Kesalahan Kesalahan dalam Relativitas Kh

Kesalahan-Kesalahan dalam Relativitas Khusus Einstein

Mohammad Fajar 11-11-2017

I Asal Muasal Teori Relativitas Khusus

Relativitas khusus merupakan teori yang diperkenalkan oleh Albert Einstein di seki- tar tahun 1908. Teori ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan klasik yang tidak bisa pecahkan oleh teori-teori fisika yang sudah mapan pada waktu itu. Misalnya saja per- tanyaan mengenai hakikat kebendaan dari cahaya: apa itu cahaya, dan apakah medium perambatan dari cahaya ini.

Sebelum-sebelumnya para pakar fisika misalnya saja Isaac Newton sudah mencoba merumuskan pengertian cahaya dengan menganggapnya sebagai berkas partikel yang disebut sebagai korpuskel.

Ilmuan-ilmuan pada waktu itu menganggap terdapat sebuah medium perambatan dari cahaya ini yang disebut sebagai eter. Diasumsikan bahwa eter adalah medium yang fungsinya semata-mata hanya untuk merambatkan gelombang cahaya sehingga dianggap bahwa tidak terdapat sedikitpun interaksi antara medium ini dengan material-material fisis di sekitarnya.

Einstein kemudian mencoba menjawab pertanyaan ini dengan melakukan peninjauan terhadap teori elektromagnetik klasik yang sudah disusun sebelumnya oleh James Clerk Maxwell. Pada persamaan Maxwell sudah diturunkan persamaan gelombang elektromag- netik yang mana memberikan konstanta permitivitas ruang hampa dan konstanta perme- abilitas ruang hampa sebagai faktor kecepatan dari gelombang elektromagnetik. Maxwell mencoba meramalkan adanya gelombang yang dihasilkan oleh medan elektromagnetik tanpa berani berasumsi lebih lanjut tentang seperti apakah gelombang elektromagnetik itu sendiri. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh ilmuan kemudian lah yang kemudian memberikan sebuah pembenaran bahwa cahaya itu tidak lain adalah gelombang elektro- magnetik. Nilai konstanta permitivas dan konstanta permeabilitas yang nilainya tidak berubah ini—tidak bergantung gerak pengamat—kemudian menggiring Einstein sam- pai pada kesimpulan bahwa kecepatan gelombang cahaya ini pastilah konstan dan tidak bergantung pada gerak relatif pengamat. Hal yang sama juga berlaku bagi muatan listrik dan medan magnet beserta rumusan-rumusan lainnya dalam elektromagnetika yang ni- lainya juga tidak berubah jika ditinjau dari pengamat yang berada pada kerangka acuan Einstein kemudian mencoba menjawab pertanyaan ini dengan melakukan peninjauan terhadap teori elektromagnetik klasik yang sudah disusun sebelumnya oleh James Clerk Maxwell. Pada persamaan Maxwell sudah diturunkan persamaan gelombang elektromag- netik yang mana memberikan konstanta permitivitas ruang hampa dan konstanta perme- abilitas ruang hampa sebagai faktor kecepatan dari gelombang elektromagnetik. Maxwell mencoba meramalkan adanya gelombang yang dihasilkan oleh medan elektromagnetik tanpa berani berasumsi lebih lanjut tentang seperti apakah gelombang elektromagnetik itu sendiri. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh ilmuan kemudian lah yang kemudian memberikan sebuah pembenaran bahwa cahaya itu tidak lain adalah gelombang elektro- magnetik. Nilai konstanta permitivas dan konstanta permeabilitas yang nilainya tidak berubah ini—tidak bergantung gerak pengamat—kemudian menggiring Einstein sam- pai pada kesimpulan bahwa kecepatan gelombang cahaya ini pastilah konstan dan tidak bergantung pada gerak relatif pengamat. Hal yang sama juga berlaku bagi muatan listrik dan medan magnet beserta rumusan-rumusan lainnya dalam elektromagnetika yang ni- lainya juga tidak berubah jika ditinjau dari pengamat yang berada pada kerangka acuan

menyinggung hal ini yang sering dituangkannya dalam eksperimen pikiran magnet dan konduktor yakni dua perlakuan setara terhadap batang magnet dan kawat pengantar (kon- duktor) ternyata menghasilkan penafsiran berbeda terhadap hasil yang diperoleh.

Fakta-fakta ini kemudian menggiring Einstein merumuskan relativitas khusus dengan mengeluarkan dua postulas dasar yang sangat fenomenal

1. Bahwa tidak ada kerangka acuan yang mutlak

2. Bahwa kecepatan cahaya itu adalah konstan dan tidak bergantung gerak pengamat Kedua pernyataan di atas jika diperhatikan secara seksama merupakan dua hal yang

saling bertolak belakang jika digunakan secara bersamaan—dan ini yang akan dibahas pada bagian-bagian dari buku ini. Terlepas apakah Einstein benar-benar mengetahui hal ini atau mencoba menyembunyikannya hanya beliau lah yang lebih tahu.

Dalam prinsip dasar fisika yang sudah diketahui selama ratusan tahun, dikenal sebuah transformasi yang disebut sebagai transformasi Galileo. Di mana dikatakan bahwa jika dua pengamat bergerak satu sama lain dengan kecepatan v dan ada benda yang bergerak terhadap pengamat pertama dengan kecepatan v maka oleh pengamat kedua kecepatan benda tadi akan teramati sebesar 2v. Terdapat penjumlahan kecepatan yang berlangsung seara linear di sini. Namun anehnya ketika hal ini diterapkan pada kasus cahaya, hal yang sama tidak berlaku: persamaan Maxwell mengatakan bahwa kecepatan cahaya adalah sama dan tidak bergantung gerak pengamat! Jika berkas cahaya dikeluarkan dari seorang pengamat yang bergerak relatif terhadap pengamat lainnya, maka oleh kedua pengamat

tersebut kecepatan berkas cahaya tersebut nilainya sama 2 .

Dua pernyataan yang bertentangan oleh kejeniusan Albert Einstein bisa dituangkan ke dalam wadah yang sama terbingkai dengan sempurna dalam teori relativitas khusus.

Salah satu eksperimen yang sudah dilakukan secara berulang-ulang untuk membe- narkan pernyataan ini adalah eksperimen Michelson-Morley. Eksperimen yang awalnya ditujukan untuk mencari tahu keberadaan medium perambatan cahaya atau eter serta ba- gaimana perbedaan kecepatan cahaya yang datang searah dengan sumber cahaya dan ca- haya yang tegak lurus dengan sumber cahaya, justru malah memperkuat pernyataan Ein- stein bahwa kecepatan cahaya itu konstan.

Beberapa kenyataan yang menarik yang kemudian membedakan antara fakta-fakta dalam elektrodinamika berbeda dengan fakta klasik yang dirumuskan oleh transformasi Galileo misalnya saja adalah bagaimana ketika sebuah muatan listrik ditempatkan di da-

1 Gaya berbanding lurus dengan percepatan, sehingga untuk mengukur adanya gaya maka kita harus mengukur besarnya percepatan, bukan kecepatan. Dalam teori elektromagnetik, diperoleh konstanta per-

mitivitas dan konstanta permeabilitas dari Hukum Coulomb dan Hukum Biot-Stavart yang mana nilai ini tentu tidak bergantung pada kecepatan: dua orang pengamat yang bergerak satu sama lain akan melihat nilai percepatan yang sama akibat gaya tarik menarik antara dua muatan.

