ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE INDONESIA

ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE
Ketika Anda menarik karet ketapel sampai batas tertentu, apa yang terjadi?
Karet ketapel tersebut akan bertambah panjang.. Jika tarikan Anda dilepaskan,
maka karet ketapel akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika
Anda merentangkan pegas, pegas tersebut juga akan bertambah panjang. tetapi
ketika dilepaskan, panjang pegas akan kembali seperti semula.

Mengapa demikian ?
Hal itu disebabkan
karena benda-benda
tersebut memiliki
sifat elastis.
Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan sebuah benda untuk kembali ke
bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut
dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka
bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan
dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang.
1. HUKUM HOOKE

Pertambahan panjang yang terjadi berbanding lurus dengan gaya tarik yang
diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek

berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki

hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan
pertambahan panjang pegas tersebut.
Deformasi (perubahan bentuk) pada benda padat elastis mengikuti aturan yang
dikemukakan Robert Hooke yang kemudian dikenal dengan Hukum Hooke.
Ahli matematika dan juga seorang flsuf asal Inggris ini mencetuskan hukum
Hooke (elastisitas) yang berbunyi :
"Perubahan bentuk benda elastis akan sebanding dengan gaya yang bekerja
padanya sampai batas tertentu (batas elastisitas). Jika gaya yang deberikan
ditambah hingga melebihi batas elastisitas benda maka benda akam mengalami
deformasi (perubahan bentuk) permanen".
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan. Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan
bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari
pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan
mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan
kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan
mengalami pertambahan panjang yang sedikit atau kecil meskipun diberi gaya
yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan

sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti
karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit
teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa
yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:

F = k. x

Keterangan:
F = Gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = Tetapan gaya pegas (N/m)
x = Pertambahan panjang pegas (m)

2. Energi Potensial Pegas
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafk hubungan gaya
yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
Ep = ½ (k . x) . x
Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)
k = tetapan gaya pegas (N/m)

x = pertambahan panjang pegas (m)

3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan
pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefnisikan sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis. Bahan
kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi. Persamaan modulus
elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan.
a. Tegangan (Stress)
Tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada permukaan benda persatuan
luas. Tegangan dalam elastisitas dirumuskan:
Tegangan = Gaya/(Satuan luas)
atau
σ = F/A
Tegangan sama seperti tekanan, ia memiliki satuan Pascal (Pa) atau N/m2.
b. Regangan (Strain)
Regangan dalam elastisitas adalah pertambahan panjang yang terjadi pada suatu
benda akibat pengaruh gaya luar setiap panjang mula-mula benda tersebut
sebelum gaya luar bekerja padanya. Regangan dapat dituliskan dengan

persamaan:
Regangan = pertambahan panjang / (panjang awal)
atau
e = ∆l/lo

Keterangan :
e = Regangan
∆l = Pertambahan panjang (m)
lo = Panjang awal (m)
Karena regangan adalah perbandingan dari dua besaran yang sejenis maka ia
hanya seperti koefsien (tanpa punya satuan).
c. Mampatan
Mampatan hampir sama seperti regangan. Bedanya, regangan terjadi karena
gaya tarik yang mendorong molekul benda terdorong keluar sedangkan
mampatan karena gaya yang membuat molekul benda masuk ke dalam

(memampat).
d. Modulus Elastis (Modulus Young)
Modulus young adalah perbandingan antara tegangan dengan regangan.
Modulus young dapat dituliskan dengan persamaan:

E = Tegangan/Regangan
atau
E = σ/e=(F⁄A)/(∆l / lo )=(F.lo)/(A.∆l)

ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE
Ketika Anda menarik karet ketapel sampai batas tertentu, apa yang terjadi?
Karet ketapel tersebut akan bertambah panjang.. Jika tarikan Anda dilepaskan,
maka karet ketapel akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika
Anda merentangkan pegas, pegas tersebut juga akan bertambah panjang. tetapi
ketika dilepaskan, panjang pegas akan kembali seperti semula.

