MAKALAH STUDI KEAMANAN MALNUTRISI DI SUB (1)

Makalah
MALNUTRISI DI SUB-SAHARA AFRIKA

Diajukan guna memenuhi tugas UAS (Ujian Akhir Semester)
Mata Kuliah Studi Keamanan

Oleh

Christine Arieska W
NIM 110910101018

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Afrika merupakan salah satu benua dengan jumlah populasi terbanyak di dunia. Hal
ini memberikan satu tantangan khusus bagi negara-negara di Afrika untuk memberikan
kesejahteraan yang merata bagi para penduduknya. Sayangnya, hal itu belum mampu

diberikan oleh pemerintahan di masing-masing negara. Terbukti, saat ini

Afrika masih

tergolong miskin meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah. Artinya,
pemerintahan di negara-negara Afrika, utamanya negara-negara yang termasuk dalam regiion
Sub-Sahara belum mampu memberikan kesejahteraan bagi para penduduknya. Yang termasuk
dalam kawasan Sub-Sahara antara lain, Kenya, Namibia, Bukina Faso, Kongo, Ethiopia,
Ghana, Nigeria, Namibia, Rwanda, Senegal, Sierra Leone, Kameron, Uganda, Chad, Zambia,
Togo, Tanzania, dan beberapa negala lainnya. Kemiskinan di Afrika kemudian membawa
berbagai macam akibat bagi populasi masyarakatnya, antara lain kemiskinan, kelaparan, yang
mana hal itu menyebabkan adanya malnutrisi di Afrika. Afrika merupakan benua dengan
tingkat malnutrisi pada anak-anak tertinggi di dunia.
World Food Programme (WFP) mendefinisikan malnutrisi sebagai "suatu keadaan di
mana fungsi fisik dari individu terganggu ke titik di mana ia tidak bisa lagi mempertahankan
proses kinerja tubuh yang memadai seperti pertumbuhan, kehamilan, menyusui, pekerjaan
fisik dan menolak dan pulih dari penyakit”.1 Di Afrika, malnutrisi menyumbang sepertiga dari
total kematian anak-anak dibawah lima tahun. Kematian balita, yang sebagian besar terjadi di
wilayah Afrika, meningkat menjadi 43% secara global pada tahun 2005 dari 31% pada tahun
1990. Menurut WHO, diperkirakan 10,6 juta balita meninggal setiap tahun, 4,6 juta di

antaranya meninggal di Wilayah Afrika.2 Malnutrisi merupakan masalah yang sangat besar
bagi Afrika, utamanya region Sub-Sahara. Hal itu disebabkan karena setiap permasalahan di
Afrika saling terkait satu sama lain. Antara kemiskinan, kekurangan pangan, kebodohan,
tingginya kematian anak-anak, masalah kesehatan, semuanya saling terkait satu sama lain.
Disisi lain, malnutrisi juga menimbulkan berbagai dampak negatif utamanya bagi
masyarakat yang berada di region Sub-Sahara. Beberapa penyebab malnutrisi akan juga
berpotensi menjadi akibat atau dampak yang ditimbulkan dari malnutrisi itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena malnutrisi akan berkaitan erat dengan kesehatan yang tentunya akan
berdampak pada generasi mendatang dari penderita malnutrisi. Selain dari yang dipaparkan
1

2

Lihat, http://www.panafrican-med-journal.com/content/article/15/120/full/ diakses pada
tanggal 3 Januari 2014
Lihat, http://www.afro.who.int/en/clusters-a-programmes/frh/child-and-adolescenthealth/programme-components/child-health.html diakses pada tanggal 3 Januari 2014

diatas mengenai penyebab sekaligus dampak malnutrisi, ada juga dampak lain yang lebih
merugikan yaitu dalam bidang ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah

Suatu karya ilmiah harus mampu memaparkan pokok atau inti permasalahn maupun
rumusan masalah dari objek penelitian yang dikerjakan dan menjadi hal fundamentak bagi
penelitian ilmiah itu sendiri. Sebagaimana gagasan Suharsimi Arikunto:3
1. “Apa penyebab malnutrisi di Sub-Sahara Afrika?”
2. “Bagaimana Dampak Malnutrisi Terhadap Perekonomian di Sub-Sahara
Afrika?”
1.3 Kerangka Pemecahan Masalah
1.3.1