2 Persamaan Maxwell mengatakan bahwa kecepatan gelombang elektromagnetik tidak bergantung pada kecepatan medium perambatannya. Hal ini berbeda dengan kecepatan helombang suara yang secara resul-

tan harus ditambahkan dengan kecepatan medium perambatannya tan harus ditambahkan dengan kecepatan medium perambatannya

Jika ditinjau balik ini mungkin berasal dari eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Michael Faraday. Terdapat perbedaan mendasar antara magnet yang bergerak dengan magnet yang diam kendatipun jika dipertemukan dengan kabel listrik (konduktor) yang tertutup akan menghasilkan arus yang sama. Ketika batang magnet dalam keadaan diam dan konduktor yang digerakkan maka arus listrik ini ditimbulkan oleh gaya magnetik seperti yang diberikan oleh hukum gaya Lorentz. Akan tetapi ketika konduktor yang diam dan batang magnet yang digerakkan maka arus listrik yang ditimbulkan bukan lagi dise- babkan oleh gaya magnet, akan tetapi oleh medan listrik terinduksi. Pada kasus pertama garis-garis imajiner (khayal) yang melambangkan medan magnet itu sendiri bentuknya konstan terhadap ruang disekitarnya. Sementara pada kasus kedua, garis-garis khayal dari medan magnet tersebut berubah-ubah, dan perubahan ini memicu timbulnya medan listrik yang menjadi penyebab perpindahan muatan atau terjadinya arus listrik.

Inilah yang membedakan hasil-hasil dalam teori elektrodinamika berbeda dengan apa yang diramalkan oleh relativitas Galileo mengenai gerak relatif antara dua buah benda 3 . Ketika dua buah benda bergerak relatif satu sama lain dengan kecepatan konstan—atau dengan kata lain berada pada kerangka acuan inersia yang berbeda—maka hukum fisika yang berlaku di kerangka acuan yang satu haruslah berlaku pula di kerangka acuan yang lain. Pada kasus percobaan magnet dan konduktor oleh Faraday, prinsip ini tetap berlaku namun hal yang melatar belakanginya menjadi berbeda. Mengatakan medan listrik yang terinduksi oleh perubahan medan magnet merupakan suatu keanehan, karena pada hakikat- nya perubahan medan magnet tidak lain disebabkan oleh perubahan arus listrik yang menyebabkannya.

I.1 Hipotesis Tentang Eter

Terdapat dua pendapat di kalangan ilmuan pada masa-masa itu (sekitar 1900-an akhir) tentang medium perambatan cahaya (eter) ini. Ada yang berpendapat bahwa eter itu tidak terpengaruh oleh pergerakan bumi sehingga antara bumi dan eter terdapat gerak relatif. Kemudian pendapat kedua mengatakan bahwa pergerakan bumi dalam eter itu melakukan seretan (dragging) terhadap eter.

3 Lihat David J. Griffith Introduction to Electrodynamics, Fourth Edition, Halaman 313

Percobaan Michelson-Morley yang mencoba mengukur gerak relatif bumi terhadap eter memberikan hasil negatif yang artinya bahwa eter dan bumi itu berada dalam keadaan diam relatif satu sama lain. Atau bisa juga dikatakan bahwa sebagian dari eter itu ikut terseret bersama pergerakan bumi. Hingga bagian-bagian eter itu yang berada di sekitar permukaan bumi diam relatif dengan eter. Namun terdapat fenomena di alam yang ke- mudian bertentangan dengan pendapat ini yakni peristiwa aberasi terhadap cahaya dari bintang-bintang di kejauhan.

Fenomena aberasi ini ditandai dengan perbedaan antara posisi objek yang teramati (oleh kita di bumi) dengan posisi sesungguhnya di langit. Hal ini bisa dianalogikan de- ngan bagaimana ketika kita berjalan sambil membawa payung di tengah hujan deras. Berbeda halnya dengan ketika kita diam, pada saat kita berjalan payung tersebut harus kita miringkan. Karena gerak relatif bintik hujan yang jatuh ke kita bukan dalam arah tegak lurus ke tanah, melainkan membentuk sudut kemiringan tertentu. Hal ini karena ketika pada saat ∆t tertentu hujannya jatuh sejauh ∆y, kita sudah berjalan ke depan sejauh ∆x sehingga resultannya akan membuat rintik hujan tersebut mengenai tubuh kita.

Demikian pula dengan kasus aberasi cahaya bintang tersebut, maka pada saat berkas cahaya dipancarkan katakanlah posisi horizontal bintang tersebut berada pada titik x. Na- mun karena cahaya sendiri membutuhkan waktu ∆t untuk sampai di bumi, maka ketika cahaya tersebut sudah sampai di bumi posisi relatif bintang tersebut sudah bergeser sejauh ∆x. Akibatnya yang nampak di bumi bukanlah posisi bintang tersebut pada saat ini, akan tetapi posisinya pada beberapa saat sebelumnya. Karena bumi sendiri mengorbit matahari sepanjang tahun dengan kecepatan yang berbeda-beda, maka dengan adanya aberasi ini, posisi bintang di langit itu sepanjang tahun bergeser dari posisi yang sesungguhnya. Dan semakin besar kecepatan relatif bumi maka semakin besar pula pergeseran posisi yang teramati.

Jika dihubungkan dengan teori eter, maka adanya fenomena aberasi ini meniadakan seretan bumi terhadap eter. Sebab jika eter melakukan seretan, maka posisi bintang di langit itu akan tetap karena jalur yang dilewati oleh berkas cahaya itu sendiri mengikuti posisi bumi.

Francois Arago di tahun 1810 mengamati dengan menggunakan teori korpuskel ten- tang cahaya yang datang dari berbagai bintang di kejauhan. Dia mengetahui bahwa indeks bias cahaya antara medium yang satu dengan medium yang lain ditentukan oleh perbe- daan kecepatan cahaya pada kedua medium tersebut. Dengan mengingat bahwa cahaya yang datang dari bintang yang berbeda akan memiliki kecepatan yang berbeda (karena adanya seretan eter) maka dengan menempatkan sebuah prisma di depan teleskop dia ingin mengukur perbedaan sudut pembiasan dari berbagai cahaya bintang tersebut.

Dari Hukum Fresnel sudah diketahui bahwa indeks bias sudatu medium berbanding lurus dengan kecepatan cahaya pada medium tersebut. Dengan demikian dengan mem- bandingkan sudut pembiasan antara berkas cahaya dari berbagai arah pengambilan untuk bintang yang sama, maka akan diketahui perbedaan kecepatan cahaya dalam melewati medium dalam situasi pengambilan tersebut. Jika eter terseret oleh pergerakan bumi sepanjang tahun, maka tentu tidak akan dijumpai adanya fenomena aberasi ini, karena bagaimanapun cepatnya bumi bergerak terhadap sumber cahaya, maka eter tetap berada di sekitarnya.