Mengapa demikian ? Hal itu disebabkan karena benda-benda tersebut memiliki
sifat elastis. Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan sebuah benda untuk
kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut
dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka
bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan
dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang.
1. HUKUM HOOKE

Pertambahan panjang yang terjadi berbanding lurus dengan gaya tarik yang


diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek
berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki
hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan
pertambahan panjang pegas tersebut.
Deformasi (perubahan bentuk) pada benda padat elastis mengikuti aturan yang
dikemukakan Robert Hooke yang kemudian dikenal dengan Hukum Hooke.
Ahli matematika dan juga seorang flsuf asal Inggris ini mencetuskan hukum
Hooke (elastisitas) yang berbunyi :
"Perubahan bentuk benda elastis akan sebanding dengan gaya yang bekerja
padanya sampai batas tertentu (batas elastisitas). Jika gaya yang deberikan
ditambah hingga melebihi batas elastisitas benda maka benda akam mengalami
deformasi (perubahan bentuk) permanen".
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan. Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan
bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari
pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan
mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan
kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan
mengalami pertambahan panjang yang sedikit atau kecil meskipun diberi gaya

yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan
sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti
karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit
teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa
yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:

F = k. x

Keterangan:
F = Gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = Tetapan gaya pegas (N/m)
x = Pertambahan panjang pegas (m)

2. Energi Potensial Pegas
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafk hubungan gaya
yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
Ep = ½ (k . x) . x
Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)


k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)
3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan
pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefnisikan sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis. Bahan
kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi. Persamaan modulus
elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan.
a. Tegangan (Stress)
Tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada permukaan benda persatuan
luas. Tegangan dalam elastisitas dirumuskan:
Tegangan = Gaya/(Satuan luas)
atau
σ = F/A
Tegangan sama seperti tekanan, ia memiliki satuan Pascal (Pa) atau N/m2.
b. Regangan (Strain)
Regangan dalam elastisitas adalah pertambahan panjang yang terjadi pada suatu
benda akibat pengaruh gaya luar setiap panjang mula-mula benda tersebut

sebelum gaya luar bekerja padanya. Regangan dapat dituliskan dengan
persamaan:
Regangan = pertambahan panjang / (panjang awal)
atau
e = ∆l/lo

Keterangan :
e = Regangan
∆l = Pertambahan panjang (m)
lo = Panjang awal (m)
Karena regangan adalah perbandingan dari dua besaran yang sejenis maka ia
hanya seperti koefsien (tanpa punya satuan).
c. Mampatan
Mampatan hampir sama seperti regangan. Bedanya, regangan terjadi karena

gaya tarik yang mendorong molekul benda terdorong keluar sedangkan
mampatan karena gaya yang membuat molekul benda masuk ke dalam
(memampat).
d. Modulus Elastis (Modulus Young)
Modulus young adalah perbandingan antara tegangan dengan regangan.

Modulus young dapat dituliskan dengan persamaan:
E = Tegangan/Regangan
atau
E = σ/e=(F⁄A)/(∆l / lo )=(F.lo)/(A.∆l)
ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE
Ketika Anda menarik karet ketapel sampai batas tertentu, apa yang terjadi?
Karet ketapel tersebut akan bertambah panjang.. Jika tarikan Anda dilepaskan,
maka karet ketapel akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika
Anda merentangkan pegas, pegas tersebut juga akan bertambah panjang. tetapi
ketika dilepaskan, panjang pegas akan kembali seperti semula.

Mengapa demikian ? Hal itu disebabkan karena benda-benda tersebut memiliki
sifat elastis. Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan sebuah benda untuk
kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut
dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka
bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan
dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang.
1. HUKUM HOOKE

Pertambahan panjang yang terjadi berbanding lurus dengan gaya tarik yang

diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek
berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki
hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan
pertambahan panjang pegas tersebut.
Deformasi (perubahan bentuk) pada benda padat elastis mengikuti aturan yang
dikemukakan Robert Hooke yang kemudian dikenal dengan Hukum Hooke.
Ahli matematika dan juga seorang flsuf asal Inggris ini mencetuskan hukum
Hooke (elastisitas) yang berbunyi :
"Perubahan bentuk benda elastis akan sebanding dengan gaya yang bekerja
padanya sampai batas tertentu (batas elastisitas). Jika gaya yang deberikan
ditambah hingga melebihi batas elastisitas benda maka benda akam mengalami
deformasi (perubahan bentuk) permanen".
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan. Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan
bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari
pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan
mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan
kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan
mengalami pertambahan panjang yang sedikit atau kecil meskipun diberi gaya
yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan
sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti
karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit

teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa
yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:

F = k. x

Keterangan:
F = Gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = Tetapan gaya pegas (N/m)
x = Pertambahan panjang pegas (m)

Iklan text di tengah ilmusahid.com

Iklan oleh
Google
Fisika
Contoh soal fisika
2. Energi Potensial Pegas
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafk hubungan gaya
yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
Ep = ½ (k . x) . x
Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)

