KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN DI PERMUKIMAN PADAT (STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)

INFOMATEK
Volume 18 Nomor 1 Juni 2016

KAJIAN MITIGASI BENCANA KEBAKARAN
DI PERMUKIMAN PADAT
(STUDI KASUS: KELURAHAN TAMAN SARI, KOTA BANDUNG)
Furi Sari Nurwulandari*)
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Fakultas Teknik – Universitas Pasundan
Abstrak: Di Kota Bandung saat ini terjadi perkembangan permukiman padat, dan implikasi dari peningkatan
kebutuhan permukiman ini tidak selalu disertai dengan kepedulian akan pentingnya keamanan dan keselamatan
dari ancaman bencana, salah satunya kebakaran. Studi yang dilakukan adalah mengkaji bentuk mitigasi
kebakaran di permukiman padat berdasarkan faktor-faktor bencana kebakaran yang terdapat di RW 9, RW 16
dan RW 20 Kelurahan Taman Sari. Pada studi ini analisis data yang dilakukan adalah analisis data kualitatif,
yaitu menganalisis risiko bencana kebakaran berdasarkan karakteristik masing-masing wilayah dan
memetakannya (maping), serta menyusun skenario mitigasi berdasarkan pendekatan mitigasi bencana dan
manajemen kebencanaan. Berdasarkan nilai risiko bencana kebakaran di ketiga RW, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa RW 09, RW 16 dan RW 20 memiliki tingkat risiko bencana sedang.
Kata kunci : bencana, kebakaran, mitigasi, permukiman padat

I. PENDAHULUAN1


kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia
adalah berasal dari kebocoran gas, hubungan

1.1 Latar Belakang
Kebakaran termasuk ke dalam salah satu
bencana. Kebakaran merupakan bencana yang
berdasarkan penyebab kejadiannya tergolong
sebagai

bencana

alam

(natural

disaster)

arus pendek listrik, puntung rokok, sabotase,
rendahnya


sistem

pengaman

konstruksi

bangunan terhadap kebakaran, dan lain-lain
(Pemerintah Republik Indonesia, [1]).

maupun bencana non-alam yang diakibatkan
oleh kelalaian manusia (man-made disaster).
Faktor alam yang menyebabkan kebakaran
diantaranya adalah petir, gempa bumi, letusan
gunung api, kekeringan dan lain-lain, sedangkan

Perkembangan jumlah penduduk Kota Bandung
cukup signifikan. Jumlah penduduk pada tahun
2010 adalah 2.483.977 jiwa dengan kepadatan
penduduk 148,47 orang/ha (BPS Kota Bandung,

[2]). Jumlah dan kepadatan penduduk yang

*)

furi_sari@yahoo.com

cukup tinggi akan mempengaruhi keseimbangan

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27 - 36

kota,

salah

satunya

adalah

kepadatan


pemadam. Merujuk kepada data fire history,

bangunan. Meningkatnya kebutuhan perumahan

pada

di

kebakaran di RW 20, yang diakibatkan dari

Kota

Bandung,

berkembangnya

mengakibatkan

2015


telah

terjadi

kembali

padat.

korsleting arus listrik sehingga menimbulkan

Meningkatnya proporsi permukiman padat ini,

kerugian material yang cukup besar. Dari hasil

telah menyebabkan peningkatan aktivitas bagi

wawancara pun diperoleh informasi bahwa

pemenuhan kebutuhan masyarakat. Tidak dapat


selama kurun waktu 2013-2014 pun telah terjadi

disangkal

2 kebakaran di wilayah RW 09 dan RW 16, yang

bahwa

masyarakat

permukiman

tahun

meningkatnya

tidak

selalu


kebutuhan

disertai

dengan

diakibatkan

oleh

aktivitas

rumah

tangga.

kepedulian akan pentingnya keamanan dan

Berdasarkan latar belakang kejadian kebakaran


keselamatan dari ancaman bencana, salah

(fire history) tersebut, maka wilayah ini dipilih

satunya kebakaran (Furi, [3]).

sebagai locus penelitian, selain itu penelitian ini
merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah

Berdasarkan Perda Kota Bandung No.12/2012

dilakukan yaitu Kajian Kemampuan Masyarakat

tentang Pencegahan, Penanggulangan Bahaya

dalam

Kebakaran dijelaskan bahwa Setiap orang atau

Tamansari, sedangkan fokus penelitian kali ini


badan di daerah wajib berupaya aktif melakukan

adalah membahas bentuk skenario mitigasi

pencegahan dan penanggulangan atas bahaya

kebakaran yang dapat dilakukan berdasarkan

kebakaran, baik untuk kepentingan pribadi

karakteristik wilayah serta resiliansi kebakaran,

maupun untuk kepentingan umum, (Pemerintah

sedangkan variabel mitigasi kebakaran yang

Kota Bandung, [4]),

dipilih


bahwa

pemerintah

sehingga implikasinya,
sebetulnya

telah

memberikan bentuk regulasi tentang penurunan

Mitigasi

Kebakaran

merujuk

dari


di

Kelurahan

pendekatan

teori

manajemen kebencanaan serta UU N0.24/2007
tentang Penanggulangan Bencana.

risiko kebakaran, hanya setiap wilayah masih
memiliki kapasitas yang kecil untuk dapat

1.2

menginternalisasi faktor-faktor risiko kebakaran.

Kemampuan masyarakat dalam mencegah dan

Perumusan Masalah

menanggulangi

kebakaran

khususnya

pada

Hasil wawancara dengan Dinas Pencegahan

kondisi pra-bencana, merupakan salah satu

dan Penanggulangan Kebakaran Kota Bandung

potensi yang dapat dikembangkan menjadi hal

tahun 2015, wilayah Kelurahan Taman Sari

yang

khususnya RW 09, RW 16 dan RW 20 memiliki

kebakaran,

pada

akhirnya

risiko kebakaran karena memiliki aksesibilitas

masyarakat

dalam

memitigasi

yang rendah dalam proses manuver mobil

diharapkan dapat menjadi salah satu perangkat

28

dapat

menekan

angka

kejadian

kemampuan
kebakaran

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat
(Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung)

dalam

proses

pencegahan

dan

yaitu tahap pra bencana (tahap dalam situasi

penanggulangan, dimana selama ini kontribusi

tidak

terbesar

(Pemerintah

Republik

pendekatan

respon

masih

dilakukan

oleh

Dinas

Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.

terjadi

bencana

berupa

Indonesia

mitigasi)
[6]),

bencana

dan

menurut

Godschalk, Brower dan Beatly (Budiman, [7]),
Berdasarkan

hasil

dengan

serta pendekatan studi berdasarkan konsep

masyarakat di wilayah kajian dan data sekunder

kesiapsiagaan (preparedness) dan peringatan

di dapatkan bahwa kemampuan masyarakat

dini (early warning system), tahap mitigasi

dalam

diukur

dilaksanakan sebelum kejadian bencana terjadi

kemampuan

dalam

untuk mengurangi atau mencegah dampak

tentang

bahaya

negatif akibat bencana. Tindakan mitigasi terdiri

memitigasi

wawancara

bencana

berdasarkan

tingkat

mengakses

informasi

dapat

kebakaran di lingkungan padat, serta tata cara

dari

melakukan pencegahan dan penanggulangan

struktural.

munculnya

bentuk mitigasi fisik, yaitu penyediaan dan

bencana

bahaya
kebakaran,

tingkat

kemampuan

api

sebelum

dan

menjadi

mengidentifikasi

masyarakat

dalam

mitigasi

struktural

dan

mitigasi

non-

Mitigasi struktural terkait dengan

pembangunan
Sedangkan

sarana
mitigasi

dan

prasarana.

non-struktural

terkait

menyediakan infrastruktur pencegah kebakaran

dengan perumusan kebijakan penanggulangan

(Oetomo,[5])

Sehingga hal tersebut menjadi

bencana kebakaran seperti komitmen publik

salah satu acuan lingkup kajian penelitian

serta pelaksanaan metode dan operasional,

mitigasi kebakaran.

termasuk

mekanisme

partisipatif

dan

penyebarluasan informasi dan pengembangan
Adapun

tujuan

adalah

knowledge, yang dilakukan untuk mengurangi

mengkaji tingkat risiko kebakaran dan proses

risiko bencana. Konsep kesiapsiagaan adalah

mitigasi, serta menyusun skenario bencana

perkiraan tentang kebutuhan yang akan timbul

kebakaran

jika terjadi darurat bencana dan pendekatan

di

dari

penelitian

permukiman

ini

padat

pada

Kelurahan Taman Sari RW 09, RW 16, dan RW

sumber

20.

tersebut.

