MENYIMAK PROSES DAN JENISNYA (1)
MENYIMAK WACANA BERBAHASA ARAB
KESULITAN DAN CARA PEMECAHANNYA
Nurhidayati (2017)
Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Menyimak merupakan bentuk bahasa pertama yang diperoleh penutur dan merupakan
keterampilan dasar yang membantu keterampilan berbahasa yang lain (Tompkins dan
Hoskissons, 1991:107). Dalam menyimak terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan,
mulai dari pengidentifikasian bunyi, proses pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses
penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi (Ashin, 1981:4). Keterampilan menyimak
dapat membantu pebelajar berpartisipasi dengan baik dalam komunikasi lesan karena
komunikasi tidak bisa berhasil jika pesan yang disampaikan tidak bisa dipahami (1997:14).
Beberapa hal yang merupakan penyebab pebelajar menghadapi kesulitan dalam
menyimak adalah sebagaimana dikemukakan oleh underwood(1989:16-20) yang menyebutkan
bahwa masalah mendasar yang dihadapi pebelajar menyimak adalah (1) ketidakmampuan
mengontrol kecepatan tuturan pembicara, (2) tidak ada kesempatan mengulang tuturan, (3)
keterbatasan kosakata pebelajar, (4) kegagalan untuk mengenali tanda-tanda pembicara,
(5)kesulitan untuk menginterpretasikan wacana, (6) ketidakmampuan berkonsentrasi, dan (7)
kebiasaan belajar. Menyimak wacana berbahasa Arab merupakan keterampilan berbahasa yang
dianggap sulit oleh mahasiswa karena mahasiswa belum terbiasa dengan intonasi dan kecepatan
penutur asli. Keterbatasan fasilitas seperti kaset, VCD, dan sarana komunikasi yang
menggunakan bahasa Arab juga sebagai penghambat keterampilan menyimak bahasa Arab.
Siaran radio yang merupakan sarana termurah bagi mahasiswa sering tidak bisa dimanfaatkan
dengan baik, mengingat waktu siar malam hari, kejernihan suara radio, dan tidak semua
mahasiswa memiliki radio yang bisa mengakses siaran dari Negara Timur Tengah.
Keterampilan menyimak merupakan bagian penting komunikasi, dan merupakan dasar
pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Esensi kemampuan interaksi adalah kemampuan
memahami apa yang dikatakan orang lain. Waktu yang diperkirakan dalam kegiatan komunikasi
manusia dewasa adalah 45% digunakan untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16% untuk
membaca, dan 9% untuk menulis (Rivers & Temperley, 1978:62).
Keterampilan menyimak bagi pembelajar bahasa asing merupakan keterampilan yang
sangat penting, karena keterampilan ini dibutuhkan untuk menguasai materi pelajaran, dan
diperlukan untuk menyimak perkuliahan yang disampaikan dengan bahasa yang bersangkutan
(Tresnadewi, 1994:28). Pembelajar tidak hanya dituntut memahami apa yang dikatakan, tetapi
juga menyeleksi bagian informasi yang penting dan relevan untuk disusun secara cepat dalam
bentuk lisan maupun tulisan dan sebagai catatan yang bisa dipahami di masa mendatang.
Pentingnya keterampilan menyimak ini juga ditegaskan oleh Cahyono (1997:14) bahwa
keterampilan menyimak dapat membantu pembelajar berpartisipasi dengan baik dalam
komunikasi lisan, karena komunikasi tidak bisa berhasil jika pesan yang disampaikan tidak bisa
dipahami. Anderson dan Lynch (1988:16) menyebutkan bahwa keberhasilan keterampilan
berbicara tergantung pada keberhasilan keterampilan menyimak.
2.1 Pengertian Keterampilan Menyimak
Clark & Clark dan Richards (dalam Rubin & Mendelson,1995:151) menyebutkan
bahwa menyimak merupakan pemrosesan informasi yang didapat oleh penyimak melalui
pandangan dan pendengaran yang mencakup perintah untuk menyatakan apa yang akan dituju
dan diekspresikan oleh pembicara. Definisi tersebut mengungkapkan bahwa pada saat
pemrosesan informasi penyimak tidak pasif, tetapi aktif untuk menyerap informasi. Sumber
informasi yang ada juga bervariasi, tidak hanya bersumber dari kata kata yang diucapkan
pembicara saja, tetapi juga meliputi tekanan suara dan kecenderungan kata-kata tertentu. Kalimat
sama yang diucapkan oleh penutur yang berbeda akan berbeda maknanya, sesuai dengan konteks
pembicaraan. Definisi tersebut juga mengandung arti bahwa komunikasi itu komplek, dan
penentuan apa yang dituju oleh penutur bukan merupakan proses mekanis. Dengan demikian
menyimak merupakan proses dinamis yang menggunakan informasi dari penutur, penyimak,
setting, dan interaksi untuk membentuk makna.
Menyimak merupakan kegiatan yang komplek yang mencakup komponen-komponen
persepsi dan pengetahuan linguistik untuk membantu memahami wacana yang disajikan
(Zhiqian, 1989:33). Tarigan (1985:19) menyebutkan bahwa menyimak merupakan proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian dan pemahaman untuk
memperoleh informasi yang disampaikan secara lisan dan dapat memahami makna komunikasi
yang disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan tersebut. Dalam menyimak
terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan, mulai dari pengidentifikasian bunyi, proses
pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran
bunyi (Ashin, 1981:4). Menyimak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami
apa yang dibicarakan orang lain (Fan Yagang, 1993:16). Hal ini mencakup pemahaman aksen
pembicara, ejaan, tata bahasa, dan kosa kata yang digunakan, serta pemahaman makna. Seorang
penyimak harus dapat memahami empat aspek tersebut secara serentak.
Willis (1981:134) menyebutkan beberapa kegiatan yang harus dilakukan seseorang dalam
menyimak, yaitu: (1) Memprediksi apa yang akan dikatakan seseorang, (2) memperkirakan katakata atau frasa yang tidak dikenal tanpa rasa panik, (3) menggunakan pengetahuannya untuk
membantu pemahaman, (4) mengidentifikasi pokok bahasan yang relevan dan menyeleksi
informasi yang tidak relevan, (5) menguatkan poin-poin yang relevan melalui catatan atau
simpulan, (6) mengenali penanda-penanda wacana, misalnya: baik, oh, sesuatu yang lain adalah,
sekarang, dan lain lain, (7) memgenali alat-alt kohesi, misalnya: sebagaimana, yang mana
tercakup dalam kata-berikut, kata ganti, reference, dan lain lain, (8) memahami contoh-contoh
intonasi yang berbeda dan pemakaian tekanan yang mendukung makna dan setting sosial
budaya, dan (9) memahami maksud informasi, sikap dan perhatian pembicara.
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa menyimak merupakan proses aktif, yang
mengharuskan penyimak secara aktif mengkonstruksi pesan yang disampaikan pembicara,
melalui pemahaman aksen, sikap pembicara, ejaan, tata bahasa, kosa kata, frasa, penandapenanda wacana, dan alat-alat kohesi.
2.2 Proses Menyimak
Menyimak merupakan proses yang lebih komplek dari hanya sekedar mendengarkan.
Mendengar merupakan satu komponen dari proses menyimak, sedang komponen penting lainnya
adalah berpikir dan memberi makna apa yang didengarnya (Tompkins & Hoskissons, 1991:108).
Clark & Clark (1977:111-112) menegaskan bahwa proses menyimak meliputi tahap-tahap
berikut: (1) penyerapan fonologi, (2) representasi fonologi, (3) identifikasi isi/fungsi, (4)
representasi proposisi secara hirarkis, dan (5) penyimpanan proposisi. Sedang Klatzy (dalam
Cahyono, 1997: 15) mengajukan model lain, bahwa proses menyimak terdiri dari : (1) mencatat
informasi, (2) mengenal contoh, (3) mengorganisasikan informasi, (4) latihan, dan (5)
penyimpanan informasi.
Ada tiga tahap dalam proses menyimak, yaitu proses menerima, proses pemusatan
perhatian, dan proses pembentukan makna melalui proses asimilasi dan akomodasi. Pada tahap
pertama (menerima) penyimak menerima stimulus lisan dan visual yang dihadirkan oleh
pembicara. Langkah kedua (pemusatan perhatian) penyimak memfokuskan diri pada stimulus,
karena banyak sekali stimulus yang ada, maka penyimak memfokuskan pada informasi yang
paling penting dalam pesan yang disimak. Pada tahap ketiga (pemahaman makna), penyimak
membentuk makna atau memahami pesan pembicara. Penyimak membentuk makna melalui
proses asimilasi dan akomodasi untuk menyesuaikan pesan dengan kognitif mereka atau untuk
menciptakan struktur baru jika diperlukan.
Richards (1988:63) menyatakan bahwa ada dua proses menyimak yang sering dipakai,
yaitu proses menyimak bottom up dan proses menyimak top down. Proses menyimak bottom up
yaitu proses menyimak yang mengacu paadaa penggunaan data yang masuk sebagai sumber
informasi tentang suatu pesan yang dimulai dari menganalisa pesan yang diterima berdasarkan
organisasi bunyi, kaata, dan kalimat sampai paada proses penemuaan makna (proses decoding
atau penafsiran pesan). Sedang proses menyimak top down adalah proses yang menggunakan
pengetahuan latar dalam memahami maksud suaatu pesan baik berupa topik suatu wacana,
situasi daan kontekstual atau pengetahuan yang telah menjadi memori berupa skema yaitu
sususnan suatu kejadian tentang suatu topik.
Rivers dan Temperley (dalam Nicholas, 1988:19) menyebutkan bahwa proses menyimak
melalui tahap-tahap berikut:
1. Pada saat menyimak suara, reaksi pertama adalah memastikan bagaimana suara itu disusun
apakah sistematik atau tidak.
2. Tahap berikutnya menetapkan jenis struktur suara tersebut dalam bahasa yang
dipergunakannya
3. Tahap terakhir menyeleksi pesan-pesan yang penting, untuk disimpan pada memori yang
nantinya akan dipergunakan.
Proses tersebut pada tahap permulaan merupakan kegiatan yang komplek yang
membutuhkan beberapa faktor untuk menerapkannya, antara lain: pemahaman fonologi atau
sistem suara bahasa yang disimak, pemahaman terhadap tema pembicaraan, tujuan pembicaraan,
sikap dan tekanan pembicaraan, ekspresi wajah, isyarat, tekanan/nada , yang semua ini dapat
membantu penyimak memahami pesan yang disimaknya. Dengan demikian, proses menyimak
adalah proses menerima informasi, berpikir, dan memusatkan perhatiaan untuk mendapatkan
pemahaman makna atau pesan pembicara.
2.3 Tingkatan Menyimak
Farris (1993:158) membagi menyimak menjadi empat tingkat, yaitu: (1) tingkat marginal,
(2) tingkat apresiatif, (3) tingkat atentife, dan (4) tingkat kritis dan analitis. Menyimak marginal
adalah menyimak suara pada latar/suasana gaduh. Misalnya, menyimak suara seseorang pada
situasi gaduh di jalan raya. Guru menggunakan menyimak marginal untuk melatih siswa jika
pada suatu ketika kelas mendapat gangguan suara gaduh dari kelas lain misalnya. Karena
beberapa murid ada yang hanya bisa belajar pada situasi yang tenang.
Menyimak apresiatif adalah menyimak untuk mendapat kesenangan, misalnya
mendengarkan lagu, musik, drama, bacaan puisi, dan sebagainya. Untuk melatih jenis menyimak
ini guru bisa memutar kaset musik misalnya, sehingga anak bisa belajar dalam melakukan
apresiasi terhadap berbagai ritme, lirik, aliran dan jenis musik. Selain itu siswa juga dilatih agar
bisa menyaksikan penggunaan tekanan, jeda dan irama, nada, mood, gaya penutur, dsb. dengan
menyimak penutur yang efektif.
Menyimak atentif yaitu menyimak untuk memahami dan menginterpretasikan pesan
penutur. Jenis menyimak ini memerlukan konsentrasi dan interaksi untuk memastikan
pemahaman lisan. Penyimak harus mengkategorikan, menyelidiki, menghubungkan,
mempertanyakan, dan mengorganisasikan informasi agar bisa menerapkannya pada kesempatan
lain. Jenis menyimak ini misalnya menyimak petunjuk-petunjuk lisan melalui berbagai sarana
seperti menyimak berita televisi, menyimak nomor telephon dari jarak jauh, menyimak
perkuliahan, dsb. Untuk menerima pesan lisan tertentu diperlukan strategi tertentu misalnya
penyimak hendaknya mengetahui tujuan penting yang harus didengarkannya. Para siswa akan
menggunakan taktik tertentu untuk mencatat. Mereka menggunakan kategori-kategori tertentu
untuk ditulis sebagai judul atau topik di atas catatan.
Menyimak kritis atau analitis adalah menyimak untuk mengevaluasi dan menetapkan apa
yang disimaknya. Jenis menyimak ini mengharuskan penyimak mengevaluasi dan menentukan
input lisan, sehingga dia menjadi pemroses yang reflektif terhadap suatu pesan. Pemrosesan
reflektif ini memerlukan pengembangan inferensi yang luas, pembandingan sebab dan akibat,
evaluasi dan pertimbangan pesan penutur. Menyimak kritis ini sebenarnya merupakan dasar
menyimak yang sering dilakukan anak, misalnya pada saat anak harus mengambil keputusan
penting misalnya pada saat membeli mainan baru, memilih film baru yang akan ditonton, dsb.