3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan
pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefnisikan sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis. Bahan
kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi. Persamaan modulus
elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan.
a. Tegangan (Stress)
Tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada permukaan benda persatuan
luas. Tegangan dalam elastisitas dirumuskan:
Tegangan = Gaya/(Satuan luas)
atau
σ = F/A
Tegangan sama seperti tekanan, ia memiliki satuan Pascal (Pa) atau N/m2.
b. Regangan (Strain)
Regangan dalam elastisitas adalah pertambahan panjang yang terjadi pada suatu
benda akibat pengaruh gaya luar setiap panjang mula-mula benda tersebut
sebelum gaya luar bekerja padanya. Regangan dapat dituliskan dengan
persamaan:
Regangan = pertambahan panjang / (panjang awal)
atau
e = ∆l/lo

Keterangan :
e = Regangan
∆l = Pertambahan panjang (m)
lo = Panjang awal (m)
Karena regangan adalah perbandingan dari dua besaran yang sejenis maka ia
hanya seperti koefsien (tanpa punya satuan).
c. Mampatan
Mampatan hampir sama seperti regangan. Bedanya, regangan terjadi karena
gaya tarik yang mendorong molekul benda terdorong keluar sedangkan
mampatan karena gaya yang membuat molekul benda masuk ke dalam

(memampat).
d. Modulus Elastis (Modulus Young)
Modulus young adalah perbandingan antara tegangan dengan regangan.
Modulus young dapat dituliskan dengan persamaan:
E = Tegangan/Regangan
atau
E = σ/e=(F⁄A)/(∆l / lo )=(F.lo)/(A.∆l) ELASTISITAS DAN HUKUM HOOKE
Ketika Anda menarik karet ketapel sampai batas tertentu, apa yang terjadi?
Karet ketapel tersebut akan bertambah panjang.. Jika tarikan Anda dilepaskan,
maka karet ketapel akan kembali ke panjang semula. Demikian juga ketika
Anda merentangkan pegas, pegas tersebut juga akan bertambah panjang. tetapi
ketika dilepaskan, panjang pegas akan kembali seperti semula.

Mengapa demikian ? Hal itu disebabkan karena benda-benda tersebut memiliki
sifat elastis. Elastisitas (elasticity) adalah kemampuan sebuah benda untuk
kembali ke bentuk awalnya ketika gaya luar yang diberikan pada benda tersebut
dihilangkan. Jika sebuah gaya diberikan pada sebuah benda yang elastis, maka
bentuk benda tersebut berubah. Untuk pegas dan karet, yang dimaksudkan
dengan perubahan bentuk adalah pertambahan panjang.
1. HUKUM HOOKE

Pertambahan panjang yang terjadi berbanding lurus dengan gaya tarik yang
diberikan. Hal ini pertama kali diselidiki pada abad 17 oleh seorang arsitek
berkebangsaan Inggris yang bernama Robert Hooke. Hooke menyelidiki
hubungan antara gaya tarik yang diberikan pada sebuah pegas dengan
pertambahan panjang pegas tersebut.
Deformasi (perubahan bentuk) pada benda padat elastis mengikuti aturan yang
dikemukakan Robert Hooke yang kemudian dikenal dengan Hukum Hooke.
Ahli matematika dan juga seorang flsuf asal Inggris ini mencetuskan hukum
Hooke (elastisitas) yang berbunyi :
"Perubahan bentuk benda elastis akan sebanding dengan gaya yang bekerja
padanya sampai batas tertentu (batas elastisitas). Jika gaya yang deberikan
ditambah hingga melebihi batas elastisitas benda maka benda akam mengalami
deformasi (perubahan bentuk) permanen".
Hooke menemukan bahwa pertambahan panjang pegas yang timbul berbanding
lurus dengan gaya yang diberikan. Lebih jauh lagi, Hooke juga menemukan
bahwa pertambahan panjang pegas sangat bergantung pada karakteristik dari
pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti karet gelang akan
mengalami pertambahan panjang yang besar meskipun gaya yang diberikan
kecil. Sebaliknya pegas yang sangat sulit teregang seperti pegas baja akan
mengalami pertambahan panjang yang sedikit atau kecil meskipun diberi gaya
yang besar. Karakteristik yang dimiliki masing-masing pegas ini dinyatakan
sebagai tetapan gaya dari pegas tersebut. Pegas yang mudah teregang seperti
karet gelang memiliki tetapan gaya yang kecil. Sebaliknya pegas yang sulit

teregang seperti pegas baja memiliki tetapan gaya yang besar. Secara umum apa
yang ditemukan Hooke bisa dinyatakan sebagai berikut:

F = k. x

Keterangan:
F = Gaya yang diberikan pada pegas (N)
k = Tetapan gaya pegas (N/m)
x = Pertambahan panjang pegas (m)