II Kesalahan Kesalahan Yang Dijumpai

Tidak semua teori terlepas dari pro dan kontra. Apalagi teori semacam relativitas khusus ini yang dalam konsep-konsepnya banyak memperkenalkan hal-hal yang berten- tangan dengan nalar manusia. Salah satu yang paling sering dimunculkan adalah me- ngenai dilasi waktu dan kontraksi Lorentz. Jadi dalam relativitas khusus waktu dan ru- ang bukanlah hal yang absolut. Dua pengamat yang bergerak relatif satu sama lain akan mendapatkan hasil pengukuran yang berbeda terhadap jarak dan waktu. Di mana waktu yang diukur oleh pengamat yang bergerak akan lebih kecil jika diukur oleh pengamat yang diam. Dalam bahasa lain dikatakan bahwa denting pada jam yang dibawa oleh dua pengamat yang bergerak relatif satu sama lain akan memberikan penghitungan waktu yang berbeda.

II.1 Relativitas Khusus Mengabaikan Pengukuran

Rumusan relativitas khusus menyebutkan besaran yang disebut sebagai faktor Lorentz yang dinyatakan oleh persamaan

(1) Persamaan ini kemudian digunakan untuk menurunkan persamaan-persamaan penting

lainnya dalam relativitas khusus yakni persamaan tentang dilasi waktu dan persamaan mengenai kontraksi Lorentz. Untuk dilasi waktu dinyatakan oleh persamaan

1− c 2

Dengan t menyatakan waktu yang diukur pada jam yang bergerak relatif terhadap penga- mat sementara t 0 menyatakan waktu yang diukur pada jam yang diam terhadap pengamat. Adapun kontraksi Lorentz diberikan oleh persamaan

(3) Dengan h 0 menyatakan panjang yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap objek

h =h 0 1−

yang diukur, sementara h menyatakan panjang yang diukur oleh pengamat yang bergerak relatif terhadap objek yang diukur.

Dalam ketiga persamaan di atas, tidak diberikan penjelasan secara eksplisit soal ba- gaimana nilai kecepatan tersebut diperoleh. Pada kebanyakan contoh kasus penerapan relativitas khusus biasannya dimulai dengan memberikan nilai kecepatan di awal soal dan kemudian pembaca (mahasiswa) diperintahkan untuk mencari berapa selisih waktu atau selisih panjang terukur antara pengamat yang satu dengan pengamat yang lain yang bergerak relatif sau sama lain. Hal yang menjadi masalah adalah jika pada kedua penga- mat tidak terdapat kesepahaman tentang nilai panjang dan waktu yang terukur, lantas bagaimana mereka bisa menentukan nilai kecepatan yang digunakan pada rumus-rumus di atas?

Pada kasus paradoks kembar, kedua pengamat tidak bisa menentukan secara pasti berapa waktu yang dibutuhkan oleh kedua pengamat (kembar) untuk sampai ke planet tujuan. Pengamat A mengatakan bahwa jam yang dimiliki oleh pengamat B lebih lambat dibandingkan dengan dua jam yang dimilikinya. Sementara bagi pengamat B dua jam dari pengamat A tadi tidak sinkron sehingga klaimnya bahwa jamnya lebih lambat pantas ditolak. Tentu saja ini membuat kita tidak bisa mengetahui secara pasti pada alam semesta yang dihuni oleh pengamat A dan pengamat B tadi, berapa waktu yang dibutuhkan oleh pengamat B untuk sampai ke sana. Implikasinya, karena kecepatan merupakan perbandin- gan antara jarak dan waktu, maka kita tentu tidak bisa memastikan berapa kecepatan re- latif antara kedua pengamat.

II.2 Paradoks Kembar dan Permasalahannya

Beberapa penjelasan yang digunakan dalam mengurai permasalahan pada kasus pa- radoks kembar hanya menimbulkan penafsiran ambigu misalnya soal jam manakah yang digunakan sebagai acuan waktu dalam perhitungan awal: jam manakah yang berjalan wa- jar dan jam mana yang mengalami dilasi? Pada kasus paradoks kembar diberikan sebuah kasus di mana dua orang saudara kembar berpisah di mana salah satunya berada di bumi (sebut saja namanya Diana) dan satunya lagi (sebut saja namanya Artemis) melakukan perjalanan ke sebuah planet (katakan nama planet ini planet X) dengan kecepatan 0.96 kali kecepatan cahaya dan kemudian kembali ke bumi setelah 14 tahun menurut perhi- tungan di jam milik Artemis. Hal yang menjadi prosedur umum yang digunakan oleh pakar relativitas khusus adalah dengan menerapkan rumus pada persamaan 2 sehingga diperoleh bahwa lama perjalanan menurut jam yang dimiliki oleh Diana lebih lama yakni sebesar

t 0 14 tahun

v 2 (0.8c) 2 q

c 2 1− c 2 1− c 2

Akan tetapi kemudian muncul pertanyaan, bukankah kasusnya bisa dibalik, yakni ketika perjalanan tersebut dilangsungkan, dalam sudut pandang Artemis, Diana lah yang be- rangkat pergi darinya sehingga rumusan di atas bisa diterapkan oleh Artemis pada Diana. Ketika bertemu kembali Artemis mengharapkan Diana lah yang seharusnya lebih muda. Di sinilah letak paradoksnya, kita sama sekali tidak mengetahui penilaian siapa yang be- nar, Artemis atau Diana?

Biasanya penjelasan yang diberikan oleh pakar relativitas khusus itu akan berujung pada kalimat yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan tinjauan antara kasus Artemis dan Diana. Artemis dikatakan berada pada satu kerangka acuan saja, sementara Diana berada pada dua kerangka acuan yang berbeda, yakni kerangka acuan ketika pergi dan kerangka acuan ketika kembali. Salah satu penjelasan yang sering diberikan di buku adalah dengan memberikan diagram ruang waktu tentang perjalanan tersebut. Terdapat dua buah jam dalam kerangka acuan Diana yang menurutnya sudah tersinkronisasi. Satu jam berada di titik asal A dan satu jam lagi berada di lokasi tujuan dari perjalanan yakni planet X (dalam gambar 1 berada di titik F), di mana dalam sudut pandang kerangka acuan Diana (kerangka acuan O Diagram ruang waktu untuk penjelasan paradoks kembar kedua jam ini tersinkronisasi. Jadi menurut Diana kedua jam ini terpisah dalam koordinat ruang, namun berada pada titik yang sama dalam koordinat waktu. Garis putus-putus FB

Gambar 1: Diagram ruang waktu untuk penjelasan paradoks kembar

merupakan garis yang ditempuh oleh jam kedua dalam diagram ruang-waktu, sementara garis AC merupakan garis yang ditempuh oleh jam pertama Diana.

