PENGARUH KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL INDONESIA

PENGARUH KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL DAN
SUPERVISI AKADEMIK PENGAWAS SEKOLAH
TERHADAP KINERJA GURU
(Study Deskriptif Kuantitatif pada SMP Negeri di Kota Banjar)
Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian sidang tesis
guna memperoleh gelar Magister Manajemen Pendidikan
Program Studi Manajemen Pendidikan
Konsentrasi Manajemen Sistem Pendidikan

Oleh
MOCHAMAD SELAMET
NIM. 82321112044

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2013

PENGARUH KOMPETENSI SUPERVISI MANAJERIAL DAN SUPERVISI
AKADEMIK PENGAWAS SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU


(Study Deskriptif Kuantitatif pada SMP Negeri di Kota Banjar)
Oleh
MOCHAMAD SELAMET
Abstrak
Problematika yang dihadapi dalam penelitian ini meliputi (1) Bagaimana pengaruh
kompetensi supervisi manajerial pengawas sekolah terhadap kinerja guru; (2)
Bagaimana pengaruh kompetensi supervisi akademik pengawas sekolah terhadap
kinerja guru; (3) Bagaimana pengaruh kompetensi supervisi manajerial dan
akademik pengawas secara bersama-bersama terhadap kinerja guru?
Tujuan penelitian untuk mengetahui : (1)Mengetahui pengaruh kompetensi
supervisi manajerial pengawas sekolah terhadap kinerja guru; (2) Mengetahui
pengaruh kompetensi supervisi akademik pengawas sekolah terhadap kinerja guru;
(3) Mengetahui pengaruh kompetensi supervisi manajerial dan supervisi akademik
pengawas sekolah terhadap kinerja guru. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan analisis
data menggunakan korelasi dan regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah: (1)
Kompetensi supervisi manajerial berpengaruh terhadap kinerja guru dengan
hubungan tergolong tinggi dan memberikan sumbangan sebesar 31,36%. (2)
Kompetensi supervisi akademik berpengaruh terhadap kinerja guru dengan
hubungan tergolong tinggi dan memberikan sumbangan sebesar 43,38%.

Berdasarkan hasil penelitian ini berarti kompetensi akademik pengawas cukup baik
sehingga efektif dalam proses pendidikan di Kota Banjar. (3) Kompetensi supervisi
manajerial dan akademik pengawas berpengaruh terhadap kinerja guru dengan
hubungan tergolong tinggi dan memberikan kontribusi sumbangan sebesar
47,61%. sisanya sebesar 52,39% ditentukan oleh variabel yang lain seperti
disiplin guru, motivasi guru, sarana prasarana, pengalaman mengajar dan lainlain.Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang diajukan adalah: (1)Agar
kinerja guru meningkat hendaknya kompetensi supervisi manajerial pengawas
dilaksanakan secara optimal dengan cara pengawas melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sesuai standar pelayanan minimal dan menjalankan prinsip-prinsip
supervisi sesuai dengan dimensi kompetensi supervisi manajerialnya. (2) Agar
kinerja guru meningkat hendaknya kompetensi akademik pengawas selalu di
tingkatkan secara optimal dengan cara pengawas melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya sesuai standar pelayanan minimal dan menjalankan prinsip-prinsip
supervisi sesuai dengan dimensi kompetensi supervisi akademik. (3)Agar kinerja
guru meningkat hendaknya kompetensi supervisi
manajerial dan akademik
pengawas dilaksanakan secara optimal dengan cara pengawas melaksanakan tugas
pokok dan fungsinya sesuai standar pelayanan minimal dan menjalankan prinsipprinsip supervisi sesuai dengan dimensi kompetensi supervisi manajerial dan
dimensi kompetensi akademiknya. (4) Berhubung penelitian ini memiliki banyak
keterbatasan dan dirasakan belum sempurna, maka untuk kesempatan lain

hendaknya dilakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam dan akurat
Kata kunci : Kompetensi Supervisi Manajerial, Kompetensi Supervisi Akademik,
dan Kinerja Guru