Iklan text di tengah ilmusahid.com

Iklan oleh
Google
Fisika
Contoh soal fisika
2. Energi Potensial Pegas
Besar energi potensial sebuah pegas dapat dihitung dari grafk hubungan gaya
yang bekerja pada pegas dengan pertambahan panjang pegas tersebut.
Ep = ½ F . x
Ep = ½ (k . x) . x
Keterangan:
Ep = energi potensial pegas (joule)
k = tetapan gaya pegas (N/m)
x = pertambahan panjang pegas (m)

3. Modulus Elastisitas (Modulus Young)
Modulus elastisitas adalah angka yang digunakan untuk mengukur objek atau
ketahanan bahan untuk mengalami deformasi elastis ketika gaya diterapkan
pada benda itu. Modulus elastisitas suatu benda didefnisikan sebagai
kemiringan dari kurva tegangan-regangan di wilayah deformasi elastis. Bahan
kaku akan memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi. Persamaan modulus
elastisitas adalah perbandingan antara tegangan dan regangan.
a. Tegangan (Stress)
Tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada permukaan benda persatuan
luas. Tegangan dalam elastisitas dirumuskan:
Tegangan = Gaya/(Satuan luas)
atau
σ = F/A
Tegangan sama seperti tekanan, ia memiliki satuan Pascal (Pa) atau N/m2.
b. Regangan (Strain)
Regangan dalam elastisitas adalah pertambahan panjang yang terjadi pada suatu
benda akibat pengaruh gaya luar setiap panjang mula-mula benda tersebut
sebelum gaya luar bekerja padanya. Regangan dapat dituliskan dengan
persamaan:
Regangan = pertambahan panjang / (panjang awal)
atau
e = ∆l/lo

Keterangan :
e = Regangan
∆l = Pertambahan panjang (m)
lo = Panjang awal (m)
Karena regangan adalah perbandingan dari dua besaran yang sejenis maka ia
hanya seperti koefsien (tanpa punya satuan).
c. Mampatan
Mampatan hampir sama seperti regangan. Bedanya, regangan terjadi karena
gaya tarik yang mendorong molekul benda terdorong keluar sedangkan
mampatan karena gaya yang membuat molekul benda masuk ke dalam

(memampat).
d. Modulus Elastis (Modulus Young)
Modulus young adalah perbandingan antara tegangan dengan regangan.
Modulus young dapat dituliskan dengan persamaan:
E = Tegangan/Regangan
atau
E = σ/e=(F⁄A)/(∆l / lo )=(F.lo)/(A.∆l)

MAKALAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
VONNY.
XI MIA 1
KELOMPOK 2:
JOY BUJUNG
PUTRI HARSONO
CHRISTIADI LANGI
CHEYSA AYAL
ANDREA TOY
FEBRIANTI PAAT

PENYELENGGARAAN KEKUASAAN NEGARA
A.Pengertian pembagian kekuasaan
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan
“kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)
pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi
beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya
kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas
sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus,
dsb) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah
proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk
(memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian
(legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa
lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan
(wewenang) pada satu pihak/ lembaga.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian
kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam
beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak
dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagianbagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama. Berbeda
dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan
selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke
dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam
kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta
mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu
memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu
pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan
yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan
kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan terjadinya
kesewanang-wenangan.
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua
cara, yaitu :
1.
Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut
tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa
tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan

pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah
federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu Negara
federal.
2.
Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut
fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada
pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia
Mekanisme pembagian kekuasaan di Indonesia diatur sepenuhnya di
dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penerapan
pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu
pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan
secara vertikal.
Pembagian Kekuasaan secara Horizontal
Pembagian Kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan
menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislative, eksekutif dan
yudikatif). Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, secara horizontal pembagian kekuasaan Negara di lakukan
pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat
berlangsung antara lembaga-lembaga Negara yang sederajat.
Pembagian kekuasaan pada tingkat pemerintahan pusat mengalami
pergeseran setelah mengalami perubahan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran
klasifikasi kekuasaan Negara yang umumnya terdiri atas tigas jenis
kekuasaan (legislative, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam
kekuasaan Negara, yaitu :
1)
Kekuasaan konstitutif, yaitu kekuasaan untuk memngubah dan
menetapkan UUD. Kekuasaan ini dijalankan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat
(1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan
bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan UUD.
2)
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan

undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Kekuasaan ini dipegang oleh Presiden sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 4 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
3)
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk
undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang.
4)
Kekuasaan yudikatif, atau kekuasaan kehakiman, yaitu
kekuasaan untuk menyelanggarakan peradilan guna menegakkan
hokum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung
dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24
ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa kekuasaa kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkingan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
5)
Kekuasaan eksaminatif/inspektif, yaitu kekuasaan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab tentang keuangan Negara. Kekuasaan ini
dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagimana ditegaskan
dalam Pasal 23 E ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan satu Badan
Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
6)
Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran
sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kekuasaan ini dijalankan oleh Bank Indonesia selaku bank sentral di
Indonesia sebagimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara
memilki sutau bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan idepedensinya diatur dalam undang-undang.

