PERTEMUAN I ASPEK HUKUM DAN PERAN PERAWA

PERTEMUAN I
ASPEK HUKUM DAN PERAN PERAWAT DALAM PENGOBATAN

A. Aspek Hukum Pengobatan
Memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan merupakan hak bagi semua orang
serta hak untuk memperoleh memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
Sedangkan menurut Permenkes no. 949/Th. 2000. Yang dimaksud obat atau obat jadi adalah
adalah sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk biologi dan kontrasepsi, yang slap
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan.
Obat-obat yang digunakan dalam terapi dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut :
1. Obat farmakodinamik ; adalah obat yang bekerja terhadap tuan rumah dengan jalan
mempercepat atau memperlambat proses fisiologi atau fungsi biokimia dalam tubuh,
misalnya hormone, diuretika, hipnotika, dan obat otonom.
2. Obat kemoterapeutis adalah obat yang dapat membunuh parasit dan kuman di dalam
tubuh tuan rumah. Hendaknya obat ini memiliki kegiatan farmakodinamika yang sekecilkecilnya terhadap organism tuan rumah, berkhasiat membunuh sebesar-besarnya terhadap


parasit (cacing, protozoa) dan mikroorganisme (bakteri dan virus). Obat-obat neoplasma
(onkolitika, sitostatika, obat-obat kanker) juga termasuk golongan ini.
3. Obat diagnostik ; merupakan obat yang digunakan dalam melakukan diagnosis
(pengenalan penyakit), misalnya untuk mengenal penyakit pada saluran lambung-usus
digunakan barium sulfat dan untuk saluran empedu digunakan natrium propanoat dan
asam iod organic lainnya.
Obat pada umuumnya diproduksi dan didistribusikan dengan menggunakan nama dagang
atau nama paten, yaitu nama yang menjadi milik perusahaan yang dilindungi hukum, yaitu merk
terdaftar atau proprietary name. disamping menggunakan nama dagang, obat dapat pula
diproduksi dengan menggunakan nama generic (generic atau official name), yaitu nama yang
berdasarkan Internationa Non-propietary Names yang ditetapkan oleh WHO atau nama yang
ditetapkan dalam farmakope untuk zat berkhasiat yang dikandung. Nama ini dapat digunakan
disemua Negara tanpa melanggar hak paten obat bersangkutan.
Dalam Undang-undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 Pasal 63 ayat (4) yang berbunyi
“Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu”.
B. Peran Perawat Dalam Pengobatan
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam

maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Hak dan kewajiban seorang perawat telah diatur dalam Undang-undang
Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.

Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan oleh Perawat dalam bentuk
Asuhan Keperawatan. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian interaksi Perawat dengan Klien
dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian Klien dalam
merawat dirinya.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan diwujudkan melalui pemberian pelayanan
kesehatan yang didukung oleh sumber daya kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga
non-kesehatan.

Perawat

dalam

melaksanakan

pelayanan


kesehatan

berperan

sebagai

penyelenggara Praktik Keperawatan, pemberi Asuhan Keperawatan, penyuluh dan konselor bagi
Klien, pengelola Pelayanan Keperawatan, dan peneliti Keperawatan. Pelayanan Keperawatan
yang diberikan oleh Perawat didasarkan pada pengetahuan dan kompetensi di bidang ilmu
keperawatan yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan Klien, perkembangan ilmu
pengetahuan, dan tuntutan globalisasi. Pelayanan kesehatan tersebut termasuk Pelayanan
Keperawatan yang dilakukan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, dan aman oleh
Perawat yang telah mendapatkan registrasi dan izin praktik. Praktik keperawatan sebagai wujud
nyata dari Pelayanan Keperawatan dilaksanakan secara mandiri dengan berdasarkan pelimpahan
wewenang, penugasan dalam keadaan keterbatasan tertentu, penugasan dalam keadaan darurat,
ataupun kolaborasi.

PERTEMUAN II
PENGERTIAN DALAM BIDANG FARMAKOLOGI
A. Farmakologi

Secara terminology berarti (pharmacon = obat) dan (logos = ilmu pengetahuan). Sehingga dapat
diartikan “ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu mengenai obat”. Cakupan farmakologi terdiri
dari pengetahuan tentang sejarah, sumber, sifat-sifat fisik dan kimiawi, cara pembuatan dan
pencampuran, efek fisiologi dan biokimia, mekanisme kerja, absorbs, distribusi, biotransformasi,
ekskresi, dan penggunaan obat. Farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas, dan berhubungan
dengan berbagai disiplin ilmu yang lain seperti ilmu botani, ilmu kimia, ilmu fisiologi, patologi,
dan lain-lain. Namun dengan berkembangnya pengetahuan, beberapa bidang ilmu tersebut telah
berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.
B. Farmakognosi
mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat-zat aktifnya,
begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan. Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini,
banyak phytoteurapetika baru yang mulai dikembangkan dan digunakan kembali. Misalnya
tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginko Biloba (penguat memori), bawang
putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi).
C. Biofarmasi
Biofarmasi adalah ilmu yang mempelajari / menyelidiki pengaruh-pengaruh pembuatan sediaan
atas kegiatan terapetik obat. Sekitar tahun 1960 para sarjana mulai sadar bahwa efek obat tidak
tergantung semata-mata pada fakdaritor farmakologi, melainkan juga faktor-faktor formulasi
yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh, antara lain :
a. Bentuk fisik zat aktif (amorf atau Kristal, kehalusannya)


b. Keadaan kimiawi (ester, garam, garam kompleks, dsb)
c. Zat-zat pembantu (zat pengisi, pelicin, pengikat, pelindung, dsb)
Sebelum obat yang diberikan pada pasien sampai pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat
kerjanya atau target site, obat harus mengalami banyak proses. Dalam garis besar proses-proses
ini dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu Fase Biofarmasi, Fase Farmakodinamik, Fase
Farmakokinetika. Dalam biofarmasi kita akan mengenal beberapa istilah yang berhubugan
dengan aspek biofarmasi :.
a. Ketersediaan farmasi (Pharmaceutical Ability)
Merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan oleh obat untuk melepaskan diri dari
bentuk sediaannya dan siap untuk proses absorpsi. Kecepatan melarut obat bergantung
pada bentuk sediaannya dan dapat diurutkan sebagai berikut :
Larutan > suspensi > emulsi > serbuk > kapsul > tablet > tablet salut enteric (enteric
coated) > tablet kerja panjang (long acting).
b. Ketersediaan hayati (Biological Availability)
Adalah prosentase obat yang diabsorbsi oleh tubuh dari dosis yang diberikan dan tersedia
untuk melakukan efek terapeutiknya.
c. Ketersediaan terapeutik (Therapeutical Equivalent)
Adalah syarat yang harus dipenuhi oleh suatu obat paten yang meliputi kecepatan melarut
dan jumlah kadar zat berkhasiat yang harus dicapai di dalam darah. Kesetaraan terapeutik

dapat terjadi pada pabrik yang berbeda atau pada batch yang berbeda dari produksi suatu
pabrik.
d. Bioassay dan standarisasi