Teori Marxis
Marxisme menawarkan sebuah visi historis besar dalam rangka perubahan umat

manusia dari keadaan asalnya dimana masyarakat skala kecil berinteraksi satu sama
lainmenuju kehidupan modern dimana umat manusia terintegrasi, dan diperas, oleh kerasnya
kehidupan kapitalisme global. Konsepsi historis ini tetap relevan dalam era globalisasi masa
kini. Marx dan Marxisme meyakinkan bahwa peran produksi dalam mengubah lingkungan
fisik dan kondisi sosial yang dihuni manusia menjadi pusat studi sosial dan politik. Marxisme
menawarkan sebuah pandangan kritis atas cara-cara produksi yang bertujuan untuk
menjelaskan asal dan dinamika eksploitasi kelas dan mengilhami umat manusia tentang
prospek menuju hubungan sosial baru yang akan menguatkan kebebasan mereka. Marx dan

Marxisme

menggambarkan

hubungan

antara

ilmu

pengetahuan

dan

kekuasaan,

mengungkapkan bagaimana pernyataan tentang ketidak-kekalan struktur memiliki dampak
ideologis dalam mereproduksi batas-batas kebebasan manusia. Ketika analisis logika
globalisasi dan fragmentasi muncul, Marxisme tidak memusatkan diri untuk memperjuangkan
kemerdekaan negaradi tiap-tiap negara atau peradaban namun memperjuangkan kemerdekaan

manusia.4

1.3.2
3

4

Konsep Keamanan Manusia (Human Security)

Dikutip dari Buku Karya Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan
Praktek. PT. Bima Aksara, 1989, Jakarta ,Hlm. 7.
Dikutip dari Buku Karya Scott Burchill-Andrew Linklater, Teori-teori Hubungan
Internasional, Nusamedia, 2013, Bandung, Hlm. 189.

Ide keamanan manusia umumnya dapat merujuk kepada Human Development Report
(HDR) PBB tahun 1994. Terkait erat dengan ide awal dari konsultan ekonomi, almarhum
Mahbub ul Haq, yang sebelumnya telah memainkan peran kunci dalam pembuatan Human
Development Index (HDI) dan yang kemudian menjadi kekuatan penggerak di balik Humane
Governance Index (HGI) terbaru. Keamanan manusia merupakan"self-centered." Dengan
demikian, Laporan menegaskan, seperti yang dilakukan Haq, bahwa objek referen keamanan

manusia adalah individu atau orang. Untuk mendukung anggapan ini, Laporan mengutip
dokumen pendirian PBB dan definisi asli keamanan sebagai "kebebasan dari rasa takut"
seperti juga "kebebasan dari keinginan" dan "berat sama dengan wilayah dan orang-orang"
bahwa perbedaan itu tersirat.5
Keamanan manusia adalah sebuah konsep normatif dengan tujuan etika tertentu yang
tidak bertujuan untuk 'menjunjung tinggi security sebagai tujuan yang diinginkan' tetapi untuk
meningkatkan kemampuan individu melalui persepsi yang lebih baik terhadap hak-hak
mereka untuk kesejahteraan dan pemenuhan syarat hidup. Keamanan manusia tidak
membatasi diri untuk mendefinisikan tujuannya dengan apa yang bertujuan untuk
memberantas sesuatu. Konsep ini memikirkan ulang perdamaian di luar pemahaman klasik
sebagai ‘non-war’ ini mengemban penyebab perdamaian seperti yang didefinisikan oleh Kofi
Annan sebagai tidak adanya perang dan pembangunan ekonomi, keadilan sosial, perlindungan
lingkungan, demokratisasi, perlucutan senjata, menghormati hak asasi manusia dan supremasi
hukum' dan oleh Galtung, 'perdamaian positif 'mengandaikan penghapusan' kekerasan
struktural'.6
1.3.2.1 Economic Security
Keamanan ekonomi, di mana ancaman utama adalah kemiskinan, membutuhkan
penghasilan terjamin dasar - baik dari pekerjaan produktif dan remuncrative (melalui kerja
oleh sektor publik atau swasta, upah kerja atau wirausaha) atau dari pemerintah yang dibiayai
jaring afety sosial.7