2

Pendahuluan
Kinerja guru diartikan sebagai

kemampuan guru yang didasari oleh

pengetahuan, sikap, ketrampilan, kesanggupan dan motivasi dalam melaksanakan
tugas profesional mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, mengevaluasi peserta didik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
menurut Sedarmayanti (2001) dalam Hasibuan (2007:67), antara lain:
(1) sikap mental (motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja); (2) pendidikan; (3)
ketrampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat penghasilan; (6)gaji
dan kesehatan; (7) jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9)sarana pra sarana; (10)
teknologi; (11) kesempatan berprestasi.
Faktor manajemen kepemimpinan yang menyebabkan rendahnya kinerja

guru antara lain kepengawasan kepala sekolah dan supervisi dari pengawas mata
pelajaran atau satuan pendidikan. Jika kinerja guru tidak segera diperbaiki akan
berdampak kepada rendah kulitas pendidikan.
Rendahnya IPM Indonesia saat ini merupakan garapan bagi pemerintah
untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan. Sebenarnya pemerintah telah
banyak melakukan upaya dalam berbagai bentuk kebijakan untuk mengatasi
segala kelemahan. Hal tersebut telah menjadi masalah strategis, bahkan menjadi
public issues baik di kalangan akademis, pemerhati maupun praktisi dari sistem
pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).
Sebagai langkah awal untuk peningkatan IPM di bidang pendidikan adalah
dengan melakukan peningkatan dan memperbaiki kinerja guru dalam satuan
pendidikan.

Hal ini dikarenakan

guru merupakan ujung tombak pendidikan

melalui kegiatan pembelajaran di sekolah.


Kinerja guru yang baik akan

berdampak kepada keberhasilan guru melaksanakan proses belajar dan mengajar
yang bermutu. Dengan proses belajar dan mengajar yang bermutu output siswa
atau lulusan yang memiliki kompetensi bermutu, termasuk di dalamnya bidang
akademik. Kompetensi lulusan pendidikan

yang bermutu

dimaksud

sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, bahwa “lulusan dari satuan pendidikan mempunyai kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut”.

3


Pengawas mata pelajaran atau satuan pendidikan yang bersinergis dengan
kepala sekolah mempunyai peran penting dalam memperbaiki kinerja guru melalui
supervisi manajerial dan supervisi akademik . Pengawas mata pelajaran atau satuan
pendidikan merupakan jembatan antara pembuat keputusan

dengan sekolah

sebagai media penyedia masukan dalam pengambilan kebijakan yang telah dan
akan dikeluarkan. Pengawas diharapkan aktif mengawasi pelaksanaan kebijakan
dengan cara mencari data masukan

customer pendidikan dalam menyikapi

program di sekolah. Tidak diharapkan, pengawas hanya melaksanakan kunjungan
rutin tanpa menyentuh teknis pengajaran dan pengendalian mutu pendidikan.
Seorang pengawas pendidikan harus memenuhi beberapa kriteria yang
sesuai dengan peran dan fungsi kepengawasan. Sebagai konsekwensi dari
kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan tersebut, maka seorang pengawas
harus memiliki kemampuan profesional yang dilandasi oleh pengetahuan dan
keterampilan tertentu. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun

2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah menegaskan bahwa seorang
pengawas harus memiliki 6 (enam) kompetensi minimal, yaitu kompetensi
kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan,
penelitian dan pengembangan serta kompetensi sosial.
Supervisi manajerial dan supervisi akademik pengawas merupakan usaha
yang dilakukan seorang pengawas untuk memperbaiki pola kerja dan kinerja
sekolah termasuk didalamnya adalah kinerja guru, sehingga berpengaruh positif
terhadap proses dan hasil belajar mengajar serta kualitas pendidikan. Kegiatan
pokok supervisi pendidikan adalah pembinaan terhadap sekolah pada umumnya
dan guru pada khususnya agar kualitas pembelajaran meningkat.
Tugas pengawas sangat strategis dalam lingkungan sekolah, mengingat
guru sebagai ujung tombak pendidikan memerlukan konsultasi dan diskusi
mengenai proses belajar dan mengajar yang menjadi bidangnya sehingga kinerja
guru bisa maksimal. Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh Direktorat Tenaga
Kependidikan pada Tahun 2008 terhadap para pengawas di suatu kabupaten
(Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik

Dan

Tenaga


Kependidikan. 2009:1)

menunjukkan bahwa para pengawas memiliki kelemahan dalam kompetensi
supervisi akademik, supervisi manajerial, evaluasi pendidikan, dan penelitian dan