Bioassay adalah cara menentukan aktivitas obat dengan menggunakan binatang
percobaan seperti kelinci, tikus, mencit, kodok, dll. Kekuatan obat
Internasional
dikembangkan,

atau IU (International Unit), tetapi setelah metode

dalam Satuan
Fisiko-Kimia

Bioassay mulai ditinggalkan, begitu pula dengan satua biologi, dan

selanjutnya kadar dinyatakan dalam gram atau milligram.
Obat yang kini masih di standarisasi secara biologi adalah insulin (menggunakan kelinci),
ACTH / Adrenocorticotropic Hormone (menggunakan tikus), antibiotic polimiksin dan
basitrasin, vitamin A dan D, factor pembeku darah, preparat-preparat antigen dan

antibody, digitalis dan pirogen.
Sebelum obat yang diberikan kepada pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat
kerjanya atau reseptor, obat harus mengalami beberapa proses secara garis besar proses-proses
ini dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu :


Fase biofarmasi : atau farmasetika adalah fase yang meliputi waktu mulai penggunaan
obat melalui mulut sampai pelepasan zat aktifnya kedalam cairan tubuh. Fase ini
berhubungan dengan ketersediaan farmasi dari zat aktifnya dimana obat siap diabsorpsi.



Fase farmakokinetik : fase yang meliputi semua proses yang dilakukan tubuh, setelah
obat dilepas dari bentuk sediaannya yang terdiri dari absorbs, distribusi, metabolism, dan
ekskresi.



Fase farmakodinamik : fase dimana obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor dan siap
memberikan efek.


Gambar 1 : fase-fase yang dilalui obat

D. Farmakokinetika
mempelajari perjalanan obat di dalam tubuh, mulai dari penyerapan (absorpsi), penyebarannya
(distribusi) ke tempat kerjanya dan jaringan lain, perombakannya (biotransformasi),
pengeluarannya (ekskresi).
Atau singkatnya, farmakokinetika adalah
dilakukan tubuh terhadap obat.

ilmu yang

mempelajari segala sesuatu yang

E. Farmakodinamik
mempelajari kegiatan obat terhadap organism hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya,
reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Secara singkatnya farmakodinamik
mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat terhadap tubuh.
F. Toksikologi
merupakan ilmu yang mempelajari efek toksik dari berbagai racun, zat kimia (termasuk obat)

lainnya pada tubuh manusia. Terutama dipelajari cara diagnosis, pengobatan dan tindakan
pencegahan terjadinya keracunan.
G. Farmakoterapi
mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini
berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antar khasiat obat, sifat fisiologi atau
mikrobiologinya dengan penyakit. Sedangkan Phytoterapi mempelajari penggunaan zat-zat dari
tanaman untuk mengobati penyakit.

PERTEMUAN III
KONSEP DASAR PENGGOLONGAN OBAT
Obat adalah obat jadi yang merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan termasuk produk
biologi dan kontrasepsi, yang slap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system
fisiologi atau keadaan patolcgi dalam rangka pencegahan,penyembuhan, pemulihan dan
peningkatan kesehatan.
Obat dibagi menurut tingkat keamanannya menjadi beberapa kelompok :
Golongan Obat
Obat Bebas

Logo


Keterangan
Dapat
digunakan

untu

Swamedikasi

Obat Bebas Terbatas

Dapat

digunakan

untuk

Swamedikasi, harus diberikan
informasi

lebih


karena

mengandung obat keras.
Obat Keras
(daftar G = Gevaarlijk)

Harus dengan resep Dokter

Jamu

Khasiat

yang

dicantumkan

merupakan khasiat empiris di
masyarakat,

belum

sepenuhnya

terstansar,

dan

belum dilakukan uji praklinik
Obat Herbal Terstandar

dan uji klinik.
Khasiat yang

dicantumkan

sudah dibuktikan dengan uji
praklinik,

sudah

terstandar,

sudah dilakukan uji praklinik,
belum lengkap dilakukan uji
Fitofarmaka

klinik.
Khasiat

yang

dicantumkan

sudah dibuktikan dengan uji
praklinik dan uji klinik, sudah
terstandar,

dan

sudah

dilakukan uji klinik dengan
lengkap (fase 1, fase 2, fase
Narkotika

3).
Harus dengan resep dokter,

(Golongan O = Opium)

dapat

mengakibatkan

ketergantungan
distribusinya
oleh pemerintah.

kuat,
dikendalikan

Psikotropika

Harus dengan resep dokter,
kadang

mengakibatkan

ketergantungan.

Obat Wajib Apotek

Obat

keras

diserahkan

yang
oleh

dapat
apoteker

dengan syarat dan ketentuan
yang

berlaku

menurut

Undang-undang.

Dapat

digunakan untuk Swamedikasi
atau pengobatan rutin.
Table 1

Tugas harian

: Penggolongan Obat

:

1. Setiap individu membawa bungkus obat dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat
tradisional (jamu, herbal terstandar, fitofarmaka), dan obat wajib apotek!
2. Buat daftar obat wajib apotek!

PERTEMUAN III
KONSEP FARMAKOKINETIK

A. Pengertian Farmakokinetik
Farmakokinetika adalah segala proses yang dilakukan tubuh terhadap obat berupa absorpsi,
distribusi, metabolism (biotransformasi), dan ekskresi. Tubuh kita dapat dianggap sebagai suatu
ruangan yang besar, yang terdiri dari beberapa kompartemen yang terpisah oleh membranmembran sel.

Sedangkan proses absorpsi, distribusi, dan ekskresi obat dari dalam tubuh

hakekatnya berlangsung dengan mekanisme yang sama, karena proses ini tergantung dari
lintasan obat melalui membrane tersebut.

Gambar 2 : skema ADME dan konsentrasi pada tempat kerja obat

Membrane sel terdiri dari suatu lapisan lipoprotein (lemak dan protein) yang mengandung
banyak pori-pori kecil, terisi dengan air. Membrane dapat ditembus dengan mudah oleh zat-zat
tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut semi permeable. Zat-zat lipofil (suka
lemak) yang mudah larut dalam lemak dan tanpa muatan listrik lebih lancar melintasinya
dibandingkan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (ion).

Adapun mekanisme pengangkutan obat untuk melintasi membrane sel ada dua cara :
1. Secara pasif, artinya tanpa menggunakan energy.