Pembagian kekuasaan secara horizontal pada tingkatan pemerintahan
daerah berlangsung antara lembaga-lembaga daerah yang sederajat,
yaitu antara Pemerintahan Daerah (Kepala/Wakil Kepala Daerah) dan
DPRD. Pada tingkat provinsi, pembagian kekuasaan berlangsung
anatar Pemerintah provinsi (Gubernur/wakil Gubernur) dan DPRD
Provinsi. Sedangkan pada tingkat pemerintahan kabupaten/kota
(Bupati/wakil Bupati atau Walikota/wakil Walikota) dan DPRD
kabupaten/kota.
Pembagian Kekuasaan secara Vertikal
Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian
kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara
beberapa tingkatan pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dann kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten,dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut,
pembagian secara vertical di Negara Indonesia berlangsung antara
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah (Pemerintahan provinsi
dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan daerah
berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang
ditentukan oleh pemerintah pusat. Hubungan antara pemerintahan
Provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi
, pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintahan Pusat dalam bidang
administrasi dan kewilayahan.
Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagian konsekuensi
dari diterapkannya asas desentralisasi di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dengan asas tersebut , pemerintah pusat menyerahkan
wewenang pemerintahan kepada pemerintah daerah otonom (provinsi
dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan
pemerintahan di daerahnya , kecuali urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat , yaitu kewenangan yang
berkaitan dengan politik luar negeri , pertahanan , keamanan ,
yustisi , agama , moneter dan fiskal. Hal tersebut ditegaskan dalam
pasal 18 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya

, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah pusat.

B.

Kekuasaan pemerintah negara

Konsep kekuasaan tentu saja merupakan konsep yang tidak asing bagi
kalian. Dalam kehidupan sehari hari konsep ini sering sekali
diperbincangkan, baik dalam obrolan di masyarakat maupun dalam berita
di media cetak maupun elektronik. Apa sebenarnya kekuasaan itu?
Secara sederhana kekuasaan dapat diartikan sebagai kemampuan

seseorang untuk memengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-

tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya.
Sebagai contoh, ketika kalian sedang menonton televisi, tiba-tiba orang tua
kalian menyuruh untuk belajar, kemudian kalian mematikan televisi
tersebut dan masuk ke kamar atau ruang belajar untuk membaca atau
menyelesaikan tugas sekolah.
Contoh lain dalam kehidupan di sekolah, kalian datang ke sekolah tidak
boleh terlambat, apabila terlambat tentu saja kalian akan mendapatkan
teguran dari guru.
Di masyarakat, ada ketentuan bahwa setiap tamu yang tinggal di wilayah
itu lebih dari 24 jam wajib lapor kepada Ketua RT/RW, artinya setiap
tamu yang datang dan tinggal lebih dari 24 jam harus lapor kepada yang
berwenang.
Nah, contoh-contoh tersebut menggambarkan perwujudan dari kekuasaan
yang dimiliki oleh sesorang atau lembaga. Apakah negara juga
mempunyai kekuasaan negara?
Tentu saja negara mempunyai kekuasaan, karena pada dasarnya negara
merupakan organisasai kekuasaan. Dengan kata lain, bahwa negara
memiliki banyak sekali kekuasaan.
Kekuasaan negara merupakan kewenangan negara untuk mengatur seluruh

rakyatnya untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, serta keteraturan.
Apa saja kekuasaan negara itu? Kekuasaan negara banyak sekali
macamnya.
Menurut John Locke sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006:273) bahwa
kekuasaan negara itu dapat dibagi menjadi tiga macam kekuasaan sebagai
berikut.
a. Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk
undang-undang.
b. Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undangundang, termasuk kekuasaan untuk mengadili setiap pelanggaran terhadap
undang- undang.
c. Kekuasaan federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan
luar negeri.
Selain John Locke, ada tokoh lain yang berpendapat tentang kekuasaan
negara, yaitu Montesquieu. Sebagaimana dikutip oleh Riyanto (2006:273).
Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat
atau membentuk undang-undang.
Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang.
Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk
mempertahankan undang-undang, termasuk kekuasaan untuk
mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan
penyempurnaan dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh
Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif, fungsi mengadili
dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri.