Dengan demikian, dilihat dari tingkat kesulitannya, ada empat jenis menyimak, yaitu: menyimak
marginal, menyimak apresiatif, menyimak atentif, dan menyimak kritis.
2.4 Tujuan Menyimak
Walvin & Coakley (dalam Tompkin & Hoskisson, 1991:109) menyatakan bahwa terdapat
5 tujuan dalam menyimak, yaitu: (1) menyimak untuk membedakan, (2) menyimak untuk
memahami, (3) menyimak untuk mengkritik, (4) menyimak untuk apresiasi, dan (5) menyimak
untuk terapi. Pada menyimak dengan tujuan untuk membedakan seseorang menyimak untuk
membedakan suara-suara dan untuk mengembangkan sensitivitas komunikasi non verbal.
Mengajar menyimak dengan tujuan ini berbeda-beda untuk setiap tingkat kelas. Di TK atau kelas
I sekolah dasar misalnya, siswa diajak menyimak suara-suara binatang melalui tape recorder dan
suara-suara yang biasanya ada di dapur. Anak-anak biasanya baru bisa melakukan menyimak
jenis ini pada usia 5 atau 6 tahun.
Pada menyimak dengan tujuan untuk memahami, seseorang menyimak untuk memahami
sebuah pesan, dan jenis menyimak inilah yang sering diperlukan pada aktifitas pengajaran. Siswa
harus menentukan tujuan penutur dan kemudian mengkordinasi informasi yang terucapkan
kemudian mengingatnya. Pada tingkat sekolah dasar biasanya pengajaran menyimak
komprehensif ini hanya sedikit diberikan, karena guru berpendapat bahwa siswa baru
mempunyai pengetahuan sederhana untuk menyimak. Model yang dipakai biasanya berupa tugas
mencatat sebagai salah satu strategi menyimak komprehensif.
Menyimak dengan tujuan untuk mengkritik atau mengevaluasi adalah menyimak yang
mengharuskan penyimak pertama kali memahami, kemudian mengevaluasi pesan yang diterima.
Menyimak dengan tujuan ini merupakan perluasan dari menyimak komprehensif, karena
disamping memahami pesan, penyimak harus menyeleksi pesan, misalnya untuk mendeteksi
bahasa propaganda dan bahasa persuasi. Seperti, bahasa debat, iklan, pidato politik dan argumenargumen lain.
Menyimak untuk apresiasi adalah menyimak untuk memperoleh kesenangan, seperti
menyimak cerita, pembacaan puisi. Bentuk pengajaran menyimak yang penting di tingkat SD
adalah dengan membaca keras untuk disimak siswa. Dengan cara ini guru bisa mendorong dan
meciptakan situasi yang menyenangkan dalam pelajaran menyimak. Selain itu jenis menyimak
ini bisa berupa menyimak pembicaraan teman sekelas dan tukar menukar ide. Siswa perlu belajar
bagaiman berpartisipasi dalam pembicaraan, diskusi, dan kegiatan percakapan yang lain.
Menyimak untuk terapi adalah menyimak yang digunakan pada saat seseorang masalahmasalah yang diungkapkan pembicara. Sebagaimana orang dewasa, anak-anak juga memerlukan
penyimak yang simpatik untuk menyimak permasalahan-permasalahan yang dialaminya.
Dengan demikian ada 5 tujuan menyimak, yaitu (1) menyimak untuk membedakan, yang
digunakan untuk membedakan hal-hal yang disimak, sesuai dengan tujuan penyimak, (2)
menyimak untuk memahami, yaitu menyimak dengan tujuan memahami pesan pembicara baik
secara detil maupun global, (3) menyimak untuk mengkritik, yaitu menyimak yang tidak hanya
cukup memahami apa yang disimak, tetapi juga mengevaluasi dan memberikan kritik atau
penilaian terhadap pesan yang disimak, (4) menyimak apresiasi, yaitu menyimak untuk
memperoleh kesenangan, dan (5) menyimak untuk terapi, yaitu menyimak untuk menghibur
pembicara dengan menyimak permasalahan-permasalahan yang diungkapkan.
2.5 Jenis-Jenis Menyimak
Ada tiga jenis menyimak yang sering digunakan dan diajarkan di sekolah-sekolah , yaitu
menyimak komprehensif, menyimak kritis, dan menyimak apresiatif. Ketiga jenis menyimak ini
memerlukan strategi-strategi khusus yang akan digunakan pada saat menyimak. Sebagai contoh
strategi membayangkan (imaji), organisasi, dan pengajuan pertanyaan-pertanyaan dapat
membantu para mahasiswa memperoleh informasi penting dari pesan yang disimaknya dan dapat
memahaminya dengan lebih baik.
Tidak semua mahasiswa memahami berbagai strategi untuk tujuan menyimak yang
berbeda. Pada umumnya mereka hanya memiliki satu pengertian bahwa menyimak adalah suatu
kegiatan yang harus dilakukan sebaik mungkin, dan harus mengingat semua pesan yang
disampaikan. Menyimak dengan strategi ini tidak akan berhasil karena: (1) mengingat semua
pesan dalam waktu singkat merupakan hal yang tak mungkin bisa dilakukan, dan (2) beberapa
poin dari pesan yang disampaikan bukan merupakan hal yang perlu diingat. Adapun tiga jenis
menyimak yang akan dibahas yaitu: (1) Menyimak komprehensif, (2) menyimak appresiatif, dan
(3) menyimak kritis.
Menyimak komprehensif adalah menyimak untuk memahami pesan (Tompkins & Hoskisson,
1991:112). Beberapa faktor yang menentukan mahasiswa sebagai penyimak dapat memahami
pesan adalah: (1) sebelum menyimak, berupa latar belakang pengetahuan yang berkaitan dengan
isi pesan yang disimak. Para penyimak harus mampu menghubungkan apa yang disimak dengan
pengetahuan yang telah diketahui dan pembicara atau dosen harus membantu untuk
menghubungkannya.(2) selama proses menyimak, yaitu berupa penggunaan berbagai strategi
dan teknik untuk membantu ingatan mereka dalam mengorganisasikan pesan yang diterima. (3)
pada saat selesai proses menyimak, yaitu menerapkan apa yang mereka simak sehingga hal ini
merupakan dorongan atau penyebab untuk mengingat informasi/pesan yang diterima.
Menyimak kritis adalah jenis menyimak yang harus mulai dikembangkan pada mulai
dari sekolah dasar, karena mereka setiap hari dibanjiri informasi yang berupa persuasi, dan
propaganda baik melalui televisi maupun radio. Menyimak jenis ini mengarahkan mereka agar
bersikap kritis terhadap hal-hal yang disimaknya. Syafi’ie, (1999:s 46) menyebutkan bahwa
menyimak kritis bisa digunakan untuk melatih kepekaan terhadap hal-hal yang bias, menilai
validitas informasi, dan membedakan antara fakta dan opini.
Menyimak apresiatif merupakan jenis menyimak yang menghasilkan rasa senang, puas,
menikmati terhadap hal yang disimak, seperti mendengar musik, komedi, puisi, cerita,dsb.
Dalam pelajaran bahasa menyimak apresiatif ini bisa digunakan untuk melatih mahasiswa dalam
mereaksi prosa/puisi, menunjukkan kesenangan terhadap persajakam dalam puisi, kepekaan
imajinasi, dan kepekaan suasana (Syafi’ie, 1999: 46).
Beberapa cara yang bisa dilakukan dosen untuk melaksanakan pengajaran menyimak
apresiatif ini adalah:(1) memperdengarkan cerita atau memutar CD yang berisi cerita,
mengenalkan kosakata serta pola kalimat yang digunakan, membuat mahasiswa mampu
memahami cerita yang terlalu sulit untuk disimak oleh mereka sendiri, (2) menimak secara
berulang-ulang. Pengulangan dapat membantu mahasiswa melakukan kontrol terhadap bagianbagian tertentu dari cerita, dan mensintesis bagian-bagian cerita ke dalam keseluruhan cerita
secara lebih baik
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa jenis menyimak ada tiga,
yaitu menyimak komprehensif, menyimak kritis, dan menyimak apresiatif. Menyimak
komprehensif adalah menyimak untuk memahami pesan, jenis menyimak ini merupakan jenis
menyimak yang harus dikuasai penyimak untuk dapat menguasai dua jenis menyimak yang lain.
Menyimak kritis adalah menyimak yang menuntut penyimak bersikap kritis terhadap hal-hal
yang disimaknya, sedang menyimak apresiatif adalah menyimak untuk mendapatkan rasa
senang, puas, dan menikmati apa yang disimaknya.
2.6 Pengertian Menyimak Apresiatif
Untuk mendeskripsikan pengertian tentang menyimak apresiatif, akan dipaparkan lebih
dahulu istilah apresiasi khususnya apresiasi sastra. Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin
apreciato yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas,
istilah apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan
(2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang, dan
sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek
emotif, dan (3) aspek evaluatif (Aminuddin, 1995:34).
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek penikmat sastra dalam upaya
memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat obyektif yang meliputi unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik sastra yang bersifat obyektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa
dan struktur waacana dalam hubungannya dengan kehadiran maakna yang tersurat. Sedangkan
unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi peengarang, latar proses kreatif penciptaan maupun
latar sosial budaya yang menunjang kehadiran teks sastra.
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi peminat sastra dalam upaya
menghayati unsur-unsur keindahan teks sastra. Unsur emosi sangat berperanan dalam upaya
memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa paparan
yang mengandung ketaksaan makna atau beersifat konotatif-interpretatif serta dapat pula berupa
unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian teeerhadap baik
buruk, indah tidak indah, sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak haru hadir dalam
sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh peminat sastra.
Dengan berpijak pada pengertian apresiasi karya sastra maka menyimak apresiatif
mempunyai makna
kegiatan menyimak yang bertujuan untuk menumbuhkan pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra
yang disimaknya.
2.7 Pendekatan dalam Menyimak Apresiatif
Istilah pendekatan dalam menyimak apresiatif merupakan prinsip dasar atau landasan
yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada saat mengapresiasi karya sastra yang
disimaknya. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan dalam mengapresiasi karya sastra
ditentukan oleh (1) tujuan dan apa yang akan diapresiasi, (2) proses kelangsungan, dan (3)
landasan teori yang digunakan (Aminuddin, 1995:40).
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pendekatan yang dapat digunakan
adalah (1) pendekatan parafratis, (2) pendekatan emotif, (3) pendekatan analitis, (4) pendekatan
historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis. Bila dikaitkan dengan
proses kelangsungan apresiasi pendekatan yang dapat digunakan adalah: (1) pendekatan emotif,
(2) pendekatan ekspresif, (3) pendekatan kognitif, (4) pendekatan semantis, dan (5) pendekatan
struktural. Sedang bila ditinjau dari landasan teori yang digunakan, dalam kegiatan apresiasi
sastra terdapat sejumlah teori yang meliputi: (1) teori fenomenologi, (2) hermeneutika, (3)
formalisme, (4) strukturalisme, (5) semiotika, (6) teori resepsi, dan (7) teori psikoanalisis.
Berikut akan diuraikan pendekatan apresiasi karya sastra ditinjau dari aspek tujuan dan
materi apa yang akan diapresiasi sebagaimana dipaparkan oleh Aminuddin (1995:41-45).
2.7.1 Pendekatan parafrastis.
Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu
cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang berbeda dengan kata-kata dan kalimat yang digunakan
pengarangnya.
2.7.2 Pendekatan emotif.
Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang
mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu dapat beeerhubungan dengan
keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan
yang lucu dan menarik.
2.7.3 Pendekatan analitis.
Yang dimaksud dengan pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha
memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengemajikan ide-idenya,
sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme
hubungan dari setiap elemen intrisik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan
kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
2.7.4 Pendekatan historis
Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang
biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa
terwujudnya cipta sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan
penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.
2.7.5 Pendekatan sosiopsikologis
Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang
kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap
pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu
diwujudkan.
2.7. 6 Pendekatan didaktis
Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami
gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadapa kehidupan. Gagasan, tanggapan
maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis,
maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca.
Pendekatan didaktis ini merupakan pendekatan yang menuntut daya kemampuan intelektual,
kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya.Dalam pelaksanaannya ,
penggunaan pendekatan didaktis ini diawali dengan upaya pemahaman satuan-satuan pokok
pikiran yang terdapat dalam suatu cipta sastra yang disarikan dari paparan gagasan, baik
berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, lakuan, maupun deskripsi peristiwa dari
penulisnya.
2.8 Strategi Pembelajaran Menyimak Apresiatif
Strategi pembelajaran menyimak apresiatif berbeda dengan mengajar jenis menyimak
lainnya, karena tujuan menyimak apresiatif ini adalah untuk mendapatkan suatu kesenangan.
Kegiatan dalam strategi ini menurut Tompkins dan Hoskisson (1991:130) dibagi menjadi tiga
tahap, sebelum, selama dan sesudah menyimak.