daya

untuk

Dengan

memenuhi

kebutuhan

demikian,

membawa

penduduk di daerah rawan bencana ke tataran
kesiapan

II. METODOLOGI

yang

relatif

lebih

baik

untuk

menghadapi bencana. Konsep penanggulangan
Metode

pendekatan

dilakukan

melalui

pendekatan penanggulangan bencana yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 24

kedaruratan/respon (Early Warning System)
adalah tindakan-tindakan yang dilakukan ketika,
sebelum dan atau setelah terjadinya bencana.

tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

29

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27 - 36

Sesuai dengan tujuan studi yang akan dicapai,

2.2 Survei Sekunder

maka metode pendekatan studi yang digunakan

Data

adalah sebagai berikut:

mengidentifikasi

sekunder

dikumpulkan
karakteristik

untuk
penduduk

setempat dan dinas terkait yang memiliki
1. Melakukan

identifikasi

terhadap

kapasitas

dalam

pencegahan

dan

karakteristik wilayah studi yaitu Kelurahan

penanggulangan kebakaran. Pengumpulan data

Taman Sari RW 09, RW 16, dan RW 20,

sekunder juga dilakukan untuk mengidentifikasi

meliputi faktor bahaya, kerentanan dan

karakteristik wilayah dan penduduk serta data-

ketahanan terhadap kebakaran.

data mengenai penelitian yang pernah dilakukan

2. Melakukan studi pustaka mengenai risiko
bencana kebakaran dan bentuk-bentuk

terkait

dengan

mitigasi

kebakaran,

dapat

digunakan sebagai bahan rujukan.

mitigasi bencana yang disesuaikan dengan
karakteristik wilayah studi.
3. Menganalisis

potensi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

maupun

kendala

3.1 Kerentanan

yang dimiliki wilayah Kelurahan Taman

Kerentanan yang terdapat di wilayah studi RW

Sari terkait dengan bentuk mitigasi yang

09, RW 16 dan RW 20 Kelurahan Taman Sari

akan dirumuskan.

adalah kerentanan fisik, kerentanan ekonomi

4. Merumuskan
bencana

rekomendasi

mitigasi

berdasarkan

dan kerentanan sosial.

manajemen

kebencanaan dan mitigasi struktural dan

A. Kerentanan Fisik

non-struktural.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
observasi lapangan dan data penduduk, maka

Metode

pengumpulan

data

yang

akan

dapat disimpulkan bahwa kondisi permukiman

dilakukan dibagi dalam 2 (dua) kegiatan, yaitu

yang berada di ketiga wilayah RW Kelurahan

survei primer dan survei sekunder.

Taman Sari, memiliki kerapatan bangunan yang
tinggi, jarak antar-rumah depan hanya dibatasi

2.1 Survei Primer

jalan lingkungan sebesar 1m-2,5m, jarak antar-

Data primer difokuskan untuk mengetahui

sisi rumah 0-2,5m (2,5m merupakan jalan

kondisi

sosial

lingkungan) Untuk jenis karakteristik material

masyarakat terkait dengan risiko kebakaran

bangunan rumah penduduk dibagi kedalam dua

serta kemampuan masyarakat dalam mitigasi

golongan yaitu jenis rumah permanen yaitu

kebakaran.

rumah yang memiliki material yang tahan api

karakteristik

wilayah

dan

(jenis

30

rumah

tembok)

dan

rumah

semi

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat
(Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung)

permanen

yaitu

rumah

yang

banyak

C. Kerentanan Sosial

menggunakan material kayu dimana untuk jenis

Berdasarkan

rumah ini merupakan rumah yang rentan

penduduk

terhadap kebakaran.

kerentanan sosial yang ada di ketiga RW dilihat

hasil
di

wawancara

wilayah

studi,

dan

data

karakteristik

dari kondisi kepadatan penduduknya adalah
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan

sebesar 40m2/5jiwa atau satu rumah dihuni oleh

bahwa di RW 16 memiliki persentase jumlah

+ 5 jiwa, hal ini membuktikan bahwa penduduk

bangunan semi permanen yang paling tinggi jika

yang tinggal di ketiga RW wilayah studi ini

dibandingkan dengan RW 09 dan RW 20, hal ini

cukup padat. Berdasarkan data diatas dapat

dapat mengimplikasikan bahwa RW 16 memiliki

disimpulkan

kerentanan yang tinggi dalam memberikan nilai

kerentanan sosial tertinggi adalah RW 09

kontribusi kerentanan fisik terhadap kebakaran

karena

di wilayahnya.

