bantuan belajar melalui program komputer”. Menurut Toeti Soekamto dan Winataputra (1995:78)

  mendefinisikan „model pembelajaran‟ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

  Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah langkah atau prosedur yang sistematis yang merupakan deskripsi dari lingkungan belajar agar bisa mendapatkan pengalaman belajar siswa dan dapat mencapai tujuan awal pembelajaran.

2.2.2 Model Cooperative Learning

2.2.2.1 Pengertian Cooperative Learning

  Teori yang melandasi cooperative learning adalah teori konstrustivisme. Pada dasarnya pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisikannya bila perlu (Soejadi 2000). Menurut Slavin 2007 (dalam Dr. Rusman 2010: 201), cooperative learning menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam teori konstruktivisme ini pembelajaran siswa ditekankan pada masalah masalah kompleks untuk dicari solusinya.

  Cooperative learning bukanlah hal yang baru, dalam belajar

  kooperatif siswa dibentuk dalam kelompok

  • – kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerjasama dalam menguasai materi yang diberikan guru (Slavin, 1995: Eggen & Kauchak dalam Trianto 2009). Artzt dan Newman 1990 : 448 (dalam Trianto 2009) menyatakan dalam cooperative

  learning siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelasaikan

  tugas

  • – tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi setiap anggota kelompok memiliki tanggungjawab yang sama untuk keberhasilan kelompok.

  Siahaan 2005:2 (dalam Dr.Rusman 2010) lima unsur esensial yang ditekankan dalam cooperative learning, yaitu: (a) saling ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face-to-face interaction), (c) tanggung jawab individu (individual responsibility), (d) keterampilan social (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group processing ). diperlukan karena dalam situasi belajar sering

  Cooperative Learning

  terlihat sifat individualistis siswa. Siswa cenderung berkompetensi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, inklusif, introfert, kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling sikut, dan mudah terprovokasi (Dr. Rusman 2010).

  Model cooperative learning merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (dalam Trianto 2009) dinyatakan bahwa: (1) penggunaan cooperative learning dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan social, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) cooperative

  

learning dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis,

  memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran cooperative

  learning diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

  Dr. Rusman 2010, karakteristik atau ciri-ciri cooperative learning dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

  Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

  b.

  Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen seperti yang telah kita pelajari pada bab sebelumnya mempunyai tiga fungsi, yaitu: (1) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa cooperative learning dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. (2) Fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa cooperative

  learning memerlukan perencanaan yang matang agar proses

  pembelajaran berjalan dengan efektif. (3) fungsi manajemen sebagai control, menunjukkan bahwa dalam cooperative learning perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun nontes.

  c.

  Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan cooperative learning ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, cooperative learning tidak akan mencapai hasil yang optimal.

  d.

  Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.2.2.2 Unsur Penting dan Prinsip Utama Cooperative Learning

  Menurut Johnson (1994) dan Sutton (1992) dalam Trianto (2011), terdapat lima unsur penting dalam cooperative learning, yaitu : a.

  Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai adil terhadap suksesnya kelompok.

  b.

  Interaksi antara siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

  c.

  Tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat h anya sekadar “membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

  d.

  Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dengan kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan e.

  Proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendisikusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model cooperative

  learning , model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang

  membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995)dalam Trianto (2011), adalah sebagai berikut: a.

  Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.

  b.

  Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.

  Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.

  c.

  Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.

2.2.2.3 Langkah – langkah Cooperative Learning

  Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan cooperative learning (Ibrahim ddk 2000:10 dalam Trianto 2010).