4

pengembangan. Kondisi tersebut tidak berbeda dengan di Kota Banjar saat ini,
masih ada pengawas sekolah yang belum menguasai keenam dimensi kompetensi
tersebut dengan baik. Fenomena yang terjadi pengawas melaksanakan pembinaan
belum maksimal, hal ini belum sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Di dalam Permendiknas No. 15 Tahun 2010 – Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan Dasar menyatakan bahwa: “Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan
dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam
untuk melakukan supervisi dan pembinaan.” Peran kompetensi supervisi
manajerial

dan kompetensi supervisi akademik pengawas sangat diharapkan


dilaksanakan dengan paripurna sehingga akan berdampak pada meningkatnya
kinerja guru.
Berdasarkan hal tersebut di atas yang menjadi isu utama penelitian ini
adalah belum maksimalnya fungsi manajerial dan akademik dari pengawas dalam
menjalankan tugasnya, sehingga perlu diteliti secara seksama supaya kinerja guru
dapat diperbaiki dan ditingkatkan. Dengan melihat fenomena tersebut, penulis
terdorong untuk melakukan penelitian “Pengaruh kompetensi supervisi manajerial
dan supervisi akademik pengawas terhadap kinerja guru SMP Negeri di kota
Banjar”
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah yang berkaitan dengan pengaruh kompetensi
supervisi manjerial dan pengawas terhadap variabel kinerja guru:
1. Diperoleh gambaran, kinerja guru belum maksimal dari waktu kewaktu
2. Belum maksimalnya kompetensi supervise manajerial dan

kompetensi

supervisi akademik pengawas sekolah, mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja guru .

3. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah pencapaian tujuan
pendidikan nasional khususnya untuk

pendidikan dasar dan menengah

yang dapat dilakukan secara berkesinambungan melalui pembinaan
kompetensi supervisi manajerial dan kompetensi supervisi akademik dari
pengawas kepada guru.

5

Dari sekian banyak masalah, yang akan

diteliti adalah kompetensi

supervisi manajerial pengawas, kompetensi supervisi akademik pengawas
serta kinerja guru.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui :
1. Mengetahui pengaruh kompetensi supervisi manajerial pengawas sekolah
terhadap kinerja guru.

2. Mengetahui pengaruh kompetensi supervisi akademik pengawas sekolah
terhadap kinerja guru.
3. Mengetahui pengaruh kompetensi supervisi manajerial dan supervisi
akademik pengawas sekolah terhadap kinerja guru.
Pengertian Supervisi Manajerial Pengawas
Pengawas Sekolah sebagai tenaga supervisor harus memahami bahwa
kegiatan supervisi

yang dilakukannya adalah “serangkaian usaha

pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan professional yang
diberikan kepada guru guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar
mengajar”.(Sri Banun Muslim, 2009:41).

Pengertian ini menegaskan

bahwa supervisi atau pembinaan guru lebih menekankan pada layanan
profesional, maka ia disebut ”Pembinaan Profesional Guru”
Istilah supervisi berasal dari dua kata yaitu ”super” dan ”vision”.
Dalam Webstr’s New Word Dictionari (1991:1343) istilah super berarti
”Higher in rank or position than, superior to (superintendent), greater or
better than others” sedangkan dalam buku yang sama (1991:1492), kata
vision berarti ”the ability to perceive something not actually visible, as
through mental acutness or keen foresight. Ini artinya seorang supervisor
adalah seorang profesional, ketika ia menjalankan tugasnya, ia bertindak
atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Untuk menjalankan supervisi diperlukan kelebihan yang dapat melihat
dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan,
menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar
menggunakan penglihatan mata biasa, sebab yang diamatinya bukan
masalah kongkrit yang tampak, melainkan memerlukan insight dan
kepekaan mata bathin.

6

Menurut Ngalim Purwanto (2008:85), pengawas sekolah sebagai
supervisor, untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik harus memiliki
ciri-ciri dan sifat-sifat seperti berikut:
1) Berpengetahuan luas tentang seluk beluk semua pekerjaan yang berada di
bawah pengawasannya.
2) Menguasai/memahami benar-benar rencana dan program yang telah
digariskan yang akan dicapai oleh setiap lembaga atau bagian.
3) Berwibawa dan memiliki kecakapan praktis tentang teknik-teknik
kepengawasan, terutama human relation.
4) Memiliki sifat jujur, tegas, konsekuen, ramah, dan rendah hati.
5) Berkemauan keras, rajin bekerja demi tercapainya tujuan atau program
yang telah digariskan/disusun.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah menegaskan bahwa seorang pengawas
harus memiliki 6 (enam) kompetensi minimal, yaitu “kompetensi kepribadian,
supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian dan
pengembangan serta kompetensi sosial.”
Supervisi adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengawas satuan pendidikan
dalam rangka membantu kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan
lainnya guna meningkatkan mutu dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran. Supervisi manajerial menitikberatkan pada
pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan administrasi sekolah yang
berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.
Direktorat Tenaga Kependidikan (2009: 20) dinyatakan bahwa :
Supervisi manajerial adalah supervisi yang berkenaan dengan aspek
pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan efisiensi
dan efektivitas sekolah

yang mencakup perencanaan, koordinasi,

pelaksanaan, penilaian, pengembangan kompetensi sumberdaya manusia
(SDM) kependidikan dan sumberdaya lainnya. Dalam melaksanakan fungsi
supervisi manajerial, pengawas sekolah/madrasah berperan sebagai: (1)
kolaborator dan negosiator dalam proses perencanaan, koordinasi,
pengembangan manajemen sekolah, (2) asesor dalam mengidentifikasi
kelemahan dan menganalisis potensi sekolah, (3) pusat informasi