1.3.2.2 Food Security
5

6

7

Human Security: Concept and Measurement, Kroc Institute Occasional Paper #19:OP:1,
August 2000
Dikutip dari Tadjbakhsh, Sharbanou dan Anuradha M. Chenoy. 2007. HUMAN SECURITY
concepts and implications. New York:Routledge.
Ibid.

Ketahanan pangan, di mana ancaman itu kelaparan, dan kelaparan mensyaratkan
bahwa semua orang setiap saat harus memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan dasar
- bahwa mereka berhak atas makanan, dengan menumbuhkan untuk diri mereka sendiri,
dengan membeli itu, atau dengan menggunakan sistem distribusi pangan masyarakat.
Ketersediaan makanan itu perlu tetapi bukan kondisi yang cukup untuk ketahanan pangan.
Orang sering kelaparan karena mereka tidak mampu membeli makanan, bukan karena

makanan tidak tersedia.8
1.3.2.3 Health Security
Jaminan kesehatan, di mana ancaman termasuk cedera dan penyakit, membutuhkan
akses ke pelayanan kesehatan dan kealth, termasuk aman dan terjangkau keluarga berencana.
Ancaman terhadap keamanan kesehatan lebih besar bagi masyarakat miskin di daerah
pedesaan, terutama perempuan dan anak-anak, yang lebih terkena penyakit.9

8
9

Ibid.
Ibid.

BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Malnutrisi
2.1.1

Kekurangan Pangan
Malnutrisi yang terjadi di Afrika memberikan ancaman yang besar bagi penduduk di


wilayah Afrika, utamanya bagian Sub-Saharan. Negara-negara yang termasuk dalam kawasan
ini adalah negara-negara yang tergolong sebagai negara miskin dan rawan adanya konflik,
seperti Sudan, Kenya, Nairobi, Namibia, dll. Penyebab rawan pangan dan kekurangan gizi di
Afrika sangat beragam, multi-faktoral dan saling terkait. Menurut Organisasi Kesehatan
Dunia, sekitar 35 persen anak balita di Kenya terhambat melalui gizi buruk, rawan pangan
meluas di banyak bagian pedesaan di negara itu. 10 Di sisi lain, ada Uganda yang juga
mengalami permasalahan serupa. Biaya yang dihabiskan karena bencana kelaparan di Uganda
yang dipublikasikan pada tanggal 18 Juni menunjukkan bahwa sekitar 15 persen dari semua
kasus kematian anak yang disebabkan kekurangan gizi, dimana tujuh persen dari tahun-tahun
sekolah berulang di Uganda yang terkait dengan pengerdilan, 11 Secara keseluruhan, jumlah
kekurangan gizi (berat badan rendah untuk usia) orang dari segala usia di Sub-Sahara Afrika
meningkat dari sekitar 90 juta pada tahun 1970 menjadi 225 juta tahun 2008, dan
diproyeksikan untuk menambah 100 juta pada tahun 2015, bahkan sebelum harga pangan
dunia saat ini mengalami lonjakan.12 Kenya dan Uganda merupakan dua contoh sample dari
negara-negara di bagian Sub-Sahara yang juga mengalami permasalahan serupa mengenai
food insecurity yang mengakibatkan malnutrisi dan ancaman kesehatan yang ditimbulkan
oleh malnutrisi.
Permasalahan utama yang masih di hadapi negara-negara ini adalah adanya kerawanan
pangan dan malnutrisi. Kemiskinan dan kekurangan pangan merupakan pemicu utama
kerawanan pangan di dunia. Pada tahun 2004, 121 juta penduduk Afrika bagian Sub-Sahara

hidup dengan kurang dari sedikit US $ 0,50 per hari.13 Orang yang hidup dengan kurang dari
US $1,00 per hari tidak mampu membayar harga yang mereka perlukan untuk membeli
makanan pokok yang mereka butuhkan, jadi konsumsi daging dan ikan untuk banyak orang
10

