BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 IPA dan Pembelajaran IPA di SD

2.1.1.1 Pengertian IPA

  Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Abu Ahmadi dan Supatmo (2008:6) menyatakan bahwa awal dari Ilmu Pengetahuan Alam adalah pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya, kemudian mempelajarinya. Melalui IPA diharapkan siswa dapat mengetahui segala sesuatu tentang diri sendiri dan alam sekitar.

  Berikut ini merupakan definisi IPA menurut para ahli. Wahyana dalam Trianto (2013:136) mengemukakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umun terbatas pada gejala- gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Lebih lanjut Ribkahwati, dkk.

  (2012:37) menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.

  Abu Ahmadi dan Supatmo (2008:2) menjelaskan IPA sebagai suatu pengetahuan teori yang diperoleh/disusun dengan cara khas-khusus yaitu melakukan observasi eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikianlah yang dikenal dengan nama metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya adalah cara yang logis untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.

  Berdasarkan paparan mengenai pengertian IPA diatas maka menurut pemikiran penulis dapat diketahui bahwa IPA merupakan usaha manusia mempelajari tentang gejala-gejala yang terdapat di alam semesta menggunkan Pengetahuan tentang alam yang dipelajari ini didapat secara empiris atau berasal dari pengamatan langsung atas kejadian di alam. IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yang diberikan sejak tingkat Sekolah Dasar (SD).

2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD

  Jamal Ma’mur Asmani (2012:19) mengartikan kegiatan pembelajaran sebagai suatu aktifitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek belajar. Yang dimaksud subyek belajar disini adalah siswa. Pembelajaran merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan secara terus menerus selama manusia hidup. Artinya pembelajaran merupakan suatu proses yang terus berlangsung tanpa ada batasan waktu.

  Dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD guru harus mampu

menciptakan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Menurut Sumaji

dkk. (1998:34) Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk

memupuk pengertian, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia dimana

mereka hidup. Dengan adanya pendidikan IPA diharapkan peserta didik dapat

  mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, kemudian dapat menerapkan apa yang telah dipelajari di dalam kehidupan sehari-hari.

  Menurut Usman Samatowa (2010:104) tujuan utama pembelajaran IPA SD

adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life

skills) sebagai warga negara. Lebih jelasnya sesuai dengan Permendiknas No. 22

  tahun 2006 mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

  2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

  4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,memecahkan masalah dan membuat keputusan.

  5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga danmelestarikan lingkungan alam.

  6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannyasebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

  Penerapan pembelajaran IPA di SD bukan tanpa alasan. Sumaji dkk. (1998:35) menjabarkan tujuan IPA menjadi 7 fungsi, yaitu: 1.

  Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. ketrampilan-ketrampilan dalam memperoleh,

  Mengembangkan mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA.

  3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunkan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

  4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya, sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan penciptanya.

  5. Memupuk daya kreatif dan inovativ siswa.

  6. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bisang

  IPTEK, 7. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

  Pelaksanaan pembelajaran IPA di SD mempunyai batasan-batasan materi yang mendasar. Adapun batasan-batasan atau ruang lingkup bahan kajian IPA sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 untuk SD/MI meliputi aspek- aspek berikut:

  1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

  2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.

  3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

  4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda- benda langit lainnya.

  Ruang lingkup pembelajaran IPA dan tujuan pembelajaran IPA mempunyai

hubungan yang signifikan. Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA digunakan

  untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk memperjelas ruang lingkup pembelajaran IPA pemerintah menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sampetan, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (IPA) pada mata pelajaran IPA. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas IV semester II sebagai berikut ini (KTSP 2006).

  

Tabel 1

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

  Kelas IV Semester II

  

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  10. Memahami perubahan lingkungan

  10.1Mendeskripsikan berbagai fisik dan pengaruhnya terhadap penyebab perubahan lingkungan daratan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut).

  10.2Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

  Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran yang baik, cenderung menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu pemilihan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa sangat diperlukan untuk menciptakan pembelajaran yang baik.

2.1.2 Hakikat Pendekatan Scientific

  Rusman (2011:132) mengartikan pendekatan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy Kellen dalam Rusman (2011:132) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered

  

approaches ), dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered

approaches ). Pada pembelajaran yang berpusat pada guru dalam pelaksanaan

  kegiatan pembelajaran yang menjadi pemeran utama adalah guru, guru lebih aktif dibandingkan dengan siswa yang diajar. Namun berbeda halnya dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa karena dengan pendekatan ini merupakan pendekatan yang mengutamakan keaktifan siswa dan peran guru hanya sebatas fasilitator. Salah satu jenis pendekatan yang berpusat pada siswa adalah scientific approach.