Filtrasi, melalui pori-pori kecil dan membrane misalnya air dan zat hidrofil.



Difusi, zat melarut dalam lapisan lemak dari membrane sel, contoh ion anorganik.

2. Secara aktif, artinya menggunakan energi.
Penangkutan dilakukan dengan mengikat zat hidrofil (makromolekul atau ion) pada
enzim pengangkut spesifik. Setelah melalui membrane, obat dilepaskan lagi.
Cepatnya penerusan tidak tergantung pada konsentrasi obat, contohnya glukosa, asam
amino, asam lemak, garam, besi, vitamin B1, B2, dan B12.

Gambar 3 : mekanisme pengangkutan obat untuk melintasi membrane sel

B. Absorpsi

Absorpsi obat melalui saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Karena itu
absorpsi mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak. Absorpsi
obat di usus halus selalu lebih cepat dibandingkan di lambung karena permukaan epitel usus
halus jauh lebih luas dibandingkan dengan epitel lambung. Selain itu epitel lambung tertutup
lapisan mucus yang tebal dan mempunyai tahanan listrik yang tinggi. Oleh karena itu,
peningkatan kecepatan pengosongan lambung biasanya akan meningkatkan kecepatan absorpsi
obat, dan sebaliknya. Akan tetapi perubahan dalam percepatan pengosongan lambung atau
motilitas saluran cerna biasanya tidak mempengaruhi jumlah obat yang diabsorpsi atau yang
mencapai sirkulasi sistemik, kecuali pada tiga hal berikut ini :
1. Obat yang absorpsinya lambat karena sukar larut dalam cairan usus (misalnya
digoksin, difenilhidantoin, prednisone) memerlukan waktu transit dalam saluran cerna
yang cukup panjang untuk kelengkapan absorpsinya.
2. Sediaan salut enteric atau sediaan lepas lambat yang absorpsinya biasanya kurang
baik atau inkonsisten akibat perbedaan penglepasan obat di lingkungan berbeda,
memerlukan waktu transit yang lama dalam usus untuk meningkatkan jumlah yang
diserap.
3. Pada obat-obat yang mengalami metabolisme di saluran cerna, misalnya penicillin G
dan erythromycin oleh asam lambung, levodopa dan klorpromazin oleh enzim dalam
dinding saluran cerna, pengosongan lambung dan transit gastrointestinal yang lambat
akan mengurangi jumlah obat yang diserap untuk mencapai sirkulasi sistemik. Untuk
obat yang waktu paruh eliminasinya pendek misalnya prokainamid, perlambatan
absorpsi akan menyebabkan kadar terapi tidak dapat dicapai, meskipun jumlah
absorpsinya tidak berkurang.

Absorpsi secara transport aktif terjadi terutama di usus halus untuk zat-zat makanan : glukosa
dan gula lain, asam amino, basa purin, dan pirimidin, mineral, dan beberapa vitamin. Cara ini
juga terjadi untuk obat-obat yang struktur kimianya mirip struktur zat makanan tersebut,
misalnya levodopa, metildopa, 6-merkaptopurin, dan 5-fluorourasil.
Kecepatan absorpsi obat bentuk padat ditentukan oleh kecepatan disintegrasi dan disolusinya
sehingga tablet yang dibuat oleh pabrik berbeda dapat pula berbeda bioavailabilitasnya.
Adakalanya sengaja dibuat sediaan yang waktu disolusinya lebih lama untuk memperpanjang
masa absorpsi sehingga obat dapat diberikan dengan interval lebih lama, sediaan ini disebut
sediaan lepas lambat (sustained release). Obat yang dirusak oleh asam lambung atau yang
menyebabkan iritasi lambung sengaja dibuat tidak terdisintegrasi di lambung, yaitu sediaan
salut enteric (enteric coated).
Absorpsi dapat pula terjadi di mukosa mulut dan rectum walaupun permukaan absorpsinya
tidak terlalu luas. Pemberian secara sublingual terhindar dari metabolism lintas pertama di hati
karena aliran darah dari mulut tidak melalui hati melainkan langsung ke vena kava superior.
Pemberian per rectal sering diperlukan untuk penderita yang muntah-muntah, tidak sadar, dan
pasca bedah. Metabolism lintas pertama di hati lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian per
oral karena hanya sekitar 50% obat yang diabsorpsi dari rectum akan melalui sirkulasi portal.
Namun banyak obat meniritasi mukosa rectum, dan absorpsi disana sering tidak lengkap dan
tidak teratur.

C. Distribusi

Distribusi obat didalam tubuh tergantung dari aliran darah dan ditentukan oleh sifat
fisikokimianya. Distribusi obat terdapat dalam 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam
tubuh, distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yan perfusinya
sangat baik, misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya distribusi fase kedua jauh
lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ diatas, misalnya otot,
visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini mencapai keseimbangan setelah waktu yang
lama. difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi cepat karena celah antar sel endotel kapiler
mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam
lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi kedalam sel, sedangkan obat yang tidak
larut dalam lemak akan sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama
di cairan extrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas
yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma
ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.
Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi
protein.
Obat dapat terakumulasi dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif, atau lebih sering
karena ikatannya dengan komponen intrasel yaitu protein, fosfolipid, atau nucleoprotein.
Misalnya pada penggunaan kronik, kuinakrin akan menumpuk dalam sel hati. Jaringan lemak
dapat berlaku sebagai reservoar yang penting untuk obat larut dalam lemak, misalnya thiopental.
Protein plasma juga merupakan reservoar obat. Obat yang bersifat asam terutama terikat pada
Albumin plasma, sedangkan obat yang bersifat basa pada asam αı-glikoprotein. Tulang dapat
menjadi reservoar logam berat, misalnya (Pb) atau radium, cairan transeluler misalnya asam
lambung, berlaku sebagai reservoar obat yang bersifat basa lemah akibat perbedaan pH yang