2.8.1 Kegiatan sebelum menyimak
Dosen berusaha mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh mahasiswa,
memberikan informasi baru yang berkaitan dengan cerita atau penulisnya, dan mengaktifkan
minat mahasiswa terhadap cerita. Dosen bisa membicarakan topik atau temanya, menunjukkan
gambar, atau membahas masalah-masalah yang masih terkait dengan cerita agar semua
pengetahuan yang ada dalam diri mahasiswa dapat muncul dan agar mahasiswa mendapatkan
pengalaman baru.
2.8.2 Kegiatan selama menyimak
Dosen memutar CD yang berisi cerita pendek, dan selama proses menyimak mahasiswa
harus terlibat aktif dalam memahami cerita tersebut. Satu cara untuk meningkatkan partisipasi
aktif mahasiswa adalah dengan menggunakan Directed Listening Thinking Activity ( DRTA)
suatu prosedur yang meminta mahasiswa secara berkelompok untuk membuat prediksi tentang
unsur-unsur intrinsik cerita yang meliputi: tema, gaya bahasa, alur, setting, dan unsur penokohan
dalam cerita pendek yang disimaknya.
2.8.3 Kegiatan setelah menyimak
Mahasiswa saling berbagi pengetahuan dan masukan yang mereka peroleh pada saat
menyimak dan melalui diskusi, mereka diminta untuk membahas hasil kerja mereka pada tahap
menyimak. Dalam diskusi ini hendaknya mahasiswa dikondisikan untuk berpikir kritis, fokus
diskusi pada tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi bukan pada pertanyaan yang hanya
membutuhkan jawaban faktual.
PENGERTIAN MENYIMAK
Menyimak merupakan pemrosesan informasi yang didapat oleh penyimak melalui
pandangan dan pendengaran yang mencakup perintah untuk menyatakan apa yang akan dituju
dan diekspresikan oleh pembicara/penutur (Clark dan Clark dan Richards, dalam Rubin,
1995:151). Definisi tersebut mengungkapkan bahwa pada saat pemroseesan informasi penyimak
tidak pasif tetapi aktif untuk menyerap informasi. Sumber informasi bervariasi, tidak hanya
bersumber dari dari kata-kata yang diucapkan pentur saja namun juga meliputi tekanan suara dan
kecenderungan kata-kata tertentu. Kalimat sama yang diucapkan oleh penutur yang berbeda akan
berbeda maknanya sesuai dengan konteks pembicaraan. Definisi tersebut juga mengandung arti
bahwa komunikasi itu kompleks dan penentuan apa yang dimaksudkan oleh penutur bukan
merupakan proses yang mekanis. Dengan demikian, menyimak merupakan proses dinamis yang
menggunakan informasi dari penutur, penyimak, setting, dan interaksi untu membentuk makna.
Sejalan dengan pendapat tersebut, berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian menyimak. Zhiqian (1989:33) menyatakan bahwa menyimak merupakan
kegiatan yang kompleks yang mencakup komponen-komponen perepsi dan pengetahuan
linguistic untuk membantu memahami wacana yang disajikan. Ashin (1981:4) menyatakan
bahwa dalam menyimak terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan mulai dari
pengidentifikasian bunyi dan tuturan, proses pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses
penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi dan tuturan. Sementara Fan Yagang
(1993:16) menyatakan bahwa menyimak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan
memahami apa yang dibicarakan orang lain yang mencakup aspek aksen penutur, ejaan,
tatabahasa, kosa kata, serta pemahaman makna secara serentak. Dari paparan definisi para ahli
tesebut dapat disimpulkan bahwa menyimak merupakan proses aktif yang mengharuskan
penyimak aktif mengkonstruksi pesan yang disampaikan penutur melalui pemahaman aksen,
sikap pembicara, ejaan, tata bahasa, kosakata, frasa, penanda wacana,dan alat-alat kohesi.
FAKTOR-FAKTOR UMUM YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN PENYIMAK
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan penyimak tuturan bahasa
kedua/asing adalah faktor usia, bakat, sosial psikologi, kepribadian, aspek kognitif, belahan
spesialisasi, dan strategi belajar (Freeman dan Long, 1991:154-203). Faktor usia mempengaruhi
kesuksesan pebelajar bahasa asing sebagaimana hasil penelitian Seright (dalam Freeman dan
Long, 1991) bahwa anak kecil lebih berhasil belajar aksen dan menirukan penampilan berbahasa
penutur asli daripada pebelajar dewasa, sedang pebelajar dewasa lebih cepat memperoleh materi
pembelajaran dari segi kuantitas. Bakat bahasa terkait dengan kemampuan mengenal fonem,
kepekaan gramatikal, belajar materi bahasa, dan belajar bahasa secara induktif. Aspek sosial
psikologi mencakup motivasi dan sikap. Aspek kepribadian meliputi kepribadian terbuka dan
tertutup. Pebelajar dengan kepribadian terbuka lebih cepat berrhasil dalam belajar bahasa asing
daripada pebelajar dengan kepribadian tertutup. Aspek kognitif terkait tentang proses atau
pendekatan belajar yang dipakai misalnya pendekatan holistic atau analitik. Spesialisasi belahan
otak pebelajar juga mempengaruhi kesuksesan pebelajar bahasa kedua/asing. Adapun strategi
belajar merupakan teknik yang digunakan pebelajar dalam belajar.
KESULITAN PENYIMAK DAN PENYEBABNYA
Underwood (1989:16-20) menyatakan bahwa masalah mendasar yang dihadapi pebelajar
menyimak adalah: (1) ketidakmampuan mengontrol kecepatan tuturan pembicara, (2)tidak ada
kesempatan mengulang tuturan, (3) keterbatasan kosakata pebelajar, (4) kegagalan mengenali
tanda-tanda penutur, (5) kesulitan menginterpretasikan wacana, (6) ketidakmampuan
berkonsentrasi, dan (7) kebiasaan belajar. Ketujuh hal tersebut dijelaskan berikut.
Kesulitan pertama berhubungan dengan kecepatan tuturan. Kecepatan tuturan merupakan
masalah pokok yang dihadapi penyimak, karena tidak ada kesempatan untuk mengulang teks
sebagaimana ketika membaca. Kadangkala penyimak disibukkan untuk memahami makna
bagian tertentu sehingga lengah untuk menyimak bagian berikutnya.
Kesulitan kedua berkaitan dengan tidak ada kesempatan untuk mengulang pesan yang
disimak. Misalnya, jika siswa harus menyimak pesan yang ada pada radio atau televisi secara
langsung maka tidak ada kesempatan bagi penyimak untuk memutar ulang tuturan yang disimak.
Kesulitan ketiga berkaitan dengan keterbatasan kosakata. Keterbatasan kosakata
merupakan masalah yang pelik bagi penyimak tuturan bahasa asing. Dengan tidak diketahui
kosakata tertentu dalam tuturan memancing siswa untuk berhenti dan memikirkannya sehingga
ia akan tertinggal untuk menyimak bagian tuturan berikutnya.
Kesulitan keempat terkait dengan kesulitan dalam mengenali tanda-tanda pembicaraan.
Tanda-tanda dalam tuturan lisan sering sulit dipahami oleh penyimak bahasa asing. Contoh
tanda-tanda yang bisa dimanfaatkan misalnya ahrufut tauki:d, ahruful qosam, jeda, pemberian
contoh, pengulangan poin-poin tertentu, dan simpulan tuturan.
Kesulitan kelima terkait dengan kemampuan menginterpretasikan informasi yang
disimak. Interpretasi pesan yang disimak mrupakan masalah bagi penyimak jika penyimak sama
sekali tidak ada pengetahuan tentang konteks tuturan yang disimak.
Kesulitan keenam terkait dengan ketidakmampuan penyimak dalam berkonsentrasi.
Ketidakmampuan berkonsentrasi merupakan masalah serius yang harus dicermati, karena dalam
menyimak diperlukan konsentrasi terus menerus selama proses menyimak.
Kesulitan ketujuh berkaitan dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan pebelajar yang selalu
menggantungkan diri pada informasi atau penjelasan guru terkait dengan kosakata, gramatika,
makna pola-pola kalimat akan menjadi penghambat pada saat menyimak yang dilakukan tanpa
ada penjelasan kosakata terlebih dahulu.
Sementara itu Tresnadewi (1994:29) menyebutkan bahwa kesulitan menyimak yang biasa
dihadapi oleh pebelajar adalah (1) terkait dengan ejaan, ritme, intonasi, dan tekanan; (2)
ketidakmampuan untuk menyaring atau menyeleksi apa yang disimak, meliputi ketidakmampuan
memahami kata-kata pleonasme, simbolisme, sitasi gaduh, dan ketidakmampuan
memperkirakan; (3) ketidakmampuan memahami dan berlatih dengan berbagai jenis aksen dan
kosakata tertentu; dan (4) ketidamampuan menghubungkan kata-kata tertentu dalam konteksnya.
Ngee (1985:59) menyebutkan beberapa kesulitan yang dihadapi penyimak adalah: (1)
kecepatan tuturan; (2) belum dikenali jenis suara, tekanan, inntonasi, ritme penutur asli; (3) rasa
bosan yang mengakibatkan hilangnya konsentrasi; (4) faktor pengacau baik dari dalam maupun
luar kelas; dan (5)masalah-masalah khusus yang berfungsi untuk memahami pesan tuturan,
misalnya: penguasaan kosakata, frasa, pola kalimat, dan konteks tuturan.
Brown dan Yule (dalam Candlin, 1991:24) menyebutkan bahwa ada empat factor yang
menjadi penyebab kesulitan tugas-tugas bahasa lisan yaitu: (1) yang terkait dengan pembicara
(bagaimana kecepatan bicaranya, berapa banyak yang diucapkan, dan bagaimana bentuk
aksennya); (2) terkait dengan penyimak (partisipasi penyimak, tingkat respons yang diberikan,
dan perhatian individu terhadap tema; (3) terkait dengan isi (berupa tatabahasa, kosakata,
susunan informasi, dan latar belakang pengetahuan yang dimiliki); (4) terkait dengan motivasi
(apakah ada bantuan gambar, diagram, atau media yang digunakan untuk memvisualisasikan
tuturan yang disampaikan).
Selain itu, Andersons dan Lynch (dalam Candlin, 1991) menyebutkan tiga faktor utama
penyebab kesulitan menyimak, yaitu: (1) bentuk bahasa; (2) tujuan menyimak; dan (3)konteks
tuturan. Andersons dan Lynch juga menyebutkan bahwa kesulitan menyimak itu dipengaruhi
oleh hal-hal berikut. (1) Pengorganisasian informasi (tuturan yang disampaikan secara urut
kronologis akan lebih mudah disbanding dengan tuturan yang informasinya disajikan tidak
berurutan. (2) Pengenalan tentang topik tuturan yang disimak. (3) Susunan informasi yang
digunakan. Penyusunan informasi yang eksplisit dan sederhana akan lebih mudah dipahami
penyimak daripada susunan informasi yang implisit dan kompleks. (4) Bentuk ungkapan acuan
yang digunakan. Penggunaan kata ganti akan lebih sulit dipahami penyimak daripada
penggunaan kata benda secara langsung. (5) Bentuk pendeskripsian tuturan. Tuturan yang
dideskripsikan dengan menggunakan media akan lebih mudah dipahami penyimak daripada
tuturan yang disajikan tanpa menggunakan media.
Brown (dalam Rubin dan Mendelson, 1995:59) menyebutkan bahwa kesulitan yang lazim
ditemui dalam menyimak adalah tidak dikenalnya aspek tekanan, gramatika, dan kosakata
bahasa yang dipelajari. Di samping itu aspek budaya dan kebiasaan penutur serta aspek pribadi
penyimak juga ikut berpengaruh misalnya aspekminat an motivasi. Selanjutnya Brown
mengemukakan 6 prinsip muatan kognitif yang mudah dan sulit untuk tuturan menyimak bahasa
asing yaitu: (1)tuturan dengan muatan konten yang sederhana akan lebih mudah dipahami
daripada tuturan dengan muatan konten yang kompleks; (2) tuturan yang berisi nama individu
atau objek yang jelas karakteristiknya akan lebih mudah dipahami daripada tuturan yang belum
jelas nama pemerannya dan karakteristiknya; (3) tuturan yang berisi lokasi objek yang jelas akan
lebih mudah dipahami penyimak daripada tuturan yang ruang lokasinya lebih luas; (4) tuturan
yang berisi kejadian/peristiwa tertentu akan lebih mudah dipahami penyimak daripada tuturan
yang memuat peristiwa yang belum jelas; (5) tuturan akan lebih mudah dipahami jika
mengandung kata kunci yang dapat memudahkan penyimak memahami tuturan yang disimak;
dan (6) tuturan yang disimak akan mudah dipahami jika kosa kata dan gramatikanya sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki penyimak.