  Scientific dalam bahasa Inggris yang berarti ilmiah, sedangkan approach berarti pendekatan sehingga scientific approach disebut juga pendekatan ilmiah.

  Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific atau ilmiah.

  Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:29) menyatakan bahwa pendekatan

  

scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar

  peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

  Adapun Menurut Daryanto (2014:51) penerapan pembelajaran scaintific dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas maka menurut pemikiran penulis pendekatan scientific merupakan pendekatan yang dirancang agar peserta didik aktif mengkonstruk mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui tahapan-tahapan ilmiah sehingga siswa terdorong untuk mencari tahu informasi dari berbagai sumber melalui usahanya sendiri dan bukan hanya diberi tahu sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

  Terdapat beberapa prinsip pendekatan scientitic dalam kegiatan pembelajaran menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:34) adalah sebagai berikut : 1.

  Pembelajaran berpusat pada siswa.

  2. Pembelajaran berbentuk student self concept.

  3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

  4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

  5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa.

  6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.

  7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dan komunikasi.

  8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Selain beberapa prinsip yang telah dikemukakan Imas Kurniasih dan Berlin

  Sani diatas dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific juga terdapat beberapa tujuan. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific menurut Daryanto (2014:54) antara lain sebagai berikut: 1.

  Untuk mengaitkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

  2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.

  3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

  4. Diperoleh hasil belajar yang tinggi.

  5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

  6. Untuk mengembangkan karakter siswa. Kemudian Daryanto (2014:53) menyatakan pembelajaran dengan pendekatan scientific memiliki karakteristik sebagai berikut: 1). berpusat pada siswa, 2). melibatkan ketrampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, 3). Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya ketrampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4). Dapat mengembangkan karakter siswa.

  Berdasarkan kajian teori di atas, maka menurut pemikiran pendekatan

  scientific memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1.

  Memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.

  2. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif.

  3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi. Selain kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific juga memiliki kekurangan yaitu dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk menciptakan lingkungan belajar dengan menggunakan pendekatan scientific sehingga apabila guru tidak mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

  Sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, dan mengkomunikasikan. Berikut ini merupakan tabel tentang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific beserta kompetensi yang ingin dikembangkan.

  Tabel 2

  Sintaks Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific

  Kegiatan Belajar Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan atau tanpa alat). Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informais yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Mengumpulkan informasi/ eksperimen

  Melakukan eksperimen, membaca sumber selain buku teks, mengamati objek atau kejadian, aktivitas, wawancara dengan narasumber. Mengasosiasikan atau mengolah informasi

  Mengolah informasi yang telah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun dari hasil kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Mengkomunikasikan Menyampaikan haisl pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis maupun media lainnya. Sumber: Imas kurniasih dan Berlin Sani (2014:53-56)

  Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:64) menyatakan bahwa terdapat beberapa model pembelajaran yang dipandang dan cocok dengan prinsip-prinsip pendekatan scientifik/ilmiah antara lain model pembelajaran: Discovery Learning,

  

Problem Based Learning (PBL), Projec Based Learning, dan model-model

  pembelajaran kooperatif. Pada penelitian ini peneliti akan memfokuskan penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Pemilihan Problem Based Learning (PBL) dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa salah satu karakteristik PBL dalam pembelajaran adalah penyajian masalah yang kontekstual. Masalah yang disajikan berasal dari lingkungan sekitar peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik peserta didik yaitu adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret. Dengan demikian kemampuan memahami materi siswa akan meningkat sehingga hasil belajar juga akan meningkat pula.

2.1.3 Model Problem Based Learning (PBL)

  Agus Suprijono (2013:46) menyatakan model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun tutorial. Rusman (2011:133) menyatakan dalam pemilihan model pembelajaran terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar guru untuk memilih model pembelajaran. Pertama, pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

  

Kedua, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

  yang akan digunakan. Ketiga, pertimbangan dari sudut peserta didik yang melihat tingkat kematangan gaya belajar, minat, kondisi, dan bakat peserta didik.

  

Keempat, pertimbangan lainnya yang bersifat non tekhnis yang meliputi barapa

  jumlah model pembelajaran yang akan digunakan dan keefektifan serta efisiensi model pembelajaran yang dipilih.