Jam pertama Diana ini akan bertepatan dalam pembacaannya terhadap peristiwa A dengan kerangka acuan milik Artemis (kerangka acuan O sementara jam kedua Diana bertepatan pembacaannya dengan jam milik Artemis untuk peritiwa B. Dalam sudut pan- dang Diana kedua jam miliknya ini akan memiliki nilai pembacaan waktu yang sama de- ngan jam milik Artemis untuk peristiwa A (tepat pada saat keberangkatan Artemis) yakni akan sama-sama mencatat waktu t = 0. Sementara pada peristiwa B ketika Artemis sudah sampai di planet tujuan, di saat jam milik Artemis mencatatkan waktu t

= 1, jam kedua milik Diana mencatatkan waktu t = 1−v 2 /c 2 yang tentunya lebih dahulu dibandingkan dengan pembacaan waktu oleh jam milik Artemis (terjadi dilasi waktu dalam sudut pan- dang Diana). Dengan demikian Diana dapat menyimpulkan bahwa jam milik Artemis melambat dibandingkan dengan kedua jamnya. Artemis bisa saja mengiyakan pernyataan Diana, yakni dengan membandingkan jam miliknya dengan jam kedua milik Diana yang bertepatan dengan jamnya pada peristiwa B, namun untuk membenarkan bahwa jamnya lebih lambat dibandingkan dengan jam milik Diana, maka tentu Diana harus memastikan bahwa kedua jam miliknya tersebut sudah tersinkronisasi. Akan tetapi jika tinjauannya dilihat dari sudut pandang Artemis, hal yang sama tidak berlaku. Artemis mengatakan bahwa kedua jam milik Diana tersebut tidak tersinkronisasi. Garis putus-putus EB da- lam gambar 1 merupakan lokasi peristiwa-peristiwa yang dalam sudut pandang Artemis terjadi secara simultan. Dengan demikian ketika Artemis sudah sampai pada titik ruang- waktu di peristiwa B dalam sudut pandangnya, Diana justru berada pada peristiwa E. Jadi ketika sampai di planet X (peristiwa B) pembacaan waktu di jam milik Artemis mem- berikan nilai t = 1 sementara pembacaan jam milik Diana (jam pertama miliknya) mem-

berikan nilai t p = 1−v 2 /c 2 yang tentunya memberikan nilai pembacaan waktu yang lebih kecil. Dengan demikian Artemis bisa mengatakan bahwa kedua jam milik Di-

ana tersebut tidak sinkron. Jam miliknya yang menempuh garis FB membacakan waktu

1−v 4 2 /c 2 yang lebih cepat dibandingkan dengan jam pertama miliknya . Tipikal penjelasan seperti di atas tentu sangat mudah diimani begitu saja oleh para

penekun teori relativitas tanpa memperhatikan bahwa ada cacat logika tersembunyi yang tersisip di dalamnya. Penjelasannya tentu diawali dengan kalimat pengantar yang men- gatakan bahwa teori relativitas itu merupakan teori yang sudah teruji secara eksperimen dan bisa direproduksi berulang kali di mana saja dan kapan saja dan tetap akan mem- berikan hasil yang sama. Bahwa rumus-rumus yang berlaku dalam teori relativitas meru- pakan rumus yang sudah tidak bisa dibantah keabsahannya. Penjelasan seperti di atas merupakan penjelasan yang diberikan untuk mengatasi permasalahan dalam rumus di- lasi waktu yang memberikan sebuah paradoks jika dilakukan pergantian kerangka acuan dalam peninjauan. Hal yang perlu diketahui adalah dalam penjelasan tentang paradoks kembar, kita harus memastikan tentang jam mana yang dijadikan acuan sehingga diper- oleh efek dilasi waktu. Dalam paragraf sebelumnya awalnya dikatakan bahwa terdapat jam dalam kerangka acuan Diana di mana ketika Artemis sudah sampai di planet X, p

pembacaan waktu di jam ini adalah sebesar t = 1−v 2 /c 2 yang tentunya lebih awal. Anehnya ketika terjadi pergantian sudut pandang dari Diana ke Artemis, justru jam yang diberikan lebih dulu adalah jam milik Artemis. Jam Artemis digunakan untuk mengukur berapa waktu yang berlangsung di kerangka acuan milik Diana. Padahal ketika penin- jauan dilakukan dalam sudut pandang Diana, justru jam Artemis lah yang dijadikan tolak ukur lebih dahulu: ketika jam di Artemis memberikan t = 1 maka jam di saya (Diana)

memberikan t p = 1−v 2 /c 2 .

Harusnya jika konsisten maka prosedur peninjaun waktu dilangsungkan secara sama dan setara. Diana melihat jam miliknya dan kemudian menghitung berapa waktu di jam milik Artemis berdasarkan rumus dilasi waktu. Demikian pula sebaliknya, Artemis meli- hat jam miliknya kemudian dari situ memperkirakan berapa waktu di jam milik Diana berdasarkan rumus dilasi waktu. Ada dua kemungkinan di sini, pertama dengan menggu- nakan sebuah jam netral yang tidak tunduk pada teori relativitas khusus (dan juga pada hukum fisika secara umum), di mana kedua jam milik Artemis dan Diana diukur terhadap jam ini, atau kita melakukan eksperimen yang nyata di mana masig-masing pengamat membawa jamnya dan baru kemudian membandingkan waku pada jam pengamat lainnya ketika bertemu kembali setelah selesai melakukan perjalanan. Tapi kemungkinan yang terjadi hanya sebatas hitung-hitungan filosofis (oleh karenanya disebut sebagai eksper- imen pikiran). Belum ada sekalipun saat ini eksperimen yang diadakan untuk mengk- larifikasi masalah yang ditimbulkan oleh paradoks kembar ini. Kecepatan gerak objek di keseharian kita masih jauh di bawah apa yang disebut sebagai kecepatan cahaya. Se- hingga untuk memberikan penjelasan atas apa yang terjadi jika perjalanan seperti yang di- lakukan oleh Artemis dan saudara kembarnya Diana itu benar-benar terjadi, kita sepenuh- nya hanya bisa berspekulasi berdasarkan teori yang sudah ada. Ilmuan bisa mengatakan bahwa eksperimen yang dilakukan benar-benar membuktikan keabsahan teori relativitas khusus, khususnya untuk rumus dilasi waktu. Misalnya saja bagaimana partikel muon yang dalam keadaan diam memiliki waktu paruh yang singkat, namun ketika bergerak dengan kecepatan tinggi ketika jatuh ke permukaan bumi maka waktu paruhnya menjadi lebih lama. Tapi kan hal-hal seperti ini hanya berlangsung dalam taraf partikel elementer yakni objek yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan objek sehari-hari. Semen-

4 Lihat A First Course In General Relativity, Bernard Schutz, Second Edition Halaman 19 4 Lihat A First Course In General Relativity, Bernard Schutz, Second Edition Halaman 19

Jika prosedur seperti yang diberikan pada penjelasan di atas diteruskan maka akan timbul masalah yang dikenal sebagai penurunan tak berhingga (dalam bahasa Inggris disebut sebagai infinite descent). Jadi Dengan mengetahui bahwa waktu di kerangka p

acuan milik Diana sebesar t = 1/ 1−v 2 /c 2 maka dengan rumus dilasi waktu Diana mengatakan bahwa waktu di jam Artemis sebesar t = 1. Artemis kemudian mengatakan bahwa ini adalah waktu di jamnya. Dia kemudian menggunakan ini untuk menghi- tung berapa waktu di kerangka acuan Diana yang setelah dihitungnya dengan bantuan p

rumus dilasi waktu diperoleh sebesar t = 1−v 2 /c 2 . Diana kemudian mengatakan bahwa ini adalah waktu di jamnya sehingga dengan menggunakan rumus dilasi waktu dia bisa meghitung berapa waktu di kerangka acuan Artemis, yang diperolehnya sebesar t

2 =1−v 2 /c . Artemis kemudian menganggap bahwa ini adalah waktu dalam kerangka acuannya, dan kemudian menghitung waktu pada kerangka acuan Diana yakni sebesar

3 t /2 =1−v 2 /c 2 dan seterusnya dan seterusnya. Pembaca tentu bisa menebak bahwa hal ini tidak mungkin berlangsung terus menerus.