besar antara darah dan cairan lambung. Saluran cerna juga berlaku sebagai reservoar untuk obat
oral yang diabsorpsi secara lambat, misalnya obat dalam sediaan lepas lambat. Obat yang
terakumulasi ini berada dalam keseimbangan dengan obat dalam plasma dan akan dilepaskan
sewaktu kadar plasma menurun, maka adanya reservoar ini dapat memperpanjang kerja obat.
Redistribusi obat dari tempat kerjanya ke jaringan lain merupakan salah satu factor yang
dapat menghentikan kerja obat. Fenomena ini terjadi hanya pada obat yang sangat larut lemak,
misalnya thiopental. Karena aliran darah ke otak sangat tinggi maka setelah disuntikkan IV, obat
ini akan segera mencapai kadar maksimal dalam otak, tetapi karena kadar dalam plasma dengan
cepat menurun akibat difusi ke jaringan lain, maka thiopental dalam otak juga secara cepat
berdifusi kembali kedalam plasma untuk selanjutnya diretribusi ke jaringan lain.
Distiribusi dari sirkulasi ke SSP sulit terjadi karena obat harus menembus sawar khusus yang
dikenal sebagai sawar darah-otak. Endotel kapiler otak tidak mempunyai celah antarsel
maupun vesikel pinositotik, tetapi mempunyai banyak taut cekat (tight junction). Disamping itu,
terdapat sel gila yang mengelilingi kapiler otak ini. Dengan demikian obat tidak hanya harus
melintasi endotel kapiler tetapi juga membrane sel gila perikapiler untuk mencapai cairan
interstisial jaringan otak. Oleh karena itu, kemampuan obat untuk menembus sawar darah-otak
hanya ditentukan oleh, dan sebanding dengan, dengan bentuk non-ion dalam lemak. Obat yng
seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentuk ion, misalnya Ammonium kuartener atau
penicillin, dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke otak dari darah. Penicillin dosis besar
sekali dapat masuk kedalam otak, tetapi penicillin dosis terapi hanya dapat masuk kedalam otak
apabila terdapat radang selaput otak, karena permeabilitas meningkat ditempat radang. Eliminasi
obat dari otak kembali ke darah terjadi melalui 3 cara, yakni :

1. Secara transport aktif melalui epitel pleksus koroid dari cairan serebrospinal (CSS) ke
kapiler darah untuk ion-ion organic, misalnya penicillin.
2. Secara difusi pasif lewat sawar darah-otak dan sawar darah-CSS di pleksus koroid untuk
obat yang larut lemak; dan
3. Ikut bersama aliran CSS melalui vili araknoid ke sinus vena untuk semua obat dan
metabolit endogen, larut lemak maupun tidak, ukuran kecil maupun besar.
Sawar uri yang memisahkan darah ibu dan darah janin terdiri dari sel epitel vili dan endotel
kapiler janin; jadi, tidak berbeda dengan sawar saluran cerna. Karena itu, semua obat oral yang
diterima ibu akan masuk ke sirkulasi janin. Distribusi obat dalam tubuh janin mencapai
keseimbangan dengan ibu dalam waktu paling cepat 40 menit.

D. Biotransformasi
Biotransformasi atau metabolism obat adalah proses perubahan struktur kimia obat yang
terjadi dalam tubuh dan di katalisis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi
lebih polar, rtinya lebih larut air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi
melalui ginjal. Selain itu pada umumny obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat
berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama akti, lebih aktif,
atau lebih toksik. Ada obat yang merupkan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim
biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau
diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan atas reaksi fase I dan fase II. Yang termasuk
reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, hidrolisis. Reaksi fase I ini mengubah obat menjadi
metabolit yang lebih polar, yang bersifat inaktif, kurang aktif atau lebih aktif daripada bentuk

aslinya. Reaksi fase II, yang disebut juga reaksi sintetik, merupakan konjugasi obat atau
metabolit hasil reaksi fase I dengan substrat endogen misalnya asam glukoronat, sulfat, asetat,
atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih terionisasi sehingga lebih
mudah diekskresi. Metabolit hasil konjugasi biasanya tidak aktif kecuali untuk prodrug tertentu.
Tidak semua obat dimetabolisme melalui kedua fase reaksi tersebut; ada obat yang mengalami
reaksi fase I saja (satu atau beberapa macam reaksi). Tetapi kebanyakan obat dimetabolisme
melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya
dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada
isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim
metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain
misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

E. Ekskresi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh. Sehingga elimanasi tidak
dapat dipisahkan dari Ekskresi Obat.
Eliminasi juga merupakan proses pengeluaran zat/metabolit dengan tujuan menurunkan
kadar zat/metabolit dalam tubuh agar tidak menyebabkan akumulasi.

Gambar 4 : Bagian-bagian Ginjal dan Nefron

Organ yang paling penting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresikan dalam
struktur tidak berubah atau sebagai metabolit. Jalan lain yang utama adalah eliminasi obat
melalui system empedu masuk ke dalam usus kecil, obat atau metabolitnya dapat mengalami
reabsorbsi (siklus enterohepatik) dan eliminasi dalam feses (kotoran manusia). Jalur ekskresi
yang jumlah obat sedikit adalah melalui air ludah dan air susu merupakan suatu rute yang
menimbulkan masalah bagi bayi yang disusui. Zat yang menguap seperti gas anestesi berjalan
melalui epitel paru-paru.
1. Proses Metabolisme dan Eliminasi Obat dalam Tubuh
Obat-obat yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan melalui 3 jalan utama, yaitu ginjal,
paru-paru, dan sistem empedu. Ekskresi obat melalui paru hanya terjadi pada obat-obat yang
berupa gas atau cairan yang mudah menguap. Sebgian obat keluar dari tubuh melalui urine.
Beberapa obat dikeluarkan tubuh melalui hepar masuk kedalam empedu, tetapi kebanyakan di
antaranya direabsorpsi kembali melalui usus. Hanya beberapa macam obat saja yang dikeluarkan
melalui hepar atau empedu dalam jumlah yang berarti, yaitu rifampisin dan kromoglikat.
Sebagian obat juga disekresikan ke dalam kelenjar sekresi, seperti air susu ibu atau kelenjar

keringat, tetapi secara kuantitatif tidak begitu bila dibandingkan dengan ekskresi obat melalui
ginjal, kecuali obat-obat yang memengaruhi bayi yang sedang menyusui.
2. Macam-macam Jalur Eliminasi Obat
A. Eliminasi Lewat Ginjal
Ginjal merupakan organ ekskresi yang penting . ekskresi merupakan resultante dari 3 proses
antara lain :
1.Filtrasi Glomeruli
2.Sekresi dan reabsopsi oleh tubuli
3.Reabsorbsi / difusi
Peran yang diawali pada nefron yang merupakan kesatuan anatomi-fisiologi dari
ginjal.Setiap nefron (1 juta tiap ginjal) merupakan tubulus yang panjang dengan epitel
monoseluler, dan terdiri dari dua bagian dengan fungsi yang berbeda yaitu bagian glomerulus
dan bagian tubulus.Bagian glomerulus terletak pada daerah perifer ginjal di dalam korteks ginjal.
Glomerulus tersebut terbentuk dari kapsul Bowman dan tubuli nefron yang melekuk, terdiri dari
jaringan kapiler arterial.
Glomeruli ginjal merupakan keseluruhan kapsul Bowman dan glomerulus vaskuler yang
membentuk badan Malphigi yang dapat dilihat dengan mata telanjang ( berukuran 200-300 Mm).
Bagian tubulus atau tubulus renalis, diawali dengan tubulus contortus proksimalis yang terletak
dalam korteks dan kemudian membentuk kapsul Bowman. Selanjutnya adalah loop Henle yang
mengikuti nefron, tertanam cukup dalam di medula; ini didahului oleh tubulus kontortus distalis
yang terletak di dalam korteks. Tubulus distalis menyebar kedalam tubulus colengentes yang
diakhiri oleh pori uniferes dalam kantong. Urin dikumpulkan melalui ureter dan dialirkan ke
dalam vesica urinaria.

