DIMENSI DIMENSI PEMBELAJARAN BAHASA DI K

DIMENSI – DIMENSI PEMBELAJARAN BAHASA DI KELAS
TINGGI
A. Dimensi Pembelajaran
Apa Model Dimensi Belajar?
Model Dimensi Belajar merupakan metafora tentang bagaimana otak bekerja
selama orang belajar. Dimensi belajar ini terdiri atas lima tipe berpikir yang bersifat
interaktif, yaitu sikap dan persepsi positif terhadap belajar, pemerolehan dan
pengitegrasian pengetahuan, perluasan dan penghalusan pengetahuan, penggunaan
pengetahuan secara bermakna, dan kebiasaan berpikir produktif.
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan model Dimensi Belajar adalah
pembelajaran yang menggunakan dimensi-dimensi belajar itu sebagai premis
pembelajaran. Pembelajaran yang berpusat pada lima dimensi itu, niscaya akan
memberikan hasil yang lebih baik.
B. Pandangan Terhadap Dimensi Pembelajaran
Waras Kamdi Dimensi belajar yang amat penting tetapi belum tersentuh secara
serius dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah kita adalah kecakapan berpikir
produktif. Sebagian besar pendidik belum menyusun secara serius pembelajaran yang
didasarkan pada premis proses belajar. Kita belum banyak membangun sistem
pembelajaran yang mendukung apa yang kita ketahui tentang proses belajar itu. Paparan
ringkas ini adalah sebuah kiat mengembangkan pembelajaran dengan berdasarkan
model lima dimensi belajar (Marzano, 1992), yang berorientasi pada kebiasaan berpikir

produktif.
Rendahnya kecakapan berpikir produktif anak-anak Indonesia masih menjadi
keprihatinan masyarakat, terutama kalangan pendidik (Mangunwijaya, 1998; Drost,
1998; Marpaung, 1998). Para ahli pendidikan mengatakan bahwa proses pembelajaran
tradisional yang sampai sekarang masih dominan di sekolah-sekolah belum mampu
menumbuhkan kebiasaan berpikir produktif; satu dimensi yang paling esensial dari
dimensi belajar. Sebagian besar pendidik belum menyusun secara serius pembelajaran
yang didasarkan pada premis proses belajar, karena memang kita masih kekurangan
pengetahuan tentang proses belajar (Drost, 1998). Hasil belajar anak pun tak dapat

tercapai seperti yang diharapkan, yakni hasil belajar tingkat pemahaman, melainkan
hanya sebatas pada tingkat penyerapan informasi.
Hampir semua pendidik mengetahui dan menyadari bahwa pembelajaran yang
efektif mencerminkan belajar siswa yang efektif pula. Kita sudah lama menyadari
bahwa pembelajaran berpikir agar anak menjadi cerdas, kritis, dan kreatif, serta mempu
memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari adalah
penting. Kesadaran ini juga telah mendasari pengembangan kurikulum, sehingga
kurikulum kita lebih mengedepankan pembelajaran yang kontekstual dengan
lingkungan kehidupan sehari-hari anak (konteks sosial) dan kontekstual dengan proses
belajar anak (konteks kognitif). Akan tetapi, sebagian besar pendidik kita belum banyak

berbuat; belum menyusun secara serius pembelajaran yang didasarkan pada premis
proses belajar (Drost, 1998; Mangunwijaya, 1998). Kita masih berkutat dengan caracara mengajar yang lama, yang cenderung mematikan potensi kreatif anak. Kita belum
banyak melakukan kajian tentang proses belajar dan kemudian membangun sistem
pembelajaran yang mendukung apa yang kita ketahui tentang proses belajar itu. Dengan
demikian, kita masih membutuhkan pengetahuan tentang proses belajar, yang kemudian
dapat membantu kita menyusun sistem pembelajaran, dan sistem administrasi yang
mendukung

apa

yang

kita

ketahui

tentang

proses


belajar

tersebut.

Tulisan ini adalah paparan kiat mengembangkan pembelajaran berdasarkan model Lima
Dimensi Belajar yang diformulasikan oleh Robert J. Marzano (1992).
C. Lima Model Dimensi Belajar
1. Mengembangkan Sikap dan Persepsi Positif
Mudah untuk dipahami bahwa sikap dan persepsi si belajar sangat
mempengaruhi proses belajar. Sikap dapat mempengaruhi belajar secara positif,
sehingga belajar menjadi mudah, sebaliknya sikap juga dapat membuat belajar
menjadi sangat sulit.
Ada dua kategori sikap dan persepsi yang mempengaruhi belajar:
a. Sikap dan persepsi tentang iklim (suasana) belajar, dan
b. Sikap dan persepsi terhadap tugas-tugas kelas.
Guru yang efektif memberikan penguatan terhadap kedua kategori itu dengan
teknik yang jelas dan sesuai. Guru seyogyanya membantu menumbuhkan sikap dan
persepsi siswa yang positif terhadap iklim belajar dengan menekankan aspek-aspek

internal siswa (suasana mental yang kondusif) daripada aspek-aspek eksternal.