MEMBANTU PENYIMAK DALAM MENGHADAPI KESULITAN MENYIMAK
Dalam menyimak pengajar dapat membantu penyimak untuk memahami pesan yang
disimak melalui proses pengenalan (recognition), terkaan (guessing), penggantian system
pembelajaran (transfer of learning), bentuk/gaya perhatian yang diperhatikan (stylistic
consideration), dan selingan humor ( Cahyono, 1997: 15). Beberapa upaya yang dapat dilakukan
pengajar untuk membantuk penyimak melalui proses pengenalan adalah dengan menggunakan
materi yang sudah dikenal penyimak, member waktu yang cukup untuk mengenali tanda-tanda
atau isyarat pada saat memeperdengarkan tuturan dengan cara memperlambat, mempertinggi
nada dan intonasi, dan menghentikan poin –poin penting, serta mengulang tuturan. Menerka atau
memperkirakan isi tuturan atau pesan yang disimak membantu penyimak untuk membentuk
schemata atau latar belakang konteks wacana yang disimak. Menyimak merupakan transfer
pembelajaran visual kepada pembelajaran audiolingual. Pembelajaran audiolingual akan lebih
sulit dipahami daripada pembelajaran visual karena itu pengajar harus membantu penyimak
dengan penyajian media yang diperlukan untuk memvisualisasikan materi tutuan yang
diperdengarkan. Gaya yang dipakai penutur sangat menentukan keberhasilan penyimak. Gaya
yang menarik dan diselingi humar akan dapat membantu penyimak lebih termotivasi dan tidak
lekas jenuh dengan tugas menyimak.
Rubin, dan Mendelsons (1995:113) menyebutkan bahwa ada tiga aspek yang harus
dipahami oleh pengajar menyimak, yaitu: (1) hakikat bahasa lisan, (2) proses kognitif bahasa
lisan, dan (3) cara-cara membantu pebelajar menjadi penyimak yang baik. Hakikat bahasa lisan
adalah bahasa yang disampaikan melalui media suara. Suatu kata yang disampaikan dengan
intonasi dan kecepatan yang berbeda akan membawa pemahaman yang berbeda bagi penyimak.
Bahasa lisan akan menyulitkan penyimak untuk mengulang apa yang disimak sehingga harus
bekerja keras menyimpan apa yang disimak dalam memori. Modifikasi suara merupakan salah
satu unsure yang membedakan antara bahasa lisan dan tulis. Suara bias dikurangi, ditambah,
dikeraskan, atau dihilangkan tekanannya. Bahasa tulis diungkapkan dalam bentuk kalimat
sedang bahasa lisan diungkapkan dalam bentuk frasa atau klausa yang disebut unit-unit ide.
Chafe (dalam Rubin dan Mendelson, 1995:113) memaparkan 6 hal yang membedakan
wacana lisan dan wacana tulis yaitu (1) bahasa lisan mempunyai unit ide yang lebih pendek di
banding dengan bahasa tulis. Bahasa lisan berkisar antara tujuh kata sedang bahasa tulis berkisar
antara sebelas kata; (2) unit-unit ide dari bahasa lisan digabung melalui makna konjungsi seperti
dan atau tetapi, sedang bahasa tulis lebih banyak menekankan penggunaan pelekat seperti anak
kalimat, klausa penghubung, atau jumlah kalimat kompleks; (3) bahasa lisan bersifat spontan
karena bahasa lisan disusun pada saat penutur berbicara; (4)
Mengenai proses kognitif bahasa lisan sebagaimana dijelaskan oleh Buck (dalam Rubin
dan Mendelson, 1995:117) adalah bahwa ada tiga aspek pengetahuan penting yang harus
dikuasai penyimak yaitu (1) pengetahuan linguistik yang meliputi aspek fonologi, sistem suara,
kosakata, sintaksis, morfologi, wacana, penanda kohesi dan lain-lain; (2) latar pengetahuan yang
dimiliki penyimak terkait dengan konten tuturan, dan (3) konteks bahasa itu digunakan.
Adapun cara membantu menjadi penyimak yang baik adalah melalui (1) penciptaan
kondisi yang optimal untuk proses pembelajaran, misalnya menggunakan teks yang kesulitannya
sesuai dengan tingkat kemampuan penyimak dan penggunaan materi yang menarik, san (2)
mengarahkan perhatian siswa pada hal-hal yang penting misalnya pada prosesperubahan
fonologi atau isi penting dari teks yang harus dipahami.
Penelitian terkait yang mengkaji tentang menyimak dan aspek-aspeknya yang sudah
dilaksanakan di jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang adalah hasil
penelitian (1) Kusumobroto (1995) dengan judul Kemampuan mahasiswa Program Pendidikan
Bahasa Arab FPBS IKIP MALANG yang telah menempuh matakuliah Istima’II dalam menyimak
berita berbahasa Arab di radio, yang menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat kemampuan
mahasiswa dalam mengingat fakta dan memahami kosakata tergolong rendah, dan tingkat
kemampuan mahasiswa dalam membuat kesimpulan dan menyimak berita secara umum sangat
rendah, yaitu: 6,67%. (2) Nurhidayati (2003) dengan judul Jenis dan sebab kesulitan yang
dihadapi mahasiswa dalam menyimak teks bahasa Arab, yang menghasilkan kesimpulan bahwa
sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengingat detil dan urutan dari teks yang
disimak. Adapun sebab kesulitan dari aspek linguistik adalah karena keterbatasan kosakata,
sedang sebab kesulitan dari aspek nonlinguistik adalah karena faktor motivasi ekstrinsik, yaitu
kurangnya motivasi mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah menyimak yang disebabkan faktor
metode mengajar, kurangnya variasi materi, dan kurangnya pemanfaatan media secara optimal.
(3) Nurhidayati (2004) dengan judul Kemampuan menyimak mahasiswa baru Jurusan Sastra
Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, yang menghasilkan kesimpulan bahwa
kemampuan awal mahasiswa dalam memahami aspek fonem dalam kategori kurang, aspek kata
dalam kategori cukup, sedang aspek kalimat dalam kategori baik. (4) Nurhidayati (2006) dengan
judul Pembelajaran Menyimak Apresiatif Cerita Pendek dengan Strategi Belajar Kooperatif ,
yang menghasilkan kesimpulan bahwa strategi belajar kooperatif sangat efektif digunakan dalam
pembelajaran menyimak baik pada saat pramenyimak, menyimak, maupun pasca menyimak.
Adapun nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada siklus I adalah: 91,6 (sangat baik), sedang
nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus II adalah: 93 (sangat baik).
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru Algesindo
Aminuddin. 1997. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya sastra. Semarang: CV
IKIP Semarang Press.
Aminuddin. 2000. Metasemiotik sebagai Dasar Signifikasi Teks Sastra. Dalam Rahayu S.
hidayat (Ed) Semiotik . Jakarta: Universitas Indonesia Jakarta.
Anderson & Lynch. 1988. Listening. Editor: Candlin & Widdowson. New York: Ocford
University Press.
Ashin, A. 1981. Pengajaran Menyimak: Memimlih dan Mengembangkan Tujuan Pengajaran.
Jakarta: P2LPTK.
Bogdan & Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and
Methods. Boston: Allyn aand Bacon Inc.
Burns, P.C., Betty, d. D. dan Elinor, P. R. 1996. Teaching reading in Todays elementary school.
New York: Boston Toronto.
Cahyono, B.Y. 1992/1993. Aplikasi Teori Skemata Struktur Teks dan Metakognitif pada
Pengajaran Membaca Bahasa Inggris. Malang: Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Cahyono, B.Y. 1997. Pengajaran Bahasa Inggris: Teknik, Strategi, dan Hasil Penelitian.
Malang: Penerbit IKIP Malang.
Clark. H. H. & Clark. E. V. 1977. Psychology and Language: An Introduction to
Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Coelho, Elizabeth. 1992. Jigsaw: Integrating Language and Content. Dalam: Carolyn Kessler
(Ed). Cooperative Language Learning: A. Teacher’s Resourche Book. Engelwood Cliffs,
New Jersey: Prentice Hall Regents.
Farris, J.P. 1993. Language Arts Approach. Australia: Brwon & Benchmark Publishers.
Gani, R. 1988. Pengantar Sastra Indonesia:Respon dan Analisis. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ghazali, Abd. Syukur. 2002. Strategi Belajar Kooperatif dalam Belajar Mengajar. Dalam:
Sumber Belajar : Kajian Teori dan Aplikasi. Nomor 1 Tahun 8.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanim, 1997. Pembelajaran Bahasa Inggris pada Mahasiswa MIN Malang I: analisis
Berdasarkan Pendekatan Cooperatif Learning. Tesis tidak diterbitkan. Malang : Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Ibrahim, Rachmadiarti, Nur, dan Ismano. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains
dan Matematika Sekolah Unesa: University Press.
Fakultas Sastra .2003. Katalog Jurusan Sastra Arab.Malang: Fakultasa Sastra Universitas Negeri
Malang.
Farris, J. P. 1993. Language Arts Approach.Australia:Brown & Benchmark Publishers.
Kemmis, S. dan MC. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deaken
University Press.
Kusumobroto, R.I. 1995. Kemampuan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FPBS IKIP Malang yang Telah Menempuh Matakuliah
Istima’ II dalam Menyimak Berita Berbahasa Arab di Radio. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: IKIP Malang.
Luxemburg, Janvan, Bal M., weststeiju, Willem, G. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
May, F. B. 1990. Reading as Communication: an Interactive Approach. Colombus: Merril
Publishing Company.
MC Niff, J. 1992. Action Research: Principles and Practise. London: Macmillan Education Ltd.
Miles, M.B. & A.A. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Rohendi rohedi.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lj. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rodakarya.
Nicholas, L. N. 1988. English Teaching. Dalam: Forum. Volume XXVI No. 1.
Nurhadi, Yasin, dan Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Nurhidayati, 2003. Jenis dan Sebab Kesulitan yang Dihadapi Mahasiswa dalam Menyimak Teks
Bahasa Arab. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.
Nurhidayati, 2004. Kemampuan Menyimak Mahasiswa Baru Jurusan Sastra Arab Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang. Laporan Penelitian. Malang:Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
Nurhidayati (2006) Pembelajaran Menyimak Apresiatif Cerita Pendek dengan Strategi Belajar
Kooperatif Laporan Penelitian. Malang:Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Nur, Mohamad & Wikandari Prima Retno. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA
Sekolah Universitas Negeri Suarabaya.
Purwa, B. K. 1997. Pokok-Pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994 Bahasa Indonesia.
Jakarta: Depdikbud.
Richards, J. 1988. Designing Instructional Materials for Teaching Listening Comprehention.
Singapore: Seameo.
Rivers & Temperley. 1978. Apractical Guide to the Teaching of English as Second or Foreign
Language. New York: Oxford University Press.
Rozaq, A. 2002. Pengefektifan Pembelajaran appresiasi Cerita Pendek dengan Pendekatan
Interaksi Dinamis Siswa Kelas II SLTPN I Tumpang Kabupaten Malang. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Tarigan, H.G. 1985. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tresnadewi, S. 1994. Developping Listening Skill in EFL Classroom. Dalam: Guidelines.
Volume: 16. No. 1.
Saryono, Dj. 1997. Dasar-Dasar Apresiasi Sastra. Malang:IKIP Malang.
Slavin, Robert, E. 1994. Educational Psychology: Theory & Practice. Boston USA: Allyn &
Bacon.
Stone, J. M. 1990. Cooperative Learning and language Arts. Riverside Calivornia: resources for
Teachers, San Juan capistrano.
Sugihastuti & Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar Ofset.
Sujiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sulistiyono. 2003. Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Melalui Strategi Belajar
Kooperatif Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Nyabakan Timur I Kecamatan BatangBatang Kabupaten Sumenep. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang.
Sumardjo, Jakob & Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Syafi’ie, I. 1999. Diagnosis Kesulitan Belajar Bahasa. Dalam Bahasa dan Seni. Februari No:I
Syafi’ie, I. 1999. Pengajaran Membaca di Kelas-Kelas Awal Sekolah Dasar. Pidato Pengukuhan
Guru Besar dalam Bidang Pengajaran Bahasa Indonesia pada Fakultas Pendidikan Bahasa
dan Seni. Disampaikan pada sidang senat terbuka Senat Universitas Negeri Malang, 7
Desember.
Tompkins, G.E. & Hoskissons K. 1991. Language Arts: Content and Teaching Strategies. New
York: Macmillan Publishing Company.
Wellek, Rene, dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Willis, J. 1981. Teaching English Trough English. London: Longman.
Yagang, F. 1993. Listening: Problems and Solutions. Dalam: English Teaching Forum.
Volume:31. No. 1.
Zhiqian, W. 1989. Posible Aural Activites in Listening Class. Dalam: Guidelines. Volume:11.
No.1.
KESULITAN DAN CARA PEMECAHANNYA
Nurhidayati (2017)
Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Menyimak merupakan bentuk bahasa pertama yang diperoleh penutur dan merupakan
keterampilan dasar yang membantu keterampilan berbahasa yang lain (Tompkins dan
Hoskissons, 1991:107). Dalam menyimak terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan,
mulai dari pengidentifikasian bunyi, proses pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses
penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi (Ashin, 1981:4). Keterampilan menyimak
dapat membantu pebelajar berpartisipasi dengan baik dalam komunikasi lesan karena
komunikasi tidak bisa berhasil jika pesan yang disampaikan tidak bisa dipahami (1997:14).