7

pengembangan mutu sekolah, dan (4) evaluator terhadap pemaknaan hasil
pengawasan.
Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip supervisi manajerial pada hakikatnya tidak berbeda
dengan supervisi akademik, yaitu:
a. Prinsip yang pertama dan utama dalam supervisi adalah pengawas harus
menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana ia bertindak sebagai atasan dan
kepala sekolah/guru sebagai bawahan.
b. Supervisi pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka membantu pihak sekolah
(guru-guru) agar dapat melaksanakan tugasnya secara lebih baik dan
berkualitas, sehingga tujuan (pembelajaran) yang diharapkan

bisa dicapai

secara optimal (Sri Banun Muslim, 2009:35)
c. Supervisi

harus

memiliki

karakteristik

:

sistematis,kreatif, berpusat pada pertumbuhan
didasarkan
mengajar

obyektif,

dan produktivitas

pada penelitian dan analisis keseluruhan
pada

pengidentifikasian

dan

demokratis,

pemecahan

yang

lingkungan belajar
masalah-masalah

profesional (Mark dkk, 1985 dalam Sri Banun Muslim, 2009:38)
d. Supervisi harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis.
Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat terbuka,
kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian bukan saja antara
supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor dengan pihak lain
yang terkait dengan program supervisi. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya
supervisor harus memiliki sifat-sifat seperti: sikap membantu, memahami,
terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972:25).
e. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas
bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan.
Perlu dipahami bahwa supervisi merupakan salah satu essential function dalam
keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973:65).
f. Supervisi harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan
supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
Supervisor harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya.

8

Tanggung

jawab perbaikan program bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada
guru.
g. Program supervisi harus

integral. Di dalam setiap organisasi pendidikan

terdapat bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan
pendidikan. Sistem tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif,
sistem perilaku kesiswaan, pengembangan konseling, sistem perilaku
supervisi.(Alfonso, dkk.: 1981:66).
h. Supervisi harus komprehensif. Program supervisi harus mencakup keseluruhan
aspek, karena hakikatnya suatu aspek pasti terkait dengan aspek lainnya.
i. Supervisi harus konstruktif. Supervisi bukanlah sekali-kali untuk mencari
kesalahan-kesalahan

guru,

justru

diharapkan

akan

mengembangkan

pertumbuhan dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan
problem-problem yang dihadapi.
j. Supervisi harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi,
keberhasilan

program

supervisi

harus

obyektif.

Obyektivitas

penyusunan program berarti bahwa program supervisi

dalam

itu harus disusun

berdasarkan persoalan dan kebutuhannyata yang dihadapi sekolah.
Dimensi Kompetensi Supervisi Manajerial meliputi :
a. Penguasaan dalam metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
b. Penyusunan program kepengawasan berdasarkan visi, misi, tujuan dan program
pendidikan di sekolah.
c. Penyusunan metode kerja dan instrumen yang diperlukan untuk melak-sanakan
tugas pokok dan fungsi pengawasan di sekolah.
d. Penyusunan laporan hasil-hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk
perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah.
e. Pembinaan kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan
pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
f. Pembinaan kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling
di sekolah.

9

g. Upaya mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil
yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam
melaksanakan tugas pokoknya di sekolah.
h. Melakukan pemantauan pelaksanaan standar nasional pendidikan dan
memanfaatkan