Hal lain yang kemudian menjadi soal adalah bagaimana jika pertanyaannya dibalik, yakni anggap bahwa pada saat yang bersamaan dua orang bayi lahir di dua tempat yang berbeda. Bayi pertama lahir di bumi dan bayi kedua lahir di planet X. Anggap pada saat lahirnya bayi tersebut bumi dan planet X berada pada keadaan stasioner satu sama lain atau tidak ada gerak relatif antara keduanya. Dengan demikian terdapat kesepakatan ten- tang simultanitas atau urutan peristiwa antara bumi dan planet X. Jadi penduduk kedua planet sepakat bahwa kedua orang bayi tersebut lahir pada saat yang bersamaan. Kemu- dian bayi dari planet X tadi melakukan perjalanan ke bumi dengan roket yang melaju dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya sehingga rumus dilasi waktu bisa diber- lakukan. Timbul pertanyaan jika sudah sampai di bumi, siapakah yang lebih muda di antara kedua bayi tadi? Tentu para pakar relativitas akan kebingungan untuk menjawab pertanyaan semacam ini.

II.3 Menjelaskan Sinkronisasi Jam Dengan Cara Klasik

Ada sebuah penjelasan menarik dari buku mengenai dilasi waktu. Jika pengamat di kerangka acuan A mengatakan bahwa waktu di kerangka acuan B melambat, maka pengamat di kerangka acuan B bisa juga mengatakan bahwa waktu di kerangka acuan

A yang melambat. Jawaban yang sering dilontarkan oleh para fisikawan adalah karena tidak adanya kesepakatan dalam sinkronitas waktu antara kedua pengamat dalam menje- laskan waktu yang dibutuhkan oleh berkas cahaya untuk tiba pada kedua ujung kereta 5 , diberikan penjelasan bahwa untuk pengamat yang berada di kereta maka berkas cahaya akan sampai pada waktu yang bersamaan pada kedua ujung kereta. Untuk pengamat yang diam di tanah maka berkas cahaya akan sampai dulu pada bagian belakang dari kerata

5 David J. Griffith, Introduction to Electrodynamics, Fourth Edition, halaman 509

(a) Berkas cahaya ditinjau oleh penga- (b) Berkas cahaya ditinjau oleh penga- mat yang diam di kereta

mat yang diam di tanah

Gambar 2: Tinjauan berkas cahaya yang dipantulkan ke kedua ujung kereta oleh dua pengamat yang bergerak satu sama lain

baru kemudian pada bagian depan dari kereta. Karena ketika cahaya tersebut pergi ke kedua ujung kereta dengan kecepatan c kereta tersebut pada saat yang bersamaan sudah bergerak ke depan dengan kecepatan v Hal ini bisa dilihat pada gambar 2.

Hal yang menjadi permasalahan dalam deskripsi di atas adalah gambaran yang diberi- kan harusnya dinyatakan dengan transformasi Galileo mengenai penjumlahan kecepatan. Untuk berkas cahaya yang menuju titik a tentu kecepatannya harusnya ditambah men- jadi v + c sementara untuk berkas cahaya yang menuju titik b kecepatannya dikurangi menjadi c − v sehingga baik bagi pengamat di dalam kereta maupun pengamat di tanah kedua berkas cahaya tersebut sampai pada titik a dan b dalam waktu yang bersamaan. Namun pada gambar 2b di atas, dikatakan bahwa berkas cahaya sampai pada bagian be- lakang terlebih dahulu baru kemudian sampai pada bagian depan dan pembaca biasanya diyakinkan bahwa seolah-olah hal ini bisa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dalam kenyataan sehari-hari kenyataan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan dan tidak bergantung gerak pengamat adalah hal yang secara fundamental sangat berbeda.

Misalnya jika kita melempar dua buah bola kasti di dalam kereta ke kedua arah (seperti halnya dengan contoh kasus berkas cahaya tersebut) pada saat t dengan kecepatan sama yakni c maka pada saat ∆t kemudian kereta sudah bergerak sejauh v∆t. Bola kasti yang dilempar ke depan akan menempuh jarak (v + c) ∆t sementara bola kasti yang dilem- par ke arah belakang akan menempuh jarak (v − c) ∆t. Keduanya tiba pada kedua ujung kereta pada waktu yang bersamaan (lihat gambar 3). Pada kasus berkas cahaya, karena ke- cepatan cahaya konstan, maka kedua berkas cahaya akan memiliki kecepatan yang sama kendatipun diberi kecepatan awal yang berbeda, akan tetapi pada saat ∆t kemudian kereta sudah maju ke depan sejauh v∆t sehingga jarak yang ditempuh oleh berkas cahaya yang ke arah belakang kereta lebih pendek, sedangkan jarak yang ditempuh oleh berkas cahaya yang ke arah depan lebih panjang. Akibatnya pada saat kurang dari ∆t kemudian, cahaya sudah tiba pada bagian belakang dari kereta dan masih dalam perjalanan menuju bagian depan dari kereta. Kendatipun katakanlah kecepatan cahaya masih terjangkau (sama de- ngan kecepatan lemparan bola kasti) namun pernyataan seperti bukanlah hal yang bisa diterima oleh nalar kita.

Kesimpulan yang sering diambil dari deskripsi semacam ini adalah apa yang kita ka- takan terjadi secara simultan dalam satu kerangka acuan belum tentu berlangsung juga secara simultan dalam kerangka acuan lain. Dan ini juga digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena ganjil lain dalam relativitas khusus (misalnya saja paradoks kem- Kesimpulan yang sering diambil dari deskripsi semacam ini adalah apa yang kita ka- takan terjadi secara simultan dalam satu kerangka acuan belum tentu berlangsung juga secara simultan dalam kerangka acuan lain. Dan ini juga digunakan untuk menjelaskan fenomena-fenomena ganjil lain dalam relativitas khusus (misalnya saja paradoks kem-

Gambar 3: Penjelasan gambar berkas cahaya di kereta secata Galilean dalam sudut pan- dang kerangka acuan pengamat di tanah