Beberapa hal yang merupakan penyebab pebelajar menghadapi kesulitan dalam
menyimak adalah sebagaimana dikemukakan oleh underwood(1989:16-20) yang menyebutkan
bahwa masalah mendasar yang dihadapi pebelajar menyimak adalah (1) ketidakmampuan
mengontrol kecepatan tuturan pembicara, (2) tidak ada kesempatan mengulang tuturan, (3)
keterbatasan kosakata pebelajar, (4) kegagalan untuk mengenali tanda-tanda pembicara,
(5)kesulitan untuk menginterpretasikan wacana, (6) ketidakmampuan berkonsentrasi, dan (7)
kebiasaan belajar. Menyimak wacana berbahasa Arab merupakan keterampilan berbahasa yang
dianggap sulit oleh mahasiswa karena mahasiswa belum terbiasa dengan intonasi dan kecepatan
penutur asli. Keterbatasan fasilitas seperti kaset, VCD, dan sarana komunikasi yang
menggunakan bahasa Arab juga sebagai penghambat keterampilan menyimak bahasa Arab.
Siaran radio yang merupakan sarana termurah bagi mahasiswa sering tidak bisa dimanfaatkan
dengan baik, mengingat waktu siar malam hari, kejernihan suara radio, dan tidak semua
mahasiswa memiliki radio yang bisa mengakses siaran dari Negara Timur Tengah.
Keterampilan menyimak merupakan bagian penting komunikasi, dan merupakan dasar
pembelajaran bahasa kedua atau bahasa asing. Esensi kemampuan interaksi adalah kemampuan
memahami apa yang dikatakan orang lain. Waktu yang diperkirakan dalam kegiatan komunikasi
manusia dewasa adalah 45% digunakan untuk menyimak, 30% untuk berbicara, 16% untuk
membaca, dan 9% untuk menulis (Rivers & Temperley, 1978:62).
Keterampilan menyimak bagi pembelajar bahasa asing merupakan keterampilan yang
sangat penting, karena keterampilan ini dibutuhkan untuk menguasai materi pelajaran, dan
diperlukan untuk menyimak perkuliahan yang disampaikan dengan bahasa yang bersangkutan
(Tresnadewi, 1994:28). Pembelajar tidak hanya dituntut memahami apa yang dikatakan, tetapi
juga menyeleksi bagian informasi yang penting dan relevan untuk disusun secara cepat dalam
bentuk lisan maupun tulisan dan sebagai catatan yang bisa dipahami di masa mendatang.
Pentingnya keterampilan menyimak ini juga ditegaskan oleh Cahyono (1997:14) bahwa
keterampilan menyimak dapat membantu pembelajar berpartisipasi dengan baik dalam
komunikasi lisan, karena komunikasi tidak bisa berhasil jika pesan yang disampaikan tidak bisa
dipahami. Anderson dan Lynch (1988:16) menyebutkan bahwa keberhasilan keterampilan
berbicara tergantung pada keberhasilan keterampilan menyimak.
2.1 Pengertian Keterampilan Menyimak
Clark & Clark dan Richards (dalam Rubin & Mendelson,1995:151) menyebutkan
bahwa menyimak merupakan pemrosesan informasi yang didapat oleh penyimak melalui
pandangan dan pendengaran yang mencakup perintah untuk menyatakan apa yang akan dituju
dan diekspresikan oleh pembicara. Definisi tersebut mengungkapkan bahwa pada saat
pemrosesan informasi penyimak tidak pasif, tetapi aktif untuk menyerap informasi. Sumber
informasi yang ada juga bervariasi, tidak hanya bersumber dari kata kata yang diucapkan
pembicara saja, tetapi juga meliputi tekanan suara dan kecenderungan kata-kata tertentu. Kalimat
sama yang diucapkan oleh penutur yang berbeda akan berbeda maknanya, sesuai dengan konteks
pembicaraan. Definisi tersebut juga mengandung arti bahwa komunikasi itu komplek, dan
penentuan apa yang dituju oleh penutur bukan merupakan proses mekanis. Dengan demikian
menyimak merupakan proses dinamis yang menggunakan informasi dari penutur, penyimak,
setting, dan interaksi untuk membentuk makna.
Menyimak merupakan kegiatan yang komplek yang mencakup komponen-komponen
persepsi dan pengetahuan linguistik untuk membantu memahami wacana yang disajikan
(Zhiqian, 1989:33). Tarigan (1985:19) menyebutkan bahwa menyimak merupakan proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian dan pemahaman untuk
memperoleh informasi yang disampaikan secara lisan dan dapat memahami makna komunikasi
yang disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan tersebut. Dalam menyimak
terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan, mulai dari pengidentifikasian bunyi, proses
pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran
bunyi (Ashin, 1981:4). Menyimak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami
apa yang dibicarakan orang lain (Fan Yagang, 1993:16). Hal ini mencakup pemahaman aksen
pembicara, ejaan, tata bahasa, dan kosa kata yang digunakan, serta pemahaman makna. Seorang
penyimak harus dapat memahami empat aspek tersebut secara serentak.
Willis (1981:134) menyebutkan beberapa kegiatan yang harus dilakukan seseorang dalam
menyimak, yaitu: (1) Memprediksi apa yang akan dikatakan seseorang, (2) memperkirakan katakata atau frasa yang tidak dikenal tanpa rasa panik, (3) menggunakan pengetahuannya untuk
membantu pemahaman, (4) mengidentifikasi pokok bahasan yang relevan dan menyeleksi
informasi yang tidak relevan, (5) menguatkan poin-poin yang relevan melalui catatan atau
simpulan, (6) mengenali penanda-penanda wacana, misalnya: baik, oh, sesuatu yang lain adalah,
sekarang, dan lain lain, (7) memgenali alat-alt kohesi, misalnya: sebagaimana, yang mana
tercakup dalam kata-berikut, kata ganti, reference, dan lain lain, (8) memahami contoh-contoh
intonasi yang berbeda dan pemakaian tekanan yang mendukung makna dan setting sosial
budaya, dan (9) memahami maksud informasi, sikap dan perhatian pembicara.
Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa menyimak merupakan proses aktif, yang
mengharuskan penyimak secara aktif mengkonstruksi pesan yang disampaikan pembicara,
melalui pemahaman aksen, sikap pembicara, ejaan, tata bahasa, kosa kata, frasa, penandapenanda wacana, dan alat-alat kohesi.
2.2 Proses Menyimak
Menyimak merupakan proses yang lebih komplek dari hanya sekedar mendengarkan.
Mendengar merupakan satu komponen dari proses menyimak, sedang komponen penting lainnya
adalah berpikir dan memberi makna apa yang didengarnya (Tompkins & Hoskissons, 1991:108).
Clark & Clark (1977:111-112) menegaskan bahwa proses menyimak meliputi tahap-tahap
berikut: (1) penyerapan fonologi, (2) representasi fonologi, (3) identifikasi isi/fungsi, (4)
representasi proposisi secara hirarkis, dan (5) penyimpanan proposisi. Sedang Klatzy (dalam
Cahyono, 1997: 15) mengajukan model lain, bahwa proses menyimak terdiri dari : (1) mencatat
informasi, (2) mengenal contoh, (3) mengorganisasikan informasi, (4) latihan, dan (5)
penyimpanan informasi.
Ada tiga tahap dalam proses menyimak, yaitu proses menerima, proses pemusatan
perhatian, dan proses pembentukan makna melalui proses asimilasi dan akomodasi. Pada tahap
pertama (menerima) penyimak menerima stimulus lisan dan visual yang dihadirkan oleh
pembicara. Langkah kedua (pemusatan perhatian) penyimak memfokuskan diri pada stimulus,
karena banyak sekali stimulus yang ada, maka penyimak memfokuskan pada informasi yang
paling penting dalam pesan yang disimak. Pada tahap ketiga (pemahaman makna), penyimak
membentuk makna atau memahami pesan pembicara. Penyimak membentuk makna melalui
proses asimilasi dan akomodasi untuk menyesuaikan pesan dengan kognitif mereka atau untuk
menciptakan struktur baru jika diperlukan.
Richards (1988:63) menyatakan bahwa ada dua proses menyimak yang sering dipakai,
yaitu proses menyimak bottom up dan proses menyimak top down. Proses menyimak bottom up
yaitu proses menyimak yang mengacu paadaa penggunaan data yang masuk sebagai sumber
informasi tentang suatu pesan yang dimulai dari menganalisa pesan yang diterima berdasarkan
organisasi bunyi, kaata, dan kalimat sampai paada proses penemuaan makna (proses decoding
atau penafsiran pesan). Sedang proses menyimak top down adalah proses yang menggunakan
pengetahuan latar dalam memahami maksud suaatu pesan baik berupa topik suatu wacana,
situasi daan kontekstual atau pengetahuan yang telah menjadi memori berupa skema yaitu
sususnan suatu kejadian tentang suatu topik.
Rivers dan Temperley (dalam Nicholas, 1988:19) menyebutkan bahwa proses menyimak
melalui tahap-tahap berikut:
1. Pada saat menyimak suara, reaksi pertama adalah memastikan bagaimana suara itu disusun
apakah sistematik atau tidak.
2. Tahap berikutnya menetapkan jenis struktur suara tersebut dalam bahasa yang
dipergunakannya
3. Tahap terakhir menyeleksi pesan-pesan yang penting, untuk disimpan pada memori yang
nantinya akan dipergunakan.
Proses tersebut pada tahap permulaan merupakan kegiatan yang komplek yang
membutuhkan beberapa faktor untuk menerapkannya, antara lain: pemahaman fonologi atau
sistem suara bahasa yang disimak, pemahaman terhadap tema pembicaraan, tujuan pembicaraan,
sikap dan tekanan pembicaraan, ekspresi wajah, isyarat, tekanan/nada , yang semua ini dapat
membantu penyimak memahami pesan yang disimaknya. Dengan demikian, proses menyimak
adalah proses menerima informasi, berpikir, dan memusatkan perhatiaan untuk mendapatkan
pemahaman makna atau pesan pembicara.
2.3 Tingkatan Menyimak
Farris (1993:158) membagi menyimak menjadi empat tingkat, yaitu: (1) tingkat marginal,
(2) tingkat apresiatif, (3) tingkat atentife, dan (4) tingkat kritis dan analitis. Menyimak marginal
adalah menyimak suara pada latar/suasana gaduh. Misalnya, menyimak suara seseorang pada
situasi gaduh di jalan raya. Guru menggunakan menyimak marginal untuk melatih siswa jika
pada suatu ketika kelas mendapat gangguan suara gaduh dari kelas lain misalnya. Karena
beberapa murid ada yang hanya bisa belajar pada situasi yang tenang.
Menyimak apresiatif adalah menyimak untuk mendapat kesenangan, misalnya
mendengarkan lagu, musik, drama, bacaan puisi, dan sebagainya. Untuk melatih jenis menyimak
ini guru bisa memutar kaset musik misalnya, sehingga anak bisa belajar dalam melakukan
apresiasi terhadap berbagai ritme, lirik, aliran dan jenis musik. Selain itu siswa juga dilatih agar
bisa menyaksikan penggunaan tekanan, jeda dan irama, nada, mood, gaya penutur, dsb. dengan
menyimak penutur yang efektif.
Menyimak atentif yaitu menyimak untuk memahami dan menginterpretasikan pesan
penutur. Jenis menyimak ini memerlukan konsentrasi dan interaksi untuk memastikan
pemahaman lisan. Penyimak harus mengkategorikan, menyelidiki, menghubungkan,
mempertanyakan, dan mengorganisasikan informasi agar bisa menerapkannya pada kesempatan
lain. Jenis menyimak ini misalnya menyimak petunjuk-petunjuk lisan melalui berbagai sarana
seperti menyimak berita televisi, menyimak nomor telephon dari jarak jauh, menyimak
perkuliahan, dsb. Untuk menerima pesan lisan tertentu diperlukan strategi tertentu misalnya
penyimak hendaknya mengetahui tujuan penting yang harus didengarkannya. Para siswa akan
menggunakan taktik tertentu untuk mencatat. Mereka menggunakan kategori-kategori tertentu
untuk ditulis sebagai judul atau topik di atas catatan.
Menyimak kritis atau analitis adalah menyimak untuk mengevaluasi dan menetapkan apa
yang disimaknya. Jenis menyimak ini mengharuskan penyimak mengevaluasi dan menentukan
input lisan, sehingga dia menjadi pemroses yang reflektif terhadap suatu pesan. Pemrosesan
reflektif ini memerlukan pengembangan inferensi yang luas, pembandingan sebab dan akibat,
evaluasi dan pertimbangan pesan penutur. Menyimak kritis ini sebenarnya merupakan dasar
menyimak yang sering dilakukan anak, misalnya pada saat anak harus mengambil keputusan
penting misalnya pada saat membeli mainan baru, memilih film baru yang akan ditonton, dsb.
Dengan demikian, dilihat dari tingkat kesulitannya, ada empat jenis menyimak, yaitu: menyimak
marginal, menyimak apresiatif, menyimak atentif, dan menyimak kritis.
2.4 Tujuan Menyimak
Walvin & Coakley (dalam Tompkin & Hoskisson, 1991:109) menyatakan bahwa terdapat
5 tujuan dalam menyimak, yaitu: (1) menyimak untuk membedakan, (2) menyimak untuk
memahami, (3) menyimak untuk mengkritik, (4) menyimak untuk apresiasi, dan (5) menyimak
untuk terapi. Pada menyimak dengan tujuan untuk membedakan seseorang menyimak untuk
membedakan suara-suara dan untuk mengembangkan sensitivitas komunikasi non verbal.