Ginjal mempunyai perfusi yang sangat besar yaitu 20% dari debit jantung atau lebih kurang
1 liter darah yang lewat tiap menit didalam arteri renalis. Pada setiap nefron terdapat 2 anyaman
kapiler yaitu glomerulus yang terdiri atas pembuluh darah arteri serta darah arteri kapiler yang
dialirkan menuju jaringan tubuler arteria-renalis. Darah vena dialirkan melalui vena renalis , dan
selanjutnya kembali pada sirkulasi umum( menuju vena cava anterior).Pentingnya permukaan
kontak dan tepi yang tipis dari endotelium vaskuler dan epitel nefron memberikan peluang
pertukaran antara darah kapiler ginjal dan cairan tubuler. Semua nefron berperan pada proses
peniadaan obat , juga pada pembentukan air kemih. Mekanisme yang sama juga terjadi pada
filtrasi glomerulus dan penyerapan kembali serta sekresi tubuler.
Fitrasi glomerulus merupakan fenomena pasif yang erat hubungannya dengan parameter
kardiovaskuler , khususnya tentang debit jantung dan tekanan arteri. Semua pengurangan
aktivitas jantung akan mengurangi debit jantung dan debit ginjal sedangkan pengurangan
tekanan arteri akan menurunkan tekanan perfusi dalam arteri renalis akan menurunkan tekanan
perfusi dalam arteri renalis dan menurunkan jumlah filtrat dan akibatnya terjadi diuresis.Filtrasi
glomerulus sangat efektif karena jumlah dan besarnya pori-pori endothelium glomerulus .
Glomerulus dapat menyaring hingga 1/5 volume plasma yang melalui lumen kapsul , volume
dari ultrafiltrat glomerulus mencapai 120-130 ml tiap menit. Besarnya pori-pori dapat
menyebabkan lolosnya sejumlah partikel dalam plasma, kecuali molekul-molekul besar dengan
berat molekul diatas 68.000. jadi ultrafiltrat dari protein plasma komposisinya sama dengan
plasma, hal ini menunjukkan bahwa proses ultrafiltrasi glomerulus terjadi secara difusi. Hampir
pada semua obat, konsentrasi zat aktif yang terdapat dalam filtrat sama dengan konsentrasi dalam
plasma. Hal itu juga berarti bahwa berkaitan dengan ikatan plasmatik , hanya satu fraksi bebas
yang terdapat dalam ultrafiltrat dan seimbang dengan fraksi dalam plasma. Beberapa molekul

obat tidak dapat berdifusi melalui membran glomerulus, karena berat molekulnya yang besar
sehingga molekul-molekul tersebut tetap tinggal dalam lumen vaskuler dan digunakan untuk
ekspansi vaskuler ( misalnya dekstran, polivinil-pirolidon dan sebagainya ).
Sekresi tubuler merupakan suatu mekanisme aktif yang ikut berperan dalam pengeluaran
senyawa asing dari tubuh bersama urin. Sekresi tubuler akan membantu pengeluaran obat-obat
tertentu secara cepat. Ada 2 sistem transport pada tubulus contortus priximal, sebagian untuk
asam-asam organik : penisilin, metabolit glukoronat atau sulfat, yang lain untuk basa-basa
organik : kinina, amonium kuarterner dan sebagainya.
Kedua sistem tersebut merupakan kriteria transpor aktif transmembran. Tidak ada tipe
transpor yang spesifik untuk suatu molekul, adnya persainagn untuk transporer yang sama dapat
terjadi antara beberapa molekul. Contoh klasik adalah penisilin dan probenesid. Penisilin
merupakan senyawa yang larut air dan mencapai tubulus proximal untuk disekresi (harga klirens
penisilina lebih besar dari penyaringan glomerulus yaitu 500 ml/menit); laju eliminasi tidak
begitu penting karena obat tersebut mempunyai batas efek terapetik dan mengharuskan penderita
disuntik ulang. Untuk memperpanjang efek terapetik maka penisilin diberikan bersama dengan
probenesid. Sistem eliminasi probenezid sama dengan sistem eliminasi penisilin, dengan adanya
persaingan pada transporter yang sama, maka probenesid akan memperlambat eliminasi penisilin
karena ionisasi probenesid yang kuat akan mencegah penyerapan kembali penisilin.Asam paraaminohipurat merupakan tipe yang sama dengan senyawa yang dikeluarkan oleh ginjal.
Pengeluarannya relatif terjadi sejak awal pengaliran darah dalam ginjal dan hal itu
menguntungkan untuk penentuan aliran darah glomerulus.

B. Ekskresi Lewat Empedu
Pengaliran darah hati menuju canaliculi biliaris serta zat aktif dan metabolitnya yang
terbentuk di dalam hati mengikuti hukum umum perlintasan membran. Difusi pasif molekulmolekul tergantung pada ukurannya, sifat fisiko-kimia serta perbedaan konsentrasi. Mekanisme
transpor aktif berperan penting pada eliminasi obat khususnya pada metabolit yang lebih polar
dibandingkan senyawa induknya seperti trurunan glokoronat. Seperti pada ginjal, pada empedu
juga terdapat 2 sistem transpor aktif transmembran. Mekanisme transpor aktif ini penting untuk
beberapa molekul antibiotika terutama tetrasiklin.hal ini karena obat dapat menembus saluran
empedu sampai konsentrasi yang cukup untuk pengobatan infeksi.
Dengan adanya cairan empedu di dalam duodenum maka zat aktif dan metabolitnya dapat
dikeluarkan melalui pembentukan garam, atau zat aktif diserap kembali di usus, jika sifat-sifat
fisiko-kimianya dapat melewati sawar usus dan masuk kembali dalm sirkulasi (siklus enterohepatik). Fenomena ini menyebabkan obat lebih lama berada di dalam tubuh dan pengeluaran
secara definitif baru terjadi melalui ginjal.
C. Eksresi Lewat Feses
Seperti diketahui zat aktif atau metabolit yang ditiadakan melalui empedu tidak mengalami
siklus entero-hepatik. Di dalam feses terdapat pula senyawa yang disekresi oleh getah saluran
cerna seperti sekresi ludah (saliva). Feses dapat pula mengandung sejumlah molekul yang
dikeluarkan oleh saluran cerna dan tidak diserap kembali oleh mukosa usus. Obat-obat tertentu
dapat digunakan untuk memerlukan efek terapi setempat pada sistem pencernaan misalnya
sulfaguanidin, bismuth.