hasil-hasilnya

untuk

membantu

kepala

sekolah

dalam

mempersiapkan akreditasi sekolah.
2. Pengertian Kompetensi Supervisi Akademik Pengawas Sekolah
2.1.2.1. Pengertian Supervisi Akademik Pengawas
Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi
akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan
pembelajaran. Supervisi akademik merupakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh, 1989).
Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali bukan menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan membantu
guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Sering dijumpai adanya seorang kepala sekolah dalam melaksanakan
supervisi akademik hanya datang ke sekolah dengan membawa instrumen
pengukuran unjuk kerja. Kemudian masuk ke kelas melakukan pengukuran
terhadap unjuk kerja guru yang sedang mengajar. Setelah itu, selesailah tugasnya,
seakan-akan supervisi akademik sama dengan pengukuran guru dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Perilaku supervisi akademik sebagaimana digambarkan di atas merupakan
salah satu contoh perilaku supervisi akademik yang salah. Perilaku supervisi
akademik yang demikian tidak akan memberikan banyak pengaruh terhadap
peningkatan kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Seandainya memberikan pengaruh, pengaruhnya sangat kecil artinya bagi
peningkatan kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Supervisi akademik sama sekali bukan penilaian unjuk kerja guru. Apalagi bila
tujuan utama penilaiannya semata-mata hanya dalam arti sempit, yaitu
mengkalkulasi kualitas keberadaan guru dalam memenuhi kepentingan akreditasi
guru belaka.

10

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian
unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan, bahwa
supervisi

akademik

merupakan

serangkaian

kegiatan

membantu

guru

mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu
kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses
pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi
akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam
pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
sehingga

bisa

ditetapkan

aspek

yang

perlu

dikembangkan

dan

cara

mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk
kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya:
1. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas ?
2. Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di dalam
kelas?
3. Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang
berarti bagi guru dan murid ?
4. Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik ?
5. Apa

kelebihan

dan

kekurangan

guru

dan

bagaimana

cara

mengembangkannya ?
Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh
informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian
unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik,
melainkan harus dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan
kemampuannya. Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin
mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville

11

(1981) menegaskan Instructional supervision is herein defined as: behavior
officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in
such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam
pengertian supervisi akademik. :
1. Supervisi

akademik

harus

secara

langsung

mempengaruhi

dan

mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini,
janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik
yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku
guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok
bagi semua guru (Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan,
kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal
guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan
dan mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni,
1987 dan Daresh, 1989).
2.

Perilaku

supervisor

dalam

membantu

guru

mengembangkan

kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai
dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut
terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada
tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung
jawab bersama antara supervisor dan guru, maka alangkah baik jika
programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
3.

Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervisi
akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.

Prinsip-prinsip Supervisi Akademik
Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh
para pakar supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para praktisi
supervisi akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah seharusnya
kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka maupun tidak
suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi

12

akademik. Adanya problema dan kendala tersebut sedikit banyak bisa diatasi
apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah menerapkan
prinsip-prinsip supervisi akademik.
Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori
supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort),
dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan
dengan

konsep

supervisi

akademik.

Pembahasannya

semata-mata

untuk

menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus
menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru
sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan
anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa,
dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian
darinya.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang
harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus
diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi
akademik, yaitu sebagai berikut. :
1.

Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini
bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara
supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi
akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus
memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur,
ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).

2.

Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi
akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktuwaktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik
merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program
sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973).

13

3.

Supervisi

akademik

harus

demokratis.

Supervisor

tidak

boleh

mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi
akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif.
4.

Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan.
Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem
perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku
tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku
akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan
konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981).
Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara
integral.

5.

Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik
harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun
mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil
analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya

6.

Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah
sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam
proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian
unjuk kerja guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahankesalahannya.

7.

Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif.
Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi
akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan
profesional guru.

Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.
Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki
kompetensi secara utuh. Seseorang tidak akan bisa bekejra secara profesional
apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi
yang

dipersyaratkan.

Kompetensi

tersebut

14

merupakan

perpaduan

antara

kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak
akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang
tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya
motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak
memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras
dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan oleh Glickman (1981).
Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional.
Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia
memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi (high
level of commitment).
Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya
program supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu
membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik
kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional, dan
kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh pada
pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan dengan pengembangan
kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang harus menjadi
perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya, pelaksanaannya,
maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini
menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola proses
pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik,

yaitu

yaitu

kompetensi-kompetensi

kepribadian,

pedagogik,

professional, dan sosial. pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan
akademik, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan
penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua
merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang

15

hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru
dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga merepresentasikan seberapa
luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang
diajarkannya. Adapun aspek substansi keempat merepresentasikan seberapa luas
penguasaan guru terhadap teknik akademik, manejemen, pengorganisasian kelas,
dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur akademik yang efektif.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency
areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini
menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus
profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to
do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik
akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini
belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do).
Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan
tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau
mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru dan harus dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam
melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian,
pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah supervisi
yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten.
Pengertian Kinerja Guru
Istilah kinerja atau prestasi kerja merupakan terjemah dari kata
performance.