Mengajar menyimak dengan tujuan ini berbeda-beda untuk setiap tingkat kelas. Di TK atau kelas
I sekolah dasar misalnya, siswa diajak menyimak suara-suara binatang melalui tape recorder dan
suara-suara yang biasanya ada di dapur. Anak-anak biasanya baru bisa melakukan menyimak
jenis ini pada usia 5 atau 6 tahun.
Pada menyimak dengan tujuan untuk memahami, seseorang menyimak untuk memahami
sebuah pesan, dan jenis menyimak inilah yang sering diperlukan pada aktifitas pengajaran. Siswa
harus menentukan tujuan penutur dan kemudian mengkordinasi informasi yang terucapkan
kemudian mengingatnya. Pada tingkat sekolah dasar biasanya pengajaran menyimak
komprehensif ini hanya sedikit diberikan, karena guru berpendapat bahwa siswa baru
mempunyai pengetahuan sederhana untuk menyimak. Model yang dipakai biasanya berupa tugas
mencatat sebagai salah satu strategi menyimak komprehensif.
Menyimak dengan tujuan untuk mengkritik atau mengevaluasi adalah menyimak yang
mengharuskan penyimak pertama kali memahami, kemudian mengevaluasi pesan yang diterima.
Menyimak dengan tujuan ini merupakan perluasan dari menyimak komprehensif, karena
disamping memahami pesan, penyimak harus menyeleksi pesan, misalnya untuk mendeteksi
bahasa propaganda dan bahasa persuasi. Seperti, bahasa debat, iklan, pidato politik dan argumenargumen lain.
Menyimak untuk apresiasi adalah menyimak untuk memperoleh kesenangan, seperti
menyimak cerita, pembacaan puisi. Bentuk pengajaran menyimak yang penting di tingkat SD
adalah dengan membaca keras untuk disimak siswa. Dengan cara ini guru bisa mendorong dan
meciptakan situasi yang menyenangkan dalam pelajaran menyimak. Selain itu jenis menyimak
ini bisa berupa menyimak pembicaraan teman sekelas dan tukar menukar ide. Siswa perlu belajar
bagaiman berpartisipasi dalam pembicaraan, diskusi, dan kegiatan percakapan yang lain.
Menyimak untuk terapi adalah menyimak yang digunakan pada saat seseorang masalahmasalah yang diungkapkan pembicara. Sebagaimana orang dewasa, anak-anak juga memerlukan
penyimak yang simpatik untuk menyimak permasalahan-permasalahan yang dialaminya.
Dengan demikian ada 5 tujuan menyimak, yaitu (1) menyimak untuk membedakan, yang
digunakan untuk membedakan hal-hal yang disimak, sesuai dengan tujuan penyimak, (2)
menyimak untuk memahami, yaitu menyimak dengan tujuan memahami pesan pembicara baik
secara detil maupun global, (3) menyimak untuk mengkritik, yaitu menyimak yang tidak hanya
cukup memahami apa yang disimak, tetapi juga mengevaluasi dan memberikan kritik atau
penilaian terhadap pesan yang disimak, (4) menyimak apresiasi, yaitu menyimak untuk
memperoleh kesenangan, dan (5) menyimak untuk terapi, yaitu menyimak untuk menghibur
pembicara dengan menyimak permasalahan-permasalahan yang diungkapkan.
2.5 Jenis-Jenis Menyimak
Ada tiga jenis menyimak yang sering digunakan dan diajarkan di sekolah-sekolah , yaitu
menyimak komprehensif, menyimak kritis, dan menyimak apresiatif. Ketiga jenis menyimak ini
memerlukan strategi-strategi khusus yang akan digunakan pada saat menyimak. Sebagai contoh
strategi membayangkan (imaji), organisasi, dan pengajuan pertanyaan-pertanyaan dapat
membantu para mahasiswa memperoleh informasi penting dari pesan yang disimaknya dan dapat
memahaminya dengan lebih baik.
Tidak semua mahasiswa memahami berbagai strategi untuk tujuan menyimak yang
berbeda. Pada umumnya mereka hanya memiliki satu pengertian bahwa menyimak adalah suatu
kegiatan yang harus dilakukan sebaik mungkin, dan harus mengingat semua pesan yang
disampaikan. Menyimak dengan strategi ini tidak akan berhasil karena: (1) mengingat semua
pesan dalam waktu singkat merupakan hal yang tak mungkin bisa dilakukan, dan (2) beberapa
poin dari pesan yang disampaikan bukan merupakan hal yang perlu diingat. Adapun tiga jenis
menyimak yang akan dibahas yaitu: (1) Menyimak komprehensif, (2) menyimak appresiatif, dan
(3) menyimak kritis.
Menyimak komprehensif adalah menyimak untuk memahami pesan (Tompkins & Hoskisson,
1991:112). Beberapa faktor yang menentukan mahasiswa sebagai penyimak dapat memahami
pesan adalah: (1) sebelum menyimak, berupa latar belakang pengetahuan yang berkaitan dengan
isi pesan yang disimak. Para penyimak harus mampu menghubungkan apa yang disimak dengan
pengetahuan yang telah diketahui dan pembicara atau dosen harus membantu untuk
menghubungkannya.(2) selama proses menyimak, yaitu berupa penggunaan berbagai strategi
dan teknik untuk membantu ingatan mereka dalam mengorganisasikan pesan yang diterima. (3)
pada saat selesai proses menyimak, yaitu menerapkan apa yang mereka simak sehingga hal ini
merupakan dorongan atau penyebab untuk mengingat informasi/pesan yang diterima.
Menyimak kritis adalah jenis menyimak yang harus mulai dikembangkan pada mulai
dari sekolah dasar, karena mereka setiap hari dibanjiri informasi yang berupa persuasi, dan
propaganda baik melalui televisi maupun radio. Menyimak jenis ini mengarahkan mereka agar
bersikap kritis terhadap hal-hal yang disimaknya. Syafi’ie, (1999:s 46) menyebutkan bahwa
menyimak kritis bisa digunakan untuk melatih kepekaan terhadap hal-hal yang bias, menilai
validitas informasi, dan membedakan antara fakta dan opini.
Menyimak apresiatif merupakan jenis menyimak yang menghasilkan rasa senang, puas,
menikmati terhadap hal yang disimak, seperti mendengar musik, komedi, puisi, cerita,dsb.
Dalam pelajaran bahasa menyimak apresiatif ini bisa digunakan untuk melatih mahasiswa dalam
mereaksi prosa/puisi, menunjukkan kesenangan terhadap persajakam dalam puisi, kepekaan
imajinasi, dan kepekaan suasana (Syafi’ie, 1999: 46).
Beberapa cara yang bisa dilakukan dosen untuk melaksanakan pengajaran menyimak
apresiatif ini adalah:(1) memperdengarkan cerita atau memutar CD yang berisi cerita,
mengenalkan kosakata serta pola kalimat yang digunakan, membuat mahasiswa mampu
memahami cerita yang terlalu sulit untuk disimak oleh mereka sendiri, (2) menimak secara
berulang-ulang. Pengulangan dapat membantu mahasiswa melakukan kontrol terhadap bagianbagian tertentu dari cerita, dan mensintesis bagian-bagian cerita ke dalam keseluruhan cerita
secara lebih baik
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa jenis menyimak ada tiga,
yaitu menyimak komprehensif, menyimak kritis, dan menyimak apresiatif. Menyimak
komprehensif adalah menyimak untuk memahami pesan, jenis menyimak ini merupakan jenis
menyimak yang harus dikuasai penyimak untuk dapat menguasai dua jenis menyimak yang lain.
Menyimak kritis adalah menyimak yang menuntut penyimak bersikap kritis terhadap hal-hal
yang disimaknya, sedang menyimak apresiatif adalah menyimak untuk mendapatkan rasa
senang, puas, dan menikmati apa yang disimaknya.
2.6 Pengertian Menyimak Apresiatif
Untuk mendeskripsikan pengertian tentang menyimak apresiatif, akan dipaparkan lebih
dahulu istilah apresiasi khususnya apresiasi sastra. Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin
apreciato yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. Dalam konteks yang lebih luas,
istilah apresiasi mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan
(2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang, dan
sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu (1) aspek kognitif, (2) aspek
emotif, dan (3) aspek evaluatif (Aminuddin, 1995:34).
Aspek kognitif berkaitan dengan keterlibatan intelek penikmat sastra dalam upaya
memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat obyektif yang meliputi unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Unsur intrinsik sastra yang bersifat obyektif itu misalnya tulisan serta aspek bahasa
dan struktur waacana dalam hubungannya dengan kehadiran maakna yang tersurat. Sedangkan
unsur ekstrinsik antara lain berupa biografi peengarang, latar proses kreatif penciptaan maupun
latar sosial budaya yang menunjang kehadiran teks sastra.
Aspek emotif berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi peminat sastra dalam upaya
menghayati unsur-unsur keindahan teks sastra. Unsur emosi sangat berperanan dalam upaya
memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif. Unsur subjektif itu dapat berupa bahasa paparan
yang mengandung ketaksaan makna atau beersifat konotatif-interpretatif serta dapat pula berupa
unsur-unsur signifikan tertentu, misalnya penampilan tokoh dan setting yang bersifat metaforis.
Aspek evaluatif berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian teeerhadap baik
buruk, indah tidak indah, sesuai serta sejumlah ragam penilaian lain yang tidak haru hadir dalam
sebuah karya kritik, tetapi secara personal cukup dimiliki oleh peminat sastra.
Dengan berpijak pada pengertian apresiasi karya sastra maka menyimak apresiatif
mempunyai makna
kegiatan menyimak yang bertujuan untuk menumbuhkan pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra
yang disimaknya.
2.7 Pendekatan dalam Menyimak Apresiatif
Istilah pendekatan dalam menyimak apresiatif merupakan prinsip dasar atau landasan
yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada saat mengapresiasi karya sastra yang
disimaknya. Keanekaragaman pendekatan yang digunakan dalam mengapresiasi karya sastra
ditentukan oleh (1) tujuan dan apa yang akan diapresiasi, (2) proses kelangsungan, dan (3)
landasan teori yang digunakan (Aminuddin, 1995:40).
Bertolak dari tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pendekatan yang dapat digunakan
adalah (1) pendekatan parafratis, (2) pendekatan emotif, (3) pendekatan analitis, (4) pendekatan
historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis. Bila dikaitkan dengan
proses kelangsungan apresiasi pendekatan yang dapat digunakan adalah: (1) pendekatan emotif,
(2) pendekatan ekspresif, (3) pendekatan kognitif, (4) pendekatan semantis, dan (5) pendekatan
struktural. Sedang bila ditinjau dari landasan teori yang digunakan, dalam kegiatan apresiasi
sastra terdapat sejumlah teori yang meliputi: (1) teori fenomenologi, (2) hermeneutika, (3)
formalisme, (4) strukturalisme, (5) semiotika, (6) teori resepsi, dan (7) teori psikoanalisis.
Berikut akan diuraikan pendekatan apresiasi karya sastra ditinjau dari aspek tujuan dan
materi apa yang akan diapresiasi sebagaimana dipaparkan oleh Aminuddin (1995:41-45).
2.7.1 Pendekatan parafrastis.
Pendekatan parafratis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu
cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan
menggunakan kata-kata dan kalimat yang berbeda dengan kata-kata dan kalimat yang digunakan
pengarangnya.
2.7.2 Pendekatan emotif.
Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang
mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu dapat beeerhubungan dengan
keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan
yang lucu dan menarik.
2.7.3 Pendekatan analitis.
Yang dimaksud dengan pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha
memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengemajikan ide-idenya,
sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme
hubungan dari setiap elemen intrisik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan
kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
2.7.4 Pendekatan historis
Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang
biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa
terwujudnya cipta sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan
penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.
2.7.5 Pendekatan sosiopsikologis
Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang
kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap
pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta sastra itu
diwujudkan.
2.7. 6 Pendekatan didaktis
Pendekatan didaktis adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami
gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadapa kehidupan. Gagasan, tanggapan
maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis,
maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca.
Pendekatan didaktis ini merupakan pendekatan yang menuntut daya kemampuan intelektual,
kepekaan rasa, maupun sikap yang mapan dari pembacanya.Dalam pelaksanaannya ,
penggunaan pendekatan didaktis ini diawali dengan upaya pemahaman satuan-satuan pokok
pikiran yang terdapat dalam suatu cipta sastra yang disarikan dari paparan gagasan, baik
berupa tuturan ekspresif, komentar, dialog, lakuan, maupun deskripsi peristiwa dari
penulisnya.
2.8 Strategi Pembelajaran Menyimak Apresiatif
Strategi pembelajaran menyimak apresiatif berbeda dengan mengajar jenis menyimak
lainnya, karena tujuan menyimak apresiatif ini adalah untuk mendapatkan suatu kesenangan.
Kegiatan dalam strategi ini menurut Tompkins dan Hoskisson (1991:130) dibagi menjadi tiga
tahap, sebelum, selama dan sesudah menyimak.