Aspek-aspek internal ini meliputi dua hal, yaitu
a. Penerimaan oleh guru dan teman sekelas (kontak mata, penguatan, dll), dan
b. Kenyamanan suasana fisik di dalam kelas (perabot yang nyaman, aturan-aturan
Tyang menyenangkan, dll).
Guru dapat membantu menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap
tugas-tugas kelas dengan cara memberikan pemahaman akan nilai tugas, kejelasan
tugas, dan kejelasan sumber.
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu guru dalam mengambil keputusankeputusan siatuasional/transaksional di dalam kelas, yaitu:
1) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak mengembangkan sikap dan
persepsi positif tentang iklim belajar?
2) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak merasa diterima oleh guru dam
teman sejawatnya?
3) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak mempersepsi kelas sebagai
tempat yang nyaman dan menyenangkan?
4) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak mengembangkan sikap dan
persepsi positif tentang matapelajaran?
5) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak mempersepsi mata pelajaran
sebagai sesuatu yang bernilai/berguna?
6) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak yakin mereka dapat
mengerjakan tugas-tugas kelas?

7) Apa yang akan dilakukan untuk membantu anak memahami tugas-tugas kelas?
Belajar tentang topik “Perilaku Air” pada kelas V SD misalnya, guru dapat
mengembangkan sikap dan persepsi posotif terhadap belajar dengan memberikan
gambaran betapa pentingnya air dalam kehidupan kita, dan betapa pentingnya
memahami perilaku air sehingga manusia dapat mengambil manfaat sebesarbesarnya.
2. Belajar untuk Pemerolehan dan Pengintegrasian Pengetahuan
Ahli psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses interaksi yang tinggi
dalam membangun makna secara personal dari informasi yang diperoleh dengan
pengetahuan yang sudah ada menjadi pengetahuan baru. Menerima pengetahuan
melibatkan proses interaksi antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin

dipelajari, dan setelah itu mengintegrasikan informasi tersebut menjadi langkahlangkah sederhana yang mudah digunakan.
Menurut E.D. Gagne (1985), pengetahuan dapat dikategorikan menjadi dua,
yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Banyak ahli yakin bahwa
pemerolehan tipe pengetahuan yang berbeda memerlukan proses yang berbeda pula.
Misalnya belajar membaca peta, melakukan eksperimen, mengedit esei, dan
sejenisnya, akan berbeda prosesnya dengan belajar jenis pengetahuan seperti: namanama ibukota, jenis bakteri, dan sejenisnya.
Contoh kelompok pertama mencakup proses. Proses tersebut terbentuk di dalam
mode linier. Dalam melakukan eksperimen, misalnya menguji benda padat yang
larut dalam air, siswa melakukan dengan tahapan-tahapan tertentu. Mungkin

menyiapkan

lembar

catatan,

menyiapkan

perangkat

eksperimen,

mencari

bermacam-macam bahan, memberi label bahan-bahan yang akan diuji, menyiapkan
air dalam gelas-gelas, melakukan pelarutan benda-benda yang diuji, mengamati
hasil larutan, dst. Pengetahuan yang demikian ini disebut pengetahuan prosedural.
Contoh kelompok kedua tidak menunjukkan proses atau seperangkat tahapan.
Pemerolehan pengetahuan tipe ini mencakup pemahaman komponen-komponen dan
mengingatnya kembali tatkala diperlukan. Misalnya, pengetahuan konsep “air

minum” meliputi pemahaman tentang air yang bersih, air yang tidak mengadung
bahan-bahan beracun, air untuk keperluan rumah tangga, dan sebagainya. Tipe
pengetahuan ini secara umum disebut pengetahuan deklaratif.
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat memandu kita (para guru) dalam mengambil
keputusan transaksional di dalam kelas, yaitu:
a. Mengajarkan Pengetahuan Deklaratif:
1) Apa topik umumnya?
2) Apa topik khususnya?
3) Bagaimana anak akan mengalami informasi?
4) Bagaimana anak akan dibantu mengkonstruksi makna?
5) Bagaimana anak akan dibantu dalam pengorganisasian informasi?
6) Bagaimana anak akan dibantu dalam menyimpan informasi dalam ingatan
jangka panjang?
b. Pengetahuan Prosedural:
1) Keterampilan dan proses apa yang perlu dikuasai anak?