dibandingkan dengan wilayah RW 16 dan RW

bahwa

memiliki

wilayah

nilai

yang

prosentase

memiliki
tertinggi

20.
B. Kerentanan Ekonomi
Berdasarkan hasil observasi dan data penduduk

3.2 Ketahanan/ Kapasitas

yang diperoleh, wilayah studi RW 09, RW 16

Secara umum, ketiga RW di Kelurahan Taman

dan RW 20 Kelurahan Tamansari, dapat di

Sari memiliki faktor-faktor ketahanan/kapasitas

implikasikan bahwa jumlah rumah tangga miskin

sebagai berikut:

masih tergolong rendah, tetapi untuk jumlah
rumah tangga rentan ketiga RW tersebut masih

1. Modal manusia (human capital), meliputi

tergolong tinggi.

keahlian

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan

dalam pencegahan kebakaran baik yang

bahwa jumlah rumah tangga rentan terbanyak

terlatih

adalah di wilayah RW 20, berdasarkan hasil

SATWANKAR,

maupun

observasi pun membuktikan bahwa kebanyakan

pencegahan

kebakaran

penduduk RW 20 berprofesi sebagai pedagang,

pengalaman pencegahan kebakaran pada

dan

jasa

kasus-kasus kebakaran yang pernah terjadi,

tersebut dilingkungan rumah, hal ini dapat

dan dilihat dari variabel modal manusia

mengimplikasikan

memiliki

berupa pengetahuan masyarakat tentang

kerentanan ekonomi yang lebih tinggi dari RW

risiko bencana kebakaran dan upaya mitigasi

09 dan RW16.

bencana kebakaran, variabel kemampuan

cenderung

melakukan
bahwa

RW

aktivitas
20

beberapa
secara

anggota

formal

masyarakat

melalui
keahlian

program
dalam

berdasarkan

bekerja/tata cara pencegahan kebakaran dan

31

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27 - 36

katahanan
merupakan

kesehatan
modal

bagi

pribadi

yang

kemampuan

mobilisasi

saat

bencana kebakaran.

masyarakat

dalam

mitigasi

evakuasi, masyarakat di ketiga wilayah RW
ini dinilai memiliki kapasitas, meskipun belum
terukur

secara

kuanitatif,

namun

3. Modal alam (natural capital), merupakan

ketiga

sumber daya alam yang diperoleh seperti

wilayah ini dinilai memiliki kualitas yang baik

lahan, air, dan lain-lain. Untuk ketiga wilayah

atas ketahanan modal manusia.

studi dinilai memiliki kapasitas sumber daya
air dan lahan yang cukup baik untuk

2. Modal sosial (social capital), merupakan

digunakan

sebagai

sarana

pencegahan

tatanan sosial yang mencakup kerukunan,

kebakaran dan sarana evakuasi bencana,

kegotongroyongan, harmoni, kepercayaan,

dan dengan adanya kapasitas modal alam

integrasi, jaringan, dan hubungan timbal balik

tersebut untuk selanjutnya dapat diarahkan

antara

program

individu

dan

komunitas,

dalam

pembangunan

prasarana/

konteks ketahanan dalam risiko bencana,

infrastruktur pencegahan kebakaran lokal

ketiga wilayah studi dinilai memiliki kapasitas

sebagai pendukung modal alam yang sudah

yang masih belum optimal, padahal pada

ada.

masing-masing wilayah RW memiliki wadah
sebagai

media

komunitas

4. Modal fisik (physical capital), merupakan

masyarakat yang peduli bencana, dalam hal

infrastruktur dasar pendukung kehidupan dan

ini pemerintah sebagai salah satu stake

penghidupan,

holder

permukiman, sarana air bersih, dan sanitasi

dalam

pembentukan

program

penanggulangan

mencakup

transportasi,

bencana dapat secara aktif dan kontinu

serta

dalam

terhadap

wilayah studi dinilai masih memiliki kapasitas

masyarakat berisiko dalam bentuk sosialisasi

modal fisik yang belum optimal keberadaan

program

permukiman yang merupakan permukiman

memberikan

masyarakat

regulasi

peningkatan

informasi.