Lihat, http://allafrica.com/stories/201307021520.html diakses pada tanggal 5
Januari 2014

11

Ibid.
Lihat, http://www.prb.org/Publications/Articles/2008/stuntingssa.aspx diakses pada
tanggal 5 Januari 2014
13
Lihat,
http://www.consultancyafrica.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=1122:food-insecurity-and-malnutrition-in-africacurrent-trends-causes-and-consequences&catid=61:hiv-aids-discussionpapers&Itemid=268 diakses pada tanggal 5 Januari 2014
12

Afrika yang miskin adalah sebuah kemewahan.14 Meskipun bagian dari penduduk hidup

dalam kemiskinan ekstrim di SSA (Sub-Saharan Afrika) menurun lebih dari 10% menjadi
48% antara tahun 1999 dan 2008,15 SSA masih memiliki konsentrasi tertinggi dari ultra
miskin di dunia.16 Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi di SSA tergolong cepat selama
dekade terakhir, tapi ada bukti sejarah bahwa hal ini belum mampu mengurangi kemiskinan
secara efektif seperti di daerah-daerah berkembang lainnya yang antara lain Asia Timur dan
Pasifik.17 Sehingga dapat dikatakan bahwa malnutrisi, kerawanan pangan, dan kemiskinan
sangat berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan analisis
penyebab tingginya tingkat malnutrisi di Afrika menjadi sulit dianalisis karena permasalahan
ini telah berlangsung lama. Jadi, akan cukup sulit menemukan penyebab awal dari tingginya
tingkat malnutrisi di Afrika, utamanya di Sub-Sahara Afrika (SSA).
Demographic and Health Surveys (DHS), dilakukan di seluruh dunia oleh Macro
International dengan dukungan dari US Agency for International Development (USAID),
memberikan indikator antropometrik seperti standar untuk 24 negara Sub-Sahara untuk
setidaknya dua poin antara 1986 dan 2006.18 Telah ada kemajuan di beberapa negara.
Seperempat (enam) dari 24 negara survei DHS dengan tingkat populasi, kesehatan dan gizi
yang sebanding di Sub-Sahara Afrika telah menunjukkan pengurangan penting dalam
stunting pada anak di bawah usia 3 lebih dari dua dekade ini, dengan penurunan minimal 2
persen per tahun. Keenam negara tersebut adalah Senegal, Namibia, Togo, Uganda, Eritrea,
dan Tanzania. Senegal memiliki penurunan paling dramatis dalam pengerdilan, dari 22 persen
pada tahun 1993 menjadi hanya 14 persen pada tahun 2005. Tiga negara (Botswana, Gabon,
dan Gambia) tidak memiliki data trend DHS, tetapi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan
UNICEF menunjukkan mereka sudah memiliki tingkat rendah atau sedang stunting. 19 Namun,
sebagian besar negara-negara Sub-Sahara menunjukkan tidak ada perbaikan dalam
pengerdilan sejak tahun 1990 dan / atau memiliki tingkat yang sangat tinggi, dengan lebih
dari 40 persen anak-anak muda sedang dan berat terhambat.20 Dari 24 negara Data trend DHS,
14

Ibid.
Lihat, ‘PovcalNet: An online poverty analysis tool’, World Bank, 2012,
http://iresearch.worldbank.org. diakses pada tanggal 5 Januari 2014
16
Ibid.
17
Dikutip dari Fosu, A.K., 2009. Inequality and the impact of growth on poverty:
Comparative evidence for Sub-Saharan Africa. Journal of Development Studies, 45(5),
pp. 726–45.
18
Lihat, http://www.prb.org/Publications/Articles/2008/stuntingssa.aspx diakses pada
tanggal 5 Januari 2014
19
Lihat, World Health Organization (WHO), World Health Statistics, Child Growth and
Nutrition Data Base, accessed online at www.who.int, on Aug. 11, 2008. diakses pada
tanggal 5 Januari 2014
15

lima menderita dari tingkat yang sangat tinggi dan / atau memburuk stunting untuk anak di
bawah usia 3 tahun: Niger, Zambia, Malawi, Rwanda, dan Madagaskar.21
2.1.2