  Seorang guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman belajarnya. Salah satu alternatif model yang dapat mengembangkan peran aktif siswa melalui proses pemecahan masalah adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang bahasa asingnya kerap disebut Problem Based Learning (PBL). Pada penelitian ini model pembelajaran yang akan digunakan adalah PBL.

  Menurut Jamil Suprihatinigrum (2013:65-66) PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

  Selanjutnya menurut Tan dalam Rusman (2011:229) menyatakan bahwa: PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

  Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan Pembelajaran Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar.

  Berdasarkan pengertian model Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli dapat dikaji bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah adalah model pembelajaran yang mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa melalui aktifitas pemecahan masalah yang kontekstual.

2.1.3.1 Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

  Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut: 1.

  Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

  2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

  3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

  4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

  5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

  6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.

  7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.

  8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

  9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

  10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar. Adapun karakteristik Problem Based Learning menurut Arends dalam

  Trianto (2011:349) karakteristik sebagai berikut: 1.

  Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

  2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu. Masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah dari banyak mata pelajaran.

  3. Penyeledikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

  4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentu karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar dan lain-lain) guna menjelaskan tau mewakili peyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut.

  5. Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama secara berpasangan maupun kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan.

  Lebih lanjut, Sitiava Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model

  Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.

  Belajar dimulai dengan satu masalah.

  2. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.

  3. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu.

  4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar.

  5. Menggunakan kelompok kecil 6.

  Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja. Trianto (2011:94-95) mengatakan bahwa ciri-ciri utama model Problem

  

Based Learning adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah,

  memusatkan keterkaitan antardisiplin. Ciri-ciri Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur dalam Sitiava Rizema Putra (2013:73) sebagai berikut: 1). pengajuan pertanyaan atau masalah, 2). berfokus pada keterkaitan antardisiplin ilmu, 3). penyelidikan autentik, 4). menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya, 5). kerjasama.

  Berdasarkan uraian tentang ciri dan karakteristik yang telah dipaparkan dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh guru maupun siswa, kemudian siswa memperdalam pengetahuannya untuk memecahkan masalah itu. Masalah yang disajikan bersumber dari dunia nyata. Dalam memecahkan masalah yang disajikan siswa mendapat bekal terkait dengan masalah tersebut sehingga siswa dapat

2.1.3.2 Kelebihan dan kekurangan model Problem Based Learning (PBL)

  Terdapat berbagai macam model pembelajaran. Dalam penerapan model pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar guru harus pandai memilih model yang sesuai. Setiap model mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning sebagai model pembelajaran adalah: 1). nyata dengan kehidupan siswa, 2). konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, 3). memupuk sifat kreativitas siswa, 4). meningkatkan pemahaman siswa, 5). memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

  Sedangkan menurut Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut :

  1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

  2. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  3. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata.

  4. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

  5. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Lebih lanjut Aris Shoimin (2014:132) menyatakan kelebihan Problem

  Based Learning (PBL) sebagai berikut:

  1). siswa di dorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata, b). siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas belajar, c). pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari siswa, d). terjadi aktifitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok, e). siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi, f). siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri, g). siswa memiliki kemampuan untuk melakukna komunikasi ilmiah dalam kegiatan diskusi atau resentasi hasil pekerjaan mereka, h). kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja kelompok dalam bentuk peer

  teaching . Selain mempunyai kelebihan, PBL juga mempunyai kekurangan. Sitiatava Rizema Putra menyatakan (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: 1). bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai, 2). membutuhkan banyak waktu dan dana, 3). tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL.

  Adapun menurut Aris Shoimin (2014:132) kekurangan Problem Based

  

Learning (PBL) yaitu: Pertama, PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi

  pelajaran, ada bagian guru berperan aktif menyampaikan materi. Kedua, dalam satu kelas memiliki tingkat keberagaman siswa yang tingga akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

  Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98-99) antara lain: 1). Persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks. 2). Sulitnya mencari problem yang relevan. 3). Sering terjadi pemahaman konsep. 4). Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran.

  Berdasarkan paparan diatas dapat dikaji bahwa dalam suatu model pembelajaran terdapat kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari model Problem

  

Based Learning (PBL) adalah siswa dapat memahami materi yang dipelajari

  secara efektif karena siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas penyelesaian masalah. Masalah yang disajikan tersebut berasal dari dunia nyata sehingga dapat diterapkan siswa dalam kehidupannya. Sedangkan kekurangan dari model Problem Based Learning (PBL) adalah memerlukan banyak waktu dalam kegiatan pembelajaran serta bagi siswa yang malas maka tujuan dari penerapan model ini tidak akan tercapai.