Ketiga

yang padat, tidak disertai dengan akses

penanggulangan bencana, selain itu dengan

transportasi yang cukup baik bagi proses

tersosialisasinya

mitigasi

akan

pencegahan

terhadap

dan

diharapkan

dalam

kemampuan

akses

program
muncul

tersebut

kearifan

bencana

kebakaran

dan akses

lokal

informasi bagi wilayah yang berrisiko dan

masyarakat terhadap keperdulian akan risiko

akses informasi bagi tata cara peningkatan

bencana yang dapat muncul diwilayahnya,

kemampuan

sehingga dapat mengimplikasikan tingkat

memiliki peluang untuk ditingkatkan melalui

masyarakat

dinilai

masih

sumber daya manusia yang ada, mengingat

32

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat
(Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung)

adanya

potensi

kerukunan,

kegotongroyongan, harmoni, kepercayaan,

4. Pembangunan

penampungan

air

hujan

sebagai alternatif prasarana pemadaman

integrasi, jaringan, dan hubungan timbal balik
antara

individu

dan

komunitas,

dalam

konteks ketahanan dalam risiko bencana.

Kesiapsiagaan
1. Menyediakan
asemblly

peta

jalur

evakuasi

(titik

point

kumpul)

dan
bagi

masyarakat.

3.3 SKENARIO MITIGASI
Adapun arahan bagi masyarakat di permukiman

2. Penyuluhan

dan

pelatihan

masyarakat

padat dalam proses dan skenario kebakaran

terhadap jenis-jenis kebakaran dan cara

sebagai bentuk mitigasi kebakaran yaitu :

menanganinya.
3. Penyiapan warga/masyarakat dalam proses
evakuasi,

Pencegahan
1. Tidak

menggunakan

perangkat

listrik

bercabang untuk meminimalisir konsleting
listrik dan selalu

memeriksa perangkat

listrik secara berkala

pertama

pada

kecelakaan, dan penyedia logistik awal saat
bencana.
4. Peningkatan akses dan kapasitas informasi
proses

2. Mengetahui standar penggunaan gas elpiji

pertolongan

pencegahan

kebakaran

dari

berbagai media dan institusi pemerintah.

dan memelihara kondisi gas dan kompor
3. Hindari peralatan yang mudah terbakar dari

Penanggulangan

jangkauan anak-anak, seperti cairan kimia

Kedaruratan/Response/Early

yang menggunakan spray, lilin, korek api,

System

dan lain-lain.

1. Penyediaan lokasi evakuasi warga dan
barang barang saat terjadi
alat

pemadam

api

ringan

(APAR) minimal 1 unit/RT (sesuai standar
sarana penanggulangan kebakaran)
dapat memadamkan api
dan

pemeliharaan

pengungsian

pada

bangunan

permanen milik pemerintah
yang memiliki kuantitas dan kontinuitas yang
baik untuk melakukan pemadaman api di

fungsi

hidran dan sumber air rumah tangga secara
berkala

lokasi

2. Menggunakan sumber air mandiri di rumah

2. Menyediakan karung basah atau alat yang
3. Pengaktifan

kebakaran ke

jalan atau lapangan yang luas serta ke

Mitigasi
1. Penyediaan

Warning

rumah.
3. Menggunakan

bak

penampungan

air

mandiri yang ditempatkan di bagian depan
rumah.

33

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27 - 36

4. Menggunakan

lap/karung

basah

yang

3. Peningkatan building capacity warga agar

ditempatkan di sumber potensi api di rumah

memiliki kearifan local dalam proses mitigasi

(didekat tungku/dapur).

kebakaran.

5. Menggunakan pasir yang ditempatkan di
sumber potensi api di rumah (didekat
tungku/dapur).

Gambar 2.
Peta Skenario Mitigasi

Gambar 1.

Pembangunan

Peta Kondisi Eksisting

Pembangunan fisik bangunan yang terkena
kebakaran akan tetapi dengan jarak antar

Pemulihan
1. Memperbaiki
kebakaran

bangunan yang tidak terlalu berdekatan.
fisik yang terkena dampak
seperti

bangunan

ataupun

sarana dan prasarana.
2. Memperbaiki

dan

memulihkan

Pembangunan Sarana dan prasarana yang
rusak akibat kebakaran serta menambah sarana

ekonomi

warga yang terkena dampak kebakaran

dan prasarana untuk mendukung pencegahan
kebakaran.

seperti Aktivitas warga di RW 16,9, dan 20,
dengan memberikan peluang wirausaha.