Keadaan Dunia
Negara-negara di kawasan Afrika, khususnya di Region Sub-Sahara merupakan

kawasan dengan sumber daya tambang yang cukup melimpah, seperti berlian contohnya.
Inilah yang kemudian menarik negara-negara besar seperti Amerika, Jepang, negara-negara
eropa, dan lainnya untuk melakukan eksploitasi terhadap negara-negara di kawasan ini.
Sayangnya, warga negara dimana negara besar melakukan eksploitasi belum merasakan
sepenuhnya keuntungan dari eksplotasi terhadap sumber daya alam mereka. Kebanyakan
penduduk asli Afrika, malahan dijadikan buruh tambang tanpa adanya perlengkapan
keselamatan yang memadai dan gaji yang mencukupi.
Beban utang negara-negara termiskin di dunia merupakan 94 persen pendapatan
ekonomi per tahun mereka. Untuk negara-negara di baris untuk program HIPC gambaran ini
berkisar 125 persen. Persentase utang dalam kaitannya dengan pendapatan ekspor telah
mencapai keterlaluan-tingkat: Somalia 3.671 persen, Guinea-Bissau 3.509 persen, Sudan
2.131 persen, Mozambik 1.411 persen, Ethiopia 1.377 persen, Rwanda 1.374 persen, Burundi
1.131 persen. Dan situasi, jauh dari membaik, sebenarnya memburuk. Pada tahun 1980 total
utang negara-negara terbelakang adalah $ 600 miliar. Pada tahun 1990 itu telah naik menjadi
$ 1,4 triliun pada tahun 1997 angka itu mengejutkan $ 2170000000000. Penting untuk dicatat
bahwa pada periode 1990-1997, ketika total utang meningkat sebesar $ 770.000.000.000,
negara-negara ini sebenarnya telah membayar $ 1830000000000 hanya untuk bunga hutang!
Bahkan lebih skandal gambar muncul jika kita membandingkan pembayaran bunga hutang
dengan bantuan yang diberikan kepada negara-negara ini: untuk setiap $ 1 yang mereka
terima dalam bantuan, mereka membayarkan kembali 11 dollar untuk bunga hutang.22
Dampak dari situasi ini jelas. Situasi di seluruh Afrika Sub-Sahara adalah mimpi
buruk. Menurut The Economist (6/6/98), "Hampir setengah benua 760 juta orang yang 'amat
sangat miskin', bertahan hidup, dikatakan oleh Bank Pembangunan Afrika ADB, kurang dari
$ 1 per hari. Meskipun tanda-tanda menggembirakan di beberapa bagian dari benua, rata-rata
pertumbuhan PDB riil turun pada tahun 1997 menjadi 3,7 persen dari 5 persen tahun
sebelumnya. pemulihan Afrika masih rapuh dan rentan dengan sebelumnya terhadap harga
komoditas dan cuaca buruk Globalisasi perdagangan dunia. dapat mendorong benua ekonomi
20

Lihat, http://www.prb.org/Publications/Articles/2008/stuntingssa.aspx diakses pada
tanggal 5 Januari 2014
21
Ibid.
22
Lihat, http://www.marxist.com/marxism-struggle-imperialism250698.htm diakses pada
tanggal 5 Januari 2014

lebih lanjut terhadap margin. Menurut Bank dunia, Afrika menarik hanya 1,5 persen dari
dunia investasi asing langsung pada tahun 1996. penerima terbesar, mendapatkan 32 persen
dari total, adalah Nigeria, yang, selain memiliki banyak minyak, tidak mereformasi
ekonominya dalam cara bahwa Bank Dunia mengatakan sangat penting untuk menarik
investasi asing."23
Situasi tersebut diperparah dengan adanya penguasan sumber daya oleh negara-negara
maju, sehingga menyebabkan adanya ketimpangan di dunia. Ketimpangan sosial yang
disebabkan oleh adanya kapitalisme inilah yang kemudian menyebabkan kemiskinan di
Afrika, dimana hal ini kemudian berkorelasi dengan tingginya angka malnutrisi di kawasan
ini.
2.2 Dampak Malnutrisi di Afrika
2.2.1