II.4 Menurunkan Dilasi Waktu Dengan Cara Klasik

Dalam sebuah buku fisika moderen karangan Arthur Beiser 6 juga dijumpai kesala- han yang bentuknya mirip dengan kesalahan sebelumnya. Penulis memberikan deskripsi penurunan rumus untuk dilasi waktu dengan asumsi bahwa nalar pembaca sudah terbiasa dengan hal-hal baru yang dijumpai pada rumusan relativitas khusus. Dalam gambar 4 terlihat bahwa lintasan berkas cahaya jika ditinjau oleh pengamat yang diam di tanah (bergerak relatif terhadap sumber cahaya) akan sebesar ct /2 padahal kenyataannya dalam situasi sehari-hari yang dipahami oleh nalar kita, lintasan berkas cahaya tersebut meru- pakan penjumlahan lintasan yang ditempuh oleh sumber cahaya yakni sebesar vt /2 di tambahkan dengan lintasan dari berkas cahaya itu sendiri yang membentuk lintasan yang tegak lurus terhadap lintasan dari sumber cahaya. Sehingga secara akumulatif lintasannya merupakan panjang dari sisi miring segitu siku-siku yang terbentuk yakni

v p + c = v 2 +c 2 (4)

6 Arthur Beiser, Concept of Modern Physics Sixth Edition, halaman 7

Gambar 4: Pergerakan berkas cahaya ditinjau dari sudut pandang pengamat yang diam relatif terhadap sumber cahaya

Jadi lintasan yang diberikan sebesar ct /2 pastilah diperoleh dengan dasar bahwa ke- cepatan cahaya tidak bergantung pada kecepatan sumber cahaya tersebut. Ilustrasi seperti seperti ini sudah benar, namun pasti akan menyesatkan karena akan mengaburkan pem- baca dari realita sehari-hari.

II.5 Apakah Tangganya Sudah Masuk Lumbung?

Salah satu paradoks yang cukup terkenal berkaitan dengan efek kontraksi Lorentz (di- berikan oleh rumus 3) adalah paradoks tangga di dalam lumbung 7 . Pernyataan dari para- doks ini adalah seorang petani memiliki sebuah tangga yang amat panjang sehingga tidak muat jika ditempatkan di dalam lumbungnya. Untuk mengatasi masalah ini, si petani ke- mudian menggunakan konsep kontraksi Lorentz tersebut yakni dengan menyuruh putriya untuk berlari secepat mungkin mendekati kecepatan cahaya membawa tangga tersebut. Dengan adanya kontraksi Lorentz tentu panjang tangga akan berkurang. Begitu putrinya melewati pintu lumbung, si petani kemudian langsung seketika menutup pintu lumbung tersebut, sehingga pada saat itu putrinya sudah berada di dalam lumbung bersama tangga yang dibawanya.

Namun ternyata dalam sudut pandang putrinya, tangga tersebut belum sama sekali masuk di dalam lumbung. Karena dalam sudut pandangnya justru lumbung lah yang ber- gerak sehingga dengan demikian yang mengalami kontraksi Lorentz adalah panjang dari lumbung. Akibatnya bukannya tangga masuk di dalam lumbung malah ukuran tangga tersebut melebihi ukuran dari lumbung tersebut, sehingga tidak bisa ditempatkan di dalam- nya. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah tangganya masuk ke dalam lumbung atau tidak? Mana yang benar, pendapat si ayah atau putrinya?

Para pakar relativitas biasanya akan menjawab pertanyaan semacam ini dengan elab- orasi panjang lebar mengenai perbedaan simultanitas—yang bisa digeralisir hingga pada urutan kejadian—antara kerangka acuan yang satu dengan kerangka acuan yang lain. Ter- dapat dua kejadian yang ditinjau pada kasus ini:

1. Kejadian ketika bagian belakang dari tangga sudah melewati pintu atau bagian de- pan dari lumbung.

7 David J. Griffith Introduction to Electrodynamics, Fourth Edition, halaman 516

2. Kejadian ketika bagian depan dari tangga sudah masuk menyentuh bagian belakang dari lumbung.

Dalam sudut pandang si petani, kejadian a terjadi lebih dulu baru kejadian b sehingga dengan demikian tangga sudah masuk seluruhnya di dalam lumbung. Sementara dalam sudut pandang putrinya kejadian b terjadi lebih dulu baru kejadian a jadi ketika bagian dari tangga belum seluruhnya masuk di dalam lumbung, akan tetapi tangga sudah tergan- jal dinding belakang dari lumbung. Kedua pendapat ini dikatakan benar dengan asumsi bahwa simultanitas (dan urutan kejadian) yang berlaku dalam satu kerangka acuan belum tentu juga berlaku sama pada kerangka acuan lainnya yang bergerak relatif. Kita tidak bisa mengetahui mana realitas yang sesungguhnya, apakah tangganya sudah masuk atau belum karena tidak ada kesepakatan tentang urutan kejadian, kendatipun menurut pakar relativitas ketidaksepakatan ini adalah hal yang tidak bisa dikatakan salah (lihat gambar 5).

Gambar 5: Tinjauan paradoks tangga dan lumbung: (a) Ketika tangga dan lumbung dalam keadaan diam (b) Tangga memendek dalam sudut pandang petani (c) Lumbung memendek dalam sudut pandang putrinya

Kita sudah tinjau bahasan tentang ketidaksepakatan tentang simultanitas pada sub- bab II.3 yang mana ini merupakan konsekuensi dari kecepatan cahaya yang konstan tidak bergantung gerak pengamat. Dan itu masih bisa dimaklumi oleh nalar kita (kendatipun sanga berbeda dengan apa yang kita amati sehari-hari). Penyebab ketidaksepakatan itu adalah perbedaan instrinsik dari sifat cahaya yang pergerakannya berbeda dengan perg- erakan objek-objek lainnya di alam. Akan tetapi ketika kita kemudian dipaksakan untuk menggeneralisir cara ini untuk kasus-kasus yang lain, tentu itu merupakan langkah yang sama sekali tidak berdasar. Tidak ada satupun pernyataan dalam paradoks tangga dan lumbung ini yang merujuk secara eksplisit pada gerak dan kecepatan cahaya. Paradoks ini justru muncul karena kita mempertanyakan validitas dari rumus kontraksi Lorentz itu jika kita mengganti sudut pandang.

Para fisikawan mungkin mengatakan bahwa rumus ini sudah teruji secara eksperimen, misalnya saja pada kasus jatuhnya partikel moun ke bumi. Namun pada kasus ini, sudah jelas kita bisa menyatakan dengan pasti realitas yang terjadi, bahwa partikel muonnya Para fisikawan mungkin mengatakan bahwa rumus ini sudah teruji secara eksperimen, misalnya saja pada kasus jatuhnya partikel moun ke bumi. Namun pada kasus ini, sudah jelas kita bisa menyatakan dengan pasti realitas yang terjadi, bahwa partikel muonnya

Elaborasi lebih lanjut kemudian sampai dengan penjelasan bagaimana jika si petani tadi kemudian menyetop tangganya (dengan memegang bagian belakang dari tangga) bersamaan dengan ketika dia menutup pintu dari lumbung? Apa yang terjadi dengan tangga tersebut ketika berhenti dari pergerakannya? Tentu tangga ini akan kembali ke panjangnya mula mula. Akan tetapi yang terjadi adalah bagaimana proses dari tangga tersebut untuk kembali lagi ke bentuk mula-mulanya. Dikatakan bahwa antara bagian- bagian dari tangga tersebut tidak bergerak memanjang secara bersamaan. Bagian be- lakang tentu sudah berhenti karena si petani tadi sudah memegangnya dengan tangannya, akan tetapi bagian depan dari si tangga kemudian berakselerasi untuk menembus bagian belakang dari lumbung. Bayangkan, hanya dengan menggunakan kontraksi Lorentz terse- but, kita bisa memprediksi laju dari perubahan distribusi dari atom-atom penyusun sebuah benda. Dengan rumus kontraks Lorentz tersebut kita kemudian bisa menebak bagaimana proses peregangan yang terjadi dalam sebuah benda tegar. Dikatakan bahwa benda tegar akan kehilangan definisi nya ketika bergerak dengan kecepatan relativistik!