Menurut

Longman

Dictionary

dalam

Wibowo,

(2004:23)

“Performance is the ability of a person or machine to do something well”. Dalam
bahasa Indonesia kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai
ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan

16

motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Parameter yang paling umum digunakan
untuk mengukur adalah efektifitas, efisiensi, dan produktivitas.
Kinerja seseorang merupakan hal yang kompleks dan terpadu yang
keberhasilannya dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor internal maupun
external. Menurut Keith Davis dalam Wibowo, (2004:43) menyatakan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan (ability=knowledge +skill)
dan motivasi (motivation = attitude + situation). Ada tiga faktor situasional yang
mempengaruhi kinerja, yaitu abilities and skill, rolr perception dan effort or
motivation. Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena
sangat menekankan

pengertian sebagai hasil atau apa yang dikeluarkan dari

sebuah pekerjaan dan kontribusi pada produktivitas lembaga atau organisasi.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan dan
kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga
tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi
tidak mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah
sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja,
dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.
Kinerja guru menurut Hasibuan, Malayu, (2007:233) adalah “alat yang
berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga
untuk mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan.” Dalam penilaian
kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan
secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan,
kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang tugasnya
semuanya layak untuk dinilai. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor
penting yaitu, (1) kemampuan dan minat seorang pekerja, (2)kemampuan dan
penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta (3) peran dan tingkat motivasi
seorang pekerja.Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi
kerjakaryawanbersangkutan. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa apabila seorang pegawai telah memiliki kemampuan dalam
penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk melakukan pekerjaan
tersebut, adanya kejelasan peran dan motivasi pekerjaan yang baik, maka orang
tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik. Ukuran kinerja

17

secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian prilaku secara
mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) kuantitas kerja; (3) pengetahuan tentang
pekerjaan; (4) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (5) keputusan yang
diambil; (6) perencanaan kerja; (7) daerah organisasi kerja.
Kinerja guru dalam perspektif manajemen, dapat selalu ditingkatkan dan
mencapai

standar

tertentu,

maka

dibutuhkan

suatu

manajemen

kinerja

(performance management). Tapi perlu definisi khusus tentang kinerja itu sendiri.
Dengan mengacu pada pemikiran Robert Bacal dalam bukunya Performance
Management di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru.
Robert Bacal mengemukakan bahwa manajemen kinerja, sebagai sebuah proses
komunikasi yang berkesinambungan dan dilakukan dalam kemitraan antara
seorang karyawan dan penyelia langsungnya.Proses ini meliputi kegiatan
membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan
dilakukan. Sebagai suatu sistem, di dalamnya memiliki sejumlah bagian yang
semuanya harus diikutsertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak
memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.
Dimensi-dimensi Kinerja Guru
Menurut Sudjana, dikutip oleh Wibowo (2004: 67) telah membagi
kompetensi guru dalam tiga bagian yaitu: (1) Kompetensi bidang Kognitif, artinya
kemampuan intelektual, seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan cara
mengajar, pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan
tentang bimbingan penyuluhan, pengetahuan tentang adaministrasi kelas,
pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang
kemasyarakatan, serta pengetahuan umum lainnya; (2) Kompetensi bidang sikap,
artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas
dan profesinya. Misalnya sikap menghargai pekerjaan, mencintai dan memiliki
perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi tehadap
sesama teman seprofesinya, memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan
hasil pekerjaannya; (3) Kompetensi perilaku/performance, artinya kemampuan
guru dalam berbagai keterampilan/berperilaku, seperti keterampilan mengajar,
membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau

18

berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para
siswa, keterampilan melaksanakan administrasi kelas, dan lain-lain.
Ketiga bidang kompetensi di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Artinya, saling mendasari
satu sama yang lain. Sementara Mohammad Surya (2003: 92) telah membagi
kompetensi guru dalam 5 bagian yaitu sebagai berikut: (1) Kompetensi personal,
ialah kualitas kemampuan pribadi seorang guru yang diperlukan agar dapat
menjadi guru yang baik. Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi
yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dan
perwujudan diri. (2) Kompetensi profesional, ialah berbagai kemampuan yang
diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru professional. Kompetensi
professional meliputi aspek kepakaran atau keahlian dalam bidangnya, yaitu
penguasaan bahan yang harus diajarkan beserta metodanya, rasa tanggung jawab
akan tugasnya, dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya. (3) Kompetensi
sosial, ialah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam
berhubungan dengan orang lain. Dalam kompetensi sosial ini, termasuk
keterampilan dalam berinteraksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial.
(4) Kompetensi intelektual, ialah penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan tugasnya sebagai guru. (5) Kompetensi Spiritual, ialah
kualitas keimanan dan ketaqwaan sebagai orang beragama.
Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pasal 10 ayat (1), “Kompetensi guru meliputi kompetensi profesional, kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial, yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.” Uraian tersebut memperlihatkan keragaman dalam mengkaji
dimensi kompetensi guru. Namun demikian substansinya bermuara pada dimensi
yang sama. Merujuk pada Undang-undang Guru dan Dosen dimensi kompetensi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) profesional, (2) pedagogik, (3)
kepribadian dan (4) sosial. Berikut adalah uraian dimensi-dimensi kompetensi
tersebut.
1) Kompetensi Profesional
Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang
mendukung mata pelajaran yang diampu. Menguasai standar kompetensi dan