Bidang Kesehatan
Terdapat masalah kesehatan yang mengancam masyarakat Afrika, utamanya anak-

anak berkaitan dengan malnutrisi. Tingginya tingkat kematian yang diakibatkan oleh
malnutrisi berkaitan erat dengan penyakit-penyakit sebagai penyebab tertinggi angka
kematian anak-anak yaitu diare. Pasokan air, sanitasi dan kebersihan, mengingat dampak
langsung terhadap penyakit menular, terutama diare, yang penting untuk mencegah
kekurangan gizi.24 Anak-anak yang meninggal akibat diare sering menderita kekurangan gizi
yang mendasari, yang membuat mereka lebih rentan terhadap diare. Setiap episode diare,
pada gilirannya, membuat mereka kekurangan gizi bahkan lebih buruk. Diare merupakan
penyebab utama kekurangan gizi pada anak balita.25 Ketika Anda menganggap bahwa
kurangnya nutrisi yang cukup dapat menyebabkan dalam lima tahun untuk seorang anak
kehilangan hingga 15centimetre pertumbuhan, maka tidak mengherankan bahwa efek dari gizi
buruk akan merusak sistem kekebalan tubuh dan menyebabkan gangguan kognitif permanen,
membatasi kapasitas dan peluang individu sepanjang hidup.26
2.2.2

23

Bidang Ekonomi

Ibid.
Lihat, http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/malnutrition/en/ diakses
pada tanggal 3 Januari 2014
25
Lihat, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/ diakses pada tanggal 5
Januari 2014
26
Lihat, http://www.the-star.co.ke/news/article-126559/cost-malnutrition-economicgrowth diakses pada tanggal 5 Januari 2014
24

Malnutrisi di Afrika juga memberikan dampak yang cukup signifikan di bidang
ekonomi yang mana hal ini akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara-negara
dengan tingkat malnutrisi tinggi di Afrika. UNICEF memperkirakan bahwa malnutrisi anak
kronis memakan biaya negara Afrika secara mengejutkan yaitu $25 miliar per tahun,
hilangnya produktivitas dan biaya kesehatan yang mungkin dapat dihindari27, biaya sektor
pendidikan sekitar $9.500.000 (Sh814.9 juta).28 Contohnya Uganda, terdapat sebuah laporan
yang menyatakan bahwa malnutrisi memberikan kerugian bagi perekonomian negara tersebut.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa angka kematian dini terkait dengan gizi buruk
mengurangi angkatan kerja Uganda sebesar 3,8 persen, membebani negara dengan biaya
$317.000.000 (Sh27.1 miliar).29 Studi ini juga menemukan bahwa mengobati diare, anemia,
infeksi pernapasan dan penyakit lainnya yang berhubungan dengan kekurangan gizi Uganda
biaya $254.000.000, sedangkan kerugian produktivitas mencapai $201.000.000 (Sh21.7
miliar) di sektor-sektor pengguna seperti pertanian dan $116.000.000 (Sh9.9 miliar) dalam
kegiatan non - manual.30 Apa yang paling mengejutkan adalah bahwa menurut laporan
tersebut, kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama telah mengurangi pendapatan nasional
Uganda sebesar 5,6 persen.31
Pengembalian investasi pada gizi yang sangat tinggi. Konsensus Kopenhagen
menyimpulkan bahwa intervensi gizi menghasilkan keuntungan termasuk yang tertinggi dari
17 investasi pembangunan potensial. Investasi dalam mikronutrien yang dinilai atas mereka
yang liberalisasi perdagangan, malaria, serta air dan sanitasi. Program berbasis komunitas
yang ditargetkan untuk anak di bawah usia dua tahun juga biaya-efektif dalam mencegah
kekurangan gizi. Malnutrisi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan melanggengkan
kemiskinan melalui tiga rute - kerugian langsung dalam produktivitas dari kerugian tidak
langsung status fisik miskin dari fungsi kognitif miskin dan defisit dalam pendidikan dan
kerugian karena peningkatan biaya perawatan kesehatan. Biaya ekonomi Malnutrisi adalah
substansial: kerugian produktivitas individu diperkirakan lebih dari 10 persen dari pendapatan
seumur hidup, dan produk domestik bruto (PDB) kalah malnutrisi berjalan setinggi 2 sampai
3 persen. Meningkatkan gizi Oleh karena itu sebanyak - atau lebih-dari sebuah isu ekonomi
sebagai salah satu kesejahteraan, perlindungan sosial, dan hak asasi manusia.32
27