Tabel 2.1 Langkah-langkah Cooperative Learning Fase Tingkah Laku Guru

  Fase I Guru menyampaikan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai dalam memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

  Fase II Guru menyajikan informasi kepada Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat jalan bacaan

  Fase III Guru menjelaskan kepada siswa Mengorganisasikan siswa bagaiamana cara membentuk kelompok kedalam kelompok kooperatif belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

  • – Fase IV Guru membimbing kelompok

  Membimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka bekerja dan belajar mengerjakan tugas mereka Fase V Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

  Evaluasi materi yang telah dipelajari atau masing

  • – masing kelompok memperesentasikan hasil kerjanya

  Fase VI Guru mencari cara

  • – cara untuk Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.2.2.4 Variasi Dalam Model Cooperative Learning

  Walaupun prinsip dasar cooperative Learning tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investasi Kelompok (Teams Games Tournament atau TGT), dan pendekatan structural yang meliputi Think Pair Share (TPS), dan Number

  Head Together (NHT).

2.2.3 Pengertian Teams Games Tournament (TGT).

  Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe cooperative Learning yang menempatkan siswa dalam kelompok

  • – kelompok kecil yang beranggotakan 2 sampai 5 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.

  TGT juga membagi siswa dalam tim belajar yang beranggotakan 4 orang yang merupakan campuran menurut tungkat kinerja, jenis kelamin, dan suku (Slavin 1994 dalam Zaenudin 2011). Dalam TGT, siswa memainkan permainan dengan anggota

  • – anggota kelompok lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

2.2.3.1 Komponen TGT

  Menurut Ismail (2002 ) ada lima komponen utama dalam TGT yaitu : a. Penyajian kelas

  Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau ceranah, diskusi yang dipimpin oleh guru. Pada saat penyajian ini siswa harus benar

  • – benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan oleh guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih
baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game akan menentukan skor kelompok.

  b.

  Kelompok (team) Kelompok biasanya terdiri dari 2 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen diluhat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan rasa tau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal.

  c.

  Game Game terdiri dari pertanyaan

  • – pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan
  • – belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan pertanyaan bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor inilah yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

  d.

   Tournament

  Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa berikutnya pada meja II dan begitu seterusnya.

2.2.3.2 Langkah – langkah Pembelajaran Model TGT a.

  Secara runtut implementasi TGT terdiri dari 4 komponen utama, anatara lain : (1) presentasi guru; (2) kelompok belajar; (3) turnamen; dan (4) pengenalan kelompok (Trianto 2010).

1. Guru menyiapkan :

  • Kartu soal
  • Lembar kerja siswa
  • Alat dan bahan 2.

  Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok (setiap kelompok terdiri dari 5 orang)

3. Guru mengarahkan aturan permainan

  Adapun langkah

  • – langkahnya sebagai berikut. Seperti model STAD, pada TGT siswa ditempatkan dalam team belajar beranggotakan 5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam team mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota team telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya, selutuh siswa dikenai kuis, pada waktu ini kuis ini mereka tidak dapat saling membantu.

  b.

  Aturan (skenario) permainan Dalam satu permainan terdiri dari : kelompok pembaca kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas : (1) ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan; (2) baca pertanyaan keras

  • – keras; dan (3) beri jawaban. Kelompok penantang kesatu bertugas : menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua; (1) menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda, dan (2) cek lembar jawan. Kegiatan ini dilakukan secara bergiliran.
TEAM A A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah

  MT 1 MT 1 MT 1 MT 1

B-1 B-2 B-3 B-4 C-1 C-2 C-3 C-4

Tinggi Sedang Sedang Rendah Tinggi Sedang Sedang Rendah

  TEAM C TEAM B

Gambar 2.1 Skenario TGT

  Keterangan : MT1, MT2, MT3, MT4 : Meja tournament A-1, B-1, C-1 : Siswa berkemampuan akademik tinggi A-2, B-2, C-2 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-3, B-3, C-3 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-4, B-4, C-4 : Siswa berkemampuan akademik rendah c. Sistem penghitungan Point Tournament

  Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka sendiri, dan poin didasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasi yang laluinya sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau reward yang lain.

2.2.3.3 Kelebihan dan kelemahan Cooperative Learning tipe TGT

  Model cooperative learning tipe TGT memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (Yunita, 2014) yang merupakan kelebihan dari model cooperative learning tipe TGT antara lain : a.