II.6 Paradoks dalam transformasi Lorentz

Terdapat seperangkat rumus yang kemudian dikenal sebagai transformasi Lorentz, di mana untuk dua buah kerangka acuan yakni S dan S yang bergerak satu sama lain dengan kecepatan maka transformasi koordinat dari kerangka acuan menuju kerangka acuan diberikan oleh persamaan 8

Sementara transformasi untuk berpindah dari kerangka acuan S menuju kerangka acuan S diberikan oleh persamaan

(12) Dengan kedua rumus ini kemudian diadakan penurunan terhadap perbedaan simultanitas,

t =γ t +

efek dilasi waktu serta efek kontraksi Lorentz.

8 David J. Griffith Introduction to Electrodynamics, Fourth Edition, halaman 521

Untuk ketidaksimultanan, bisa diperoleh dengan melihat ruas kanan dari persamaan

8. Jadi semua jam (terdapat beberapa jam yang diamati di sini) yang dikatakan berada pada waktu yang sama (sinkron sehingga dentang waktunya terjadi secara simultan), mis- alnya menunjuk waktu t = 0 pada kerangka acuan S akan tidak sinkron jika dilihat dari

kerangka acuan S. Hal ini karena adanya faktor − v 2 /c sehingga kendatipun nilai waktunya sama akan tetapi perbedaan letaknya dalam sumbu

x pada kerangka acuan S akan mengakibatkan nilai pembacaan jam tersebut di kerangka acuan S menjadi berbeda. Jam yang berada pada arah negatif sumbu x negatif akan lebih awal dalam penunjukan waktu dibandingkan dengan jam yang berada pada arah sumbu x positif. Kita dapat memahami pernyataan ini dengan membayangkan dua orang saudara kembar yang mengendarai pesawat ruang angkasa raksasa yang bergerak di dekat ke- cepatan cahaya. Dalam sudut pandang kedua kembar ini, mereka berada pada waktu yang sama atau bisa dikatakan umur mereka sama. Dalam sudut pandang kita yang diam di bumi kembar yang lebih dekat dengan arah kita kita lebih muda karena waktu di po- sisinya lebih telat berdentang, sementara kembar yang lebih jauh akan lebih tua, karena waktu di posisinya lebah awal.

Jika kita kemudian meninjau sebuah jam yang diam di kerangka acuan S dan menghi- tung berapa perubahan waktu yang dialaminya jika ditinjau dari sudut pandang kerangka acuan S tentu dari persamaan 8 dapat diperoleh bahwa nilai koordinat x nya sama karena kita hanya meninjau satu buah jam saja (posisinya dalam kerangka acuan S tetap) sehingga diperoleh perubahan waktu yang dialaminya ditinjau dari kerangka acuan S adalah sebesar

1 ∆t = ∆t

Selanjutnya untuk kontraksi Lorentz dapat diperoleh dengan meninjau sebuah tongkat yang diam jika dilihat dari kerangka acuan S. Panjang tongkat ini pada kerangka acuan tersebut adalah sebesar ∆x = x r − x l dengan subskrip r dan l menandakan bahwa pen- gukuran tersebut dilakukan terhadap bagian kiri dan kanan dari tongkat tersebut. Panjang tongkat ini jika dilihat dalam kerangka acuan S dapat diperoleh dengan menerapkan per- samaan 12 sehingga diperoleh

∆x = x r − x l = γ (x r + vt) − γ (x l + vt) = γ (x r − x l )= ∆x

Permasalahan yang dijumpai dalam persamaan 14 adalah nilai t yang digunakan itu diasumsikan sama. Padahal berdasarkan rumus kontraksi Lorentz di persamaan 12 kedua titik ujung tongkat tersebut tidak akan berada pada waktu yang sama karena terdapat faktor v /c 2 mengadakan pengukuran terhadap dua titik yang berada pada dua koordinat waktu yang berbeda adalah sebuah hal yang ganjil.

Misalnya saja terdapat dua buah kejadian (contohnya sebuah ledakan petasan atau kerlipan cahaya) yang dikatakan terjadi secara simultan di kerangka acuan S namun dip- isahkan oleh ruang sehingga kejadian A akan memiliki koordinat ruang x A dan kejadian

B akan memiliki koordinat ruang x B . Tentu bagi pengamat di kerangka acuan S dengan menggunakan rumusan kontraksi Lorentz maka kedua kejadian tersebut bukannya dip-

isahkan oleh jarak sebesar ∆x = x 1

A − x B akan tetapi oleh jarak ∆x = γ x yang nilainya A − x B akan tetapi oleh jarak ∆x = γ x yang nilainya

v 2 /c duanya, sementara kejadian tersebut tidak terjadi secara bersamaan? Jika pengamat di S

mencoba melakukan pengukuran terhadap jarak antara kedua kejadian tersebut pada saat t tertentu, maka dia hanya akan mendapati satu buah kejadian karena kejadian lainnya belum terjadi sehingga tidak mungkin dia bisa memperoleh definisi jaraknya. Jarak itu dua dimensi sementara satu buah kejadian itu analog dengan titik yang hanya satu di- mensi, tidak mungkin kita melakukan pengukuran jarak terhadap satu buah titik. Sekali lagi ini mengingatkan kita pada bahasan-bahasan sebelumnya bahwa relativitas khusus itu sama sekali mengabaikan pentingnya pengukuran.

II.7 Penjelasan Berputar-putar Tentang Magnetisme dari Sudut Pan- dang Relativitas

Dalam teori dasar elektromagnetik kita sudah diajarkan tentang eksperimen Michael Faraday yang terkenal mengenai fenomena magnetisme antara dua buah bagian kabel yang dialiri arus listrik. Untuk dua bagian kabel yang dialiri arus listrik searah, maka akan nampak tarik-menarik antara kedua bagian. Sementara untuk dua bagian yang dialiri arus listrik yang berlawanan akan saling tolak-menolak. Ini yang kemudian oleh fisikawan dirumuskan sebagai Hukum Gaya Lorentz. Para pakar relativitas mencoba menjelaskan

hal ini dari sudut pandang relativitas khusus 9 .