19

kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. Mengembangkan materi
pembelajaran yang diampu secara kreatif. Mengembangkan Keprofesian secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. Memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
2)

Kompetensi Pedagogik
Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsipprinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait
dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang
mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
3) Kompetensi Kepribadian
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia,
dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Menunjukkan etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
4) Kompetensi Sosial
Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena
pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan
status sosial ekonomi. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Beradaptasi di
tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman
sosial budaya. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain
secara multi media.
Konsekwensi Guru sebagai tenaga profesional, setelah diberlakukannya
Undang-undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005, maka guru dituntut untuk
mampu melaksanakan:
1. Tugas utamanya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
menilai dan mengevaluasi peserta didik.
2. Tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah .
Sehingga guru harus dapat memenuhi kewajibannya:

20

1. Merencanakan,

melaksanakan,

menilai

dan

mengevaluasi

hasil

pembelajaran/bimbingan serta melaksanakan perbaikan dan pengayaan.
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan iptek dan seni.
3. Bertindak obyektif dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik (jenis
kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, latar belakang
keluarga dan status sosial ekonomi).
4. Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum dan kode
etik guru serta nilai agama dan etika.
5. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Indikator Kinerja guru
Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu, dapat dilihat dan diukur
berdasarkan kriteria kompetensi guru. Depdiknas telah memodifikasi Teacher
performance

assessment

instrument

yang

dikembangkan

oleh

Georgia

Departemen of Education dalam bentuk Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG)
yang meliputi hal berikut:
1). Kompetensi Menyusun Rencana Pembelajaran
Depdiknas (2004:45) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana
pembelajaran meliputi (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih
materi, (3) mampu mengorganisir materi, (4) mampu menentukan metode/strategi
pembelajaran, (5) mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga
pembelajaran, (6) mampu menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan
teknik penilaian, dan (8) mampu mengalokasikan waktu
Dengan mengacu pada uraian di atas jelas bahwa perencanaan program
belajar mengajar bagi seorang guru harus menuangkannya secara rinci dan jelas
dalam sebuah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahwa kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik.

Mulyasa

(2008:

75)

mengemukakan

bahwa,

dalam

pengelolaan

pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai
berikut.
Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap
peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran,

21

pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan
teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar (EHB), pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Secara operasional, kemampuan mengelola pembelajaran terdiri dari tiga
fungsi manajerial, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Perencanaan
menyangkut penetapan tujuan, dan kompetensi, serta memperkirakan cara
mencapainya.

Perencanaan

merupakan

fungsi

sentral

dari

manajemen

pembelajaran dan harus berorientasi ke masa depan.
2) Kompetensi Melaksanakan Proses Belajar Mengajar
Pelaksanaan atau sering juga disebut implementasi adalah proses yang
memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki suber daya
manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk
kompetensi dan mencapai tujuan yang diinginkan. Pada saat ini di samping
pengetahuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang siswa, diperlukan pula
kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya: prinsip-prinsip mengajar,
penggunaan

alat

bantu

pengajaran,

penggunaan

metode

mengajar,

dan

keterampilan menilai hasil belajar siswa.
3) Kompetensi Melaksanakan Penilaian Proses Belajar Mengajar
Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1
menyatakan bahwa “tugas utama guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik.” Berdasarkan undangundang tersebut, selain pengelolaan pembelajaran, guru dituntut memiliki
kemampuan untuk menilai dan mengevaluasi

keberhasilan pembelajaran.