2.1.3.3 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)

  Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Sitiavana Rizema Putra (2013:79) menyatakan dalam pengelolaan Problem Based Learning (PBL), ada beberapa langkah utama yaitu: mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa agar belajar, memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

  Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:97) ada beberapa sintak pada pembelajaran PBL. Sintaks tersebut meliputi: 1). Tahap pertama orientasi siswa pada masalah, 2). Tahap kedua mengorganisasi siswa untuk belajar, 3). Tahap ketiga membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4.) Tahap keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5). Tahap kelima menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Berikut ini akan disajikan langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) menurut Ismail dalam Rusman (2011:243) yang akan disajikan pada tabel 3.

  Tabel 3

  Tahapan atau sintaks Problem Based Learning (PBL) Fase Indikatir Tingkah Laku Guru

  1 Orientasi siswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

  2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  3 Membimbing penyelidikan individual / kelompok

  Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

  4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.

  5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. Sumber: Rusman (2011:243).

2.1.3.4 Sintaks Pendekatan Scientific melalui Model Problem Based Learning (PBL)

  Dari beberapa penjabaran mengenai langkah-langkah model pembelajaran

  

Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli tersebut, maka penulis

  menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

  

Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Problem (PBL)

berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

  Pengaplikasian langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan

  

Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Learning ke dalam

  Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disajikan pada tabel 4 Pendekatan scientific dalam kegiatan pembelajaran tersebut akan dilakukan melalui model Problem Based Learning yang disusun dengan disusun dengan sintaks mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membantu investigasi kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan yang terakhir menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah. Berikut tabel implementasi pembelajaran menggunkan Pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan standar proses:

  

Tabel 4

  Pemetaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Pendekatan scaintific melalui Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

  Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

  Orientasi siswa pada √ masalah.

  Mengorganisasi siswa √ untuk belajar.

  Membantu investigasi √ kelompok.

  Mengembangkan dan √ menyajikan hasil karya.

  Menganalisis dan √ mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  

Tabel 5

  Implementasi pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA

  Sintaks PBL Langkah dalam standar proses Kegiatan Guru

  Orientasi siswa pada masalah.

  Pendahuluan Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengorientasikan siswa pada masalah. (pada tahap ini guru juga melakukan apersepsi dan orientasi kepada siswa dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengkondisikan siswa menjadi beberapa kelompok)

  Mengorganisasi siswa untuk belajar.

  Eksplorasi Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal. Membantu investigasi kelompok.

  Elaborasi Memfasilitasi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.

  Elaborasi Memfasilitasi dan mendampingi siswa menyiapkan karya yang sesuai seperti membuat laporan dan berbagi tugas dengan temannya. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Konfirmasi Bersama-sama dengan siswa membahas penyelesaian masalah, mengambil keputusan mengenai sebuah konsep yang telah dipelajari.

2.1.4 Hakikat Hasil Belajar

  Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Sejalan dengan Nana Sujana, Abdul Kodir (2010:21-22) menyataka bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan.

  Lebih lanjut pengertian belajar dikemukakan oleh Ahmad Sabri (2007:19) yang mengatakan belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek kepribadian. Kemampuan membaca dan menulis adalah contoh hasil belajar.

  Adapun menurut Hadi Satyagraha (2013:146) belajar adalah suatu proses dimana terjadi perubahan perilaku sebagai reaksi pengalaman atau situasi yang dihadapi seseorang. Selanjutnya Hergenhahn dalam Usman Samtowa (2010:104) mengartikan belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.

  Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian belajar, dapat diketahui bahwa belajar diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang secara sadar yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut berasal dari proses interaksi dengan lingkungannya.

  Antar siswa yang satu dengan siswa yang lain memiliki tipe belajar yang berbeda-beda. Oleh karena itu pengetahuan tentang tipe belajar siswa sangat penting diketahui guru agar dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif. Menurut Marno dan Idris (2008:151) pada umumnya terdapat beberapa tipe belajar siswa yaitu: 1.

  Visual, dimana dalam belajar siswa tipe ini lebih mudah belajar dengan cara melihat atau mengamati.