2) Bagaimana anak dibantu mengkonstruksi model?
3) Bagaimana anak dibantu dalam pembentukan keterampilan atau proses?
4) Bagaimana anak dibantu dalam penginternalan keterampilan atau proses?
3. Perluasan dan Penghalusan Pengetahuan

Pada dimensi ini aspek-aspek belajar melibatkan pengujian apa yang diketahui
agar mencapai tingkat yang lebih dalam dan analitis. Kegiatan memperluas dan
memperhalus pengetahuan ini dilakukan dengan:
a. Comparing (identifikasi dan artikulasi hal-hal atau benda-benda yang mirip dan
berbeda)
b. Classifying (pengelompokan jenis-jenis benda ke dalam kategori berdasarkan
atribut dasarnya)
c. Inducing (pendugaan prinsip-prinsip atau generalisasi yang belum diketahui dari
observasi atau analisis)
d. Deducing (pendugaan kondisi yang belum ternyatakan dari prinsip-prinsip atau
generalisasi tertentu)
e. Analyzing error (identifikasi dan artikulasi kesalahan di dalam pikiran sendiri
maupun orang lain)
f. Constructing support (pengkostruksian sistem dukungan kebenaran atau bukti
untuk suatu pernyataan yang tegas)
g. Abstracting (identifikasi dan artikulasi tema penting atau pola umum suatu
informasi)
h. Analyzing perspetive (identifikasi dan artikulasi perspektif personal tentang
berbagai macam isu).
Cara membantu anak agar dapat memperluas dan menghaluskan pengetahuan

dilakukan dengan memberikan kerangka langkah-langkah secara eksplisit tentang
suatu proses, atau dengan menggunakan tugas-tugas terstruktur. Kegiatan belajarnya
bisa berupa proses-proses membandingkan, klasifikasi, menginduksi, mendeduksi,
menganalisis kesalahan, dst. Yang dilakukan guru adalah begitu ia mempersiapkan
aktivitas untuk membantu siswa dalam menerima dan mengintegrasikan
pengetahuan (Dimensi 2), begitu pula segera dipersiapkan untuk membantu siswa
dalam memperluas dan menghaluskan pengetahuan (Dimensi 3).
Pertanyaan-pertanyaan pemandu untuk mengembangkan pembelajaran atau
mengambil keputusan transaksional di dalam kelas, antara lain:

a. Apa informasi yang akan diperluas dan diperhalus?
b. Kegiatan apa yang digunakan untuk membantu anak memperluas dan
memperhalus pengetahuan?
Panduan Pembelajaran untuk perluasan dan penghalusan pengetahuan disajikan
dalam lembar-lembar percobaan yang dimuat dalam buku teks.
4. Belajar Menggunakan Pengetahuan secara Bermakna
Pada umumnya kita belajar dengan baik jika pengetahuan yang kita pelajari itu
diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Keberadaan tujuan umum akan dicapai
dengan cara-cara umum di mana kita menggunakan pengetahuan itu secara
bermakna.

Cara guru membantu siswa agar dapat menggunakan pengetahuan secara bermakna
dilakukan dengan:
a. Decision making, yaitu suatu proses menjawab pertanyaan seperti “Apa cara
yang paling baik untuk?” atau “mana yang paling cocok untuk?”
b. Investigation; ada tiga tipe dasar investigasi, yakni definitional investigation
yang meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan seperti “apa yang menjadi
ciri khas dari?”
Historical investigation meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan seperti
“bagaimana ini terjadi?” atau “mengapa ini terjadi?”
Projective investigation yang meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan
“apa yang akan terjadi jika?;
c. Experimental inquiry, yaitu proses memperoleh jawaban atas pertanyaan seperti,
“bagaimana saya menjelaskan ini?” atau “berdasarkan penjelasan saya, apa yang
dapat saya prediksi?”
d. Problem solving, yaitu menjawab pertanyaan “bagaimana saya akan
memecahkan masalah ini?”
e. Invention, yaitu proses penciptaan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan;
menjawab pertanyaan seperti “apa cara baru yang? atau “apa cara yang paling
baik?
Dalam menjadikan pengetahuan bermakna, penerapan kelima cara tersebut

dalam tugas-tugas kelas dapat dikategorikan menjadi application-oriented task,
long-term task, dan student-directed task.