2.8.1 Kegiatan sebelum menyimak
Dosen berusaha mengaktifkan pengetahuan yang telah dimiliki oleh mahasiswa,
memberikan informasi baru yang berkaitan dengan cerita atau penulisnya, dan mengaktifkan
minat mahasiswa terhadap cerita. Dosen bisa membicarakan topik atau temanya, menunjukkan
gambar, atau membahas masalah-masalah yang masih terkait dengan cerita agar semua
pengetahuan yang ada dalam diri mahasiswa dapat muncul dan agar mahasiswa mendapatkan
pengalaman baru.
2.8.2 Kegiatan selama menyimak
Dosen memutar CD yang berisi cerita pendek, dan selama proses menyimak mahasiswa
harus terlibat aktif dalam memahami cerita tersebut. Satu cara untuk meningkatkan partisipasi
aktif mahasiswa adalah dengan menggunakan Directed Listening Thinking Activity ( DRTA)
suatu prosedur yang meminta mahasiswa secara berkelompok untuk membuat prediksi tentang
unsur-unsur intrinsik cerita yang meliputi: tema, gaya bahasa, alur, setting, dan unsur penokohan
dalam cerita pendek yang disimaknya.
2.8.3 Kegiatan setelah menyimak
Mahasiswa saling berbagi pengetahuan dan masukan yang mereka peroleh pada saat
menyimak dan melalui diskusi, mereka diminta untuk membahas hasil kerja mereka pada tahap
menyimak. Dalam diskusi ini hendaknya mahasiswa dikondisikan untuk berpikir kritis, fokus
diskusi pada tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi bukan pada pertanyaan yang hanya
membutuhkan jawaban faktual.
PENGERTIAN MENYIMAK
Menyimak merupakan pemrosesan informasi yang didapat oleh penyimak melalui
pandangan dan pendengaran yang mencakup perintah untuk menyatakan apa yang akan dituju
dan diekspresikan oleh pembicara/penutur (Clark dan Clark dan Richards, dalam Rubin,
1995:151). Definisi tersebut mengungkapkan bahwa pada saat pemroseesan informasi penyimak
tidak pasif tetapi aktif untuk menyerap informasi. Sumber informasi bervariasi, tidak hanya
bersumber dari dari kata-kata yang diucapkan pentur saja namun juga meliputi tekanan suara dan
kecenderungan kata-kata tertentu. Kalimat sama yang diucapkan oleh penutur yang berbeda akan
berbeda maknanya sesuai dengan konteks pembicaraan. Definisi tersebut juga mengandung arti
bahwa komunikasi itu kompleks dan penentuan apa yang dimaksudkan oleh penutur bukan
merupakan proses yang mekanis. Dengan demikian, menyimak merupakan proses dinamis yang
menggunakan informasi dari penutur, penyimak, setting, dan interaksi untu membentuk makna.
Sejalan dengan pendapat tersebut, berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli
tentang pengertian menyimak. Zhiqian (1989:33) menyatakan bahwa menyimak merupakan
kegiatan yang kompleks yang mencakup komponen-komponen perepsi dan pengetahuan
linguistic untuk membantu memahami wacana yang disajikan. Ashin (1981:4) menyatakan
bahwa dalam menyimak terdapat proses mental dalam berbagai tingkatan mulai dari
pengidentifikasian bunyi dan tuturan, proses pemahaman dan penafsiran, sampai pada proses
penyimpanan hasil pemahaman dan penafsiran bunyi dan tuturan. Sementara Fan Yagang
(1993:16) menyatakan bahwa menyimak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan
memahami apa yang dibicarakan orang lain yang mencakup aspek aksen penutur, ejaan,
tatabahasa, kosa kata, serta pemahaman makna secara serentak. Dari paparan definisi para ahli
tesebut dapat disimpulkan bahwa menyimak merupakan proses aktif yang mengharuskan
penyimak aktif mengkonstruksi pesan yang disampaikan penutur melalui pemahaman aksen,
sikap pembicara, ejaan, tata bahasa, kosakata, frasa, penanda wacana,dan alat-alat kohesi.
FAKTOR-FAKTOR UMUM YANG MEMPENGARUHI KESUKSESAN PENYIMAK
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan penyimak tuturan bahasa
kedua/asing adalah faktor usia, bakat, sosial psikologi, kepribadian, aspek kognitif, belahan
spesialisasi, dan strategi belajar (Freeman dan Long, 1991:154-203). Faktor usia mempengaruhi
kesuksesan pebelajar bahasa asing sebagaimana hasil penelitian Seright (dalam Freeman dan
Long, 1991) bahwa anak kecil lebih berhasil belajar aksen dan menirukan penampilan berbahasa
penutur asli daripada pebelajar dewasa, sedang pebelajar dewasa lebih cepat memperoleh materi
pembelajaran dari segi kuantitas. Bakat bahasa terkait dengan kemampuan mengenal fonem,
kepekaan gramatikal, belajar materi bahasa, dan belajar bahasa secara induktif. Aspek sosial
psikologi mencakup motivasi dan sikap. Aspek kepribadian meliputi kepribadian terbuka dan
tertutup. Pebelajar dengan kepribadian terbuka lebih cepat berrhasil dalam belajar bahasa asing
daripada pebelajar dengan kepribadian tertutup. Aspek kognitif terkait tentang proses atau
pendekatan belajar yang dipakai misalnya pendekatan holistic atau analitik. Spesialisasi belahan
otak pebelajar juga mempengaruhi kesuksesan pebelajar bahasa kedua/asing. Adapun strategi
belajar merupakan teknik yang digunakan pebelajar dalam belajar.
KESULITAN PENYIMAK DAN PENYEBABNYA
Underwood (1989:16-20) menyatakan bahwa masalah mendasar yang dihadapi pebelajar
menyimak adalah: (1) ketidakmampuan mengontrol kecepatan tuturan pembicara, (2)tidak ada
kesempatan mengulang tuturan, (3) keterbatasan kosakata pebelajar, (4) kegagalan mengenali
tanda-tanda penutur, (5) kesulitan menginterpretasikan wacana, (6) ketidakmampuan
berkonsentrasi, dan (7) kebiasaan belajar. Ketujuh hal tersebut dijelaskan berikut.
Kesulitan pertama berhubungan dengan kecepatan tuturan. Kecepatan tuturan merupakan
masalah pokok yang dihadapi penyimak, karena tidak ada kesempatan untuk mengulang teks
sebagaimana ketika membaca. Kadangkala penyimak disibukkan untuk memahami makna
bagian tertentu sehingga lengah untuk menyimak bagian berikutnya.
Kesulitan kedua berkaitan dengan tidak ada kesempatan untuk mengulang pesan yang
disimak. Misalnya, jika siswa harus menyimak pesan yang ada pada radio atau televisi secara
langsung maka tidak ada kesempatan bagi penyimak untuk memutar ulang tuturan yang disimak.
Kesulitan ketiga berkaitan dengan keterbatasan kosakata. Keterbatasan kosakata
merupakan masalah yang pelik bagi penyimak tuturan bahasa asing. Dengan tidak diketahui
kosakata tertentu dalam tuturan memancing siswa untuk berhenti dan memikirkannya sehingga
ia akan tertinggal untuk menyimak bagian tuturan berikutnya.
Kesulitan keempat terkait dengan kesulitan dalam mengenali tanda-tanda pembicaraan.
Tanda-tanda dalam tuturan lisan sering sulit dipahami oleh penyimak bahasa asing. Contoh
tanda-tanda yang bisa dimanfaatkan misalnya ahrufut tauki:d, ahruful qosam, jeda, pemberian
contoh, pengulangan poin-poin tertentu, dan simpulan tuturan.
Kesulitan kelima terkait dengan kemampuan menginterpretasikan informasi yang
disimak. Interpretasi pesan yang disimak mrupakan masalah bagi penyimak jika penyimak sama
sekali tidak ada pengetahuan tentang konteks tuturan yang disimak.
Kesulitan keenam terkait dengan ketidakmampuan penyimak dalam berkonsentrasi.
Ketidakmampuan berkonsentrasi merupakan masalah serius yang harus dicermati, karena dalam
menyimak diperlukan konsentrasi terus menerus selama proses menyimak.
Kesulitan ketujuh berkaitan dengan kebiasaan belajar. Kebiasaan pebelajar yang selalu
menggantungkan diri pada informasi atau penjelasan guru terkait dengan kosakata, gramatika,
makna pola-pola kalimat akan menjadi penghambat pada saat menyimak yang dilakukan tanpa
ada penjelasan kosakata terlebih dahulu.
Sementara itu Tresnadewi (1994:29) menyebutkan bahwa kesulitan menyimak yang biasa
dihadapi oleh pebelajar adalah (1) terkait dengan ejaan, ritme, intonasi, dan tekanan; (2)
ketidakmampuan untuk menyaring atau menyeleksi apa yang disimak, meliputi ketidakmampuan
memahami kata-kata pleonasme, simbolisme, sitasi gaduh, dan ketidakmampuan
memperkirakan; (3) ketidakmampuan memahami dan berlatih dengan berbagai jenis aksen dan
kosakata tertentu; dan (4) ketidamampuan menghubungkan kata-kata tertentu dalam konteksnya.
Ngee (1985:59) menyebutkan beberapa kesulitan yang dihadapi penyimak adalah: (1)
kecepatan tuturan; (2) belum dikenali jenis suara, tekanan, inntonasi, ritme penutur asli; (3) rasa
bosan yang mengakibatkan hilangnya konsentrasi; (4) faktor pengacau baik dari dalam maupun
luar kelas; dan (5)masalah-masalah khusus yang berfungsi untuk memahami pesan tuturan,
misalnya: penguasaan kosakata, frasa, pola kalimat, dan konteks tuturan.
Brown dan Yule (dalam Candlin, 1991:24) menyebutkan bahwa ada empat factor yang
menjadi penyebab kesulitan tugas-tugas bahasa lisan yaitu: (1) yang terkait dengan pembicara
(bagaimana kecepatan bicaranya, berapa banyak yang diucapkan, dan bagaimana bentuk
aksennya); (2) terkait dengan penyimak (partisipasi penyimak, tingkat respons yang diberikan,
dan perhatian individu terhadap tema; (3) terkait dengan isi (berupa tatabahasa, kosakata,
susunan informasi, dan latar belakang pengetahuan yang dimiliki); (4) terkait dengan motivasi
(apakah ada bantuan gambar, diagram, atau media yang digunakan untuk memvisualisasikan
tuturan yang disampaikan).
Selain itu, Andersons dan Lynch (dalam Candlin, 1991) menyebutkan tiga faktor utama
penyebab kesulitan menyimak, yaitu: (1) bentuk bahasa; (2) tujuan menyimak; dan (3)konteks
tuturan. Andersons dan Lynch juga menyebutkan bahwa kesulitan menyimak itu dipengaruhi
oleh hal-hal berikut. (1) Pengorganisasian informasi (tuturan yang disampaikan secara urut
kronologis akan lebih mudah disbanding dengan tuturan yang informasinya disajikan tidak
berurutan. (2) Pengenalan tentang topik tuturan yang disimak. (3) Susunan informasi yang
digunakan. Penyusunan informasi yang eksplisit dan sederhana akan lebih mudah dipahami
penyimak daripada susunan informasi yang implisit dan kompleks. (4) Bentuk ungkapan acuan
yang digunakan. Penggunaan kata ganti akan lebih sulit dipahami penyimak daripada
penggunaan kata benda secara langsung. (5) Bentuk pendeskripsian tuturan. Tuturan yang
dideskripsikan dengan menggunakan media akan lebih mudah dipahami penyimak daripada
tuturan yang disajikan tanpa menggunakan media.
Brown (dalam Rubin dan Mendelson, 1995:59) menyebutkan bahwa kesulitan yang lazim
ditemui dalam menyimak adalah tidak dikenalnya aspek tekanan, gramatika, dan kosakata
bahasa yang dipelajari. Di samping itu aspek budaya dan kebiasaan penutur serta aspek pribadi
penyimak juga ikut berpengaruh misalnya aspekminat an motivasi. Selanjutnya Brown
mengemukakan 6 prinsip muatan kognitif yang mudah dan sulit untuk tuturan menyimak bahasa
asing yaitu: (1)tuturan dengan muatan konten yang sederhana akan lebih mudah dipahami
daripada tuturan dengan muatan konten yang kompleks; (2) tuturan yang berisi nama individu
atau objek yang jelas karakteristiknya akan lebih mudah dipahami daripada tuturan yang belum
jelas nama pemerannya dan karakteristiknya; (3) tuturan yang berisi lokasi objek yang jelas akan
lebih mudah dipahami penyimak daripada tuturan yang ruang lokasinya lebih luas; (4) tuturan
yang berisi kejadian/peristiwa tertentu akan lebih mudah dipahami penyimak daripada tuturan
yang memuat peristiwa yang belum jelas; (5) tuturan akan lebih mudah dipahami jika
mengandung kata kunci yang dapat memudahkan penyimak memahami tuturan yang disimak;
dan (6) tuturan yang disimak akan mudah dipahami jika kosa kata dan gramatikanya sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki penyimak.