Ketiga kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh lembaga-lembaga yang
berbeda yang sifatnya terpisah. Teori Montesquieu ini dinamakan Trias
Politika.

C.

Kementrian negara Indonesia

Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008
tentang Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah
maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34
kementerian negara.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara
Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan
pemerintahan yang ditanganinya.
Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia
a. Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang
nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut
1) Kementerian Dalam Negeri
2) Kementerian Luar Negeri
3) Kementerian Pertahanan
b. Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggarakan urusan
tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian
tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan
nasional.
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang
lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai
berikut.:
1) Kementerian Agama
2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

3) Kementerian Keuangan
4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
6) Kementerian Kesehatan
7) Kementerian Sosial
8) Kementerian Ketenagakerjaan
9) Kementerian Perindustrian
10) Kementerian Perdagangan
11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
13) Kementerian Perhubungan
14) Kementerian Komunikasi dan Informatika
15) Kementerian Pertanian
16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
17) Kementerian Kelautan dan Perikanan
18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi
19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang
c. Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsi
perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan
pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Kementerian ini
yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
1) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
5) Kementerian Pariwisata
6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
7) Kementerian Pemuda dan Olahraga

8) Kementerian Sekretariat Negara
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada
juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi
dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di
dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas
beberapa kementerian sebagai berikut :
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
a) Kementerian Dalam Negeri
b) Kementerian Hukum dan HAM
c) Kementerian Luar Negeri
d) Kementerian Pertahanan
e) Kementerian Komunikasi dan Informatika
f ) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
a) Kementerian Keuangan
b) Kementerian Ketenagakerjaan
c) Kementerian Perindustrian
d) Kementerian Perdagangan
e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f ) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
i) Kementerian Badan Usaha Milik Negara
j) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan.
a) Kementerian Agama;
b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
c) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
d) Kementerian Kesehatan;
e) Kementerian Sosial;

f ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.
4) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
a) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
b) Kementerian Perhubungan
c) Kementerian Kelautan dan Perikanan
d) Kementerian Pariwisata
Demikian catatan kecil Klasifikasi Kementerian Negara Republik
Indonesia yang bisa MaoliOka bagikan semoga bermanfaat. Pasal 15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang
Kementerian Negara secara tegas menyatakan bahwa jumlah
maksimal kementerian negara yang dapat dibentuk adalah 34
kementerian negara.
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2015 tentang Organisasi Kementerian Negara. Kementerian Negara
Republik Indonesia dapat diklasifikasikan berdasarkan urusan
pemerintahan yang ditanganinya.
Klasifikasi Kementerian Negara Republik Indonesia
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang
nomenklatur/nama kementeriannya secara tegas disebutkan dalam
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai
berikut :
Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Luar Negeri
Kementerian Pertahanan
Kementerian yang mempunyai tugas penyelenggarakan urusan

tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara dengan upaya pencapaian
tujuan kementerian sebagai bagian dari tujuan pembangunan
nasional.
Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang ruang
lingkupnya disebutkan dalam UUD Tahun 1945 adalah sebagai
berikut.:
Kementerian Agama
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Kementerian Keuangan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Kementerian Kesehatan
Kementerian Sosial
Kementerian Ketenagakerjaan
Kementerian Perindustrian
Kementerian Perdagangan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kementerian Perhubungan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Kementerian Pertanian
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi
Kementerian Agraria dan Tata Ruang
Kementerian yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam
menyelenggarakan pemerintahan negara serta menjalankan fungsi
perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya, koordinasi dan
sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya, pengelolaan barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya, dan
pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya. Kementerian ini

yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Kementerian Pariwisata
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Kementerian Sekretariat Negara
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada
juga kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi
dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di
dalam lingkup tugasnya. Kementerian koordinator, terdiri atas
beberapa kementerian sebagai berikut :
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan
Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Hukum dan HAM
Kementerian Luar Negeri
Kementerian Pertahanan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
f ) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Kementerian Keuangan
Kementerian Ketenagakerjaan
Kementerian Perindustrian
Kementerian Perdagangan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
f ) Kementerian Pertanian
g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
3) Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan.
Kementerian Agama;
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
Kementerian Kesehatan;
Kementerian Sosial;
f ) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi;
g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak;
dan
h) Kementerian Pemuda dan Olahraga.
4) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kementerian Perhubungan
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Pariwisata
D.
E. 1Pengertian Pemerintahan Daerah
F. Perubahan ke 4 (empat) UUD 1945 menyatakan jelas mengenai