Pertanyaan-pertanyaan pemandu yang dapat membantu guru dalam mengembil
keputusan-keputusan transaksional di dalam kelas:
a. Apa isu besarnya
b. Berapa banyak isi yang akan diangkat?
c. Siapa yang akan menstruktur tugas?
d. Produk apa yang akan dibuat oleh anak?
e. Apa yang akan dikerjakan anak dalam kelompok kooperatif?
5. Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Produktif
Dimensi ini menumbuhkan kebiasaan mental untuk dapat berpikir secara produktif
yang ditandai dengan:
a. Self-regulated thinking and learning, yakni kebiasaan mengetahui apa yang
sedang dipikirkannya, tindakan yang terencana, mengetahui sumber-sumber
yang penting, sensitif terhadap umpan balik, dan evaluatif terhadap keefektifan
tindakan
b. Critical thinking and learning, yang dicirikan oleh tindakan yang cermat, jelas,
terbuka, bisa mengendalikan diri, sensitif terhadap tingkat pengetahuan
c. Creative thinking and learning, yang ditandai oleh semangat tinggi, berusaha
sebatas kemampuan, percaya diri, teguh, dan menciptakan hal-hal atau cara-cara
baru.
Cara membantu siswa mengembangkan dan memelihara kebiasaan berpikir
produktif adalah dilakukan dengan: menumbuhkan sikap kebiasaan berpikir
produktif dengan mengembangkan dimensi 1 s.d. 4, kebiasaan berpikir yang
diantarkan dengan mengintegrasikan ke dalam tugas-tugas di kelas, menggunakan
contoh-contoh khusus dari kehidupan orang yang memiliki kebiasaan mental
unggul.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat memandu guru dalam mengembangkan
keputusan-keputusan transaksional di dalam kelas:
a. Kebiasaan mental yang mana yang akan ditekankan?
b. Kebiasaan mental yang mana yang akan diintrodusir?
c. Bagaimana memberi penguatan terhadap kebiasaan mental?
Berikut ini contoh apa yang akan dilakukan guru atau orang tua untuk membantu
anak dalam berpikir pengatur diri sendiri, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

Berpikir Mengatur diri sendiri:
a. Membantu siswa menyadari apa yang sedang mereka pikirkan.
b. Mendorong siswa merencana
c. Mendorong siswa menggunakan sumber
d. Mendorong siswa sensistif terhadap umpan balik
e. Mendorong siswa mengevaluasi tindakan sendiri
Berpikir Kritis:
a. Mendorong siswa bertindak akurat.
b. Mendorong siswa berpikir terbuka
c. Mendorong siswa sensistif terhadap yang lain. Berpikir Kreatif:
d. Mendorong siswa untuk gigih menyelesaikan tugas
e. Mendorong siswa untuk menghasilkan cara-cara baru.
D. Dimensi-Dimensi Perenacanaan Pengajaran:
1. Signifikansi
Tingkat signifikasi tergantung pada kegunaan sosial dari tujuan pendidikan yang
diajukan
2. Feasibilitas
Salah satu factor penentu adalah otoritas political yang memadai, sebab dengan itu
feasibilitas teknik dan estimasi biaya serta aspek-aspek lain dapat dibuat dalam
pertimbangan yang realistik
3. Relevansi
Perencanaan pengajaran memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih
spesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai tujuan secara optimal
4. Kepastian atau defenitivenes
Penggunaan teknik dan metode meminimumkan kejadian-kejadian tak terduga
5. Ketelitian atau parsimoniusness
Perencanaan

pengajaran

disusun

dalam

bentuk

yang

sederhana.

Dalam

penerapannya diperlukan alternative dan dapat mempertimbangkan alternative mana
yang terbaik
6. Adaptabilitas
Perencanaan pengajaran bersifat dinamis, sehingga perlu mencari informasi sebagai
unpan balik atau balikan. Penggunaan berbagai proses memungkinkan perencanaan

pengajaran yang fleksibel atau adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal
yang tidak diharapkan.
7. Waktu
Validitas dan reabilitas yang dipakai serta kapan untuk menilai kebutuhan
pendidikan masa kini dalam kaitannya dengan masa mendatang
8. Terbaik monitoring atau pemantauan
Menjamin agar pelaksanaannya berjalan dengan mulus, perlu dikembangkan
prosedur yang memungkinkan perencanaan pengajaran menentukan alasan-alasan
mengadakan variasi dalam perencanaan
9. Isi perencanaan
Perencanaan perlu memuat:
a. Tujuan
b. Program dan layanan, bagaimana cara mengorganisasikannya
c. Tenaga

manusia,

yaitu

mencakup

cara-cara

mengembangkan

prestasi

spesialisasi, prilaku, kompetensi, maupun kepuasan lainnya
d. Bangunan fisik, mencakup tentang cara-cara penggunaannya
e. Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan
f. Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasikan dan
memanajemen operasi dan pengawasan program dan aktifitas pendidikan
g. Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan.

Daftar Pustaka
Drost, J.I.G.M. 1998. Sekolah: Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta: Kanisius
Universitas Sanata Dharma.
Gagne, E.D. 1985. The Cognitve Psychology of School Learning. Boston: Little,
Brown, and Company.
Marpaung, Y. 1998. Pendekatan Sosio-kultural dalam Pembelajaran Matematika dan
Sains. Dalam Sumaji (Ed.), Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta:
Kanisius & Universitas Sanata Dharma, 239–264.
Marzano, R.J. 1992. A Different Kind of Classroom: Teaching with Dimensions of
Learning. Alexandria, Verginia: ASCD.
.