  Lebih meningkatkan pencurahan waktu pada tugas b.

  Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu c. Siswa dapat menguasai materi secara mendalam d.

  Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa e. Mendidik siswa untuk berlatih sosialisasi dengan orang lain f. Motivasi belajar lebih tinggi g.

  Hasil belajar lebih baik h. Meningkatkan budi kepekaan dan toleransi

  Kekurangan dari model cooperative learning tipe TGT antara lain : a.

  Bagi guru 1.

  Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini dapat diatasi jika guru bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok.

  2. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru menguasai kelas secara menyeluruh b. Bagi siswa 1.

  Masih adanya siswa berkemampuan tinggi yang kurang terbiasa dan sulit meberikan penjelasan kepada siswa lain. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa lain.

2. Siswa sulit dikondisikan pada saat pembagian kelompok.

2.3 Kajian yang Relevan a.

  Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan Pebrianus Sepu tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif

  Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA kelas IV Semester II di SD Randuacir 01 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa TGT memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata nilai posttest siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata nilai posttest siswa kelas kontrol, yaitu 82,00>60,47, dengan nilai t sebesar 8,034 dan angka probabilitas di bawah atau kurang dari (<0,05), yaitu sebesar 0,000.

  b.

  Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan Sri Budi Warningsih tahun 2012 yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Dienes Freeplay dalam Model Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas V Semster II di SD Imbas Gugus Bekisar Tuntang Tahun Ajaran 2011/2012 ”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TGT berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar Matematika. Hal ini dibuktikan dari hasil uji t yang mempunyai nilai signifikan 0,030<0,05 atau berdasarkan t hitung < t tabel (-2,228<1,671) .

  c.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pangestuti pada tahun 2012 dengan judul “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Matematika Berdasarkan Gender Siswa Kelas IV SD Krapyak Gugus Mendhut Kabupaten Wonogiri Semester 2 Tahun

  Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan penelitian, disimpulkan tidak ada pengaruh pembelajaran TGT terhadap hasil belajar Matematika berdasarkan gender. Hal ini ditunjukkan oleh tabel between-subject effect menunjukan nilai sig 0,770 dimana sig 0,770 > 0,05.

2.4 Kerangka Berfikir

  Penelitian ini akan mencari tahu apakah terdapat pengaruh yang positif dan signifikan penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe TGT terhadap hasil belajar siswa pada kelompok eksperimen. pada kelompok kontrol tetap menggunakan metode konvensional. Berikut adalah skema kerangka berfikir dalam penelitian ini.

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berfikir

  Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Pretest

  Pretest Pembelajaran Penerapan pembelajaran konvensional menggunakan TGT

  Posttest Posttest

  Hasil Belajar (TGT berpengaruh atau tidak

2.5 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis tindakan yaitu: : tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari penenerapan model cooperative learning tipe TGT terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD N Ngrombo 3 Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. : terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari penenerapan model cooperative learning tipe TGT terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD N Ngrombo 3 Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015. Dari hipotesis tersebut dapat dilihat dalam gambar 2.3 kedua sisi adalah daerah penolakan sedangkan pada lengkungan di tengah adalah daerah penerimaan .

  Daerah Daerah Penolakan H0

  Penolakan H0 Daerah Kritis Daerah a a

  Luas 1/2 Luas 1/2 Penerimaan H0 d1 d2

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 66

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahun Aj

0 0 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahu

0 0 21

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II

0 0 29

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan

1 1 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Desain dan Implementasi Jaringan Berbasis IPCOP Linux: Studi Kasus SMK Negeri 1 Salatiga

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Informasi Pemesanan Berbasis Website Menggunakan Framework Laravel: Studi Kasus UD Mini Box

0 1 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Reservasi Lapangan Futsal Berbasis Single Page Application

0 1 19