D. Ekskresi Lewat Paru
Sistem pernafasan berperan untuk pengeluaran beberapa senyawa yang berbentuk gas atau
zat yang mudah menguap pada suhu tubuh. Gradien tekanan parsiil capillo-alveolaire yang
positif dapat mendorong terjadinya difusi pasif sehingga terjadi pengeluaran gas tersebut.
Intensitas pengeluaran melalui membran berhubungan erat dengan fenomena ventilasi yang
menjamin pembaharuan udara alveoli dan aliran darah di paru. Secara umum pada proses difusi
akan terjadi keseimbangan antara tekanan parsiil udara di dalam alveoli dan darah kapiler paru.
Penerapan fenomena difusi alveolo-kapiler misalnya pada pengujian alkohol melalui napas,
terutama bagi pengendara mobil.
E. Ekskresi Lewat Lainnya
Pengeluaran obat dari tubuh dapat mempengaruhi kerja obat meskipun secara umum dapat
dikatakan bahwa hal itu tidak terlalu berarti, kecuali pada kasus khusus misalnya eliminasi tanpa
perubahan bentuk melalui ludah. Oleh sebab itu spiramisin sering diberikan pada stomatologi.
Eliminasi yang terbatas ini kadang-kadang dapat digunakan untuk diagnosis adanya alkaloid
dalam air ludah. Pengambilan cuplikan ludah pada saat perlombaan pacuan kuda dapat
mengontrol adanya “doping” kuda dengan morfin. Selain itu warna merah dari sekresi lakrimalis
juga disebabkan oleh rifampisin. Walaupun pengeluaran obat melalui keringat telah lama dikenal
seperti jodium, brom, kinin dan sebagainya. Namun mekanisme yang terkait belum diketahui
dengan jelas, mungkin bersamaan dengan pembentukan keringat.
Bentuk yang lain dari eliminasi adalah pengeluaran zat aktif melalui air susu ibu (ASI).
Dengan mekanisme difusi dan fenomena transpor aktif maka konsentrasi obat tertentu dalam air
susu lebih tinggi dibandingkan konsentrasi plasmatik. ASI lebih asam dibanding plasma,
sehingga senyawa basa (alkaloid) dapat berdifusi dengan mudah. Molekul-molekul berukuran

kecil seperti halnya alkohol dapat segera keluar dan membuat keseimbangan dengan plasm.
Meskipun jumlah yang ditemukan kembali dalam ASI jarang yang melebihi 1% dari dosis yang
diberikan. Namun hal ini tidak dapat diabaikan karena sistem enzimatik pad bayi belum matang
benar, terutamaenzim konjugasi. Demikian pula sisitem saraf pada bayi lebih peka dibandingkan
pada orang dewasa.
Orang dewasa juga dapat mengalami masalah berkaitan dengan pengeluaran obat melalui air
susu ternak pemakaian penisilin untuk pengobatan mastitis pada sapi perah merupakan awal dari
reaksi kepekaan terhadap antibiotika pada manusia. Masalahnya tidak terbatas pada hal di atas,
sediaan-sediaan tertentu yang secara luas digunakan pada pertanian terutama yamg daya larut
lemaknya besar, seperti pestisida dan herbisida, dapat dikeluarkan melalui susu ternak.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dan toksisitas obat maka eliminasi
melalui perubahan hayati mempunyai peran yang cukup penting. Karena ginjal berperan dalam
proses eliminasi, maka mengingat kinetika obat yang dapat mencapai organ tersebut perlu
diperhatikan aturan penggunaan untuk semua obat pada penderita dengan kegagalan ginjal.Hal
yang sama terjadi pada penderita kegagalan hati dimana terjadi gangguan fungsi perubahan
hayati dan pengeluaran empedu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi obat
1. Sifat fisikokimia: BM, pKa, kelarutan, tekanan uap.
2. pH urin
3. Kondisi patologi
4. Aliran darah
5. Usia

PERTEMUAN IV
KONSEP BENTUK SEDIAAN OBAT
A. Bentuk Sediaan Obat
Bentuk sediaan obat terbagi dalam beberapa golongan bentuk sediaan, yaitu :
1. Sediaan padat
2. Sediaan setengah padat
3. Sediaan cair
4. Sediaan Gas

1. Sediaan Padat
a. Pulvis / pulveres / serbuk
Adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yg dihaluskan ditujukan utk obat
dalam atau luar. Pulveres adl serbuk yg masing2 dibungkus dg pengemas yg cocok sekali
minum. Pulvis adl bentuk jamaknya pulveres. contoh : serbuk utk obat dalam : puyer
bintang toedjoe ; serbuk utk obat luar : sulfanilamide

Gambar 5 : Contoh Obat Serbuk

b. Tablet
Adalah sediaan padat mengandung bahan obat dg atau tanpa bahan tambahan. Bahan
tambahan berfungsi sbg pengisi, pengembang, pengikat, pelicin atau fungsi lain yg cocok.
Berat tablet antara 50mg-2g, umunya sekitar 200mg-800mg.

 Tablet Salut
Adalah tablet yang disalut dengan satu atau lebih lapisan dari campuran berbagai zat
seperti damar sintetik, gom, gelatin, pengisi yang tidak larut dan tidak aktif, gula, zat
pewarna yang diperbolehkan oleh peraturan, dan kadang-kadang penambah rasa serta zat
aktif.


Tablet Bersalut Gula
Tujuannya untuk menutupi rasa, warna dan bau obat.

Gambar 6 : Contoh Obat Bersalut Gula



Tablet Salut Selaput (Film Coated)
Adalah tablet yang dilapisi lapisan selaput tipis dengan zat penyalut yang
dikenakan atau disemprotkan pada tablet.

Gambar 7 : Contoh Obat Selaput Tipis (Film Coated)



Tablet Salut Enterik
Adalah Obat yang disalut dengan zat penyalut yang relative tidak larut
dalam asam lambung, tetapi larut dalam usus halus

Gambar 8 : Contoh Obat Tablet Salut Enterik

 Tablet Effervescent
Adalah sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung gas sebagai hasil reaksi
kimia dalam larutan. Gas yang dihasilkan umumnya adalah karbondioksida (CO2). Tablet
effervescent terdiri dari campuran antara natrium bikarbonat dengan asam sitrat atau
asam tartrat yang apabila dicelupkan ke dalam air maka akan berbuih atau membentuk
gas CO2.