Ketika arus listrik mengalir di kabel, dari sudut pandang pengamat di lab kedua ka- bel dikatakan bermuatan netral. Akan tetapi tetapi hal yang berbeda jika kita melakukan peninjauan dari sudut pandang muatan yang bergerak di dalam kabel tersebut. Untuk dua buah bagian kabel yang dialiri arus listrik searah dan dengan kecepatan yang sama sebesar v (ditinjau oleh pengamat di laboratorium) terdapat analisis menarik yang bisa dilakukan. Bagi sebuah muatan negatif yang diam di bagian pertama dari kabel, muatan negatif di bagian kedua dari kabel tersebut akan diam relatif terhadapnya, akan tetapi muatan positif tentu bergerak dengan arah yang berlawanan dengan kecepatan 2v. Akibatnya dengan rumus kontraksi Lorentz, jarak antara muatan positif di bagian kedua dari kabel lebih ra- pat dibandingkan jarak antara muatan negatifnya. Demikian pula jika ditinjau dari sudut pandang muatan positif pada bagian pertama dari kabel. Muatan negatif di bagian ke- dua dari kabel kelihatan lebih rapat dengan adanya faktor Lorentz. Akibat lebih besarnya distribusi muatan positif dibagian kedua dari kabel, membuat muatan negatif di bagian pertama dari kabel tertarik. Demikian pula sebaliknya besarnya distribusi muatan negatif di bagian kedua dari kabel membuat muatan positif pada bagian pertama dari kabel akan tertarik. Secara keseluruhan ini akan mengakibatkan kedua kabel akan tarik menarik (li- hat gambar 6). Pada kasus kabel yang dialiri arus listrik dengan arah yang berlawanan, analisis yang sama bisa diberikan. Bagi muatan positif di bagian pertama dari kabel maka pada bagian kedua kabel muatan positif akan diam relatif terhadapnya, sementara muatan negatif akan bergerak dengan kecepatan sebesar 2v dengan v adalah kecepatan muatan jika ditinjau dari sudut pandang pengamat di laboratorium. Akibatnya terjadi penyusutan jarak antara muatan positif, sehingga distribusi muatan di bagian kedua dari kabel tidak

9 Arthur Beiser, Concept of Modern Physics Sixth Edition, halaman 19

Gambar 6: Muatan listrik pada dua bagian kabel: (a) Ditinjau dari pengamat yang diam di lab (b) Muatan negatif pada bagian pertama dari kabel (c) Muatan positif pada bagian pertama dari kabel

seimbang di mana terdapat lebih banyak muatan positif ketimbang muatan negatif (keba- likan dari paragraf sebelumnya). Akibatnya muatan positif di bagian pertama dari kabel akan tertolak. Demikian pula bagi muatan negatif di bagian pertama dari kabel, jumlah distribusi muatan positif dan muatan negatif di bagian kedua dari kabel akan tidak seim- bang, di mana terdapat lebih banyak muatan negatif ketimbang muatan positif. Akibatnya muatan negatif di bagian pertama dari kabel akan tertolak oleh resultan medan listrik yang ditimbulkan oleh ketidakseimbangan distribusi muatan ini.

Bagi mahasiswa yang masih awam tentu akan menelan uraian di atas sebagai sebuah kebenaran yang wajib diimani, padahal terdapat beberapa cacat logika dan ketidak kon- sistenan jika dipikirkan secara matang-matang. Pertama adalah hal yang perlu diketahui bahwa rumus kontraksi Lorentz dalam relativitas khusus itu baru bisa memberikan penga- ruh jika kecepatan yang ditinjau adalah kecepatan relativistik. Untuk kasus kecepatan jauh dari kecepatan cahaya, tentu efek relativitas termasuk kontraksi Lorentz ini tidak akan teramati. Seperti yang kita ketahui bahwa kecepatan pergerakan muatan listrik (elektron) di dalam sebuah kabel itu hanya sekitar kurang dari 1 mm/s yang mungkin lebih lambat dibandingkan dengan jalannya ulat bulu (seperti yang disebutkan dalam banyak buku). Jadi jika dihubungkan dengan analisis di atas, tentu hanya menimbulkan penjelasan yang tidak masuk akal. Jika memang dari sudut pandang sebuah muatan di bagian pertama ka- Bagi mahasiswa yang masih awam tentu akan menelan uraian di atas sebagai sebuah kebenaran yang wajib diimani, padahal terdapat beberapa cacat logika dan ketidak kon- sistenan jika dipikirkan secara matang-matang. Pertama adalah hal yang perlu diketahui bahwa rumus kontraksi Lorentz dalam relativitas khusus itu baru bisa memberikan penga- ruh jika kecepatan yang ditinjau adalah kecepatan relativistik. Untuk kasus kecepatan jauh dari kecepatan cahaya, tentu efek relativitas termasuk kontraksi Lorentz ini tidak akan teramati. Seperti yang kita ketahui bahwa kecepatan pergerakan muatan listrik (elektron) di dalam sebuah kabel itu hanya sekitar kurang dari 1 mm/s yang mungkin lebih lambat dibandingkan dengan jalannya ulat bulu (seperti yang disebutkan dalam banyak buku). Jadi jika dihubungkan dengan analisis di atas, tentu hanya menimbulkan penjelasan yang tidak masuk akal. Jika memang dari sudut pandang sebuah muatan di bagian pertama ka-

Hal yang menarik adalah tarik-menarik antara kedua muatan pada bagian-bagian kabel tersebut murni disebabkan oleh medan magnet. Namun tipikal penjelasan kaum relativitas seperti di atas seolah-olah mengasumsikan bahwa tarik-menarik atau tolak- menolak tersebut diakibatkan oleh adanya medan listrik antara kedua muatan. Jika pen- dapat ini kita gunakan, maka tentu akan terjadi kebingungan bagi kita dalam menjelaskan fenomena orientasi jarum kompas jika didekatkan di sekitar kabel listrik yang dialiri oleh arus. Bagaimana jarum kompas tersebut bisa menyesuaikan diri dengan orientasi medan magnet yang timbul dari kabel listrik tersebut sementara pada kompas tersebut tidak ada perbedaan distribusi muatan yang mengakibatkan timbulnya medan listrik. Kompas terse- but murni bersifat magnetik karena tidak ada arus listrik yang bergerak di dalamnya.

Kemudian hal yang menjadi masalah berikutnya adalah jika penjelasan ini disangkut pautkan dengan klaim teori relativitas khusus bahwa muatan listrik itu adalah hal yang invarian (tidak berubah besarnya) jika ditinjau dari kerangka acuan yang berbeda. Da- lam penjelasan di atas kita peroleh bahwa bagi muatan yang bergerak di bagian pertama dari kabel akan melihat adanya total muatan pada bagian kedua dari kabel, sementara bagi pengamat yang diam di laboratorium tentu hanya melihat bahwa kabel tersebut bermuatan netral. Ini tentu sebuah absurditas, tidak ada penjelasan memuaskan yang bisa diberikan. Jika sebuah muatan melihat elemen arus saling meniadakan, lantas buat apa efek relativis- tik seperti penjelasan di atas diberikan?

II.8 Dasar Penanganan Energi Dan Momentum secara Relativistik

Hal yang paling menarik dalam relativitas khusus adalah bagaimana para fisikawan memberikan penurunan yang sangat ganjil terhadap momentum dan energi (khususnya energi kinetik). Secara klasik didefenisikan momentum p sebagai perkalian massa de- ngan kecepatan atau p = mv. Sementara energi kinetik didefenisikan sebagai turunan momentum terhadap waktu dikalikan jarak yang ditempuh, yang nilainya diperoleh sebe-