IV KESIMPULAN
Berdasarkan
kesimpulan

34

hasil
secara

penelitian
umum

dapat

bahwa

ditarik
wilayah-

Kajian Mitigas Bencana Kebakaran di Permukiman Padat
(Studi Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota Bandung)

wilayah yang memiliki kasus kejadian kebakaran

09 dan RW 20, hal ini dapat mengimplikasikan

(fire history) memiliki potensi dalam peningkatan

bahwa RW 16 memiliki kerentanan yang tinggi

kemampuan

mitigasi

dalam memberikan nilai kontribusi kerentanan

hasil

fisik terhadap kebakaran di wilayahnya, untuk

pengamatan mengenai perilaku masyarakat

kerentanan Ekonomi jumlah rumah tangga

terhadap keperdulian terhadap risiko bencana

rentan terbanyak adalah di wilayah RW 20,

kebakaran yang dapat terjadi di wilayahnya,

berdasarkan hasil observasi pun membuktikan

membuktikan bahwa terdapat beberapa potensi

bahwa kebanyakan penduduk RW 20 berprofesi

yang

adanya

sebagai pedagang, dan cenderung melakukan

komunitas masyarakat yang memiliki inisiatif

aktivitas jasa tersebut dilingkungan rumah, hal

dalam penyediaan sarana rumah tangga yang

ini dapat mengimplikasikan bahwa RW 20

dapat

pencegah

memiliki kerentanan ekonomi yang lebih tinggi

kebakaran lokal, dan adanya inisiatif masyarakat

dari RW 09 dan RW16, untuk kerentanan sosial

dalam

wilayah

bencana

masyarakat

kebakaran,

dapat

dalam

dilihat

dikembangkan

digunakan

yaitu

sebagai

mensosialisasikan

dari

alat

program

siaga

yang

memiliki

kerentanan

sosial

bencana melalui surat edaran dan pelatihan-

tertinggi adalah RW 09 karena memiliki nilai

pelatihan serta yang menjadi modal utama yaitu

presentase

masih adanya potensi keperdulian antar-warga,

wilayah RW 16 dan RW 20.

tertinggi

dibandingkan

dengan

apabila terjadi kendala, sehingga memudahkan
pemecahan masalah sosial yang terjadi di

Berdasarkan skenario mitigasi yang dirumuskan

masyarakat.

untuk ketiga RW Kelurahan Taman Sari, maka
secara umum dapat dilakukan pendekatan

Rukun Warga (RW) 9, RW 16 dan RW 20

mitigasi

Kelurahan Tamansari, termasuk wilayah yang

pencegahan,

berisiko terhadap bencana kebakaran, karena

penanggulangan kedaruratan, pemulihan dan

wilayah ini memiliki riwayat kejadian kebakaran,

pembangunan

dengan

mempertimbangkan
mitigasi,

faktor

kesiapsiagaan,

serta memiliki sumber potensi api yang cukup
tinggi yang berasal dari aktivitas lingkungan
sekitar

(adanya

keberadaan

SPBU

DAFTAR RUJUKAN

dan
[1]

pedagang gas dan BBM eceran.

Pemerintah Republik Indonesia. UndangUndang

Pada

Kerentanan

Fisik

RW

16

yang paling tinggi jika dibandingkan dengan RW

Nomor

24

Tahun

2007

Tentang Penanggulangan Bencana

memiliki

persentase jumlah bangunan semi permanen

RI

[2]

BPS Kota Bandung. Bandung dalam
Angka, 2010

35

Infomatek Volume 18 Nomor 1 Juni 2016 : 27 - 36

[3]

Furi Sari Nurwulandari. 2012. Kajian

Undang

Padat Dalam Mitigasi Kebakaran (Studi

Tentang Penanggulangan Bencana

Bandung) Tesis Program Studi Magister
Perencanaan Wilayah dan Kota. Institut
Teknologi Bandung.

Budiman,

Nomor

Putra

24

Arief.

Tahun

2009.

2007

Kajian

Persepsi Risiko dan Strategi Adaptasi
Masyarakat

Berpenghasilan

Rendah

Pemerintah Kota Bandung. Peraturan

Kasus

Daerah Kota Bandung Nomor 15 Tahun

Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara).

2001

Tugas Akhir Program Studi Perencanaan

Tentang

Pencegahan

dan

Oetomo, Andi. 2007. Penataan Ruang
Berbasis Mitigasi Bencana. Buletin Tata
Ruang Mei-Juni 2007. Badan Koordinasi
Tata Ruang Nasional, Jakarta.

36

[7]

RI

terhadap Bencana Banjir Pasang (Studi

Penanggulangan Bahaya Kebakaran
[5]

Pemerintah Republik Indonesia. Undang-

Kemampuan Masyarakat di Permukiman
Kasus: Kelurahan Taman Sari, Kota

[4]

[6]

:

Kawasan

Muara

Baru,

Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur
Perencanaan

&

Pengembangan

Kebijakan Institut Teknologi Bandung