Gambar 9 : Contoh Obat Tablet Effervescent

 Tablet Sublingual
Adalah tablet yang digunakan dengan cara diletakkan di bawah lidah sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

Gambar 10 : Contoh Obat Sublingual

 Tablet Bukal
Tablet bukal adalah tablet yang digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi
dan gusi sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

Gambar 11 : Contoh Obat Tablet Bukal

 Tablet Lepas Lambat

Adalah sediaan tablet yang dirancang untuk memberikan aktivitas terapetik diperlama
dengan cara pelepasan obat secara terus-menerus selama periode tertentu dalam sekali
pemberian.

Gambar 12 : Contoh Obat Tablet Lepas Lambat

 Tablet Lozenges

Adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih zat aktif, umumnya dengan
bahan dasar beraroma dan manis, yang dapat membuat tablet melarut atau hancur
perlahan-lahan dalam mulut.

Gambar 13 : Contoh Obat Tablet Lozenges

 Tablet Kunyah
Adalah tablet yang dimaksudkan untuk dikunyah, memberi residu dengan rasa enak
dalam rongga mulut, mudah ditelan dan tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

Gambar 14 : Contoh Tablet Kunyah

c. Kapsul
Adalah sediaan padat yg terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yg dapat larut.
Cangkang kapsul terbuat dari gelatin, pati, atau bahan lain yang cocok.

Gambar 15 : Contoh Obat Kapsul

d. Suppositoria
Adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yg diberikan melalui rektal,
vagina, atau uretra. Sediaan ini dapat meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh.

Gambar 16 :

Contoh Obat sediaan Suppositoria

e. Pil
adalah suatu sediaan berupa massa bulat, mengandung satu atau lebih bahan obat.
berdasarkan beratnya, dibagi menjadi :
 Pil (bobot 60-300mg, bobot ideal 100- 150mg , rata-rata 120 mg).
 Boli (pil yang beratnya >300mg).
 Granula (1/3 – 1 grain; 1grain = 64,8mg).
 parvul (< 1/3grain).

Gambar 17 : Contoh Obat Sediaan Pil

f. Implant/Pellet/Susuk
adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat dengan kemurnian
tinggi (dengan atau tanpa eksipien), dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
Implan atau pelet dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh (biasanya secara subkutan)
dengan tujuan untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka
waktu lama.

Gambar 18 : Contoh Obat Sediaan Implant

2. Sediaan Setengah Padat
a. Salep
Adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan
untuk pemakaian luar sukar larut dalam air.

Gambar 19 : Contoh Sediaan Salep

b. Krim
adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung air (>60%), mudah
diserap kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
Jenis krim :


Tipe O/W, contoh: vanishing cream



Tipe W/O, contoh: cold cream

Gambar 20 : contoh Sediaan Krim

c. Pasta
Pasta merupakan salep padat, kaku, keras, dan tidak meleleh pada suhu badan maka
digunakan sebagai penutup atau pelindung.
Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk serbuk (>50%)
dengan vaselin atau paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak (gliserol,
mucilago, atau sabun).

Gambar 21 : Contoh Sediaan Pasta

d. Gel
Merupakansediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif,
merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
berikatan pada fase terdispersi.

Gambar 22 : Contoh Sediaan Gel

3. Sediaan Cair
a. Sirup
Adalah sediaan berupa larutan yg mengandung sukrosa (64-65%)
Jenis sirup :


Sirup simpleks



Sirup obat



Sirup pewangi

Gambar 23 : Contoh Sediaan Sirup

b. Sediaan Elixir
Adalah

sediaan

cair

yg

jernih,

manis,

merupakan

larutan

hidroalkoholik, terutama untuk pemakaian oral, biasanya beraroma.
Jenis eliksir:


Non-medicated elixir: bisa sebagai vehikulum



Medicated elixir: sebagai obat.

Gambar 24 : Contoh Sediaan Elixir

c. Guttea (Obat Tetes)
Merupakan sediaan cair berupa larutan, emulsi, atau suspensi, digunakan baik untuk obat
luar maupun obat dalam.
Penggunaan obat dalam dilengkapi dg alat penetes berskala.

Gambar 25 : Contoh Sediaan Guttea

d. Injeksi
Merupakan sediaan steril dan bebas pirogen yg berupa larutan, emulsi, suspensi,
maupun serbuk yg dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Gambar 26 : Contoh Obat Sediaan Injeksi

e. Enema
Adalah suatu larutan yg penggunaannya melalui rektum (anus), digunakan untuk
memudahkan buang air besar, mencegah kejang, atau mengurangi nyeri lokal.

Gambar 27 : Contoh Sediaan Enema

f. Gargarisma / Gargle
adalah sediaan obat berupa larutan yang umumnya pekat dan harus diencerkan terlebih
dahulu sebelum digunakan.
Secara umum, memiliki 2 efek :\


efek kosmetik : membersihkan, menghilangkan atau mencegah bau mulut



Sebagai terapetik : mencegah karies gigi, pengobatan infeksi

Gambar 28 : Contoh Obat sediaan Gargle

g. Douche
Adalah larutan yg digunakan secara langsung pada lubang tubuh, bermanfaat sebagai
pembersih atau antiseptik. Contoh : vaginal douche, eye douche, pharingael douche, dan
nasal douche.

Gambar 29 : Contoh Obat Sediaan Douche

h. Suspensi
Adalah sediaan cair yg mengandung bahan obat yg tidak larut dan terdispersi dalam
cairan pembawa. Dalam kemasan terdapat etiket bertuliskan “Kocok Dahulu sebelum
digunakan”.

Gambar 30 : Contoh Obat Sediaan Suspensi

i. Emulsi
Merupakan sediaan yg mengandung bahan obat cair yg tidak saling campur, distabilkan
dengan emulgator yg sesuai. Juga terdapat penjelasan “kocok dahulu sebelum digunakan”
pada kemasannya

Gambar 31 : Contoh Obat Sediaan Emulsi

j. Infusa
Adalah sediaan cair yg dibuat dari simplisia nabati menggunakan air panas (T:90°C)
selama 15 menit.

Gambar 32 : Contoh Simplisia Nabati

4. Sediaan Gas
Adalah sediaan yang dikemas dibawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang
dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.
Sediaan ini digunakan untuk pemakaiaan topical pada kulit dan juga pemakaiaan local
pada hidung (aerosol nasal), mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi)
ukuran partikel untuk aerosol inhalasi harus lebih kecil dari 10 mm, sering disebut juga “
inhaler dosis turukur “.