Penilaian proses belajar mengajar dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan
perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah disusun dan dilaksanakan.
Penilaian diartikan sebagai proses yang menentukan betapa baik organisasi
program atau kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai maksud-maksud yang
telah ditetapkan.
4)

Hubungan Antar Pribadi
Perencanaan pengajaran yang kemudian diwujudkan dalam pengajaran

memerlukan dukungan suasana belajar mengajar yang baik. Untuk itu guru harus

22

menciptakan

suasana

yang

mendukung

sehingga

apa-apa

yang

akan

dikomunikasikan dapat dimengerti dan dipahami siswa. Hubungan antar pribadi
dalam

proses

belajar

mengajar,

dapat

dilihat

dari

kemampuan

guru

mengembangkan sikap positif siswa, sikap terbuka, menampilkan kegairahan
dalam mengajar, mengelola interaksi perilaku kelas sehingga memungkinkan
dicapainya tujuan pengajaran.

Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi supervisi manajerial pengawas berpengaruh positif terhadap
kinerja guru.
2. Kompetensi evaluasi pengawas berpengaruh positif terhadap kinerja guru.
3. Kompetensi supervisi manajerial dan evaluasi pengawas secara simultan
berpengaruh positif terhadap kinerja guru.
Metode Penelitian

Penelitian

ini

menggunakan

metode

deskriptif

analisis

dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan analisis data menggunakan
korelasi dan regresi berganda. Pada penelitian ini penulis mendesain sebagai
suatu study kasus yang bersifat asosiatif, analitis, korelasional, karena penelitian
ini hanya memberikan gambaran tentang pengaruh kompetensi supervisi
manajerial dan kompetensi evaluasi pengawas terhadap kinerja guru.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini adalah: (1) Kompetensi supervisi

manajerial

berpengaruh terhadap kinerja guru = 0,605 (hubungan tergolong

tinggi) dan

memberikan sumbangan sebesar 36,60%. (2) Kompetensi evaluasi berpengaruh
terhadap kinerja guru = 0,688 (hubungan tergolong tinggi) dan memberikan
sumbangan sebesar 47,33%. Berdasarkan hasil penelitian ini berarti kompetensi
evaluasi pengawas cukup baik sehingga efektif dalam proses pendidikan di Kota
Banjar. (3) Kompetensi supervisi manajerial dan evaluasi pengawas berpengaruh
terhadap kinerja guru sebesar

0,716 (hubungan tergolong tinggi)

23

dan

memberikan kontribusi

sumbangan sebesar 51,27%. sisanya sebesar 48,73%

ditentukan oleh variabel yang lain seperti disiplin guru, motivasi guru, sarana
prasarana, pengalaman mengajar dan lain-lain.

Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta hasil dari pengolahan
data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dihasilkan beberapa
simpulan sebagai berikut:
1. Kompetensi supervisi manajerial berpengaruh terhadap kinerja guru
dalam kategori tinggi dan bersifat positif. Artinya dengan kompetensi
supervisi manajerial tinggi, maka kinerja guru meningkat.
2. Kompetensi supervisi

akademik pengawas

berpengaruh

terhadap

kinerja guru dalam kategori tinggi dan bersifat positif. Artinya dengan
kompetensi supervisi akademik tinggi, maka kinerja guru meningkat.
3. Kompetensi supervisi manajerial dan kompetensi supervisi akademik
pengawas berpengaruh terhadap kinerja guru dalam kategori tinggi.
Artinya dengan kompetensi supervisi manajerial dan kompetensi
akademik

tinggi,

maka

kinerja

guru

meningkat.

Sedangkan

kontribusinya dalam kategori sedang, sisanya ditentukan oleh variabel
lain

seperti disiplin

guru,

motivasi guru,

sarana

prasarana,

pengalaman mengajar dan lain-lain. Berdasarkan hasil penelitian

ini

disimpulkan bahwa penelitian yang menyatakan “ Terdapat pengaruh
kompetensi supervisi manajerial dan kompetensi supervisi akademik
pengawas secara simultan terhadap kinerja guru” dapat diterima.

24

DAFTAR PUSTAKA
Alfonso. R. J.. G.R. Firth, dan R.F. Neville. 1981. Instructional Supervision: A
Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Prosedur Penelitian. Jakarta : Bina Aksara
Bacal,Robert.,2001.Performance Management. Terj.Surya Darma dan
Irawan, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Yanuar

Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. 2009. Dimensi
Kompetensi Supervisi
Manajerial (BBM
Musyawarah
Kerja
Pengawas Sekolah.Jakarta.
Daresh, J. C. 1989. Supervision as a Proactive Process. New York & London:
Longman
Dodd.W.A. 1972. Primary School Inspection in New Countries. London:
Oxford University Press.
Fattah, Nanang. 1996. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Gort