bentuk dan susunan pemerintahan daerah dalam kerangka
Negara Republik Indonesia. Pasal 18 ayat (1) berbunyi :
G. “ Negara Kesatuan Repulik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap propisi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur Undang-Undang”.
H. Sedang Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 menyebutkan bahwa:
I. “pemerintah daerah merupakan daerah otonom yang dapat
menjalankan urusan pemerintahan dengan seluas-luasnya serta
mendapat hak untuk mengatur kewenangan pemerintahan
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat”.
J. Definisi Pemerintahan Daerah di dalam UU No. 32 Tahun
2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2, adalah
sebagai berikut:
K. “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
yang seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NegaraKesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
daerah.
[if !mso]
[endif][if !mso & !vml] [endif][if !vml]
[endif]Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah

dikemukakan diatas,maka yang dimaksud pemerintahan daerah
disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi dimana unsur
penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau
Walikota dan perangkat daerah.
L. [if !supportLists]2 Fungsi Pemerintah Daerah
M. Fungsi pemerintah daerah dapat diartikan sebagai perangkat
daerah menjalankan, mengatur dan menyelenggarakan jalannya
pemerintahAN.
N.
O. Fungsi pemerintah daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun
2004 adalah :
P. [if !supportLists]a. [endif]Pemerintah daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Q. [if !supportLists]b. [endif]Menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintahan
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum dan daya saing daerah.
R. [if !supportLists]c. [endif]Pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan
pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Dimana hubungan
tersebut meliputi wewenang, keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

S. [if !supportLists]3Asas Pemerintahan Daerah
T. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan,

khususnya
pemerintahan daerah, sangat bertalian erat dengan beberpa asas
dalam pemerintahan suatu negara, yakni sebagai berikut:
U. [if !supportLists]a. [endif]Asas sentralisasi
V. Asas sentralisasi adalah sistem pemerintahan dimana sistem
pemerintahan di mana segala kekuasaan dipusatkan di
pemerintah pusat.
W.
[if !supportLists]b. [endif]Asas desentralisasi
Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
dalam sistem Negara Kesatuan RepubliK Indonesia
[if !supportLists]c. [endif]Asas dekonsentrasi
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi
vertical wilayah tertentu.
[if !supportLists]d. [endif]Asas tugas pembantuan
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daera
dan/atau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah
kabupaten/kota dan/atau desa; serta dari pemerintah kabupaten/kota
kepada desa untuk tugas tertentu.
Asas desentralisasi dalam pemerintahan daerah di Indonesia dapat
ditanggapi sebagai hubungan hukum keperdataan, dimana terdapat
penyerahan sebagian hak dari pemilik hak kepada penerima sebagain
hak, dengan obyek tertentu. Pemilik hak pemerintahan adalah di tangan
pemerintah, dan hak pemerintahan tersebut diberikan kepada pemerintah
daerah, dengan obyek hak berupa kewenangan pemerintah dalam bentuk
untuk mengatur urusan pemerintahan, dengan tetap dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan,
desentralisasi antara lain bertujuan meringankan beban
pekerjaan Pemerintah Pusat. Dengan desentralisasi tugas
dan pekerjaan dialihkan kepada Daerah. Pemerintah Pusat
dengan demikian dapat memusatkan perhatian pada halhal yang bersangkutan dengan kepentingan nasional atau
Negara secara keseluruhan.

Dengan demikian, menurut hemat penulis desentralisasi merupakan asas
yang menyatukan penyerahan sejumlah urusan pemerintahan dari
pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah yang lebih tinggi kepada
pemerintah daerah yang lebih rendah sehingga menjadi urusan rumah
tangga sendiri daerah itu. Untuk itu semua prakarsa, wewenang dan
tanggungjawab mengenai urusan-urusan diserahkan sepenuhnya menjadi
tanggungjawab daerah itu.

Tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan
desentralisasi yaitu: tujuan politik dan tujuan administratif.
[if !supportLists]a. [endif]Tujuan politik akan memposisikan
Pemerintah Daerah sebagai medium pendidikan politik
bagi masyarakat di tingkat lokal dan secara agregat akan
berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk
mencapai terwujudnya civil society.
[if !supportLists]b. [endif]Tujuan administratif akan
memposisikan Pemerintah Daerah sebagi unit
pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk
menyediakan pelayanan masyarakat secara efektif, efsien,
dan ekonomis yang dalam hal ini terkait dalam pelayanan
publik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, ide desentralisasi yang
terwujud dalam konsep otonomi daerah sangat terkait
dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Oleh karena
itu dalam desentralisasi terdapat 3 (tiga) dimensi utama,
yaitu:
[if !supportLists]1) [endif]Dimensi ekonomi, rakyat
memperoleh kesempatan dan kebebasan untuk
mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga mereka
secara relatif melepaskan ketergantungannya terhadap
bentuk-bentuk intervensi pemerintah, termasuk
didalamnya mengembangkan paradigma pembangunan
yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan. Dalam
konteks ini, eksploitasi sumber daya dilakukan untuk
kepentingan masyarakat luas, dilakukan oleh masyarakat
lokal;
[if !supportLists]2) [endif]Dimensi politik, yakni berdayanya
masyarakat secara politik, yaitu ketergantungan
organisasi-organisasi rakyat dari pemerintah;
[if !supportLists]3) [endif]Dimensi psikologis, yakni perasaan
individu yang terakumulasi menjadi perasaan kolektif
(bersama) bahwa kebebasan menentukan nasib sendiri
menjadi sebuah keniscayaan demokrasi. Tidak ada
perasaan bahwa “orang pusat” lebih hebat dari “orang
daerah” dan sebaliknya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, tampak bahwa tujuan
yang akan diwujudkan dengan dianutnya konsep

desentralisasi adalah agar tidak terjadi penumpukan
kekuasaan (concentration of power) pada satu pihak saja,
yakni Pemerintah Pusat. Dan dengan desentralisasi
diharapkan terjadi distribusi kekuasaan (distribution of
power) maupun transfer kekuasaan (transfer of power) dan
terciptannya pelayanan masyarakat (public services) yang
efektif, efsien dan ekonomis serta terwujudnya
pemerintahan yang demokratis (democratic government)
sebagai model pemerintahan modern serta menghindari
lahirnya pemerintahan sentralistik yang sebenarnya sudah
tidak populer. Pemerintahan sentralistik menjadi tidak
popular karena tidak mampu memahami dan
menterjemahkan secara cepat dan tepat nilai-nilai yang
tumbuh dan berkembang di daerah, serta kurangnya
pemahaman terhadap sentiment lokal. Salah satu alasan
karena warga masyarakat merasa lebih aman dan tentram
dengan badan pemerintah lokal yang lebih mengetahui
keinginan, aspirasi dan kepentingan masyarakat daerah,
serta lebih baik secara fsik dan juga secara psikologis.

Kebijakan desentralisasi yang dijalankan di Indonesia sesuai dengan UU
No. 32 Tahun 2004 tidak lagi merujuk pada istilah tingkatan karena
hubungan provinsi dan daerah kita bersifat coordinate dan independent.
Distribusi fungsi diberikan pada provinsi atau pada tingkatan pertama
dalam pembagian dan kabupaten atau kota setara dengan tingkatan ke
dua. Selain itu, UU No. 32 Tahun 2004 juga mengatur distribusi fungsi
pada pemerintahan desa yang setara dengan tingkatan ketiga. Namun
dalam hal pelaksanaannya, distribusi fungsi pada pemerintahan desa
dijalankan dibawah subordinasi dan bergantung pada daerah kabupaten
atau kota.
Sistem otonomi daerah yang memberikan sebagian wewenang yang
tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di
tingkat pemerintah daerah. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar
keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di
daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun
kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah
adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya
mementingkan kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan
untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi
karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Pemberian otonomi daerah sebagai perwujudan dari desentralisasi pada
hakekatnya memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (UU No. 32 Tahun 2004).
Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan nasional.
Desentralisasi diselenggarakan untuk mewakili kepentingan masyarakat

setempat (lokal) di daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Mengingat masyarakat tiap masyarakat lokal memiliki
keunikan masing-masing, dengan demikian hanya cocok jika instrumen
desentralisasi diterapkan.
Desentralisasi menurut berbagai pakar memiliki segi positif, diantaranya :
secara ekonomi, meningkatkan efsiensi dalam penyediaan jasa dan
barang publik yang dibutuhkan masyarakat setempat, megurangi biaya,
meningkatkan output dan lebih efektif dalam penggunaan sumber daya
manusia. Secara politis, desentralisasi dianggap memperkuat
akuntabilitas, political skills dan integrasi nasional. Desentralisasi lebih
mendekatkan pemerintah dengan masyarakatnya,
memberikan/menyediakan layanan lebih baik, mengembangkan
kebebasan, persamaan dan kesejahteraan.