  2. Auditori, dimana siswa lebih mudah belajar dengan mendengarkan.

  3. Kinestetik, dimana dalam pembelajaran siswa lebih mudah belajar dengan melakukan. Tipe belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-beda. Pengetahuan seorang guru tentang tipe belajar anak didiknya sangatlah penting. Dengan mengetahui karakteristik atau tipe belajar siswa, guru mempunyai bekal dalam penyusunan rencana kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa. Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan lebih efisien dan siswa dapat lebih mudah memahami suatu materi pembelajaran sehingga hasil belajar akan meningkat.

  Nana Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menemukan pengalaman belajarnya. Pendapat lain tentang pengertian hasil belajar dikemukakan oleh Ahmad Susanto (2013:5) yang menyatakan hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar. Mulyono Abdurrahman (2003:37-38) menyebutkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Menurut Gagne dan Briggs dalam Jamil Suprihatiningrum (2013:37) hasil belajar adalah kemampuan-kemanpuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa ( learner’s performance).

  Berdasarkan pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik yang di dapat setelah melakukan kegiatan belajar. Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan di ukur adalah kemampuan yang dimiliki seseorang secara kognitif. Kemampuan kognitif siswa akan di ukur menggunakan soal atau pertanyaan dalam bentuk uraian.

2.1.5 Hubungan Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui

  Model Problem Based Learning (PBL) dengan Hasil Belajar

  Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

  

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran dimana siswa

  memiliki peran yang sangat penting. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data kemudian menyimpulkan. Jadi siswa tidak hanya sekedar mencatat, mendengar, dan menghafal suatu materi pelajaran, sedangkan peran guru hanya sebatas fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila siswa mengalami sendiri, bukan hanya menunggu informasi dari guru. Dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) ini siswa dapat berpikir sistematis serta dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah karena pembelajaran dilakukan dengan adanya rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik.

  Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang diharapkan dalam kegiatan belajar adalah perubahan yang positif. Salah satu karakteristik model

  

Problem Based Learning (PBL) adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap

  suatu materi pelajaran. Ketika pemahaman siswa terhadap materi pelajaran meningkat maka hasil belajar juga akan meningkat. Oleh karena itu, dengan adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA kelas IV pada saaat pembelajaran menggunakan pendekatan scientific melalui model

  

Problem Based Learning (PBL) diharapkan hasil belajar siswa juga akan

meningkat.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

  Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Frizta Wahyu Pety Perida yang berjudul “Upaya

  Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Sumber Daya Alam Melalui Penggunaan Model Problem Based Learning Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013”. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan materi sumber daya alam setelah menggunakan model Problem Based Learning. Hal ini nampak pada perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus sebesar 29,17%, siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi 91,7% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hasil penelitian ini disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD terutama dalam menggunakan model Problem Based Learning.

  Penelitian ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Linda Rachmawati dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas 5 SDN Pringapus 2 Kecamatan Dongko kabupaten Trenggalek pada Tahun 2011/2012

  ”. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar terhadap pelajaran IPA. Hal ini ditandai dengan peningkatan nilai pada siklus I yaitu 76,65 % menjadi 93,3 % pada siklus II.

  Berdasarkan beberapa penelitian diatas maka peneliti akan menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

2.3 Kerangka Berpikir

  Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diperoleh data bahwa hasilbelajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali tergolong masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan 55,17% atau 16 siswa dari 29 siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini bisa disebabkan karena penerapan pendekatan yang belum sesuai dan pemilihan model pembelajaran belum dapat memfasilitasi siswa untuk dapat aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga hasil belajar masih rendah.

  Pembelajaran IPA akan berjalan dengan baik jika guru dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Pembelajaarn yang demikian akan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

  

Problem Based Learning (PBL). Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan

scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) guru berperan sebagai

  fasilitator sehingga pembelajaran yang bersifat informatif dapat dihindari. Berdasarkan uraian tersebut dapat di asumsikan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan kemampuan penguasaan materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

  Problem Based Learning (PBL) diduga dapat meningkatkan hasil belajar

  IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015.

  2. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015 dapat dilakukan dengan tahapan mengorientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membantu investigasi kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas 5 SD Negeri Plumbon 01 Suruh Kabupaten Semarang Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semest

0 1 21

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Se

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 201

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 201

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas IV SDN Wedoro Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 201

0 5 74

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Minat Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Siswa Kelas V SD Negeri 1 Ampel Kabupaten Boyolali Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015

0 0 66

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahun Aj

0 0 6