Gambar 33 : Contoh obat sediaan gas

PERTEMUAN V
MACAM-MACAM DOSIS

A. Definisi Dosis
Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yg dapat dipergunakan atau diberikan
kepada seorang pasien, baik untuk obat dalam maupun obat luar. Dosis obat diberikan untuk
menghasilkan efek yg diinginkan, tergantung banyak faktor, antara lain : umur, berat/bobot
tubuh, luas permukaan tubuh, jenis kelamin, kondisi penyakit pasien.
Ketentuan Umum Tentang Dosis :
1. Dosis Maksimum (DM)
Dosis ini berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari.
2. Dosis Lazim
Dosis ini merupakan petunjuk yg tdk mengikat, tetapi digunakan sebagai pedoman
umum.
3. Regimen Dosis
Jadwal pemberian dosis suatu obat..
4. Loading Dose
Dosis muatan sbg dosis awal shg tercapai kadar dalam darah yg cukup untuk
menghasilkan efek terapetik.
5. Maintenance Dose
Dosis pemeliharaan untuk mempertahankan kadar obat dalam darah agar tetap
menghasilkan efek terapetik.

B. Macam-Macam Dosis
1. Dosis terapi : takaran obat yg diberikan dlm keadaan biasa dan dpt menyembuhkan
pasien
2. Dosis minimum : takaran obat terkecil yg diberikan dan masih dpt menyembuhkan serta
tdk menimbulkan resistensi pd pasien
3. Dosis maksimum : takaran obat terbesar yg diberikan dan masih dpt menyembuhkan
serta tdk menimbulkan keracunan pd pasien
4. Dosis toksis : takaran obat dalam keadaan biasa dan dapat menyebabkan keracunan pada
pasien
5. Dosis letalis : takaran obat dlm keadaan biasa yg dapat menyebabkan kematian pada
pasien.

C. Pertimbangan Pengaturan Dosis
1. Khusus untuk pasien geriatrik dan pediatrik
2. Geriatrik : berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis terkait usia.
3. Pediatrik : memiliki bobot lebih kecil dari pasien dewasa dan sistem tubuh tertentu
belum berkembang sepenuhnya
Diperlukan beberapa pengetahuan untuk dapat menghitung dosis secara benar dengan :
1) Memahami perhitungan dosis individual bagi bayi, anak-anak, lansia, orang dengan BB
berlebih (obesitas), atau pd pasien dg fungsi ginjal/hati yg terganggu
2) Memahami satuan-satuan dosis yg digunakan dlm bidang farmasi dan cara konversinya.
3) Memahami perhitungan dosis yg harus diberikan berdasarkan sediaan obat yg ada
(tersedia)

4) Memahami cara menghitung luas permukaan tubuh
5) Menghitung sediaan obat

D. Landasan Perhitungan Dosis
Perhitungan dosis dengan mempertimbangkan beberapa hal, maka perhitungan dosis
berdasarkan 3 hal sebagai berikut :

Berdasarkan Umur

Perhitungan dosis

Berdasarkan BB

Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh

Tabel 2 : Landasan Perhitungan Dosis

1. Perhitungan Dosis Berdasarkan Umur
Perhitungan dosis berdasarkan umur tidak akurat karena tdk mempertimbangkan
sangat beragamnya bobot dan ukuran anak2 dlm satu kelompok usia . Obat bebas
untuk pediatrik : dosis dikelompokkan atas usia, spt : 2-6thn; 6-12thn;

diatas

12thn.

Bila

kurang

dari

2thn,

dinyatakan

dg

:

atas

pertimbangan dokter.
Persamaan yang digunakan :


Rumus Young (anak dibawah 8 tahun)

n = Usia dalam tahun


Rumus Dilling (anak diatas 8 tahun)

n = Usia dalam Tahun


Rumus Fried (khusus untuk bayi)

=

n
x DM Dewasa
150
 Rumus Augsberger

Rumus ini lebih tepat, tetapi lebih sulit dipraktekan :
Untuk 2-12 bulan = (m+13)%
dari D
Untuk 1-11 tahun = (4n+20)%
dari D

m = usia (bulan); n = usia (tahun); D = Dosis Dewasa

2. Perhitungan Dosis Berdasarkan Bobot
Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70kg
(154pon), Rasio antara jumlah obat yg diberikan dan ukuran tubuh mempengaruhi

konsentrasi obat di tempat kerjanya. Oleh karena itu, dosis obat mungkin perlu
disesuaikan dari dosis lazim untuk pasien kurus atau gemuk yg tidak normal.


Rumus Clark :
Dosis = Bobot (pon) x Dosis Dewasa
150

Keterangan : 1 kg = 2.2 Pon


Rumus Thremick-Fier
Dosis = Bobot (Kg) x Dosis
Dewasa



Rumus Black
Dosis = Bobot (Kg) x Dosis
Dewasa

3. Perhitungan Dosis Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh
Perhitungan Dosis Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh merupakan perhitungan dosis
yang lebih akurat ketimbang menggunakan rumus perhitungan dengan umur saja, atau
dengan berat badan saja, perhitungan dosis BSA (body surface area) ini yang sebaiknya
dilakukan terutama untuk pasien pediatric / anak-anak. Rumus perhitungan dosis BSA
merupakan turunan dari rumus Du bois and Du Bois. Berikut adalah rumusnya :

Setelah Luas permukaan tubuh (BSA) dihitung, maka dimasukkan kedalam rumus
CROWFORD-TERRY-ROURKE dibawah ini untuk melakukan konversi/penyesuaian

dari dosis dewasa ke dosis anak-anak, Dosis Perkiraan Konversi = Luas Permukaan
Tubuh (LPT) Anak/ LPT Dewasa x DosisDewasa, Seperti dibawah ini :

E. Kaidah Penulisan Resep
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter
hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang berlaku. Resep yang
benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan
perundangan serta kaidah yang berlaku. Contoh penulisan resep yang benar :

Dr

PERTEMUAN VI
ANALGETIKA ANTIPIRETIKA

Arthritis adalah nama gabungan untuk lebih dari seratus penyakit,yang semuanya
bercirikan rasa nyeri dan bengkak, serta kekakuan otot dengan terganggunya fungsi alat-alat
gerak (sendi dan otot). Yang paling banyak ditemukan adalah artrose arthritis deformans),
umumnya tanpa peradangan; kemudian rematik (arthritis rheumatic) dengan peradangan;
spondylosis dengan radang tulang punggung; syndrome reiter (dengan radang ginjal dan

selaput mata) dan encok. Penyakit lainnya yang jarang ditemukan adalah rema akut (arthritis
septic) dan rema jaringan lembut yang menghinggapi jaringan otot.
1. Artrose
Artrose (arthritis deformans) berasal dari bahasa yunani arthron = sendi, disebut juga
osteoartrose atau osteoarthritis. Bercirikan degenerasi tulang yang menipis sepanjang
proses penyakit, dengan pembentukan tulang baru, hing