MEMBANTU PENYIMAK DALAM MENGHADAPI KESULITAN MENYIMAK
Dalam menyimak pengajar dapat membantu penyimak untuk memahami pesan yang
disimak melalui proses pengenalan (recognition), terkaan (guessing), penggantian system
pembelajaran (transfer of learning), bentuk/gaya perhatian yang diperhatikan (stylistic
consideration), dan selingan humor ( Cahyono, 1997: 15). Beberapa upaya yang dapat dilakukan
pengajar untuk membantuk penyimak melalui proses pengenalan adalah dengan menggunakan
materi yang sudah dikenal penyimak, member waktu yang cukup untuk mengenali tanda-tanda
atau isyarat pada saat memeperdengarkan tuturan dengan cara memperlambat, mempertinggi
nada dan intonasi, dan menghentikan poin –poin penting, serta mengulang tuturan. Menerka atau
memperkirakan isi tuturan atau pesan yang disimak membantu penyimak untuk membentuk
schemata atau latar belakang konteks wacana yang disimak. Menyimak merupakan transfer
pembelajaran visual kepada pembelajaran audiolingual. Pembelajaran audiolingual akan lebih
sulit dipahami daripada pembelajaran visual karena itu pengajar harus membantu penyimak
dengan penyajian media yang diperlukan untuk memvisualisasikan materi tutuan yang
diperdengarkan. Gaya yang dipakai penutur sangat menentukan keberhasilan penyimak. Gaya
yang menarik dan diselingi humar akan dapat membantu penyimak lebih termotivasi dan tidak
lekas jenuh dengan tugas menyimak.
Rubin, dan Mendelsons (1995:113) menyebutkan bahwa ada tiga aspek yang harus
dipahami oleh pengajar menyimak, yaitu: (1) hakikat bahasa lisan, (2) proses kognitif bahasa
lisan, dan (3) cara-cara membantu pebelajar menjadi penyimak yang baik. Hakikat bahasa lisan
adalah bahasa yang disampaikan melalui media suara. Suatu kata yang disampaikan dengan
intonasi dan kecepatan yang berbeda akan membawa pemahaman yang berbeda bagi penyimak.
Bahasa lisan akan menyulitkan penyimak untuk mengulang apa yang disimak sehingga harus
bekerja keras menyimpan apa yang disimak dalam memori. Modifikasi suara merupakan salah
satu unsure yang membedakan antara bahasa lisan dan tulis. Suara bias dikurangi, ditambah,
dikeraskan, atau dihilangkan tekanannya. Bahasa tulis diungkapkan dalam bentuk kalimat
sedang bahasa lisan diungkapkan dalam bentuk frasa atau klausa yang disebut unit-unit ide.
Chafe (dalam Rubin dan Mendelson, 1995:113) memaparkan 6 hal yang membedakan
wacana lisan dan wacana tulis yaitu (1) bahasa lisan mempunyai unit ide yang lebih pendek di
banding dengan bahasa tulis. Bahasa lisan berkisar antara tujuh kata sedang bahasa tulis berkisar
antara sebelas kata; (2) unit-unit ide dari bahasa lisan digabung melalui makna konjungsi seperti
dan atau tetapi, sedang bahasa tulis lebih banyak menekankan penggunaan pelekat seperti anak
kalimat, klausa penghubung, atau jumlah kalimat kompleks; (3) bahasa lisan bersifat spontan
karena bahasa lisan disusun pada saat penutur berbicara; (4)
Mengenai proses kognitif bahasa lisan sebagaimana dijelaskan oleh Buck (dalam Rubin
dan Mendelson, 1995:117) adalah bahwa ada tiga aspek pengetahuan penting yang harus
dikuasai penyimak yaitu (1) pengetahuan linguistik yang meliputi aspek fonologi, sistem suara,
kosakata, sintaksis, morfologi, wacana, penanda kohesi dan lain-lain; (2) latar pengetahuan yang
dimiliki penyimak terkait dengan konten tuturan, dan (3) konteks bahasa itu digunakan.
Adapun cara membantu menjadi penyimak yang baik adalah melalui (1) penciptaan
kondisi yang optimal untuk proses pembelajaran, misalnya menggunakan teks yang kesulitannya
sesuai dengan tingkat kemampuan penyimak dan penggunaan materi yang menarik, san (2)
mengarahkan perhatian siswa pada hal-hal yang penting misalnya pada prosesperubahan
fonologi atau isi penting dari teks yang harus dipahami.
Penelitian terkait yang mengkaji tentang menyimak dan aspek-aspeknya yang sudah
dilaksanakan di jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang adalah hasil
penelitian (1) Kusumobroto (1995) dengan judul Kemampuan mahasiswa Program Pendidikan
Bahasa Arab FPBS IKIP MALANG yang telah menempuh matakuliah Istima’II dalam menyimak
berita berbahasa Arab di radio, yang menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat kemampuan
mahasiswa dalam mengingat fakta dan memahami kosakata tergolong rendah, dan tingkat
kemampuan mahasiswa dalam membuat kesimpulan dan menyimak berita secara umum sangat
rendah, yaitu: 6,67%. (2) Nurhidayati (2003) dengan judul Jenis dan sebab kesulitan yang
dihadapi mahasiswa dalam menyimak teks bahasa Arab, yang menghasilkan kesimpulan bahwa
sebagian besar mahasiswa mengalami kesulitan dalam mengingat detil dan urutan dari teks yang
disimak. Adapun sebab kesulitan dari aspek linguistik adalah karena keterbatasan kosakata,
sedang sebab kesulitan dari aspek nonlinguistik adalah karena faktor motivasi ekstrinsik, yaitu
kurangnya motivasi mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah menyimak yang disebabkan faktor
metode mengajar, kurangnya variasi materi, dan kurangnya pemanfaatan media secara optimal.
(3) Nurhidayati (2004) dengan judul Kemampuan menyimak mahasiswa baru Jurusan Sastra
Arab Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, yang menghasilkan kesimpulan bahwa
kemampuan awal mahasiswa dalam memahami aspek fonem dalam kategori kurang, aspek kata
dalam kategori cukup, sedang aspek kalimat dalam kategori baik. (4) Nurhidayati (2006) dengan
judul Pembelajaran Menyimak Apresiatif Cerita Pendek dengan Strategi Belajar Kooperatif ,
yang menghasilkan kesimpulan bahwa strategi belajar kooperatif sangat efektif digunakan dalam
pembelajaran menyimak baik pada saat pramenyimak, menyimak, maupun pasca menyimak.
Adapun nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa pada siklus I adalah: 91,6 (sangat baik), sedang
nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus II adalah: 93 (sangat baik).
Aminuddin. 1995. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru Algesindo
Aminuddin. 1997. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya sastra. Semarang: CV
IKIP Semarang Press.
Aminuddin. 2000. Metasemiotik sebagai Dasar Signifikasi Teks Sastra. Dalam Rahayu S.
hidayat (Ed) Semiotik . Jakarta: Universitas Indonesia Jakarta.
Anderson & Lynch. 1988. Listening. Editor: Candlin & Widdowson. New York: Ocford
University Press.
Ashin, A. 1981. Pengajaran Menyimak: Memimlih dan Mengembangkan Tujuan Pengajaran.
Jakarta: P2LPTK.
Bogdan & Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and
Methods. Boston: Allyn aand Bacon Inc.
Burns, P.C., Betty, d. D. dan Elinor, P. R. 1996. Teaching reading in Todays elementary school.
New York: Boston Toronto.
Cahyono, B.Y. 1992/1993. Aplikasi Teori Skemata Struktur Teks dan Metakognitif pada
Pengajaran Membaca Bahasa Inggris. Malang: Proyek Operasi dan Perawatan Fasilitas.
Cahyono, B.Y. 1997. Pengajaran Bahasa Inggris: Teknik, Strategi, dan Hasil Penelitian.
Malang: Penerbit IKIP Malang.
Clark. H. H. & Clark. E. V. 1977. Psychology and Language: An Introduction to
Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Coelho, Elizabeth. 1992. Jigsaw: Integrating Language and Content. Dalam: Carolyn Kessler
(Ed). Cooperative Language Learning: A. Teacher’s Resourche Book. Engelwood Cliffs,
New Jersey: Prentice Hall Regents.
Farris, J.P. 1993. Language Arts Approach. Australia: Brwon & Benchmark Publishers.
Gani, R. 1988. Pengantar Sastra Indonesia:Respon dan Analisis. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Ghazali, Abd. Syukur. 2002. Strategi Belajar Kooperatif dalam Belajar Mengajar. Dalam:
Sumber Belajar : Kajian Teori dan Aplikasi. Nomor 1 Tahun 8.
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hanim, 1997. Pembelajaran Bahasa Inggris pada Mahasiswa MIN Malang I: analisis
Berdasarkan Pendekatan Cooperatif Learning. Tesis tidak diterbitkan. Malang : Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Ibrahim, Rachmadiarti, Nur, dan Ismano. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains
dan Matematika Sekolah Unesa: University Press.
Fakultas Sastra .2003. Katalog Jurusan Sastra Arab.Malang: Fakultasa Sastra Universitas Negeri
Malang.
Farris, J. P. 1993. Language Arts Approach.Australia:Brown & Benchmark Publishers.
Kemmis, S. dan MC. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner. Victoria: Deaken
University Press.
Kusumobroto, R.I. 1995. Kemampuan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Arab
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FPBS IKIP Malang yang Telah Menempuh Matakuliah
Istima’ II dalam Menyimak Berita Berbahasa Arab di Radio. Skripsi tidak diterbitkan.
Malang: IKIP Malang.
Luxemburg, Janvan, Bal M., weststeiju, Willem, G. 1989. Tentang Sastra. Jakarta: Intermasa.
May, F. B. 1990. Reading as Communication: an Interactive Approach. Colombus: Merril
Publishing Company.
MC Niff, J. 1992. Action Research: Principles and Practise. London: Macmillan Education Ltd.
Miles, M.B. & A.A. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Rohendi rohedi.
Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lj. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rodakarya.
Nicholas, L. N. 1988. English Teaching. Dalam: Forum. Volume XXVI No. 1.
Nurhadi, Yasin, dan Senduk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK.
Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Nurhidayati, 2003. Jenis dan Sebab Kesulitan yang Dihadapi Mahasiswa dalam Menyimak Teks
Bahasa Arab. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.
Nurhidayati, 2004. Kemampuan Menyimak Mahasiswa Baru Jurusan Sastra Arab Fakultas
Sastra Universitas Negeri Malang. Laporan Penelitian. Malang:Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Malang.
Nurhidayati (2006) Pembelajaran Menyimak Apresiatif Cerita Pendek dengan Strategi Belajar
Kooperatif Laporan Penelitian. Malang:Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Nur, Mohamad & Wikandari Prima Retno. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika dan IPA
Sekolah Universitas Negeri Suarabaya.
Purwa, B. K. 1997. Pokok-Pokok Pengajaran Bahasa dan Kurikulum 1994 Bahasa Indonesia.
Jakarta: Depdikbud.
Richards, J. 1988. Designing Instructional Materials for Teaching Listening Comprehention.
Singapore: Seameo.
Rivers & Temperley. 1978. Apractical Guide to the Teaching of English as Second or Foreign
Language. New York: Oxford University Press.
Rozaq, A. 2002. Pengefektifan Pembelajaran appresiasi Cerita Pendek dengan Pendekatan
Interaksi Dinamis Siswa Kelas II SLTPN I Tumpang Kabupaten Malang. Tesis tidak
diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang.
Tarigan, H.G. 1985. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Tresnadewi, S. 1994. Developping Listening Skill in EFL Classroom. Dalam: Guidelines.
Volume: 16. No. 1.
Saryono, Dj. 1997. Dasar-Dasar Apresiasi Sastra. Malang:IKIP Malang.
Slavin, Robert, E. 1994. Educational Psychology: Theory & Practice. Boston USA: Allyn &
Bacon.
Stone, J. M. 1990. Cooperative Learning and language Arts. Riverside Calivornia: resources for
Teachers, San Juan capistrano.
Sugihastuti & Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya. Yogjakarta: Pustaka
Pelajar Ofset.
Sujiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sulistiyono. 2003. Peningkatan Keterampilan Menulis Narasi Melalui Strategi Belajar
Kooperatif Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Nyabakan Timur I Kecamatan BatangBatang Kabupaten Sumenep. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Malang.
Sumardjo, Jakob & Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Syafi’ie, I. 1999. Diagnosis Kesulitan Belajar Bahasa. Dalam Bahasa dan Seni. Februari No:I
Syafi’ie, I. 1999. Pengajaran Membaca di Kelas-Kelas Awal Sekolah Dasar. Pidato Pengukuhan
Guru Besar dalam Bidang Pengajaran Bahasa Indonesia pada Fakultas Pendidikan Bahasa
dan Seni. Disampaikan pada sidang senat terbuka Senat Universitas Negeri Malang, 7
Desember.
Tompkins, G.E. & Hoskissons K. 1991. Language Arts: Content and Teaching Strategies. New
York: Macmillan Publishing Company.
Wellek, Rene, dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Willis, J. 1981. Teaching English Trough English. London: Longman.
Yagang, F. 1993. Listening: Problems and Solutions. Dalam: English Teaching Forum.
Volume:31. No. 1.
Zhiqian, W. 1989. Posible Aural Activites in Listening Class. Dalam: Guidelines. Volume:11.
No.1.