Lihat, http://allafrica.com/stories/201307021520.html diakses pada tanggal 3 Januari
2014
28
Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Lihat, http://www.hst.org.za/news/malnutrition-causes-economic-loss-half-all-childdeaths diakses pada tanggal 3 Januari 2014

BAB III. KESIMPULAN
Kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini adalah bahwa penyebab adanya malnutrisi di
region Sub-Sahara adalah karena adanya kelangkaan makanan di wilayah ini. Selain itu,
keadaan dunia yang terbagi antara negara maju, berkembang, dan miskin menjadikan kawasan
Afrika cenderung menjadi sapi perah bagi negara maju untuk mendapatkan sumber daya alam
yang melimpah di Afrika, sehingga rakyat Afrika secara keseluruhan kurang bahkan tidak
mendapatkan hasil dari apa yang dieksploitasi oleh negara-negara maju. Di sisi lain, dampak
yang ditimbulkan oleh malnutrisi adalah adanya ancaman masalah kesehatan dan masalah
ekonomi di wilayah Sub-Saharan. Wilayah ini terdiri dari banyak negara miskin, dimana
permasalahan malnutrisi yang dihadapi dapat menguras keuangan negara dalam
menanganinya maupun dalam upaya pencegahannya. Di sisi lain, terdapat masalah kesehatan
yang menjadi ancaman dari permasalahan malnutrisi. Banyak penyakit yang dapat
ditimbulkan dari adanya malnutrisi, seperti diare. Diare banyak menyebabkan kematian bagi
anak-anak, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya malnutrisi sanggup membawa
permasalahan kesehatan baru bagi masyarakat di wilayah ini.

REFERENSI
BUKU & JURNAL
1. Sub-Saharan africa. Journal of development studies, 45(5), pp. 726–45.
2. Suharsimi arikunto, prosedur penelitian. Suatu pendekatan praktek. Pt. Bima aksara,
1989, jakarta ,hlm. 7.
3. Scott burchill-andrew linklater, teori-teori hubungan internasional, nusamedia, 2013,
bandung, hlm. 189.
4. Fosu, a.k., 2009. Inequality and the impact of growth on poverty: comparative
evidence for
5. Tadjbakhsh, sharbanou dan anuradha m. Chenoy. 2007. Human security concepts and
implications. New york:routledge.

ONLINE
1. http://www.panafrican-med-journal.com/content/article/15/120/full/
2. http://www.afro.who.int/en/clusters-a-programmes/frh/child-and-adolescent-health/
programme-components/child-health.html
3. http://allafrica.com/stories/201307021520.html
4. http://www.prb.org/publications/articles/2008/stuntingssa.aspx
5. http://www.consultancyafrica.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=1122:food-insecurity-and-malnutrition-inafrica-current-trends-causes-and-consequences&catid=61:hiv-aids-discussionpapers&itemid=268
6. http://www.marxist.com/marxism-struggle-imperialism250698.htm
7. ‘povcalnet:

an

online

poverty

analysis

tool’,

world

bank,

2012,

http://iresearch.worldbank.org.
8. http://www.prb.org/publications/articles/2008/stuntingssa.aspx
9. world health organization (who), world health statistics, child growth and nutrition
data base, accessed online at www.who.int, on aug. 11, 2008.
10. http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/malnutrition/en/
11. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/
12. http://www.the-star.co.ke/news/article-126559/cost-malnutrition-economic-growth
13. http://www.hst.org.za/news/malnutrition-causes-economic-loss-half-all-child-deaths